Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, serta unsur jiwa dan raga. Manusia sebagai makhluk sosial merupakan manusia saling berinteraksi antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam kehidupan berkelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat berupa kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari dua orang, masyarakat menengah yang terdiri dari banyak orang seperti perkumpulan masyarakat, dan masyarakat terbesar seperti negara. 1 Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai tujuan dalam memenuhi segala aspek kebutuhannya, sehingga diperlukannya hubungan antara masyarakat satu dengan yang lainnya agar dapat mencapai suatu tujuan dan juga melindungi segala kepentingannya, sehingga manusia sangat membutuhkan suatu aturan yang dapat mengatur hubungan yang terjadi diantara mereka. Aturan- aturan tersebut sangat bersifat sederhana, namun seiring dengan semakin banyaknya suatu permasalahan yang dilakukan oleh perbuatan manusia sendiri, maka aturan-aturannya pun menjadi semakin sulit untuk dirumuskan serta membutuhkan pihak lain dalam pembuatan, pelaksanaan, maupun penegakannya agar tercipta ketertiban yang teratur. Di dalam masyarakat dapat dijumpai 1 R. Soeroso, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 297.
23

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Jul 06, 2019

Download

Documents

NguyễnHạnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai

makhluk individu, manusia memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan

psikis, serta unsur jiwa dan raga. Manusia sebagai makhluk sosial merupakan

manusia saling berinteraksi antara manusia satu dengan manusia lainnya dalam

kehidupan berkelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat berupa kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari dua orang, masyarakat menengah yang terdiri

dari banyak orang seperti perkumpulan masyarakat, dan masyarakat terbesar

seperti negara.1

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai tujuan dalam

memenuhi segala aspek kebutuhannya, sehingga diperlukannya hubungan antara

masyarakat satu dengan yang lainnya agar dapat mencapai suatu tujuan dan juga

melindungi segala kepentingannya, sehingga manusia sangat membutuhkan suatu

aturan yang dapat mengatur hubungan yang terjadi diantara mereka. Aturan-

aturan tersebut sangat bersifat sederhana, namun seiring dengan semakin

banyaknya suatu permasalahan yang dilakukan oleh perbuatan manusia sendiri,

maka aturan-aturannya pun menjadi semakin sulit untuk dirumuskan serta

membutuhkan pihak lain dalam pembuatan, pelaksanaan, maupun penegakannya

agar tercipta ketertiban yang teratur. Di dalam masyarakat dapat dijumpai

1R. Soeroso, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 297.

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

berbagai macam suatu pedoman atau ukuran yang bertujuan untuk berprilaku

yang disebut dengan norma atau kaidah-kaidah.2 Hal tersebut dapat kita

definiskan sebagai hukum.

Menurut Thomas Hobbes, Hukum adalah perintah-perintah dari orang

yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya

kepada orang lain. Oleh karena itu, pelanggaran-pelanggaran perintah hidup

tersebut dapat menimbulkan suatu tindakan dari pemerintah sebagai pelanggar.3

Hukum bersifat mengatur dan memaksa , hal ini dibuktikan dengan adanya

sanksi yang telah dicantumkan terhadap aturan hukum, sanksi tersebut

dikeluarkan oleh negara sebagai upaya dalam menciptakan keamanan dan

ketertiban dalam suatu kehidupan bernegara.

Menurut Mac Iver, Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan

ketertiban masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum dan untuk

melaksanakan hal tersebut, ia diberi kekuasaan untuk memaksa. Berdasarkan hal

tersebut dapat dikatakan bahwa negara sebagai organisasi yang berada dalam

suatu wilayah, memiliki kekuasaan memaksa sesuai dengan tata hukum yang

berlaku.4

Obyektivitas penegakan hukum terasa masih jauh dari harapan

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari peradilan yang tidak jujur, hakimhakim

yang terkontaminasi oleh kondisi perilaku pemerintahan yang tidak konsisten,

2 http://ernawintri. blogspot.co.id/2012/04/pengantar-ilmu-hukum.html, diakses tanggal 10

Januari 2017, pukul 13.00 WIB.

3 Zainal Asikin, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, hlm. 10.

4 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Ilmu Negara, Setara Press, Malang, hlm. 20 .

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

pengacara yang mengerjai rakyat, adalah akumulasi ketidakpercayaan lembaga

yudikatif, di dalam menjalankan perannya sebagai pelindung, pengayom rakyat,

yang berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat yang tidak menganggap

hukum sebagai jaminan keselamatan di dalam interaksi sesama warga

masyarakat.

Menurut hukum yang berlaku, Indonesia merupakan negara hukum. Hal

ini telah dipertegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara

hukum, maka semua rakyat Indonesia harusnya mampu berbuat dengan kesiapan

bertanggung jawab di hadapan hukum yang berlaku.5 Ciri-ciri dari negara hukum

itu yaitu : pertama Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

Kedua, peradilan yang bebas dan tidak memihak. Ketiga, asas pembagian

pemisahan kekuasaan. Dalam prakteknya, banyak ditemukan penyimpangan-

penyimpangan atau terjadinya kasus-kasus yang dapat dikatakan sebagai suatu

Tindak Pidana. Adapun jenis-jenis dari tindak pidana adalah Kejahatan dan

pelanggaran, Kesengajaan dan kealpaan, perbuatan yang melanggar undang-

undang (Delik commisionis), menitik pada perbuatannya (Delik formil), menitik

berat pada akibatnya (Delik materil), hanya dilakukan sekali dalam perbuatannya

(Delik Tunggal), delik berganda yang diatur dalam Pasal 481 KUHP, delik biasa

yang dikenal dengan delik laporan, dan delik sederhana tentang pencurian yang

diatur dalam Pasal 362 KUHP.

5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, 1945.

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah

tanpa seizin pemiliknya.6 Tindak Pidana Pencurian ini telah di atur didalam Pasal

362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:

“Barang siapa yang mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara

melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling

lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Pasal 362 KUHP tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur tindak pidana

pencurian di antaranya :

1. Mengambil barang,

2. Barang harus kepunyaan orang lain seluruhnya atau sebagian,

3. Pengambilan barang yang demikian itu harus dengan maksud ingin

memiliki secara melawan hukum.7

Moeljatno mengemukakan pendapatnya, bahwa unsur-unsur yang terdapat

di dalam Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai tindak pidana pencurian,

pengambilan barang orang lain. Maksud untuk memiliki barang tersebut dilakukan

secara melawan hukum. Sifat melawan hukum di dalam Pasal 362 KUHP,

perbuatan tidak dari hal-hal yang lahir, tetapi tergantung pada niat orang yang

6 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pencurian, akses tanggal 18 Januari 2017, Pukul 14.00 WIB.

7 Sugandhi, 1980, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Usaha Nasional, Surabaya, hlm.

376.

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

mengambil barang.8 Pada mulanya benda-benda yang menjadi objek pencurian

adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend). Benda-benda tidak bergerak

baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan

menjadi benda bergerak.

Kejahatan merupakan suatu perbuatan yang menyimpang, yang

mempunyai sifat yang tercelah sehingga perbuatan ini sering menimbulkan sanksi

sosial dalam masyarakat. Adapun usaha manusia untuk menghapus kejahatan

tersebut adalah dengan cara menekan atau mengurangi laju terjadinya kejahatan.

Beberapa perbuatan atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum serta

mengganggu ketenangan dan keserasian hidup bersama, salah satunya adalah

kejahatan pencurian dengan pemberatan dimana hampir setiap hari dapat kita lihat

di media elektronik maupun media massa.

Jenis kejahatan pencurian dengan pemberatan merupakan salah satu

kejahatan yang paling sering terjadi di masyarakat. Tindak pidana pencurian

termuat dalam buku kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

telah diklasifikasikan ke beberapa jenis kejahatan pencurian. Tindak pidana

pencurian merupakan salah satu tindak pidana yang sering kali dilakukan oleh

anak dengan berbagai macam latar dan dorongan yang menjadi penyebabnya.

Selain dari Pasal 362 KUHP tindak pidana pencurian juga di atur dalam

Pasal 363 KUHP yang mengatur tentang jenis pencurian dan pencurian dengan

8 Moeljatno, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, PT.Bima Aksara, Jakarta, hlm. 62.

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

pemberatan. Pasal 364 KUHP mengatur mengenai pencurian ringan, Pasal 365

KUHP mengatur tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 367 KUHP mengatur

tentang pencurian dalam keluarga. Menyangkut dengan ancaman pidananya, Pasal

363 KUHP memiliki ancaman sanksi pidana yang lebih ringan dibandingkan pasal

lainnya. Pasal 363 KUHP ini dikenal dengan pencurian dengan pemberatan atau

pencurian khusus atau pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde deifstal).9

Maksud dari pencurian dengan pemberatan adalah pencurian biasa yang dalam

pelaksanaannya disertai oleh keadaan tertentu yang memberatkan. Salah satu yang

dimaksud dari keadaan tertentu adalah sebagai berikut :

1. Barang yang dicuri adalah hewan.

2. Pencurian yang dilakukan pada waktu kebakaran, letusan, banjir,

gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung api, kapal karam,

kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan

atau kesengsaraan di masa perang.

3. Dilakukan pada malam hari terhadap rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya.

4. Dilakukan oleh 2 orang bersama-sama atau lebih.

5. Dilakukan dengan cara membongkar, memecah atau memanjat atau

dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian

jabatan palsu.

9 http://ngobrolhukum.blogspot.co.id/2010/11/pencurian-dengan-pemberatan.html, akses

tanggal 18 Januari 2017, Pukul 15.30 WIB.

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Berdasarkan Pasal 363 KUHP, orang yang melakukan pencurian dengan

pemberatan diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun. Selain

untuk memenuhi unsur-unsur pencurian biasa dalam Pasal 362 KUHP, juga

disertai dengan hal yang memberatkan, yakni dilakukan dalam kondisi tertentu

atau dengan cara tertentu. Hukuman itu bisa menjadi lebih berat, yakni maksimal 9

tahun penjara, apabila pencurian dilakukan pada malam hari terhadap sebuah

rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, serta apabila pencurian

dilakukan oleh 2 orang bersama-sama atau lebih.

Tindak pidana pencurian tidak saja dilakukan oleh orang dewasa tetapi dari

beberapa kasus juga dilakukan oleh anak. Anak seringkali mencari jalan pintas

untuk mendapatkan suatu barang dengan cara mencuri maupun dengan mencuri

kemudian mendapatkan uang dari hasil penjualannya. Tindak pidana pencurian

pun semakin marak dilakukan oleh anak bahkan tidak jarang disertai dalam

keadaan memberatkan untuk mempermudah aksinya.

Anak sebagai salah satu subjek hukum di negara ini juga harus tunduk dan

patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan

perlakuan antara orang dewasa dan anak dalam hal sedang berhadapan dengan

hukum. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap anak sebagai

bagian dari generasi muda. Ketika terjadi kenakalan yang dilakukan oleh anak

bahkan sampai mengarah kepada tindak pidana seperti pencurian, tentunya itu

sangat meresahkan warga masyarakat karena masyarakat akan merasakan

ketidaknyamanan dalam lingkungannya, keadaan seperti itu tentu tidak diinginkan

oleh setiap warga masyarakat sehingga masyarakat cenderung melakukan

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

peningkatan kewaspadaan dan upaya-upaya penanggulangan agar tindak pidana

seperti pencurian khususnya yang dilakukan oleh anak bisa berkurang.

Ada beberapa kasus pencurian yang terjadi di Indonesia saat ini yang

pelakunya adalah anak di bawah umur sangat banyak sekali seperti kasus

pencurian yang terjadi di Pangkalan Kerinci seorang ibu kehilangan uang sebesar

Rp. 15 Juta dan perhiasan emas seberat 20 gram.10

Kasus Pencurian yang terjadi di

Sumatera Barat, pencurian sepeda motor yang pelakunya juga dilakukan oleh anak

di bawah umur terjadi di kenagarian kampung dalam kecamatan lubuk tarok, yang

akhirnya sipelaku dapat ditangkap dan di amankan di polres sijunjung.11

Kasus

pencurian juga terjadi di kota Padang di daerah kuranji, pencurian sepeda motor

yang dilakukan oleh anak yang berumur 17 tahun, pencurian sepeda motor yang

berhasil ditangkap di Kelurahan Sei Sapih Kecamatan Kuranji di salah satu SMK

di Kota Padang.12

Dari berbagai kasus yang terjadi di Indonesia salah satunya juga

terjadi kasus pencurian yang melibatkan anak sebagai pelaku adalah kasus

pencurian accu atau baterai excavator yang terjadi di Kasiak Putiah Kecamatan

Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman.

Pencurian tersebut dilakukan pada malam hari dan dilakukan dengan cara

merusak dan memanjat. Kasus pencurian tersebut sampai pada tahap persidangan

10

http://pekanbaru.tribunnews.com/20/15/03/25/ini-kronologis-kasus-pencurian-oleh-anak-di-

bawah-umur-versi-korban. Html, akses tanggal 18 Januari 2017, Pukul 17.00 WIB.

11 http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/46150/anak-di-bawah-umur-diduga-curi-

sepeda-motor. html, akses tanggal 18 Januari 2017, Pukul 18.00 WIB.

12 http://www.anatarasumbar.com/berita/159753/polisi-kembangan-pencurian-motor-

tersangka-pelajar.html, akses tanggal 18 Januari 2017, Pukul 19.00 WIB.

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

di Pengadilan Negeri Pariaman. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pariaman

dalam perkara pidana nomor 7/Pid.Sus-Ank/2016/PN/Pmn anak tersebut dijatuhi

hukuman penjara selama 3 bulan.13

Kasus-kasus yang telah di perbuat oleh pelaku

telah melanggar norma dan kaidah yang ada karena pelaku pencurian tidak

memikirkan perbuatannya dahulu sebelum melakukan pencurian, oleh karena itu

pelaku harus menerima hukuman yang akan diberikan sesuai dengan aturan-aturan

yang telah ditegaskan. Hal ini sangat menarik bagi penulis untuk melakukan

sebuah penelitian karena Pasal 363 KUHP merupakan tindak pidana pencurian

dengan pemberatan yang ancamannya lebih berat dari pasal pencurian lainnya,

sementara itu untuk anak sebagai pelaku tindak pidana ancaman hukuman yang

akan dijatuhkan harus disesuaikan dengan kepentingan si anak. Hal ini

dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari

generasi muda. Perlindungan ditujukan terhadap berbagai macam perbuatan yang

membahayakan keseimbangan, kesejahteraan, keamanan dan ketertiban sosial.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Dalam Pasal 1 angka 1 UU

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mendefinisikan anak sebagai

berikut: "anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan".14

Sedangkan menurut UU SPPA

dalam pasal 1 Angka 3 mendefenisikan anak di bawah umur sebagai anak yang

telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang terlibat dalam suatu

tindak pidana dalam tiga kategori:

13

PUTUSAN Nomor 7/Pid.Sus-Anak/2016/PN Pmn

14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

a. Anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU

SPPA);

b. Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1

angka 4 UU SPPA); dan

c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka

5 UU SPPA)

Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan

dua jenis sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah

14 tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang

berumur 15 tahun ke atas.

a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal

82 UU SPPA);

1. Pengembalian kepada orang tua/Wali;

2. Penyerahan kepada seseorang;

3. Perawatan di rumah sakit jiwa;

4. Perawatan di LPKS;

5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau

pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan

swasta;

6. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

7. Perbaikan akibat tindak pidana.

b. Sanksi Pidana

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana

anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU

SPPA):

Pidana Pokok terdiri atas:

1. Pidana peringatan;

2. Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar

lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan;

3. Pelatihan kerja;

4. Pembinaan dalam lembaga;

5. Penjara.

Pidana Tambahan terdiri dari:

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

atau

2. Pemenuhan kewajiban adat.

Selain itu, UU SPPA juga mengatur dalam hal anak belum berumur 12

(dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik,

Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil

keputusan untuk: (dilihat pada Pasal 21 UU SPPA)

a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau

b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun

daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui

Keppres No. 36 Tahun 1990. Pemerintah juga menerbitkan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang No. 5 Tahun

1998 sebagai ratifikasi terhadap Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan

atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan

Martabat Manusia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan Undang-undang No.

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia. Yang paling baru dan merupakan

langkah maju adalah ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak. Semua instrument hukum nasional ini dimaksudkan untuk

memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak secara lebih kuat ketika mereka

berhadapan dengan hukum dan harus menjalani proses peradilan.

Inilah yang kemudian menjadi dasar mengapa perlau ada perlakuan

yang khusus kepada anak baik anak sebagai korban ataupu anak sebagai pelaku

tindak pidana ,makanya perlu ada perhatian khusus terhadap anak mengingat

anak adalah calon generasi pelanjut masa depan yang sudah seharusnya diberikan

perhatian dan perlakuan yang lenih khusus bukan hanya oleh orangtua tetapi juga

oleh pemerintah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis hendak

melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan skripsi ini dengan judul:

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

‘’ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI

PENGADILAN NEGERI PARIAMAN (Dalam Perkara Pidana No :

7/Pid.Sus-Ank/2016/PN/Pmn)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak Pidana

Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak (Dalam Perkara

Pidana No: 7/Pid.Sus-Ank/2016/PN/Pmn)?

b. Bagaimanakah dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana

Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang dilakukan Oleh

Anak (Dalam Perkara Pidana No: 7/Pid.Sus-Ank/2016/PN/Pmn)

c. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana materil terhadap

tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak.

2. Untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan hukum oleh hakim dalam

menjatuhkan pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian

dengan pemberatan.

2. Manfaat Penelitian

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Adapun manfaat dari penulisan ini mencakup manfaat teroritis dan manfaat

praktis yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan

pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum pidana.

b. Untuk memperluas ilmu pengetahuan dibidang hukum pidana,

khususnya dalam kasus pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

oleh anak yang terjadi akhir-akhir ini.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi penegak hukum

dan masyarakat sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

b. Menambah informasi kepada para pihak-pihak terkait mengenai tindak

pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak dari

putusan pengadilan, sehingga proses peradilan terhadap anak dapat

dijalankan dengan memperhatikan hak-hak anak dan penegakan hukum

dapat berjalan sebagaimana mestinya.

C. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

a. Teori Pemidanaan

Sebagaimana yang telah dibicarakan secara sepintas bahwa hukuman

ditunjukan terhadap pribadi orang yang melakukan pelanggaran pidana.

Hukuman atau sanksi yang dianut hukum pidana membedakan hukum

pidana dengan bagian hukum lainnya. Hukuman dalam hukum pidana

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

ditunjukan untuk memelihara keamanan dan pergaulan hidup yang

teratur.

Yang menjadi perdebatan para pakar adalah dasar diadakannya

hukuman tersebut, yang akhirnya menimbulkan 3( tiga ) teori, yakni :

1. Teori imbalan (absolute/ vergeldingstheorie)

Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu

sendiri. Karena kejahatan itu telah menimbulkan penderitaan bagi orang

lain, sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku juga harus diberi

penderitaan.

Para pakar penganut teori ini, antara lain : 15

a) Immanuel Kant

Immanuel Kant selaku ahli filsafat berpendapat bahwa dasar

hukum pemidanaan harus dicari dari kejahatan itu sendiri, yang

telah menimbulkan penderitaan pada orang lain, sedangkan

hukuman itu merupakan tuntutan yang mutlak (absolute) dari

hukum kesusilaan. Disini hukuman itu merupakan suatu

pembalasan yang etis.

b) Hegel

Ahli filsafat ini mengajarkan bahwa hukum adalah suatu

kenyataan kemerdekaan. Oleh karena itu, kejahatan merupakan

tantangan terhadap hukum dan hak. Hukuman dipandang dari

15

Leden Marpaung, 2005, Asas- Teori- Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.

105.

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

sisi imbalan sehingga hukuman merupakan dialectishe

vergelding.

2. Teori maksud atau tujuan (relative / doeltheorie)

Berdasarkan teori ini, hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan

maksud dan tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan

masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus

dipandang secara ideal. Selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk

mencegah (previnsi) kejahatan. Namun, terdapat perbedaan dalam hal

prevensi, yakni :

a) Ada yang berpendapat agar prevensi ditunjukan kepada umum

yang disebut prevensi umum (algemene preventive). Hal ini

dapat dilakukan dengan ancaman hukuman, penjatuhan

hukuman, dan pelaksanaan (eksekusi) hukuman.

b) Ada yang berpendapat agar prevensi ditunjukan kepada orang

yang melakukan kejahatan ini (special preventive).

Selain itu, timbul perbedaan pendapat mengenai cara mencegah

kejahatan, diantaranya dengan cara :

1) Menakut-nakuti, yang ditujukan terhadap umum;

2) Memperbaiki pribadi sipelaku atau penjahat agar menginsafi

atau tidak mengulangi perbuatannya;

3) Melenyapkan orang yang melakukan kejahatn dari

pergaulan hidup.

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Teori relative modern juga dikemukakan oleh Frans von

Liszt, Van Hamel, dan D. Simons. Mereka mengutarakan

bahwa untuk menjaga ketertiban, negara menentukan

berbagai peraturan yang mengandung larangan dan

keharusan. Peraturan dimaksud untuk mengatur hubungan

antara individu di dalam masyarakat, membatasi hak

perseorangan agar mereka dapat hidup aman dan tentram.

3. Teori Gabungan (verenigingstheorie)

Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan kedua teori diatas.

Gabungan kedua teori itu mengjarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah

untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan

memperbaiki pribadi si penjahat.

Dengan menelaah teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pemidanaan adalah :

a) Menjerakan penjahat

b) Membinasakan atau membuat si penjahat tidak berdaya lagi

c) Memperbaiki pribadi penjahat

Pada hakikatnya ketiga hl tersebut menjadi dasar diadakannya sanksi

pidana. Akan tetapi, membinasakan penjahat msih menjadi maslah

perdebatan para pakar. Sebagaimana negara memang telah menghapuskan

hukuman mati, tetapi sebagian lagi masih dapat menerimanya.

b. Teori Penegakan Hukum

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

Teori penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai

subtansial yaitu keadilan yang merupakan tujuan dari pembentukan

hukum, dilaksanakan secara konsisten oleh aparatur penegak hukum

untuk menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.16

Pelaksanaan

hukum inilah yang kemudian disebut sebagai penegakan hukum.

Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum merupakan penegakan

ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan

sosial, dan sebagainya. Jadi penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide dan konsep tersebut menjadi kenyataan dalam

prakteknya.17

Penegakan hukum juga terdapat beberapa kaedah-kaedah/faktor-faktor

yang ada di dalamnya di antaranya : Kaedah hukum/peraturan itu sendiri,

petugas/penegak hukum, Fasilitas masyarakat. Untuk berfungsinya suatu

kaedah hukum dalam masyarakat sangat tergantung dari pada hubungan

yang serasi (kaitan proposionil) antar keempat faktor diatas.18

Dengan

begitu dalam penegakan hukum dapat berjalan dengan baik.

2. Kerangka Konseptual

Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan

dalam penulisan ini, maka penulis akan memberikan konsep yang bertujuan

16

Satjipto Raharjo, 2009, Penegakan Hukum suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,

Yogyakarta, hlm. 9.

17 Dellyana Shat, 2004, Konsep Penegkan Hukum, Liberty, Yogyakarta, hlm. 33.

18 Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi hukum dalam masyarakat, cet. Ke-3, Rajawali, Jakarta,

hlm. 14.

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

untuk menjelaskan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini, agar

tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan. Adapun

istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Analisis

Analisis menurut Robert J. Schreiter, merupakan “membaca” teks,

yang melikalisasikan tanda-tanda yang menempatkan tanda-tanda itu dalam

interaksi yang dinamis dan pesan-pesan yang disampaikan.19

2. Yuridis

Menurut kamus hukum, yuridis berasal dari kata Yuridisch yang

berarti menurut hukum atau segi hukum.20

3. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum, larangan mana disertai sanksi yang berupa pidana tertentu bagi

siapapun yang melanggar larangan tersebut.21

4. Pencurian

Pencurian merupakan delik yang dirumuskan secara formal dimana

yang dilarang dan diancam dengan hukuman, dalam hal ini adalah perbuatan

yang diartikan “mengambil”. Dalam artian kata “mengambil” (wegnamen)

19

https://carapedia.com/pengertian_definisi_analisa_info2180.html, diakses tanggal 10 maret

pukul 13:00 WIB.

20 M. Marwan dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, hlm. 651.

21 Moeljatno, Op.cit, hlm. 54.

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang

barangnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.22

5. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan

Tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah suatu pencurian

dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih

berat dan maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih

tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara lima tahun dari Pasal 362 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).23

6. Anak

Menurut Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa

apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia

tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si

tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya

dengan tidak dikenakan suatu hukuman.24

Anak yang berhadapan dengan

hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukuman anak yang menjadi

korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.25

Menurut

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1

yaitu : “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

22

Wiryono Projodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Refika

Aditama, Bandung, hlm. 14.

23 Ibid, hlm.19

24 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 45.

25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

D. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan

baik dengan menggunkan metode ilmiah yang bertujuan untuk menentukan,

mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari

suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Suatu penelitian ilmiah dapat berjalan

dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan

tepat. Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam suatu

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.26

1. Pendekatan Masalah

Mengenai pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan metode

penelitian hukum yuridis sosiologis yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara mengkaji bagaimana suatu aturan diimplementasikan di lapangan,

khususnya berkenaan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh

anak di Pengadilan Negeri Pariaman.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini besifat deskriptif - analitis yaitu penelitian yang

menggambarkan atau melakukan objek penelitian yang kemudian dianalisis

melalui analisis yuridis kualitatif.27

3. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

26

Soerjono Soekanto, 2006, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 7.

27 Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 42.

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui

penelitian di lapangan dengan mengadakan wawancara (interview)

kepada pihak yang berkompeten, dalam hal ini adalah hakim yang telah

menangani perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan dengan

anak sebagai pelakunya.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dan bersumber dari studi

kepustakaan yakni melalui peraturan perundang-undangan, salinan

putusan pengadilan, literatur- literatur, buku, makalah, artikel serta

bahan- bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan objek yang akan

dibahas.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian

ini adalah:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan cara mengumpulkan, mempelajari, dan

menganilisa teori-teori dan peraturan-peraturan yang berhubungan

dengan permasalahan yang akan dibahas

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan

Tanya jawab secara lisan dan tulisan dengan responden. Wawancara

dilakukan dengan semi-terstruktural yakni disamping menyusun

pertanyaan penulis juga mengembangan pertanyaan lain yang

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/29371/2/BAB 1.pdf · patuh terhadap aturan hukum yang berlaku, tetapi tentu saja ada perbedaan perlakuan antara orang dewasa

berhubungan dengan masalah yang ada kaitannya dengan penelitian

yang akan penulis lakukan pada instansi terkait.

Samping yang dipilih berdasarkan pertimbangan/penelitian subjektif

dari penelitian, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden

mana yang dianggap mewakili populasi (Purposive Sampling).28

Wawancara penulis lakukan di Pengadilan Negeri Pariaman.

Pengelolaan dan Analisa Data

1. Pengolahan berasal dari kata olah yang berati mengerjakan,

mengusahakan supaya supaya menjadi barang lain atau menjadi lebih

sempurna. Pengolahan berati proses, cara, perbuatan mengolah.

2. Data berarti keterangan yang benar dan nyata; dan atau keterangan atau

bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian.

28

Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 91.