Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan suatu kelainan didapat berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia karena penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah (1). Trombositopenia pada ITP mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular dan faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik (1). 1
39

Bab 1-3.doc

Dec 11, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab 1-3.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan suatu kelainan didapat

berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia karena

penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya

autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G

(IgG) yang bersirkulasi dalam darah (1).

Trombositopenia pada ITP mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis

karena trombosit bersama dengan sistem vaskular dan faktor koagulasi darah

terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi

klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang

sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga

asimptomatik (1).

Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan

sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya

kurang atau sama dengan 6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan (2).

Insidensi ITP terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan kira-

kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana

jumlah kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya. Namun

pada orang dewasa, ITP paling sering terjadi pada wanita muda yaitu 72 persen

pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan 70 persen wanita ini usianya

1

Page 2: Bab 1-3.doc

kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak biasanya merupakan tipe akut, yang sering

mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited). Pada orang

dewasa umumnya terjadi tipe kronis (2).

Trombosit, antithrombin III, dan d dimer memiliki fungsinya masing-masing

dalam pembekuan darah. Trombosit memiliki nama lain keping darah yang

berfungsi dalam proses pembekuan darah. Antithrombin adalah inhibitor yang

potensial dari kaskade koagulasi. D dimer merupakan hasil dari pemecahan fibrin.

Gangguan salah satu dari ketiganya maupun salah satunya akan mengakibatkan

ketidakseimbangan hemostasis (3).

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah referat ini adalah untuk :

1. Mengetahui tentang penyakit yang disebabkan kelainan trombosit yaitu

Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP).

2. Mengetahui bagaimana penanganan yang tepat terhadap penyakit Idiopatik

Trombositopenia Purpura (ITP).

C. Manfaat

1. Agar dapat memahami penyakit yang disebabkan kelainan trombosit yaitu

Idiopatik Trombositopenia Purpura.

2. Agar dapat mengetahui penanganan penyakit Idiopatic Trombositopenia

Purpura.

2

Page 3: Bab 1-3.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Trombosit

Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit tidak

dapat dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang berada di

sumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya,

megakariosit ini pecah menjadi 3000 – 4000 serpihan sel yang dinamai trombosit.

Trombosit mempunyai bentuk bicembung dengan garis tengah 0.75 – 2.25 mm.

Ciri-ciri trombosit adalah (1):

1. Tidak memiliki inti tetapi masih bila melakukan sintesa protein walaupun

terbatas, karena didalam sitoplasma masih ada sejumlah RNA.

2. Mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai

cadangan energi dan 2 jenis granula yaitu granula α yang berisi enzim

hidrolase asam/lisosom dan granula padat yang berisi faktor penggumpalan

atau faktor V, faktor pertumbuhan serta beberapa jenis glikoprotein.

Umur trombosit setelah pecah dari sel dan masuk ke dalam darah ialah antara

8–14 hari. Konsentrasi trombosit dalam darah ialah antara 105 – 106/mL darah.

Perubahan dalam jumlah trombosit umumnya penurunan yang dihubungkan

dengan fungsinya. Keadaan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia ialah

kelainan yang disebabkan oleh mekanisme autoimun. Dalam keadaan ini, tubuh

membuat antibodi terhadap trombosit yang dibuatnya sendiri. Trombositopenia

3

Page 4: Bab 1-3.doc

dapat pula disebabkan oleh berkurangnya produksi sel-sel megakariosit oleh

sumsum tulang (2).

Gambar 1.Trombopoietin

Fungsi trombosit antara lain sebagai faktor hemostasis (peristiwa penghentian

perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah) dan thrombosis

(peristiwa penghentian perdarahan ketika endothelium yang melapisi pembuluh

darah rusak atau hilang), prosesnya mencakup pembekuan darah atau koagulasi

dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit, serta protein plasma yang

menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan pembekuan. Dalam

prosesnya melibatkan dua lintasan, yaitu (2):

4

Page 5: Bab 1-3.doc

1. Lintasan intrinsik

Lintasan intrinsik ini melibatkan faktor XII, XI, IX, VIII, dan X di samping

prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid

trombosit. Lintasan ini membentuk faktor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan

“fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, faktor

XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara

in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau

komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, faktor XII akan

diaktifkan menjadi faktor XIIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Faktor XIIa

ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi

dengan menimbulkan aktivasi timbal balik. Begitu terbentuk, faktor XIIa

mengaktifkan faktor XI menjadi Xia dan juga melepaskan bradikinin (vasodilator)

dari kininogen dengan berat molekul tinggi.1 Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+

mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini

selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor X untuk menghasilkan serin

protease 2-rantai, yaitu faktor Xa. Rekasi yang belakangan ini memerlukan

perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukan trombosit

aktif, yaitu Ca2+,faktor IXa, dan faktor X. bagi perakitan kompleks tenase, kali

pertama trombosit harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionik)

fofatidil serindan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan

inaktif. Faktor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease,

tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai reseptor untuk faktor IXa dan X pada

permukaan trombosit. Fakto VIII diaktifkan oleh thrombin dengan junlah yang

5

Page 6: Bab 1-3.doc

sangat kecil sehingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh

thrombin dalam proses pemecahan yang lebih lanjut.

2. Lintasan ekstrinsik

Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X, serta Ca2+ dan

menghasilkan faktor Xa. Produksi faktor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan

dengan ekspresi faktor jaringan pada sel endotel. Faktor jaringan berinteraksi

dengan faktor VII dan mengaktifkannya. Faktor VII merupakan glikoprotein yang

mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis dihati. Residu Gla dalam

region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan

berafinitas tinggi utuk Ca2+. Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk

faktor VIIa dengan Arg-Ile yang sama dalam faktor X yang diptong oleh

kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi faktor X menciptakan hubungan

yang penting antara lintasa intrinsic dan ekstrinsik. Pada lintasan terakhir yang

sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic dan ekstrinsik akan

mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (IIa) kemudian mengubah

fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan

trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks protrombinase yang terdisi

atas fosfolipid anionik platelet, Ca2+m faktor Va, faktor Xa, dan protrombin.

6

Page 7: Bab 1-3.doc

Gambar 2. Kaskade Faktor

7

Page 8: Bab 1-3.doc

B. Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)

1. Definisi

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau singkatan

dari 'Immune Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak diketahui

penyebabnya. 'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup memiliki sel

darah merah (trombosit). 'Purpura' berarti seseorang memiliki luka memar yang

banyak (berlebihan) (1).

ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia

yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/μL) akibat

autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi premature

trombosit dalam system retikuloendotel terutama di limpa (2).

2. Epidemiologi

Insidensi ITP pada anak-anak antara 4,0 – 5,3 per 100.000. ITP akut umumnya

menyerang anak-anak usia antara 2–6 tahun. 7 – 28 % anak-anak dengan ITP akut

dapat berkembang menjadi kronik. ITP pada anak berkembang menjadi bentuk

ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi

ITP pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi ITP kronis

dewasa adalah 58 – 66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8 – 6,6 per

100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. ITP kronik pada

umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40 – 45 tahun.

Rasio antara perempuan dan laki-laki adaah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan

pada ITP kronik adalah 2 – 3 : 1 (3).

8

Page 9: Bab 1-3.doc

Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi

dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat

terapi karena angka trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP

refrakter ditemukan kira-kira 25 – 30 % dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini

mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup

bermakna dan mortalitas kira-kira 16 % (4).

3. Etiologi

Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam

tubuhnya membentuk antibodi yang mampu menghancurkan sel-sel darah

merahnya. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat

terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita

ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel darah merah tubuhnya sendiri (5).

4. Klasifikasi

Ada 2 tipe ITP, antara lain (5):

a. Umumnya menyerang kalangan anak-anak usia 2-4 tahun yang umumnya

menderita penyakit ini. ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami

oleh orang dewasa. Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel

darah merah yang sangat rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya

perdarahan tiba-tiba. Gejala-gejala yang umumnya muncul di antaranya luka

memar dan bintik-bintik kecil berwarna merah di permukaan kulitnya. Selain itu

juga mimisan dan gusi berdarah.

b. Menyerang orang dewasa. sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat

pula terjadi pada siapa saja (ITP bukanlah penyakit keturunan). Penyakit ITP

9

Page 10: Bab 1-3.doc

untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama dibandingkan yang

dialami anak-anak. Pada saat dilakukan diagnosa, sebagian besar penderita

dewasa ITP umumnya telah mengalami adanya perdarahan yang terus meningkat

dan mudah sekali mengalami luka memar dalam kurun waktu beberapa minggu,

atau bahkan bulan. Untuk pasien wanita, meningkatnya aliran darah menstruasi

juga merupakan tanda-tanda utama. Banyak orang dewasa yang mengalami

thrombocytopenia (jumlah sel darah merah dalam darah relatif sedikit) yang tidak

terlalu parah. Pada kenyataannya, sebagian kecil orang bahkan tidak mengalami

gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya didiagnosa ITP saat melakukan

tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya

menunjukkan jumlah sel darah merah yang sedikit.

5. Patofisiologi

Sindroma ITP disebabkan oleh antibodi trombosit spesifik yang berikatan

dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh

sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fe makrofag. Pada tahun 1982 Van

Leeuwen pertama mengidentifikasi membrane trombosit glikoprotein IIb/IIIa

(CD41) sebagai antigen yang dominant dengan mendemostrasikan bahwa elusi

autoantibody dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal (6).

Diperkiraan ITP diperantai oleh suatu autoantibody, mengingat kejadian

transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP,

dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang

sehat yang menerima transfuse plasma kaya IgG, dari seorang pasien ITP.

Trombosit yang diselimuti oleh autoantibody IgG akan mengalami percepatan

10

Page 11: Bab 1-3.doc

pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang

diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi

mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian

kecil yang lain, produksi trombsit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi

trombosit yang diselimuti autoantibody oleh makrofag di dalam sumsum tulang

(intramedullary) atau karena hambatan pembentukan megakariosit

(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan

adanya masa megakariosit normal (7).

Gambar 3. Patogenesis ITP

Dari gambar 4 dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan sebagai

terapi awal ITP menghambat terjadinya klirens antibody yang menyelimuti

11

Page 12: Bab 1-3.doc

trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1). Splenektomi

sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin pula menggangu

interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody pada beberapa

pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatan trombosit dengan cara

menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan

trombosit, seangkan trombopoetin berperan merangsang progenitor megakariosit

(2). Beberapa immunosupresan non spesifik seperti azathioprin dan siklosporin,

bekerja pada tingkat sel-T (3). Antibody monoclonal terhadap CD 154 yang saat

ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan

untuk mengoITPmalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-T dan sel-B yang

terlibat dalam interaksi antibody dan pertukaran klas (4). Immunoglobulin iv

mengandung antiidiopytic antybody yang dapat menghambat produksi antibody.

Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi CD20 pada sel-sel B masih

menjadi penelitan (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan antibody sementara dari

plasma (6). Tranfusi trombosit diperlukan pada kondisi darrat untuk terapi

perdarahan. Efek dari stafilokokkus protein A masih dalam penelitian (7).

12

Page 13: Bab 1-3.doc

Gambar 4. Pendekatan Terapi ITP

6. Manifestasi Klinis

a. ITP Akut

ITP akut lebih sering dijumpai pada anak-anak, jarang pada umur dewasa,

awitan biasanya mendadak riwayat infeksi sering mengawali terjadinya

perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubella dan

rubeola) dan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus merupakan

90% dari kasus pediatric trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak

diidentifikasi adalah varisella zooser dan Ebstein barr. Manifestasi perdarahan

IPT akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intracranial biasanya terjadi

13

Page 14: Bab 1-3.doc

kurang dari 1% pasien. Pada IPT umur dewasa bentuk akut jarang terjadi, namun

dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih fulminan. IPT akut

pada anak basanya Self limiting, remisi spontan terjadi pada 90% pasien, 60%

sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 minggu (8).

b. ITP Kronik

Awitan ITP kronk biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari

ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki

perjalanan yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat terjadi beberapa hari sampai

beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi

spontan jarang terjadi dan dampaknya remisi tidak lengkap (8).

Manifestasi perdarahan IPT berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya

berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara

umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan

AT > 50.000 /μL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 – 50.0000 //μL

terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000 – 30.000 /μL terdapat perdarahan

spontan, menoragia, dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT < 10.000 /μL

terjadi perdarahan mukosa (epistasis, perdarahan gastrointestinal dan

genitourinaria) dan risiko perdarahan system saraf pusat. Perdarahan gusi dan

epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa nasal, juga

dapat ditemukan ditenggorokan dan mulut. Traktus genitouinaria merupakan

gejala satu-satunya dari IPT dan mungkin tampak perama kali pada pubertas.

Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan gastrointestinal

bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis.

14

Page 15: Bab 1-3.doc

Perdarahan intrakanial merupakan komplikasi yang paling serius dari IPT. Hal ini

mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya

di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi dari petekie sampai

ekstravasasi darah yang luas (9).

Lamanya perdarahan dapat membantu anak menentukan dan membedakan ITP

akut dan ITP kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu

dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosa lain. Penting untuk

anamnesa pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan

pemeriksaan fisis hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah

(petekie, purpura, perdarahan konjungiva dan perdarahan selaput lendir yang

lain). ITP dewasa terjadi umumnya pada usia 18 – 40 tahun dan 2 – 3 kali lebih

sering mengenai perempuan daripada pria (10).

Splenomegali ringan ((hanya ruang troube yang terisi), tidak ada

limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain normal.

Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia

dan kelainan hematology yang lain. Megatrombosit sering terlihat pada

pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow sitometri

berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada ITP

tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit

yang serupa. Salah satu diagnosa penting adalah fungsi sumsum tulang. Pada

sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak

mengandung trombosit (10).

15

Page 16: Bab 1-3.doc

Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40

tahun, pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia)

atau pada pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak

dianjurkan, banyak ahli pediatric hematology merekomendasikan dilakukan

pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai terapi kortikosteroid untuk

menyingkirkan kasus leukemia akut (3).

Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibody secara uji langsung untuk

mengukur trombosit yang berikatan dengan antibody yakni dengan Monoclonal-

Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45 – 66%, spesifitasnya 78 – 92% dan

diperkirakan bernilai positif 80 -83 %. Uji negative tidak menyingkirkan diagnosa

deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma tidak digunakan. Uji ini tidak

membedakan bentuk primer ataupun bentuk sekunder (3).

Diagnosa ITP selama kehamilan cukup sulit dilakukan, karena jumlah sel-sel

darah merah pada wanita hamil memang cukup rendah. Sekitar 5% wanita hamil

memiliki jumlah sel darah merah yang normalnya juga cukup rendah di masa

kehamilan tuanya. Penyebabnya juga tidak diketahui. Tetapi kondisi ini akan

kembali normal sesaat setelah proses bersalin dilakukan. Bayi yang lahir dari

seorang ibu yang menderita ITP kemungkinan juga memiliki jumlah sel darah

merah yang rendah dalam tubuhnya (4).

7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosa ITP diperlukan pemerikan penunjang, antara lain:

1. Pemeriksaan labolatorium darah rutin dan lengkap untuk mencari adanya

anemia hemolitika dengan fragmentasi eritrosit.

16

Page 17: Bab 1-3.doc

2. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk mencari apakah ada gangguan fungsi ginjal.

3. Biopsi kulit, otot, gusi, kelenjar getah bening atau sumsum tulang untuk

mencari apakah ada kelainan arterioal yang khas (5).

8. Penatalaksanaan

Terapi ITP ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman

sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi

menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma kepala. Terapi

khusus yaitu terapi farmakologis, antara lain (9):

a. Terapi Awal ITP (Standar)

Prednisolon. Terapi awal prednisolon atau prednisone dosis 1.0 – 1.5

mg/KgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone terjadi dalam 2

minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik

kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon

awal adalah peningkatan AT < 30.000 /ml, AT > 50.000/ μL setelah 10 hari terapi

awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespon bila peningkatan AT < 30.000/ μL,

AT 50.000/ μL setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila AT > 50.000/ μL

setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simptomatik persisten dan trombositopenia

berat (AT < 10.000/ μL) setelah mendapat terapi prednisolon perlu

dipertimbangkan untuk splenektomi.

Immunoglobullin Intervena. Immunogobullin intervena (Ig IV) dosis

1gr/Kg/hari selama 2 – 3 hari berturut-turut bila terjadi perdarahan interna, setelah

5000/ μL meskipun telah mendapatkan kortikosteroid dalam beberapa hari atau

adanya purpura yang progresif. Hampir 80 % pasien berespon baik dengan cepat

17

Page 18: Bab 1-3.doc

meningatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufisiensi

paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi

IgA congenital. Mekanisme kerja IgIV pada ITP masih belum banyak diketahui,

namun meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang

menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan

imunosupresi.

Splenektomi. Splenektomi untuk terapi ITP sudah digunakan sejak tahun 1916

dan digunakan sebagai pilihan terapi setelah steroid sejak tahun 1950-an.

Splenektomi pada ITP dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang

gagal berespon dengan terapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit

terus-menerus. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan

tempat-tempat antbodi yang tertempel trombosit yang bersifat merusak dan

menghilangkan produksi antibody antitrombin. Indikasi splenektomi sebagai

berkut: Bila AT < 50.000/ μL setelah 4 minggu (satu studi menyatakan bahwa

semua pasien yang mengalami remisi komplit mempunyai AT >50.000/μL dalam

4 minggu), angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6 -8 minggu (karena

problem efek samping), angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis

diturunkan (tapering off). Respon pasca splenektomi didefinisikan sebagai: tak

ada respon bila gagal mempertahankan > 50.000/ μL beberapa waktu setelah

splenektomi. Relaps bila AT turun < 50.000/ μL. Angka 50.000 dipilih karena

diatas batas ini, pasien tidak diberi terapi. Respon splenektomi bervariasi antara

50% sampai dengan 80%.

18

Page 19: Bab 1-3.doc

b. Penanganan Relaps Pertama

Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang

tidak berespon dengan kortikosteroid, IgIV dan Ig anti-D. Dari gambar 3.

dijelaskan bahwa lebih banyak spesialis menggunakan AT <30.000/μL. Tidak

ada consensus yang menetapkan lama terapi kortikosteroid. Penggunaan terapi Ig

anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok bagi pasien

Rh-positif. Apakah penggunaan IgIV atau Ig anti-D sebagai terapi awal

tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus.

Untuk memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT <30.000/μL

sampai 50.000/ μL tergantung pada ada tidaknya factor resiko perdarahan yang

menyertai dan ada tidaknya resiko tinggi untuk truma. Pada AT >50.000/ μL

perlu diberi IgIV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada beberapa pasien.

Pada pasien ITP kronik dan AT <30.000/μL IgIV atau metilprednisolon

meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi. Daftar untuk medikasi

terapi ITP kronik pada pasien yang mempunyai AT <30.000/ μL dapat

dipergunakan secara individual, namun danazol atau dapson sering

dikombinasikan dengan prednisone dosis rendah untuk mencapai suatu AT

hemostasis. IgIV dan Ig anti-D umunya sebagai cadangan untuk ITP yang berat

yang tidak berespon dengan terapi oral. Untuk diteruskan atau dosis diturunkan

dan akhirnya terapi dihentikan pada pasien ITP kronik dengan AT 30.000/mL atau

lebih, bergantung pada intensitas terapi yang diperlukan, toleransi efek samping,

risiko yang berhubungan dengan pembedahan dan pilihan pasien.

c. Terapi ITP Kronik Refrakter

19

Page 20: Bab 1-3.doc

Pasien refakter (+ 25 – 30 % pada ITP) didefinsikan sebagai terap

kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta lebih membutuhkan terapi

lanjut karena AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini

memiliki respon terapi yang rendah, mempunyai morbiditas yang bermakna

terhadap penyakit ini dan terapinya serta memiliki mortalitas sekitar 16%. ITP

refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut: ITP menetap

lebih dari 3 bulan, pasien gagal berespon dengan splenektomi dan AT < 30.000/

mL.

d. Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Untuk pasien yang terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa

pilihan terapi yang dapat digunakan sebagai berikut:

Steroid dosis tinggi. Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat

digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4

hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil

ini semua memberi respon yang baik (dengan AT >100.000/mL) bertahan

sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan

deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.

Metilpednisolon. Steroid perenteral seperti metilprednisolon digunakan

sebagai terapi lini kedua dan ketiga pada ITP refrakter. Metilprednisolon pada

dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap

prednisolon dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien ITP berat

menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis

diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg/hari dibandingkan dengan pasien ITP klinis

20

Page 21: Bab 1-3.doc

ringan yang telah mendapat terapi prednisolon dosis konvensional. Pasien yang

mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4.7

vs 8.4 hari) dan mempunyai angka respon (80% vs 53%). Respon steroid

intravena bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral

untuk menjaga agar AT tetap adekuat.

IVIg dosis tinggi. Immunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kgBB/hari

selama 2 hari berturut-turut sering dikombinasikan dengan kortikosteroid, akan

meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping terutama sakit kepala, namun jika

berhasil maka dapat diberikan secara intermitten atau substitusi dengan anti-D

intravena.

Anti-D intravena. Anti-D intravena telah menunjukkan peningatan AT 79-

90% pada orang dewasa. Dosis anti-D 50-75% mg/kg/hari IV. Mekanisme kerja

anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus

dibersihkan oleh RES terutama dilien, jadi bersaing dengan autoantibody yang

menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

Alkaloid vinka. Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan

meskipun mungkin bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk

meningkatkan AT dengan cepat, misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin

5 - 10 mg, setiap minggu selama 4 – 6 minggu.

Danazol. Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama 6 bulan karena respon

sering lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respon terjadi, dosis

diteruskan sampai dosis maksimal sekuang-kurangnya 1 tahun dan kemudian

diturunkan 200 mg/hari selama 4 bulan.

21

Page 22: Bab 1-3.doc

Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi. Immunosuprsif digunakan

pada pasien yang gagal berespon dengan terapi lainnya. Terapi dengan

azatrioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat

tunggal yang dapat dipertimbangkan dan responya bertahan sampai 25%. Pada

pasien yang berat, simptomatik, ITP kronik refrakter terhadap berbagai terapi

sebelumnya. Pemakaian siklofosfamid, vinkristin dan prednisolon sebagai

kombinasi telah efektif digunakan seperti pada limfoma. Siklofosfamid 50 – 100

mg p.o bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respon sampai 3

bulan turunkan sampai dosis terkecil.

Dapsone. Dapson dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan.

Pasien-pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang

rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.

e. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standard dan Terapi Lini Kedua

Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama

atau kedua dan memberi masalah besar. Beberapa diantaranya mengalami

perdarahan aktif namun lebih banyak yang berpotensi untuk perdarahan serta

masalah penanganannya. Pada umumnya ITP refrakter kronis bisa mentoleransi

trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai kualitas hidup normal atau

mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini pertama dan kedua

hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: interferon-α, anti-CD20, Campath-

1H, mikofenolat mofetil, protein A columnd dan terapi lainnya.

f. Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

22

Page 23: Bab 1-3.doc

Campatth-H dan Rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien

tidak berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT

(misalnya: perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa

pasien ITP refrakter tetapi studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan

efikasi dan keamanannya. Dalam hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi

dengan interferon-α, protein A columns, plasmaferesis dan liposomal

doksorubisin tidaklah direkomendasikan.

9. Prognosis

Respons terapi dapat mencapai 50 – 70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP

dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian

pada ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal

berkisar 2.2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47.8% untuk usia lebih

dari 60 tahun (1).

23

Page 24: Bab 1-3.doc

BAB III

KESIMPULAN

ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura) adalah suatu gangguan

autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit

darah perifer kurang dari 150.000/μL) akibat autoantibody yang mengikat antigen

trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam system

retikuloendotel terutama di limpa.

Penyebab ITP ini tidak diketahui. Ada 2 tipe ITP, antara lain: umumnya

menyerang kalangan anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun dan menyerang orang

dewasa sebagian besar dialami oleh wanita muda awitan.

Diagnosa banding ITP antara lain: anemi aplastik, leukemia akut, DIC,

TTP-HUS, APS, Myelodysplastic syndrome, hiperspelnisme, alcoholic liver

disease, IPT, psedutrombositopenia.

Pengobatan ITP dilakukan dengan farmakologi dan tindakan operatif yaitu

splenektomi.

24