I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan cairan, asam dan basa adalah komponen homeostasis yang harus senantiasa dipelihara dan dijaga untuk keberlangsungan kehidupan yang sehat Jika terjadi kegagalan pengaturan keseimbangan cairan, asam dan basa maka akan terjadi beberapa gangguan dan penyakit seperti edema generalisata, hipertensi, gagal jantung, gagal jantung, dan lain-lain yang prevalensi dan insidensinya selalu meningkat dari waktu ke waktu (Asmadi, 2008). Ginjal selaku organ yang berperan penting dalam proses homeostatis ini adalah tetapi pada kondisi patologis tertentu, ginjal pun tidak bisa mengatur keseimbangan ini secara mandiri. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu intervensi medis baik dalam bentuk medikamentosa ataupun operatif. Contoh terapi medikamentosa adalah dengan penggunaan diuretik (Graber et al., 2006). Obat diuretik saat ini banyak macam dan jenisnya, diantaranya adalah golongan diuretik kuat, tiazid, diuretik hemat kalium, diuretic osmotik, carbonic anhydrase inhibitor dan anagonis ADH (jarang digunakan) (Stringer, 2008). Masing-masing obat tersebut mempunyai karakter dan efek serta 1
48
Embed
Bab 1, Bab 2, Bab 3, Evaluasi Praktikum, Apklin, Kesimpulan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keseimbangan cairan, asam dan basa adalah komponen
homeostasis yang harus senantiasa dipelihara dan dijaga untuk
keberlangsungan kehidupan yang sehat Jika terjadi kegagalan pengaturan
keseimbangan cairan, asam dan basa maka akan terjadi beberapa gangguan
dan penyakit seperti edema generalisata, hipertensi, gagal jantung, gagal
jantung, dan lain-lain yang prevalensi dan insidensinya selalu meningkat
dari waktu ke waktu (Asmadi, 2008).
Ginjal selaku organ yang berperan penting dalam proses
homeostatis ini adalah tetapi pada kondisi patologis tertentu, ginjal pun
tidak bisa mengatur keseimbangan ini secara mandiri. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu intervensi medis baik dalam bentuk medikamentosa
ataupun operatif. Contoh terapi medikamentosa adalah dengan
penggunaan diuretik (Graber et al., 2006).
Obat diuretik saat ini banyak macam dan jenisnya, diantaranya
adalah golongan diuretik kuat, tiazid, diuretik hemat kalium, diuretic
osmotik, carbonic anhydrase inhibitor dan anagonis ADH (jarang
digunakan) (Stringer, 2008). Masing-masing obat tersebut mempunyai
karakter dan efek serta toksisitas tersendiri yang perlu dipahami secara
mendalam sehingga perlu didalami dalam praktikum farmakologi.
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui jenis-jenis diuretik beserta perbedaannya
2. Untuk bisa membandingkan efek diuretik spironolakton, furosemide,
dan ekstrak teh terhadap kontrol (aquadest)
1
C. Manfaat Praktikum
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang macam-macam diuretik dan
perbedaannya
2. Menambah ilmu pengetahuan tentang perbandingan efek diuretik
spironolakton, furosemide, dan ekstrak teh terhadap kontrol (aquadest)
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel kembali menjadi normal (Nafrialdi, 2009).
B. Dasar Teori
Obat diuretik meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler sehingga terjadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga menurunkan resistensi
perifer sehingga menambah efek hipotensinya (Tjay & Rahardja, 2007).
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk
menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk memperkirakan akibat
dari suatu diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam tubulus ginjal
dan diuretik osmotik. Obat yang dapat menghambat transpor elektrolit di
tubulus ginjal antara lain penghambat karbonat anhidrase, benzotiazid (tiazid),
diuretik hemat kalium, dan diuretik kuat (Gupta & Neysed, 2005).
1. Diuretik Kuat
Diuretik kuat bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium,
klorida, dan kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron)
melalui inhibisi pembawa klorida. Obat yang termasuk golongan ini
adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid. Obat ini digunakan
untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh
gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama
menggunakan obat ini (Ilyas, 2011).
Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-
kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid
(Ilyas, 2011).
3
Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif
sebagai diuretik. Efek kerjanya cepat dan dalam waktu yang singkat.
Mekanisme kerja furosemid adalah menghambat penyerapan kembali
natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air,
natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang
normal. Pada penggunaan oral, furosemida diabsorpsi sebagian secara
cepat dan diekskresikan bersama urin dan feses (Lukmanto,2003).
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asenden bagian epitel
tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal (yang
menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara IV obat ini
cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai
hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Pada proses awal atauSN ringan
untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN
berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam
urin juga bekrurang (Sudoyo, 2009).
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan
terhadap penyakit dasar dan pengobatan nonspesifik untuk mengurangi
proteinuria, mengontrol edema, dan mengobati komplikasi. Diuretik
disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol
edema. Furosemid oral yang memiliki mekanisme kerja menghambat
reabsorbsi ion Na+, K+ dan Cl- dapat diberikan dan bila resisten dapat
dikombinsi dengan tiazid, metalazon, dan atau asetazolamid. Kontrol
proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko
komplikasi yang ditimbulkan (Sudoyo, 2009).
4. Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-
sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh keadaan ini terjadi
sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol
perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem
kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta
berpindahnya air dari intravaskuler ke interstitium (Sudoyo, 2009).
23
Terapi edema harus mencakup penyebab yang mendasarinya yang
reversibel (jika memungkinkan), pengurangan asupan sodium harus
dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. Tidak semua pasien edema
memerlukan terapi farmakologis. Pada beberapa pasien terapi non
farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium dan
menaikkan kaki di atas level atrium kiri. Pada kondisi tertentu diuretik
seperti furosemide yang menghambat reabsorbsi ion Na+, K+ dan Cl-
harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan
obat, rute pemberian, dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, berat ringannya penyakit dan urgen di penyakitnya
(Sudoyo, 2009).
24
B. Evaluasi
1. Bagaimana Mekanisme Kerja HCT dan Furosemide dalam
menimbulkan diuresis
a. Hidroclorothiazid
Mekanisme kerja HCT adalah menghambat reabsorbsi Na+ Cl-
pada area luminal epitel tubulus kontortus distal dengan
memnblokir reseptor Na+/Cl- di tempat tersebut sehingga
reabsorbsi air dari urin pun ikut terhambat (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
b. Furosemide
Furosemide bekerja pada ansa henle dengan menghambat
transporter Na+K/2Cl- sehingga reabsorbsi garam natrium dan
reabsorsi air juga terhambat (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI, 2007).
2. Sebutkan gejala-gejala toksik loop diuretic
a. Alergi
b. Alkalosis metabolic hipokalemia
c. Gangguan pendengaran (ototoksitas)
d. Deplesi Cairan
e. Gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipomagnesemia
(ditandai oleh lemas, haus, hipotensi).
Loop diuretik pada dosis tinggi dapat menginduksi perubahan
komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian
yang sifatnya tidak dapat pulih kembali. Ketualian adalah
manifestasi klinis yang digunakan sebagai salah satu indikator tanda
toxic effec dari loop diuretik (Neal, 2002).
3. Sebutkan kegunaan diuretic thiazide dan golongan acarbose
Diuretic Thiazid : Terapi Hipertensi, Gagal Jantung, Hiperkalsiuria
Acarbose : Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
25
4. Sebutkan klasifikasi diuretic dan cara kerjanya serta berilah
contohnya masing-masing dua!
a. Diuretik kuat
Obat ini bekerja di lengkung henle ascendens epitel tebal
melalui penghambatan reabsorpsi Na+, K+, dan Cl-. Contoh
obatnya antara lain furosemide dan bumetamid (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
b. Diuretik hemat kalium
Obat ini bekerja di tubulus colligentes (untuk obat antagonis
aldosterone) dan di akhir tubulus distal (untuk obat triamterene
dan amilorid). Antagonis aldosterone seperti spironolactone dan
eplerenon bekerja dengan cara antagonis kompetitif pada
reseptor aldosterone sehingga menghambat reabsorpsi Na+dan
Cl-, namun mampu menghemat K+. Sedangkan triamterene dan
amilorid bekerja langsung tanpa melalui penghambatan reseptor
aldosterone (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI,
2007).
c. Thiazid
Obat ini bekerja di hulu tubulus distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan klorida, contoh obatnya adalah
hidrochlorothiazid dan chlorothiazid (Departemen Farmakologi
danTerapeutik FK UI, 2007).
d. Diuretik osmotic
Obat ini bekerja di tiga tempat yaitu tubulus proximal, ansa
henle, dan tubulus collectivus. Prinsip kerja pada proximal
tubule adalah meningkatkan tekanan osmotic intralumen
sehingga menarik air ke lumen dan menghambat reabsorpsi
natrium serta klorida. Sedangkan pada ansa henle, diuretic
osmotic bekerja melalui prinsip hipertonisitas. Pada tubulus
collectivus diuretic osmotic bekerja dengan menghambat
ADH.Contoh obat diuretic osmotic antara lain mannitol,
26
gliserin, isosorbid, dan urea (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI, 2007).
e. Inhibitor carbonic anhydrase
Obat Bekerja di tubulus proksimal dengan cara menghambat
enzim carbonic anhydrase secara non kompetitif. Hal tersebut
menyebabkan penghambatan reabsorpsi HCO3- di ginjal. Contoh
obatnya adalah asetazolamid dan metazolamid (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
f. Antagonis ADH
Obat ini bekerja di duktus collectivus melalui penurunan
produksi cAMPsebagai respon ADH, hal ini menyebabkan
peningkatan diuresis. Contoh obatnya adalah lithium dan
demeclocycline (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK
UI, 2007).
5. Jelaskan efek pemberian ekstrak daun teh
Daun teh memiliki kandungan kafein yang memiliki efek diuretik
(Ratnasooriyaet al., 2009). Di dalam tubuh, kafein bertindak melalui
beberapa mekanisme, tetapi efek yang paling penting adalah untuk
menangkal zat yang disebut adenosin yang secara alamiah
bersirkulasi pada tingkat tinggi di seluruh tubuh, dan terutama dalam
sistem saraf. Di otak, adenosine memainkan peran umumnya
pelindung, bagian yang adalah untuk mengurangi tingkat aktivitas
saraf - misalnya, ada beberapa bukti bahwa adenosin membantu
untuk menginduksi mati suri pada hewan yang musiman hibernasi
(Jinka et al., 2011).
27
IV. KESIMPULAN
1. Diuretik terbagi menjadi beberapa golongan dengan karakterisik yang
berbeda yaitu diuretik kuat, tiazid, diuretic osmotik, diuretic hemat kalium
dan inhibitor karbonik anhidrase
2. Kelinci kontrol adalah kelinci dengan pengeluaran urin terbanyak
dibandingkan dengan kelinci yang diberi obat diuretic
3. Kelinci yang diberi furosemide adalah kelinci dengan jumlah pengeluaran
urin terkecil dibandingkan dengan kelinci lainnya
28
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Chulay, M. 2006. AACN Essentials of Critical Care Nursing. USA: Mc Graw Hill.
Davey, Patrick. 2005. At A Glance: Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Graber, M.A., Toth, P.P., & Herting, R.L. 2006. Dokter Keluarga University of Iowa. Jakarta: EGC.
Gupta, S and L. Neysed. 2005. Diuretic Usage in Heart Failure: A Continuing Conundrum in 2005. European Heart Journal. 26 (7): 644-649.
Hadi, Sujono. 2003. Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni.
Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson. 2003. Lecture Notes: Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ilyas, S. 2011. Penggolongan Obat. Samarinda, available from http://www.akfarsam.ac.id/ (diakses pada tanggal 9 September 2014)
Jinka, T.R., Tøien, Ø, & Drew, K.L. 2011. "Season primes the brain in an arctic hibernator to facilitate entrance into torpor mediated by adenosine A(1) receptors". Journal of Neuroscience. 31 (30): 10752–8.
Kee, L. joyce & Evelyn R. Hayes. 2006. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Lukmanto, H. 2003. Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nafrialdi. 2009. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Neal, M. J. 2006. At A Glance: Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Panggabean, Marulam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing
Ratnasooriya WD, Fernando TSP, Ranatunga RAAR. 2009. Diuretic activity of
Schmitz, G., Hans Lepper., Michael Heidrich. 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta: EGC
Shawkat, H. 2012. A review of its clinical uses. Available at: http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/early/2012/01/12/bjaceaccp.mkr063.full. (Diakses pada 6 September 2014)
Sri Lankan black tea (Camellia sinensis L.) in rats. Pharmacognosy Research; 1(1): 4-10.
Stringer, J. L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk mahasiswa. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo
Vigen, Rebecca, Rick A, Robert F. 2011. Thiazides Diuretics in The Treatment of Nephrolithiasis. Journal of International Urology and Nephrology Vol.43 pp 813-819