LAPORAN HASIL DISKUSI SKENARIO 4Angelina Sariawan
Kelompok PBL 3
Syiva Sakinatun1006658770Tira Hamdillah
Skripsa1006658783Yuniarosa Widya Kusuma1006658796Noke
Devina1006769796Nurisna Hasanah1006769801Agnes Henny
Puspitasari1006666942Akhila Ramanitya1006666955Alifah Inarah
Ghasani1006666974Daniel R. H. Sibarani1006756950Carlo
Febianto1006658612
Mata Kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 7FAKULTAS KEDOKTERAN
GIGIUNIVERSITAS INDONESIA2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan hasil
diskusi untuk Skenario 4 dalam Blok XI Ilmu Kedokteran Gigi Klinik
7 dengan judul pemicu Angelina Sariawan. Makalah yang merupakan
laporan tertulis hasil diskusi kelompok ini akan membahas tentang
infeksi virus tercakup di dalamnya pembahasan secara detail tentang
difinisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis,
manifestasi, sampai pada rencana perawatan sesuai infeksi virus
yang diderita. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang
telah membimbing dan membantu kami menyelesaikan masalah dalam
Skenario 7 ini, di antaranya: 1. drg. Indriasti Indah Wardhany,
Sp.PM selaku fasilitator yang telah membimbing kami dalam
melaksanakan diskusi dan senantiasa memberikan arahan dan dorongan
kepada kami selama berlangsungnya diskusi,2. Para penulis buku teks
penyakit mulut dan farmakologi yang telah membantu kami menjawab
persoalan-persoalan yang ada di dalam Skenario 4 ini melalui buku,
jurnal maupun tulisan mereka,3. Orangtua dan teman-teman angkatan
2010 yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepada kami dalam
menyelesaikan tugas-tugas ini, serta4. berbagai pihak yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.Kami menyadari masih banyak
kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam laporan hasil
diskusi ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan hasil
diskusi berikutnya. Kami berharap laporan hasil diskusi ini dapat
bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan para pembaca.
Jakarta, 14 Maret 2013
Penyusun
BAB 1PENDAHULUAN
A. Latar BelakangBerdasarkan kasus, Angelina dan Randy datang ke
klinik gigi dengan keluhan-keluhan dan ciri-ciri klinis yang khas,
menunjukan suatu penyakit mulut tertentu. Penyakit mulut dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi
virus.Untuk menentukan perawatan yang tepat berdasarkan penyakit
mulut yang diderita, dokter gigi harus mempunyai pemahaman yang
baik tentang mikroorganisme penyebab penyakit, proses terjadinya
penyakit tersebut, macam-macam penyakit mulut berdasarkan etiologi,
ciri-ciri klinis dan manifestasi oral yang ditimbulkan. Oleh karena
itu diperlukan pembahasan mendetail mengenai kasus Angelina dan
Randy sebagai bekal pengetahuan mahasiswa untuk penerapan di dunia
kerja.
B. Tujuan Tujuan penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa
mampu menjelaskan:1. Definisi dari infeki virus2. Etiologi infeksi
virus3. Klasifikasi penyakit akibat infeksi virus4. Patofisiologi
infeksi virus5. Gejala klinis penyakit infeksi virus6. Manifestasi
oral penyakit infeksi virus7. Rencana perawatan pasien dengan
penyakit infeksi virus
C. Rumusan Masalah1. Apa penyakit yang diderita Angelina
berdasarkan ciri-ciri klinis yang terlihat pada mulut Angelina dan
berdasarkan keluhan-keluhan yang dirasakan Angelina?2. Apakah
keadaan yang dialami Angelina merupakan akibat dari infeksi virus?
Jika benar, jenis virus apa? Dan bagaimana proses terjadinya
penyakit tersebut?3. Apakah ada kaitan antara kondisi oral Angelina
dengan riwayat sebagai pengguna narkoba suntik?4. Apa penyakit yang
diderita Randy berdasarkan gejala-gejala yang ditunjukan oleh
Randy?5. Bagaimana penatalaksanaan perawatan Angelina dan
Randy?
D. Landasan TeoriTipe skenario: Explanation problemJudul
skenario: Angelina SariawanFasilitator: drg. Indriasti Indah
Wardhany, Sp.PMJabaran skenario:Angelina perempuan umur 29 tahun
datang ke klinik gigi dengan keluhan timbul sariawan dalam mulut,
meluas sampai ke merah bibir, tertutup luka mongering berwarna
kuning kecoklatan,. Beberapa hari sebelum timbul luka di mulut da
di bibir, Angelina terserang demam, pusing, dan lemah. Diketahui
Angelina adalah pengguna narkoba suntik. Randy keponakannya,
laki-laki umur 4 tahun sudah beberapa hari tidak mau makan, sering
menangis dan di mulutnya terdapat lesi lepuh ukuran 2-3mm, begitu
juga di telapak tangan dan kaki.Analisis masalah:
kalsifikasiEtiologi Infeksi virus
patofisiologiDefinisi
Rencana PerawatanGejala Klinis
Manifestasi Oral
Hipotesis: Angelina mengalami infeksi virus yang diperparah
riwayat penggunaan narkoba suntik Randy terinfeksi virus varicella
zoster dan diindikasikan pengobatan dengan antiviral acyclovir
E. Metode Penelitian1. Mencari sumber buku yang digunakan
sebagai referensi utama dan referensi tambahan yang bersifat
sebagai penunjang untuk melengkapi sumber-sumber yang dibutuhkan.2.
Membaca dan menganalisis kesinambungan antara isi buku dengan
kaitan permasalahan yang akan dibahas.3. Mewawancarai narasumber
guna mengklarifikasi materi dan memperoleh pengetahuan tambahan
mengenai materi yang sedang dibahas.4. Membandingkan acuan antara
satu sumber dan sumber lainnya untuk ditarik kesimpulan dari hasil
analisis yang telah dilakukan.
BAB IIPEMBAHASAN
I. Lesi pada Kulit dan Mukosa Mulut
MakulaLesi bulat datar, berbatas jelas, warna berbeda dengan
kulit normal (biasanya merah karena peningkatan vaskularitas atau
inflamasi atau berpigmentasi karena adanya melanin, hemosiderin,
benda asing, atau obat-obatan). contoh : melanotic macule
PapulaLesi padat, menonjol , berdiameter < 1cm. contoh:
hyperplastic candidiasis terlihat seperti papula kuning-putih
PlakLesi padat, menonjol, berdiameter > 1cm (papula
besar)
NodulLesi yang terdapat dalam dermis, epidermis dapat dengan
mudah digerakan diatasnya. Lesi juga menonjol diatas kulit namun
lebih sering meluas dibanding menonjol. Contoh : irritation
fibroma
VesikelBenjolan berisi cairan bening, diameternya < 1cm
BulaBenjolan berisi cairan bening, diameternya > 1cm
ErosiLesi merah lembap ang sering disebabkan oleh pecahnya
vesikel atau bula
PustulaBenjolan berisi cairan purulensi
UlserDefek di dalam epithelium, berbatas jelas, cekung, lapisan
epidermis di atasnya telah hilang, penampakan klinisnya
kuning-putih. Contoh : apthous ulcer
PurpuraLesi datar berwarna merah-ungu, yang disebabkan oleh
bocornya pembuluh darah ke dalam jaringan ikat. Jika ditekan lesi
ini tidak berubah menjadi putih
PetechiaeLesi purpura berdiameter < 0,5 cmYang lebih besar
ekimosis (ecchymoses)
II. Infeksi Virus Herpes Simplex (HSV)Herpes simplex virus (HSV)
merupakan infeksi vesikular pada kulit dan mukosa. Virus ini dapat
terjadi secara sistemic (primer) dan lokal (sekunder). Rekurensi
dari bentuk sekunder sering terjadi karena virus tetap berada di
ganglion saraf dalam bentuk laten.Famili Herpesviridae memiliki
delapan virus yang merupakan pathogen pada manusia:
Struktur umum virus herpes meliputi inti internal yang
mengandung genom viral, nukleokapsid icosahedral, tegument, dan
outer lipid envelope yang mengandung viral glycoprotein pada
permukaannya yang berasal dari membran seluler host.Umumnya,
infeksi di atas pinggang disebabkan oleh HSV-1 dan yang di bawah
pinggang oleh HSV-2, meskipun pada orang yang berganti-ganti
pasangan seksual, bisa juga ditemukan HSV-2 pada lesi oral dan
sebaliknya.
A. PatognenesisPrimary HSV infection terjadi pada pasien yang
belum memiliki kekebalan terhadap virus (kekebalan terjadi karena
kontak sebelumnya dengan virus). Infeksi primer, yang terjadi pada
kontak awal dengan virus, diperoleh dari inokulasi mukosa, kulit,
dan mata dengan sekresi yang terinfeksi. Virus ini terikat ke
permukaan sel epitel melalui heparin sulfat, yang diikuti dengan
aktivasi gen spesifik selama fase litik dari infeksi. Gen ini
adalah immediate early (IE) dan early (E) yang merupakan kode untuk
pengaturan protein dan replikasi DNA. Juga terdapat gen late (L)
yang merupakan kode untuk protein structural. Selama infeksi
primer, hanya sedikit individu yang menunjukkan gejala klinis dan
symptom dari penyakit sistemik. Gejala yang timbul pada individu
tersebut biasanya hanya gejala subklinis. Pendeteksian pada
individu ini dapat dilakukan dengan tes laboratorium untuk
memeriksa antibody HSV.Masa inkubasi setelah terpapar virus ini
adalah 2-20 hari. Gejala awalnya adalah erupsi vesikoulseratif
(gingivostomatitis awal) yang terdapat di jaringan oral dan
perioral. Erupsi ini biasa terjadi di tempat terjadinya
kontak.Setelah gingivostomatitis awal terjadi, virus bermigrasi
dengan mekanisme yang tidak diketahui, melalui lapisan periaxon
dari nervus trigerminus ke ganglion trigerminal, di mana virus ini
dapat tetap hidup dalam bentuk laten. Selama fase laten, infeksi
tidak akan terjadi. Hanya akan ada produksi dari gen E saja
sehingga tidak ada virus yang bebas tersebar. Lalu tidak ada major
histocompatibility (MHC) antigen yang terekspresikan, sehingga
tidak ada respon sel T selama fase laten. Virus lalu berjalan
sepanjang axon saraf sensoris dan menjadi infeksi laten dan kronis
pada ganglion sensoris (seperti pada ganglion trigeminal). Sifat
laten ini muncul pada saat virus berpindah dari ujung saraf
mukosa/subkutan oleh neuron/ganglia di mana genom virus ini tetap
berada pada kondisi tidak bereplikasi. Extraneuronal latency (HSV
tetap laten pada sel lain selain sel saraf seperti epithelium)
dapat berperan terjadinya lesi rekuren pada bibir. Infeksi primer
meliputi primary gingivostomatitis, genital herpes (sebagian besar
karena HSV-2), herpetic whitlow (infeksi jari saat virus
diinokulasi ke dalam jari melalui luka pada kulit; ini merupakan
bahaya kerja jika tidak menggunakan gloves), dan keratitis
(menyebabkan kebutaan), dan encephalitis.Herpetic whitlow
HSV rekuren terjadi saat HSV-1 mereaktivasi pada lokasi laten
dalam keadaan bereplikasi dan berjalan ke mukosa atau kulit yang
menyebabkan infeksi HSV recrudescent dalam bentuk vesikel atau
ulser lokalis. Faktor pemicunya antara lain stress emosional,
angin, menstruasi, demam, bedah, supresi sistem imun, luka pada
jaringan perifer akibat trauma, sunburn, atau perawatan yang memicu
imunosupresi. Reaktivasi virus menjalar dari nervus trigerminal ke
epitel awal yang terinfeksi. Dalam infeksi sekunder ini gejala
sistemik biasanya tidak terjadi. Jika infesi sekunder ini sembuh,
virus akan kembali ke ganglion trigerminal.Lesi orofasial biasanya
disebabkan oleh HSV-1 dan kemungkinan kecil HSV-2 (bersifat
sekunder karena sumbernya dari kontak orogenital). Lesi secara
klinis tidak bisa dibedakan. HSV-2 terdapat lesi pada mukosa
genital dengan pathogenesis yang sama dengan HSV-1. Namun fase
laten virus HSV-2 tersimpan di ganglion lumbosacral. Jika seseorang
sudah terkena HSV-1 terlebih dahulu, tubuh akan memiliki antibody
terhadap HSV-2.
B. Manifestasi Klinis1. Primary GingivostomatitisSebagian besar
kasus infeksi primer HSV-1 terjadi pada anak-anak dan remaja.
Gejala awal (prodromal) adalah demam 1-3 hari, kehilangan nafsu
makan, malaise, dan myalgia yang juga dapat disertai dengan sakit
kepala dan nausea. Informasi ini berguna dalam membedakan infeksi
virus ini dengan allergic stomatitis atau erythema multiforme di
mana lesi local dan gejala sistemik terjadi bersamaan. Onsetnya
tiba-tiba dan sering diikuti dengan anterior cervical
lymphadenopathy, demam, nausea, anorexia, iritabilitas, dan
beberapa lesi pada mulut. Nyeri pada oral menyebabkan kekurangan
makanan dan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit karena
dehidrasi. Fever biasanya menghilang dalam waktu 3-4 hari dan lesi
mulai sembuh dalam 7-10 hari meskipun HSV tetap ada dalam saliva
dalam jangka waktu 1 bulan setelah onset.Primary
gingivostomatitis
2. Oral FindingsDalam beberapa hari gejala awal, erythema dan
kelompok vesikel dan/atau ulser muncul pada mukosa terkeratinasi
pada palatum durum, attached gingiva, dan dorsum lidah, dan mukosa
non-terkeratinasi pada mukosa bukal dan labial, ventral lidah, dan
palatum mole. Vesikel pecah membentuk ulser yang biasanya berukuran
1-5 mm dan bergabung membentuk ulser besar dengan tepi berlekuk dan
erythema. Gingiva sering berwarna merah api, dan mulut sangat
sakit, yang menyebabkan kesulitan makan. Faringitis menyebabkan
kesulitan menelan. Kasus ringan sembuh dalam 5-7 hari, kasus berat
dapat mencapai 2 pekan.3. Recrudescent Oral HSV InfectionIstilah
recrudescent HSV digunakan untuk merujuk ulserasi yang disebabkan
oleh virus yang tereaktivasi. Pemicu reaktivasi HSV antara lain
demam, radiasi ultraviolet, trauma, stress, dan
menstruasi.Recrudescent HSV pada bibir disebut recurrent herpes
labialis (RHL) dan terjadi pada 20%-40% populasi dewasa muda. Ini
berhubungan dengan gejala awal gatal-gatal, kesemutan, atau
terbakar, diikuti dengan gambaran papul. vesikel, ulser, crusting,
dan penyembuhan lesi. Nyeri umumnya ada hanya dalam 2 hari
pertama.Intraoral recrudescent HSV pada host immunocompetent
terjadi terutama pada mukosa terkeratinasi pada palatum durum,
attached gingiva, dan dorsum lidah. Beberapa lesi disebut infeksi
recurrent intraoral HSV (RIH), gambarannya ulser tunggal atau
berkelompok yang sangat nyeri berukuran 1-5 mm denga tepi
erythematous terang. Keluhannya nyeri pada gingiva 1-2 hari setelah
scaling atau perawatan dental lain.Herpes labialisRecurrent
intraoral herpes simplex
4. HSV pada pasien immunocompromisedPasien immunocompromised
(seperti pasien yang menjalani kemoterapi, transplantasi organ,
atau AIDS), infeksi RIH dapat terjadi pada beberapa lokasi
intraoral dan dapat membentuk lesi mirip ulser yang dapat berukuran
beberapa cm dan dapat bertahan beberapa pekan atau bulan jika tidak
terdiagnosa dan tidak dirawat. Karakteristik pada pasien
imunokompromis: ukuran lesi lebih besar, ulserasi lebih dalam,
healing lebih lama, lokasi tidak khas, dan ditemukan HSV pada
saliva. Umumnya kondisi tersebut terjadi pada 50% pasien leukemia
dan 15% pasien yang menjalani transplantasi organ. Ulser tunggal
RIH tidak bisa dibedakan dari ulser aftosa rekuren jika terjadi
pada lokasi non-terkeratinasi. Ulser ini sangat nyeri dan sama
seperti yang terlihat pada pasien immunocompetent kecuali lebih
besar. Ulser ini tampak sedikit lebih cekung dengan tepi timbul.
Tanda khasnya adalah adanya vesikel atau ulser satelit berukuran
1-2 mm pada tepi ulser utama.Jika tidak terdiagnosa dan tidak
dirawat, infeksi RIH dapat menyebar ke lokasi lain dan menyebabkan
infeksi parah. Keadaan ini adalah masalah khusus pada pasien yang
menjalani transplantasi hematopoietic stem cell, di mana reaktivasi
HSV terjadi pada 70% pasien.
C. Pemeriksaan Laboratorium1. Cytology (Tzanck test)Prosedurnya
adalah vesicle di-scrap dari dasar lesi dan ditempatkan pada kaca
preparat. Kemudian diwarnai dengan Giemsa, Wrights, atau
Papanicolaous stain dan kemudian cari multinucleated giant cells,
syncytium, dan ballooning degeneration of the nucleus. Namun, ini
tidak membedakan antara HSV dengan VZV. Pemeriksaan ini
sensitivitasnya kira-kira 84%.2. HSV isolationIsolasi dan
netralisasi virus pada tissue culture merupakan metode yang paling
baik untuk identifikasi infeksi HSV-1. Dilakukan swab pada ulser
oral, lalu specimen sebaiknya dibekukan sambil menunggu dikirim ke
lab karena virus sensitif terhadap suhu. Keuntungan kultur adalah
memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dan memungkinkan
amplifikasi virion, subtyping, dan testing untuk sensitivitas
terhadap obat antiviral. Kerugiannya adalah memerlukan peralatan
khusus, mahal, dan memerlukan beberapa hari untuk memperoleh hasil
akhir. HSV yang mereaktivasi pada saliva (asymptomatic shedding)
juga akan tumbuh dalam kultur dan dapat menyebabkan salah
diagnosa.3. SerologiJarang diperlukan pada situasi klinik rutin.
Pada keadaan khusus, misalnya pasien immunocompromised, diperlukan
acute serum specimen dalam jangka waktu 3-4 hari dari onset
simptom. Jika ditemukan peningkatan antibody titer IgM (positif)
namun IgG negatif, maka infeksinya primer. Jika IgM dan IgG
positif, maka infeksinya rekuren.4. Hematologi lengkapDiperlukan
untuk melihat hitung jenis leukosit, yaitu presentase dan jumlah
sel per mm3 limfosit. (Dapat dilihat di halaman )
D. Differential DiagnosisDiagnosisDifferential
DiagnosisPerbedaan dengan Infeksi HSV
Primary herpetic gingivostomatitis
Ciri lesi: Lesi multipel Ulcer diawali dengan vesikel Lokasi
bisa di mukosa berkeratin atau tidak berkeratinInfeksi
Coxsackievirus Ulcer tidak berkelompok Tidak melibatkan gingiva
Streptococcal pharyngitis Tidak melibatkan jaringan perioral
Tidak ada vesikel
Erythema multiforme Ulcer lebih besar Tidak melalui fase vesikel
Tidak melibatkan gingiva
Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) Biasanya menyerang
dewasa muda Lesi terbatas hanya pada gingiva Tidak diawali dengan
vesikel Adanya sakit dan bau mulut
Recurrent Intraoral HSV pada pasien immuno-kompetenPada
gingiva:Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) Biasanya menyerang
dewasa muda Lesi terbatas hanya pada gingiva Tidak diawali dengan
vesikel Adanya sakit dan bau mulut
Pada palatum:Lesi traumatik
Ulcer aftosa stomatitis Lesi hanya terdapat pada mukosa tak
berkeratin (misalnya: dasar mulut, mukosa bukal, mukosa
alveolar)
Ulcer akibat infeksi CMV, fungi dan neutropenia
E. Perawatan1. Infeksi primer HSVPerawatan diarahkan pada
kontrol nyeri, perawatan suportif, dan definitif. Acyclovir
menghambat replikasi viral dan diaktivasi oleh virally produced
thymidine kinase; memiliki aktivitas kecil terhadap sel yang tidak
terinfeksi virus. Acyclovir merupakan perawatan efektif untuk
anak-anak ketika terapi diberikan dalam 72 jam pertama. Penggunaan
acyclovir 15 mg/kg 5 kali sehari pada anak menurunkan durasi demam,
mengurangi HSV shedding, menghentikan progress lesi, meningkatkan
nafsu makan, dan mengurangi kunjungan rumah sakit. Dosis acyclovir
pada dewasa 200-400 mg 5 kali sehari selama 5-7 hari. Bila dosis
tersebut tidak mempan berarti pasien imunodefisiensi. Pada Pasien
HIV (+) mungkin diperlukan intravena acyclovir.Valacyclovir
memiliki 3-5 kali bioviabilitas acyclovir, dan bersama dengan
famciclovir. Dosis valacyclovir pada terapi awal 2000 mg 2 kali
sehari; 1000 mg 3 kali sehari selama 6 hari; terapi profilaksis 500
mg 2 kali sehari selama 10-14 hari.2. HSV rekurenRHL sering ditekan
dengan mengurangi faktor pemicu, seperti penggunaan sunscreen.
Meskipun RHL adalah self-limiting, penggunaan obat antiviral
topical mengurangi shedding, infektivitas, nyeri, dan ukuran dan
durasi lesi. Obat antiviral topical seperti krim acyclovir 50%,
krim penciclovir 3%, dan krim doconasol 100% sangat efektif jika
digunakan 3-6 kali sehari pada gejala awal lesi. Terapi sistemik
dengan valacyclovir atau famciclovir (500-1000 mg 3 kali sehari)
efektif dalam merawat lesi aktif atau untuk menekan infeksi HSV
pada pasien yang mengalami episode sering, lesi besar, atau EM.3.
HSV pada pasien imunokompromisUmumnya pasien dirawat dengan
antiviral sistemik untuk mencegah penyebaran ke lokasi lain
(misalnya HSV esophagitis). Untuk pasien yang sedang menjalani
hematopoietic stem cell transplantation, terapi antiviral pada
dosis suppressive sebaiknya diawali untuk semua pasien dengan HSV
seropositive. Acyclovir dan valacyclovir menekan reaktivasi HSV
pada beberapa pasien. HSV yang resisten terhadap acyclovir paling
sering terlihat pada pasien ini, di mana virally derived thymidine
kinase yang mengaktifkan acyclovir dimutasi. Pada beberapa kasus,
foscarnet adalah obat pilihan. Dosis family acyclovir disesuaikan
dengan usia dan kesehatan ginjal.4. Preventif Berikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan perorangan yang
bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius.
Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui
bahan-bahan infeksius. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung
tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi
untuk menular. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum
ketuban pecah pada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang
terjadi pada kehamilan trimester akhir, karena risiko yang tinggi
terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada
kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang
fatal setelah infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi
Cesar disarankan hanya jika terjadi lesi aktif pada saat
persalinan. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan
seksual mengurangi risiko infeksi; belum ada anti virus yang dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun
acyclovir mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan
insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien
dengan defisiensi imunitas.5. Perawatan rutin pendukungPerawatan
rutin pendukung meliputi manajemen OH, aspirin atau acetaminophen
untuk demam dan cairan untuk mengatur hidrasi yang tepat dan
keseimbangan elektrolit. Jika pasien mengalami kesulitan makan dan
minum, diberikan topical anestesi berupa Dyclonine hydrochloride
0,5%. Jika tidak tersedia dapat diganti dengan larutan
diphenhydramine hydrochloride 5 mg/mL yang dicampurkan dengan susu.
Antibiotic tidak membantu dan kortikosteroid merupakan
kontraindikasi. Bayi yang tidak dapat minum karena severe oral pain
sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis anak untuk menjaga cairan dan
keseimbangan elektrolit. Antibiotic tidak menolong pada perawatan
primary herpes infection dan penggunaan kortikosteroid merupakan
kontraindikasi.
III. Infeksi Virus Varicella Zoster (VZV)Infeksi
varicella-zoster disebabkan oleh Varicella-Zoster Virus (VZV).
Bentuk primernya berupa varicella atau chicken pox dan infesi
sekunder atau rekurennya dikenal dengan Herpes Zoster atau
Shingles.Secara struktur, VZV mirip dengan HSV, memiliki inti DNA,
capsid, dan lipid envelope. Keduanya sama-sama memiliki masa laten
yang bertempat di ganglia sensoris dalam waktu yang tidak
ditentukan sampai adanya reaktivasi virus.
A. Etiologi dan PatogenesisInfeksi primer VZV, -herpesvirus,
menyebabkan varicela (chicken pox). Virus lalu menjadi laten,
biasanya pada ganglia akar dorsal atau ganglia nervus kranialis.
Reaktivasi menghasilkan infeksi herpes zoster (HZI), umumnya
disebut shingles. Insidensi HZI meningkat seiring usia dan derajat
imunosupresi. Virus ini cytopathic terhadap sel epitel kulit dan
mukosa, yang menyebabkan lepuh dan ulser. Transmisi biasanya
melalui pernapasan atau kontak langsung dengan lesi kulit atau
droplet dari saliva yang terinfeksi, dengan periode inkubasi 2-3
pekan.Pada varicella, penyebaran diawali dengan inhalasi cairan
yang terkontaminasi virus. Kondisi ini sangat menular dengan cara
kontak langsung dengan penderita. Dengan masa inkubasi 2 minggu,
virus berproliferasi di antara makrofag, dan menyebar dari kulit ke
organ lain lalu timbul tanda dan gejala. Penyakit ini berjalan
sepanjang sensory nerve ke sensory ganglia, di mana virus ini laten
dan tidak bisa terdeteksi aktivitasnya.Pada herpes zoster,
reaktivasi VZV yang laten umumnya jarang, tapi biasanya berhubungan
dengan adanya immunosuppressive, pemakaian obat-obatan, atau
infeksi HIV. Radiasi, pembedahan spinal cord, atau trauma local
juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi sekunder ini. Diikuti
dengan adanya sindrom prodromal berupa nyeri atau parastesia selama
beberapa hari. Hal itu terjadi karena virus menginfeksi saraf
sensoris. Ditemukan erupsi dari vesikel yang berubah menjadi pustul
dan kadang diikuti adanya ulser. Varicella berlangsung selama
beberapa minggu dan bisa diikuti dengan adanya postherpetic
neuralgia yang bisa sembuh setelah beberapa bulan.Varicella
zosterHerpes zoster
B. Clinical FindingsInfeksi VZV umumnya terjadi pada 2 dekade
pertama. Penyakit dimulai dengan demam tingkat ringan, malaise, dan
perkembangan pruritic, maculopapular rash, diikuti dengan vesikel
yang seperti embun. Lalu vesikel menjadi gelap dan pustular, pecah
(burst), dan koreng (scab), dengan kerak (crust) lepas setelah 1-2
pekan. Lesi dimulai pada tenggorokan dan wajah dan menyebar.
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dapat menyebabkan cerebellar
ataxia (kehilangan keseimbangan) dan encephalitis. Komplikasi lain
meliputi pneumonia, myocarditis, dan hepatitis.Pada pasien dengan
imunokompromis biasanya mengalami penyakit yang lebih parah dengan
lebih banyak lepuhan, berkepanjangan, dan kadang keterlibatan
paru-paru, SSP, dan liver. Infeksi bakteri sekunder oleh cocci
Gram-positif dapat mengakibatkan septic parah.HZI pada kulit
(shingles) lebih umum pada dewasa dan dimulai dengan gejala awal
selama 2-4 hari di mana sakit yang menusuk, parestesia, dan rasa
terbakar serta sensitivitas muncul di sepanjang lintasan saraf yang
terkena. Lalu terbentuk gambaran kelompok vesikel dengan dasar
kemerahan pada dermatomal atau pola zosteriform. Pola ini
menjelaskan distribusi vesikel, ulser, dan scab yang unilateral,
linear, dan berkelompok pada dermatome yang disuplai oleh satu
saraf. Saraf yang terinfeksi antara lain C3, T5, L1, L2, serta
divisi I dari saraf trigeminal. Lesi berubah menjadi koreng dalam 1
pekan dan sembuh dalam 2-4 pekan, sering meninggalkan scar dan
hypopigmentasi. Kadang, HZI dapat terjadi tanpa gambaran lesi
dermatomal, yang mempersulit diagnosis. Efek samping yang serius
namun kadang terjadi adalah nekrosis retina akut. Penyakit akan
menjadi lebih hebat dan komplikasi lebih sering dijumpai pada
pasien lansia dan pasien imunosupresi.Komplikasi HZI paling penting
adalah postherpetic neuralgia, yaitu nyeri yang bertahan selama 30
hari atau 120 hari setelah onset rash akut. Faktor predisposisi
meliputi usia yang makin tua, nyeri prodromal, dan penyakit klinis
yang lebih parah selama fase rash akut.Pasien imunokompromis sering
mengalami VZI yang muncul atypical, bilateral, dan melibatkan
banyak dermatom. Komplikasinya adalah retinitis, pneumonitis, dan
encephalitis.
C. Manifestasi OralInfeksi primer VZV adalah ulserasi akut minor
pada mulut yang pucat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas
riwayat rasa sakit dan sifat unilateral dan distribusi segmental
lesi. Bila gambaran klinisnya khas dan terdapat vesikel, maka HZ
mulut akan mudah dibedakan dari lesi multipel akut mulut, yang
biasanya bilateral dan tidak didahului atau disertai dengan rasa
sakit neurologik yang parah.Pada infeksi VZV rekuren, nervus
trigeminal divisi ophtalmicus paling sering terafeksi (herpes
zoster ophtalmicus). Keterlibatan kornea dapat menyebabkan
kebutaan. Keterlibatan nervus V menyebabkan lesi pada kelopak mata
atas, dahi, dan kulit kepala (V1); midface dan bibir atas (V2); dan
wajah bawah dan bibir bawah (V3). Dengan keterlibatan V2, pasien
mengalami gejala awal nyeri, terbakar, dan tenderness, biasanya
pada satu sisi palatum. Lalu beberapa hari diikuti dengan gambaran
ulser berkelompok yang sangat sakit berukuran 1-5 mm (jarang
vesikel, yang cepat pecah) pada palatum durum atau gingiva bukal,
pada distribusi unilateral. Ulser sering bergabung membentuk ulser
besar dengan tepi berlekuk. Ulser ini sembuh dalam 10-14 hari.
Keterlibatan V3 menghasilkan lepuhan dan ulser pada gingiva
mandibula dan lidah.Masing-masing lesi mulut dari HZI mirip dengan
yang terlihat pada herpes simpleks. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan atas riwayat rasa sakit dan sifat unilateral dan
distribusi segmental lesi. Bila gambaran klinisnya khas dan
terdapat vesikel, maka HZI mulut akan mudah dibedakan dari lesi
multipel akut mulut, yang biasanya bilateral dan tidak didahului
atau disertai dengan rasa sakit neurologik yang parah.Komplikasi
yang tidak umum pada HZI yang melibatkan ganglion geniculate adalah
Ramsay Hunt Syndrom. Pasien mengalami Bells palsy, vesikel pada
telinga luar dan hilangnya sensasi rasa pada 2/3 anterior lidah.
HZI dilaporkan menyebabkan resorpsi dan tanggalnya gigi dan
osteonekrosis tulang rahang, terutama pasien dengan HIV.
D. Differential DiagnosisNyeri pada gejala awal sebelum
munculnya vesikel dan ulser dapat menyebabkan salah diagnosis
seperti pulpitis, yang menyebabkan perawatan dental seperti terapi
endodontic tidak diperlukan.Gambaran infeksi HSV sama dan jika
ringan dan lokalis pada satu sisi dapat salah diagnosis menjadi
HZI, sehingga diperlukan kultur untuk membedakan keduanya.
Pemphigus dan pemphigoid adalah penyakit kronik dan/atau progresif
yang tidak muncul secara unilateral.Pada kasus nekrosis lokalis
parah dari jaringan lunak dan tulang, NUP perlu dipertimbangkan,
khususnya pada populasi HIV. Koinfeksi dengan CMV sering terlihat
pada pasien imunokompromis. Osteonekrosis rahang yang berhubungan
dengan bisphosphonate dan radiasi akan memiliki riwayat paparan
terhadap bisphosphonate dan radiasi, dan seringkali dipicu oleh
trauma dentoalveolar dengan tidak adanya kelompok ulser.
E. Pemeriksaan LaboratoriumIsolasi viral menggunakan kultur sel
diperlukan untuk mengkonfirmasi infeksi VZV, meskipun VZV lebih
sulit untuk dikultur. Sampel yang diberikan pewarnaan dengan metode
Giemsa, dari dasar sebuah vesikel yang masih baru akan menunjukkan
sel raksasa berinti banyak dan inklusi intranuklear. Ini dapat
membantu dalam membedakan infeksi HZ dengan erupsi vesikular
lainnya, seperti herpangina, namun infeksi herpes simpleks
menunjukkan hasil pemeriksaan yang serupa.Direct fluorescent
antibody testing menggunakan smear memiliki sensitivitas yang lebih
besar. Tes ini menggunakan smear yang diperoleh dengan scraping
lesi dan mewarnainya dengan antibody terhadap VZV conjugated
terhadap zat fluorescent.Setelah infeksi primer, IgG terhadap VZV
terdeteksi pada serum. HZI menyebabkan kenaikan sementara pada IgM
dan peningkatan level IgG, namun ini tidak dapat dipercaya untuk
tujuan diagnosis.
F. PerawatanManajemen infeksi VZV dan HZI diarahkan pada kontrol
nyeri (khususnya pencegahan postherpetic neuralgia), perawatan
suportif, hidrasi, dan perawatan definitive untuk meminimalkan
resiko penyebaran, khususnya pada pasien imunokompromis. Analgesic
yang paling baik adalah ibuprofen. Pada penderita normal tanpa
adanya penurunan imun, hanya diindikasikan supportive therapy.
Sedangkan untuk penderita immuno-compromised diperlukan obat
anti-virus, seperti acyclovir, vidarabine, dan human leukocyte
interferon, secara sistemik. Kortikosteroid
dikontraindikasikan.Perawatan infeksi primer VZV meliputi
penggunaan acyclovir (800 mg 5 kali sehari selama 7-10 hari).
Acyclovir mengurangi infektivitas, keparahan lesi, dan keperluan
rumah sakit akibat komplikasi. Namun acyclovir bioavailability-nya
jelek. Valacyclovir (1000 mg 3 kali sehari) atau famciclovir (500
mg 3 kali sehari) selama 7 hari efektif dalam merawat HZI dan
sebaiknya dimulai dalam 72 jam sejak onset. Obat-obat ini juga
mengurangi insidensi postherpetic neuralgia jika dibandingkan
dengan acyclovir.Perawatan garis pertama untuk postherpetic
neuralgia adalah gabapentin dan 5% lidocaine patch, dan perawatan
garis kedua adalah analgesic opioid dan antidepresan tricyclic.
Penggunaan kortikosteroid dan terapi antiviral bersamaan dalam
mengurangi postherpetic neuralgia tidak efektif.Vaksin untuk
pencegahan infeksi VZV (varicella-zoster immune globulin (VZIG))
terbukti mengurangi insidensi terjangkitnya varicela pada pasien
beresiko tinggi.
IV. Infeksi Coxsackievirus (CV)CV, virus RNA, adalah anggota
genus Enterovirus dan family Picornaviridae, dan memiliki gambaran
yang sama dengan poliovirus. Terdapat 23 CV tipe A (CVA) dan 6 CV
tipe B (CVB). Virus mereplikasi pertama kali di dalam mulut lalu
menyebar ke saluran gastrointestinal bawah. Transmisi utamanya oleh
fecal-oral, meskipun beberapa shedding terjadi pada saluran
pernapasan atas.Infeksi CVA terimplikasi dalam penyakit paralytiv,
penyakit seperti dingin dan infeksi saluran pernapasan atas yang
biasanya disertai demam, dan pleurodynia. Infeksi CVB (khususnya
CVB4) berhubungan dengan perkembangan aseptic meningitis, kadang
terkomplikasi dengan encephalitis, carditis, dan diserbarkan
infeksi neonatal. CVB telah terimplikasi pada pathogenesis diabetes
mellitus tipe I (insulin-dependent). CVB4 juga terimplikasi pada
pathogenesis sindrom Sjorgen primer. Enteroviral capsid protein VP1
diidentifikasi melalui immunoperoxidase staining pada sampel
kelenjar saliva pada sebagian besar pasien dengan sindrom Sjorgen
primer. Cross-reactivity antara antibody pada antigen sel B mayor
dan antigen CV telah ditunjukkan, dan dapat berperan dalam
pembuatan autoantibody pada pasien dengan sindrom Sjorgen
primer.Pada rongga mulut, infeksi CV menyebabkan 3 penyakit: HFM
disease, herpangina, dan lymphonodular pharyngitis.
A. Hand-Foot-and-Mouth Disease (HFM)CVA 16 adalah penyebab
paling umum vesicular exanthema ini. Enterovirus (EV) 71
(berhubungan dengan CVA16) adalah penyebab umum HFM disease dan
banyak terjadi di Asia Tenggara. HFM disease, bersama dengan banyak
infeksi CV, termasuk herpangina, cenderung terjadi musiman
(biasanya musim panas), terjadi pada kelompok epidemic, dan
memiliki tingkat transmisi tinggi. Inkubasi virus selama 3-5 hari.
Pasien sembuh dalam seminggu.Karakteristiknya: demam tingkat
rendah, vesikel oral, dan ulser, serta macula nonpurulen, papul,
dan vesikel pada permukaan tangan dan kaki. Lesi oral tampak lebih
ekstensif dan sering dijumpai lesi pada palatum keras, lidah, dan
mukosa bukal.Jika membandingkan kasus HFM disease yang disebabkan
oleh EV71 dengan CVA16, EV71 lebih mungkin berhubungan dengan
penyakit SSP parah (seperti meningitis dan brainstem encephalitis),
paralysis, pulmonary edema, dan kematian.Clinical Findings. HFM
disease biasanya menjangkit anak-anak berusia kurang dari 10 tahun
pada musim panas. Pasien mengalami demam ringan dan sakit pada
mulut. 75%-100% pasien memiliki skin rash, khususnya pada tangan
dan kaki (dorsa, telapak tangan, dan telapak kaki) dan 30% pada
pantat. Rash pertama kali merah dan macular lalu menjadi
vesicular.Manifestasi Oral. Manifestasi klinis terlihat selama 3-7
hari. Pasien mengalami demam dan mengeluhkan nyeri mulut dan
tenggorokan. Lesi dimulai sebagai macula erythematous dengan
pusatnya berwarna pucat yang menjadi vasikel dan cepat pecah
menjadi ulser yang diselimuti membrane fibranous berwarna kuning
dan erythema di sekitarnya. Lesi biasanya terletak pada lidah,
palatum durum dan mole, dan mukosa bukal namun dapat muncul pada
setiap permukaan oral. Setelah lesi oral muncul, tampak lesi
makulopapular multiple di telapak kaki, telapak tangan, dan jari.
Lesi ini berawal dari vesikel lalu menjadi ulser dan
koreng.Hand-foot-mouth disease
B. HerpanginaHerpangina berarti erupsi vesicular yang
menginflamasi tenggorokan. CVA (serotype 1-10, 16, dan 22) adalah
virus paling umum pada penyakit ini. Dikarenakan banyak antigenic
strains coxsackievirus, herpangina dapat terjadi lebih dari sekali
pada satu pasien.Clinical Findings. Anak-anak di bawah usia 10
tahun biasanya terjangkit dan menyebar pada musim panas. Pasien
mengalami demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dysphagia, kaku
leher, anorexia, dan myalgia yang biasanya bertahan hanya 1-3
hari.Manifestasi Oral. Setelah masa inkubasi selama 2-10 hari,
infeksi dimulai dengan gejala-gejala umum seperti demam, menggigil,
dan anorexia. Gejala oral pertama herpangina adalah nyeri
tenggorokan, dysphagia, dan nyeri saat menelan. Ada erythema
orofaring, palatum mole, dan tonsillar pillars. Lesi diawali dengan
punctuate macules yang dengan cepat berkembang menjadi papul dan
vesikel melibatkan posterior pharynx, tonsil, faucial pillars, dan
palatum mole. Lesi jarang ditemukan di mukosa bukal, lidah dan
palatum keras. Setelah 24-48 jam vesikel pecah menjadi ulser 2-4
mm. Keadaan ini bertahan selama 5-10 hari. Pasien sembuh dalam 1
minggu. Lymphonodular pharyngitis dipertimbangkan sebagai varian
herpangina dan berhubungan dengan CVA10.Herpangina dapat dibedakan
dengan infeksi HSV primer: Herpangina terjadi secara epidemik,
infeksi HSV tidak Herpangina lebih ringan daripada infeksi HSV Lesi
dari herpangina terdapat pada pharynx dan bagian posterior dari
mukosa oral, sedangkan HSV pada umumnya mempengaruhi bagian
anterior mulut Herpangina tidak menyebabkan gingivitis menyeluruh
Lesi dari herpangina lebih kecilHerpangina
C. Acute Lymphonodular PharyngitisMerupakan variasi dari
herpangina yang disebabkan oleh coxsackievirus A10. Distribusi lesi
sama dengan herpangina, tetapi terlihat nodul kuning-putih yang
tidak berubah menjadi vesikel atau ulser. Merupakan self-limiting
disease dan hanya ada perawatan yang membantu mengurangi
gejala.
D. Differential DiagnosisLesi HFM disease dan herpangina dapat
menyerupai primary herpetic gingivostomatitis. Lesi pada telapak
tangan dan kaki adalah ciri khas HFM disease, dan ulser pada rongga
mulut posterior adalah ciri khas herpangina. Gingiva berwarna merah
dan sangat nyeri jika ciri-ciri infeksi primer HSV, dan tidak umum
pada infeksi CV. Infeksi primer HSV juga cenderung menyebabkan
gejala konstitusional lebih parah. Chicken pox muncul dengan lesi
kulit vesicular generalis, namun ulser tidak jelas pada rongga
mulut; pasien juga lebih sakit.Infeksi Streptococcal pada
tenggorokan umumnya tidak menghasilkan vesikel atau ulser pada HFM
disease atau herpangina melainkan purulent exudates, meskipun
tampak mirip; kultur membedakan keduanya. Infectious mononucleosis
(infeksi primer EBV) juga dapat muncul dengan nyeri tenggorokan dan
purulent exudates, namun serology membedakannya dari infeksi
CV.
E. Tes LaboratoriumInfeksi CVB dapat didiagnosa dengan kultur
(biasanya dari tenggorokan atau feces), namun hanya CVA9 dan CVA16
tumbuh dan CVA paling baik diidentifikasi dengan inokulasi ke dalam
bayi tikus. Reverse transcriptase PCR adalah cara lain yang
sensitif dan cepat dalam mengidentifikasi viral RNA.Sebuah smear
yang diambil dari basis vesikel dan dilapisi dengan Giemsa, tidak
akan menunjukkan ballooning degeneration atau multinucleated giant
cell. Hal ini akan membantu membedakan herpangina dengan herpes
simplex dan herpes zoster, yang akan menunjukkan perubahan
ini.Diagnosis biasanya dibuat pada temuan klinis, dan kultur dan
biopsy jarang diperlukan untuk diagnosis. Biopsy kulit HFM disease
dan herpangina menunjukkan vesikel intraepidermal dengan mixed
lymphocytic dan neutrophilic infiltrate, degenerasi sel epidermal,
dan edema dermal. Eosinophilic nuclear inclusion dan
intracytoplasmic picornavirus particles terlihat pada pembuluh
darah dermal di sekitarnya.
F. PerawatanInfeksi CV adalah self-limiting (kecuali komplikasi
muncul atau pasien imunokompromis), dan manajemen diarahkan pada
kontrol demam dan nyeri mulut, perawatan suportif, dan membatasi
kontak dengan yang lain untuk mencegah penyebaran infeksi. Obat
kumur sodium bicarbonate yang dicampur dalam air hangat dapat
membantu meringankan rasa tidak nyaman pada pasien. Hidrasi yang
cukup dan anestesi topical bila proses makan dan menelan
benar-benar sulit. Agen antiviral efektif untuk CV tidak
tersedia.
V. Infeksi Cytomegalovirus (CMV)A. Etiologi dan PatogenesisCMV
adalah -herpesvirus. Infeksi primer dapat asimptomatik atau
menyebabkan penyakit infeksi mirip mononukleus. Manifestasi infeksi
dan penyakit paling terlihat pada populasi imunokompromis, seperti
pasien yang menerima transplantasi organ atau yang mengidap AIDS.
Ini adalah penyebab pneumonia paling umum dalam 120 hari pertama
setelah transplantasi hematopoietic stem cell. Saat terekspos CMV,
virus menjadi laten dalam sel jaringan ikat, seperti endothelium
pembuluh darah, sel mononuclear, sel darah putih, dan sel epitel.
CMV dalam sel endothelial dapat menyebabkan inflamasi vaskuler,
oklusi vaskuler, dan kerusakan organ dalam. Transmisi dengan
transfer langsung sel darah putih melalui kontak intim dan melalui
produk darah. Pada resipien transplantasi organ, CMV pada organ
donor menyebabkan infeksi pada resipien.Infeksi CMV mukokutan
(paling banyak perianal) menunjukkan infeksi CMV lokasi mukokutan
biasanya bagian infeksi polymikrobial dengan HSV atau VZV.
B. Clinical FindingsInfeksi CMV primer menunjukkan kesamaan
terhadap infectious mononucleosis dengan marked lymphocytosis.
Komplikasi serius meliputi meningoencephalitis, myocarditis, dan
trombositopenia.Kira-kira 90% pasien AIDS memiliki antibody
terhadap CMV. CMV cenderung melibatkan mata (CMV retinitis yang
mengakibatkan kebutaan jika tidak dirawat), saluran
gastrointestinal (CMV enteritis), dan mucocutaneous sites,
khususnya area perianal dan perigenital.
C. Manifestasi OralInfeksi CMV di dalam mulut pada pasien
imunokompromis cenderung muncul sebagai ulser nekrotik besar
tunggal dan jarang multiple. Biasanya sangat nyeri dan dapat muncul
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Banyak lokasi terlibat.
Sampai 1/3 dari beberapa ulser koinfeksi dengan virus lain dari
family herpes, khususnya HSV dan VZV.Kadang, terjadi osteomyelitis
mandibula dan gigi tanggal yang berhubungan dengan infeksi CMV dan
VZV. Kedua virus berhubungan dengan vasculopathy dan
thrombosis.
D. Differential DiagnosisCMV sering terlihat bersamaan dengan
infeksi HSV atau VZV, dan pada beberapa situasi, dapat menjadi
penonton (bystander) bukan patogenik. Oleh karena itu, evaluasi
untuk dua virus lain penting untuk ulser tunggal atau banyak pada
populasi imunokompromis. Pada pasien HIV/AIDS, infeksi dengan
mycobacteria, fungi, dan organism lain harus disingkirkan.Ulser
tunggal onset akut yang ada selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan sebaiknya dievaluasi untuk squamous cell carcinoma
atau keganasan lain.Tumor kelenjar saliva jinak atau ganas atau
tumor jaringan lunak juga dapat menjadi ulser sekunder dari trauma.
Ulser tunggal pada lidah juga dapat mewakili traumatic ulcerative
granuloma.
E. Tes LaboratoriumInfeksi CMV pada rongga mulut yang berupa
ulser cenderung berada pada sel endothelial dan monosit jaringan.
Infeksi sistemik umumnya teridentifikasi dengan kultur darah
menggunakan shell vials sel yang dikultur di mana antigen CMV
dideteksi melalui penggunaan antibody monoclonal; CMV sulit tumbuh
dalam kultur.Biopsy untuk pemeriksaan mikroskopis dan/atau untuk
memperoleh jaringan untuk kultur adalah pilihan tes untuk
identifikasi CMV pada ulser. Infeksi CMV menghasilkan inklusi
intranuclear besar (mewakili inti nucleoprotein) dalam sel
endothelial dan monosit dalam jaringan ikat, dengan inflamasi
kronik non-spesifik. Penggunaan immunohistochemical staining
membantu mengidentifikasi CMV jika ada sedikit sel yang terinfeksi.
Penting untuk memastikan biopsy meliputi epitel normal karena jika
ulser terkoinfeksi dengan HSV atau VZV, ini akan teridentifikasi
pada biopsy pada intact epithelium dekat ulser.
F. PerawatanPasien sebaiknya dirawat dengan anestesi topical dan
analgesic sistemik seperlunya, dengan modifikasi diet dan hidrasi
yang baik. Infeksi CMV dirawat dengan ganciclovir, valganciclovir,
atau cidoclovir.
VI. Infeksi Virus Epstein-Barr (EBV)Infeksi mononucleosis adalah
penyakit simptomatis yang berasal dari paparan terhadap virus
Epstein-Barr (EBV, HHV-4). Infeksi biasanya terjadi oleh kontak
intim. Penyebaran umumnya intrafamilial, dan sekali seorang
terpapar, EBV tetap pada host seumur hidup. Anak-anak umumnya
terinfeksi melalui saliva pada jari yang terkontaminasi, mainan,
atau benda lain. Pada dewasa, kontak virus melalui transfer saliva
langsung, seperti berciuman, oleh karena itu nama lainnya adalah
kissing disease. Paparan selama masa anak-anak biasanya
asimptomatik, dan infeksi paling simptomatik pada dewasa muda.Di
samping infectious mononucleosis, EBV telah menunjukkan lesi oral
hairy leukoplakia (OHL) dan berhubungan dengan beberapa kelainan
lymphoproliferative, nasopharyngeal carcinoma, beberapa gastric
carcinoma, dan kadang tumor otot polos.
A. Gambaran KlinisSebagian besar infeksi EBV pada anak
asimptomatik. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun dengan
gejala, yaitu demam, lymphadenopathy, pharyngitis,
hepatosplenomegaly, dan rhinitis atau cough (batuk). Anak berusia
di atas 4 tahun terafeksi sama namun menunjukkan prevalensi
hepatosplenomegaly, rhinitis, dan cough yang lebih rendah.Sebagian
besar dewasa muda mengalami demam, lymphadenopathy, pharyngitis,
dan tonsillitis. Hepatosplenomegaly dan rash tidak terlalu sering
terlihat. Pada orang dewasa lebih dari 40 tahun, demam dan
pharyngitis paling banyak terlihat. Komplikasi yang mungkin
meliputi splenic rupture, trombositopenia, autoimmune hemolytic
anemia, dan masalah neurologic.Pada classic infectious
mononucleosis pada dewasa muda, prodromal fatigue, malaise, dan
anorexia terjadi sampai 2 pekan sebelum perkembangan pyrexia. Suhu
mencapai 104oF dan bertahan selama 2-4 hari. Lymphadenopathy
terlihat pada 90% kasus dan tampak membesar, simetris, dan tender
nodes, sering dengan keterlibatan posterior and anterior cervical
chains. Lebih dari 80% kasus pada dewasa muda memiliki pembesaran
tonsilar oropharyngeal, kadang dengan eksudat permukaan difus dan
abses tonsil sekunder.Lesi oral selain pembesaran lymphadenopathy
adalah petechiae pada palatum durum atau mole. Biasanya hilang
dalam 24-48 jam. NUG juga sering terjadi. Infectious mononucleosis.
Infeksi akut yang mempengaruhi jaringan limfoid ke seluruh tubuh,
infectious mononucleosis terlihat pada remaja dengan insidensi
puncak usia 15-20 tahun. Organisme ada pada saliva dan dapat
menyebar melalui ciuman. Inkubasi selama 4-7 pekan, bisa lebih
singkat pada anak-anak (10-40 hari). Gejala meliputi demam ringan
dengan lymphadenopathy generalis dan limfosit abnormal pada darah.
Demam, tonsillitis, dan fatigue umum, dan banyak pasien memiliki
splenomegaly. Limfositosis adalah gambaran khas. Infeksi EBV
kronis, persisten, atau tereaktivasi. Gejala meliputi fatigue
persistent, dengan atau tanpa temuan fisik atau lab. Persebaran EBV
melalui sekresi respirasi, terutama melalui kontak oral. Pada
pasien dengan sosioekonomi rendah, terpapar EBV pada usia awal,
sedangakan pada pasien dengan sosioekonomi tinggi, infeksi primer
biasanya tertunda sampai remaja atau dewasa muda. Burkitts
lymphoma. Adalah tumor sangat ganas yang cepat menyebar dengan
metastasis yang luas. Penyakit ini sering terjadi di Afrika dengan
endemic malaria. Efek parasit malaria pada sistem
reticuloendotalial dapat menyebabkan respons abnormal terhadap
infeksi EBV. EBV lalu menghasilkan perubahan ganas pada jaringan
limfoid (limfoma) bukannya proliferasi jinak. Nasopharyngeal
carcinoma. Hairy leukoplakia. Adalah area putih dan timbul
B. DiagnosisDiagnosis berdasarkan gambaran klinis dan sebaiknya
dikonfirmasi melalui prosedur lab. Hitung sel leukosit meningkat
dengan differential count menunjukkan limfositosis relatif yang
dapat menjadi 70%-90% selama pekan kedua. Atypical limfositosis
biasanya muncul pada darah perifer. Temuan serologi pada EBV adalah
adanya Paul-Bunnel heterophil antibody; tes cepat untuk antibody
ini tersedia dan murah. Lebih dari 90% pasien dewasa muda memiliki
temuan positif heterophil antibody, namun pasien yang berusia
kurang dari 4 tahun sering negatif. Indirect immunofluorescent
testing untuk mendeteksi antibody spesifik EBV (IgM) sebaiknya
digunakan pada pasien yang diduga memiliki infeksi EBV yang negatif
pada tes Paul-Bunnel. ELISA dan recombinant DNA-derived antigen
dapat menggantikan indirect immunofluorescent test.
C. Perawatan dan PrognosisInfectious mononucleosis sembuh dalam
4-6 pekan (ringan dan self-limiting). Antipiretik tanpa mengandung
aspirin dan NSAID dapat digunakan untuk meminimalkan sebagian besar
gejala. Komplikasi yang jarang meliputi splenic rupture, hepatitis
yang berhubungan dengan EBV, dan Bells palsy. Pasien dengan
pembesaran limpa sebaiknya menhindari olahraga kontak untuk
mencegah splenic rupture. Kadang, fatigue dapat menjadi kronik.
Pada pasien imunokompromis, proliferasi polyclonal B-lymphocyte
dapat terjadi dan mungkin menyebabkan kematian.Keterlibatan
tonsilar dapat menyerupai streptococcal pharyngitis atau
tonsillitis. Perawatan dengan ampicilin dan penicillin sebaiknya
dihindari karena penggunaan antibiotic tersebut pada infectious
mononucleosis berhubungan dengan prevalensi allergic morbiliform
skin rashes yang meningkat.Kortikosteroid direkomendasikan.
Peningkatan prevalensi encephalitis dan myocarditis terlihat pada
pasien yang memiliki infectious mononucleosis dan dirawat dengan
steroid. Penggunaan kortikosteroid menghasilkan durasi demam yang
lebih singkat dan penyusutan pembesaran jaringan limfoid, namun
penggunaannya harus dibatasi pada kasus yang mengancam nyawa
(seperti pada pasien dengan gangguan pernapasan atas karena
lymphadenopathy yang besar).
VII. Pemeriksaan HematologiHasil normal hematologi rutin: Hitung
sel darah merah: Laki-laki: 4,5-6,2 juta sel/mm3 Wanita: 4-5,5 juta
sel/mm3 Bayi: 3,8-6,1 juta sel/mm3 Anak: 3,6-4,8 juta sel/mm3 :
polisitemia : anemia Hitung sel darah putih: 5000-10.000 cells/mm3
: infeksi bakteri, penyakit destruksi jaringan, leukimia : anemia
aplastik, drug-induced myelosuppresion, infeksi virus, sepsis
bakteri Hematokrit: Laki-laki: 40%-54% Wanita: 37%-47% Wanita
hamil: 30%-46% Bayi: 29%-54% Anak: 31%-45% (< 30%): anemia,
limfosarcoma, mieloma multiple, sirosis hepatitis, athritis
reumatoid, ulkus peptikum (> 55%): hipovolemia, dehidrasi,
polisitemia vera, diare berat, asidosis diabetikum,emfisema paru,
iskemik serebral, eklamsia, efek pembedahan, luka bakar Hemoglobin:
Laki-laki: 13,5-18 gm/dL Wanita: 12-16 gm/dL Wanita hamil: 10-15
gm/dL Bayi: 10-17 gm/dL Anak: 11-16 gm/dL (< 10 gm/dL): anemia,
Obat: Antibiotik, aspirin (> 18 gm/dL): polisitemia, Obat:
metildopa , gentamicin Hitung platelet/trombosit: 140.000-400.000
sel/ mm3 Evaluasi fungsi platelet: 140.000 sel/mm3: trombositopenia
100.000 sel/mm3: potensi perdarahan dan hambatan pembekuan darah
50.000 sel/mm3: masalah perdarahan klinis 20.000 sel/mm3:
perdarahan spontan dengan membahayakan nyawa Nilai eritrosit
rata-rata: Isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV:mean corpuscular
volumeatau volume eritrosit rata-rata)MCV mengindikasikan ukuran
eritrosit: mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal),
dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan
mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung
eritrosit.MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrositNilai rujukan:
Dewasa: 80 - 100 fL (baca femtoliter) Bayi baru lahir: 98 - 122 fL
Anak usia 1-3 tahun: 73 - 101 fL Anak usia 4-5 tahun: 72 - 88 fL
Anak usia 6-10 tahun: 69 - 93 fLMasalah klinis: Penurunan nilai:
anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi,
artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit,
hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi Peningkatan nilai: anemia
makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati kronis;
hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12,
antikonvulsan, antimetabolik) Berat (MCH:mean corpuscular
hemoglobinatau hemoglobin eritrosit rata-rata)MCH mengindikasikan
bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya.
MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya
dengan hitung eritrosit.MCH = (hemoglobinx10) : hitung
eritrositNilai rujukan: Dewasa: 26 - 34 pg (baca pikogram) Bayi
baru lahir: 33 - 41 pg Anak usia 1-5 tahun: 23 - 31 pg Anak usia
6-10 tahun: 22 - 34 pgMCH dijumpai meningkat pada anemia
makrositik-normokromik atau sferositosis, dan menurun pada anemia
mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.
Konsentrasi (MCHC:mean corpuscular hemoglobin concentrationatau
kadar hemoglobin eritrosit rata-rata)MCHC mengindikasikan
konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai
MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta
talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari
hemoglobin dan hematokrit.MCHC = (MCH : MCV) x 100 % atau MCHC =
(Hb : Hmt) x 100 %Nilai rujukan: Dewasa: 32 - 36 % Bayi baru lahir:
31 - 35 % Anak usia 1.5-3 tahun: 26 - 34 % Anak usia 5-10 tahun: 32
- 36 % Perbedaan ukuran (RDW:RBC distribution widthatau luas
distribusi eritrosit)RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari
eritrosit. RDW adalah pengukuran luas kurva distribusi ukuran pada
histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah
lengkap (full blood count, FBC) denganhematology analyzer. Nilai
RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum
nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.Peningkatan
nilai RDW dapat dijumpai pada: anemia defisiensi (zat besi, asam
folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.
Hasil normal hematologi lengkap/hitung darah lengkap: Hematologi
rutin Laju endap darah Nilai normal dewasa pria < 15 mm/jam
pertama, wanita < 20 mm/jam pertama Nilai normal lansia pria
< 20 mm/jam pertama, wanita < 30-40 mm/jam pertama Nilai
normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama Nilai normal anak < 10
mm/jam pertamaLED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau
inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik,
dan penyakit keganasan. LED yang sangat rendah menandakan gagal
jantung dan poikilositosis. Hitung jenis leukosit Basofil 0%-1%
(absolut 20-100 sel/mm3) : inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan
infeksi atau inflamasi : stress, reaksi hipersensitivitas,
kehamilan, hipertiroid Eosinofil 1%-3% (absolut 50-300 sel/mm3) :
alergi, infeksi parasit, penyakit Hodgkin, sarkoidosis, karsinoma
metastatik, dan penyakit kulit kronik (autoimun) : stress, luka
bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal Neutrofil batang 3%-5%
(absolut 150-500 sel/mm3) Neutrofil segmen 50%-70% (absolut
2500-7000 sel/mm3) : infeksi bakteri, terapi steroid, hemoragi akut
: anemia aplastik, neutropenia siklik, kemoterapi kanker, infeksi
virus Limfosit 25%-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3) : infeksi virus
tertentu (mononukleosis) : kanker, leukemia, gagal ginjal, SLE,
pemberian steroid yang berlebihan Monosit 4%-6% (absolut 200-600
sel/mm3) : infeksi beberapa bakteri (endokarditis bakterial
subakut, tuberculosis, dan demam tifus) : Leukemia limfositik,
anemia aplastikLimfositosis dikatakan relatif jika hanya presentase
limfosit yang berubah (meningkat), sedangkan dikatakan absolut jika
presentase dan jumlah sel per mm3 meningkat.
VIII. RujukanA. Prosedur Rujuk/Konsultasi MedisKategori pasien
yang membutuhkan dokter gigi melakukan konsultasi di antaranya
adalah:1. pasien dengan problem medis yang telah diketahui, yang
telah dijadwalkan untuk perawatan dental2. pasien dengan
abnormalitas yang terdeteksi ketika pembuatan riwayat, pemeriksaan
fisik atau studi laboratori3. pasien yang memiliki risiko tinggi
perkembangan problem medis tertentuKetika dibutuhkan konsultasi
spesifik, harus dipilih konsultan yang tepat terhadap masalah yang
terjadi, serta menulis masalah dan pertanyaan spesifik yang perlu
dijawab. Penjelasan yang cukup tentang prosedur dental yang
direncanakan dan kemungkinan efeknya pada pasien serta penjelasan
tentang tanda dan gejala tertentu, atau abnormalitas hasil
laboratorium. Permintaan tertulis tentang informasi yang ingin
didapat dari konsultan harus ditulis dengan jelas.Pada umumnya,
rujukan untuk konsultasi oral medicine adalah sebagai berikut:
Diagnosis dan perawatan non bedah dari berbagai macam masalah
orofasial, termasuk penyakit mukosa oral, disfungsi
temporomandibular dan miofasial, nyeri rahang dan fasial kronis,
anomali dental dan lesi tulang, hipofungsi saliva dan kelainan
kelenjar saliva lain, serta kelainan sensasi oral, seperti
dysgeusia (penurunan daya perasa), dysesthesia (sensasi abnormal
yang kurang menyenangkan), dan glossodynia (sindrom burning mouth)
Perawatan dental dari pasien dengan masalah medis yang mempengaruhi
rongga mulut atau yang memerlukan modifikasi Saran terhadap
manajemen penyakit dental yang tidak merespon perawatan standar,
seperti karies rampan atau penyakit periodontal di mana terdapat
kofaktor etiologik penyakit sistemik
B. Surat Rujukan dan KonsultasiEfektivitas dari kebanyakan
konsultasi dan rujukan dapat meningkat jika surat dari dokter gigi
perujuk menjelaskan detail spesifik dari situasi klinik.Informasi
yang esensial dari surat rujukan meliputi: identifikasi pasien,
ringkasan evaluasi klinis yang dirujuk, lampiran material
diagnostik, harapan dari konsultasi, dan identifikasi dari klinisi
perujuk.1. Identifikasi pasien: Berupa nama, alamat, institusi,
umur, jenis kelamin, dll2. Ringkasan pasien: keluhan utama, data
riwayat pasien, hasil pemeriksaan klinis, diagnosis, dan informasi
tambahan lain yang diperlukan.3. Lampiran material diagnostik:
radiograf, hasil lab, dan hasil komunikasi dengan klinisi lain.
Konsultan harus diberitahu jika material-material ini
dilampirkan.4. Harapan konsultasi: Klinisi perujuk harus
menjelaskan harapan/ekspektasi/apa yang diinginkan dari konsultan,
walaupun masalahnya terlihat jelas. Klinisi perujuk harus
menjelaskan, apakah konsultan diharapkan untuk merawat kondisi
tersebut, atau hanya sekedar memberi opini/saran.5. Identifikasi
Klinisi Perujuk: Berupa data klinisi perujuk dan institusinya.
BAB 3PENUTUP
A. Kesimpulan Angelina mengalami recurrent herpes simplex
intraoral karena infeksi virus herpes simplex. Angelina juga diduga
terinfeksi HIV yang menyebabkan menurunnya fungsi sistem imun,
sehingga menjadi faktor predisposisi infeksi HSV pada
pasien.Perawatan: Acyclovir 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari Krim
acyclovir 5%, dioleskan pada daerah mulut Acetaminophen 500 mg 4
kali sehari Terapi supportive: istirahat, makan makanan yang
bergizi, dan minum air yang cukup untuk mencegah dehidrasi
Randy mengalami hand foot and mouth disease yang disebabkan oleh
Coxsackievirus.Perawatan: Pemberian makanan TKTP (tinggi kalori
tinggi protein) susu Obat kumur yang tidak berbahaya jika tertelan
Terapi supportive: vitamin C, vitamin B kompleks, makanan yang
mengandung zinc, istirahat dan minum air yang cukup untuk mencegah
dehidrasi
B. SaranDokter gigi harus memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang baik mengenai berbagai macam penyakit mulut, untuk dapat
mendiagnosis setiap penyakit mulut dengan tepat. Selaian itu dokter
gigi juga harus mempunyai pemahaman farmakologi yang baik agar
dapat memberikan resep yang tepat sesuai penyakit yang diderita dan
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan riwayat penyakit pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg, Martin S., Michael Gick. Burkets Oral Medicine. Ed.
ke-11. Ontario: BC Decker Inc., 2008.Little, James. W, dkk.
Management of the Medically Compromised Patient. Ed. ke-8. St.
Louis: Mosby Elsevier, 2013.Neville, Brad W., dkk. Oral and
Maxillofacial Pathology. Ed. ke-2. Philadelphia: Saunders,
2002.Regezi, Joseph A., et al. Oral Pathology, Clinical Pathologic
Manifestation. Ed. ke-4. Missouri: Saunders, 2003.Samaranayake,
Lakshman. Essential Microbiology for Dentistry. Ed. ke-3. St.
Louis: Chruchill Livingstone, 2006.