1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi alam besar dan berusaha memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan mengembangkan sektor industri. Perkembangan sektor industri tersebut mendorong pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3 (UU No. 1 tahun 1970) dan peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Kepedulian perusahaan untuk menerapkan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) melalui SMK3 mulai berkembang seiring dengan kebutuhan konsumen dan isu persaingan global yang tidak hanya sebatas kualitas barang dan jasa tetapi juga kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan lingkungan. Menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khusunya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur (Alhamda & Sriani, 2015). Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus benar-benar diterapkan dalam suatu perusahaan, pengawasan tidak hanya terhadap mesin saja tetapi yang lebih penting terhadap manusianya. Hal ini dilakukan karena manusia adalah faktor yang paling penting dalam suatu proses produksi. Manusia sebagai tenaga kerja yang akan selalu berhadapan dengan resiko kerja yang antara lain dalam
16
Embed
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33213/2/jiptummpp-gdl-mienhikari-44328-2-bab1.pdf · global yang tidak hanya sebatas kualitas barang dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi alam besar dan
berusaha memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan mengembangkan
sektor industri. Perkembangan sektor industri tersebut mendorong
pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan,
termasuk pengaturan masalah K3 (UU No. 1 tahun 1970) dan peraturan
Menteri Tenaga Kerja No.PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Kepedulian perusahaan untuk
menerapkan program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) melalui SMK3
mulai berkembang seiring dengan kebutuhan konsumen dan isu persaingan
global yang tidak hanya sebatas kualitas barang dan jasa tetapi juga kepedulian
yang tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja, masyarakat dan
lingkungan.
Menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja
adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khusunya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat yang adil dan makmur (Alhamda & Sriani, 2015). Keselamatan
dan Kesehatan Kerja harus benar-benar diterapkan dalam suatu perusahaan,
pengawasan tidak hanya terhadap mesin saja tetapi yang lebih penting
terhadap manusianya. Hal ini dilakukan karena manusia adalah faktor yang
paling penting dalam suatu proses produksi. Manusia sebagai tenaga kerja
yang akan selalu berhadapan dengan resiko kerja yang antara lain dalam
2
bentuk kecelakaan kerja yang berdampak, cacat bahkan sampai meninggal.
Kecelakan kerja adalah situasi yang tidak diinginkan dan dapat mengakibatkan
kerugian manusia (sakit, cedera, bahkan kematian) dan kerusakan properti,
serta kerugian dalam proses (Frank E.Bird. Jr dalam Kusumaningrum, 2009).
Suatu cedera bahkan kematian yang terjadi setiap tahun nya selalu
meningkat baik ditinjau dari skala dunia maupun skala nasional. Menurut data
International Labour Organitation (ILO) pada tahun 2014, diperkirakan sebanyak
337 juta terjadi kecelakaan kerja dan 2,3 juta kematian akibat kerja terjadi
setiap tahunnya (ILO, 2014). Sedangkan Menurut data Kementrian
Kesehatan pada tahun 2014 sebanyak 24.910 jumlah kasus kecelakaan akibat
kerja dan untuk jumlah kasus penyakit yang ditimbulkan akibat kerja
sebanyak 40.694 . Bahkan menurut penelitian World Economic Forum tahun
2006, angka kematian akibat kecelakaan di indonesia mencapai 17-18 untuk
setiap 100.000 pekerja (Ramli, 2010).
Melihat besarnya angka kecelakaan kerja tersebut maka harus
diselenggarakan pengendalian resiko salah satunya yaitu berupa penggunaan
alat pelindung diri (APD). Berbagai upaya untuk mencegah kecelakaan kerja
dan melindungi tenaga kerja dengan penggunaan APD namun masih
seringkali ditemukan tenaga kerja yang tidak patuh dalam menggunakan
APD. Menurut Sari dalam Putri (2014) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa 26,3 % tenaga kerja yang jarang menggunakan APD pernah
mengalami kecelakaan kerja saat bekerja. Hal ini berarti kepatuhan dalam
menggunakan APD juga memiliki hubungan untuk terjadinya kecelakaan
kerja.
3
Kepatuhan dalam menggunakan alat pelindung diri merupakan suatu
sikap dan perilaku para pegawai atau karyawan untuk selalu menggunakan alat
pelindung diri. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan terdiri dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal antara lain meliputi usia, lama kerja,
tingkat pendidikan, motivasi dan persepsi, sedangkan faktor eksternal antara
lain meliputi imbalan, kepemimpinan, pengembangan karir, dan supervisi
(Gibson dan James, 2000).
Salah satu faktor yang lebih cenderung mempengaruhi kepatuhan
para pegawai atau karyawan dalam menggunakan APD adalah faktor internal
dari pekerja yaitu persepsi. Persepsi merupakan bentuk penilaian satu orang
dalam menghadapi rangsangan yang sama tetapi dalam kondisi lain akan
menimbulkan persepsi berbeda (Suprihanto, 2003). Persepsi dibagi menjadi
dua yaitu persepsi positif dan persepsi negatif. Suatu persepsi positif dapat
diterima jika sesuai dengan penghayatan dan dapat diterima secara rasional
dan emosional atau menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsikan sedangkan persepsi negatif berlawanan dengan persepsi positif
yaitu tidak dapat menyukai dan menganggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsikan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan jika seseorang
karyawan yang tidak patuh menggunakan APD saat bekerja maka orang
tersebut memiliki persepsi negatif terhadap kebijakan perusahaan.
Kebijakan Perusahaan terkait K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
merupakan syarat dasar dalam membangun Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
seluruh karyawan di tempat kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung