AYAT DAN HADITS TENTANG MEKANISME PASAR 1. Muhammad Hafizh 2. Muhammad Luthi Mubarok
AYAT DAN HADITS TENTANG MEKANISME PASAR
1. Muhammad Hafizh2. Muhammad Luthi
Mubarok
Membahas tentang:
Harga yang Adil Intervensi Pasar
Distorsi Pasar Larangan Ihtikar
Harga yang Adil
Dalam kitab al-ahkam as suq. Penyusun buku tersebut Imam Yahya bin Umar, beliau ingin menyatakan bahwa eksistensi harga merupakan
hal yang sangat penting dalam sebuah transaksi dan pengabaian
terhadapnya akan dapat menimbulkan kerusakan dalam
kehidupan masyarakat.
Lanjutan........
Berkaitan dengan hal ini, Imam Yahya bin Umar berpendapat bahwa penetapan harga tidak boleh dilakukan. Ia berhujjah dengan hadits Nabi Muhammad S.A.W, antara lain :
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Telah melonjak harga (di pasar) pada masa
Rasulullah S.A.W. mereka (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah tetapkanlah harga bagi kami”. Rasulullah S.A.W menjawab: “Sesungguhnya Allah-lah yang menguasai harga, yang memberi rezeki, yang memudahkan, dan yang menetapkan harga. Aku sungguh berharap bertemu Allah dan tidak seorangpun (boleh) memintaku untuk melakukan suatu kezaliman dalam persoalan jiwa dan harta”. (Riwayat Abu Dawud)
Lanjutan.......
Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa fluktuasi harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tak adil oleh seseorang, tetapi juga proses alamiah dalam pasar.
Boleh jadi harga naik karena disefisiensi proses produksi atau penurunan jumlah produk akibat
penurunan import pada barang yang pada saat itu banyak diminta. Atau sebaliknya ketika keinginan
untuk membeli dari konsumen turun sementara stok barang terus bertambah, maka harga akan turun.
Dan hanya Allah-lah yang menggerakkan (yang ada motif kemaslahatan) pada tiap-tiap hati manusia.
Inilah penjelasan dari alasan Rasulullah diatas.
Intervensi Pasar
Dalam hal ini ada sebagian ulama fiqh yang tidak memperbolehkan adanya intervensi pasar dan ada juga sebaliknya.
A. Pendapat yang Melarang Ada sebagian ulama fiqh yang melarang
adanya intervensi harga, di antaranya adalah Ibnu Hazm dan Ibnu Al-atsir. Menurut kedua ulama tersebut, pelarangan atas intervensi harga berdasarkan atas hadits Rasulullah S.A.W yang diatas.
Lanjutan....
Selain itu, ada sebuah ayat yang menjelaskan tentang prinsip kerelaan dan keridhaan para pelaku pasar dalam melakukan transaksi di mana pembeli diberikan kebebasan dalam menetapkan harga sebuah komoditas sehingga intervensi harga tidak berlaku dalam kondisi ini, yaitu (QS. An nisa: 29)
Penjelasan.....
Dengan demikian, selain bertentangan dengan hadits Rasulullah yang melarang adanya pembatasan dalam bertransaksi
atas harta kekayaan, intervensi pasar tidak berlaku dalam kondisi pasar yang
stabil. Dalam hal ini masing-masing pembeli dan penjual saling menyepakati
harga yang berkembang saat itu. (Ibnu Qudamah, al-mughni, jilid IV.)
B. Pembolehan Melakukan Intervensi Pasar
Ibnu taimiyah dan Ibnu Qayyim menjelaskan, pelarangan ulama atas
intervensi pasar berdasarkan atas pemahaman mereka terhadap teks hadits
dan bukan terhadap konteks hadits. Namun, larangan tersebut tidak bersifat mutlak dan
wajib. Apabila Rasulullah menginginkan adanya larangan tersebut secara mutlak, mungkin kata-kata yang digunakan beliau
memakai kalimat “Jangan atau tidak diperbolehkan”, dan sebagainya.
Penjelasan....
Ada kemungkinan pelarangan Rasulullah atas intervensi harga adalah tidak ditemukan kondisi yang mengharuskan untuk melakukannya, atau
kenaikan harga yang ada masih berjalan normal dan bukan merupakan akibat distorsi pasar. Sepintas,
pendapatnya ini bertentangan dengan sikap Rasulullah yang menolak intervensi. Namun sebenarnya pendapat Ibnu Taimiyah justru
menjabarkan hadits Rasulullah S.A.W, bahwa harga terjadi secara rela sama rela pada saat penawaran
bertemu permintaan. (Ekonomi Islam, hal. 96. Dr. Sa’id Saad Marthon)-
Pengamat Ekonomi Islam Timur Tengah
Distorsi Pasar
Distorsi pasar adalah gangguan-gangguan atas bekerjanya mekanisme pasar. Gangguan-gangguan tersebut
dapat berasal dari beberapa sebab, di antaranya adalah dari unsur permintaan
maupun dari unsur penawaran yang terjadi di pasar, struktur pasar, masalah eksternalitas, masalah barang publik.
(Kebijakan ekonomi dalam islam, h. 221. Jusmiani dkk)
Distorsi pasar terdiri dari:
a) Distorsi bai’ najasy, yaitu: seseorang menambah harga pada suatu barang, namun ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya; ia hanya ingin harganya bertambah, dan akan menguntungkan pemilik barang.
. DجBش@ : الن عIن@ IهIى ن وسلم عليه الله صلى Dه@ الل IولWس Iر DنI أ IرIمWع Bن@ اب عIن@( ) . WخIار@ى Bب ال WاهIو Iر وBا WشIاجI Iن ت I ال Iو gظBفI ل Bف@ي Iو Dari Ibnu ‘Umar r.a.: Bahwasanya Rasulullah saw
melarang jual-beli dengan cara najasy. Dan dalam lafazh yang lain dinyatakan: Janganlah kamu sekalian melakukan jual-beli dengan cara najasy. (HR al-Bukhari).
Contoh:
Pada waktu Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997, misalnya, terjadi isu kelangkaan pangan. Karena takut kehabisan persediaan beras, terutama dikota-kota besar masyarakat ramai-ramai memborong beras. Sehingga permintaan terhadap beras meningkat, sehingga harga beras naik. Tak lama kemudian beras di gudang Bulog meningkat.
b) Tadlis
Yaitu: Jenis kegiatan penipuan yang berkaitan dengan jumlah barang, mutu barang, harga barang, dan waktu penyerahan.
QS: An nahl 105
ن� ب�و ذ� كن� ل ٱ ب ب� ن� ذ� كن ل و� ب�� ن� � ذ� �� ن ٱ ذ� �كن ن��ا ذ� ن� ب�و ذ ل! �ب ن#ا ن$ �ذ� � ن ٱ ن% ذ� ن� ل ٱ ذ'ى ن) ل( �ن ن*ا +� ن ذ,� QS: Al-Baqarah 42
ن� ب*و ن� ل- ن. ل ب) ل+ ن�� ن� ن�/ ن0 ل � ب*و� ب) ل� ن. ن� ذ1 ذ2 ن3ا ل ذ�ا ن�/ ن0 ل � ب4و� ذ3 ل� ن. ن#ا ن�
Hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a:
Diriwayatkan Abu Hurairah r.a: Rasulullah saw. pernah lewat dihadapan orang yang menjual setumpuk makanan. Lalu beliau memasukkan
tangannya kedalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan beliau mengenai makanan basah di
dalamnya. Kemudian beliau bertanya kepada orang itu, “mengapa ini basah wahai penjual makanan?” Orang itu menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya
diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia bukan dari golonganku.”
c) Taghrir
Yaitu: semacam ketidakpastian atau ketidakjelasan yang dapat pula berkaitan dengan mutu barang, harga dan waktu penyerahan.
5ذ ل6 ن� ل$ ن7 ن� ذ8 ن9ا ن0 ل � ذ5 ل6 ن� ل$ ن7 ن �� ن ن: ن� ذ� ل6 ن� ن7 ب� �� ن � ن��ى ن> ذ� �� ن � ب= ب:و ن< ن?ى ن+ ن= ن@ا ن8 ن' �ل ن' ب� ذ�ي ن�� ل$ ن7ذ< ن' Bن ل �
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, "Rasulullah telah mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang secara gharar." (Shahih Muslim no: 939)
Contoh:
semisal Yason mempunyai kambing. Dia menjual anak kambing tersebut ketika masih dalam kandungan seharga Rp 1.000.000,00. Baik si Yason maupun
yang membelinya tidak tahu bagaimana kondisi anak kambingnya. Apakah baik,
cacat bahkan bisa-bisa mati. Dengan demikian tidak dapat diketahui kualitas
anak kambing tersebut.
Larangan Penimbunan (Ihtikar).
Yaitu: artinya menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu harganya naik. Yang menimbun memperoleh keuntungan besar, sedang masyarakat dirugikan
(H. A. Aziz Salim Basyarahil, 22 Masalah Agama, hlm.56, Gema Insani Press, Jakarta.)
Ayat dan hadits pengharaman ihtikar
(QS At taubah: 34-35)
@هD الل @يل@ ب Iس ف@ي IهIا Bف@قWون Wن ي IالIو IةDف@ضB وIال IبIهDالذ Iون Wز@ Bن Iك ي Iذ@ينD وIال . BوIى Wك فIت IمD هIن Iج Iار@ ن ف@ي BهIا Iي عIل WحBمIى ي IمBوI ي @يم Iل أ gابIذIع@ ب BمWه Bر Iش� فIب
BمW ك BفWس@ Iن أل@ BمW ت BزI Iن ك مIا هIذIا BمWه WورWهWظIو BمWهW Wوب ن WجIو BمWهWاهI ب ج@ @هIا ب Iون Wز@ Bن Iك ت BمW Bت Wن ك مIا فIذWوقWوا
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
Lanjutan....
Dari Abu Huroirah Radhiallohu ‘anhu berkata, Rosululloh Shallollohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menimbun suatu timbunan supaya menjualnya dengan harga yang tinggi kepada kaum muslimin, maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Ahmad 2/354, dan dihasankan al-Albani rahimahulloh dalam Silsilah Shohihah 3362).
Dه@ الل WولWس Iر IالIق IالIق ا مIعBمIر� DنI أ Wد�ثIحW ي Dب@ ي IسWمB ال WنB ب Wع@يد Iس BنIعخIاط@ئ� IوWهIف IرI Iك ت Bاح مIن@ IمD ل IسIو Bه@ Iي عIل WهD الل صIلDى
(HR. Muslim: 1605)
perbedaan pendapat berkaitan dengan barang yang dilarang untuk ditimbun: 1. Mayoritas para ulama (seperti imam
Hanafi, Imam Malik, Sufyan ats-Tsauri dan lainnya) menganggap bahwa ihtikar yang dilarang mencakup semua barang yang dibutuhkan manusia, hal ini lantaran keumuman larangan akan hal tersebut. (Demikian yang dikatakan Imam Syaukani rahimahulloh dalam Nailul Author: 337)
Lanjutan..
2. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad radhiallohu ‘anhuma berpendapat bahwa ihtikar yang dilarang adalah khusus
bahan makanan saja, dengan dalil beberapa riwayat yang muqoyyad (yang disebutkan secara khusus bahan makanan),
dikuatkan dengan apa yang dilakukan Rosululloh, beliau pernah menyimpan bahan makanan keluarganya untuk satu
tahun penuh (HR. Bukhori 5357, dan Muslim 1757), dan sebagian sahabat ada yang melakukan ihtikar berupa
minyak, seperti Ma’mar (sahabat Nabi yang merowikan hadits larangan ihtikar itu sendiri).
Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahulloh, ihtikar adalah menahan bahan makanan, padahal dia tidak membutuhkannya sedangkan manusia sangat membutuhkannya lalu menjualnya
pada saat harga tinggi. (lihat Fathul Bari: H. 348).