Page 1
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang
digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu
organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti
biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi
oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber
daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dan
tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai
karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati
oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat
menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai
hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu. Peningkatan
kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya
manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja merupakan
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan. Dukungan dari tiap
manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan
peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan
1
Page 2
yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta
pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.
Produktivitas merupakan salah satu komponen yang harus dimiliki setiap
perusahaan. Semua kegiatan manajemen yang berhubungan dengan produktivitas
untuk mencapai tujuan organisasi. Bagi perusahaan yang memanfaatkan sumber
daya manusia, manajemen sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan
produktivitas kerja kariyawan secara maksimal. Berkaitan dengan ini maka
produktivitas menjadi hal yang penting yang selalu ditingkatkan karena dapat
menggambarkan tingkat efisiensi dan meningkatkan daya saing dari perusahaan.
Dalam melaksanakan target produktivitas , tenaga kerja memegang peran penting
dalam organisasi. Tenaga kerja tersebut berperan sebagai perencana , pelaksana,
penggerak, dan pengawas.
Produktivitas merupakan hal yang menyangkut secara umum hubungan
antara hasil nyata maupun fisik atau perbandingan antara hasil keluaran dan
masukan. (Siningan,2008,p.12) . Pada dasarnya, peningkatan produktivitas dapat
diperoleh dengan mengoptimalkan input produksi yang digunakan dengan
kondisi output konstan (jumlah) atau mengoptimalkan jumlah output dengan
kondisi input tetap.
1.2 Rumusan masalah
a. Apakah pengertian dari kinerja dan produktifitas ?
b. Apakah tujuan dan manfaat dari kinerja dan produktifitas ?
c. Apa sajakah yang mempengaruhu kinerja dan produktifitas ?
d. Metode dan pendekatan apa yang digunakan dalam kinerja dan
produktifitas ?
2
Page 3
e. Bagaimana cara meningkatkan kinerja dan produktifitas?
1.3 Tujuan dan manfaat
Tujuan dan manfaat dari pembahasan ini adalah :
a. Mengetahui pengertian kinerja dan produktifitas.
b. Mengetahui manfaat dan tujuan dari kinerja dan produktifitas.
c. Mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja dan
produktifitas.
d. Mengetahui metode dan pendekatan apa saja yang dapat digunakan
dlam kinerja dan produktifitas.
e. Mengetahui bagaimana cara peningkatan produktifitas.
f. Mengetahui penerapan kinerja dan produktifitas dalam bidang
kesehatan.
3
Page 4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kinerja dan Produktivitas
Terkait dengan definisi dari kinerja dan produktivitas itu sendiri, terdapat
beberapa referensi yang menyebutkan bahwa kinerja dan produktivitas itu adalah
hal yang sama. Tetapi dalam beberapa referensi yang lain menyebutkan bahwa
keduanya adalah hal yang berbeda. Berikut adalah definisi dari beberapa sumber :
a. Definisi yang menyatakan bahwa kinerja dan produktivitas adalah sama
1. Bernardin dan Russel memberikan pengertian atau kinerja sebagai
berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced
on a specified job function or activity during time period. Yaitu kinerja
adalah pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan (Ruky, 2002).
2. Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996).
3. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) : “Kinerja
( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
4. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi
kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
4
Page 5
melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu”.
5. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :
“merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan”.
6. Menurut Bernardin (2001,143) menyatakan bahwa kinerja merupakan
catatan hasil yang diproduksi atas fungsi pekerjaan atau aktivitas
tertentu selama periode waktu tertentu. Dari definisi tersebut Bernardin
menekankan pengertian kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat
(trait) dan perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait
dengan produktivitas dan efektifitas (Ricard, 2003).
Beberapa sumber yang menyebutkan bahwa antara kinerja dan
produktivitas adalah sama, merujuk pada pengertian kinerja sebagai hasil.
Sehingga dalam hal ini tidak ada bedanya antara kinerja itu sendiri dengan
produktivitas, keduanya hal yang sama pada pengertiannya.
b. Definisi yang menyatakan bahwa kinerja dan produktivitas adalah berbeda
1. Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki (Helfert, 1996).
5
Page 6
2. menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) : “Kinerja seseorang
merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang
dapat dinilai dari hasil kerjanya”
3. Menurut John Whitmore (1997 : 104) : “Kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu
perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
4. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjemahaan
Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa
kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan”.
5. Murphy, 1990 (dalam Ricard, 2002) menyatakan bahwa kinerja
merupakan seperangkat perilku yang relevan dengan tujuan organisasi
atau unit organisasi tempat orang bekerja. Dengan kata lain bahwa
kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu
sendiri (Campbell, 1993 dalam Ricard.
6. Produktivitas adalah ukuran dari kuantitas dan kualitas dari pekerjaan
yang telah dikerjakan, dengan mempertimbangkan biaya sumber daya
yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Pada definisi yang menyebutkan bahwa antara kinerja dan produktivitas
adalah berbeda, merujuk pada pengertian kinerja sebagai perilaku. Dengan kata
lain kinerja bukanlah sebuah hasil melainkan tindakan untuk mencapai atau
mendapatkan hasil.
6
Page 7
Adanya perbedaan ini menjadikan seseorang mempunyai sudut pandang
yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan 2 teori diatas, kami
menganut teori yang membedakan antara kinerja dan produktivitas.
2.2 Kinerja
Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwasannya antara kinerja dan
produktivitas adalah hal yang berbeda. Kinerja adalah lebih pada perilaku atau
tindakan yang dimana hal tersebut dapat meningkatkan maupun menurunkan
produktivitas. Adanya kinerja juga mempunyai tujuan serta manfaat, adapun
tujuan dan manfaatnya adalah :
1. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan dalam mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan
2. Membantu mencapai produktivitas kerja
3. Dapat meningkatkan produktivitas jika kinerja semakin baik
Selain hal-hal tersebut, kinerja juga diperlukan sebagai sarana kerjasama dalam
sebuah organisasi. Kinerja yang baik secara tidak langsung juga menuntut sebuah
teamwork yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pada sebagian orang, kinerja selalu dikaitkan dengan keinginan untuk
berprestasi. Kinerja yang dilakukan individu memungkinkan adanya beberapa hal
yang memengaruhi kinerja (performance) mereka, dalam hal ini terdapat beberapa
hal yang memengaruhi kinerja.
7
Page 8
1. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-
faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
a. Kemampuan mereka,
b. Motivasi,
c. Dukungan yang diterima,
d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan,
e. Hubungan mereka dengan organisasi.
2. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi kinerja antara lain :
a. Faktor kemampuan Secara psikologis
kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ)
dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai
perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahlihannya.
b. Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion)
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc
Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68),
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif
berprestasi dengan pencapaian kerja”. Dalam hal ini, motif
berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk
8
Page 9
melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar
mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji.
3. Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja :
a. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang
keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi
seseorang.
b. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi
dan kepuasan kerja
c. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan,
kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)
4. Pendapat keith davis dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2000:67) yang merumuskan bahwa:
a. Human performance = ability x motivation
Kinerja seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh kemampuan
kinerja itu sendiri dan juga adanya motivasi. Motivasi ini juga
sangat berperan karena semakin tinggi motivasi kerja, maka
kinerjapun juga semakin baik.
b. Motivation = attitude x situation
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya.
Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan
menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika
mereka bersikap negative (kontra) terhadap situasi kerjanya akan
9
Page 10
menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang
dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja,
iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan
kondisi kerja.
c. Ability = knowledge x skill
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya,
pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ
110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dengan
pekerjaan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah
mencapai kinerja maksimal.
5. Menurut Hennry Simamora (1995:500), kinerja (performance
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor individual yang terdiri dari:
1) Kemampuan dan keahlian
2) Latar belakang
3) Demografi
b. Faktor psikologis yang terdiri dari:
1) Persepsi
2) Attitude
3) Personality
4) Pembelajaran
10
Page 11
5) Motivasi
c. Faktor organisasi yang terdiri dari:
1) Sumber daya
2) Kepemimpinan
3) Penghargaan
4) Struktur
5) Job design
Berdasarkan beberapa sumber diatas, dapat disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut :
11
Page 12
Kopleman, Richard. Managing Productivity
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil
suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau
perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan
operasional. Sehingga terbentuklah beberapa karakteristik yang menunjukkan
individu yang keinginan yang tinggi.
Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
a. berorientasi pada prestasi,
b. memiliki percaya diri,
c. berperngendalian diri,
d. kompetensi.
Selain hal tersebut juga terdapat 6 karakteristik dari seseorang yang
memiliki motif yang tinggi menurut Mc. Clelland, yaitu :
a. Memiliki tanggung jawab yang tinggi
b. Berani mengambil risiko
c. Memiliki tujuan yang realistis
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasi tujuan.
e. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukan
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogamkan.
12
Page 13
Menurut A. Dale Timple (1992:31), faktor kinerja terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik
disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja
keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut
mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya untuk
memperbaiki kemampuannya.
Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang
berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja, bawahan
atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan eksternal
ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Seseorang yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor internal seperti
kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak
perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan
kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal. Seperti nasib baik, suatu tugas yang
mudah atau ekonomi yang baik. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan
tentang kinerja seseorang bawahan yang mempengaruhi sikap dan perilkau
terhadap bawahan tersebut. misalnya, seorang pimpinan yang mempersalahkan
kinerja buruk seseorang bawahan karena kekurangan usaha mungkin diharapkan
mengambil tindakan hukum, sebaliknya pimpinan yang tidak menghubungkan
dengan kinerja buruk dengan kekurangan kemampuan atau ketrampilan, akan
merekomendasikan suatu program pelatihan di dalam atau di luar perusahaan.
Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan dapat menimbulkan
akibat serius dalam cara bawahan tersebut diperlakukan. Cara seorang karyawan
13
Page 14
menjelaskan kinerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam
bagaimana dia berprilaku dan berbuat di tempat kerja.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa faktor penentu prestasi kerja individu
dalam organisasi adalah faktor individu dan lingkungan kerja organisasi. Hal ini
sesuai dengan teori konvergensi William Stern. Pendapat William Stern dalam
teorinya tersebut, sebenarnya merupakan perpaduan dari pandangan teori
hereditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan John Locke. Secara inti,
Schopenhauer dalam teori hereditasnya berpandangan bahwa hanya faktor
individu (termasuk faktor keturunannya) yang sangat menentukan seseorang
individu mampu berprestasi atau tidak, sedangkan john locke dalam teori
lingkungan berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat
menentukan seorang individu mampu berprestasi atau tidak. Adapun penjelasan
mengenai kedua faktor tersebut adalah :
1. Faktor individu
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang
memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan
fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara
fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi
diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama
individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan
potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau
aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
Dengan kata lain, tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu
dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat
14
Page 15
bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi
individu dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi,
yaitu kecerdasan pikiran/intelegensi quotient (IQ) dan kecerdasan
emosi/ emotional quotient(EQ). pada umumnya, individu yang mampu
bekerja dengan penuh konsentrasi apabila ia memiliki tingkat
intelegensi minimal normal (average, above average, superior, very
superior, dan gifted) dengan tingkat kecerdasan emosi baik (tidak
merasa bersalah yang berlebihan, tidak mudah marah, tidak dengki,
tidak benci, tidak iri hati, tidak dendam, tidak sombong, tidak minder,
tidak cemas, memiliki pandangan dan pedoman hidup yang jelas
berdasarkan kitab sucinya).
2. Faktor Lingkungan organisasi
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan kerja organisasi
yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif,
hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang
berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Sekalipun, jika faktor lingkungan organisasi kurang menunjang,
maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai
dengan tingkat kecerdasan emosi baik, sebenarnya dia tetap dapat
berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan
organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya
15
Page 16
serta merupakan pemacu (pemotivator), tantangan bagi dirinya dalam
berprestasi di organisasinya.
2.2.2 Langkah peningkatan kinerja
Dalam rangka peningkatan kinerja, paling tidak terdapat tujuh langkah yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja.
Untuk mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja ini, dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
a. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang
dikumpulkan terus menerus mengenai fungsi bisnis
b. Mengidentifikasikan masalah melalui karyawan
c. Memperhatikan masalah yang ada
2. Paham mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi,
antara lain :
a. Mengidentifikasikan masalah setepat mungkin
b. Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan
mempertimbangkan :
- Harga yang harus dibayar bila tidak ada
kegiatan
- Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan
penghematan yang diperoleh apabila ada penutupan
kekurangan kinerja.
16
Page 17
3. Mengidentifikasikan hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan,
baik yang berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan
dengan pegawai itu sendiri.
4. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab
kekurangan tersebut.
5. Melakukan rencana tindakan tersebut
6. Melakukan evaluasi tindakan tersebut
7. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
8. Memulai dari awal, apabila perlu.
Robert bacal dalam bukunya how to manage performance (2004:1-58)
menerangkan 24 point praktis untuk meningkatkan kinerja karyawan, antara lain
sebagai berikut:
1. Membuat pola pikir yang modern
Pimpinan harus meninggalkan cara dan gagasan lama tentang cara
menyelesaikan pekerjaan, seperti mengancam, membujuk,
mengintimidasi, menyalahkan, menyerang kepribadian, dan sikap
karyawan.. pimpinan menggunakan pola pikir yang modern dengan
tujuan mengoptimalkan keberhasilan karyawan atau kelompok kerja
dengan memberikan panutan dalam hal waktu dan usaha, membagi
tanggung jawab dengan komunikasi dua arah dan menemukan
tanggung jawab dengan komunikasi dua arah dan menemukan
kebijaksanaan karyawan dengan memanfaatkan pengetahuan, keahlian
dan pengalamannya.
2. Kenali manfaat
17
Page 18
Para manajer biasanya cenderung melompati proses manajemen
kinerja, karena belum mengerti manfaatnya padahal manajemen
kinerja dapat digunakan untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan
karyawan berkontribusi bagi sasaran kelompok kerja, sehingga dapat
mengurangi pengawasan, meningkatkan produktivitas dan tindakan
mendokumentasikan masalah maupun penyelesaiannya.
3. Kelola kinerja
Penilaian atau evaluasi kinerja karyawan merupakan bagian kecil dari
manajemen kinerja. Jadi yang paling penting adalah merencanakan
kinerja dan mengkomunikasikannya berdasarkan pengamatan dan
pengumpulan data yang dimiliki termasuk rintangan atau hambatan
yang telah dan akan dihadapi.
4. Bekerjalah bersama karyawan
Karyawan merupakan contributor sejajar dalam proses manajemen
kinerja, karena karyawan harus menjadi peserta aktif dan antusias
dalam menjalankan setiap proses kerja sesuai dengan ketentuan yang
telah diinformasikan sehingga keterlibatannya akan membangun rasa
memiliki dan tanggung jawab. Dalam hal ini, karyawan tidak merasa
diperintah sehingga konfrontasi atau konflik pun akan berkurang.
5. Rencanakan Secara tepat dengan sasaran jelas
Perencanaan kinerja yang tepat dan sasaran jelas sehingga dapat diukur
dalam hasil pencapaiannya sehingga karyawan mengerti tujuan mana
yang paling penting dan yang kurang penting untuk menentukan
prioritas pekerjaan yang akan dilakukan
18
Page 19
6. Satukan sasaran karyawan
Keseluruhan manajemen kinerja akhirnya menjadi usaha yang sia-sia
bila sasaran dan tanggung jawab karyawan tidak langsung
dihubungkan dengan sasaran dan misi kelompok kerja. Logikanya
adalah bila tiap karyawan mencapai sasaran maka kelompok kerjanya
juga mencapai sasaran yang ditugaskan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan oleh organisasi secara keseluruhan, sehingga semua
karyawan akan terlibat, termotivasi dan memperoleh lebih banyak
kepuasan dalam melakukan pekerjaannya.
7. Tentukan insentif kinerja
Insentif sedikit berbda dengan imbalan yang akan selalu diberikan bila
karyawan melakukan kinerja normal, sedangkan insentif bila
melakukan pekerjaan dengan kinerja yang luar biasa. Bentuk insentif
bisa berupa bonus, kesempatan mendapatkan pelatihan, pertimbangan
promosi, sedikit kenaikan upah atau bisa juga kesempatan makan
malam dengan top manajemen.
8. Jadilah orang yang mudah ditemui
Komunikasi yang dilakukan secara dua arah merupakan tulang
punggung manajemen kinerja yang efektif dimana komunikasi harus
diarahkan pada pengenalan dan pemecahan masalah bukannya untuk
menyalahkan. Dengan demikian, karyawan percaya dan dengan
tanggapan pada setiap masalah yang dilakukan akan didapatkan
informasi terus menerus yang berguna untuk menghilangkan
19
Page 20
hambatan0hambatan pada proses pekerjaan untuk mencapai sasaran
organisasi yang telah ditetapkan.
9. Berfokuslah pada komunikasi
Komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan
menumbuhkan motivasi antarkaryawan sehingga terbina suatu
kerjasama yang harmonis.
10. Lakukan tatap muka
Penggunaan tekhnologi seperti sistem informasi berbasis komputer
yang dikembangkan memang bermanfaat untuk mempercepat proses
pekerjaan yang dilakukan. Tetapi jangan sampai program komputer
mengurangi interaksi langsung antarkaryawan baik untuk atasan
maupun bawahan, karena program komputer hanya berguna untuk
menyimpan informasi dan data yang relevan serta mempercepat proses
kerja.
11. Hindarkan risiko pemeringkatan
Pemeringkatan tidak selalu berhubungan dengan perilaku spesifik
sehingga akan bersifat subjektif dan kadang tidak memberikan
informasi yang spesifik. Karena itu, jelaskan arti dari setiap peringkat
sebelum pemeringkatan dilakukan dan diskusikan maknanya serta
tanyakan pemahamannya pada setiap karyawan mengenai
pemeringkatan tersebut.
12. Jangan lakukan penggolongan
Penggolongan karyawan sebagai salah satu ukuran produktivitas
tidaklah lumrah, karena sistem ini dalam jangka pendek akan
20
Page 21
mendorong sebagian karyawan untuk bekerja keras, aktif dan sebagian
lagi sebaliknya, sehingga akan mengganggu kerja karyawan lain.
Tambahkanlah berbagai unsure dalam membuat manajemen kinerja
sehingga dengan adanya penggolongan tetap memberikan kontribusi
yang maksimal.
13. Persiapkan penilaian
Peninjauan kinerja harus dipersiapkan secara detail dari sistem
manajemen kinerja, seperti deskripsi pekerjaan, tanggung jawab kerja,
rencana kinerja yang terlaksana berdasarkan dokumentasi yang ada
dan terkait satu sama lain sehingga hasilnya dapat membangkitkan
motivasi dan semangat karyawan.
14. Awali tinjauan secara benar
Penilaian kinerja bagi karyawan merupakan pengalaman yang tidak
menyenangkan, karena menganggap penilaian tidak membantu
karyawan dalam mencapai sasaran pekerjaan. Oleh karena itu,
ciptakanlah iklim dimana karyawan merasa nyaman, aman, dan mau
mengerti tentang pentingnya penilaian kinerja.
15. Kenali sebab
Analisis penyebab kinerja tidak maksimal sehingga diketahui dengan
cepat masalahnya untuk diperbaiki atau dioptimalkan secara akurat.
16. Akui keberhasilan
Karyawan yang berhasil harus diperhatikan, diakui dan dihargai
sehingga akan terus melakukannya, memberikan kontribusi dan rela
berkorban untuk pekerjaan yang dilakukan secara maksimal.
21
Page 22
17. Gunakan komunikasi yang kooperatif
Komunikasi dengan menggunakan bahasa yang kooperatif akan
mengurangi konflik dan karyawan tidak merasa bersalah sehingga
dapat bekerja dengan rasa aman, nyaman, dan tenang.
18. Berfokuslah pada perilaku dan hasil
Sikap dan kepribadian karyawan tidak akan mempengaruhi
keberhasilan kerja, karena sikap tidak dapat diamati langsung. Oleh
sebab itu, perhatian utama harus ditunjukan untuk meningkatkan
produktivitas dan kinerja yang merupakan hasil dari perilaku
karyawan.
19. Perjelas kinerja
Karyawan memerlukan umpan balik yang tetap dan spesifik seputar
kinerja, sehingga dapat diketahui saat mana kinerjanya sangat baik dan
dapat ditingkatkan.
20. Perlakukan konflik dengan apik
Ketidaksetujuan dan konflik adalah hal yang normal dalam hubungan
antara dua belah pihak dan justru sebenarnya kuatir bila tidak pernah
terjadi konflik atau ketidaksetujuan. Oleh sebab itu, bila hal tersebut
terjadi, jangan gunakan faktor kekuasaan tetapi identifikasi masalah
lebih awal untuk dapat mempercepat proses pemecahan masalah dan
menemukan jalan keluar terbaik.
21. Gunakan disiplin bertahap
Mendisiplinkan karyawan bukan berarti menghukum karyawan, tetapi
merupakan proses untuk menjaga karyawan tetap bertanggung jawab
22
Page 23
terhadap tindakannya dengan menerapkan konsekuensi, seperti
percobaan, penurunan pangkat atau skorsing secara bertahap sesuai
dengan jenis pelanggaran yang dibuat.
22. Kinerja dokumen
Dokumentasikan setiap informasi tentang kinerja karyawan baik itu
mengenai kinerja, catatan permasalahan kinerja maupun tindakan
indisipliner yang dapat digunakan untuk bahan kajian dan perbaikan
bagi karyawan maupun atasan.
23. Kembangkan karyawan
Di tempat kerja yang terus mengalami perubahan, keahlian yang
dibutuhkan bagi keberhasilan karyawan pun berubah sepanjang waktu.
Untuk itu, kembangkanlah karyawan sesuai dengan keahliannya yang
cocok dengan jenis pekerjaannya saat itu.
24. Tingkatkan terus sistem kerja
Tingkatkan terus sistem manajemen kinerja sehingga tidak merusak
kredibilitas manajemen dengan memodifikasikannya sesuai dengan
hambatan yang ditemui selama perencanaan kinerja dilaksanakan.
2.2.3 Pendekatan dan Metode
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler, dan Brache (1995)
mengemukakan ada 3 level kinerja, yaitu :
a. Kinerja organisasi
Merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis
organisasi, yaitu terkait dengan tujuan organisasi, rancangan
organisasi, dan manajemen organisasi.
23
Page 24
b. Kinerja proses
Merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk
atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan
proses, rancangan proses, dan manajemen proses.
c. Kinerja individu atau pekerjaan
Merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau
pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan,
rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik
individu.
Dalam pendekatan pengukuran kinerja akan selalu terkait dengan ukuran
atau standar kinerja yang dapat dijadikan sebagai dasar atau parameter organisasi
untuk mengukur kinerja. Martin dan Bartol (dalam Bohlander, dkk.,2001)
menyatakan bahwa standar kinerja seharusnya didasarkan pada pekerjaan,
dikaitkan dengan persyaratan yang dijabarkan dari analisis pekerjaan, dan
tercermin dalam deskripsi dan spesifikasi pekerjaan.
Bufford, 1998 (dalam Wether & Davis, 1996) menyatakan bahwa untuk
menjadi efektif, standar kinerja seharusnya dikaitkan dengan hasil yang
diinginkan dari masing-masing pekerjaan. Lathams & Wexley, 1981 (dalam
Wether & Davis,1996) mengemukakan bahwa idealnya penilaian didasarkan pada
kinerja actual dari identifikasi elemen-elemen kritis melalui analisis pekerjaan.
Selanjutnya, menurut Gomez (2001) mengukur kinerja pegawai terkait
dengan alat pengukuran kinerja yang digunakan, yaitu :
1. Tipe penilaian yang dipersyaratkan dengan penilaian relative dan
penilaian absolute. Penilaian relative merupakan model penilaian yang
24
Page 25
membandingkan kinerja seseorang dengan orang lain dalam jabatan
yang sama sehingga model penilaian ini akan menghasilkan
peringkatan kinerja antarpegawai dalam kelompok pekerjaan.
Sedangkan model penilaian absolute merupakan penilaian dengan
menggunakan standar penilaian kinerja tertentu.
2. Fokus pengukuran kinerja dengan tiga model, yaitu penilaian kinerja
berfokus sifat (trait), berfokus perilaku, dan berfokus hasil.
Terkait dengan ukuran dan standar kinerja, David Devries dkk., (1981)
menyatakan bahwa dalam melakukan pengukuran kinerja ada 3 pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan personality trait, yaitu dengan mengukur kepemimpinan,
inisiatif, dan sikap.
2. Pendekatan perilaku, yaitu dengan mengukur umpan balik,
kemampuan prestasi, respon terhadap complain pelanggan.
3. Pendekatan hasil, yaitu dengan mengukur kemampuan produksi,
kemampuan, menyelesaikan produk sesuai jadwal, peningkatan
produksi atau penjualan.
Menurut Dick Grote (1996) dalam bukunya The Complete Guide to
Performance Appraisal menyatakan bahwa dalam pengukuran atau penilaian
kinerja ada tiga pendekatan, yaitu :
a. Penilaian berbasis pelaku
b. Penilaian berbasis perilaku
c. Penilaian berbasil hasil
Dari berbagai pendapat ahli tersebut, standar pengukuran kinerja dapat
dilakukan dengan mengukur 4 hal, yaitu :
25
Page 26
a. Pengukuran kinerja dikaitkan dengan analisis atau uraian pekerjaan.
b. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur sifat atau karakter
pribadi
c. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur hasil pekerjaan yang
dicapai
d. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur perilaku dalam
mencapai hasil.
2.2.4 Asumsi Yang Menghambat Perbaikan Kinerja
Sebagian besar manajer mempunyai akses terhadap peralatan kerja
tertentu, teknik, dan proses yang didesain untuk membantu mereka dalam bidang
seperti perencanaan, penyusunan anggaran, pengambilan keputusan ,dan
pengendalian kualitas. Sangat sedikit sekali mereka yang menggunakan
pendekatan secara sistematis, karena mereka membuat sejumlah asumsi yang
menutup mata mereka terhadap peluang signifikan bagi perbaikan kinerja. Asumsi
tersebut diuraikan di bawah ini, perhatikan masing-masing dari asumsi yang
dimuat dan kajilah sejauh mana asumsi tersebut menjadi perintang di dalam suatu
organisasi.
1. Asumsi I :
Perbaikan produktivitas yang paling signifikan harus berasal dari
tindakan spesifik yang diarahkan untuk orang yang melakukan
pekerjaan spesifik. Asumsi ini mengesampingkan kenyataan bahwa
mengelola pekerja di lokasi kerja hanyalah satu dari sekian banyak
tanggung jawab manajer perusahaan. Kita tidak bisa memberi
perlakuan pada suatu kendaraan apabila kendaraan tersebut mogok
26
Page 27
dengan hanya memberinya dengan bahan bakar minyak saja, akan
tetapi banyak sekali komponen yang saling berkaitan apabila itu
sebuah motor, mungkin memiliki kendala teknis di businya,
karburatornya, atau mungkin sistem pengapian dari motor tersebut
yang belum berfungsi secara optimal.
Sistem kinerja dimana tidak hanya terkandung didalamnya
ketrampilan yang dimiliki pekerja dan juga sikap pekerja di lokasi
kerja atau lebih sering disebut sebagai softskill pekerja, akan tetapi
sejumlah komponen yang mungkin ditemukan di lingkungan kerja.
Komponen tersebut meliputi kinerja yang diharapkan, sumber daya
yang tersedia, suasana fisik pekerjaan, aliran kerja, penghargaan dan
hukuman, serta informasi yang memadai bagi karyawan.
2. Asumsi II :
Pelatihan, reorganisasi, penetapan sasaran, dan dorongan positif
adalah intervensi perbaikan kinerja yang efektif. Misalnya pelatihan
para analis komputer, dalam pelatihan ini mungkin saja dapat secara
efektif menanggulangi kekurangan keterampilan atau pengetahuan
yang belum dikuasai, tetapi bukan menanggulangi aspek perintang
yang berasal dari divisi pengolahan data.
Oleh karena itu setiap manajer yang mengambil setiap tindakan
perbaikan kinerja tanpa terlebih dahulu mendiagnosis sistem kinerja
adalah sama saja dengan melakukan perjudian yang mahal.
3. Asumsi III :
27
Page 28
Sistem reward organisasi mendukung kinerja produktif berkualitas
tinggi. Sistem penghargaan formal (gaji, promosi, tunjangan) biasanya
memang mendukung kinerja yang dikehendaki organisasi. Akan tetapi
dampak positif dan negatif informal mungkin juga akan muncul.
Misalnya, perusahaan x dengan tuntutan pekerjaan yang besar dan
rumit didukung para tenaga ahli dengan tingkat akurasi tinggi, sudah
pasti membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses finishingnya.
Karena proses finishing memakan waktu lama, maka perusahaan
merasa bahwa pendapatan hariannya menurun, dan ini sangat kurang
tepat sekali bila tuntutan dijadikan atas dasar penilaian kinerja. Karena
penilaian kinerja didasarkan atas kuantitas hasil kerja, bukan atas dasar
kualitas kerja. Seharusnya suatu organisasi ataupun perusahaan
memahami bahwa disamping kuantitas yang tinggi terhadap suatu
pekerjaan maka diperlukan pula kualitas kinerja yang tinggi pula.
2.2.5 Cara Mendiagnosis Kinerja Bermasalah
Dalam hukum kehidupan, segalanya memanglah tidak selalu berjalan
dengan normal, terdapat pasang surut yang dapat menjadikan sebuah siklus
mencapai titik puncak teratasnya maupun titik puncak terbawahnya. Begitu pula
dengan kinerja, kinerja yang memang seorang manusia sebagai pelaksananya pasti
akan mengalami pasang surut, seperti halnya terdapatnya masalah-masalah yang
ada didalam kinerja. Berikut adalah cara-cara mendiagnosis kinerja yang
bermasalah, antara lain :
1. Mencari Pilihan
28
Page 29
Dalam suatu organisasi sangat mungkin sekali ditemukan seorang
bawahan yang bermasalah baik secara kinerjanya maupun
produktivitasnya, dan komunikasi secara efektif mungkin menjadi
kemungkinan pilihan terbaik. Karena suatu hal ataupun keputusan
tertentu, maka prioritas yang diutamakan yakni menyelamatkan
seorang bawahan yang bermasalah.
Hal ini dilakukan bukan dilakukan tanpa alasan melainkan
dilakukan karena pertimbangan aspek psikologis dari keputusan dan
pengamatan yang lebih mendalam terhadap kinerja seseorang.
Pendeknya, yang dibutuhkan dalam mencari pilihan diagnosis kinerja
yakni dengan melakukan analisis yang lebih dekat dari kesuluruhan
kumpulan detail dan berbagai kemungkinan dalam situasi yang
bermasalah.
2. Menilai Keadaan
Dalam menilai keadaan mungkin pendekatan psikologis mungkin
bisa meningkatkan kesadaran manajemen suatu organisasi dalam
upaya pencarian terhadap alternatif. Langkah pertama yang pasti
dilakukan yakni dengan mencari sumber sebanyak mungkin tentang
perilaku pegawai, untuk mencari apa yang salah ? , apa yang harus
dilakukan ?, bagaimana masalah tersebut berpengaruh terhadap
prestasi kerja?. Hal yang terpenting yang mesti diingat yaitu
hendaknya dalam menilai keadaan perusahaan hendaknya
menggunakan prinsip 5W+1H.
3. Membuat Alternatif
29
Page 30
Setelah gambaran awal dari perilaku karyawan dikumpulkan,
pertimbangan alternatif yang berdasarkan keuntungan bisnis dapat
dimulai. Batasan tentang keadaan harus sudah dibuat pada awal proses
meskipun hanya bersifat sementara, meragukan, dan masih dapat
diubah sesuai dengan informasi yang lebih jauh. Sejumlah keputusan
dapat dibuat untuk para pegawai yang bermasalah. Daftar berikut ini,
memberikan beberapa gambaran alternatif terhadap pegawai yang
bermasalah, seperti :
a. Pemindahan ke pekerjaan lain
b. Penurunan Pangkat
c. Penurunan Gaji
d. Pemecatan
e. Rehabilitasi pekerjaan sekarang
f. Demosi atau job redesign
g. Pensiun
h. Cuti
Prioritas bisnis serta tingkat tradisi kemanusiaan dari organisasi
sering menentukan tindakan mana yang akhirnya dipilih oleh manajer.
Oleh karena itu untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data perilaku
tentang kinerja pegawai yang bermasalah, maka dibutuhkanlah proses
pencarian fakta secara teliti, seksama, dan dengan pikiran terbuka.
4. Sumber Informasi
Ketika berhubungan dengan kinerja dan pegawai yang bermasalah,
selalu terdapat beberapa sumber informasi yang dapat digunakan,
30
Page 31
mulai dari pegawai yang bermasalah tadi. Sumber lainnya yang bisa
mendukung antara lain atasan langsung pegawai, bagian personalia,
rekan dekat pegawai, maupun bawahan langsung pegawai. Dalam hal
ini manajer sering dituntut agar tidak melakukan secara langsung
survei pencarian faktanya dan tidak mengungkapkan alasan
penyelidikannya. Manajer harus pandai mengkondisikan situasi dan
mencari alasan yang tepat agar pencarian sumber informasi berjalan
lancar.
Semisal manajer memberikan kuesioner kepada pegawai untuk
mengisi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh pegawai tersebut
dengan alasan sebagai pertimbangan untuk menyusun sebuah “Produk
Terbaru” perusahaan, itu adalah sebuah bentuk teknik pengumpulan
informasi dengan strategi mengelabui pegawai dengan memberikan
penjelasan secara eksplisit bahwa perusahaan akan membuat sebuah
produk baru yang akan segera dipasarkan, padahal sesungguhnya
tujuan implisitnya adalah pemberian kuesioner tersebut ditujukan
untuk bahan pengumpulan data tentang pegawai.
5. Mengenali Fenomena “BURN OUT” (”TERBAKAR HABIS”)
Saat ini hal yang menjadi fokus utama dari suatu organisasi adalah
suatu fenomena yang disebut sebagai “terbakar habis”. Keadaan ini
tampaknya menyerang sejumlah besar karyawan di suatu perusahaan,
khususnya orang dengan prestasi tinggi dan para pelaku mandiri.
Karena jenis tipikal karyawan seperti ini bisa dengan cerdik
mengetahui bagaimana cara menyembunyikan kelemahan mereka
31
Page 32
dengan baik, sehingga fenomena burnout tidak terlalu terlihat pada
masa awal. Namun, hal ini terlihat jelas bagi orang disekitarnya begitu
keadaan ini muncul.
Meskipun belum ada definisi umum yang diterima, burnout dapat
digambarkan sebagai berkurangnya vitalitas, energi, maupun sumber
dari dalam diri serta kemampuan seseorang berfungsi secara optimal
secara terus-menerus. Korban burnout akan merasa terjepit, kehabisan
tenaga, dan kosong. Selain itu korban akan mudah sekali tersinggung,
kecewa, sinis, dan tegang. Hari kerja dirasakan sebagai urusan yang
menyakitkan dan membuatnya frustrasi. Karena korban merasa terlalu
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, terlalu banyak gangguan
maupun intimidasi yang harus ditahan, terlalu banyak masalah sepele
yang harus diperhatikan, serta tidak ada yang bisa dibanggakan di
akhir hari kerja.
Lantas langkah apa yang mesti ditempuh untuk mengembalikan
kondisi korban burnout ? beberapa juru bicara industri menunjukkan
bahwa bila korban dihadapkan dengan keadaan ekonomi yang sulit,
bisnis dan industri lebih baik menerapkan prosedur triage yang
digunakan pada unit medis lapangan sewaktu perang. Dalam triage,
para korban dimasukkan ke dalam satu dari tiga kelompok:
a. Kelompok pertama terdiri atas sekumpulan orang yang harapan
hidupnya hampir tidak ada, apakah ada bantuan atau tidak.
32
Page 33
b. Kelompok kedua terdiri atas sekumpulan orang yang bukan hanya
dapat hidup tetapi juga akan sembuh, apakah ada bantuan atau
tidak.
c. Kelompok ketiga terdiri atas sekumpulan orang yang dapat
diselamatkan, asal mereka mendapatkan perhatian segera. Biasanya
mereka akan dirawat terlebih dahulu.
2.3 Produktivitas
Pada dasarnya produktivitas seperti penjabaran sebelumnya adalah
merupakan sebuah hasil. Produktivitas dapat digambarkan dengan hubungan
antara jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja, modal,
dan sumber daya yang digunakan dalam produksi itu.
Produktivitas merupakan hal yang menyangkut secara umum hubungan
antara hasil nyata maupun fisik atau perbandingan antara hasil keluaran dan
masukan. (Siningan,2008,p.12) . Pada dasarnya, peningkatan produktivitas dapat
diperoleh dengan mengoptimalkan input produksi yang digunakan dengan
kondisi output konstan (jumlah) atau mengoptimalkan jumlah output dengan
kondisi input tetap. Selain itu, Produktivitas juga bisa disebut sebagai rasio antara
input dan output. Perbandingan ini mengukur nilai tambah oleh suatu organisasi
atau dalam ekonomi.
Dalam hal ini dapat disimpulkan mengenai tujuan maupun manfaat
produktivitas itu sendiri, yaitu antara lain :
a. Produktivitas dapat digunakan atau diibaratkan alat untuk melihat
kesuksesan suatu organisasi
33
Page 34
b. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai indikator pencapaian tujuan
organisasi
c. Produktivitas juga dapat dijadikan alat ukur bagaimana kinerja anggota
dalam tim
d. Produktivitas dapat digunakan sebagai indikator meningkat atau
menurunnya kinerja dalam suatu tim atau juga indikator pencapaian
tujuan organisasi.
Selain hal yang tersebut diatas, masih banyak yang merupakan tujuan maupun
manfaat dari adanya produktivitas sebagai hasil. Pada dasarnya produktivitas
dipengaruhi oleh kinerja dari anggota organisasi.
2.3.1 Peningkatan Produktivitas
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak
dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya.
Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya
pemberian wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan
tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur
yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Karyawan
bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar
kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai
pada akhir kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan secara
perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara
keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktivitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja
merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan.
34
Page 35
Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber
daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk
memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan,
bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah
penilaian kinerja yang obyektif.
2.3.2 Tujuh kunci yang ditetapkan untuk mencapai produktivitas
Produktivitas sebuah organisasi tidak semata muncul begitu saja tanpa
adanya sebuah usaha pencapaian. Semakin besar dan kuat sebuah usaha
pencapaian tersebut, maka semakin tinggi pula produktivitas yang didapatkan.
Berikut adalah tujuh kunci untuk mencapai produktivitas, antara lain :
1. Keahlian, manajemen yang bertanggung jawab.
Manajemen adalah faktor utama dalam setiap produtivitas perusahaan
dan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh semua perusahaan
dalam mencapai puncak. Pada dasarnya, produktivitas adalah rasio antara
keluaran (output) dan masukan (input) yang berniali, misalnya efisiensi
dan efektivitas sumber-sumber daya yang tersedia, yaitu kepegawaian,
mesin, bahan, modal, fasilitas, energi, dan waktu untuk mencapai keluaran
yang sangat bernilai.
Sifat semua sumberdaya adalah bipoar (berkutub dua), yaitu secara
penuh dapat meningkat dan berguna bagi produktivitas, atau kurang
berguna bagi produktivitas. Hasil akhir dari usaha-usaha perusahaan
terutama bergantung pada efektivtas manajemen dalam mengembangkan
sumber-sumber daya yang ada.
35
Page 36
Untuk mencapai produktivitas tinggi, setiap anggota manajemen harus
diberi motivasi tinggi, positif, dan secara penuh ikut melakukan pekerjaan.
Tetapi yang harus diingat dalam hal ini bahwa secara psikologis
lingkungan kerja merupakan satu faktor yang kritis, dan manajemenlah
yang menentukan lingkungan kerja secara psikologis.
2. Kepemimpinan yang luar biasa.
Dari semua faktor, kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh
terbesar dalam produktivitas. Akhirnya, tujuan setiap organisasi
bergantung pada kualitas kepemimpinan. Pemimpin sejati menghasilkan
orang-orang dan organisai-organisasi terbaik. Ini merupakan hal terbesar
karena para pemimpin mengeluarkan reaksi-reaksi emosional positif yang
kuat, dan orang cenderung memenuhi kebutuhan mereka dan tumbuh di
bawah kepemimpinan yang efektif. Perlu diperhatikan bahwa pemimpin
yang baik dalam satu situasi mungkin saja bukan pemimpin yang baik
dalam situasi yang lain. Demikian juga jenis pemimpin yang dibutuhkan
secara khusus bergantung pada kelompok yang akan dipimpinnya.
Sebagian manajer memiliki beberapa kemapuan kepemimpinan, tetapi
hanya sedikit yang merupakan pemimpin yang luar biasa. Karena itu,
penting sekali bahwa manajemen bertindak sebagai katalis dalam
meningkatkan potensi kepemimpinan yang sudah ada dalam organisasi
dengan cara menyediakan iklim kesempatan, tantangan, dorongan, insentif
dan imbalan yang sesuai bagi individu terpilih agar mereka
mengembangkan bakat kepemimpinan mereka lebih lanjut dan tumbuh
terus.
36
Page 37
3. Kesederhanaan organisasiional dan operasional.
Susunan organisasi harus diusahakan agar sederhana, luwes, dan dapat
disesuaikan dengan perubahan, selalu berusaha mengadakan jumlah
tingkat minimum yang konsisten dengan operasi yang efektif. Selain itu,
semua kendala operasional harus dikurangi hanya pada yang benar-benar
diperlukan. Yang penting secara khusus adalah pendelegasian wewenang
pada bawahan dalam organisasi.
4. Kepegawaian yang efektif.
Sebaiknya sebagai langkah pertama banyak diperhatikan dicurahkan
pada pemilihan orang, menekankan pada mutu bukan kuantitas.
Menambah lebih banyak pegawai belum tentu berarti meningkatkan
produktivitas. Sebelum mempekerjakan orang baru, seharusnya dipastikan
dahulu bahwa yang ada sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan.
Orang aru yang berbakat tanpa memerhatikan umur, bertindak sebagai
perangsang terhadap oraganisasi dan seringkali membawa ke beberapa
inovasi berharga secara langsung.
Mereka yang berproduksi rendah hendaknya ditiadakan sedini
mungkin. Akan tetapi, sebelum memberhentikan pegawai yang
berproduksi rendah, sebaiknya diusahakan dulu untuk mengenali penyebab
kinerja yang buruk itu. Acapkali hanya diperlukan perubahan dalam tugas
atau pengawasan untuk memerbaiki situasi.
5. Tugas yang menantang.
Tugas merupakan kunci untuk proses yang kreatif dan produktif.
Setiap individu mempunyai suatu suasana khusus kegiatan kreatif dan
37
Page 38
produktif yang tinggi. Akan tetapi, orang yang tepat harus disesuaikan
dengan masalah yang tepat pula baginya. Terlebih lagi, pekerjaan itu
sendiri harus memberikan motivasi. Panduan optimal dari pekerjaan dan
lingkungan kerja menciptakan suatu kepuasan bagi seseorang seakan kerja
menjadi bermain saja. Sebaliknya, jika pekerjaan sesorang tidak memberi
kepuasan padanya, seringkali akan mengalihkan perhatian dan energinya
ke usaha pribadi di luar organisasi.
Perhatian khusus harus diberikan kepadda tugas pertama seorang
pegawai baru, karena hal tersebut memerkenalkannya kepada tanggung
jawab, orang, dan jalur komunikasi yang dapat memengaruhi efektivitas
jangka panjang dann kedudukan akhirnya dalam organisasi.
6. Perencanaan dan pengendalian tujuan.
Perencanaan yang tidak efektif menyebabkan kebocoran besar dalam
produktivitas. Sebaliknya, perencanaan yang efektif meningkatkan
produktiitas operasional, yaitu membantu memastikan penggunaan sumber
daya dengan sebaik-baiknya, memadukan semua aspek program ke dalam
sesuatu yang efisien, upaya yang tepat, meminimalkan permulaan yang
salah dan pelaksanaan usaha yang tidak produktif, menyediakan
kelonggaran untk risiko dan keadaan darurat pada masa depan, dan
meniadakan krisis manajemen yang berkelanjutan.
Dengan cara yang sama,, menjadi sangat penting untuk memantapkan
sistem pengendalian yang efektif yang mengukur kemajuan terhadap
rencana, menemuan penyimpangan, menetapkan tangung jawab,
38
Page 39
menunjukkan tindakan perbaikan, dan memastikan bahwa kinerja yang
tidak memenuhi Standar ditingkatkan.
Setidaknya kendali selalu diterapkan secara adil, menjamin bahwa itu
selalu sah, sederhana, objektif, tepat waktu, efektif biaya, dan selalu harus
ditnjau kembali apakah masih tetap efektif. Pada akhirnya, akan
membentuk kendali diri yang dapat dicapai melalui tindakan sehari-hari
dari manajemen dan bawahan yang berdedikasi dan terampil yang
membuat diri mereka sendiri bertanggung jawab atas kinerja pribadi
mereka sendiri.
7. Pelatihan manajerial khusus.
Mengadakan seminar tentang meningkatkan produktivitas misalnya
memusatkan perhatian pada produktivitas pribadi dnegan cara penelusuran
sarana potensial untuk memperkuta motivasi dan kreativitas seseorang.
Dalam hal ini, seminar produktivitas memberikan andil yang berharga.
Agar dapat mengilhami orang lain, pertama kali ornag itu sendiri harus
terilhami. Dengan cara yang sama, agar dapat mengilhami tenaga kerja ke
tingkat produktivitas lebih tinggi, tim manajemen itu sendiri harus pula
terilhami. Seminar dimaksudkan utnuk memicu ilham tersebut sehingga
membuka jalan ke tindakan yang bededikasi dan produktif.
2.3.3 Hubungan antara kinerja dan produktivitas
Penjelasan sebelumnya suda menitikberatkan pada pembedaan antara
kinerja dan produktivitas, dimana produktivitas dipengaruhi oleh adanya kinerja.
Dalam hal ini kinerja itu sendiri itu tidak lepas dengan adanya motivasi dan
39
Page 40
prestasi kerja, tinggi atau rendahnya motivasi dan prestasi kerja akan sangat
berpengaruh pada meningkat atau menurunnya produktivitas.
Berikut adalah hubungan antara motivasi itu sendiri dengan produktivitas
menurut Robert A. Suterneister (diambil dari buku Manajemen Tenaga Kerja
karya Drs. Bedjo Siswanto) :
1. Produktivitas itu untuk sekitar 90% bergantung kepada prestasi kerja
tenaga kerja, dan yang 10% bergantung kepada perkembangan
teknologi dan bahan mentah.
2. Prestasi tenagan kerja itu untuk 80%-90% bergantung kepada
motivasinya untuk bekerja, dan yang 10%-20% bergantung kepada
kemampuannya.
3. Bahan motivasi tenaga kerja itu untuk 50% bergantung kepada kondisi
sosial, 40% bergantung kepada kebutuhannya, dan 10% bergantung
kepada kondisi fisik.
Selain motivasi dan prestasi kerja yang mempengaruhi produtivitas, hal lain yang
juga sangat signifikan dalam pencapaian produktivitas adalah moral kerja. Moral
kerja akan berpengaruh pada produktivitas seperti halnya dengan motivasi,
prestasi kerja maupun dengan kinerja itu sendiri.
Moral kerja tenaga kerja sebenarnya banyak bergantung kepada hubungan
antara penghargaan dan realitas. Semakin kongkrit lingkungan kerja tempat
tenaga kerja bekerja memberi pengharapan akan adanya peningkatan bagi diri
tenaga kerja, maka moral kerja tenaga kerja tersebut diharapkan akan makin
meningkat.
40
Page 41
Secara umum, cara yang bisa ditempuh oleh manajemen dalam rangka
meningkatkan moral kerja tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan
produktivitas adalah sebagai berikut,
1. Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar,
akan tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
2. Menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang menggairahkan semua
pihak.
3. Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga
kerja.
4. Perlu saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan kerja
dan memperoleh rasa setiakawan antara tenaga kerja maupun
manajemen.
5. Penempatan tenaga kerja pada posisi yang tepat.
6. Memperhatikan hari esok para tenaga kerja.
7. Peran serta tenaga kerja untuk menyumbangkan aspirasinya
mendapatkan tempat yang wajar.
41
Page 42
BAB III
STUDI KASUS
3.1 STUDI KASUS TENTANG KINERJA
PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA UPT PUSKESMAS PLAYEN II
TAHUN 2010
A. TEKNIS PELAKSANAAN
Teknis pelaksanaan penilaian kinerja UPT Puskesmas Playen II tahun 2010,
sebagaimana berikut di bawah ini:
1. Pengumpulan Data.
2. Pengolahan Data.
Setelah proses pengumpulan data selesai, dilanjutkan dengan penghitungan
sebagaimana berikut di bawah ini :
42
Page 43
a. Penilaian Cakupan Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Nilai cakupan kegiatan pelayanan kesehatan adalah rerata per jenis
kegiatan. Kinerja cakupan pelayanan kesehatan dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu :
1) Kelompok I (kinerja baik) : Tingkat pencapaian hasil ≥ 91 %
2) Kelompok II (kinerja cukup) : Tingkat pencapaian hasil 81 – 90
%
3) Kelompok III (kinerja kurang) :Tingkat pencapaian hasil ≤ 80
%
b. Penilaian Kegiatan Manajemen Puskesmas
Penilaian kegiatan manajemen puskesmas dikelompokkan menjadi
empat kelompok :
1) Manajemen Operasional Puskesmas
2) Manajemen alat dan obat
3) Manajemen keuangan
4) Manajemen ketenagaan
Penilaian kegiatan manajemen puskesmas dengan mempergunakan
skala nilai sebagai berikut :
1) Skala 1 nilai 4
2) Skala 2 nilai 7
3) Skala 3 nilai 10
Nilai masing-masing kelompok manajemen adalah rata-rata nilai
kegiatan masing-masing kelompok manajemen. Hasil rata-rata
nilai tersebut, dikelompokkan menjadi :
43
Page 44
Baik : Nilai rata – rata > 8,5
Cukup : Nilai 5,5 – 8,4
Kurang : Nilai < 5,
c. Penilaian mutu pelayanan
Nilai mutu dikelompokkan menjadi :
a) Baik : Nilai rata – rata > 8,5
b) Cukup : Nilai 5,5 – 8,4
c) Kurang : Nilai < 5.
B. HASIL KINERJA UPT PUSKESMAS PLAYEN II TAHUN 2010
Hasil Kinerja Puskesmas Playen II Tahun 2010 berdasarkan data tahun
2009 dapat kami sajikan sebagaimana berikut ini:
1. Hasil kinerja pelayanan kesehatan
a. Upaya Kesehatan Wajib
Tabel 1. Hasil Pencapaian Kinerja Upaya Kesehatan Wajib UPT
Puskesmas Playen II Tahun 2010
NO
KOMPONEN
KEGIATAN UPAYA
KESEHATAN WAJIB
HASIL
CAKUPAN
(%)
TINGKAT
KINERJA KETERANGAN
1
upaya promosi
kesehatan79%
kurang baik ≥ 91 %
2
upaya kesehatan
lingkungan92%
baik cukup ≥81-90 %
3 upaya kesehatan ibu dan 96% baik kurang≤ 80%
44
Page 45
anak termasuk kb
4
upaya perbaikan gizi
masyarakat93%
baik
5
upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit
menular
80%
kurang
6 upaya pengobatan 97,45% baik
Rata-rata Kinerja 90% Cukup
b. Upaya Kesehatan Pengembangan
Tabel 2. Hasil Pencapaian Kinerja Upaya Kesehatan Pegembangan UPT
Puskesmas Playen II Tahun 2010
NO
KOMPONEN
KEGIATAN UPAYA
KESEHATAN
PENGEMBANGAN
HASIL
CAKUPAN
(%)
TINGKAT
KINERJA KETERANGAN
1Upaya Kesehatan Usia
Lanjut83% Cukup Baik ≥ 91 %
2
Upaya Kesehatan Mata /
Pencegahan Kebutaan100%
Baik
Cukup ≥81-90
%
3
Upaya Kesehatan Telinga /
Pencegahan Gangguan
pendengaran
100%
Baik Kurang≤ 80%
45
Page 46
4 Kesehatan Jiwa 40% Kurang
5
Pencegahan dan
penanggulangan penyakit
gigi
83% Cukup
6
Perawatan Kesehatan
Masyarakat100%
Baik
Rata-rata Kinerja 84% Cukup
Nilai cakupan kinerja pelayanan kesehatan adalah : rata – rata nilai upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan, atau dengan kata lain nilai
pencapaian upaya kesehatan wajib + pengembangan dibagi dua.
Jadi Nilai Kinerja cakupan pelayanan kesehatan UPT Puskesmas Playen II
adalah : 85,5 % (cukup)
2. Hasil Kinerja Kegiatan Manajemen UPT Puskesmas Playen II
Tabel 3. Hasil Pencapaian Kinerja Manajemen UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
NO.
KOMPONEN
MANAJEMEN
PUSKESMAS
CAKUPAN
KEGIATAN
TINGKAT
KINERJA KETERANGAN
1
Manajemen
operasional
puskesmas 8,71 Baik Baik ≥ 8,5
2
Manajemen alat dan
obat 7,6 Sedang
Cukup ≥ 5,5 –
8,4
3 Manajemen keuangan 10 Baik Kurang < 5,5
46
Page 47
4
Manajemen
ketenagaan 9,25 Baik
Rata-rata 8,89 Baik
Jadi hasil kinerja kegiatan manajemen puskesmas Playen II tahun 2009 adalah :
8,89 (Kinerja Baik )
3.Hasil Kinerja Mutu Pelayanan Kesehatan UPT Puskesmas Playen II
Tabel. 4. Hasil Pencapaian Kinerja Mutu Pelayanan Kesehatan UPT Puskesmas
Playen II Tahun 2010
No JENIS KEGIATAN Cakupan NilaiTingkat
Kinerja
1 Drop out pelayanan ANC (K1-K4) 0% 10 Baik
2 Persalinan oleh tenaga kesehatan 98,97% 10 Baik
3Penanganan komplikasi obstetri / resiko
tinggi 100% 10 Baik
4 Kepatuhan terhadap standar ANC 100% 10 Baik
5Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
TB Paru 100% 10 Baik
6Tingkat Kepuasan pasien terhadap
pelayanan puskesmas 96% 10 Baik
Rata-rata nilai 10 Baik
Dengan melihat tabel diatas hasil kinerja mutu pelayanan kesehatan Puskesmas
Playen II tahun 2009 adalah 10 ( termasuk kinerja Baik )
47
Page 48
4. Hasil Total Kinerja Kegiatan di UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
Tabel. 5. Hasil Total Kinerja Kegiatan UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
No. Komponen Kegiatan Pencapaian Tingkat Kinerja Keterangan
1 Pelayanan Kesehatan 85,5 % Cukup
2 Manajemen 8,89 Baik
3 Mutu 10 Baik
Rata-rata Kinerja
C. ANALISIS HASIL KINERJA
1. Hasil Kinerja Kegiatan (Upaya Kesehatan Wajib Dan Upaya
Kesehatan Pengembangan) UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
Dari grafik diatas semua kegiatan belum mencapai 100 %, yang termasuk
kurang yaitu : upaya promosi kesehatan (79 %) dan upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular (80 %).
Kemudian dapat kita jabarkan lagi ke dalam pencapaian kinerja per kegiatan.
Dari grafik di atas terlihat bahwa untuk kegiatan bayi mendapatkan ASI eksklusif
hanya mencapai 20 %, dan kegiatan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
90 %.
Terlihat bahwa penyuluhan PHBS yang kurang adalah di tempat-tempat umum.
Terlihat bahwa kegiatan yang belum mencapai 100 % adalah kegiatan
pengawasan sanitasi tempat-tempat umum 94 % dan penyehatan lingkungan
pemukiman dan jamban keluarga 55 %. Hal ini disebabkan sanitasi tempat-tempat
umum yang memenuhi syarat 89%, pemeriksaan penyehatan lingkungan pada
perumahan 55% dari 4948 rumah seharusnya diperiksa.
48
Page 49
Untuk kegiatan KIA dan KB, Kesehatan ibu (95 %), Kesehatan Bayi (100%),
Upaya Kesehatan bayi dan Anak Prasekolah (92 %), Upaya Kesehatan Anak Usia
Sekolah dan Remaja (100 %), Pelayanan Keluarga Berencana (94 %). Untuk
Upaya Kesehatan Bayi dan Anak Prasekolah kami belum mengadakan kegiatan
DTKB apras sehingga belum dapat dinilai.
Untuk kegiatan Kesehatan Ibu, Linakes 99%, KN3 99 %, dan rujukan bumil
resti 82 %. Untuk program gizi, yang belum mencapai 100 % adalah balita yang
naik berat badannya (60%). Kinerja P2M yang belum mencapai 100% adalah
DBD 80 %, dan ISPA 0 %. Untuk DBD dikarenakan ABJ 60 %, dan untuk ISPA
tidak diketemukan kasus pneumonia. Untuk Upaya pengobatan 95 %,dikarenakan
dari 25547 penduduk, yang berkunjung dalam tahun 2009 hanya 91 %.
Pencapaian kinerja Upaya Kesehatan Pengembangan yang belum mencapai 100
% adalah Upaya kesehatan Usila 83 %, Kesehatan Jiwa 40 % dan Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Gigi 83 %. Hal ini dikarenakan tidak semua kelompok
usila yang dibina, dipantau kesehatannya oleh nakes (67 %), Pembinaan sikat gigi
massal di SD/MI 31 %. Untuk keswa dijabarkan pada grafik di bawah ini :
2. Hasil Kinerja Kegiatan Manajemen Puskesmas
Kinerja Manajemen dibagi menjadi 4 variabel, yaitu : manajemen
operasional puskesmas, manajemen alat dan obat, manajemen keuangan, dan
manajemen ketenagaan. Berikut ini gambaran pencapaian kinerja manajemen di
UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010.
Terlihat bahwa pencapaian kinerja sebagian besar baik (>8,5), tetapi masih
ada yang sedang yaitu manejemen alat dan obat 7,6 dikarenakan tidak semua
49
Page 50
ruangan terdapat daftar inventaris barang, dan updating data alat tidak rutin
dilaksanakan.
Untuk kinerja manajemen operasional puskesmas lokmin tribulanan kurang
terlaksana, dan pengiriman laporan masih kurang cepat. Untuk kinerja manajemen
alat dan obat, permasalahan yang ada yaitu pada masalah inventarisasi barang :
tidak terdapat daftar inventaris barang yang terpasang di ruangan, kemudian
updating data inventaris kurang rutin. Untuk kinerja manajemen keuangan
semuanya baik, tidak ada masalah. Untuk kinerja manjemen ketenagaan, belum
semua petugas membuat rencana kerja bulanan.
3. Hasil Kinerja Mutu Pelayanan Kesehatan
Untuk kinerja mutu pelayanan kesehatan semua variabel bernilai baik.
a. Hasil Kinerja UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
Tabel 6. Trend Pencapaian Kinerja UPT Puskemas Playen II
NO Jenis KegiatanPencapaian
TrendTahun 2009 Tahun 2010
1 Cakupan Pelayanan Kesehatan 85,5
2 Manajemen Puskesmas 8,89
3 Mutu Pelayanan Kesehatan 10
Trend belum bisa ditentukan karena baru tahun 2010 pedoman
penilaian kinerja puskesmas dipergunakan.
D. IDENTIFIKASI MASALAH DAN ALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH
50
Page 51
Dengan melihat gambaran di atas hasil kinerja kegiatan UPT Puskesmas
Playen II tahun 2010 dapat dikategorikan perjenis kegiatan:
1. Kategori Kinerja Baik
a) Upaya Kesehatan Lingkungan
b) Kesehatan Ibu & Anak Termasuk KB
c) Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
d) Upaya Pengobatan
e) Upaya Kesehatan Mata / Pencegahan Kebutaan
f) Upaya kesehatan Telinga / Pencegahan Gangguan Pendengaran
g) Perawatan Kesehatan Masyarakat
2. Kategori Kinerja Cukup
a) Upaya Kesehatan Usia Lanjut
b) Pencegahan & Penanggulangan Penyakit Gigi
3. Kategori Kinerja Kurang
a) Promosi Kesehatan
b) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
c) Kesehatan Jiwa
Selanjutnya akan dibahas jenis kegiatan yg termasuk kategori kinerja
cukup & kurang. Menentukan penyebab dengan menelusuri variabel & sub
variabel :
1. Penilaian Kinerja Cukup
a) Upaya Kesehatan Usia Lanjut dengan nilai 83 %
Permasalahan :
51
Page 52
1) Penanggung jawab program sedang mengambil ijin belajar
DIII kebidanan, sehingga kegiatan posyandu lansia kurang terpantau
2) Pendanaan khusus untuk kegiatan usila tidak ada
3) Kegiatan posyandu lansia dilakukan saat siang ataupun sore
hari, sehingga petugas usila tidak dapat rutin hadir untuk ikut
pembinaan
4) Masyarakat yang berusia lanjut, bila sehat tidak datang ke
posyandu, sehingga seakan-akan posyandu usila hanya untuk berobat
saya.
Pemecahan :
Kegiatan posyandu usila dilakukan di pagi hari atau saat hari libur
1) Membuat perencanaan kegiatan melalui dana yang ada di puskesmas
maupun di masyarakat. Contoh : Jamkesmas, Jamkesos, PNPM,
Alokasi Dana Desa
2) Perlu pelatihan untuk kader posyandu usila, sehingga dapat secara
mandiri melaksanakan kegiatan posyandu usila
3) Perlu adanya sosialisasi ke masyarakat mengenai peran posyandu
usila, dan kegiatan apa saja yang ada di dalamnya
b) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Gigi dengan nilai 83 %.
Disebabkan oleh : pembinaan dan bimbingan sikat gigi missal pada SD/MI
31%.
Permasalahan :
1) Jumlah SD/MI di UPT Puskesmas Playen II 25 sekolah, sedangkan
petugas UKS juga bertugas di Poli Gigi Puskesmas.
52
Page 53
2) Pendanaan untuk kegiatan UKS hanya sedikit, tidak dapat mencakup
seluruh SD/MI
3) Belum semua SD dilatih dokter kecil, sehingga dapat membimbing
teman-temannya untuk berPHBS
Pemecahan :
1) Perlu penjadwalan yang matang, sehingga semua kegiatan dapat
terlaksana
2) Membuat perencanaan kegiatan melalui dana yang ada di
puskesmas maupun di masyarakat. Contoh : Jamkesmas, Jamkesos,
PNPM, Alokasi Dana Desa
3) Mengadakan Pelatihan dokter kecil bagi SD/MI yang belum dilatih
dokter kecil
2. Penilaian Kinerja Kurang
a.Promosi Kesehatan dengan nilai 79 %. Disebabkan program bayi
mendapatkan ASI Eksklusif 20 %.
Permasalahan :
1) Petugas kurang mempromosikan pentingnya ASI Esklusif
2) Pemerintah kurang tegas untuk menindak produsen susu yang
mempromosikan penggunaan susu formula bagi bayi usia 0-6
bulan, maupun penyalur (petugas kesehatan) yang memberikan
susu formula pada bayi 0-6 bulan tanpa indikasi medis.
3) Kurangnya pengetahuan ibu tentang menyusui, kebanyakan
sekarang wanita adalah pekerja sehingga kadang pemberian ASI
eksklusif hanya sampai usia 3 bulan
53
Page 54
Pemecahan :
1) Sosialisasikan ke petugas dan pemegang program terkait untuk
lebih giat menginformasikan kepada masyarakat tentang
pentingnya Asi Eksklusif.
2) Sosialisasi ke masyarakat mengenai ASI eksklusif
b. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dengan nilai 80
%. Untuk program ISPA masih 0 %, ABJ 60 %
Permasalahan ISPA :
1) Petugas dan masyarakat kurang mengerti pneumonia
2) Kebanyakan pneumonia ditemukan di RS, karena biasanya sudah
dalam kondisi buruk, tidak dibawa lewat puskesmas
3) Pendanaan program ISPA tidak ada
Pemecahan ISPA :
1) Perlunya sosialisasi pneumonia pada petugas dan masyarakat.
2) Dibuat protap diagnosis Pneumonia
3) Adanya jejaring surveilans pneumonia tingkat kabupaten
4) Membuat perencanaan kegiatan melalui dana yang ada di puskesmas
maupun di masyarakat. Contoh : Jamkesmas, Jamkesos, PNPM,
Alokasi Dana Desa
Permasalahan ABJ :
i. Gerakan PSN hanya terlaksana situasional bila ada kasus
ii. Perilaku masyarakat yang masih kurang tentang PSN
Pemecahan ABJ :
iii. Menggalakkan kembali gerakan PSN
54
Page 55
iv. Sosialisasi PSN di masyarakat secara rutin
c. Kesehatan Jiwa dengan nilai 40 %
Permasalahan :
1) Pemahaman masyarakat tentang gangguan jiwa masih kurang
2) Tidak semua petugas kesehatan mengetahui tentang gangguan jiwa
3) Pendanaan untuk Kesehatan Jiwa masih kurang.
Pemecahan :
4) Sosialisasikan ke petugas dan pemegang program terkait untuk lebih
giat melakukan penyuluhan tentang gangguan jiwa ke masyarakat.
5) Petugas lebih meningkatkan kinerja dalam hal perencanaan,
pelaksanaan , dan evaluasi.
6) Petugas melakukan kunjungan rumah dan memotivasi masyarakat
agar segera memeriksakan keluarganya bila ada yang menderita
gangguan jiwa
Untuk kinerja manajemen puskesmas, yang masih sedang adalah manajemen alat
dan obat. Berdasarkan sub variabel, disebabkan inventarisasi barang di ruangan
belum ada, updating barang masih kurang.
Permasalahan :
1. Kurangnya motivasi dari petugas inventaris barang untuk
mendata.
2. Tenaga rangkap
Pemecahan masalah :
1. Memonitor tugas pokok dan fungsi dari pengelola barang
2. Mengusulkan tambahan tenaga administrasi barang
55
Page 56
E. PENUTUP
Saran dan Usul
1. Monitoring dan evaluasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten lebih diaktifkan.
2. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor serta berbagai
upaya untuk lebih meningkatkan partisifasi masyarakat
3. Diharapkan untuk tahun – tahun ke depan, masing – masing program dapat
meningkatkan hasil kinerjanya, terutama untuk program – program yang
hasil pencapaian kegiatannya masih di bawah target sasaran.
4. Untuk lebih meningkatkan kualiatas pelayanan dan mengantisipasi segala
dampak pembangunan perlu dibuat upaya baru dalam menanggulangi dan
menghadapi masalah – masalah yang timbul.
5. Sumber daya kesehatan perlu terus ditingkatkan baik kualitas maupun
3.2 Analisis Kasus
Seperti yang telah dijelaskan dalam makalah bahwa kinerja merupakan
penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi
dan karyawannya berdasarkan sasaran, standard dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya (Mulyadi, 1997). Dalam studi kasus diatas dilakukan pengukuran
kinerja oleh UPT Puskesmas Playen II tahun 2010.
Kinerja pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individual,
psikologis, dan faktor organisasi. Pada pengukuran kinerja oleh UPT Puskesmas
Playen II tahun 2010 tersebut lebih mengacu pada pengukuran kinerja di tingkat
organisasi. Ruang lingkup kinerja puskesmas yang diukur tersebut meliputi
56
Page 57
penilaian pencapaian hasil pelaksanaan pelayanan kesehatan, manajemen
puskesmas dan mutu pelayanan.
Pengukuran kinerja pada tingkat manajemen puskesmas yang dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu: manajemen operasional puskesmas, manajemen
alat dan obat, manajemen keuangan, dan manajemen ketenagaan merupakan
pengukuran kinerja yang masuk dalam kinerja di unit kelompok dalam organisasi.
Kinerja dapat diukur dengan suatu standar atau kriteria tertentu sehingga
dapat menghasilkan suatu nilai. Pada kasus diatas telah diterangkan mengenai
standar untuk mengukur kinerja, dimana nilai mutu yang telah ditetapkan oleh
UPT puskesmas Playen II di tahun 2010 dikelompokkan menjadi :
a. Baik : Nilai rata – rata > 8,5
b. Cukup : Nilai 5,5 – 8,4
c. Kurang : Nilai < 5.
Dengan standar nilai diatas maka diperoleh hasil seperti pada table
dibawah ini.
NO Jenis KegiatanPencapaian
TrendTahun 2009 Tahun 2010
1 Cakupan Pelayanan Kesehatan 85,5
2 Manajemen Puskesmas 8,89
3 Mutu Pelayanan Kesehatan 10
Tabel 1. Hasil Pencapaian Kinerja UPT Puskesmas Playen II Tahun 2010
Secara keseluruhan dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan untuk
selalu memperhatikan Standar Pelayanan Minimal agar mendapatkan hasil
57
Page 58
kinerja yang efektif dan efisien khususnya pada instansi pelayanan kesehatan.
Standar Pelayanan Minimal tersebut dapat digunakan sebagai pedoman
organisasi untuk merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi setiap hasil
kegiatan dari pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada umumnya masih banyak perbedaan persepsi tentang definisi kinerja
maupun produktivitas. Salah satu teorinya adalah menganggap bahwa kinerja itu
adalah sama dengan produktivitas, yakni merujuk pada sebuah hasil. Tetapi pada
teori yang lain lebih membedakan antara kinerja dengan produktivitas, yaitu
kinerja lebih merujuk pada perilaku atau tindakan individu. Sedangkan
produktivitas lebih merujuk pada hasil dari kinerja tersebut.
58
Page 60
DAFTAR PUSTAKA
Mathis, Robert L. 2001. Human Resources Management. PT.Salemba Emban
Patria : Jakarta
Sedarmayanti, M.Pd., APU. Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. 2010. PT.Refika Aditama :
Bandung
Viewed at April 2nd 2012 http://www.daveswhiteboard.com/archives/996
http://uptpuskesmasplayenii.wordpress.com/2010/05/28/penilaian-kinerja-2010/
Siswanto, Bedjo drs.1989.Manajemen Tenaga Kerja.Bandung:SINAR BARU.
Timpe, A. Dale.1992.Seri Manajemen Sumber Daya Manusia
Produktivitas.Jakarta:PT Elex Media Komputindo.
60