1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular. Kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah dapat terjadi akibat tingginya tekanan darah. Risiko relatif terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan meningkatkan tekanan diastolik dan tekanan sistolik (Prodjosudjadi, 2000). Menurut WHO tekanan darah yang tidak optimal (tekanan darah sistolik >115 mmHg) dapat menyebabkan 7,1 juta kematian per tahun di dunia (Lawes dkk., 2004). Hipertensi merupakan penyakit kronis yang paling umum diderita oleh penduduk di negara – negara barat. Manurut penelitian Nwankwo dkk (2013), diperkirakan 1 dari 3 penduduk Amerika dewasa, atau sekitar 70 juta orang menderita hipertensi. Walaupun demikian, hanya 52% penderita hipertensi yang tekanan darahnya terkontrol dibawah 140/90 mmHg. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal, dan kematian (James dkk., 2009). Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Kasus hipertensi diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama di negara berkembang, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar
26
Embed
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskular
dan cerebrovascular. Kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal dan
pembuluh darah dapat terjadi akibat tingginya tekanan darah. Risiko relatif
terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan
meningkatkan tekanan diastolik dan tekanan sistolik (Prodjosudjadi, 2000).
Menurut WHO tekanan darah yang tidak optimal (tekanan darah sistolik >115
mmHg) dapat menyebabkan 7,1 juta kematian per tahun di dunia (Lawes dkk.,
2004).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang paling umum diderita oleh
penduduk di negara – negara barat. Manurut penelitian Nwankwo dkk (2013),
diperkirakan 1 dari 3 penduduk Amerika dewasa, atau sekitar 70 juta orang
menderita hipertensi. Walaupun demikian, hanya 52% penderita hipertensi yang
tekanan darahnya terkontrol dibawah 140/90 mmHg. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal, dan
kematian (James dkk., 2009).
Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Kasus
hipertensi diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama di negara
berkembang, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar
2
kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat
ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013
(Anonim, 2013). Peningkatan umur harapan hidup dan perubahan gaya hidup
diduga meningkatkan faktor risiko hipertensi (Setiawan, 2004). Penelitian
epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular (Darmojo, 2000 ; Setiawan,
2006). Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut
merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.
Salah satu aktivitas farmasis pada pharmaceutical care adalah
mengidentifikasi drug related problem pada pasien dan bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain untuk merancang, menjalankan dan memonitor rancangan
terapi yang akan menyelesaikan drug related problem. Salah satu aspek pada drug
related problem adalah masalah yang berkaitan dengan kepatuhan terhadap
pengobatan (Cipolle dkk., 1998).
Identifikasi tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat terutama
pada pasien rawat jalan perlu dilakukan, mengingat pasien menggunakan obat
sendiri tanpa ada pengawasan dari tenaga kesehatan. Pengetahuan pasien yang
kurang mengenai obat dapat menimbulkan masalah seperti tidak efektifnya terapi
yang dijalani, minimnya kepatuhan pasien dalam konsumsi obat dan bahkan
3
mengakibatkan timbulnya risiko overdosis apabila obat tidak dikonsumsi tepat
dosis ( Notoadmodjo, 2003).
Alasan utama dari tidak terkontrolnya tekanan darah pasien hipertensi
adalah karena kegagalan pasien dalam menggunakan obat sesuai dengan yang
diresepkan. Penggunaan obat yang tepat meliputi kepatuhan, meminum obat
sesuai dengan dosis dan interval yang diresepkan dan melanjutkan pengobatan
sesuai dengan durasi terapinya, yang biasanya jangka panjang. Rendahnya
kepatuhan pasien hipertensi berhubungan dengan munculnya outcome yang
merugikan bagi pasien (Halpern dkk., 2006). Farmasis dapat berperan aktif dalam
meningkatkan outcome therapy pasien melalui identifikasi dan penyelesaian
terhadap problem non-compliance melalui program konseling serta edukasi
kepada pasien (Touchette, 2010).
Tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat diukur dengan
beberapa metode. Pada penelitian ini identifikasi kepatuhan pasien dilakukan
menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS-8) yang dikembangkan oleh Morisky dkk. Kuesioner ini telah diuji dan
memiliki reability yang tinggi yaitu 0.83 serta memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (Morisky dkk., 2008).
Tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dipengaruhi oleh
beberapa hal misalnya : lupa, ketakutan terhadap efek samping, mahalnya biaya
pengobatan, regimen penggunaan obat yang kompleks, kurangnya edukasi,
rendahnya kualitas hidup, persepsi terhadap beratnya penyakit dan efektivitas
pengobatan, stress dan depresi, serta kurangnya support social (Albrecht, 2011).
4
Terapi farmakologi dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi
yang dapat menurunkan tekanan darah dengan optimal merupakan satu-satunya
jalan untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (Osterberg dan Blaschke,
2005). Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan berhubungan dengan
menurunnya mortalitas dan menurunnya kemungkinan pasien untuk dirawat di
rumah sakit (White, 2005). Alasan yang paling sering ditemui dalam kegagalan
terapi hipertensi adalah rendahnya kepatuhan penggunaan obat pada pasien
hipertensi (Yiannakopoulou, 2005). Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan
obat dapat berakibat pada memburuknya kodisi penyakit, kematian, dan
meningkatnya biaya pengobatan (Osterberg dan Blaschke, 2005).
Oleh karena kepatuhan penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi penting, maka perlu dikaji permasalahan kepatuhan penggunaan obat
antihipertensi pada pasien hipertensi beserta alasan penyebab ketidakpatuhan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan informasi terkait
peningkatan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi sehingga morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi dapat ditekan.
Jumlah penduduk meningkat, sejalan dengan peningkatan permintaan
layanan kesehatan. Salah satu upaya Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk
memenuhi permintaan layanan kesehatan adalah dengan mendirikan Rumah Sakit
Universitas Gadjah Mada (RS UGM). Secara geografis, RS UGM terletak di Jalan
Kabupaten (Lingkar Utara), Kronggahan, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta
(Anonim, 2011). Dari data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat 22
Rumah Sakit dan serta 25 Puskesmas di Kabupaten Sleman. Banyaknya fasilitas
5
kesehatan ini ternyata masih belum mencukupi kebutuhan layanan kesehatan bagi
masyarakat (Anonim, 2012). Penelitian dilakukan di Poliklinik Rawat Jalan
Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada sebab rumah sakit tersebut merupakan
salah satu rumah sakit rujukan bagi pasien hipertensi di Kabupaten Sleman dan
sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien
hipertensi?
2. Apakah alasan yang menjadi penyebab ketidakpatuhan pada pasien
hipertensi?
3. Apakah terdapat hubungan antara jumlah item obat yang diresepkan dengan
tingkat kepatuhan pasien hipertensi?
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien
hipertensi dalam menggunakan obat.
2. Mengidentifikasi alasan penyebab ketidakpatuhan pada pasien hipertensi
berdasarkan kuesioner MMAS-8.
3. Mengetahui hubungan antara jumlah item obat yang diresepkan dengan
tingkat kepatuhan pasien hipertensi.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan : dapat meningkatkan
kualitas pelayanan terkait dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien
hipertensi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Bagi peneliti : mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah
serta melatih komunikasi dengan pasien.
3. Bagi pemerintah dan institusi pendidikan farmasi : sebagai salah satu
pedoman pembuatan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
terutama mengenai kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi.
4. Bagi masyarakat dan pasien : sebagai edukasi bagi pasien untuk tetap patuh
menggunakan obat dan juga untuk memperkenalkan profesi farmasi sebagai
drug informant kepada masyarakat.
7
E. Tinjauan Pustaka
1. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah
arteri yang persisten (Sukandar, 2008). Menurut The Joint National
Committee 7 (JNC7), definisi hipertensi dinyatakan dengan tekanan
darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) ≥90
mmHg. Tekanan darah normal menurut JNC 7 adalah TDS <120 mmHg
dan TDD <80 mmHg (Chobanian dkk., 2003). Pada JNC-7 (2003)
dikenal istilah „prehipertensi‟ untuk TDS 120-139 mmHg atau TDD 80-
89 mmHg, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran individu
yang bersangkutan akan risiko terjadinya hipertensi (Bandiara, 2008).
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dapat dilihat pada Tabel I
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Chobanian dkk., 2003)
Klasifikasi Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolic (mmHg)
Normal <20 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100
8
b. Epidemiologi
Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden
dan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) secara cepat, yang
merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa yang akan
datang. Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangan
serius adalah hipertensi yang disebut sebagai silent killer (Rahajeng
dan Tuminah, 2009). Apabila penyakit ini tidak terkontrol, dapat
menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal dan kematian
(James dkk., 2014). Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa
hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskular (Darmojo, 2000; Setiawan, 2006).
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007
menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Anonim, 2013). Peningkatan umur
harapan hidup dan perubahan gaya hidup diduga meningkatkan faktor
risiko hipertensi (Setiawan, 2004). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013
prevalensi hipertensi tertinggi terdapat di Sulawesi Utara (15%),
diikuti Kalimantan Selatan (13,1%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta
(12,8%) (Anonim, 2013).
c. Etiologi
Etiologi hipertensi pada sebagian besar pasien belum
diketahui, baik hipertensi primer maupun sekunder. Hipertensi yang
9
tidak diketahui penyebabnya tidak dapat disembuhkan, namun dapat
dikontrol. Hanya sebagian kecil pasien yang mengalami hipertensi
dengan penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) (Dipiro dkk.,
2008).
Penyakit Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi
2 jenis yaitu :
1) Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau
belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 %
dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan memiliki
banyak penyebab, beberapa perubahan pada jantung dan
pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah (Armilawaty, 2007). Faktor genetik
kemungkinan memiliki peran penting pada perkembangan
hipertensi esensial (Dipiro dkk., 2008).
2) Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan atau
sebagai akibat dari adanya penyakit lain (kurang dari 10% dari
seluruh kasus hipertensi) (Armilawaty, 2007). Pada sebagian
besar kasus, disfungsi renal akibat gagal ginjal kronis merupakan
penyebab hipertensi sekunder yang paling umum. Obat-obatan
tertentu dapat meningkatkan tekanan darah sehingga
menyebabkan hipertensi atau memperburuk kondisi hipertensi,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Langkah pertama
dalam terapi hipertensi sekunder adalah dengan menghindari
10
faktor pemicu atau dengan mengobati komorbid yang menyertai
(Dipiro dkk., 2008).
d. Gejala Klinis
Hipertensi sering muncul tanpa gejala, terutama pada kasus
hipertensi primer. Namun terdapat beberapa gejala hipertensi yang
muncul yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan (Armilawaty, 2007). Peninggian tekanan
darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi
esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala
yang timbul dapat berbeda-beda. Hipertensi esensial kadang muncul
tanpa gejala, kemudian gejala muncul setelah terjadi komplikasi pada
organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Julius, 2008).
Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala penyakit
yang menyertainya. Pada penderita hipertensi sekunder dengan
aldosteronemia primer, gejala yang mungkin terjadi adalah
hipokalemia, keram otot dan kelelahan. Penderita hipertensi sekunder
pada sindrom Cushing dapat mengalami peningkatan berat badan,
poliuria, edema, menstruasi yang tidak teratur, jerawat atau kelelahan
otot (Sukandar, 2008).
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita
hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala secara bertahun-tahun.
Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Apabila hipertensi tidak diketahui
11
dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena gagal
jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi
dini dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas
dan mortalitas (Julius, 2008).
e. Faktor Risiko
Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya
tekanan darah. Akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko
lain seperti komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu
jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah (Armilawaty, 2007).
Faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskuler menurut
JNC 7 antara lain hipertensi, kebiasaan merokok, obesitas (Body Mass
Index ≥30 kg/m3), kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes
melitus, microalbuminuria atau GFR<60 mL/menit, usia (pria >55
tahun, wanita >65 tahun) dan riwayat keluarga dengan penyakit
kardiovaskular prematur (pria berusia dibawah 55 tahun atau wanita
berusia dibawah 65 tahun) (Chobanian dkk., 2003).
Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Faktor risiko yang yang tidak dapat dimodifikasi
a) Keturunan
Faktor genetik kemungkinan memiliki peran penting
pada perkembangan hipertensi (Dipiro dkk., 2008). Seseorang
yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi memiliki
12
risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang
tanpa riwayat keluarga dengan hipertensi (Julius, 2008).
Chobanian dkk (2003) menyebutkan bahwa seseorang dengan
riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular prematur
(pada pria yang berusia <55 tahun atau pada wanita berusia
<65 tahun) memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
penyakit kardiovaskular.
b) Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam
regulasi tekanan darah, karena terdapat kemungkinan bahwa
hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara
umum tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat
setelah menopause yang menunjukkan adanya pengaruh
hormon (Julius, 2008).
c) Umur
Chobanian dkk (2003) menyebutkan umur merupakan
faktor resiko utama pada penyakit kardiovaskular. Pria yang
berusia lebih dari 55 tahun dan wanita yang berusia lebih dari
65 tahun memiliki risiko lebih besar untuk menderita
hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena elastisitas
pembuluh darah yang semakin menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
13
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a) Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan
menaikkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok
dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh
darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik
maupun diastolik, meningkatnya denyut jantung dan kontraksi