Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 13 BAB II TINJAUAN PONDOK BUDAYA 2.1. Pondok Budaya Jawa 2.2.1. Pengertian Pondok Budaya Pondok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti sebagai bangunan untuk tempat sementara (seperti yang didirikan di ladang, hutan dsb). Sedangkan makna Budaya menurut KBBI adalah pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradap, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan, dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1990, 195). Namun dalam Ilmu Budaya Dasar (IBD) antar budaya dan kebudayaan dibedakan maknanya yakni secara sederhana pengertian kebudayaan dan budaya mengacu pada pengertian sebagai berikut 5 : 1. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjuk dan menekankan hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil dan karya fisik manusia ini sebenarnya tidak lepas dari pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku atau (tindakan) manusianya. 2. Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai- nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. 5 Dr. Ir. P. Wiryono. SJ, 1996, Pemahaman Kontekstual Tentang Budaya Dasar, Yogyakarta, Penerbit Kanisius,
46
Embed
B BAB II TINJAUAN PONDOK BUDAYA - e-journal.uajy.ac.ide-journal.uajy.ac.id/7100/3/2TA13550.pdf · Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan, dan ... tindakan berpola dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 13
BAB II
TINJAUAN PONDOK BUDAYA
2.1. Pondok Budaya Jawa
2.2.1. Pengertian Pondok Budaya
Pondok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mempunyai arti sebagai bangunan untuk tempat sementara (seperti
yang didirikan di ladang, hutan dsb). Sedangkan makna Budaya
menurut KBBI adalah pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradap, maju),
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan, dan
budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1990, 195). Namun
dalam Ilmu Budaya Dasar (IBD) antar budaya dan kebudayaan
dibedakan maknanya yakni secara sederhana pengertian kebudayaan
dan budaya mengacu pada pengertian sebagai berikut 5 :
1. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjuk dan menekankan
hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil dan karya fisik manusia
ini sebenarnya tidak lepas dari pola berpikir (gagasan) dan pola
perilaku atau (tindakan) manusianya.
2. Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah
budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian
keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya
atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai- nilai yang
digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak.
5 Dr. Ir. P. Wiryono. SJ, 1996, Pemahaman Kontekstual Tentang Budaya Dasar, Yogyakarta,
Penerbit Kanisius,
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 14
Seperti halnya dengan kebudayaan, budaya sebagai suatu sistem
juga merupakan hasil kajian yang berulang- ulang tentang suatu
permasalahan yang dihadapi manusia.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki
4 unsur pokok yaitu:
1. Alat- alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik
b. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok
yang meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memunggkinkan kerja sama
antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat- alat dan lembaga- lembaga atau petugas- petugas
untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan
utama).
4. Organisasi kekuatan (politik).
c. Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan
menjadi tiga: yakni gagasan, aktifitas, dan artefak.
1. Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang
berbentuk kumpulan ide- ide, gagasan, nilai- nilai, norma-
norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba dan disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala- kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 15
mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu barada dalam karangan dan buku-
buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud
ini sering pula disebut dengan sistem sosial. sistem sosial
ini terdirii dari aktivitas- aktivitas manusia yang salingg
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan
manusia lainnya menurut pola- pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam keidupan sehari- hari, dan dapat diamati dan
disokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa
hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia
dalam masyarakat berupa benda- benda atau hal- hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Budaya nasional Indonesia sulit untuk didefinisikan ke
dalam satu jenis, karena pada dasarnya Negara Indonesia
memiliki banyak keberagaman dalam suku, sehingga memiliki
beragam jenis budaya khas daerah. Setiap daerah memiliki
identitas budayanya masing- masing. Hal ini lebih mengarahkan
kepada Budaya Tradisional Indonesia. Budaya tradisional
Indonesia memiliki keunikan masing- masing yang dapat dilihat
langsung wujud kebudayaan itu sendiri.
Berikut adalah elemen Budaya Tradisional Indonesia
secara umum:
1. Tarian
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 16
2. Ritual
3. Ornamen
4. Motif kain
5. Alat musik
6. Cerita Rakyat
7. Musik dan Lagu
8. Data Makanan
9. Seni Pertunjukan
10. Produk Arsitektur
11. Pakaian Tradisional
12. Permainan Tradisional
13. Senjata dan Alat Perang
14. Naskah Kuno dan Prasasti
15. Tata Cara Pengobatan dan Pemeliharaan Kesehatan
2.2.2 Perkembangan Pondok Budaya di Yogyakarta
Di Indonesia dapat ditemukan berbagai Pondok, terutama
dalam bidang keagamaan yakni Pondok Pesantren yang tersebar di
seluruh pelosok negeri. Sedangkan bangunan sejenis Pondok yang
bergerak di bidang kebudayaan di Yogyakarta terdapat 2 yakni
Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Bantul, dan Rumah
Budaya Tembi. Keduanya memiliki kegiatan di bidang seni
pertunjukan musik, tari, dan teater. Selain dari Yogyakarta adapula
Padepokan Kalang Kemuning, Padepokan ini merupakan sanggar
tari Jaipong di Lembang, Jawa Barat. Ada juga Padepokan
Nasional Pencak Silat Indonesia (PnPSI) yang berskala nasional
dan internasional yang berlokasi di Kompleks Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta. Selain beberapa contoh di atas, masih
banyak Pondok maupun padepokan lain yyang tersebar di wilayah
Indonesia, baik di bidang seni, bela diri, maupun keagamaan.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 17
2.2. Yogyakarta
2.2.1. Tinjauan Umum Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33
provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah.
Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi 7°33′-
8°12′ Lintang Selatan dan 110°0′-110°50′ Bujur Timur dengan luas
3.185,81 km2 yang berarti 0,17% dari luas Indonesia. Wilayah tersebut
dibagi menjadi satu kodya dan empat kabupaten.
Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan
Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat
laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang meliputi:
• Batas bagian Timur Laut : Kabupaten Klaten
• Batas bagian Tenggara : Kabupaten Wonogiri
• Batas bagian Barat : Kabupaten Purworejo
• Batas bagian Barat Laut : Kabupaten Magelang
Gambar 2.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: http://www.badilag.net/data/petabadilag/Yogyakarta.html Tanggal: 12 Oktober 2014
Ketinggian rata-rata DIY berkisar 113 meter dari permukaan laut
dengan permukaan tanah relatif datar, walaupun kondisi topografi kota
memiliki kemiringan 1% ke arah selatan. Bagian utara kota paling
tinggi pada posisi 129 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian
selatan terletak 95 meter di atas permukaan laut.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 18
Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak
pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat
sebesar 65,65 persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28,84
persen, ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 5,04 persen dan
ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47 persen.
Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis yang dipengaruhi
oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun
Meteorologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta
tahun 2008 menunjukkan angka 26,11 ºC lebih rendah dibandingkan
rata-rata suhu udara pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 27,35 ºC,
dengan suhu minimum 16,6 ºC dan suhu maksimum 34,8 ºC. Curah
hujan berkisar antara 0 mm – 346,2 mm dengan hari hujan per bulan
antara 0,0 kali – 25,0 kali. Sedangkan kelembaban udara tercatat antara
28 persen – 97 persen, tekanan udara antara 1.005,3 mb - 1.014,2 mb,
dengan arah angin antara 60 derajat - 240 derajat dan kecepatan angin
antara 0,0 knot sampai dengan 5,4 knot.
Kepadatan penduduk DIY mencapai 3.468.502 jiwa. Dengan
persentase jumlah penduduk laki-laki 50,19 persen dan penduduk
perempuan 49,81 persen. Menurut daerah, persentase penduduk kota
mencapai 64,37 persen dan penduduk desa mencapai 35,70 persen
(Susenas Juli 2008).
Propinsi DIY terbagi menjadi lima Daerah Tingkat II, 78
kecamatan, 438 kelurahan/desa. Daerah Tingkat II DIY terdiri dari 1
Kotamadya dan 4 Kabupaten, antara lain:
• Kotamadya Yogyakarta, dengan luas 32,50 km² (1,03 %)
• Kab. Gunungkidul, dengan luas 1.485,36 km² (46,62 %)
• Kab. Sleman, dengan luas 574,82 km² (18,04 %)
• Kab. Kulonprogo, dengan luas 586,28 km² (18,40 %)
• Kab. Bantul, dengan luas 506,85 km² (15,91 %)
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 19
Berdasarkan Simposium Perencanaan Kota Yogyakarta, tanggal
15-17 Maret 1979 hal.34, dinyatakan bahwa predikat kota Yogyakarta
secara nyata adalah:
• Sebagai Kota Pendidikan.
Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar
memiliki sarana
pendidikan yang berkualitas baik. Jumlah perguruan tinggi terus
bertambah, dari data terakhir diketahui bahwa jumlah perguruan
tinggi ada 129 perguruan tinggi (Panduan Industri, Jasa,
Pariwisata dan Perdagangan DIY, PSI-UGM, 1995), belum
termasuk sarana pendidikan non formal lainnya.
• Sebagai Kota Budaya dan Pariwisata.
Yogyakarta juga dikenal memiliki potensi budaya dan seni
yang besar. Potensi budaya dapat dilihat melalui peninggalan-
peninggalan sejarah budaya yang masih terawat dengan baik dan
adat istiadat serta tradisi kemasyarakatan masih terasa sekali dalam
pola kehidupan sosial masyarakatnya. Yogyakarta sebagai daerah
tujuan wisata, secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi
perkembangan kota, kehidupan sosial dan dinamikanya, sehingga
mempunyai tingkat perkembangan yang pesat.
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yyang
bersifat tangible (fisik) maupun yang bersifat intangible (nonfisik).
Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan
benda cagar budaya daan benda cagar budaya sedangkan potensi
budaya yang intangible seperti gagasan, system nilai atau norma,
karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam
kawasan masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya
yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset- aset
budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 20
Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari
keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya
dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama daam
berseni budaya dan beraadat tradisi. DIY juga memiliki fasilitas
museum diantaranya adalah Museum Ulen Sentalu dan Museum
Sonobudoyo yang diproyeksikan menjadi museum internasional.
2.2.2. Tinjauan Kabupaten Bantul
Kabupaten bantul adalah kabuapaten di Provinsi DIY, Indonesia.
Bagian selatan Kabupaten ini berupa pegunungan kapur, yakni ujung
barat Pegunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir diantaranya Kali
progo (batas dengan Kabupaten Kulon Progo, Kali Opak, Kali Tepus,
dan anak- anak sungai lainnya.
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bantul
Sumber: kewilayahan.bantulkab.go.id Tanggal: 12 Oktober 2014
Adapun batas- batas wilayah Kabupaten Bantul yakni sebagai
berikut:
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 21
- Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
- Selatan : Samudra Hindia
- Timur : Kabupaten Gunung Kidul
- Barat : Kabupaten Kulon Progo
2.2.2.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan
daerah mengacu pada RTRW Kabupaten Bantul yang terbagi
menjadi enam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP).
Sedangkan peta Satuan Wilayah Pengembangaan adalah sebagai
berikut:
1. SWP 1 : Kecamatan Sedayu, Pajangan dan sebagian
Kecamatan Kasihan (Desa Bangunjiwo).
- Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, agrobisnis,
perdagangan, jasa serta pendidikan.
- Bagian Selatan : sebagai kawasan industri, non polutan,
perdagangan jasa dan permukiman.
2. SWP II : Kecamatan Kasihan, Banguntapan dan sebagian
Kec. Pleret (Desa Pleret)
- Kawasan aglomerasi
- Menjadi bagian pengembangan Kota Yogyakarta:
permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
3. SWP III : Kecamatan Piyungan dan Sebagian Kec. Pleret
(Desa Bawuran, Wonolelo dan Segoroyoso).
- Bagian Utara : sebagai kawasan industri, perdagangan,
jasa, pertanian dan permukiman.
- Bagian Selatan : sebagai kawasan pertanian dan wisata
budaya.
4. SWP IV : Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek
- Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, lahan basah,
agrobisnis dan permukiman.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 22
- Bagian selatan : sebagai kawasan alam, budaya dan
perikanan.
5. SWP V : Kecamatan Bantul dan Sewon
- Bagian Utara : sebagai pusat pemerintahan, perumahan,
perdagangan dan jasa.
- Bagian Selatan : Sebagai kawasan pertanian
6. SWP VI : Kecamatan Imogiri dan Dlingo
Pembangunan diarahkan untuk kawasan pertanian.
untuk mendukung program kecamatan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi baru, maka tiga kecamatan telah
dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, yaitu
kecamatan Piyungan, Pundong, dan Srandakan. Selain
penataan wilayah seperti tersebut di atas, pembangunan di
Kabupaten Bantul juga mengacu pada Perda No. 01 tahun
1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah
Kabupaten Bantul yang menunjukkan pemanfaatan ruang
wilayah.
Pembagian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bantul
secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni:
1. Kawasan Lahan Basah Non Irigasi:
a. Kawasan Lahan Basah Nonirigasi
b. Kawasan Lahan Basah Irigasi
c. Kawasan Pertanian Lahan Kering
2. Budidaya Non Pertanian, terdiri dari:
a. Kawasan Industri
b. Kawasan Perumahan baru
c. Kawasan Perkotaan
d. Kawasan Pariwisata
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 23
2.2.2.2. Sosial Budaya Kabupaten Bantul
Kepadatan pendudukan geografis menunjukkan jumlah
penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Kepadatan
penduduk geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan
tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Data ini diperlukan
untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang ada di
Bantul. Ini digunakan untuk memperkirakan jumlah mayarakat
yang dapat menggunakan fasilitas Pendidikan Anak dalam
bidang Kebudayaan Jawa.
Tabel. 1.3. Kepadatan Penduduk Goegrafis
Kabupaten Bantul
No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk
Kapadatan/ Km2
1. Srandakan 18.32 34.001 1.856
2. Sanden 23.16 37.580 1.623
3. Kretek 27.77 34.684 1.249
4. Pundong 23.68 35.612 1.504
5. Bambanglipuro 22.7 48.058 2.117
6. Pandak 24.3 54.836 2.257
7. Bantul 21.955 66.512 3.030
8. Jetis 24.47 55.883 2.284
9. Imogiri 54.49 63.977 1.174
10. Dlingo 55.87 41.674 746
11. Pleret 22.97 37.480 1.632
12. Piyungan 32.554 42.580 1.309
13. Banguntapan 28.48 96.528 3.389
14. Sewon 27.16 86.779 3.195
15. Kasihan 32.38 89.025 2.749
16. Pajangan 33.25 34.597 1.041
17. Sedayu 33.36 50.006 1.499
JUMLAH 506.85 909.812 1.795 Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2012
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 24
Berikut adalah grafik piramida penduduk Kabupaten
Bantul pada Tahun 2012.
Gambar 2.3. Piramida Penduduk Kabupaten Bantul
Sumber: BPS Kabupaten Bantul,2012
2.3. Studi Preseden Sejenis Pondok Budaya
2.3.1. Padepokan Seni Bagong
Padepokan ini terletak di Dusun Kembaran, Tamantirto,
Kasihan, Bantul. Luas bangunan ini kurang lebih 0,5 Hektar.
Padepokan Seni Bagong Kussudiardja didirikan oleh
seniman Bagong Kussudiardja pada 2 Oktober 1978 sebagai
lembaga pendidikan kesenian non formal yang meliputi tari,
karawitan, teater, ketoprak, musik dan lain sebagainya.
Gambar 2.4. Padepokan Seni Bagong Sumber: http://www.ybk.or.id/lokasi_in.php
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 25
Visi dari Padepokan Seni Bagong ini adalah menjadi rumah
budaya terdepan dalam memberikan kontribusi yang memperkaya
dunia seni di Indonesia, sebagai jembatan yang merekatkan seni
dengan masyarakat. YBK memiliki ikhtiar untuk merangsang
kegairahan perkembangan kebudayaan dan pengembangan
kreativitas masyarakat Indonesia, melalui peran aktif terhadap
seni, komunitas seni, dan kebersamaan masyarakat dengan seni.
Misi dari YBK (Yayasan Bagong Kussudiardja) adalah
rumah budaya nirlaba di Yogyakarta yang mewujudkan seni
pertunjukan sebagai media dialog dan pembelajaran untuk
merangsang kegairahan kreativitas komunitas seni dan
masyarakat. YBK mengolah proses-proses pembelajaran tentang
seni dan menggunakan seni sebagai media, melalui presentasi
karya seni pertunjukan, fasilitasi pengembangan daya kerja kreatif
seniman (artisik dan non artistik), serta merencanakan dan
membangun program yang meningkatkan penyertaan aktif
masyarakat bersama dengan seni.
Fasilitas yang ditawarkan di Padepokan Seni Bagong ini
diantaranya adalah sebagai berikut.
Tabel. 2.1. Tabel Ruang dan Dimensi Ruang pada Padepokan
penginapan. Namun ditinjau dari kapasitas ruangnya Padepokan
ini lebih bergerak di dibidang edukasi yakni berupa pelatihan
Tari, Musik, dan teater, sedangkan fasilitas penginapan kurang
diperhatikan hal ini dapat disebab
menginap yang berupa kamar peristirahatan.
Berbeda dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja,
rumah Budaya Tem
untuk mewadahi kebutuhan fungsi rekreasi dan edukasi. Berikut
adalah gam
Tembi:
Gambar 2.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
Dari data diatas dapat dapat dilihat bahwa di Padepokan
Seni Bagong Kussudiardja memiliki fasilitas utama yakni
ertunjukan, galeri seni, pendopo pertunjukan, dan rumah
penginapan. Namun ditinjau dari kapasitas ruangnya Padepokan
ini lebih bergerak di dibidang edukasi yakni berupa pelatihan
Tari, Musik, dan teater, sedangkan fasilitas penginapan kurang
diperhatikan hal ini dapat disebabkan karena kurangnya fasilitas
menginap yang berupa kamar peristirahatan.
Berbeda dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja,
rumah Budaya Tembi memiliki fasilitas yang lebih
untuk mewadahi kebutuhan fungsi rekreasi dan edukasi. Berikut
gambaran blokplan kompleks bangunan Rumah Budaya
Gambar 2.5. Pembagian Ruang Padepokan Seni BagongDigambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 26
apat dilihat bahwa di Padepokan
ki fasilitas utama yakni ruang
endopo pertunjukan, dan rumah
penginapan. Namun ditinjau dari kapasitas ruangnya Padepokan
ini lebih bergerak di dibidang edukasi yakni berupa pelatihan
Tari, Musik, dan teater, sedangkan fasilitas penginapan kurang
kan karena kurangnya fasilitas
Berbeda dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja,
kompleks
untuk mewadahi kebutuhan fungsi rekreasi dan edukasi. Berikut
kompleks bangunan Rumah Budaya
. Pembagian Ruang Padepokan Seni Bagong
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 27
2.3.2. Rumah Budaya Tembi
Rumah Budaya Tembi terletak di Jalan Parangtritis Km.
8,4 Desa Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Luas seluruh Site adalah sebesar 3500 m2 dengan luas
bangunan 212 m2, dan luas bangunan keseluruhan 1.057 m2.
Gambar 2.6.Tembi Rumah Budaya
Sumber: http://tembi.net/tentang-tembi-news
Desa Tembi dahulunya merupakan salah satu tempat
dimana ini merupakan tempat bagi Abdi Dalem Katemben
yang tugasnya menyusui anak- anak dan kerabat raja. Maka
desa ini kemudian dinamai Dusun Tembi, dan masih ada pula
yang menganggap jika berkunjung kedusun ini akan
mendapatkan kemuliaan bak raja pada zaman yang lalu karena
latar belakang desa tersebut.
Adapun ruang dan dimensi ruang yang terdapat pada
Rumah Budaya Tembi adalah sebagai berikut:
Tabel. 2.2. Tabel Fasilitas Utama dan Pendukung pada
Padepokan Bagong
NAMA RUANG DIMENSI
pendopo 255 m2
Ruang rapat 2 lantai: Lantai 1 Lantai 2
96,8 m2 40 m2
restoran 30 m2
Ruang baca 24 m2
perpustakaan 41 m2
Rg.latihan 47,6 m2
Rg.kursus 31 m2
terdapat di Rumah Budaya Tembi diantaranya adalah ruang
pertunjukan, ruang latihan, ruang pameran, ruang rapat,
museum, dan penginapan yang berupa
fasilitasnya Rumah Budaya
lebih lengkap dibandingkan dengan Padepokan Seni Bagong
Kussudiardja.
Berikut adalah gambar
Rumah Budaya Tembi:
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
Rg.latihan 24 m2
restoran 70 m2
Ruang pameran 126 m2
Wc umum@3 3 m2
Sumber: Analisis Penulis, 2014
Dari data di atas dapat dilihat falilitas utama yang
terdapat di Rumah Budaya Tembi diantaranya adalah ruang
pertunjukan, ruang latihan, ruang pameran, ruang rapat,
museum, dan penginapan yang berupa Cottage. Ditinjau dari
fasilitasnya Rumah Budaya Tembi menyediakan fasilitas yang
lebih lengkap dibandingkan dengan Padepokan Seni Bagong
Kussudiardja.
Berikut adalah gambar blokplan kompleks bangunan
Rumah Budaya Tembi:
Gambar 2.7. Pembagian Ruang Rumah Budaya TembiDigambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 28
Dari data di atas dapat dilihat falilitas utama yang
terdapat di Rumah Budaya Tembi diantaranya adalah ruang
pertunjukan, ruang latihan, ruang pameran, ruang rapat, cafe,
. Ditinjau dari
Tembi menyediakan fasilitas yang
lebih lengkap dibandingkan dengan Padepokan Seni Bagong
kompleks bangunan
. Pembagian Ruang Rumah Budaya Tembi
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 29
Dari data Padepokan Seni Bagong dan Rumah Budaya Tembi dapat dikomparasikan sebagai berikut:
Tabel. 2.3. Tabel Komparasi Padepokan Seni Bagong dengan
Rumah Budaya Tembi.
NO. KETERANGAN
PADEPOKAN SENI BAGONG
RUMAH BUDAYA TEMBI
1. KONSEP
Konsep bangunan langgam Arsitektur Neo- Vernakuler. Dilihat dari komposisi bangunan esensi bangunan Padepokan ini lebih kepada kegiatan Education yang meliputi kegiatan seni Musik, Tari, dan teater
Konsep bangunan langgam Arsitektur Neo- Vernakuler. Esensi dari bangunan Rumah Budaya Tembi lebih kepada kegiatan Recreation hal ini ditunjukkan dengan adanya komposisi bangunan rekreasi lebih banyak seperti Cottage, kolam renang, Museum, dan amphyteatre dibandingkan dengan bangunan fungsi Education.
2. FASILITAS
1. Rg. Sekretariat & arsip
2. Rg. Pertunjukan indoor (1)
3. Rg Pertunjukan Outdoor (3)
4. Rg. Galeri lukisan 5. Rg. Galeri
Gamelan 6. Rg. Serbaguna 7. Tempat
penyimpanan kostum (2)
8. Rg. Peristirahatan (2)
9. Rg. Kantor Yayasan
10. Rg. Rapat 11. Parkir kendaraan
umum 12. Toilet umum (3)
1. Ruang pertunjukan outdoor
2. Amphyteater 3. Rg. Ganti 4. Rg. Latihan 5. Museum Buku 6. Museum benda antik 7. Museum Lukisan 8. Rg. Kursus 9. Perpustakaan 10. Rg. Baca 11. Rg. Rapat 12. Cottage (9) 13. Restoran 14. Pantry 15. Mushola 16. Gudang 17. MEE 18. Kantor pengelola 19. Wc Umum (3) 20. Kolam renang 21. Pos satpam
Sumber: Analisis Penulis, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 30
2.4. Tinjauan Umum Terkait Esensi Kegiatan Tari, Karawitan, dan
Wayang di Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta.
2.4.1. Tari Tradisional Jawa
Tarian daerah atau bisa juga disebut sebagai tarian adat jenisnya
bermacam- macam, tergantung dari maksud dan tujuan ditampilkannya
tarian daerah tersebut. Satu daerah bahkan mempunyai bermacam-
macam tarian adat, misalnya tarian untuk menyambut tamu agung,
tarian untuk menyambut keamanan dan tarian dengan mengusung tema
perang- perangan.
Pada umumnya tarian daerah mempunyai tema tertentu, seperti
misalnya tarian adat di Papua biasanya bertema perang, sedangkan
tarian adat Jawa banyak yang bertema pernikahan atau menyambut
hasil panen. Berikut ini adalah macam- macam tarian daerah Jawa.
Tarian yang berasal dari Jawa Timur diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Tari Dongkrek
2. Tari Gandrung Banyuwangi
3. Tari Glepeng
4. Tari Jaran Kepang
5. Tari Jejer
6. Tari Kethek Oglek
7. Tari Oklik
8. Tari Ngremo
Tarian yang berasal dari Daerah Jawa Tengah adalah sebagai
berikut:
1. Tari Bondan
2. Tari Gambir Anom
3. Tari Gambyong
4. Tari Gatotkaca Gandrung
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 31
Tarian yang berasal dari daerah Jawa Barat diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Tari Banjet
2. Tari Debus
3. Tari Jaipong
4. Tari Ketuk Tilu
5. Tari Kuda Lumping
6. Tari Merak
7. Tari Patilaras
8. Tari Reog
9. Tari Sisingaan
10. Tari Topeng Kuncaran.
Tarian yang berasal dari daerah Yogyakarta diantaranya adalah
2.5. Persyaratan Ruang Terkait Esensi Fungsi Pondok Budaya Jawa
Pondok Budaya Jawa mempunyai kriteria dalam perancangan
diantaranya adalah untuk mewadahi fungsi sebagai tempat rekreatif dan
edukatif dalam bidang kebudayaan. Kegiatan- kegiatan utama yang
dilakukan di Pondok Budaya adalah kegiatan memamerkan,
mempromosikan, dan menjual sampel produk kebudayaan. Untuk
memenuhi kegiatan tersebut maka diperlukan sarana- prasarana yakni
ruang pertunjukan, Ruang pelatihan untuk membuat Batik, ruang
koleksi Budaya Jawa yang berupa museum, dan ruang penginapan
sebagai sarana penunjang untuk berlatih kebudayaan Jawa dengan
tempo waktu lebih lama.
2.5.1. Ruang Pertunjukan
Panggung pertunjukan merupakan suatu tempat yang
dipergunakan untuk mempegelarkan suatu pertunjukan, yakni
seni tari, kerawitan maupun wayang. Terkait dengan itu maka
persyaratan ruang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar
pesan yang diungkapkan penyaji seni dapat tertangkap dengan
baik sehingga tercapai kualitas pertunjukan yang optimal.
Teater terbuka6 digunakan untuk acara yang diucapkan
(pagelaran panggung hidup), dan untuk pertunjukan musik,
terimakasih pada daya akustik inheren yang lebih tinggi pada
instrumen- instrumen, dapat mencapai penonton yang jauh lebih
banyak daripada acara- acara yang diucapkan.
Bunyi langsung karena penguatan wajar dari permukaan
reflektif yang dekat sangat terbatas, sedang reduksi sekitar 6 dB
dalam intensitas bunyi dapat diharapkan tiap saat jarak dari
sumber digandakan. Untuk mengimbangi pengurangan yang
sangat banyak ini di udara yang sanga banyak ini di udara
6 Leslie L. Doelle, Eng., M.Arch, Akustik Lingkungan, Erlangga, Jakarta, 1986
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 50
terbuka, perhatian harus diberikan pada rekomendasi-
rekomendasi berikut ini:
a. Lokasi/ tempat harus dipilih dengan hati- hati ditinjau dari
pengaruh secara topografi dan kondisi atmosfir (angin,
temperatur dan lain- lain) dan pengaruh sumber- sumber
bising luar terhadap perambatan dan penerimaan bunyi.
b. Secara fisik panggung dapat dibagi menjadi tiga macam,
yakni panggung tertutup, panggung terbuka dan panggung
kereta. Panggung tertutup terdiri dari panggung prosenium,
panggung portable dan juga dapat berupa arena. Sedangkan
panggung terbuka atau lebih dikenal dengan sebutan open
air stage. Berikut adalah penjelasannya:
1. Panggung Proscenium
Panggung procenium adalah panggung konvensional
yang memiliki ruang prosenium atau suatu bingkai
gambar melalui mana penonton menyaksikan
pertunjukan. Hubungan antara panggung dan
auditorium dipisahkan atau dibatasi oleh dinding atau
lubang prosenium. Sedangkan sisi atau tepi lubang
prosenium bisa berupa garis lengkung atau garis lurus
yang dapat disebut dengan pelengkung procenium
(Procenium Arch). Panggung Proscenium terdiri dari
tiga bagian yaitu:
1. Stage Block adalah tempat/ arena pertunjukan
2. House Block adalah penonton
3. Front House Blok adalah tempat pekerja personalia
pertunjukan atau public relation
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 51
2. Panggung Portable
Panggung portable yaitu panggung tanpa layar
muka dan dapat dibuat di dalam maupun di luar gedung
dengan mempergunakan panggung (podium, platform)
yang dipasang dengan koko di atas kuda- kuda. Sebagai
tempat penonton biasanya mempergunakan kursi lipat.
Adegan- adegan dapat diakhiri dengan mematikan
lampu (black out) sebagai pengganti layar lipat. Dengan
kata lain bahwa penggung yang dibuat secara tidak
permanen
3. Panggung Arena
Panggung arena merupakan bentuk panggung
yang paling sederhana dibandingkan dengan bentuk-
bentuk panggung lainnya. Panggung ini dapat dibuat di
dalam maupun di liar gedung asal dapat dipergunakan
secara memadai. Kursi- kursi penonton diatur
sedemikian rupa sehingga tempat panggung berada di
tengah antara deretan kursi ada lorong untuk masuk dan
keluar pemain atau penari menurut kebutuhan
pertunjukan tersebut. Papan penyangga (peninggi)
ditempatkan di belakang masing- masing deret kursi,
sehingga kursi deretan belakang dapat melihat dapat
melihat dengan jelas.
4. Panggung Terbuka (open air stage)
Panggung terbuka adalah panggung yang terletak
di alam terbuka. Berbagai variasi dapat dipergunakan
untuk memproduksi pertunjukan di tempat terbuka.
Pentas dapat dibuat di beranda rumah, teras sebuah
gedung dengan penonton berada di halaman, atau dapat
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 52
diadakan di sebuah tempat yang landai dimana
penonton berada di bagian bawah tempat tersebut.
5. Panggung Extended
Panggung Extended adalah pengembangan dari
bentuk proscenium yang melebar ke arah samping,
sehingga penonton dapat menyaksikan penyaji dari arah
samping. Bentuk panggung ini cocok untuk acara yang
memiliki beberapa bagian pertunjukan. Misalkan acara
penghargaan dengan hiburan musik. Panggung seperti
ini memungkinkan dekorasi bagian acara satu tidak
mengganggu dekorasi bagian lainnya.
2.5.2. Studio Batik
Batik adalah salah satu Warisan Kemanusiaan untuk
Budaya Lisan dan Nonbendawi Indonesia (Masterpieces of the
Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO
sejak 2 Oktober 2009.
Batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit,
dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad
XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai
awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia
I atau sekitar tahun 1920-an.
Macam ragam batik tradisional terdiri dari7:
1. Ragam hias (motif ragam hias) geometri ialah ragam hias
secara ilmu ukur yang terwujud : bidang garis lurus, garis
miring, segi tiga, kelompok bunga (kelompok hiasan
misalnya: ceplok, truntum, gerompol, tambal, parang dan
yang sejenisnya).
7 Ismaun, Banis dan Drs Martono, 1989-1990, Petunjuk Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo
Yogyakarta
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 53
2. Ragam hias non geometrikal ialah ragam hias tertentu
misalnya: semen (semi= tumbuh) yang hiasannya terdiri
dari lukisan- gambar unsur tumbuh- tumbuhan, hewan
(burung kupu), gunung, Meru, bunga, sulur- suluran, daun
dan yang sejenis.
Contoh: batik beragam hias geometris: tamabl, parang
rusak, parang klitik, grompol, sido asih, sido luhur,
kawung, dan sebaginya. Batik beragam non geometrris:
semen gurda, rama, semen, jolen dan sebaginya, sekar
jagad.
Fungsi dan macam Batik:
o Fungsi pokok kain Batik antara lain sebagai: kelengkapan
berbusana tradisional Jawa, dan upacara- upacara tertentu
dan sebagainya.
o Batik dengan ragam hias tertentu untuk keluarga raja,
upacara pengantin dan sebaginya (parang rusak, parang
barong untuk keluarga raja, sido luhur, sido mukti, truntum,
grompol untuk busana pengantin.
o Dodot- Kampuh
Dodot atau kampuh ialah sejenis kain Batik dengan ukuran
lebih besar dari pada kain Batik, Dodot / Kampuh
berukuran kurang lebih 4m. Fungsi: ialah kelengkapan
busana dalam upacara kebesaran Keraton oleh pangeran,
Bupati (Tumanggung) dan yang sederajat, serta abdi dalem
(hamba raja) tertentu, misalnya: pada Upacara Gerebeg,
panggih pengantin, pisowanan atau caos (menghadap/ tugas
jaga di keraton).
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 54
Proses Pembuatan Batik:
Untuk menghasilkan kain Batik yang indah harus melalui
proses yang cukup panjang yakni sebagai berikut:
1. Langkah yang pertama dilakukan adalah penggambaran
motif pada kain mori, sutera, poliester, rayon dan bahan
sintetis lainnya menggunakan pensil.
2. Langkah kedua adalah melapisi kain mori yang telah
digambari motif dengan menggunakan canting yang berisi
lilin cair.
3. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah
berubah warna direbus dengan air panas. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang
telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Setelah proses
pencelupan ke dalam air panas kemudian Batik di bilas dan
kemudian di jemur untuk proses pengeringan.
Dari penjelasan cara pembuatan Batik diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk membuat batik diperlukan ruang
yang dapat mewadahi kegiatan penggambaran motif pada kain,
penggambaran menggunakan canting, pencelupan warna,
pencucian kain batik dan penjemuran.
2.5.3. Ruang Koleksi Budaya Jawa/ Museum
Ruangan- ruangan: Ruang Pameran untuk karya seni dan
ilmu pengetahuan umum, dan ruang- ruang itu haruslah8:
1) Terlindung dari gangguan, pencurian, kelembaban, kering,
dan debu.
2) Mendapatkan cahaya yang terang, merupakan bagian dari
pameran yang baik.
8 Neufert, Ernst, Data Arsitek, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 55
a. Di dalam kuliah lukisan (lembaga, gambar tangan dan
lain-lain). Map disimpan dalam lemari yang dalamnya
80 cm tingginya 60 cm.
b. Sesuatu yang khusus untuk publik (lukisan- lukisan
minyak, lukisan dinding pameran yang berubah- ubah.
Museum bukan hanya tempat untuk mengadakan suatu
pameran, melainkan juga sebagai pusat kebudayaan.
Penggunaan multifungsi itulah yang harus dijalankan. Ruang
Pemeran: pameran yang tetap dan selalu berganti, ruang untuk
menaruh karya- karya, ruang untuk belajar, dan ruang untuk
rapat.
Terdapat beberapa teknik dalam tata letak lukisan dalam
pameran. Penempatan lukisan yang berukuran sama akan
berbeda dengan tata letak lukisan yang berukuran bervariasi.
Berikut adalah bentuk tata letak lukisan yang berukuran sama.
Tabel 2.4. Tata Letak Lukisan Berukuran Sama
DEFINISI GAMBAR
Penataan lukisan secara sejajar ke samping, sehingga penikmat bisa menikmati lukisan secara fokus satu persatu.
Penataan lukisan secara berselang- seling kanan kiri, atas dan bawah. Penataan ini menghilangkan anggapan monoton karena letaknya yang lebih bervariasi.
Penataan lukisan secara terpola akan memberi kesan lebih bervariasi, membuat lukisan dengan tema yang sama tidak membosankan, namun karena ada sisi yang sejajar membuat fokus penikmat berkurang.
Sumber: Susanto, 2004: hal.294
Tabel 2.5. Letak Lukisan yang Berukuran Bervariasi
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
DEFINISI GAMBAR
Penataan ini memusatkan garis pandang pada titik tengah, sehingga penikmatnya dapat melihat fokus lukisan ditengah, kemudian bagian atas dan bawahnya.
Penataan ini menempatkan garis ketinggian sama rata, sehingga penikmat dapat menikmati satu rentetan lukisan dari atas ke bawah secara konstan.
Menurut sistematika penempatannya, lukisan dapat
diletakkan menempel pada dinding, menempel pada panil,
maupun digantung. Masing- masing cara peletakan ini memiliki
kekurangan dan kelebihan seperti berikut:
Tabel 2.6. Lukisan Menempel pada Dinding
KELEBIHAN KEKURANGAN SKETSA
Dinding sebangai latar belakang dapat mempeerkuat tampilan objek (lukisan).
Kurang fleksibel
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
Tabel 2.7. Lukisan Menempel pada Dinding
KELEBIHAN KEKURANGAN SKETSA
Fleksibel dalam penempatan.
Panil dengan ornamen berlebihan akan mengganggu tampilan objek (lukisan).
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
Tabel 2.8. Lukisan Menempel pada Dinding
KELEBIHAN KEKURANGAN SKETSA
Objek pamer (lukisan) dapat diliat secara utuh.
Lingkungan yang terbentuk dapat mengacaukan perhatian.
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
58
2.5.4. Wisma Budaya
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “wis-ma” merupakan bangunan untuk tempat tinggal, kantor, dsb; gerha;. Wisma tamu rumah(gedung) khusus untuk tamu yang mungkin bermalam.