B E T O N 1. PENDAHULUAN. Beton atau concrete menurut ACI 116R adalah suatu campuran bahan, terutama yang mengandung bahan perekat yang mengikat butir-butir agregat.Dengan demikian, arti dari beton itu mencakup bahan campuran yang cukup luas, karena dapat dipakai bagi bahan campuran antara jenis perekat apapun. Perekat tersebut berfungsi untuk menyatukan butir agregat yang semula dalam keadaan terlepas. Sebagai contoh misalnya, istilah beton dapat dipakai untuk campuran bahan seperti dalam table berikut ini : Jenis perekat Jenis agregat Pelaru t Bahan tambahan/ admixture Nama/sebutan Kapur padam Pasir/batuan Air Pozolan/tras Beton tras kapur Semen Portland atau sejenisnya Pasir/batuan atau bahan organic Air Pozolan/tras atau lainnya Beton semen Portland atau beton semen Aspal/ bitumen Pasir atau pecahan batu, atau butir zat organic Minyak bumi - Beton aspal Bahan plastik Idem Pelaru t khusus Dengan atau tanpa; jenisnya khusus pula Beton polymer Tabel 1.1. Beberapa macam beton menurut jenis perekatnya. Dari jenis-jenis beton di atas yang umum dikenal adalah beton dengan bahan perekat semen portland atau 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
B E T O N
1. PENDAHULUAN.
Beton atau concrete menurut ACI 116R adalah suatu campuran
bahan, terutama yang mengandung bahan perekat yang mengikat butir-
butir agregat.Dengan demikian, arti dari beton itu mencakup bahan
campuran yang cukup luas, karena dapat dipakai bagi bahan campuran
antara jenis perekat apapun. Perekat tersebut berfungsi untuk
menyatukan butir agregat yang semula dalam keadaan terlepas.
Sebagai contoh misalnya, istilah beton dapat dipakai untuk campuran
bahan seperti dalam table berikut ini :
Jenis perekat Jenis agregat
PelarutBahan
tambahan/admixture
Nama/sebutan
Kapur padam Pasir/batuan Air Pozolan/tras Beton tras kapurSemen Portland atau sejenisnya
Pasir/batuan atau bahan organic
Air Pozolan/tras atau lainnya
Beton semenPortland atau beton semen
Aspal/bitumen Pasir atau pecahan batu, atau butir zat organic
Minyak bumi
- Beton aspal
Bahan plastik Idem Pelarut khusus
Dengan atau tanpa; jenisnya khusus pula
Beton polymer
Tabel 1.1. Beberapa macam beton menurut jenis perekatnya.
Dari jenis-jenis beton di atas yang umum dikenal adalah beton
dengan bahan perekat semen portland atau semen sejenisnya (semen-
semen hidraulis). Untuk memberikan keterangan lengkap/ deskripsi atas
namya, perlu ditambahkan nama perekatnya. Misalnya :
- beton semen portland : adalah beton dengan bahan perekat
semen portland
- beton aspal : adalah beton dengan bahan perekat
aspal
- beton polymer : adalah beton dengan bahan perekat
polymer (secara umum, dimengerti
sebagai plastik)
1
Dalam uraian selanjutnya, akan dibahas mengenai sifat-sifat beton
semen portland saja.
2. JENIS-JENIS BETON SEMEN PORTLAND.
Secara umum, beton semen portland tersusun dari campuran yang
kurang lebih mengandung : 10% à 15% semen portland, 7% à 10% air,
70% à 75% agregat, dan terkandung pula 1 sampai 5% udara. Kandungan
bahan dalam beton tersebut berbeda-beda, tergantung kepada tujuan
penggunaan, sifat, atau kekuatan betonnya.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.1. Penampang tipis : a) beton normal dengan kandungan pori 1-2%, b) air- entrained beton, c) beton dengan agregat expanded clay, d) beton gas
Berdasarkan hal ini, maka jenis beton dikelompokkan
berdasarkan berat volume beton dan berdasarkan kekuatan tekan
beton. Skema penampang tipis (thin section) berbagai macam
Untuk konstruksi yang beratnya harus rendah, sebagai penyekat panas atau suaraUntuk konstruksi struktural atau non-struktural, dengan berat rendah, serta masih memiliki sifat menyekat panas
Beton Normal 1800 – 2800(dengan agregat normal dari batuan alam)
Beton struktural atau non-struktural.(beton yang mensyaratkan kekuatan dan keawetan)
Beton Berat 2800 4000(pakai agregat berat)
Pemakaian khusus, atau untuk konstruksi yang mempunyai massa tinggi.Penggunaan biasanya terbatas, misal untuk penyekat radiasi sinar-x atau sinar gamma
Tabel 2.2. Jenis Beton Berdasarkan Kekuatan Tekan Beton.
Jenis betonKuat tekan
rata-rata (kg/cm²)
Penggunaan
Beton non- strukturil
Kurang dari 100
Konstruksi/ bangunan non strukturil, atau beton sembarang yang pada pembuatannya baik bahan atau campuran bahannya tanpa pengawasan yang baik. Kekuatan beton bukan faktor utama.
Beton strukturil normal (beton kekuatan normal )
100 - 400 Beton strukturil, yang pada pembuatannya baik bahan, campuran bahan atau pelaksanaannya memerlukan pengawasan yang baik. Kekuatan dan sifat baik beton menjadi faktor utama
Beton strukturil, kuat tekan tinggi (beton kuat tekan tinggi)
400 - 800 Konstruksi bangunan beton kuat tekan tinggi; bentang panjang; beton pra tegangan, dll. Pengawasan beton dan campuran bahan serta pelaksanaan, memerlukan pengawasan ketat
3. SIFAT FISIS BETON
Sifat beton yang akan dibahas di sini adalah jenis beton kuat tekan
normal dan beton kuat tekan tinggi, atau beton untuk bangunan strukturil.
Mengingat bahwa beton terbuat dari campuran bahan-bahan, maka mutu
beton akan terpengaruh oleh sifat masing-masing bahannya, cara
pengerjaannya dan juga oleh pengaruh lingkungan dimana ia dibuat atau
dipergunakan.
3
Beton disebut baik atau bermutu, bila beton memiliki kekuatan tertentu,
memenuhi syarat penggunaannya dan cukup awet dalam
penggunaannya. Lebih dari itu, terkait pula pertimbangan ekonomi.
Dengan demikian beton yang bermutu perlu kuat, awet dan ekonomis.
Guna mencapai tiga keadaan sifat beton tersebut di atas (kuat, awet,
ekonomis), maka dalam memperlakukan pembuatan dan pemakaian
beton perlu pula diperhatikan 2 hal sebagai berikut :
1. Bagaimana membuat atau menyiapkan beton itu waktu masih segar.
2. Bagaimana memperlakukan beton itu, setelah ia mulai mengeras dan
setelah ia mengeras.
Kedua hal tersebut berkaitan satu sama lain; karena bila menyiapkan
beton segarnya kurang baik, akan dihasilkan beton keras yang kurang
baik pula. Sebaliknya meskipun penyiapan beton segarnya telah baik,
tetapi penanganan atau perlakuan terhadap beton kerasnya kurang baik,
dapat mengakibatkan tujuan penggunaan beton itu tidak tercapai. Untuk
maksud tuntutan tersebut, maka perlu dibahas sifat-sifat beton segar
seperti: workability, bleeding, segregation, serta sifat-sifat beton keras
yang berkenaan dengan kekuatan dan ketahanan (durability) beton.
3.1. WORKABILITY
Rasio air terhadap semen (w/c) secara teoritis idealnya tidak akan
mampu memberikan kekuatan maksimal. Parameter yang paling utama
dalam pencapaian kekuatan maksimal beton adalah pemadatan secara
merata. Kurang meratanya pemadatan dapat menimbulkan rongga udara
yang kemudian akan berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan
beton, yang sifat pengaruhnya sama atau bahkan lebih dominan
dibandingkan rongga kapiler.
4
Gambar 3.1.1. Skema hidrasi untuk berbagai rasio air/semen
Workability adalah salah satu sifat beton segar, yang dikehendaki
pada setiap perencanaan adukan beton. Arti workability ialah kemudahan
pengerjaan beton untuk dicampur , diangkut tanpa segregasi, dicor dan
dipadatkan tanpa mengurangi homogenitas beton, beton tak terurai ,
maupun tidak terjadi bleeding yang berlebihan untuk mencapai kekuatan
yang direncanakan.
Pengertian mudah dikerjakan mempunyai arti yang lebih dalam
dibandingkan konsistensi. Konsistensi adalah istilah umum yang
menunjukkan tingkat fluidity atau kemudahan digerakkan. Beton dengan
konsistensi tinggi belum tentu sesuai workabilitynya bagi suatu pekerjaan
tertentu. Setiap pekerjaan memerlukan workability tersendiri.
Workability tidak hanya tergantung pada konsistensi beton saja,
tetapi masalah ukuran konstruksi dan kerapatan pembesian harus
mendapat perhatian pula. Sehingga tingkat workability spesi beton dapat
diartikan sebagai konsistensi spesi beton yang sudah diperhitungkan
terhadap dimensi konstruksi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsistensi spesi beton,
antara lain :
Kadar air. Kadar air di dalam suatu volume beton akan mempunyai
pengaruh yang berarti terhadap workability. Makin tinggi kadar air, makin
tinggi tingkat fluidity beton. Bagi supervisor yang belum berpengalaman,
5
penambahan air di lapangan untuk mempertinggi workability sangat tidak
dianjurkan. Ini perlu diingat, karena penambahan air adalah cara termudah
untuk meningkatkan workability. Kecuali bila segala cara sudah dicoba,
maka penambahan air dapat dilakukan, dengan catatan perlu juga
memperhitungkan jumlah semen yang harus ditambahkan, agar faktor air
semen (FAS) tetap.
Temperatur udara luar. Pada grafik 3.1.2, terlihat spesi beton yang
berdiameter lebih besar, slumpnya makin rendah; juga temperatur makin
tinggi-slumpnya makin rendah. Khususnya untuk mengatasi pengaruh
temperatur udara luar kenaikan 5 ºC dari kondisi normal (25º C) perlu
ditambah air sebanyak 5 kg/m3.
Grafik 3.1.2. hubungan antara pengaruh Ø maksimum dan temperatur terhadap nilai slump.
Proporsi campuran. Rasio agregat/semen adalah salah satu hal yang dapat
mempengaruhi workability. Bila rasio makin tinggi, campuran makin Proporsi
agregat yang kurang baik akan mengakibatkan adanya ruang kosong pada
spesi beton dan sifat kohesive dari spesi beton kurang, sehingga workability
rendah. Selain itu juga yang perlu diperhatikan disini adalah diameter
6
maksimum ≤ 40 mm, dan pasir yang lolos pada ayakan diameter 0,3 mm
harus cukup (± 10 – 20)%.
Slump 0-10 10-30 30-60 60-180 Ukuran aggregat
maks. (mm)Type
agregatAir bebas untuk 1 m³ beton
10 kerikilbatu pecah
150 180 205 225180 205 230 250
20 kerikilbatu pecah
135 160 180 195170 190 210 225
40 kerikilbatu pecah
115 140 160 175 155 175 190 205
Tabel 3.1.1. Kebutuhan air bebas untuk beberapa tingkatan kemudahan pengerjaan beton tertentu.
Ukuran agregat. Ukuran agregat makin besar, luas permukaannya lebih
kecil dan jumlah air yang dibutuhkan untuk membasahi eprmukaan agregat
juga makin sedikit (table 3.1.1), sehingga lebih sedikit pula pasta yang
diperlukan sebagai pelumas agar gesekan internal berkurang
Bentuk agregat. Untuk material yang agak bulat, akan menghasilkan spesi
beton yang workabilitynya lebih tinggi daripada spesi beton yang
permukaannya kasar dan pipih. Hal ini terjadi karena untuk suatu volume
atau berat tertentu, luas permukaan serta rongga udaranya lebih sedikit.
Pada table 3.1.1. terlihat pula bahwa jumlah kebutuhan air bebas untuk
kerikil lebih sedikit daripada kebutuhan air bebas untuk batu pecah.
Tekstur permukaan agregat. Pengaruh tekstur permukaan agregat
terhadap workability adalah karena pada kenyataannya luas total
permukaan agregat yang kasar adalah lebih besar dibandingkan agregat
dengan tekstur permukaan yang halus dengan volume yang sama. Agregat
dengan permukaan yang halus juga dapat mengurangi ketahanan gesekan
antar partikel, yang akan menambah workability campuran beton.
Gradasi Agregat. Ini merupakan salah satu faktor yang mempunyai
pengaruh maksimum terhadap workability. Agregat dengan gradasi yang
baik dapat memperkecil rongga udara pada suatu volume tertentu. Bila
faktor lainnya tetap, dan total rongga udara lebih sedikit, maka ada
7
kelebihan pasta yang memberikan pengaruh lubrikasi. Jumlah pasta yang
berlebihan menjadikan campuran lebih kohesive, dan dapat mencegah
terjadinya segregasi. Dengan demikian, makin baik gradasi makin kecil
kadar rongga udara, makin tinggi workability campuran.
3.1.1. Beberapa Cara Pengukuran Workability Spesi Beton.
Sebagai alat pengukur konsistensi spesi beton yang umum dipergunakan
adalah kerucut Abrams, dengan mempergunakan percobaan slump
(gambar 3.1.3). Alat ini sangat cocok sekali bila dipergunakan pada spesi
beton yang setengah plastis sampai cair. Sedang untuk spesi beton yang
kaku (lembab), sebaiknya dipergunakan alat lain. Alat ini telah
diperkenalkan oleh Walz.
(a) (b)
Gambar 3.1.3. a) Tipikal cetakan untuk percobaan slump test. b)Kemungkinan- kemungkinan hasil slump test pada percobaan
Alat pengukur konsistensi lainnya antara lain
:
8
- Test faktor kepadatan/Compacting Factor Test
- Test meja pencairan (Flow Test)
- Vee Bee Consistometer Test dari Bahrner
- Alat pengukur dari Powers
- Kelly Ball Test
- Beton Consistometer dari Wigmore
- K-Slump Test non-standard test. Gambar 3.1.4.Compacting Factor Apparatus
Pada prinsipnya alat-alat di atas hanya
mengukur yang ada hubungannya dengan
pemakaian air (faktor air semen) saja.
Sedang akibat pengaruh lainnya, seperti
gradasi, bentuk permukaan bahan pengisi
dan sebagainya belum dapat ditunjukkan
secara terperinci.
Gambar 3.1.5. Kelly Ball Apparatus
Catatan.
Dalam industri beton alat yang banyak dipergunakan untuk mengukur
konsistensi campuran beton, adalah slump test.
K-Slump Tester merupakan alat yang paling sederhana, praktis dan
ekonomis baik untuk pemakaian di laboratorium maupun di lapangan.
dapat dipakai untuk mengetahui slump campuran segera setelah alat
dimasukkan dapat dipakai untuk
mengetahui slump campuran segera
setelah alat dimasukkan ke dalam
beton segar, baik yang ada di dalam
silinder, kereta dorong, balok
atau di loaksi beton manapun
yang dikehendaki (gambar
3.1.6).
Gambar 3.1.6. K-Slump Tester
3.1.2. Macam Konsistensi Beton Serta Hubungannya Terhadap Jenis Konstruksi.
9
Telah dijelaskan di muka bahwa konsistensi spesi beton dapat dipakai
untuk menyatakan workability. Sehingga perlu dipilih suatu konsistensi
spesi beton tertentu agar diperoleh hasil pengerjaan beton yang
memuaskan.
Beberapa istilah dari tingkat konsistensi beton yang dihubungkan
dengan hasil slump test dan Walz’s dapat dilihat pada table 3.1.2.
Tingkat konsistensi Slump
(mm)
Compaction
index
f.a.s
Kaku lembab
Setengah plastis
Plastis
C a I r
-
20 – 80
80 – 120
120
1,5 – 1,2
1,2 – 1,1
-
-
0,35
0,4 – 0,5
0,5 – 0,6
0,6
Tabel 3.1.2. Hubungan antara tingkat konsistensi, slump, compaction index
dan f.a.s.
Mengenai jenis konstruksi diterangkan bahwa tiap-tiap jenis konstruksi
mempunyai tingkatan workability yang berbeda, dan untuk tepatnya
pemilihan workability dianjurkan berpedoman pada tabel 3.1.3
U r a i a nSlump ( cm )
maksimum minimum
Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulangPondasi telapak tidak bertulang, caisson dan konstruksi di bawah tanahPelat, balok, kolom dan dindingPerkerasan jalanPembetonan masal
12,5 5,0 9,0 2,5
15,0 7,5 7,5 5,0 7,5 2,5
Tabel 3.1.3. Nilai-nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton
Untuk maksud-maksud dan alasan-alasan tertentu, maka dengan
persetujuan Pengawas Ahli, dapat dipakai nilai-nilai slump yang
menyimpang dari yang tercantum pada tabel 3.1.3, asalkan dipenuhi hal-
hal sbb. :
10
- beton dapat dikerjakan dengan baik
- tidak terjadi pemisahan pada adukan
- mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi
3.1.3. Pengaruh Konsistensi Beton Pada Proses Pemadatan.
Untuk mendapatkan hasil pembuatan beton yang memuaskan belum tentu
harus menggunakan satu cara pemadatan saja (dengan vibrator misalnya).
Yang perlu mendapat perhatian adalah tingkat konsistensi dari spesi beton
yang akan dikerjakan. Sebagai misal, spesi beton yang cair tidak baik
apabila dalam pemadatannya digunakan vibrator, sebab dapat terjadi
pemisahan. Butir-buyir yang besar akan cenderung lari ke bagian bawah,
sedang yang halus termasuk juga pasta semen akan tetap berada di
bagian atas. Ternyata hal ini akan merugikan. Kekuatan beton pada bagian
bawah menurun, keropos-keropos mungkin terjadi dan ketahanan dari
konstruksi beton akan berkurang. Agar mendapatkan gambaran yang lebih
jelas, di sini diperlihatkan hasil percobaan yang telah dilakukan oleh
Dutron.
Pada percobaan ini dipakai perbandingan campuran : 1 semen dan 5
pengisi/agregat, dengan menggunakan faktor air semen berkisar antara
0,33 sampai 0,52. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
- Pengerjaan spesi beton yang mempunyai factor air semen > 0,47
(slump sekitar 75 mm), hasilnya akan lebih baik bila dikerjakan dengan
pemadatan tangan (dengan alat rojok), walaupun hasilnya tidak
berbeda banyak bila dibandingkan dengan penggunaan vibrator.
- Makin kental spesi beton semakin banyak waktu diperlukan untuk
pemadatan, agar diperoleh hasil yang memuaskan.
- Pemadatan dengan tangan akan mencapai hasil yang maksimum pada
faktor air semen sekitar 0,4 atau sesuai dengan keadaan tanah yang
lembab.
11
Gambar 3.1.7. Hubungan antara metode pemadatan spesi beton dengan f.a.s dan waktu.
Apabila lengkung waktu penggetaran diteruskan, grafik ini akan memotong
garis factor air semen di 0,58 (atau slump 120 mm), dimana sudah tidak
diperlukan lagi adanya penggetaran secara mekanik.
3.2. SEGREGATION (SEGREGASI )
Ukuran maupun berat jenis material pembentuk beton berbeda.
Karenanya, wajar bila material cenderung terpisah. Terpisahnya material
pembentuk beton pada saat pengangkutan, pengecoran maupun
pemadatan dikatakan segregasi.
Beton yang mempunyai sifat segregasi sangat sukar dipadatkan. Beton
yang dihasilkan akan mempunyai kantung-kantung (lubang-lubang), tidak
homogin, dan berkurang permeability maupun keawetannya.
12
Resiko segregasi akan timbul bila :
- kadar semen campuran beton rendah
- kadar air terlalu tinggi
- campuran beton yang kurang pasir
- diameter maksimum terlalu besar disbanding dengan
dimensi bekisting
- permukaan agregat sangat kasar
- bila agregat terlalu berat dan terlalu ringan
- gap-graded
- pengecoran, pengangkutan yang ceroboh
- bila bekisting mempunyai banyak sudut tajam dan kurang
teratus.
Pada prinsipnya dibedakan dua macam segregasi :
3.2.1. Internal Segregation ( Pemisahan Setelah Pemadatan )
Internal segregation adalah pengelompokan timbunan batu pecah
(kerikil) yang mempunyai berat jenis terlalu berat dan diameter maksimum
yang mengelompok di dasar bekisting. Segregasi semacam itu biasanya
terjadi akibat campuran beton yang terlalu basah, kadar semen yang
rendah, ukuran diameter maksimum agregat yang terlalu besar, gap-
graded agregat.
Internal segregation ini bisa dikurangi dengan menambah
cohesiveness ( lekatan ) dari spesi beton sehingga semen mortal tetap
melekat pada agregat campuran beton tersebut.
Beberapa anjuran untuk meningkatkan cohesiveness campuran beton :
- untuk slump > 6 cm, dan perbandingan air dengan semen+filler ≤
0,50 untuk slump 6 cm.
- mengurangi perbandingan air dengan semen+filler menjadi ≤ 0,45.
Menambah kadar semen
- Mengganti pasir kasar (zone 1) menjadi agak lebih halus (zone 2).
- Menambah kadar semen + filler seperti yang dianjurkan
- Mengurangi aregat kasar yang berdiameter 40 mm
13
- Memperbaiki gap-graded pada agregat, menjadi material yang
menerus
- Pemberian air entrained agent
3.2.2. External Segregation ( Pemisahan Sebelum Pemadatan )
External segregation ialah pemisahan agregat kasar dari campuran
beton diakibatkan karena penanganan, pengangkutan dan pencampuran
sebelum didapatkan. Umumnya terjadi pada campuran beton yang kadar
semennya rendah, dan campuran beton yang agak kering ( dry mixs ) serta
agregat yang gap-graded.
Untuk memperbaiki campuran beton yang mempunyai gejala external
segregation dilakukan dengan :
- menambah pasta semen pada campuran yang kadar semennya
rendah dan pada campuran beton yang jumlah airnya rendah ( lean
and dry mixs )
- menambah prosentase pasir bila campuran beton kurang pasir.
- Membuat gradasi campuran agregat lebih menerus
3.3. BLEEDING
Bleeding adalah pemisahan air dari campuran beton, dan merupakan
salah satu bentuk dari segregasi. Hal ini terjadi karena merembesnya air ke
permukaan beton selama beton diangkat, digetar dalam pemadatan atau
setelah beton selesai pada pengecoran. Ini disebabkan karena BJ air
terendah dibandingkan BJ material lainnya di dalam campuran beton
Bleeding biasanya terjadi pada campuran spesi beton yang berkadar
semen rendah, atau campuran beton yang basah ( kelebihan air ), atau
campuran beton yang mempunyai nilai slump yang tinggi. Bleeding sering
terjadi pada campuran beton yang mempunyai f.a.s > 0,6.
Akibat bleeding, air yang naik terakumulasi di permukaan. Kadang-
kadang bersamaan dengan air, sejumlah semen dan agregat halus juga
ikut naik ke permukaan. Formasi mortar di permukaan dikenal sebagai
14
“Laitence”. Karena pada bagian permukaan tersebut kadar airnya rendah,
maka tidak akan ada agregat, yang mengakibatkan timbulnya retak akibat
susut. Bila laitence terbentuk pada suatu lapisan pengecoran, maka
lekatan dengan lapisan pengecoran berikutnya menjadi lemah. Hal ini bis
adiatasi dengancara menghilangkan laitence, sebelum pengecoran
berikutnya dimulai.
Bleeding tidak sepenuhnya merusak bila tingkatan penguapan air
sebanding dengan tingkat kecepatan bleeding. Bleeding yang terjadi pada
saat beton masih dalam keadaan plastis tidak akan berpengaruh, karena
masih mungkin dilakukan pemadatan. Yang membahayakan adalah
bleeding yang terjadi pada saat campuran beton sudah kehilangan
plastisitasnya.
Untuk mencegah bleeding, maka air bebas beton dibagi semen +
agregat halus ≤ 0,45,. Hal ini untuk campuran beton dengan slump > 6 cm,
dan untuk campuran beton dengan slump < 6 cm ( low workability ), maka
perbandingan air dengan semen + agregat halus ≤ 0,50.
Pedoman pembatasan jumlah semen + agregat halus ( fines ) yang
disarankan :
Tabel 3.3.1. Pembatasan jumlah semen + agregat halus berdasarkan diameter maksimum agregat
Tindakan pencegahan yang dilakukan pada campuran beton yang
mengalami bleeding ialah dengan menambah fines ( Ø 0,3 mm) yang
berupa filler atau material pozzolana atau dengan menambah semen yang
mempunyai kadar alkali rendah. Tetapi harus diingat bahwa penambahan
filler dan kadar semen ini bertendensi akan terjadinya susut dan creep
yang makin bertambah, dan akan mengakibatkan retak pada beton. Selain
itu, pemakaian air-entraining agent sangat effective untuk mengurangi
bleeding.
Diameter maksimum (mm)
Semen + fines ( < 0,3 mm )Yang disarankan per m³ beton (kg)
9,6193876
525450400325
15
Gambar 3.2.1. Bleeding pada permukaan spesi beton yang baru dicor.
Untuk itu, maka penambahan filler dan kadar semen dibatasi dengan
persyaratan seperti anjuran pada tabel 3.3.1 di atas.
4. PENANGANAN BETON SEGAR.
Untuk mendapatkan mutu beton yang baik, sesuai dengan tujuan
pemakaiannya, penanganan beton segar mulai dari menyusun
pemadatan dan pengecoran atau pencetakannya harus dilakukan dengan
baik, menurut aturan-aturan yang berlaku.
4.1. Merancang Perbandingan Campuran Beton.
16
Untuk beton non struktural, PBI 1971 mengijinkan dipakai campuran
yang lazim. Misalnya dengan perbandingan volume bahan, dengan
batasan perbandingan agregat : semen tidak melampaui 8 : 1
Untuk beton struktural dengan mutu beton karakteristik K.125
perbandingan campuran bahan boleh pakai perbandingan volume 1 : 2 : 3
atau 1 : 1½ : 2½ , masing-masing untuk perbandingan semen : pasir dan
agregat.
Untuk beton mutu K.175 atau lebih, perbandingan campuran bahan-
bahannya harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk merancang
campuran beton ini, yang terutama berdasarkan kuat tekan karakteristik,
akan diberikan pada pelajaran merancang campuran beton ( tersendiri ).
Dalam merancang campuran bahan-bahan untuk beton strukturil,
selain memperhatikan mutu kuat tekan betonnya juga harus diperhatikan
masalah keawetan beton. Faktor-faktor tersebut akan terkait dengan
jumlah semen minimum dan jumlah semen maksimum, serta derajat
kelecakan ( workability ) yang dinyatakan dengan nilai slump minimum atau
nilai slump maksimum, serta jumlah pemakaian air pengaduk yang
dinyatakan dengan f.a.s minimum dan f.a.s maksimum.
4.2. Mengaduk Beton.
Untuk mengaduk campuran bahan-bahan beton struktural, harus
dipakai alat pengaduk mekanis, tidak boleh dilakukan secara manual.
Diperlukan ketelitian dalam hal pencampuran dan pengadukan. Misalnya
dalam hal pemilihan jenis mixer atau type mixer, penentuan percepatan
dari tenaganya (horse power). Kekurang telitian dapat menyebabkan
homoginitas atau mutu beton.
Gambar 4.1. Batching plant yang
dapat dipindakan
Untuk mengaduk campuran beton kuat tekan tinggi, harus
dipakai alat pengaduk mekanis yang digabung dengan alat
penimbang bahan-bahan beton (air, agregat, dan semen ) secara
teliti. Atau pakai alat batching plant. Gambar 4.2. Batching plant statis
17
Waktu Pengadukan. Pengadukan beton
dengan mesin pengaduk dilakukan paling
sedikit 1½ menit (PBI 1971) setelah
bahan-bahan beton masuk ke dalam
pengaduk; dan paling lama 2½ menit. Bila
kapasitas drum lebih besar, maka waktu
pengadukan lebih lama. Gambar 4.3. Waktu pengadukan
Bahan dimasukkan dengan urutan sebagai berikut agregat (alat pengaduk
berputar) disusul air kurang
lebih ⅔ bagian, disusul semen,
kemudian sisa air pengaduk.
Pengisian mixer hendaknya
tidak melampaui kapasitas.
Bila ingin menambah jumlah
beton yang dicampur lebih baik
menggunakan mixer yang
berkapasitas lebih besar.
Gambar 4.4. Penampang non-tilting drum
Bila dihitung dari mulai bahan masuk sampai sisa air pengaduk dituangkan,
lamanya kurang lebih 6 à 10 menit (waktu paling lama). Pengadukan yang
terlalu lama akan dapat mengubah susunan butir agregat, sebab partikel
agregat yang lunak akan tergerus dan hancur, selain itu sifat betonnya
terlihat seperti kekurangan air.
(a) (b)
Gambar 4.5. a) Tilting-drum mixer, b)
penampang tilting-drum
18
Apabila karena sesuatu hal adukan beton tidak memenuhi syarat minimal,
misalnya terlalu encer (karena kesalahan dalam memberikan jumlah air
pencampur) atau sudah mengeras sebagian atau yang tercampurnya
bahan-bahan asing, maka adukan tidak boleh dipakai.
Gambar 4.6. Pan-mixer kapasitas 600 liter
4.3. Pengangkutan Beton Segar.
Pada saat pengangkutan, homoginitas campuran harus tetap dijaga.
Pengangkutan ini akan terasa pengaruhnya bila letak proyek cukup jauh dari
tempat campuran beton diproduksi. Problem-problem yang timbul selama
pengangkutan antara lain adalah : segregasi, pengurangan slump.
Kemungkinan berkurangnya air karena penguapan dan kebocoran, pemadatan
akibat pengangkutan dan waktu tunggu yang terlalu lama, perlu dihindari.
Ada beberapa macam alat untuk pengangkutan spesi beton, antara lain :
Alat Angkut Horisontal.
Concrete Buggy. Berguna untuk mengangkut beton dalam jumlah kecil
dan jarak angkut dekat, terutama di area yang tidak dapat dijangkau oleh
sarana angkut lainnya. Alat ini tidak ekonomis untuk penggunaan dengan
jarak lebih dari 70 m.
Kapasitas kereta dorong kira-kira 0.03m3 (30
liter), berarti untuk campuran berasal dari mixer
kapasitas 200 liter akan dibutuhkan sebanyak 6
kereta dorong.
Gambar 4.7. Concrete buggy/kereta dorong
Dumpers. Rentang kapasitasnya antara 0.3 m3
sampai dengan 0.75 m3 (rata-rata 0.5 m3). Cara
penuangannya dapat ke depan atau ke samping,
19
dan pengoperasiannya secara manual maupun dioperasikan secara
hidraulis. Dumpers dapat dipergunakan di permukaan tanah yang tidak
rata, walaupun demikian tetap disarankan disediakan permukaan yang
rata. Gambar 4.8. Dumper
Tramcrete. Dipakai untuk pekerjaan terowongan, dengan kapasitas
angkut mencapai 10 cubic yards. Satu-satunya kesulitan
penggunaannya adalah hanya dapat dipakai untuk terowongan dengan
diameter 20‘. Bagi terowongan yang mempunyai diameter lebih kecil
dapat mempergunakan low-profile tramcrete.
Gambar 4.9. Mobile tramcrete
Gambar 4.10. High-profile tramcrete
Truck agitator. Dipakai untuk mengangkut beton baik di lapangan
maupun di segala type jalan. Jarak angkut sampai dengan 80 km atau 1½
jam perjalanan, tetapi batasan ini dapat juga dilampaui. Alat angkut ini
biasanya dipakai dari pusat pencampuran beton yang mengutamakan
kualitas. Pada saat dituangkan beton dalam keadaan homogin.
Penuangan beton dari agitator diawasi
Gambar 4.11. Truck agitator
Truck Mixers. Dipakai untuk jarak angkut dekat maupun jauh. Tidak
diperlukan pusat pencampur beton, cukup
tersedia batching plant. Cara menuangkannya
20
seperti halnya pada agitator. Perlu dicatat bahwa kualitas beton yang
diperoleh tidak sebaik bila tersedia central mixing plants. Sehingga pada
saat beton dituangkan, perlu dikontrol konsistensinya.
Gambar 4.12. Truck mixer
Tractor Mounted Mixers. Dapat digambarkan sebagai mobile plants. Alat
ini dilengkapi dengan loading bucket untuk elevated batching. Dilengkapi
pula dengan rotating drum, yang dapat
bergerak bolak-balik untuk keperluan
penuangan campuran. Produksinya 1.2 m3
pada setiap kali pencampuran, dan dapat
dipakai sebagai alat angkut campuran beton
dari pusat penyimpanan material. Gambar 4.13. Tractor mounted mixer
Tipper Trucks. Truk terbuka, dengan arah
gerak bak ke samping dan ke atas (tipping)
serta hanya dipergunakan untuk
mengangkut material beton dengan bahan
pengikat semen untuk dasar perkerasan
jalan.
Gambar 4.14. Tipper Truck
Alat angkut campuran beton ini perlu dilengkapi dengan penutup (mis:
tarpaulins) agar campuran tidak terlalu basah karena air hujan atau terlalu
kering karena panas. Pintu bak harus rapat agar tidak bocor.
Alat Angkut Vertikal.
Skips / Buckets. Digerakkan oleh crane, yang umum
dipakai untuk mengangkut
beton di lapangan baik secara
horizontal maupun vertical.
Namun demikian,
pemakaiannya kurang effisien
21
bila dibandingan concrete-pump. Skip mempunyai
pembuka di bagian dasar, sedangkan buckets perlu
dibalik pada saat campuran beton dituangkan.
Gambar 4.15. Skip Kapasitas buckets lebih besar, kurang lebih 6 m3 dan
biasanya dipakai pada pekerjaan konstruksi yang
berat, yaitu bila volume pekerjaan sangat besar.
Walau demikian, sulit melakukan kontrol terhadap
campuran beton saat dituangkan. Kapasitas skip
bervariasi antara 0,2 m3 sampai dengan 1 m3
(umumnya antara 0,5 m3 – 0,75 m3).
Gambar 4.16. Bucket
Belt Conveyors. Beton dapat diangkut secara cepat pada jarak angkut
terbatas (vertical maupun horizontal) dengan mempergunakan belt
conveyor, dibantu oleh beberapa truckmicers. Pada penggunaannya perlu
diperhatikan pemadatan beton, kemiringan belt conveyor (tidak boleh terlalu
curam), agar tidak terjadi segregasi.
Pumping Concrete. Alat angkut ini dipakai terutama bila pengangkutannya
bersifat vertical dan horizontal, karena hanya alat tersebut yang mungkin
dipakai untuk mengangkut campuran beton. Pompa dapat bersifat tetap
atau dapat dipindahkan. Tetap untuk jenis pekerjaan berat, sedangkan
bergerak untuk pekerjaan kecil yaitu bila pengecoran dalam jumlah besar
hanya dilakukan sesekali saja.
22
Gambar . a) Concrete pump dilakukan pada tanah datar, b) dua truk concrete mixer memungkinkan untuk melakukan pengecoran terus menerus.
Pompa modern yang dapat dipindahkan mempunyai kapasitas yang
besar dan dapat mencapai berbagai lokasi pengecoran di dalam suatu
pekerjaan. Alat angkut ini dapat mencapai 60 m arah vertical atau 300 m
arah horizontal, tetapi jarak angkut menjadi lebih pendek bila sekaligus
dipakai horizontal dan vertical. Kecepatan aliran tergantung kepada
macam pompa, jarak yang harus ditempuh, panjang arah horizontal dan
vertical, jumlah belokan dan macam campuran. Secara praktis beton
yang dapat dituangkan berkisar antara 50 m3/jam sampai dengan 30
m3/jam
Gambar 4.3.4. Concrete Pump (schwing KVM 55)
4.4. Pengecoran.
Penuangan dan pengecoran perlu juga dapat perhatian, sebab
kesalahan penuangan dan pengecoran akan menimbulkan pemisahan
agregat kasar terhadap yang halus (segregasi , sehingga homoginitas
beton berkurang).
Arti dari penuangan adalah pemindahan beton dari mixer ke tempat
pengangkutan beton atau ke tempat dimana siap diangkut. Sedang
23
pengecoran berarti pemindahan beton ke tempat beton dicor ( ke dalam
bekisting / acuan ).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
- Adukan beton segar pada umumnya harus sudah dituangkan ke
dalam acuan beton dalam waktu 1 jam, setelah semen tercampur
dengan air. Apabila terpaksa jangka waktu pengecoran dengan
waktu pengadukan.
- Usahakan selama pengecoran beton segar tidak mengalami
segregasi
salah
benar
benar
- Bila menjatuhkan beton segar ke dalam acuan, usahakan jarak
tinggi jatuh beton segar tidak lebih dari 1½ m. Bila terpaksa, harus
dibantu pakai corong (tremi) untuk menyalurkan beton segar
tersebut agar tidakl terjadi segregasi
Gambar 4.4.1. Pengecoran dari suatu buggy/kereta dorong
24
Benar Salah Pengecoran dilakukan Pengecoran dilakukan jauh dekat permukaan beton dari pengecoran sebelumnya hasil pengecoran sebelumnya
Gambar 4.4.2. Pengecoran dari ketinggian
Benar Salah Pengecoran memakai light Campuran beton langsung hopper agar tidak terjadi dituangkan dari ketinggian segregasi dan melekatnya memungkinkan terjadinya campuran pada bekisting honeycombed dan segregasi di dasar cetakan
- Usahakan tempat pengecoran sedekat mungkin dengan lokasi
pengadukan beton segar.
Gambar 4.4.3. Pengecoran pada cetakan yang sempit dan dalam memakai beton pompa
25
Benar Salah Dituangkan dekat dengan Dituangkan jauh dari bagian bagian terendah yang yang hendak dicor hendak dicor
Gambar 4.4.4. Mengatasi rock pocket / timbunan agregat kasar pada campuran beton
Benar Salah Gali batu dari rock pocket Mencampurkan matriks dengan untuk dicampur dengan batu pada rock pocket matriks dan digetar
26
Gambar 4.4.5. Pengecoran pada kemiringan
Benar Salah Pengecoran dimulai dari Pengecoran dimulai dari bagian bawah, pemadatan bagian atas, campuran beton meningkat akibat berat sendiri cenderung turun dan terjadi segregasi
- Sejak pengecoran dimulai, pekerjaan ini harus dilanjutkan tanpa
henti, sampai mencapai tempat siar-siar sambungan yang
ditetapkan oleh Pengawas Ahli.
Dalam semua keadaan, acuan beton harus cukup kuat serta rapat (tidak
bocor) untuk mendapatkan hasil pengecoran yang baik . Adapun hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengecoran adalah sebagai berikut :
a. Pengecoran dengan tanah sebagai cetakan kerja, seperti pada
pekerjaan pondasi. Sebelum pengecoran, maka tanah harus bebas
dari tanah yang terlepas, akar pohon yang melintang. Bila permukaan
tanah kering, perlu dibasahi terlebih dahulu, sehingga tanah tidak akan
menyerap air yang terkandung dalam campuran beton. Sebaliknya bila
tanah dasar pondasi terlalu basah, maka air maupun lumpur harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Bila terdapat rembesan air, prlu dipikirkan
cara yang paling effektif untuk mengalihkan aliran air sebelum
pengecoran dilakukan.
b. Pengecoran dengan cetakan kerja yang besar berupa tanah dan
papan kayu, misalnya untuk jalan dan landasan pesawat terbang,
lantai terbawah dari bangunan. Sebelum pengecoran, tanah harus
27
bersih dari tanah yang terlepas, genangan air serta material organik
seperti rumput, akar tanaman, daun dan lain sebagainya. Tanah harus
cukup padat dan dibasahi secukupnya agar air dalam campuran tidak
terserap oleh tanah. Bila hal-hal tersebut tidak dilakukan, maka bagian
dasar beton menjadi lemah. Pada permukaan tanah yang luas,
kadangkala untuk mencegah absorbsi air campuran beton, antara
tanah dan beton dibatasi oleh lembaran polyethylene . Pengecoran
dilakukan dengan memperhatikan besarnya susut yang akan terjadi
serta sambungan konstruksi. Pengecoran dilakukan sesuai ketebalan
yang dikehendaki. Hindari pengecoran dengan cara menimbun
campuran beton pada satu tempat, kemudian menggali/meratakannya.
c. Pengecoran dengan cetakan yang umum dipakai, seperti pada
kolom dan balok. Mula-mula perlu dicek apakah tulangan terikat dan
diletakkan dengan benar, serta ketebalan selimut beton memadaiu.
Sambungan antara papan kayu, plywood harus rapat, agar matriks
campuran beton tidak terlepas saat dilakukan pemadatan. Untuk
memudahkan pelepasan cetakan, maka bagian dalamnya perlu diberi
bahan pelicin, yang berbeda bahannya untuk cetakan baja dan
cetakan kayu. Tulangan harus bersih dan tidak berminyak. Bila
tulangan terlalu rapat, maka penuangan beton harus dilakukan dengan
hati-hati dan dalam jumlah sedikit, sehingga tidak menghalangi
pengecoran selanjutnya. Kondisi semacam itu seringkali dijumpai pada
elemen struktur dengan jumlah tulangan yang banyak dan memakai
tulangan lateral, pada pertemuan kolom-balok dan pada balok tinggi.
Kesulitan umumnya muncul pada saat melakukan pengecoran di
kolom, karena cetakan yang begitu tinggi. Untuk mengatasi hal itu,
dipakai pertolongan tremi (gambar 4.4.2) atau alat bantu lainnya.
Kadangkala, bila cetakan teralu sempit atau tremi tidak bisa masuk
karena tulangan yang rapat, maka dibuat bukaan/jendela agar tremi
dapat dimasukkan. Untuk pengecoran kolom-kolom yang tinggi
(gambar 4.4.2), pengecoran dilakukan pakai corong tremie. Atau
pengecoran dilakukan dari samping, lewat lubang-lubang (jendela-
jendela). Tinggi lubang maksimum adalah 1½ meter. Untuk menjaga
agar nilai f.a.s beton untuk keseluruhan tinggi konstruksi tidak berbeda,
28
maka untuk acuan kolom atau konstruksi yang tinggi, buatlah selisih
slump beton sebesar ± 2,5 cm untuk setiap ¼ tinggi acuan, sehingga
bagian atas beton tidak akan makin cair.
d. Pengecoran di bawah air. Dilakukan dengan alat bantu dump bucket
atau pipa tremi. Pada pengecoran dengan dump bucket, beton
diangkut dalam box atau bucket yang rapat, dan pada saat mencapai
titik pengecoran bagian bawah box atau bucket terbuka melalui suatu
mekanisme tertentu, kemudian seluruh beton dituangkan.. Metode
semacam ini tidak memberikan
hasil yang memuaskan, karena
sebagian semen dalam
campuran beton akan terlarut.
Cara lain adalah dengan
memakai semen kering atau semi
kering dicampur dengan agregat
halus dan agregat kasar,
dimasukkan ke dalam kantong
semen. Beton di dalam kantung
tersebut diletakkan pada dasar
struktur di bawah air.
Gambar 4.4.6. Pengecoran memakai tremie
Cara semacam itu juga tidak memberikan hasil yang memuaskan,
karena massa beton akan dipenuhi oleh kantung udara. Cara yang
paling baik adalah dengan memakai tremi (gambar 4.4.6).
Tremi berasal dari kata dalam bahasa perancis tremie yang berarti
hopper. Pipa tremi adalah pipa yang diameternya kurang lebih 20 cm,
dibuat dengan fleksibel sehingga panjangnya bisa dikurangi atau
ditambah. Di bagian atas dilengkapi dengan funnel, untuk menuangkan
beton. Bagian bawahnya dilengkapi dengan katup atau lembaran
polyethylene atau material serupa lainnya, kemudian dimasukkan ke
dalam air sampai titik pengecoran. Karena bagian bawahnya tertutup,
maka air tidak akan masuk pipa tremi. Campuran beton yang
29
dituangkan mempunyai slump tinggi, yaitu antara 15-20 cm. Bila
seluruh pipa sudah penuh terisi beton, maka pipa tremi ditarik, dengan
suatu sentakan yang ringan melalui mesin derek, kemudian dilakukan
pengaturan penarikan tremi. Bila pipa ditarik dan diberikan suatu
sentakan, maka karena pengaruh berat beton, katup di bagian bawah
akan terbuka dan beton dikeluarkan dari pipa. Pada tahap ini perlu
berhati-hati, karena pipa tremi masih berada di dalam air, sehingga
perlu dijaga agar pipa tidak terisi air. Dengan demikian, bagian bawah
pipa diusahakan tetap berada di dalam campuran beton/tertutup beton
yang sedang dikeluarkan/tidak berjarak terhadap campuran beton yang
dituangkan. Cara semacam itu terus dijaga sampai pengecoran (yang
dilakukan terus menerus tanpa terputus) mencapai lebih dari
permukaan air.
e. Pengecoran berlapis dalam cetakan kayu atau baja, seperti halnya
pada pengecoran dam, abutment atau pier). Bila jumlah massa
campuran beton demikian besar, maka pengecoran dilakukan secara
berlapis. Ketebalan lapisan tergantung dari alat pemadat/cara
pemadatan. Pada umumnya baik melakukan pengecoran dengan
ketebalan lapisan antara 15-30 cm, tetapi untuk jumlah massa yang
besar ketebalan dapat berkisar antara 30-45 cm. Pelaksanaannya
harus diatur sedemikian, agar suhu permukaan lapisan hasil
pengecoran sebelumnya tidak menjadi dingin. Setiap hendak
melakukan pengecoran, maka lapisan sebelumnya harus dibersihkan
terlebih dahulu dengan mempergunakan water jet dan sikat logam.
Untuk dam, bisa juga dipakai sand blasting. Permukaan yang lama
biasanya dibuat kasar dengan membersihkannya dari laitance dan
material lepas lainnya. Permukaan dibasahi, diberi lapisan tipis
campuran semen dengan agregat halus. Progres pengecoran
diperhitungkan sedemikian, agar terhindar dari cold joints.
30
Gambar 4.4.7. Three-cable way dalam pengecoran suatu dam.
Cara yang dipakai
untuk mengangkut
beton dari tempat
mencampur ke lokasi
pengecoran sangat
tergantung kondisi di lapangan. Masalahnya adalah bagaimana
mengangkut campuran beton dengan kemungkinan terkecil terjadinya
segregasi atau perubahan konsistensi, sehingga dapat dipadatkan
secara merata. Cara yang paling sederhana adalah dengan memakai
cableway (gambar 4.4.7). Alat pencampur dengan tilting drum dapat
dipakai untuk mengisi bucket yang kemudian digerakkan ke tempat
pengambilan di bawah cableway, yang akan diangkut secara hati-hati
menuju tempat pengecoran.
Gambar 4.4.8. Pengecoran dam secara berlapis
Bila akan dipakai belt-conveyor sebagai alat transportasi, maka
perlu diperhitungkan pengaruh cuaca / udara sekitarnya. Pada cuaca
panas dan berangin pemakaian alat tersebut dapat menurunkan
konsistensi campuran beton. Kecuali bila conveyor yang dipakai
tertutup dan ke dalam campuran beton dapat ditiupkan udara dingin
untuk menurunkan suhu campuran beton.
Konsolidasi yang tepat untuk beton dengan slump rendah yang
dipakai untuk pengecoran dam memerlukan pengawasan yang ketat.
31
Alat pemadat yang paling effisien untuk maksud tersebut adalah two
man hand-held high speed vibrator.
Pemasangan elemen built-in pada bangunan dam seringkali
merupakan penyebab utama pada tertundanya pelaksanaan bila sejak
awal tidak direncanakan dengan
cermat. Kerumitan timbul pada
pemasangan tulangan,
prestressing, sumuran drainase
pada spillways. Untuk itu
sebaiknya dipakai unit beton pra-
cetak untuk menyingkat waktu
pelaksanaan. Gambar 4.4.9. Pemasangan elemen built-in
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pengecoran beton dengan
jumlah massa yang besar adalah penurunan suhu campuran, untuk
menghindari terjadinya retak. Untuk itu perlu diperhatikan pengaruh
faktor internal dan eksternal sebagai berikut :
Kenaikan suhu, yang sangat dipengaruhi panas hidrasi semen, jumlah
semen per meter kubik, suhu pengecoran dan lamanya waktu
pelaksanaan.
Panas disipasi yang tergantung pada kondisi suhu sekitar termasuk
suhu beton di bawahnya (lapisan pengecoran sebelumnya) dan
thermal diffusifity daripada beton. Terutama di tempat udara dingin, bila
bagian bawah tersebut suhunya perlu ditambah, maka kenaikannya
disarankan tidak melebihi 2 ºC per hari.
Pengaruh permukaan beton yang dingin, akan tergantung pada
tingkatan suhu yang bisa dikurangi, misalnya dengan melakukan
pengecoran setengah dari ketinggian lapisan pengecoran yang
ditentukan sebelumnya.
Pipa pendingin sebaiknya diletakkan pada 0.25-0.75 bagian dari
ketebalan lapisan pengecoran. Penempatan tersebut lebih effisien
32
dibandingkan di permukaan atau di tengah ketebalan lapisan. Jarak
antara penempatannya tergantung pada kecepatan penurunan panas
yang diperlukan serta juga suhu air yang dipakai untuk mendinginkan
(air sungai atau air yang sudah didinginkan).
Cuaca sekitar – kelembaban, suhu dan angin.
4.5. Penambahan Air Di Lapangan
Yang dimaksud dengan penambahan air di lapangan adalah penambahan
air pada beton ready mixed di dalam truck mixer setelah tiba di lokasi
pengecoran. Tempering beton semacam itu dimungkinkan dengan
memberikan sebagian air yang pemberiannya ditangguhkan pada saat
awal pencampuran. Atau juga ditambahkan sejumlah air sesuai keinginan
pembeli.
Gambar 4.5.1. Contoh pengaruh penambahan ait terhadap slump dan kekuatan beton
Bila beton sampai di lokasi pengecoran dengan nilai slump yang rendah,
maka penambahan air dimungkinkan agar nilai slump rencana tercapai.
Hal semacam ini bisa dilakukan selama nilai slump tidak melebihi slump
rencana dan rasio air/semen. Penambahan air semacam itu dilakukan
berdasarkan ASTM C-49 spesifikasi standar untuk beton ready-mixed.
Supplyer beton ready-mixed membuat rencana campuran beton sesuai
standar industri. Bila air yang ditambahkan berlebihan, dapat
33
menyebabkan turunnya kuat tekan beton (gambar 4.5.1), dan cenderung
menyebabkan terjadinya retak. Namun bila pembeli menghendaki air
tambahan di luar air rencana pada campuran beton, maka kualitas beton
menjadi tanggung jawab pembeli. Sebagai alternatif dapat diberikan
bahan tambahan water–reducer atau superplastizicer. Dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya segregasi, maka pemberian
bahan tambahan tidak akan mempengaruhi sifat beton.
4.5. Pemadatan Beton Segar.
34
Tujuan utamanya ialah menghilangkan ruang udara dari dalam spesi
beton, hingga kepadatan beton tercapai. Dengan demikian beton yang
dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi, susut rendah dan kedap air.
Gambar 4.6.1. Hubungan antara kantung udara dengan kuat tekan beton
Beton segar yang sudah dipadatkan dengan alat penggetar, sebaiknya
memiliki nilai slump antara 50 à 100 mm. Kecairan beton yang dipadatkan
dengan alat penggetar nilai slump maksimumnya adalah 125 mm. Bila
lebih cair, maka cenderung terjadi segregasi pada beton segar.
Beberapa macam cara pemadatan :
a. Dengan cara rojokan
Pemadatan dengan cara manual hasilnya akan kurang baik. Karena
itu untuk beton strukturil, pemadatan harus dilakukan dengan alat
penggetar.
35
b. Dengan jarum penggetar / penggetar bentuk batang ( Pin Vibrator )
Panjang batang getar kurang lebih 50
cm, dengan garis tengah mulai dari 25,
50, 75, sampai 100 mm. Pemilihan
jarum penggetar amat penting,
tergantung kapasitas yang dikehendaki
dan jenis konstruksi bangunan yang
akan digetar.
Gambar 4.6.2. Pin vibrator
Tergantung pula jarak antara penulangan dan jarak penulangan
dengan acuan. Pin vibrator dengan garis tengah 25 atau 30 mm
biasanya dipakai untuk penelitian di laboratorium. Untuk pekerjaan di
lapangan, umumnya dipakai yang bergaris tengah 50 mm. Untuk
pemadatan beton tebal dengan maksimum ukuran butir agregat lebih
dari 50mm, dipakai vibrator dengan garis tengah 75 à 100 mm.
Alat penggetar bentuk batang
mempunyai putaran penggetar
sampai 12000 rpm. Untuk
pemadatan beton normal dipakai
penggetar dengan putaran 3500 à
5000 rpm. Sedangkan untuk beton
strukturil yang smooth finish,
dipakai penggetar dengan putaran 6000 sampai 10000 rpm.
Cara pemadatan dengan pin vibrator :
36
- Tebal lapisan yang digetar antara
35 à 50 cm ( maksimum sama
dengan panjang batang getar).Oleh
karenanya, untuk bagian-bagian
konstruksi yang sangat tebal, maka
pemadatan dilakukan lapis demi
lapis sehingga tiap-tiap lapis bias dipadatkan dengan baik. (gambar
4.6.3)
- Posisi batang tegak lurus, atau
boleh miring maksimum 45º. Jarak
memasukkan batang getar antara
45 à 75 cm ( maksimum).
Gambar 4.6.4. Pola pengetaran
- Batang penggetar tidak boleh digeser horisontal, atau dipakai untuk
mendorong adukan beton segar, karena dapat menyebabkan
terpisahnya bahan-bahan.
- Harus dijaga agar jarum tidak mengenai cetakan atau bagian beton
yang sudah mulai mengeras. Karena itu jarum harus berjarak > 5 cm
dari cetakan atau dari beton yang mengeras. Juga diusahakan agar
jarum penggetar tidak mengenai tulangan, agar tulangan tidak