PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri fesyen di Indonesia tidak terpisahkan dari perkembangan budaya, globalisasi dan teknologi informasi yang masuk ke Indonesia dan menjadi trend, hal ini juga termasuk kepada perkembangan fesyen muslim yang terus bergerak dinamis mengikuti trend jaman dan tumbuh secara cepat. Pada tahun 2015 ekspor fesyen muslim Indonesia berdasarkan data Organisasi Konferensi Islam (OKI), berada di posisi nomor tiga dengan nilai US$ 7,18 milyar, setelah Bangladesh (US$22 milyar) dan Turki (US$14 milyar) .Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat yang lebih besar terhadap busana dan fesyen muslim dibandingkan dengan negara yang lain. Kondisi ini terlihat pada tabel 1.1 dibawah ini yakni 66,54% dari total nilai ekspor produk fesyen merupakan produk fesyen muslim. Tabel 1.1 Kontribusi Produk Fesyen Muslim pada Nilai Ekspor Produk Fesyen tahun 2015. Produk Nilai Ekspor (miliar USD) % Fesyen 18.20 100 Fesyen Muslim 12.11 66.54 Sumber: BPS, OKI dan Kemparekraf, 2015 (diolah kembali) BAB I
21
Embed
BAB 1 BAB I PENDAHULUAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2015/120430150526_1_6929.pdf · Perkembangan industri fesyen di Indonesia tidak ... UMKM fesyen muslim di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perkembangan industri fesyen di Indonesia tidak terpisahkan dari
perkembangan budaya, globalisasi dan teknologi informasi yang masuk ke
Indonesia dan menjadi trend, hal ini juga termasuk kepada perkembangan fesyen
muslim yang terus bergerak dinamis mengikuti trend jaman dan tumbuh secara
cepat. Pada tahun 2015 ekspor fesyen muslim Indonesia berdasarkan data
Organisasi Konferensi Islam (OKI), berada di posisi nomor tiga dengan nilai US$
7,18 milyar, setelah Bangladesh (US$22 milyar) dan Turki (US$14 milyar) .Hal ini
menunjukan bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat yang lebih besar
terhadap busana dan fesyen muslim dibandingkan dengan negara yang lain. Kondisi
ini terlihat pada tabel 1.1 dibawah ini yakni 66,54% dari total nilai ekspor produk
fesyen merupakan produk fesyen muslim.
Tabel 1.1 Kontribusi Produk Fesyen Muslim pada Nilai Ekspor Produk
Fesyen tahun 2015.
Produk Nilai Ekspor
(miliar USD) %
Fesyen 18.20 100
Fesyen Muslim 12.11 66.54 Sumber: BPS, OKI dan Kemparekraf, 2015 (diolah kembali)
BAB I
2
Data kontribusi ekonomi kreatif yang cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, menunjukkan terbukanya pasar ekspor serta banyaknya keinginan
masyarakat menggunakan produk fesyen muslim. Kebutuhan produk fesyen
muslim di Indonesia dan di negara lain khususnya busana muslim sangatlah tinggi.
Hal ini didukung juga dalam jurnal Thomson Reuters dan Dinard Standard pada
State of the Global Islamic Economy Repot 2015 yang ditulis oleh (Le Souk, 2015)
menurutnya, Posisi Negara Indonesia ada di posisi ketiga dari daftar konsumen
fesyen terbesar di dunia untuk masalah trend hijab atau fesyen hijab. Setelah posisi
dua negara di atasnya yaitu Turki (menduduki posisi peringkat pertama) dan Uni
Emirat Arab (menduduki posisi peringkat kedua).
Dari Gambar 1.1 dibawah ini, terlihat bahwa secara nasional perkembangan
industri kreatif fesyen yang tergolong ke dalam industri sektor pengolahan non
migas, hingga kini menempati urutan kedua setelah kuliner, dalam kurun waktu
lebih dari 5 tahun nilainya cenderung berfluktuasi. Hal ini termasuk perkembangan
industri fesyen khususnya fesyen muslim masih berupa UMKM.
Gambar 1.1 Pertumbuhan Industri Fesyen
Sumber: Data Bekraf 2018
3
Gambar 1.1 juga menunjukan bahwa kinerja bisnis sektor fesyen terus mulai
stabil yang ditandai dengan konsisten menempati urutan ke dua (15,22%) dalam
pengembangan industri kreatif Indonesia melalui BEKRAF. Keberhasilan fesyen
juga dipengaruhi dengan perkembangan trend berbusana muslim dan pekembangan
sosial media dalam bertukar informasi, trend, harga, dan lain lainnya.
Industri kreatif sudah mulai berkembang sejak tahun 2006 dan diyakini telah
merubah sistem ekonomi yang sudah berjalan seperti merubah sistem ekonomi
berbasis pertanian, merubah sistem ekonomi berbasis industri, dan merubah
ekonomi berbasis komunikasi yang masih konvensional dalam hal perdagangan
menjadi serba digitalisasi. Hal ini tentu saja mendorong percepatan pertumbuhan
dan meningkatnya persaingan, termasuk bidang ekonomi kreatif. Peningkatan
ekonomi kreatif juga mendorong peningkatan produk domestik bruto di Indonesia
sebesar Rp 852,24 Trilyun pada tahun 2015 meningkat sebanyak 4,38% dari tahun
sebelumnya (2014) sebesar Rp 784,82 Trilyun.
Gambar 1.2 Produk Domestik Bruto Sektor Ekonomi Kreatif Sumber: Hasil survey khusus ekonomi kreatif (2017)
4
Data BPS tahun 2015 (Gambar 1.3) juga menggambarkan kenaikan nilai
ekspor produk industri kreatif pada tahun 2015 yakni sebesar US$ 19,4 miliar atau
meningkat sebesar 6.6% dari tahun 2014 sebesar US$ 18,2 miliar.
Gambar 1.3 Nilai Ekspor Ekonomi Kreatif 2014 – 2015 Sumber: Hasil survey khusus ekonomi kreatif (2017)
Gambaran kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian ini dapat
dilihat pada gambar 1.4, bahwa kuliner (41,69%), fesyen (18,15%) dan kriya
(15,70%) adalah subsektor yang memberikan kontribusi PDB ekonomi dengan total
ketiga subsektor tersebut yakni sebesar 75,54%.
5
Gambar 1.4 Kontribusi PDB Ekonomi Kreatif per Sub Sektor tahun 2015
Sumber: Hasil survey khusus ekomomi kreatif (2017)
Namun dalam kenyataan di lapangan, angka tersebut belum dapat
menunjukan adanya optimalisasi dalam pencapaian target penjualan. Konsep model
bisnis untuk siap bersaing masih belum ada terutama konsep bisnis untuk bersaing
dalam menghadapi pasar global ke depan. Lebih jauhnya lagi dapat mendorong
daya saing sektor jasa dan ekspor Indonesia dan luar negeri melalui perencanaan
bisnis yang strategis dan terencana.
Peran penting dari industri kreatif adalah mampu menciptakan kemampuan
daya saing di era globalisasi dengan memiliki sumber daya manusia yang tangguh
untuk menjadi salah satu pilar dalam membangun ekonomi nasional juga sekaligus
mensejahterakan masyarakat. Pemberdayaan industri kreatif menjadi sesuatu yang
dipandang strategis mengingat penyerapannya dalam hal ketenagakerjaan serta
peluangnya dalam mendorong inovasi. Saat ini terdapat 1,5 juta unit bisnis industri
kreatif yang melibatkan 11,8 juta tenaga kerja sebagai bentuk hasil nyata sektor
6
padat karya. Khusus pada sub-sektor fesyen mampu menampung tenaga kerja
sebanyak 3,8 juta orang, didalamnya termasuk fesyen muslim 1,1 juta orang.
Jumlah tenaga kerja tersebut jika dilihat berdasarkan Provinsi di Indonesia, maka
Jawa Barat yang memiliki pemberdayaan industri kreatif yang paling banyak di
Indonesia.
Data dari Kemparekraf (2015), menunjukan hampir 34% produk fesyen
muslim berasal dari Provinsi Jawa Barat, diikuti dengan Provinsi Jawa Timur
sebesar 21% dan Provinsi Banten dan Jawa Tengah masing masing sebesar 16%
dan 14%, kondisi sumber produk fesyen muslim ini tampak dalam Gambar 1.5
berikut ini:
Gambar 1.5 Sumber Produk Fesyen di Indonesia Sumber: BPS dan Kemparekraf, 2015 (diolah kembali)
Gambar 1.5 di atas menujukan provinsi Jawa Barat berpeluang menjadi
provinsi kreatif termaju karena memiliki hampir semua sub-sektor ekonomi kreatif
sebagaimana tercantum dalam Inpres R.I Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Pengembangan Ekonomi Kreatif. Dukungan beberapa kebijakan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dalam mendorong tumbuh kembangnya industri kreatif
7
diantaranya pengembangan industri kreatif melalui sentra industri kreatif.
Pemberdayaan dan pengembangan eksistensi sentra sangat dibutuhkan dalam
menetapkan landasan yang kuat dan berkelanjutan, akan tetapi hal ini belum
sepenuhnya didukung oleh terobosan-terobosan agar sentra mampu bertahan dan
dapat mengantisipasi kondisi ekonomi serta perubahan lingkungan yang semakin
dinamis.
UMKM fesyen muslim di Jawa Barat belum maksimal dalam pencapaian
target penjualan. Hal ini dimungkinkan karena masih ada hambatan dalam faktor
produksi juga dinilai belum memahami sepenuhnya konsep model bisnis untuk
dapat siap bersaing. Para pelaku UMKM masih banyak yang belum serius
menggarap bisnisnya dengan baik, salah satunya target pemasaran dan penjualan
masih bersifat lokal dan hanya pada kalangan terbatas. Selain itu para pelaku
UMKM juga masih banyak yang kurang memahami perencanaan bisnis yang
strategis untuk dapat menguasai pangsa pasar fesyen muslim di Indonesia.
Dalam perkembangannya, industri pakaian muslim memang tidak hanya
didominasi oleh perusahaan besar saja, akan tetapi berasal dari usaha kecil dan
menengah yang memberikan andil dalam perkembangan perekonomian (Jamal Al
Maimani, 2015). Oleh sebab itu diperlukan pengembangan dan pembinaan yang
berkelanjutan agar dapat meningkatkan kemajuan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) pakaian muslim sehingga mampu mandiri dan menjadi usaha
yang tangguh (Gita, 2016).
Penelitian (Skokan Karel, et al., 2013) yang berkaitan dengan penelitian
UMKM di Czech and Slova, menjelaskan bahwa strategi bersaing dalam jangka
8
panjang yang diterapkan UMKM berupa analisis strategi, formulasi strategi,
pelaksanaan strategi & umpan balik, dapat mempertahankan UMKM dalam
menghadapi perubahan kondisi ekonomi dan persaingan. Disamping itu strategi
bersaing yang dilaksanakan saat ini oleh industri fesyen tergolong lemah, hal ini
diindikasikan dengan lemahnya daya saing harga produk dibandingkan dengan
produk dari luar negeri.
Di Indonesia sendiri, produk fesyen luar negeri masih menjadi pilihan utama
konsumen khususnya produk dari negara Cina yang terkenal lebih murah dengan
kualitas produk yang cenderung lebih baik, minimnya kemampuan internal
perusahaan dalam mengimbangi percepatan pergerakan dan perubahan dari
lingkungan bisnis yang lebih mampu yang memenuhi selera dan tuntutan pasar.
Pelaku bisnis UMKM fesyen muslim di Jawa Barat belum mampu menentukan
biaya operasional yang efisien dan mempersingkat saluran distribusi dan juga
dalam mengantisipasi tuntutan pasar akan kualitas produk.
Wheelen & Hunger (2012) menyatakan perusahaan yang memiliki model
strategi bersaing mampu menciptakan produk yang relatif lebih unggul dari para
kompetitornya. Pembinaan UMKM industri kreatif adalah sebuah solusi
meningkatkan daya saing global dan model, melalui inovasi dapat menghasilkan
nilai tambah dan daya saing UMKM industri kreatif. Saat ini produk industri fesyen
yang dihasilkan oleh UMKM fesyen muslim di Jawa Barat cenderung belum
sepenuhnya mengacu kepada tuntutan pasar. Kondisi ini dikarenakan UMKM
belum mampu menciptakan keunikan di setiap produk supaya mampu berkompetisi
dengan produk pesaing, misalnya model pakaian masih meniru produk merek lain,
9
kemasan masih konvensional, kualitas jenis kain, jahitan dan desainnya masih
standar. Hal ini menandakan bahwa para pelaku UMKM masih memiliki
keterbatasan dalam menciptakan produk yang inovatif dan sulit ditiru oleh pihak
pesaing, selain itu UMKM juga masih belum mampu maksimal dalam menjalin
kerjasama industri dengan berbagai pemangku kepentingan yang terkait, karena
masih banyak yang belum memiliki badan hukum yang jelas. Saat ini pihak UMKM
cenderung masih lemah dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis yang
cepat, pihak pelaku usaha UMKM fesyen muslim masih rentan dalam menghadapi
gejolak bisnis seperti halnya dalam perolehan bahan baku yang masih belum
sepenuhnya mampu dikendalikan dengan baik.
Permasalahan lain UMKM fesyen pada umumnya, terletak pada industri
bidang fesyen yang hingga kini juga belum mampu secara optimal melakukan
pengembangan dalam menciptakan keunikan sumber daya. Pada hakikatnya
keunikan sumber daya menjadi hal penting sebagai input / masukan bagi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnis. Keunikan sumber daya didalam
industri fesyen cenderung masih lemah, seperti dalam hal kepemilikan aset
berwujud selain itu modal kerja yang dimiliki masih belum optimal, ditambah
kondisi alat produksi yang masih belum memenuhi standar kualitas, serta
kurangnya dana investasi yang dapat menjadi kendala dalam proses penyelesaian
pesanan. Akses pembiayaan yang sulit untuk para pelaku UMKM fesyen muslim
disebabkan belum adanya kesesuaian skema pembiayaan dan kemampuan industri
kreatif yang umumnya belum bankable, risiko tinggi, arus kas yang fluktuatif, serta
10
aset yang bersifat intangible. Padahal hal ini merupakan unsur penting dalam
meningkatkan daya saing dan kinerja bisnis.
Hasil survey perilaku ekraf 2016 yang disampaikan Deputi Akses
Permodalan Badan Ekonomi Kreatif, menyebutkan bahwa hanya 24% pelaku ekraf
yang mendapat dan pinjaman perbankan. Pendapat ini diperkuat dengan data
penyaluran kredit perbankan tahun 2015 dimana penyaluran kredit perbankan untuk
sektor ekraf baru mencapai 9%. Disamping itu kepemilikan aset tidak berwujud
seringkali memiliki permasalahan terutama dalam hal menciptakan merek produk
yang masih belum banyak dikenal pasar. Reputasi perusahaan yang relatif belum
bila dibandingkan dengan produk negara lain, sehingga aset tidak berwujud sulit
untuk diterima pihak perbankan dalam hal pembiayaan. Dari sisi pihak pasar,
kondisi seperti ini menyebabkan cara mengelola kapabilitas organisasi dalam
menciptakan budaya kerja yang superior masih lemah.
Menurut Pearce dan Robinson (2009) kepemilikan sumber daya yang
memadai terdiri dari sumber daya berwujud, sumber daya tidak berwujud dan
kapabilitas organisasi, merupakan unsur penting dalam meningkatkan kinerja
bisnis. Disamping itu tidak semua pelaku UMKM industri fesyen kreatif yang
berbadan hukum dan mampu membuat laporan keuangan dengan baik, sehingga
hal ini mengakibatkan terhambatnya peminjaman modal dan dapat dilihat pada
gambar 1.6 berikut ini:
11
Gambar 1.6 Perusahaan ekonomi kreatif menurut badan usaha Sumber: Hasil survey khusus ekonomi kreatif (2017)
UMKM fesyen muslim di Jawa Barat juga masih belum maksimal dalam
mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia. Kesenjangan standarisasi
kemampuan sumber daya manusia serta belum maksimal dalam pengembangan
pendidikan dan pelatihan bagi karyawan menjadi hambatan dalam pengembangan
kedepan industri termasuk adapatasi teknologi digital dalam pemasaran produk.
Tidak semua UMKM mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital
dan merubah pola pemasaran konvensional menjadi online.
Hadirnya perkembangan teknologi digital terutama sosial media seperti