Proses Islamisasi dan Perkembangan Islam diIndonesiaPada masa
kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka
ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan
sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi
budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan
budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa.
Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan
dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang
berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan
ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat
percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.Proses Islamisasi di
Indonesia Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia,
terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra
terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di
Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam
yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan
rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih
baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam
tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan
dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang
hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya
ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu
persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim.
Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk
yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam
Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada
orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat
menempati kedudukan bawahan. Proses islamisasi di Indonesia terjadi
dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim
pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat
Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan
politik , ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan
mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari
pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang
muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan
kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap
permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan
kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa
dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan
pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan
sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu
bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan
perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat,
tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-pedagang muslim
seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra
Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang
berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka
orang-orang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang
menjadi pembawa dan penyebar agama Islam ke seluruh wilayah
kepulauan Indonesia. Tata cara islamisasi melalui media perdagangan
dapat dilakukan secara lisan dengan jalan mengadakan kontak secara
langsung dengan penerima, serta dapat pula terjadi dengan lambat
melalui terbentuknya sebuah perkampungan masyarakat muslim terlebih
dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan dari luar
negeri, berkumpul dan menetap, baik untuk sementara maupun untuk
selama-lamanya, di suatu daerah, sehingga terbentuklah suatu
perkampungan pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud
hendak belajar agama Islam dapat datang atau memanggil mereka untuk
mengajari penduduk pribumi. Selain itu, penyebaran agama Islam
dilakukan dgn cara perkawinan antara pedagang muslim dgn anak-anak
dari orang-orang pribumi, terutama keturunan bangsawannya. Dengan
perkawinan itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dgn keluarga
muslim. Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra,
maupun musik, serta media lainnya, dijadikan pula sebagai media
atau sarana dalam proses islamisasi. Berdasarkan berbagai
peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada masa-masa penyeberan
agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan dgn cara
damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik,
penerusan tradisi seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan
alat islamisasi yang sangat bijaksana dan dengan mudah menarik
orang-orang nonmuslim untuk dengan lambat-laun memeluk Islam
sebagai pedoman hidupnya. Dalam perkembangan selanjutnya, golongan
penerima dapat menjadi pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain
di luar golongan atau daerahnya. Dalam hal ini, kontinuitas antara
penerima dan penyebar terus terpelihara dan dimungkinkan sebagai
sistem pembinaan calon-calon pemberi ajaran tersebut. Biasanya
santri-santri pandai, yang telah lama belajar seluk-beluk agama
Islam di suatu tempat dan kemudian kembali ke daerahnya, akan
menjadi pembawa dan penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya.
Mereka kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok
pesantren merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama
Islam. Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni
memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian
antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu
terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami
proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses
islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara
yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan
keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara
Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama
(Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme. Pada umumnya kedatangan
Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun
rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan
sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim.
Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat
politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama
dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam. Perkembangan Islam di
Indonesia Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah
bersamaan. Demikian pula dengan kerajaan-kerajaan dan daerah yang
didatanginya, ia mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang
berlainan. Pada waktu kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaannya
pada sekitar abad ke-7 dan ke-8, Selat Malaka sudah mulai dilalui
oleh para pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di
Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman Tang
pada abad-abad tersebut, diduga masyarakat muslim telah ada, baik
di kanfu (kanton) maupun di daerah Sumatra sendiri. Perkembangan
pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara
negeri-negeri di Asia bagian barat atau timur mungkin disebabkan
oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian barat
maupun kerajaan Cina zaman dinasti Tang di Asia Timur serta
kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Adalah suatu kemungkinan bahwa
menjelang abad ke-10 para pedagang Islam telah menetap di
pusat-pusat perdagangan yang penting di kepulauan Indonesia,
terutama di pulau-pulau yang terletak di Selat Malaka, terusan
sempit dalam rute pelayaran laut dari negeri-negeri Islam ke Cina.
Tiga abad kemudian, menurut dokumen-dokumen sejarah tertua,
permukiman orang-orang Islam didirikan di Perlak dan Samudra Pasai
di Timur Laut pantai Sumatra. Saudagar-saudagar dari Arab Selatan
semenanjung tanah Arab yang melakukan perdagangan ke tanah Melayu
sekitar 630 M (tahun kesembilan Hijriah) telah menemui bahwa di
sana banyak yang telah memeluk Islam. Hal ini membuktikan bahwa
Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijriah,
atau sekitar abad ke tujuh dan kedelapan Masehi yang dibawa
langsung oleh saudagar dari Arab. Dengan demikian, dakwah Islam
telah tiba di tanah Melayu sekitar tahun 630 M tatkala Nabi
Muhammad saw. masih hidup. Keterangan lebih lanjut tentang masuknya
Islam ke Indonesia ditemukan pada berita dari Marcopolo, bahwa pada
tahun 1292 ia pernah singgah di bagian utara daerah Aceh dalam
perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak ia
menjumpai penduduk yang telah memeluk Islam dan banyak para
pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan agama itu. Para
pedagang muslim menjadi pendukung daerah-daerah Islam yang muncul
kemudian, dan daerah yang menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang
bercorak Islam ialah Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh.
Munculnya daerah tersebut sebagai kerajaan Islam yang pertama
diperkirakan mulai abad ke-13. Hal itu dimungkinkan dari hasil
proses islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
para pedagang muslim sejak abad ketujuh. Sultan yang pertama dari
kerajaan Islam Samudra Pasai adalah Sultan Malik al-Saleh yang
memerintah pada tahun 1292 hingga 1297. Sultan ini kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Malik
az-Zahir. Kerajaan Islam Samudra Pasai menjadi pusat studi agama
Islam dan meru pakan tempat berkumpul para ulama Islam dari
berbagai negara Islam untuk berdis kusi tentang masalah-masalah
keagamaan dan masalah keduniawian. Berdasarkan berita dari Ibnu
Batutah, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Samudra
Pasai pada 1345, dikabarkan bahwa pada waktu ia mengunjungi
kerajaan itu, Samudra Pasai berada pada puncak kejayaannya. Dari
catatan lain yang ditinggalkan Ibnu Batutah, dapat diketahui bahwa
pada masa itu kerajaan Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang
sangat penting, tempat kapal-kapal datang dari Tiongkok dan India
serta dari tempat-tempat lain di Indonesia, singgah dan bertemu
untuk memuat dan membongkar barang-barang dagangannya. Kerajaan
Samudera Pasai makin berkembang dalam bidang agama Islam, politik,
perdagangan, dan pelayaran. Hubungan dengan Malaka makin ramai,
sehingga di Malaka pun sejak abad ke-14 timbul corak masyarakat
muslim. Perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin
meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 berdiri kerajaan Islam
Malaka. Para penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa, bahkan
telah dibangunkan sebuah masjid untuk mereka. Para pedagang yang
singgah di Malaka kemudian banyak yang menganut agama Islam dan
menjadi penyebar agama Islam ke seluruh kepulauan Nusantara, tempat
mereka mengadakan transaksi perdagangan. Kerajaan Malaka pertama
kali didirikan oleh Paramisora pada abad ke-15. Menurut cerita,
sesaat sebelum meninggal dalam tahun 1414, Paramisora masuk Islam,
kemudian berganti nama menjadi Iskandar Syah. Selanjutnya, kerajaan
Malaka dikembangkan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar
Syah (14141445). Pengganti Muhammad Iskandar Syah adalah Sultan
Mudzafar Syah (14451458). Di bawah pemerintahannya, Malaka menjadi
pusat perdagangan antara Timur dan Barat, dengan kemajuan-kemajuan
yang sangat pesat, sehingga jauh meninggalkan Samudra Pasai. Usaha
mengembangkan Malaka hingga mencapai puncak kejayaannya dilakukan
oleh Sultan Mansyur Syah (14581477) sampai pd masa pemerintahan
Sultan Alaudin Syah (14771488). Sementara itu, kedatangan pengaruh
Islam ke wilayah Indonesia bagian timur (Sulawesi dan Maluku) tidak
dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara
pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan
Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam telah
sampai ke daerah Maluku. Disebutkan bahwa kerajaan Ternate ke-12,
Molomateya (13501357), bersahabat karib dengan orang Arab yg
memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal, tetapi agaknya tidak
dalam kepercayaan. Pada masa pemerintahan Marhum di Ternate,
datanglah seorang raja dari Jawa yang bernama Maulana Malik Husayn
yang menunjukkan kemahiran menulis huruf Arab yang ajaib seperti
yang tertulis dalam Alquran. Hal ini sangat menarik hati Marhum dan
orang-orang di Maluku. Kemudian, ia diminta oleh mereka agar mau
mengajarkan huruf-huruf yang indah itu. Sebaliknya, Maulana Malik
Husayn mengajukan permintaan, agar mereka tidak hanya mempelajari
huruf Arab, melainkan pula diharuskan mempelajari agama Islam.
Demikianlah Maulana Malik Husayn berhasil mengislamkan orang-orang
Maluku. Raja Ternate yang dianggap benar-benar memeluk Islam adalah
Zainal Abidin (14861500). Dari ketiga pusat kegiatan Islam itulah,
maka Islam menyebar dan meluas memasuki pelosok-pelosok kepulauan
Nusantara. Penyebaran yang nyata terjadi pada abad ke-16. Dari
Malaka, daerah Kampar, Indragiri, dan Riau menjadi Islam. Dari
Aceh, Islam meluas sampai ke Minangkabau, Bengkulu, dan Jambi.
Dimulai sejak dari Demak, maka sebagian besar Pulau Jawa telah
menganut agama Islam. Banten yang diislamkan oleh Demak meluaskan
dan menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan. Di Kalimantan, kerajaan
Brunai yang pada abad ke-16 menjadi Islam, meluaskan penyebaran
Islam di bagian barat Kalimantan dan Filipina. Sedangkan Kalimantan
Selatan mendapatkan pengaruh Islam dari daratan Jawa. Dari Ternate
semakin meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku serta daerah
pantai timur Sulawesi. Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan berdiri
kerajaan Goa. Demikianlah pada akhir abad ke-16 dapat dikatakan
bahwa Islam telah tersebar dan mulai meresapkan akar-akarnya di
seluruh Nusantara. Meresapnya Islam di Indonesia pada abad ke-16
itu bersamaan pula dengan ditanamkannya benih-benih agama Katolik
oleh orang-orang Portugis. Bangsa Portugis ini dikenal sebagai
penentang Islam dan pemeluk agama Katolik fanatik. Maka, di setiap
tempat yang mereka datangi, di sanalah mereka berusaha mendapatkan
daerah tempat persemaian bagi agama Katolik. Hal ini menurut
tanggapan mereka merupakan suatu tugas dan kewajiban yang mendapat
dorongan dari pengalaman mereka menghadapi Islam di negeri mereka
sendiri. Ketika pertahanan Islam terakhir di Granada jatuh pada
1492, maka dalam usaha mereka mendesak agama Islam sejauh mungkin
dari Spanyol dan Portugis, mereka memperluas gerakannya sampai
Timur Tengah yang waktu itu menjadi daerah perantara perdagangan
rempah-rempah yang menghubungkan Timur dengan Barat. Timbullah
kemudian suatu hasrat dalam jiwa dagang mereka untuk berusaha
sendiri mendapatkan rempah-rempah yang menjadi pokok perdagangan
waktu itu langsung dari daerah penghasilnya (Nusantara). Dengan
demikian, mereka tidak akan bergantung lagi kepada
pedagang-pedangan Islam di Timur Tengah. [Sumber : Diadaptasi dari
Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, Drs. Dadan Wildan
Anas]http://www.alislam.or.id/comments.php?id=1663_0_14_0_CMitos
Syekh Siti JenarSyekh Siti Jenar adalah tokoh kontroversial
sekaligus legendaris dalam sejarah Islam di Jawa, karena
pembangkangan tasawuf-nya dan mitos kesaktian yang dimilikinya.
Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang dari ajaran Islam oleh Wali
Songo ini. Kemudian, ditunjukkan bagaimana Siti Jenar menerapkan
ajarannya itu dan akhirnya tidak bisa tidak bertemu dengan kekuatan
ulama paling dominan, yakni Wali Songo. Sudah jelas bahwa pada saat
itu, peran ulama yang terorganisir dalam Wali Songo mengambil ruang
paling besar dalam legitimasi agama. Kehadiran Siti Jenar dengan
ajarannya yang jauh berbeda dari kebenaran yang digariskan Wali
Songo menjadi ganjalan besar, baik untuk penyebarluasan Islam
maupun pengaruh politik Wali Songo
sendiri.http://www.geocities.com/z_iwan/teks/buku_agama.htmlKejawen[Dari
Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia]Kejawen
(bahasa Jawa: Kejawn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa
dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa. Agama Kejawen
sebenarnya adalah nama sebuah ke lompok kepercayaan-kepercayaan
yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama terorganisir
seperti agama Islam atau agama Kristen. Ciri khas utama agama
Kejawen ialah adanya perpaduan antara animisme, agama Hindu dan
Buddha. Namun pengaruh agama Islam dan juga Kristen nampak pula.
Kepercayaan ini merupakan sebuah kepercayaan sinkretisme. Seorang
ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis
tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java.
Olehnya Kejawen disebut Agami
Jawi.http://id.wikipedia.org/wiki/Kejawennote : artikel di atas
telah dimuat dalam Labbaik, edisi : 023/th.02/Jumada Al
Awwal-Jumada Al Tsani 1427H/2006M
Masa Kedatangan dan Perkembangan Islam Menurut para ahli
sejarah, masuk dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat tiga
teori yaitu teori Gujarat, teori Saudi dan teori Cina.a. Islam
masuk wilayah Indonesia dari anak benua India seperti Gujarat,
Bengali dan malabar. Menurut Snouck Hurgronje, Islam masuk dari
daerah Doccon di India, Kesimpulan ini diambil berdasarkan fenomena
sosial bahawa ajaran tasyawuf yang dipraktikkan oleh orang-orang
muslim di India bagian selatan mirip dengan ajaran Islam di
Indonesia. Termasuk munculnya Syiah di daerah Sumatra atau Jawa,
dugaan itu juga muncul dari daerah India. Sebab saat itu kerajaan
Islam Deccon ( salah satu kerajaan India ) telah memiliki hubungan
baik dengan Iran negeri pusat penyebaran paham Syiah. b. Pendapat
yang menyatakan bahwa Islamisasi di Indonesia terjadi pada tahun
1111 atau abad ke XII M. Pada saat itu orang-orang Aceh dari
Sumatra bagian barat laut memeluk Islam atas ajakan seorang
kebangsaan Arab asli, kemudian setelah masuk Islam mereka
mendakwahkan Islam khususnya di daerah tersebut.c. Teori yang
menyatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia langsung dari Mekah
atau Madinah. Menurut teori ini bahwa Islam masuk ke Indonesia
sekitar abad 7 atau 8 M. Atau abad ke 2 H, yaitu pada masa
Khulafaur Rosyidin. Ekspedisi Islam ke Indonesia dibawa langsung
oleh para pedagang dari Arab sejak awal abad hijriyah atau abad ke
VII Masehi. Menurut sumber literatur Cina pada awal abad ke 2
hijrah telah muncul perkampungan perkampungan muslim Arab di
pesisir pantai Sumatra. Di Perkampungan ini orang-orang muslim Arab
bermukim dan menikah dengan penduduk setempat serta membentuk
komunitas-komunitas muslim. Teori ini adalah yang paling kuat dan
diterima para sejarawan masa kini.
B. Perkembangan Islam di Nusantara Kepulauan nusantara jauh dari
pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Jauhnya kepulauan Nusantara
dengan pusat-pusat Islam menjadikan islamisasi di Indonesia berbeda
dibandingkan dengan islamisasi di pulau-pulau lainnya, seperti ;
Afrika Utara, atau Asia Selatan. Tetapi salah satu hal terpenting
adalah Islamisasi di Nusantara berjalan dengan damai, bukan
kekerasan apalagi kolonisasi kekuasaan. Proses Islamisasi di
wilayah Nusantara tidak sama, hal ini karena waktunya berlainan
disamping juga watak budaya lokal di masing-msing wilayah berbeda,
misalnya daerah pesisir pada umumnya memiliki budaya maritim dengan
mata pencaharian berdagang, pada umumnya mereka lebih bersikap
terbuka, menerima kehidupan Kosmopolitan yang ditampilkan oleh
Islam. Berbeda dengan daerah pedalaman yang pada umumnya masyarakat
ageraris, mereka bersifat tertutup, sulit menerima
kemajuan/perubahan. Perbedaan tersebut dapat kita lihat misalnya
perkembangan Islam di Prahyangan (pesisir wilayah kerajaan Champa)
, Leran (pesisir Jawa Timur), Pasai ( utara Sumatra), Malaka
(pesisir semenanjung Malaya).
1. Faktor-faktor yang Mendorong Perkembangan Islam di Nusantara
a. Jatuhnya kota Bagdad kepada bangsa Mongolia pada taun 1258 M,
menyebabkan gelombang orbanisasi ke India dan asia Tengah secara
besar-besaran.b. Banyaknya para sufi, penganut tarikat, mengembara
bersedia mendakwahkan Islam dengan suka rela ke seluruh dunia.c.
Jaringan perdagangan internasional, dijadikan sebagai sarana
penyebaran ajaran Islam.
2. Tahapan-tahapan Perkembangan Islam di Indonesia Secara umum
tahapan perkembangan Islam di Indonesia dari abad ke 13 sampai
dengan awal abad ke 20 dapat dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :a.
Tahap pertama, yaitu dimulai adab 13 M 15 M. Fase ini merupakan
tahapan kepemelukan Islam secara formal. Fase ini yang ditekankan
adalah pengenalan dasar-dasar kosmopolitanisasi Islam, ketentuan
dasar-dasar syariat dan fiqh.b. Tahap ke II, yaitu dimulai abad ke
15 M 16 M. Pereode ini merupakan merupakan proses Islamisasi
kepulauan Melayu dan berbagai pelosok Nusantara. Tradisi
intelektualisme mulai terbentuk, seperti penulisan buku-buku agama
dengan menggunakan bahasa melayu. Dalam fase ini pengaruh tasyawuf
sangat dominan.c. Tahap ke III, yaitu dimulai dari abad ke 17 M
akhir abad ke 17 M. Adalah tahapan penyempurnaan pemahaman ajaran
Islam dan berkembangnya tradisi intelektual. Pada masa ini kita
menyaksikan berkembangnya penulisan sastra-sastra dan buku-buku
keagamaan dengan menggunakan bahasa melayu. Pokok-pokok yang
dibahas meliputi ; fiqh ibadah, dan mumalah, fiqh duali ( ketata
negaraan), syariah, ushuluddin, ilmu kalam, tasyawuf, akhlak,
filsafat, tafsir al Quran, Al Hadits, ensiklopedi, historiografi,
tata bahasa (nahwu shorof), ilmu maani (simantik), estetika
(balaghoh), astronomi, ilmu hisab, perkapalan, ekonomi perdagangan,
sastra dan seni, ketabiban, farmasi dan lain-lain.d. Tahap IV,
yaitu dimulai abad ke 18 M 19 M. Pereode ini terjadi penekanan
(ortodoksi) terhadap syariah. Hal ini mendorong berkembangnya
ajaran tarikat. Pemurnian ajaran Islam sangat efektif sebagai
sarana integratif atau pemersatu bangsa.e. Tahap Ke V, yaitu
dimulai dari awal abad 20 M, fase ini dinamakan masa perkembangan
(tajdid). Pada pereode ini gerakan keagamaan tumbuh menjadi gerakan
kebangsaan.
C. Bebera Contoh Perkembangan Islam di Indonesia1. Bidang ilmu
PengetahuanKedudukan para ulama yang diangkat sebagai penasehat
kerajaan atau hakim, memberikan kontribusi yang besar terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Disamping mereka memperoleh
keleluasaan dalam menyebarkan ajaran Islam dan mencetak kader-kader
mubaligh, mereka juga mempunyai kesempatan untuk menulis buku-buku
dan kitab-kitab baik dalam ilmu umum maupun ilmu agama. Para ulam
Indonesia yang karyanya sangat terkenal pada masa itu antara lain ;
Hamzah Fansury, dari Boros Aceh, terkenal dengan tokoh sufi, hasil
karyanya yang paling terkenal antara lain Asrorul Arifin fi Bayan
Ila Suluk Wat tauhid , Nurudin Ar-Raniry (dari aceh Barat ), telah
banyak menulis buku-buku umum dan keagamaan. Syeh Muhammad Arsyad
Al Banjari ( dari Banjar masin Kalimantan), tokoh dalam bidang fiqh
dengan karyanya Sabilul Muhtadin, Samsudin As-Sumatrani (dari
Sumatra) dengan hasil karyanya Miratul Muminin Syeh Ahmad Khotib
(dari Minangkabau), dengan hasil karyanya Izamul Zagli Kazibin fi
Tasyabuhin bis-Sodiqin, dan masih banyak lagi yang lainnya.
2. Bidang KesenianPerkembangan bidang seni seperti yang
dicontohkan para wali songo, sangat efektif dalam penyampaian dawah
Islam, misalnya pagelaran wayang. Para wali telah mampu
mengakomodasi nilai-nilai Islam untuk disampaikan kepada
masyarakat. Seni sastra yang bercorak Islami juga berkembang,
seperti hikayat, babat suluk dan lain sebagainya. Bidang Arsitektur
bangunan dapat dilihat bangunan Masjid Agung Demak, Menara Kudus,
Masjid Agung Banten, Kasepuhan Cirebon dan masih banyak lagi.
Perkembangan kesenian sebagaimana yang dicontohkan di atas tentu
tidak terlepas dari kepiawaian para ulama dahulu dalam menyiarkan
agama Islam melalui pendekatan-pendekatan yang mudah diterima oleh
masyarakat.
3. Perkembangan Organisasi-organisasi Islama. Serikar Islam ( SI
)Organisasi ini didirikan pada tanggal 10 September 1992. Serikat
Islam ( SI ), tumbuh dari organisasi pendahulunya yaitu ; Serikat
Dagang Islam ( SDI ) yang didirikan oleh Haji Samanhudi, sebenarnya
organisasi ini telah berdiri sejak tahun 1909 di bawah pimpinan
R.M. Tirtodisurjo, yang beranggotakan para pedagang muslim. b.
MuhamadiyahOrganisasi ini didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada
tanggal 8 Zulkijjah 1330 (18 Nopember 1912) di Yogyakarta.
Organisasis ini bergerak bergerak bidang kemasyarakatan terupama di
bidang pendidikan formal dan dawah.c. Jong Islaminten Bond ( JIB )
Salah satu organisasi Islam yang anggotanya kebanyakan dari
golongan elite berpendidikan barat yang tetap bepegang teguh pada
prinsip-prinsip ajaran Islam. Jong Islaminten Bond ( JIB )
didirikan di Jakarta pada taun 1925 oleh para pemuda pelajar
Islam.d. Nahdatul UlamaOrganisassi ini didirikan pada tanggal 31
Januari 1926 M, atas prakarsa K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Abdul
Hahab Hasbullah. Tujuan organisasi ini adalah untuk memperjuangkan
berlakunya ajaran Islam yang berhaluan ahli sunah wal jamaah dan
menganut madzhab empat yaitu ; Hanafi, Maliki Syafii dan Hambali,
dalam wadah negara kesatuan.e. Al-Irsyad.Organisasi ini didirikan
pada tahun 1814 di Jakarta. Para pendirinya sebagian besar
pedagang, pengusaha dan ulama yang berketurunan suku Arab,
diantaranya Ahmad Soorkati, Sholeh bin Ubaid, Syayid bin Salim
Mashadi, Salam bin Umar Balfas, Abdullah Harhara. Umar bin Saleh
dan Nahdi.f. Persatuan Islam Didirikan pada tanggal 17 September
1923 M di Bandung. Pendirinya K. H. Zamzam. Organisasi ini berusaha
keras untuk mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan Al-Quran
dan Al- Hadits, menghidupkan jihad dan ijtihad, membasmi bitah,
kurafat, tahayul, taklid dan syiri, memperluas tabligh serta dakwah
kepada masyarakat, mendirikan pesantren dan sekolah untuk memdidik
kader Islam.g. Persatuan tarbiyah Islamiah ( Perti ).Organisasi ini
didirikan pada tanggal 20 Mei 1930 M. Gagasan untuk membentuk wadah
ini dilatar belakangi oleh perkembangan paham keagamaan di Sumatra
Barat pada awal abad XX. Perkembangan tersebut digerakkan oleh kaum
muda untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarikat.
4. Peranan Umat Muslim dalam PembangunanOrganisasi Islam yang
berperan dalam pembangunan Nasional bukan hanya mereka yang
tergabung dalam organisasi. Banyak orang Islam secara pribadi baik
sebagai dokter, dosen, pejabat negara, wakil rakyat di DPR,
pengusaha, cendikiawan, petani, guru, pengrajin, dan lain-lain.
Mereka semuanya melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh sesuai
dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Tanpa terikat dengan
organisasi keagamaan, mereka menyumbangkan dharma baktinya kepada
nusa dan bangsa. Memang menjadi umat Islam tidak harus menjadi
anggota organisasi atau partai Islam. Menurut Al Quran orang Islam
yang baik adalah yang paling bertakwa, yang beriman kepada Allah
dan beramal shaleh, dimanapun mereka berada.Lembaga pendidikan
Islam dalam kegiatannya lebih menekankan pembinaan, peningkatan
ilmu pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pendidikan pada
jalur sekolah dan luar sekolah. Melalui pendidikan ini secara
bertahap ilmu pengetahuan bertambah meningkat dan sumber daya
manusia lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas masyarakat
maka hasil kerja masyarakatpun semakin meningkat. Denigan demikian
dapat kdisimpulkan betapa besar peranan kelembagaan pendidikan
Islam dalam pembangunan bangsa dan
negara.http://jokosiswanto77.blogspot.com/2010/06/perkembangan-islam-di-indonesia.html
Karakteristik Islam IndonesiaProses persinggungan budaya dari
para penyebar Islam ketika akhir abad 14 membentuk tatanan
masyarakat Islam yang ala Indonesia. Basis kultural yang digunakan
Walisongo dalam proses penyebarannya menjadi landasan kuat bahwa
doktrin Islam tak sekeras dari tempat dilahirkannya. Itu yang
menyebabkan Islam pada saat itu menjadi primadona dan banyak
dipeluk oleh mayoritas kalangan. Tak peduli Abangan ataupun Priyayi
yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata Islam.Pergulatan
proses penyebaran sampai perkembangannya tentu mempunyai implikasi
yang signifikan terhadap corak Islam ala Indonesia itu sendiri.
Sehingga Islam bisa merasuk ke seluruh sendi-sendi kehidupan
masyarakat, termasuk terhadap proses cipta, rasa dan karsa yang itu
tertuang lewat produk-produk hukum yang telah disesuaikan dengan
konteks Indonesia itu sendiri. dengan dalil yang termaktub dalam
kaidah ushul fiqh, al muhafadatuh alal qadimi salih wal akhdu bil
jadidil ashlah (memelihara sesuatu lama yang baik, sembari
mengambil sesuatu yang baru yang jauh lebih baik) yang membuat
produk-produk hukumnya menjadi konstektual. Proses berbudaya dan
mempertahan karakteristik bangsa inilah yang menjadikan Islam
memiliki corak tersendiri, dan itu tertuang lewat ijtihad-ijtihad
Ulama untuk menelurkan produk hukum ala Indonesia.Selain produk
hukum ala Indonesia, muncul juga lembaga pendidikan Islam yang ala
Indonesia, yaitu Pesantren. menurut Cllifford Geertz, Pesantren
merupakan produk kebudayaan Islam Indonesia yang unik dan khas.
Lewat persinggungan panjang para kyai di Jawa, maka pesantren di
anggap menjadi kawah dibentuknya generasi Islam ala Indonesia.
Termasuk tradisi keilmuannya pun tidak sama dengan lembaga-lembaga
yang lain. Bahkan Gus Dur menganggap bahwa pesantren merupakan
sub-kultur, ia merupakan sarana informasi, komunikasi timbal balik
secara kultural dengan masyarakat, serta tempat pemupukan
solidaritas masyarakat.Bukti konkret lainnya adalah dengan
ditolaknya Piagam Jakarta sebagai konsepsi ideologi negara, para
Ulama lebih memilih pancasila sebagai dasar negara yang dianggap
paling toleran dan pluralistik. Ini menunjukkan konsistensi Ulama
dalam rangka mendukung terciptanya tatanan masyarakat yang jauh
dari diskriminatif.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/05/islam-indonesia-sebuah-catatan-pengantar/Telah
diterangkan bahwa sebelum islam datang ke Nusantara, Negara ini
sudah mempunyai dua bagian agama; lokal (agama yang berasal dari
nenek moyang sendiri) dan impor (yang berasal dari negara lain).
Agama lokal ini mempunyai dua bagian yaitu animisme dan dinamisme,
yang mana keduanya tersebut merupakan kepercayaan sekaligus
pengabdian masyarakat kepada benda atau kekuatan gaib. Hal ini
dapat dikatakan wajar karena masyarakat pasti cenderung bergantung
pada sebuah kekuatan yang paling unggul. Terlepas dari kepercayaan
ber-Tuhan, di negeri mana pun juga telah banyak menerapkan hal
serupa, dimana sebuah kepercayaan pada apapun- menjadi inti dari
sumber kehidupan. Sementara jenis agama yang disebut sebagai produk
impor itu adalah agama Hindu dan Budha. Kedua agama itu terbilang
cukup berhasil menarik simpati kaum yang masih merasa resah dengan
kebergantungan. Hingga sampai kini pun jutaan penganut agama Hindu
dan Budha di Indonesia tetap setia menjadi ummat yang taat.Beberapa
waktu kemudian, yaitu pada abad VII islam mulai menjamah Nusantara,
dan mulai berkembang luas di abad ke XIII. Perihal siapa pembawa
agama ini pun menjadi kontroversi di kalangan pemikir. Hingga
muncul empat tempat yang sering disebut sebagai asal dari agama
islam masuk ke Nusantara; yaitu India, Arab, Persia, dan Cina.Arab
dan Persia disebut sebagai dua tempat yang lebih dicenderungi
sebagai pembawa islam ke Nusantara. Berasal dari arab, karena ada
keterangan bahwa dahulu pada tahun 674 M. pertamakali kapal Bani
Umayah berlabuh di Aceh dengan tujuan dakwah islam dan berdagang.
Sementara Persia juga disinyalir sebagai asal islam di Nusantara
karena adanya kesamaan corak islam yang saat itu dibawa oleh Hamzah
Fansuri. Ia membawa ajaran islam dengan corak islamnya al-Hallaj
dari Persia, yaitu konsep wahdat al-wujud, atau kemudian dikenal
dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti, dengan tokohnya Siti
Jenar. Hamzah Fansuri inilah yang dikenal sebagai pembawa islam
pertama ke Nusantara melalui pelabuhan Aceh.Seperti telah diketahui
bahwa islam datang ke Nusantara setelah datangnya dua agama yang
juga berstatus impor, yaitu Hindu dan Budha. Bahkan sebelumnya lagi
ada pula sebuah kepercayaan nenek moyang (agama lokal); animisme
dan dinamisme. Maka agama islam tentu menjadi hal baru bagi mereka
yang dapat dibilang sudah mapan dalam beragama. Tetapi pada
faktanya islam secara tidak langsung- mampu mencuri perhatian dari
masyarakat dengan metode cerdas dari Hamzah Fansuri yang mampu
mendialogkan tasawuf falsafi timur tengahnya dengan budaya
setempat. Tasawuf falsafi itu seperti halnya yang diginakan oleh
al-Hallaj, yang menggabungkan antara filsafat Plato dan Tasawuf,
tentang wujud mutlak dan wujud mungkin, yang kemudian berlanjut
pada konsep Hulul dan ittihad.Hamzah Fansuri pertama kali
memperkenalkan islam di Aceh. Ajarannya disambut dengan baik oleh
masyarakat karena Ia mampu melogikakan ajarannya secara baik dengan
sentuhan syariat islam yang tepat. Berbeda degan agama-agama
sebelumnya yang melulu menuntut kepercayaan, walau tanpa dengan
logika kehidupan.Hal inilah yang membuat islam lebih mudah diterima
di benak masyarakat, bahkan lingkup kerajaan Aceh. Sehingga Hamzah
Fansuri diangkat sebagai Penasehat Kerajaan (Mufti), yaitu pada
masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah dan awal pemerintahan
Sultan Iskandar Muda (1589-1602 M). Maka, pengenalan ajaran islam
pun semakin mudah meluas di bumi Sumatera. Yang terkenal dari
tasawuf Fansuri adalah tentang filsafat wujudiyah. Masih dengan
corak wahdat al-wujud, Fansuri meyakini adanya kebersatuan wujud
Tuhan dengan alam, termasuk manusia. Karena sebenarnya alam tidak
berwujud, hanya Tuhanlah yang berwujud hakiki.Pandangan
wujudiyahnya itu kemudian menimbulkan kontroversi. Banyak dari
masyarakat yang sudah berpikir kritis di ranah ajaran agama. Maka
kemudian banyak orang yang meninggalkan ajaran Fansuri. Sementara
para penguasa justru mengalihkan perhatiannya pada kebutuhan
duniawi. Sejak itulah Fansuri mulai mengasingkan diri dari publik.
Karena itulah penganut ajarannya tidak dapat berkembang luas, hanya
konsep pemikirannya saja yang dapat dikenal luas.Seseorang yang
masih setia dengan ajaran Hamzah Fansuri yaitu Syamsuddin
al-Sumatrani, atau dikenal juga dengan sebutan Samudra Pasai. Ia
juga diangkat sebagai penasehat kerajaan pada pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Fansuri dan as-Sumatrani mempunyai pemikiran falsafi
yang benar. Tetapi ajaran keduanya mulai melenceng setelah
al-Sumatrani meninggal dunia, hingga terjadi kekacauan di kalangan
masyarakat. Kemudian pada saat itu pula datang seorang ulama dari
India ke Aceh, bernama Nuruddin Arraniri. Ulama bermadzhab Syafi'I
ini menentang keras ajaran Fansuri dan as-Sumatrani, karena Ia
penganut tasawuf Sunni, bukan tasawuf falsafi.Saat kerajaan Aceh
dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani (II) Arraniri diangkat menjadi
mufti kerajaan. Posisi itu dimanfaatkan Arraniri untuk menyebarkan
ajaran sunninya dan menghapus seluruh ajaran Fansuri dan
as-Sumatrani. Ia membakar kitab-kitab Fansuri dan mengusir bahkan
membunuh siapapn dari masyarakat yang masih menjalankan ajaran
Fansuri. Menurut Arraniri, Hamzah Fansuri membawa ajaran sesat
karena menganggap bahwa alam, manusia, dan Tuhan itu sama saja.
Karena itu seluruh ajarannya harus dihapuskan, serta seluruh
pengikutnya harus bertaubat.Tasawuf falsafi tentu berbeda dengan
tasawuf sunni. Tasawuf falsafi lebih bersifat plural, yang hanya
memandang maghza dari segala sesuatu. Sementara tasawuf sunni lebih
bersifat normatif, yang sangat rentan dengan justifikasi kafir,
murtad, dan sebagainya, hingga dapat berujung pada
pendiskriminasian, kekerasan, bahkan pembunuhan bagi siapapun yang
menolak.Dalam konteks kemasyarakatan, termasuk dalam hal
sosialisasi ajaran agama dengan mengundang keimanan murni
masyarakat, tentu sangat mustahil jika seandainya saat itu islam
datang ke Nusantara dengan ajaran tasawuf sunni (apalagi dengan
sikap Arraniri yang berlebihan). Metode tasawuf falsafi begitu
sukses mengambil perhatian dari masyarakat dengan tanpa kekerasan
dan paksaan, sejalan dengan misi Rasulullah SAW. Sementara metode
tasawuf sunni, juga bisa mengambil perhatian, tentu dengan sistem
paksa, serta proyek politisnya melalui pemerintah kerajaan. Maka
sebenarnya metode tasawuf sunni ini tentu tidak akan diterima di
Nusantara tanpa didahului dengan tasawuf falafi oleh Hamzah
Fansuri, yang secara beratahap mengenalkan islam, dan mengarahkan
pada Tuhan yang Esa.Pada suatu masa kemudian muncul seorang sufi
sunni bernama 'Abdurauf al-Singkili, saat posisi penasehat kerajaan
dipegang oleh Syaif Rijal setelah 30 tahun Arraniri kembali ke
negara asalnya, India. Abdurrauf menawarkan jalan tengah antara
tasawuf falsafi yang ternyata juga masih dianut oleh Syaif Rijal
sebagai penerus dari Hamzah Fansuri dengan tasawuf sunni dari
Arraniri. Maka Abdurrauf diangkat sebagai Qadli Malik al-Adil pada
masa pemerintahan Sultan ke 3, Zakiyah al-Din (1678-1688). Dia
mendamaikan dua jenis tasawuf itu dengan merujuk pada al-Qur'an dan
al-Hadits. Statemennya tentang wahdat al-wujud, tidak penyatuan
mutlak antara Tuhan dan alam seperti halnya ajaran Hamzah, tetapi
harus sesuai dengan apa yang dikandung dalam al-Qur'an dan
al-Hadits (syari'at). Tetapi Ia juga sempat mengecam Arraniri yang
telah berani memvonis sesat pada Fansuri.Sikap moderatnya itu
menjadikan perhatian tersendiri dari Raja maupun masyarakat. Maka
setelah itu muncul pula seorang sufi sunni yang meneruskan
perjuangan 'Abdurrauf as-Singkili, yaitu Syekh Yusuf al-Makassari.
Ia adalah sufi yang juga mencoba mengambil jalan tengah antara
tasawuf falsafi dan tasawuf sunni, yang menurut Azyumardi Azra
disebut dengan tasawuf Syuhudi (sejalan dengan konsep al-Sirkhindi
dan al-Dihlawi).Pada masa selanjutnya perjalanan islam diwarnai
juga dengan kedatangan pasukan belanda pada abad 17, yang juga
membawa misi kristenisasi, setelah berhasil menguasai Nusantara.
Peperangan berlatar belakang agama itu dikenal dengan Perang Padri
yang ditokohi oleh Imam Bonjol. Muncul pula penegasan identitas
untuk rakyat Nusantara (baca: Indonesia) bahwa siapa yang anti
belanda berarti dia islam, dan jika pro belanda berarti dia bukan
islam.Seiring waktu, peperangan itu bergeser menjadi "peperangan"
antara kaum Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Hal itu
disebabkan karena adanya tiga orang yang datang dari belajar di
Makkah, lalu mengajarkan ajaran Wahabi di Indonesia, yang kemudian
diikuti oleh kubu Muhammadiyah dan sebagian kubu Sarikat Islam.
Sementara kaum NU tetap getol mempertahankan tradisi agama nenek
moyang (islam tradisional setempat). Setelah itu datang pula ajaran
islam garis keras yang kemudian berusaha merebut kekuasaan
Muhammadiyah dan NU. Hingga kini ratusan masjid Muhammadiyah dan
ratusan masjid NU telah berhasil direbut oleh cabang-cabang islam
garis
keras.http://hitampolos.blogspot.com/2010/02/upaya-memposisikan-islam-di-bumi.html
Di SumatraKesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas,
dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam
adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di
Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut
berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan
Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar
Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar tahun
1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan
Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah
kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang
pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261
s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri semula bernama Marah
Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam
berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian
memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima
Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan
Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan
oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya
kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan
kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh
Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena
pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau
Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam (
1607 - 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama
Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para dai, baik lokal maupun
yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan ajaran
Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin
antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang.
Tidak saja para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia,
tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak pula yang hendak
mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah.
Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur
Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M
dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di
bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur
Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi
Mekah.
2. Di JawaBenih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya
sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini
dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat
Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi,
Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan
Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu
baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh
para dai yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri.
Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan
Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan
oleh para Wali Sanga, yaitu : a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia
dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli
pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan
pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan
Gresik b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)Dilahirkan di Aceh
tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya
lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri,
mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit.
Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Jasa-jasa Sunan Ampel : 1)
Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren
ini lahir para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri),
Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang),
Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus
untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.2) Berperan aktif dalam
membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M. 3)
Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan
Raden Patah sebagai Sultan pertama.
c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)Ia putra Syeikh
Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai
raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak.
Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah
Jawa.
d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)Putra Sunan Ampel lahir tahun
1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku.
Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)Ia tercatat paling banyak
menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit
dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat
menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar
manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga
mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini
adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam
rangka dakwah Islam.
f. Sunan DrajatNama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan
Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang
sosial. Beliau juga mengkader para dai yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g. Syarif HidayatullahNama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang
kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri.
Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain
Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif
Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan
Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon.
Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam
sekaligus kontrol politik para wali.h. Sunan KudusNama aslinya
adalah Jafar Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat
tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah
kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat
terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
i. Sunan Muria Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said
putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan
sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau
dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk
merasa tentram dan damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah
kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah.
Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki
kepastian hidup bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi
karena daulah hukum yang pasti yaitu syariat Islam
Salokantara dan Jugul Muda itulah dua kitab undang-undang Demak
yang berlandaskan syariat Islam. Dihadapan peraturan negeri
pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama
khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas
dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu
berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat
Sultan.
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh
Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim,
Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul
Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden
Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari
Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali
sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih
banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya
saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini
memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
3. Di SulawesiRibuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama
telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan
ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau
Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540
saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman
muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya
dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para dai di Sumatra, Malaka
dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau
yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat
daya pulau Sulawesi.
Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan
Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam
lebih dahulu. Melalui seorang dai bernama Datuk Ri Bandang agama
Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605
Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang
kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti
oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo
menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti
Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam
diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang
bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M.
Dengan demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh
dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai disinggahi para pedagang
dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini mendatangkan
keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak
kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin
(1653-1669).
4. Di Kalimantan Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih
dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui
Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan
Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah
semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim
kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari
tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya
saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke
negeri ini. Para dai tersebut berusaha mencetak kader-kader yang
akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah
satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.Jalur ketiga para
dai datang dari Sulawesi (Makasar) terutama dai yang terkenal saat
itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
a. Kalimantan Selatan Masuknya Islam di Kalimantan Selatan
adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu
berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta
bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan
pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono)
menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Dalam
peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai
dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk
Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan
Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan
Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah
Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah
(putra Sultan Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Mustain
Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang
Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.
b. Kalimantan TimurDi Kalimantan Timur inilah dua orang dai
terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan,
sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh
para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk
kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.Tahun 1575 M, raja
Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke
pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan
oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
5. Di Maluku.Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai
penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa,
Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya
perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini.Islam masuk ke Maluku
sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh
para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para dai
yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi
Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft
(sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim
adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke
kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak
kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu
Ternate dan Tidore.
Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :a. Raja Ternate yang
bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).b. Setelah beliau wafat
digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya
dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke
Filipina.c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.d.
Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.e. Pada
tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke
Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang
dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.Daerah-daerah di
Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau
Gebi.http://www.saefudin.info/2008/12/perkembangan-islam-di-indonesia.html#.UGp9H2cVVH0
1. Teori GujaratTeori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke
Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat
(Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:1. Kurangnya fakta
yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalampenyebaran Islam di
Indonesia.2. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama
melalui jalur Indonesia Cambay Timur Tengah Eropa.3. Adanya batu
nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297
yangbercorak khas Gujarat.Pendukung teori Gujaratadalah Snouck
Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang
mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat
timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari
Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun
1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang
memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan
ajaran Islam.Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan
Anda simak teori berikutnya.2. Teori MakkahTeori ini merupakan
teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu
teori Gujarat.Teori Makkah berpendapatbahwa Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab
(Mesir).Dasar teori ini adalah:1. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di
pantai barat Sumatera sudah terdapatperkampungan Islam (Arab);
dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudahmendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai
denganberita Cina.2.Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab
Syafii, dimana pengaruh mazhabSyafii terbesar pada waktu itu adalah
Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/Indiaadalah penganut mazhab
Hanafi.3. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu
gelar tersebut berasaldari Mesir.Pendukung teori Makkahini adalah
Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam,
jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7
dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa
Arab sendiri.Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami?
Kalau sudah paham simak teori berikutnya.3. Teori PersiaTeori ini
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya
Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:1.
Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan
Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang
Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut
dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai
dengan pembuatan bubur Syuro.2. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut
Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj.3.
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab
untuk tanda tanda bunyi Harakat.4. Ditemukannya makam Maulana Malik
Ibrahim tahun 1419 di Gresik.5. Adanya perkampungan Leren/Leran di
Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori
ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. HusseinJayadiningrat.Ketiga
teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan
kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah
disimpulkan bahwaIslam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada
abad ke 7danmengalami perkembangannya pada abad 13.Sebagai pemegang
peranan dalam penyebaran Islam adalahbangsa Arab, bangsa Persia dan
Gujarat (India).Proses masuk dan berkembangnya Islam ke
Indonesiapada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui
beberapa jalur/saluran yaitumelalui perdaganganseperti yang
dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat.