Awas Waswas!
Dalam keadaan baju yang basah dan wajah yang lelah ia berdiri di
hadapan teman-temannya. Setelah itu ia angkat kedua tangannya ke
atas kepalanya, seraya berkata dengan lantang, Allahu akbar!
Teman-temannya kaget dan mungkin saja menertawakannya dalam hati.
Ada apa dengannya? Ia baru saja memenangkan perlombaan maraton?
Atau baru menyabet juara satu perlombaan renang? Atau baru saja
latihan jihad? Bukan. Bukan itu semua. Ia sedang memulai shalat
ketika itu!
Ia salah seorang teman saya, sebut saja Ridwan (nama samaran).
Setelah menghilang beberapa lama dari pondok pesantren, ia kembali
lagi dalam keadaan sudah tidak normal . Badannya jadi nampak kurus,
mukanya sedikit pucat dan pandangannya terlihat sayu, hanya sedikit
gairah hidup yang terpancar di matanya. Bukan itu saja, banyak
tingkah laku barunya yang membuat teman-temannya mengernyitkan
kening atau geleng-geleng kepala.
Bila di kamar kecil ia bisa menghabiskan waktu lebih dari
setengah jam hanya sekedar untuk buang air kecil! Kalau buang air
besar atau mandi? Tentu bisa berjam-jam. Ketika hendak shalat, ia
bisa menghabiskan lima belas menit lamanya hanya sekedar untuk
berwudhu. Lalu ketika baru saja masuk shaff, ia sering membatalkan
shalatnya, lalu mengulang lagi ritual yang tadi dikerjakannya di
kamar kecil dan di tempat wudhu. Karena ritual itu pula, ia jadi
sering tidak mendapatkan jamaah shalat dan itu terjadi di setiap
shalat lima waktu.
Bila shalat sendiri (karena masbuk), mungkin lima menit lamanya
ia habiskan hanya untuk takbiratul ihram; ia mengulangnya
berkali-kali dengan suara yang keras! Begitu juga shalatnya, sangat
lama. Bukan karena membaca surat atau dzikir yang panjang, tapi
karena ia mengulang-ulang bacaan yang baru dibacanya, seakan
bacaannya selalu salah!
Bisa jadi orang-orang tertawa menyaksikan tingkah lakunya yang
serba aneh seperti itu, tapi saya justru merasa kasihan dan
prihatin dengannya. Sebab, sebenarnya ia sedang menderita ketika
itu. Saya bisa merasakan penderitaannya, karena saya sendiri pernah
merasakan apa yang dirasakannya, meskipun tidak separah yang
menimpanya. Ia tertimpa penyakit yang menurut istilah fuqaha
dinamakan waswas. Waswas adalah keraguan yang ditiupkan syaithan
kepada seseorang sehingga seakan-akan (keraguan itu) menguasai
ibadahnya atau perkara din lainnya.
Penyakit itu awalnya terjadi pada satu masalah, tapi lambat laun
akan merembet ke masalah lainnya bila tidak segera ditangani.
Seperti yang pernah saya rasakan beberapa tahun silam. Pertama kali
terjadi ketika shalat. Dalam suatu shalat, ketika sedang membaca
Al-Fatihah, saya merasakan lidah ini berat dalam mengucapkannya.
Seolah-olah bacaan saya kurang benar atau kurang fasih. Dan itu
terjadi di setiap shalat lima waktu. Tidak berapa lama setelah itu,
saya merasakan keanehan lain lagi, yaitu dalam wudhu. Setiap
berwudhu saya jadi sering ragu. Kerap ada saja beberapa bagian
anggota wudhu yang terasa belum terbasuh, entah ujung jari atau
tumit kaki atau anggota wudhu lainnya.
Waswas itu tidak berhenti sampai di sini. Setelah itu, acap kali
saya ragu dalam menghitung berapa kali saya membasuh anggota wudhu:
apakah sudah tiga kali atau baru dua kali? Atau justru baru satu
kali atau malah belum di basuh sama sekali? Waswas seperti itu
memaksa saya untuk mengulang-ulang membasuh anggota wudhu (mirip
seperti yang dilakukan Ridwan) agar lebih yakin dan tenang. Namun
ketenangan kah yang saya dapatkan? Yang terjadi justru sebaliknya.
Makin sering keraguan dan waswas melanda ibadah saya ini, bahkan
merembet pula ke ibadah lainnya. Tentu saja itu sangat menyiksa,
sebab bukan kelelahan fisik saja yang terasa, tapi psikis ini pun
turut berteriak. Waswas memang benar-benar merusak ibadah dan fisik
seseorang!
Bukan hanya itu saja penderitaan yang dihasilkan penyakit ini.
Bila tidak segera ditangani dan diobati Waswas juga bisa merusak
perkara din lainnya, di antaranya aqidah penderitanya! Dan itu yang
dialami Ridwan. Saking parahnya waswas yang menimpanya, sampai
keluar dari lisannya pertanyaan yang membuat saya merinding, Apa
benar ya, Allah itu di atas Arsy? Waswas sudah menyerang
aqidahnya!
Dan yang mengerikan juga (entah ini lebih atau kurang mengerikan
dari sebelumnya) waswas ini bisa membahayakan nyawa penderitanya.
Kakak Ridwan bercerita bahwa suatu hari ketika curhat dengannya
Ridwan pernah mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hidupnya,
karena frustasi dengan penyakit waswasnya tersebut!
Masih ada lagi efek mengerikan dari waswas. Ibnul Qayyim dalam
Ighatsatullahafan menyebutkan bahwa penyakit waswas yang telah
kronis itu bisa membawa penderitanya menjadi seperti Sufasthoiyyah
yaitu kaum yang mengingkari sesuatu yang konkret dan nyata. Bila
mereka telah melakukan sesuatu yang disaksikan sendiri oleh mata
mereka dan didengar oleh telinga mereka serta dirasakan oleh tubuh
mereka, mereka menganggap bahwa perbuatan itu hanya ilusi bukan
hakikat yang sebenarnya! Sangat mirip dengan orang gila!
Naudzubillah min dzalik..
Tidak ada suatu penyakit, kecuali pasti ada obatnya. Demikian
Nabi kita bersabda. Maka begitu pula dengan penyakit waswas ini,
pasti ada obatnya. Dari beberapa penjelasan Ibnul Qayyim dan
beberapa ulama lainnya, bisa disimpulkan obat waswas yaitu:
1. Memperbanyak dzikir dan memohon pertolongan kepada Allah, di
antaranya taawudz (memohon perlindungan) dari syaithan. Sebab,
penyebab penyakit ini, tidak lain, tidak bukan, muncul dari
syaithan. Ialah yang memiliki andil besar dalam memunculkan dan
mengembangbiakkan penyakit ini pada diri seseorang, disamping
kelemahan mental si penderitanya juga.
2. Melawan waswas itu dengan yakin. Nabi bersabda, Syaithan
mendatangi salah seorang dari kalian lalu bertanya, Siapa yang
menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu? , sampai ia bertanya,
Siapa yang menciptakan Rabbmu? kalau sudah sampai keadaan begini,
maka memintalah perlindungan kepada Allah dan berhentilah
(mendengar bisikan itu). (HR. Bukhari: 3276 Muslim: 214) dalam
riwayat lain: hendaknya ia berkata, Aku beriman kepada Allah,
benarlah Allah dan Rasul-Nya.
Tatkala seseorang mulai merasakan gejala penyakit ini, maka ia
harus segera melawannya dengan yakin. Ketika sering ragu apakah
keluar sesuatu dari kemaluan tatkala selesai buang hajat, maka
yakini tidak keluar apa pun darinya. Ketika waswas muncul saat
berwudhu, sudah dibasuhkan tangan ini? Sudah terkena air kah tumit
ini? Maka lawan dengan yakin, Ya, saya sudah membasuh tangan dan
tumit saya . Begitu juga dalam perkara ibadah lainnya, ketika
waswas melanda, ia harus melawannya dengan yakin.
Setelah mencoba resep yang dinasihatkan para ulama di atas,
walhamdulillah, setelah sekian lama dibelenggu waswas, akhirnya
saya bisa sembuh dari penyakit berbahaya ini. Saya bisa kembali
menikmati hidup dan ibadah dengan tenang tanpa ada waswas dan
keraguan. Karena itu, bagi yang telah terserang penyakit ini,
segeralah diobati. Dan bagi yang belum terserang-semoga saja tidak
terjadi tentunya- waspadalah!
Oleh Anung Umar
Diposkan oleh titah di 20.04 6 komentar:
Anonim19 Februari 2011 19.27 Bismillah.. Ustadz, saya mau tanya,
saya dulu terkena penyakit was-was sampai saya meninggalkan
beberapa shalat karena saya tidak mampu melawan rasa was-was
tersebut. yang ingin saya tanyakan. apakah saya wajib mengQadha'
shalat yang saya tinggalkan dulu? apakah hukum orang yang tidak
bisa melawan rasa was-was nya sama dengan hukum orang gila? karena
saya pernah membaca suatu riwayat: Abul Faraj Ibnul Jauzi
bercerita, Ibnu Aqil pernah cerita kepadaku, bahwa ada seorang
laki-laki datang kepadanya dan berkata, Apa pendapatmu jika aku
mandi besar dengan menceburkan diriku ke air berkali-kali, tapi aku
masih ragu, apakah mandiku sudah sah apa belum? Ibnu Aqil berkata,
Pergilah kamu! Kamu tidak berkewajiban untuk shalat, Dia bertanya
keherana, Bagaimana bisa begitu? Ibnu Aqil menjawab, Karena
Rasulullah telah bersabda, Kewajiban tidak diwajibkan bagi tiga
orang. Orang gila sampai ia sembuh, orang tertidur sampai ia
bangun, anak bayi sampai ia baligh. Orang yang telah menenggelamkan
badannya ke air berkali-kali, lalu ia ragu apakah mandinya sudah
sah apa belum adalah orang gila. (Ighatsatul Lafhan: 1/ 34).
Alhamdulillah, keadaan saya kini mulai membaik. yg ingin sya
tanyakan, apakh saya wajib mengQadha'shalat saya yang dulu?
jazakallah..
Balas
singgih14 April 2011 06.48 untuk yang komen di atas...bisa kasih
tau alamat e-mailnya ga?
Balas
anungumar4 Mei 2011 10.00 maaf saya numpang koment,untuk mas
anonim: tingkat waswas anda apakah sudah sampai tinggatan tidak
bisa membedakan lagi antara yang nyata dan yang tidak nyata? kalau
sudah tingkatan seprti itu sudah layak untuk meninggalkan shalat
karna keadaan anda sudah sama dengan orang gila. akan tetapi jika
belum sampai itu maka anda tetap harus mengqadha shalat, karena
akal anda masih sehat dan tidak 'berubah'. wallahua'lam
bishshawab
Balas
Resti2 Maret 2012 05.15 Assalamustadz.sy skrang berumur hmpir 23
tahun,,,sya sdah mngalmi was2 mulai dri umur 13 tahun.ketika awal2
trkena pnykit was2 ini sya benar2 merepotkan urang tua sya n sring
mlwan kta2 mreka krna apa yg mreka nsehatkan kpd sy sllu bertentgn
dgn pikiran was2 sya.seiring berjlannya waktupykit was2 itu mulai
berkurang namun t 100% hilang.yaitu ktika sya mnginjak msa2
kuliah.namun ktika semester 6was2 itu kmbli muncul n mengganggu
smpai skrang n sya mrsa sngat tertekan krna bgitu beratnya n
susahnya utk beribdah kpd Nyabdan sya pun smkin kurusn teraniaya
krna berjam2 dkamar mndi utk bersuci,wudhu n mandidan berjam2
berdiri utk niat sholat krna susah mintak ampun utk niat sholat sy
ingin brty ustad beberapa permsalahan yg sya hdapi: 1.ketika sya
BAK dlm keadaan jongkok di lantai kmar mndisya slalu was2 clna atau
bju sya terkena cipratan BAK maupun air cebok stelah BAKakhirnya
sya sering menanggalkan smua pkaian saya ktika BAKstelah cebok
jongkok sya berdiri n menyiram bgian maaf ustad pantat sya kiri n
kanan smpai bawah kaki berulang2 kalin bagian depan dri pinggang
smpai tlpak kaki berulang-ulang kliHal ini sy lakukan krna ktika
clana sya buka sya jongkok lbih mndekati lantai n sya was2 BAK
maupun air bkas cebokan mngenai bgian blkang mlai dri pantat blkang
maupun pinggang depan smpai bwahbahkan krna was2nyamaaf lgi
ustadsya mnyiram bra sya krna tkut trkena cipratan air ceboakann
akhirnya krna udah basah sya sering mndi sklian wlupun sdah mlam
hri yg bsa mnyebabkan paru2 bsah jika sering mandi mlam2hal ini
mmbutuhkan waktu yg sngat lama n tubuh sya tersiksasering ktika
sholat sbuh sya msuk kmar mandi jam 5 pagijam stngah 7 bru kluar
kmar mandi.bgaimana solusinya ini ustad? bgaimana sbiknya sya BAK
biar tidak buat sya smkin tertekan n menderita srta t butuh wktu
lama 2. Kebanyakan orang BAK maupun BAB di closet,,,sjak trkna
pnyakit was2 sya t pernah BAK di closet krna sya was2 ketika BAK
mngenai air di dalam closet maupun ketika cebok..BAK maupum air
cebokan yg jtuh k lubang closet akan memercik ke atas yg akan
mengenai tubuh sya kmbaliutk BAB sya tetap buang d closetnamun
ktika cebok sya pindah ke lantai krna tkut air cbokan k lubang
closet akan memerciki tubuh sayastiap BAB psti sya slalu
menanggalkan clna sya krna was2 ktika BAB jtuh k closetair closet
akan memerciki clana saya bgitupun ketika cebokhal ini mnyebakan
sya bisa stngah smpai 1 jam d kmar mandi.bgaimna solusinya ini
ustad? 3. Saya mngalami keputihan sjak smpapalgi stelah saya
terkena was2sya sring bsah2 shingga pykit keputihan ini mnjdi2 n
tiap hari sya alamiktika slasai ceboksya sring mersa keputihan sya
kluar lagitpi sy tidak yakin akan hal ituktika sya bersuci lgi sya
tidak mrasakan lendir yg kluarn ini sring skli terjdi shingga sya
sring bolak2 blik bersuci utk mghlgkkan was2 sy pdhal sya tidak
ykin yg kluar itu dalah kputiha,,,tpi krna sya was2 sya sring
bersuci lgin ini mghbiskan wktu yg lama n buat sy sgt capaekbgaimna
solusinya ini ustad: 4. ketika berwudhu sya sring mrsa buang angin
shingga utk memulai wudhu pun susah kran sya mrsa buang angin
pdahal sya tdk ykin 100% yg trjdi itu adalah buang anginslain itu
ktika bca niat wudhu pun sya mrsa ragu..mrsa buang agngin n susah
niat ini buat sya bsa stngah jam atau 1 jam dkamr mandiyg buat sya
smkin tersiksa..n bju sya slalu bsah.bgaimna solusinya ini
ustad?
Balas
Resti2 Maret 2012 05.19 lanjutan pertanyaan resti kdg ketika
mmbsuh muka 2 kli air d bjana tidak cukup n bcaan niat sya pun
terputus bru smpai sgj aku berwudu mmbersihkan hdas kecil.ktika
mngambil air n mmbasuh mka utk ktiga kli bru sy smbung niatnya wjib
atasku krna Allah lillahi taalaapakh bleh dsmbubg sperti itu
ustadz? kdg krna sya was2 sy ulang lgi wudhu say. 3. Saya kan
kputihan,,,slalin membersihkan tmpat kluarnyasya juga membersihkan
bag kanan kirimaaf ustadtmpat tumbuhnya rambut kmluan kran sya tkut
ada kputihan yg menmpel dsana.krna was2 sya mencucinya berulang kli
baik d kana bahkan di kiriutk membersihkan slah satu bgian sja kdh
sya gunakan lbih dri 3 ember airkrna itu smuasya jdi mghbiskan air
sngat byak,,,capek jongkokn sring telat msuk kerjabgaimana
solusinya ini ustadz? 4. ketika bersuci.sy mngambil air dgn
gayungnaum ada bbrpa te2s air yg jtuh dri gayung k lantaidi lantai
ada air bkas cbokan sya.air yg jtuh itu memercikmngenai kaki n sy
was2 jga mngenai clana syaapakh bleh clana itu sya paki utk sholat
ustad? n bgitupun ktika sya cebokjika air cebokan memercik k clana
sya apakh boleh dbwa sholat? 5. Ustad,,,sya jg mngalami kraguan yg
sngat dahsayat ktika mndi junubsy bsa mnghbiskan wktu 1 jam smpai 2
jam.sya ragu utk niat n ragu apakah smua bgian /helaian rambut sya
sdah trkna airsy ragu pakah smua kulit tubuh saya sudah dibsahi
airbgaimana solusinya ini ustadz? 6. ketika hendak sholatpun sya
mngalami berbagai kraguan ustadzsya ragu pakah msih ada rambut sya
yg nampak walupun bag kecilshingga utk memaki mukenah pun
susah.pdhal kdg sya sudah pkai jilbab di dalamsya ragu apakh srung
yg sya gunakan sdah menutupi sluruh bagian kaki sya,,,shingga utk
menceknya sy jga butuh wktu lama utk mykinkan dri sya.sya jga ragu
letak kaki sya apakah sdah lurus kiri kanan atau belumpdahal letak
kai yg t lurus t mmbtalkan solattpi sya tetap sulit utk niat jka
sya blum ykin letak kaki sya lurussya pun ragu apakh kiblat sya
sdah pas atau trlalu miring.utk memulai sholatpun sya sdah
mghbiskan wktu byak utk smua ini ustadbgaimana solusinya ustad? 7.
utk niat solat sya tersangat2 ragu ustad.bisa smpai berjam2kdg
sudah stngah niat krna trpikir sesuatu atau trdengar org ngobrol
maupun suara tvspontan sya putuskan lgi niat syan mngulangnya
kmbli.utk memulai niat pun susah krna stiap akan niat slalu trpikir
sesuatu.utk mghindari suara tv kdg kondisi t memungkinkan krna sya
t hidup sndirisy hidup brsama org lain yg tdak mungkin sya suruh
mematikan tv stiap sya sholatn walaupun tv mati itupun t mnjamin
sya akan cepat utk niatkrna kraguan slalu menghantui sya sperti
pikiran n lainnyabgaimana solusinya ustad utk msalah ini? kdg sdah
hbis pun waktu sholat sya kerjakan sya blum juga bsa niatn yg pling
parah jka saya solat ketika kondisi sdg bekerjasdah waktu lama hbis
krna bersuci n berwudhu utk niat pun sulitktika sdah bisa niat sya
jdi tdak tenang dlam sholat krna takut kna marah pimpinan krna
trlalu lam izin sholat bisa smpai 1 jam pling cepat 40 menit
Balas
Resti2 Maret 2012 05.20 Maafkan sy ustadz krna trlalu byk
bertanyanamun ini smua krna sya sdah sngat teretekan n trbebani
oleh smua inibdan sya pun tersiksa krna berjam2 trkena air d kamar
mndiberjam2 berdiri utk niataktivitas sya yg lain trhganggu krna
waktu sya hbis utk solatsya tidak bsa berjanji tepat waktu pd orang
lain.sya tdak py byak waktu utk tdarus maupun zikirkran utk solat
sja sdah mnghbiskan waktu sngat lamadmana pekrjaan lain sdah
menunggu n mendesakhidup sya terbebani kmanapun sya pergi..solat
sya sring trlewatkan krna wktunya sdah hbis krna trlalu lma
berniat.skli lagi saya minta maaf ustad ataspertanyaan yg saya
ajukan inisya hy ingin hidup lbih baik dbawah ridho Nyaskrang sya
msih sndirisya t thu apa yg trjdi nanti jika sya telah berkluarga
dgn kondisi yg sperti iniketika sendiri sja sya tidak bisa
mnuntaskan sgla aktivitas sya krna waktu sya abis d kmar mandi n
sholataplgi jka tlah berkeluarga sya mohon ustadtolong djawab stiap
pertanyaan syasya mohon solusi trbaik agar bsa terlpas dri smua
niagr bsa beribdah dngan baik.Semoga tuhan mlimpah rahmat Nya utk
Ustadz atas stiap solusi yg ustad berikan kpda oran2 yg mnglami
mslah sperti sayaAamiin
Balas
12/11/2014 10:22
Nuzul Dianperdana
Ragu-Ragu dengan Bekas Najis di Mana-Mana Thu, 6 March 2008
00:03 | 2397 | baca versi desktop | kirim pertanyaan
Assalamualaikum Ustadz
Saya begitu taksub berhubung najis, sehingga setiap benda yang
jatuh di lantai, di laluan orang ramai, di dalam kereta, di dalam
pejabat dan pelusuk bumi bagi saya benda itu adalah najis kerana
berfikiran tempat-tempat tersebut dipijak manusia di mana tapak
kasut/sandar mereka pernahmemasuki tandastandas.
Sebagai contoh lagi jika kertas jatuh di atas lantai pejabat
saya akan membasuhnya kerana lantai dipijak oleh kasut yang pernah
ke tandas.
Tetapi saya tengok orang lain tiada masalah seperti saya. Pernah
saya cuba mengubah hidup saya seperti orang lain tapi tak berjaya
tetapi bila saya tak dapat selesaikan masalah najis saya letak diri
saya seperti orang lain
Ustaz minta dipercepatkan jawapan soalan saya ini kerana saya
agak sukar dengan situasi najis seperti ini sekarang. Saya menunggu
respon ustaz.
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon maaf kalau ada sedikit kendala bahasa, karena memang
nyatanya bahasa Indonesia dan Malaysia agak sedikit berbeda dengan
penggunaan istilah. Di sini pejabattidak berdiri di sepanjangjalan
seperti Malaysia. Yang berderet sepanjang jalan adalah gedung
kantor, kalau pejabat adanya di dalam kantor itu.
Jadi kami akan jawab pakai bahasa Indonesia saja, dari pada
nanti salah paham.
Ya akhinal fadhil, masalah najis yang ada di atas tanah itu akan
menjadi najis selama ada nampak 'ain najis itu. Dalam bahasa kita,
yang dimaksud dengan 'ain najis adalah objek najis itu atau
bendanya. Dan kalau 'ain najis itu tidak ada, maka kita hanya
dituntut secara dzhahir oleh Allah SWT dalam menetapkan hukum.
Istilah kerennya, nahnu nahkumu bidzhdzhawahir wallahu
yatawallas sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan apa yang
nampak saja, sedangkan di luar dari yang nampak nyata, itu urusan
Allah SWT.
Maka syariat Islam ini tidak meminta kita menjadi menjadi
seorang paranoid, yang selalu punya rasa was-was segala benda
selalu harus dianggap najis.Dan nabi SAW telah memerintahkan
agarperasaan was-was, syak dan dzhan itu harus ditinggalkan. Mari
kita hidup di alam nyata, bukan di alam lain yang paranoid.
Hilangnya Najis di Sendal atau Sepatu
Sebenarnya ketika sepatu atau sendal kita terinjak sesuatu
barang yang najis, kita tidak perlu secara khusus membersihkannya.
Sebab ketika kita berjalan dan sendal itu kemudian menginjak tanah,
sudah cukuplah proses menginjak tanah itu sebagai proses
pensuciannya.
Hal itu telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits
berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila sendal
kalian menginjak kotoran, maka tanah akan mensucikannya." Dalam
riwayat lain disebutkan, "Bila seseorang menginjak kotoran dengan
kedua sepatunya, maka pensuciannya dengan tanah." (HR Abu Daud)
Yang lebih menarik lagi, di zaman nabi SAW para shahabat
terbiasa shalat di masjid dengan tetap mengenakan sepatu mereka.
Tidak ada lantai marmer atau keramik. Sepatu yang bekas menginjak
apa pun di jalan itu, masuk ke masjid dan tetap dikenakan, bahkan
mereka shalat dengan tanpa membuka sepatu.
Anda pasti akan teriak-teriak kaget kalau melihat itu. Tapi
ingat, yang melakukannya justru para shahabat nabi, yang dari
mereka itulah kita mengenal agama ini.
Coba bayangkan pemahaman fiqih kita sedemikian ketat seperti
ini, lalu kita melihat para shahabat nabi melakukan itu, kalau saja
mereka bukan para shahabat nabi, mungkin kita sudah mengatakan
bahwa shalat mereka tidak sah.
Padahal coba perhatikan hadits berikut ini:
Dari Abi Said radhiyallahu 'anhu bahwaNabi SAWbersabda, "Bila
kalian masuk masjid, maka kesetkanlah kedua sepatunya dan hendaklah
dia melihat. Bila melihat najis maka hendaklah dikesetkan ke tanah
dan setelah itu boleh shalat dengan sepau itu. (HR Ahmad dan Abu
Daud)
Kalau kita perhatikan dua hadits di atas, betapa mudah dan
ringannya agama ini.
Indikator Najis
Indikator najissudah ditetapkan oleh para ulama dari berbagai
mazhab, termasuk mazhab Asy-syafi'i, mazhab yang terkenal paling
ketat dalam masalah najis. Indikator najis ada tiga, yaituwarna,
aroma dan rasa.
Kalau di lantai nampak ada sebuah area yang berwarna khas najis,
maka lantai itu memang najis. Tapi kalau ada kertas jatuh di tempat
di mana ada warna najis itu, kita tidak bisa lantas mengatakan
bahwa kertas itu tertular najis.
Kita harus lihat dulu, apakah ada warna najis itu tertempel di
kertas itu atau tidak? Kalau ada warna najis di kertas itu, jelas
bahwa kertas itu terkenanajis. Tapi kalau ternyata di kertas itu
tidak ada warna apa pun, meski sempat tersentuh najis, tapi
najisnya tidak berpindah ke kertas itu.
Indikator yang kedua adalah aroma atau bau. Selama ada bau najis
pada suatu benda, maka benda itu boleh dibilang terkena najis. Tapi
kalau bau itu tidak tercium, maka benda itu tidak boleh dibilang
terkena najis.
Indikator ketiga adalah rasa atau taste, tempatnya di lidah,
bukan di hati. Itulah makna yang sesungguhnya tentang rasa najis.
SIlahkan dijilat dan dicicipi, apakah terasa sebagai rasa najis
atau bukan. Kalau rasanya tidak menunjukkan indikasi benda najis,
mengapa harus dibilang najis?
Jadi selama suatu benda tidak memiliki rasa, warna dan aroma
najis, kita tidak boleh menghukuminya sebagai benda yang terkena
najis.
Dan perasaan kita tidak boleh ikut bermain di sini. Sebab
masalah najis adalah masalah pisik, bukan masalah hati. Kalau mau
memainkan peranan hati, kita bicara di bab tasawwuf. Tapi urusan
fiqih adalah murni 100% urusan pisik.
Dan kita pun tidak perlu menggunakan test menggunakan microskop
electronik untuk sekedar mengatahui apakah najis itu ada atau
tidak. Juga tidak membutuhkan test DNA dan sejenisnya. Sebab najis
itu urusan pisik yang indikatornya cukup mengguanakan mata biasa
untuk melihat perbedaan warna najis, hidung untuk membaui aroma
najis dan lidah untuk mencicipi rasa najis.
Kalau tidak ada laporan dari mata, hidung dan lidah, maka benda
itu tidak najis. Begitulah syariah Islam mengajarkan kita untuk
bersikap kepada najis. Dan begitu pula mazhab Asy-syafi'i
mengajarkan fiqih thaharah.
Karena anda orang Malaysia, biasanya di sana orang-orang
bermazhab syafi'i tulen, lebih serius dari orang Indonesia yang
mazhabnya bisa macam-macam.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
12/11/2014 10:22
Nuzul Dianperdana
Ragu-Ragu dengan Bekas Najis di Mana-Mana Thu, 6 March 2008
00:03 | 2397 | baca versi desktop | kirim pertanyaan
Assalamualaikum Ustadz
Saya begitu taksub berhubung najis, sehingga setiap benda yang
jatuh di lantai, di laluan orang ramai, di dalam kereta, di dalam
pejabat dan pelusuk bumi bagi saya benda itu adalah najis kerana
berfikiran tempat-tempat tersebut dipijak manusia di mana tapak
kasut/sandar mereka pernahmemasuki tandastandas.
Sebagai contoh lagi jika kertas jatuh di atas lantai pejabat
saya akan membasuhnya kerana lantai dipijak oleh kasut yang pernah
ke tandas.
Tetapi saya tengok orang lain tiada masalah seperti saya. Pernah
saya cuba mengubah hidup saya seperti orang lain tapi tak berjaya
tetapi bila saya tak dapat selesaikan masalah najis saya letak diri
saya seperti orang lain
Ustaz minta dipercepatkan jawapan soalan saya ini kerana saya
agak sukar dengan situasi najis seperti ini sekarang. Saya menunggu
respon ustaz.
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon maaf kalau ada sedikit kendala bahasa, karena memang
nyatanya bahasa Indonesia dan Malaysia agak sedikit berbeda dengan
penggunaan istilah. Di sini pejabattidak berdiri di sepanjangjalan
seperti Malaysia. Yang berderet sepanjang jalan adalah gedung
kantor, kalau pejabat adanya di dalam kantor itu.
Jadi kami akan jawab pakai bahasa Indonesia saja, dari pada
nanti salah paham.
Ya akhinal fadhil, masalah najis yang ada di atas tanah itu akan
menjadi najis selama ada nampak 'ain najis itu. Dalam bahasa kita,
yang dimaksud dengan 'ain najis adalah objek najis itu atau
bendanya. Dan kalau 'ain najis itu tidak ada, maka kita hanya
dituntut secara dzhahir oleh Allah SWT dalam menetapkan hukum.
Istilah kerennya, nahnu nahkumu bidzhdzhawahir wallahu
yatawallas sarair. Kita menetapkan hukum berdasarkan apa yang
nampak saja, sedangkan di luar dari yang nampak nyata, itu urusan
Allah SWT.
Maka syariat Islam ini tidak meminta kita menjadi menjadi
seorang paranoid, yang selalu punya rasa was-was segala benda
selalu harus dianggap najis.Dan nabi SAW telah memerintahkan
agarperasaan was-was, syak dan dzhan itu harus ditinggalkan. Mari
kita hidup di alam nyata, bukan di alam lain yang paranoid.
Hilangnya Najis di Sendal atau Sepatu
Sebenarnya ketika sepatu atau sendal kita terinjak sesuatu
barang yang najis, kita tidak perlu secara khusus membersihkannya.
Sebab ketika kita berjalan dan sendal itu kemudian menginjak tanah,
sudah cukuplah proses menginjak tanah itu sebagai proses
pensuciannya.
Hal itu telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits
berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila sendal
kalian menginjak kotoran, maka tanah akan mensucikannya." Dalam
riwayat lain disebutkan, "Bila seseorang menginjak kotoran dengan
kedua sepatunya, maka pensuciannya dengan tanah." (HR Abu Daud)
Yang lebih menarik lagi, di zaman nabi SAW para shahabat
terbiasa shalat di masjid dengan tetap mengenakan sepatu mereka.
Tidak ada lantai marmer atau keramik. Sepatu yang bekas menginjak
apa pun di jalan itu, masuk ke masjid dan tetap dikenakan, bahkan
mereka shalat dengan tanpa membuka sepatu.
Anda pasti akan teriak-teriak kaget kalau melihat itu. Tapi
ingat, yang melakukannya justru para shahabat nabi, yang dari
mereka itulah kita mengenal agama ini.
Coba bayangkan pemahaman fiqih kita sedemikian ketat seperti
ini, lalu kita melihat para shahabat nabi melakukan itu, kalau saja
mereka bukan para shahabat nabi, mungkin kita sudah mengatakan
bahwa shalat mereka tidak sah.
Padahal coba perhatikan hadits berikut ini:
Dari Abi Said radhiyallahu 'anhu bahwaNabi SAWbersabda, "Bila
kalian masuk masjid, maka kesetkanlah kedua sepatunya dan hendaklah
dia melihat. Bila melihat najis maka hendaklah dikesetkan ke tanah
dan setelah itu boleh shalat dengan sepau itu. (HR Ahmad dan Abu
Daud)
Kalau kita perhatikan dua hadits di atas, betapa mudah dan
ringannya agama ini.
Indikator Najis
Indikator najissudah ditetapkan oleh para ulama dari berbagai
mazhab, termasuk mazhab Asy-syafi'i, mazhab yang terkenal paling
ketat dalam masalah najis. Indikator najis ada tiga, yaituwarna,
aroma dan rasa.
Kalau di lantai nampak ada sebuah area yang berwarna khas najis,
maka lantai itu memang najis. Tapi kalau ada kertas jatuh di tempat
di mana ada warna najis itu, kita tidak bisa lantas mengatakan
bahwa kertas itu tertular najis.
Kita harus lihat dulu, apakah ada warna najis itu tertempel di
kertas itu atau tidak? Kalau ada warna najis di kertas itu, jelas
bahwa kertas itu terkenanajis. Tapi kalau ternyata di kertas itu
tidak ada warna apa pun, meski sempat tersentuh najis, tapi
najisnya tidak berpindah ke kertas itu.
Indikator yang kedua adalah aroma atau bau. Selama ada bau najis
pada suatu benda, maka benda itu boleh dibilang terkena najis. Tapi
kalau bau itu tidak tercium, maka benda itu tidak boleh dibilang
terkena najis.
Indikator ketiga adalah rasa atau taste, tempatnya di lidah,
bukan di hati. Itulah makna yang sesungguhnya tentang rasa najis.
SIlahkan dijilat dan dicicipi, apakah terasa sebagai rasa najis
atau bukan. Kalau rasanya tidak menunjukkan indikasi benda najis,
mengapa harus dibilang najis?
Jadi selama suatu benda tidak memiliki rasa, warna dan aroma
najis, kita tidak boleh menghukuminya sebagai benda yang terkena
najis.
Dan perasaan kita tidak boleh ikut bermain di sini. Sebab
masalah najis adalah masalah pisik, bukan masalah hati. Kalau mau
memainkan peranan hati, kita bicara di bab tasawwuf. Tapi urusan
fiqih adalah murni 100% urusan pisik.
Dan kita pun tidak perlu menggunakan test menggunakan microskop
electronik untuk sekedar mengatahui apakah najis itu ada atau
tidak. Juga tidak membutuhkan test DNA dan sejenisnya. Sebab najis
itu urusan pisik yang indikatornya cukup mengguanakan mata biasa
untuk melihat perbedaan warna najis, hidung untuk membaui aroma
najis dan lidah untuk mencicipi rasa najis.
Kalau tidak ada laporan dari mata, hidung dan lidah, maka benda
itu tidak najis. Begitulah syariah Islam mengajarkan kita untuk
bersikap kepada najis. Dan begitu pula mazhab Asy-syafi'i
mengajarkan fiqih thaharah.
Karena anda orang Malaysia, biasanya di sana orang-orang
bermazhab syafi'i tulen, lebih serius dari orang Indonesia yang
mazhabnya bisa macam-macam.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
12/11/2014 10:23
Nuzul Dianperdana
Resti2 Maret 2012 05.15 Assalamustadz.sy skrang berumur hmpir 23
tahun,,,sya sdah mngalmi was2 mulai dri umur 13 tahun.ketika awal2
trkena pnykit was2 ini sya benar2 merepotkan urang tua sya n sring
mlwan kta2 mreka krna apa yg mreka nsehatkan kpd sy sllu bertentgn
dgn pikiran was2 sya.seiring berjlannya waktupykit was2 itu mulai
berkurang namun t 100% hilang.yaitu ktika sya mnginjak msa2
kuliah.namun ktika semester 6was2 itu kmbli muncul n mengganggu
smpai skrang n sya mrsa sngat tertekan krna bgitu beratnya n
susahnya utk beribdah kpd Nyabdan sya pun smkin kurusn teraniaya
krna berjam2 dkamar mndi utk bersuci,wudhu n mandidan berjam2
berdiri utk niat sholat krna susah mintak ampun utk niat sholat sy
ingin brty ustad beberapa permsalahan yg sya hdapi: 1.ketika sya
BAK dlm keadaan jongkok di lantai kmar mndisya slalu was2 clna atau
bju sya terkena cipratan BAK maupun air cebok stelah BAKakhirnya
sya sering menanggalkan smua pkaian saya ktika BAKstelah cebok
jongkok sya berdiri n menyiram bgian maaf ustad pantat sya kiri n
kanan smpai bawah kaki berulang2 kalin bagian depan dri pinggang
smpai tlpak kaki berulang-ulang kliHal ini sy lakukan krna ktika
clana sya buka sya jongkok lbih mndekati lantai n sya was2 BAK
maupun air bkas cebokan mngenai bgian blkang mlai dri pantat blkang
maupun pinggang depan smpai bwahbahkan krna was2nyamaaf lgi
ustadsya mnyiram bra sya krna tkut trkena cipratan air ceboakann
akhirnya krna udah basah sya sering mndi sklian wlupun sdah mlam
hri yg bsa mnyebabkan paru2 bsah jika sering mandi mlam2hal ini
mmbutuhkan waktu yg sngat lama n tubuh sya tersiksasering ktika
sholat sbuh sya msuk kmar mandi jam 5 pagijam stngah 7 bru kluar
kmar mandi.bgaimana solusinya ini ustad? bgaimana sbiknya sya BAK
biar tidak buat sya smkin tertekan n menderita srta t butuh wktu
lama 2. Kebanyakan orang BAK maupun BAB di closet,,,sjak trkna
pnyakit was2 sya t pernah BAK di closet krna sya was2 ketika BAK
mngenai air di dalam closet maupun ketika cebok..BAK maupum air
cebokan yg jtuh k lubang closet akan memercik ke atas yg akan
mengenai tubuh sya kmbaliutk BAB sya tetap buang d closetnamun
ktika cebok sya pindah ke lantai krna tkut air cbokan k lubang
closet akan memerciki tubuh sayastiap BAB psti sya slalu
menanggalkan clna sya krna was2 ktika BAB jtuh k closetair closet
akan memerciki clana saya bgitupun ketika cebokhal ini mnyebakan
sya bisa stngah smpai 1 jam d kmar mandi.bgaimna solusinya ini
ustad? 3. Saya mngalami keputihan sjak smpapalgi stelah saya
terkena was2sya sring bsah2 shingga pykit keputihan ini mnjdi2 n
tiap hari sya alamiktika slasai ceboksya sring mersa keputihan sya
kluar lagitpi sy tidak yakin akan hal ituktika sya bersuci lgi sya
tidak mrasakan lendir yg kluarn ini sring skli terjdi shingga sya
sring bolak2 blik bersuci utk mghlgkkan was2 sy pdhal sya tidak
ykin yg kluar itu dalah kputiha,,,tpi krna sya was2 sya sring
bersuci lgin ini mghbiskan wktu yg lama n buat sy sgt capaekbgaimna
solusinya ini ustad: 4. ketika berwudhu sya sring mrsa buang angin
shingga utk memulai wudhu pun susah kran sya mrsa buang angin
pdahal sya tdk ykin 100% yg trjdi itu adalah buang anginslain itu
ktika bca niat wudhu pun sya mrsa ragu..mrsa buang agngin n susah
niat ini buat sya bsa stngah jam atau 1 jam dkamr mandiyg buat sya
smkin tersiksa..n bju sya slalu bsah.bgaimna solusinya ini
ustad?
Balas
Resti2 Maret 2012 05.19 lanjutan pertanyaan resti kdg ketika
mmbsuh muka 2 kli air d bjana tidak cukup n bcaan niat sya pun
terputus bru smpai sgj aku berwudu mmbersihkan hdas kecil.ktika
mngambil air n mmbasuh mka utk ktiga kli bru sy smbung niatnya wjib
atasku krna Allah lillahi taalaapakh bleh dsmbubg sperti itu
ustadz? kdg krna sya was2 sy ulang lgi wudhu say. 3. Saya kan
kputihan,,,slalin membersihkan tmpat kluarnyasya juga membersihkan
bag kanan kirimaaf ustadtmpat tumbuhnya rambut kmluan kran sya tkut
ada kputihan yg menmpel dsana.krna was2 sya mencucinya berulang kli
baik d kana bahkan di kiriutk membersihkan slah satu bgian sja kdh
sya gunakan lbih dri 3 ember airkrna itu smuasya jdi mghbiskan air
sngat byak,,,capek jongkokn sring telat msuk kerjabgaimana
solusinya ini ustadz? 4. ketika bersuci.sy mngambil air dgn
gayungnaum ada bbrpa te2s air yg jtuh dri gayung k lantaidi lantai
ada air bkas cbokan sya.air yg jtuh itu memercikmngenai kaki n sy
was2 jga mngenai clana syaapakh bleh clana itu sya paki utk sholat
ustad? n bgitupun ktika sya cebokjika air cebokan memercik k clana
sya apakh boleh dbwa sholat? 5. Ustad,,,sya jg mngalami kraguan yg
sngat dahsayat ktika mndi junubsy bsa mnghbiskan wktu 1 jam smpai 2
jam.sya ragu utk niat n ragu apakah smua bgian /helaian rambut sya
sdah trkna airsy ragu pakah smua kulit tubuh saya sudah dibsahi
airbgaimana solusinya ini ustadz? 6. ketika hendak sholatpun sya
mngalami berbagai kraguan ustadzsya ragu pakah msih ada rambut sya
yg nampak walupun bag kecilshingga utk memaki mukenah pun
susah.pdhal kdg sya sudah pkai jilbab di dalamsya ragu apakh srung
yg sya gunakan sdah menutupi sluruh bagian kaki sya,,,shingga utk
menceknya sy jga butuh wktu lama utk mykinkan dri sya.sya jga ragu
letak kaki sya apakah sdah lurus kiri kanan atau belumpdahal letak
kai yg t lurus t mmbtalkan solattpi sya tetap sulit utk niat jka
sya blum ykin letak kaki sya lurussya pun ragu apakh kiblat sya
sdah pas atau trlalu miring.utk memulai sholatpun sya sdah
mghbiskan wktu byak utk smua ini ustadbgaimana solusinya ustad? 7.
utk niat solat sya tersangat2 ragu ustad.bisa smpai berjam2kdg
sudah stngah niat krna trpikir sesuatu atau trdengar org ngobrol
maupun suara tvspontan sya putuskan lgi niat syan mngulangnya
kmbli.utk memulai niat pun susah krna stiap akan niat slalu trpikir
sesuatu.utk mghindari suara tv kdg kondisi t memungkinkan krna sya
t hidup sndirisy hidup brsama org lain yg tdak mungkin sya suruh
mematikan tv stiap sya sholatn walaupun tv mati itupun t mnjamin
sya akan cepat utk niatkrna kraguan slalu menghantui sya sperti
pikiran n lainnyabgaimana solusinya ustad utk msalah ini? kdg sdah
hbis pun waktu sholat sya kerjakan sya blum juga bsa niatn yg pling
parah jka saya solat ketika kondisi sdg bekerjasdah waktu lama hbis
krna bersuci n berwudhu utk niat pun sulitktika sdah bisa niat sya
jdi tdak tenang dlam sholat krna takut kna marah pimpinan krna
trlalu lam izin sholat bisa smpai 1 jam pling cepat 40 menit
Balas
Resti2 Maret 2012 05.20 Maafkan sy ustadz krna trlalu byk
bertanyanamun ini smua krna sya sdah sngat teretekan n trbebani
oleh smua inibdan sya pun tersiksa krna berjam2 trkena air d kamar
mndiberjam2 berdiri utk niataktivitas sya yg lain trhganggu krna
waktu sya hbis utk solatsya tidak bsa berjanji tepat waktu pd orang
lain.sya tdak py byak waktu utk tdarus maupun zikirkran utk solat
sja sdah mnghbiskan waktu sngat lamadmana pekrjaan lain sdah
menunggu n mendesakhidup sya terbebani kmanapun sya pergi..solat
sya sring trlewatkan krna wktunya sdah hbis krna trlalu lma
berniat.skli lagi saya minta maaf ustad ataspertanyaan yg saya
ajukan inisya hy ingin hidup lbih baik dbawah ridho Nyaskrang sya
msih sndirisya t thu apa yg trjdi nanti jika sya telah berkluarga
dgn kondisi yg sperti iniketika sendiri sja sya tidak bisa
mnuntaskan sgla aktivitas sya krna waktu sya abis d kmar mandi n
sholataplgi jka tlah berkeluarga sya mohon ustadtolong djawab stiap
pertanyaan syasya mohon solusi trbaik agar bsa terlpas dri smua
niagr bsa beribdah dngan baik.Semoga tuhan mlimpah rahmat Nya utk
Ustadz atas stiap solusi yg ustad berikan kpda oran2 yg mnglami
mslah sperti sayaAamiin
Balas
17 November
WAS-WAS KENCING TIDAK TUNTAS
Assalamualaikum Warahmatullah Hiwabarakatuh
Banyak diantara kita yang terkena penyakit ini, yakni penyakit
kencing tak tuntas / kencing sering keluar . Teman-teman, sebagian
orang yang terkena penyakit itu merasa bahwa kencing tersebut
benar-benar keluar , akhirnya timbullah rasa was-was dalam diri
kita ketika beribadah sehingga kita jadi malas beribadah kepada
Allah. Meskipun banyak hal kita sudah tau tentang itu, tapi sangat
sulit dihilangkan ketika terkena penyakit ini. Mungkin ini sedikit
referensi yang mungkin saja bermanfaat....
Terapi Dari Rasulullah Shallallahualaihi Wasalam Bagi Orang Yang
Terkena Penyakit Was-Was Percikan Kencing atau Kencing Tidak
Tuntas
.
............
:
Al-Marwazi berkata, "Aku membantu Abu Abdillah (Imam Ahmad)
berwudhu saat bersama orang banyak, tetapi aku menutupinya dari
orang-orang agar mereka tidak mengatakan, 'la tidak membaikkan
wudhunya karena sedikitnya air yang dituangkan.' Dan jika Imam
Ahmad berwudhu, hampir saja (air bekasnya) tidak sampai membasahi
tanah.".Hal - hal yang akan dibahas ialah : Apakah tubuh mereka
terkena percikan kencing atautidak ? Apakah kencing tersebut keluar
dari kemaluan kita ? Sehingga haruslah mereka bersusah payah dengan
menghabiskan berliter-liter air untuk membersihkan was-was mereka
itu. Tidak diragukan ini berasal dari syetan, dan kaum muslimin
diperintahkan agar menjauhkan diri dari hal semacam ini.
.
Menghilangkan was-was.
Ibnu Qayyim dalamIghatsatul Lahfan(1/143 cet Dar Al-Marifah,
1395 H, tahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi), berkata:
: : : " " : " " . : . : : ! )
Syaikh Abu Muhammad (Menurut Syaikh Ali Hasan dalamMawaridul
Aman, yang dimaksud adalah Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi dalam
kitabnyaDzammul Was-was, kitab ini telah dicetak pada tahun 1923
olehAl-Mathba'atul Arabiyah, Kairo -pen) berkata, "Dianjurkan bagi
setiap orang agar memercikkan air pada kelamin dan celananya saat
ia kencing. Hal itu untuk menghindarkan was-was daripadanya,
sehingga saat ia menemukan tempat basah (dari kainnya) ia akan
berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'." Hal ini berdasarkan
riwayat Abu Dawud ((1/43 no. 166, dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahih Sunan Abu Dawud (1/34) -pen), melalui sanad-nya dari Suryan
bin Al-Hakam Ats-Tsaqafi atau Al-Hakam bin Sufyan ia berkata,
"Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jika buang air kecil
beliau berwudhu dan memercikkan air". Dalam riwayat lain
disebutkan, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
buang air kecil, lalu beliau memercikkan air pada
kemaluannya"..
Sedangkan Ibnu Umar Radhiyallahu anhu beliau memercikkan air
pada kemaluannya sehingga membasahi celananya. Sebagian kawan Imam
Ahmad mengadu kepada Imam Ahmad bahwa ia mendapatkan (kainnya)
basah setelah wudhu, lalu beliau memerintahkan agar orang itu
memercikkan air pada kemaluannya jika ia kencing, seraya berkata,
"Dan jangan engkau jadikan hal itu sebagai pusat perhatianmu,
lupakanlah hal itu". Al-Hasan dan lainnya ditanya tentang hal
serupa, maka beliau menjawab, "Lupakanlah!" Kemudian masih pula
ditanyakan padanya, lalu dia berkata, "Apakah engkau akan
menumpahkan air banyak-banyak (untuk membasuh kencingmu)? Celaka
kamu! Lupakanlah hal itu!".
Ibn Mundzir dalam Al-Ausath berkata,
Pembahasan tentang dianjurkannya memerciki kemaluan setelah
wudhu agar terhindar dan terlindungi dengannya dari was-was setan
dan kebimbangan.
Lalu beliau menyebutkan berbagai hadits dan atsar yang sebagian
diantaranya telah disebutkan oleh Ibn Qayyim, dikutip pula
perkataan Ibn Abbas, seandainya ia menemukan tempat basah (dari
kainnya) ia akan berkata, 'Ini dari air yang saya percikkan'.".
Dan dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu anhu, dia berkata
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
. .
Janganlah salah seorang diantara kamu kencing di tempat mandinya
kemudian mandi(berkata Ahmad)atau wudhu di tempat tersebut, karena
sesungguhnya umumnya gangguan was-was itu dari situ..
Hadits riwayat Abu Daud no. 27 ini lafazhnya, juga oleh Tirmidzi
no. 21 dan Nasai no. 36, dishahihkan oleh Al-Albani.
.
Was-was setelah kencing
Ibn Qayyim dalam kitabnyaIghatsatul Lahfan[kutipan dariMawaridul
Aman] menyebutkan contoh-contoh bid'ah - bid'ah dalam kencing.
Dan hal itu ada sepuluh macam:As-Saltu/An-Natru( ),
An-Nahnahatu(), Al-Masyyu(), Al-Qafzu(), Al-Hablu(),
At-Tafaqqudu(), Al-Wajuru(), Al-Hasywu(), Al-Ishabatu(),
Ad-Darjatu().
Adapunyaitu ia menarik (mengurut) kemaluannya dari pangkal
hingga ke kepalanya.Memang ada riwayat tentang hal tersebut, tetapi
haditsnya gharib dan tidak diterima. Dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu
Majah dari Isa bin Yazdad dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Jika salah seorang dari
kamu buang air kecil, maka hendaklah ia menarik (mengurut)
kemaluannya sebanyak tiga kali'." Mereka berkata, "Karena
denganas-saltudanan-natru(keduanya bermakna menarik/mengurut, dalam
hal ini mengurut kemaluan) maka akan bisa dikeluarkan sesuatu yang
ditakutkan kembali lagi setelah bersuci." Mereka juga berkata,
"Jika untuk itu memerlukan berjalan beberapa langkah, lalu ia
lakukan, maka itu lebih baik.".
Adapun(berdehem) dilakukan untuk mengeluarkan (air kencing) yang
masih tersisa.
Demikian juga dengan, yang berarti melompat di atas lantai
kemudian duduk dengan cepat..
Sedangkanyaitu bergantung diatas tali hingga tinggi, lalu
menukik daripadanya kemudian duduk.
yaitu memegang kemaluan, lalu melihat ke lubang kencing, apakah
masih tersisa sesuatu di dalamnya atau sudah habis.
yaitu memegang kemaluan, lalu membuka lubang kencing seraya
menuangkan air ke dalamnya.
yaitu orang tersebut membawa sebuah alat untuk memeriksa
kedalaman luka yang dibalut dengan kapas (mungkin juga lidi atau
sejenisnya yang dianggap aman), lalu lubang kencing itu ditutup
dengan kapas tersebut, sebagaimana lubang bisul yang ditutup dengan
kapas..
yaitu membalutnya dengan kain.
yaitu naik ke tangga beberapa tingkat, lalu turun daripadanya
dengan cepat..
yaitu berjalan beberapa langkah, kemudian mengulangi bersuci
lagi.
Syaikh kami (Ibn Taimiyah - pen) berkata, "Semua itu adalah
was-was dan bid'ah." Saya (Ibn Qayyim -pen) kembali bertanya
tentang menarik dan mengurut kemaluan (dari pangkal hingga ke
kepala kelamin), tetapi beliau tetap tidak menyetujuinya seraya
berkata, "Hadits tentang hal tersebut tidak shahih.".
Dan air kencing itu sejenis dengan air susu, jika engkau
membiarkannya maka ia diam (tidak mengalir), dan jika engkau peras
maka ia akan mengalir ,padahal orang yang tidak memperhatikannya
akan dimaafkan karenanya. Dan seandainya hal ini Sunnah, tentu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam serta para sahabatnya lebih dahulu
melakukannya. Sedangkan seorang Yahudi saja berkata kepada Salman,
"Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai dalam
masalahkhira'ah(buang air besar)." Salman menjawab, "Benar!"
(Diriwayatkan Muslim). Lalu, adakah Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam telah mengajarkan hal-hal di atas kepada kita?.
.
Islam itu Mudah
Ibn Qayyim menyebutkan pula: Keterlaluannya orang yang
senantiasa was-was termasuk tindakan berlebih-lebihan adalah
melakukan sesuatu secara ekstrim (melampaui batas) padahal Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diutus dengan agama yang mudah
telah memberi kemudahan di dalamnya..
Di antara kemudahan itu adalah berjalan tanpa alas kaki di
jalan-jalan, kemudian shalat tanpa membasuh kakinya terlebih
dahulu.
Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami tidak berwudhu karena
menginjak sesuatu.".
Dan dari Ali Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ia menceburkan
dirinya di lumpur hujan, kemudian masuk masjid dan shalat, tanpa
membasuh kedua kakinya terlebih dahulu.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ditanya tentang seseorang yang
menginjak kotoran manusia, beliau menjawab, "Jika kotoran itu
kering maka tidak mengapa, tetapi jika basah maka ia harus membasuh
tempat yang mengenainya.".
Abu Asy-Sya'sya' berkata, "Suatu ketika Ibnu Umar berjalan di
Mina dan menginjak kotoran ternak serta darah kering dengan tanpa
alas kaki, lalu beliau masuk masjid dan shalat, tanpa membasuh
kedua telapak kakinya."
Ashim Al-Ahwal berkata, "Kami datang kepada Abul Aliyah,
kemudian kami meminta air wudhu. Lalu beliau bertanya, 'Bukankah
kalian masih dalam keadaan wudhu?' Kami menjawab,'Benar! Tetapi
kami melewati kotoran-kotoran.' Ia bertanya,'Apakah kalian
menginjak sesuatu yang basah dan menempel di kaki-kaki kalian?'
Kami menjawab,Tidak!' Dia berkata, 'Bagaimana dengan
kotoran-kotoran kering yang lebih berat dari ini, yang diterbangkan
angin di rambut dan di jenggot kalian?"..
Ibn Qayyim menyebutkan pula: Sesuatu yang menurut hati
orang-orang yang terbiasa was-was tidak baik adalah shalat dengan
memakai sandal, padahal ia merupakan Sunnah Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya, beliau melakukan hal yang
sama, juga memerintahkannya.
Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan kedua sandalnya.
(Muttafaq Alaih)..
Syaddad bin Aus berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Selisihilah orang Yahudi, sesungguhnya mereka
tidak shalat dengan memakai khuf dan sandal mereka.
Imam Ahmad ditanya, "Apakah seseorang shalat dengan memakai
kedua sandalnya?" Beliau menjawab, "Ya, demi Allah.".
Sedangkan kita melihat orang-orang yang terbiasa was-was, jika
ia shalat jenazah dengan memakai kedua sandalnya, maka ia akan
berdiri di atas kedua tumitnya, seakan-akan berdiri di atas bara
api, bahkan hingga tidak shalat dengan keduanya.
.
Berlebihan menggunakan air
Ibnul Qayyim menyebutkan pula: Berlebih-lebihan dalam penggunaan
air termasuk di dalamnya berlebih-lebihan dalam penggunaan air
wudhu dan mandi..
Imam Ahmad meriwayatkan dalamMusnadnya dengan sanad hasan,
demikian seperti dijelaskan dalamAl-Muntaqa An-Nafisdari hadits
Abdillah bin Amr, "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam berlalu di samping Sa'd yang sedang berwudhu, maka beliau
bersabda,'Jangan berlebih-lebihan(dalam penggunaan air).' Ia
bertanya, 'Wahai Rasulullah! Apakah berlebih-lebihan dalam
(penggunaan) air (juga terlarang)?' Beliau menjawab,Ya, meskipun
engkau berada di sungai yang mengalir'."
Dan dalamAl-MusnadsertaAs-Sunandari hadits Amr bin Syu'aib dari
ayahnya dari kakeknya, ia berkata, "Seorang Arab Badui datang
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya tentang
wudhu. Lalu beliau memperlihatkan padanya tiga kali-tiga kali
seraya bersabda,'Inilah wudhu (yang sempurna) itu', maka siapa yang
menambah lebih dari ini berarti ia telah melakukan yang buruk,
melampaui batas dan aniaya.".
Imam Ahmad meriwayatkan dalamMusnad-nya, dari Jabir ia berkata,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Telah cukup
untuk mandisatu sha'air (-/+ 4 mud) dan untuk wudhusatu mudair (- 2
liter).
Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiyallahu Anha disebutkan,
"Bahwasanya ia mandi bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari
satu bejana yang berisi tiga mud (air) atau dekat dengan itu.".
Abdurrahman bin Atha' berkata, "Aku mendengar Sa'id bin Musayyib
berkata, 'Saya memilikirikwah(tempat air dari kulit) atau gelas,
yang berisi setengah mud atau semisalnya, aku buang air kecil dan
aku berwudhu daripadanya, serta masih aku sisakan sedikit
daripadanya'."
Abdurrahman menambahkan, "Hal itu lalu kuberitahukan kepada
Sulaiman bin Yasar, kemudian ia berkata,'Ukuran yang sama juga
cukup untukku'.".
Abdurrahman juga berkata, "Hal itu kuberitahukan pula kepada Abu
Ubaidah bin Muhammad bin Amar bin Yasir, lalu ia
berkata,'Demikianlah yang kami dengar dari para sahabat Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam'." (Diriwayatkan Al-Atsram dalam
Sunannya).
Ibrahim An-Nakha'i berkata, "Mereka (para sahabat) sangat merasa
cukup dalam hal air daripada kalian. Dan mereka berpendapat bahwa
seperempat mud telah cukup untuk wudhu." Tetapi ucapan ini terlalu
berlebihan, karena seperempat mud tidak sampai satu setengah
uqiyah' Damaskus..
Dalam Shahihain disebutkan, Anas berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam berwudhu dengansatu mud, dan mandi
dengansatu sha'hingga denganlimamudair."
Dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq berwudhu
dengan sekitar setengah mud atau lebih sedikit dari itu..
Muhammad bin Ijlan berkata,
"Paham terhadap agama Allah (di antaranya ditandai dengan)
menyempurnakan wudhu dan menyedikitkan penumpahan air.".
Imam Ahmad berkata, "Dikatakan, pemahaman seseorang (terhadap
agama) dapat dilihat pada kecintaannya kepada air."
Al-Maimuni berkata, "Aku berwudhu dengan air yang banyak, lalu
Imam Ahmad berkata kepadaku,Wahai Abul Hasan! Apakah kamu rela
seperti ini?' Maka aku serta-merta meninggalkan (dari penggunaan
air yang banyak)."
.
Akibat was-was.
Ibn Qayyim menyebutkan pula: Abu Daud meriwayatkan dalam
Sunan-nya dari hadits Abdillah bin Mughaffal, ia berkata, "Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Akan
ada dalam umatku kaum yang berlebih-lebihan dalam soal bersuci dan
berdoa."
Jika Anda membandingkan hadits diatas dengan firman Allah,
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas." (Al-A'raaf: 55)..
Dan Anda mengetahui bahwa Allah mencintai hamba yang beribadah
kepada-Nya, maka akan muncullah kesimpulan bahwa wudhunya orang
yang was-was, tidaklah termasuk ibadah yang diterima Allah Ta'ala,
meskipun hal itu telah menggugurkannya dari kewajiban tersebut, dan
oleh sebab itu tidaklah akan dibukakan baginya pintu-pintu surga
yang delapan karena wudhunya agar ia bisa masuk darimana saja ia
suka.
Di antara kejelekan lain dari was-was yaitu orang yang
bersangkutan terbebani dengan tanggungan air yang lebih dari
keperluannya, jika air itu milik orang lain, seperti air kamar
mandi (umum). Ia keluar daripadanya dengan memiliki tanggungan atas
apa yang lebih dari keperluannya. Lama-kelamaan hutangnya semakin
menumpuk, sehingga membahayakan dirinya di Alam Barzah dan ketika
Hari Kiamat. [akhir nukilan dariMawaridul Aman].
*****WallahualamBishawab
Sumber:rumahku-indah.blogspot.comdengan sedikit perubahan
.
Subhanakallohumma wa bihamdihi,
Asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu
ilaika
, walhamdulillahirobbil 'alaminWasalamualaikum Warahmatullah
Hiwabarakatuh...
KITAB THOHAROH
BAB I
AL-MIYAH (AIR-AIR)
............................................................
12. Bila Ragu tentang Kenajisan Air
-Ibnu Qudamahrohimahulloh berkata, Apabila seorang itu ragu
tentang kesucian air atau selain air(kaidah ini berlaku bukan hanya
dipembahasan air saja), atau ragu tentang najisnya, maka dia harus
membangun diatas keyakinan, mengambil yang meyakinkan. Hal tersebut
dibangun diatas kaidah fiqih,
Keyakinan tidaklah bisa dihilangkan dengan keraguan.
- Contoh 1 :
Seseorang mempunya air suci dan dia ragu sudah kejatuhan najis
atau belum. Asalnya adalah kembali kepada hal yang meyakinkan,
yaitu air itu suci dan inilah yang dia ambil. Ada pun keraguan
kejatuhan najis inilah yang dia buang.
- Contoh 2 :
Demikian juga air yang sudah najis. lalu dia ragu. Kalau dia
yakin kenajisannya, diambil yang meyakinkan.
- KaidahKeyakinan tidaklah bisa dihilangkan dengan
keraguan.termasuk kaidah yang agung dalam syariat kita. Tidak hanya
dalam pembahasan air saja, tapi pada seluruh pembahasan fiqih
bahkan sampai dalam pembahasan aqidah. Oleh karena itu, hal
tersebut merupakan salah 1 dari 5 kaidah pokok yang dinamakanImam
As-Suyuthirohimahulloh dan selainnya denganAl Qowaidhul Kubro.
- Dalilnya dalamShohih Bukhory dan Muslimdisebutkan hadits
dariAbdulloh bin Zaidrodhiyallohu anhu bahwasanya ia pernah
mengadukan padaNabishollallohu alaihi wa sallam mengenai seseorang
yang biasa merasakan sesuatu dalam shalatnya.Nabishallallahu alaihi
wa sallam pun bersabda,
Janganlah berpaling hingga ia mendengar suara atau mendapati
bau.
(HR. Bukhari, No. 177 dan Muslim, No. 361).
- Mengapa beliau perintahkan demikian? Karena hal yang
meyakinkan adalah ia sedang sholat dalam keadaan suci dan kemudian
ia ragu apakah keluar hadats atau tidak. Maka, keraguan ini dia
buang dan hal yang meyakinkan dia sudah suci, kec kalau hadatsnya
menyakinkan, semisal mencium baunya. Kalau sudah seperti ini, baru
dia tinggalkan.
13. Cara Mencuci Benda yang Najisnya Tidak Tampak
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila tempat najis itu
tersembunyi (tidak jelas) pada pakaian atau selainnya, maka dia
mencuci apa yang dia yakin najisnya hilang dengan mencucinya.
- Contoh :
Baju yang terkena najis, tapi dia ragu yang kena sebelah kanan
atau kiri. Maka, dia cuci keduanya. Ini maksudIbnu Qudamah,maka dia
mencuci apa yang dia yakin najisnya hilang dengan mencucinya.
- Hal diatas merupakan salah satu pendapat dikalangan ulama dan
ada pendapat lainnya dikalangan ulama bahwa dalam masalah inidia
memilih dugaan besar najisnya itu dimana dan dia bersihkan.
- Dalilnya
"Jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, maka
hendaknya ia berusaha mencari yang benar (yaitu kecondongan yang
lebih kuat), kemudian ia sempurnakan sholatnya kemudian salam
kemudia sujud dua kali."
(HR Al-Bukhari no 392 dan Muslim no 572)
- Maka, memilih yang benar(taharri)adalah ketentuan syari atau
hukum syari yang itu diperbolehkan. Kembali kepada contoh kasus
diatas dalam hal ini dia bingung yang sebelah mana bajunya yang
terkena najis. Maka, dia bisa taharri (memilih yang benar) dimana
letak najisnya. Bagaimana caranya?? Misalnya dengan cara mencium
lalu bisa ia temukan dimana letak najisnya, walaupun dia tidak
yakin, akan tetapi karena dia sudah taharri, maka hal itu telah
cukup sebagaimana sujud sahwi yang ia ragu sudah 3 atau 4 rokaat.
Lalu setelah dia berusaha mengingatnya, dia ingatnya 4, maka boleh
diambil 4. Walaupun, yang lebih menyakinkannya adalah 3. Jadi,
disini dia yakinnya sudah 3 rokaat, sedangkan yang 4 rokaat
meragukan.Tapi, karena dia sudah taharri sehingga dugaan besarnya
dia sudah mengerjakan 4 rokaat, maka boleh dia mengambil yang 4
rokaat. Berdasarkan kasus najis di baju, maka seseorang boleh
mencuci yang dengannya dia bisa memastikan letak najisnya atau yang
lebih mendekati kepastian dimana tempat najis itu.
14. Apabila Terjadi Kesamaan Antara Air Suci dan Air Najis,
sedangkan Air Lain Tidak Ada
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila seseorang mengalami
kesamaran antara air suci dan air najis, sedangkan air lain tidak
ada selain daripada itu, maka tayamumlah dan dia tinggalkan air
itu.
- Contoh :
Ada dua bejana. Dia bingung mana yang suci, mana yang najis.
Maka, kataIbnu Qudamahdia tinggalkan semua bejana tersebut karena
itu lebih meyakinkankan dan lebih selamat. Lalu, dia tayammum.
- Ada pendapat ke-2 dalam masalah ini dalam salah satuMazhab
Hambalidan pendapatImam Syafiibahwasanya hendaknya
seseorangtaharri(menentukan yang mana suci dari keduanya). Kalau
najis, maka bisa dilihat dari sebab najisnya, dari sifat airnya dan
ini yang paling afdhol berdasarkan dalilHendaknya dia pilih yang
benarnya dan dia sempurnakan atasnya."
15. Jika Terjadi Kesamaran antara Air Thohur dengan Air
Thohir
- Contoh :
Ada 2 bejana yang satu berisi air thohur dan yang satu berisi
air thohir. KataIbnu Qudamah, Dia berwudhu dari kedua-duanya. Sebab
hal itu akan lebih meyakinkan dan karena salah satunya pasti air
yang suci. Ini berdasarkan kaidahnya. Ibnu Qudamah dimana beliau
membangun pendapatnya ini diatas masalah keyakinan.
- Akan tetapi, pendapat yang benar adalah dengantaharriyang dia
lebih condong kepadanya dugaan besarnya. Masalah ini muncul kalau
air dibagi menjadi 3 jenis. Kalau dia membagi air menjadi 2, maka
tidak akan muncul masalah.
16. Bila Terjadi Kesamaran Antara Pakaian Najis dan Pakaian
Suci
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila terjadi kesamaran antara
pakaian suci dengan pakaian najis, maka dia sholat dengan setiap
pakaian itu dengan jumlah najisnya dan dia tambah dengan 1
sholat.
- Contoh :
Seseorang mempunyai 20 pakaian, 5 diantaranta ada yang najis.
MenurutIbnu Qudamah,sepanjang dia mengetahui pakaian yang najis ada
5 pakaian, dan dia ragu mana yang najis, maka dia sholat 5x, lalu
ditambah dengan 1 sholat lagi sebab yang ke 6 pasti sudah hal yang
meyakinkan. PendapatIbnu Qudamahdibangun diatas kaidah yakin.
- Ada pun pendapat yang lebih kuat seseorangtaharrimencari tahu
mana yang lebih kuat. Pendapat ini dikuatkan olehSyaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, Syaik Al-Utsaimindan selainnya.
17. Definisi, Pembagian, dan Hukum Najis
- Pembahasan definisi, hukum, dan pembagian najis disebagian
fiqihHambalidikhususkan dalam bab tersendiri. Contoh pada
matanZadul Mustaqni, pembahasan najis diletakkan diakhir pembahasan
thoharoh, yaitu sebelum pembahasan haid, sedangkanIbnu
Qudamahmemasukkannya kesini. Termasuk kebiasaan para ulama
Syafiiyah yang memasukkan pembahasan najis sebelum pembahasan
tentang wudhu.
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, dicuci najisnya.
- Najis secara bahasa adalah hal yang jelek, menjijikkan. Najis
secara istilah dikalangan ulamaSyafiiyah, Malikiyah: Najis adalah
hal yang kotor yang menahan keabsahan sholat, dimana tidak ada
keringanan didalamnya.
- Najis terbagi menjadi 2, yaitu :
1.) Najis Ainiyah benda/zat tersebut memang najis dan tidak bisa
disucikan
2.) Najis Hukmiyahnajis yang bisa disucikan dan inilah najis
yang banyak dibahas dikalangan fuqoha.
- Kebanyakan fuqoha membagi najis hukmiyah ini menjadi 3, yaitu
:
1.) Najis Mugholadhoh, yaitu najis besar. Contoh : anjing
2.) Najis Mukhoffafah,yaitu najis yang diringankan dalam
mensucikannya. Contoh : kencing anak laki yang baru makan asi
saja.
3.) Najis Mutawasithoh: najis selain dari itu
(pertetangahan)
- Hukum najis adalah wajib bersuci darinya. Ada ancaman bagi
orang yang tidak bersuci dari najis, yaitu hadits tentang dua orang
yang disiksa dialam kubur karena tidak bersuci dari kencingnya.
Tidak bersuci maksudnya tidak istinja atau tidak menjaga diri dari
percikan najis.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhuma, ia berkata,
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan.
Lalu beliau bersabda : Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang
disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan
keduanya).Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak
menjaga diri dari kencing.Sedangkan yang satunya lagi, dia
berkeliling menebar namiimah (mengadu domba).
18. Jumlah Cucian Terhadap Najis Anjing dan Babi serta Cara
Bersuci dari Najis Tersebut
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Najisnya anjing dan babi dicuci
sebanyak 7x dan salah satunya dicuci dengan tanah. Disini beliau
menerangkan dua hal sekaligus, yaitu najisnya anjing dan najisnya
babi.
- Dalil najisnya anjing dari haditsAbu Hurairohrodhiyallohu
anhu,
Dari Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu ia berkata bahwasanya
Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam telah bersabda,Sucinya
bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya
sebanyak tujuh kali, dan yang pertama dengan tanah.
(HR. Bukhory)
Lebih tegas dariAbu Hurairohrodhiyallohu anhu,
Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya
adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.
(HR. Muslim no. 279)
>>> Samakah antara najisnya Anjing dengan Najisnya
Babi???
- Kalimat pensucian bejana salah seorang dari kalian menunjukkan
bahwa bejana yang dijilat anjing itu menjadi najis dan wajib
dibersihkan. Cara mensucikannya dengan dicuci 7x dan yang
pertamanya dengan menggunakan tanah. Pendapat ini dipegang oleh
jumhur ulama dan insya Alloh pendapat yang lebih kuat karena ada
penyebutanillahnya(sebabnya). Apalagi jika penyebutanillahterdapat
dalam konteks hadits dan penyebutan haditsnya ada dalam nash-nash
riwayat. Selain itu, dari perkembangan ilmu kedokteran sendiri
membuktikan manfaat pencucian tersebut.Hukum najisnya anjing tidak
terbatas pada air liurnya saja, tetapi juga pada kotorannya dan
seluruh badan anjing tersebut.
- Ada pun babi juga harus dicuci 7x. Maka, dalilnya berupa qiyas
(perumpamaan). Para ulama meng-qiyaskannya dengan anjing. Mereka
berpendapat bahwa babi itu lebih jelek daripada anjing. Kalau
anjing saja harus disucikan jilatannya, maka babi lebih dari
itu.Tapi, ini qiyas yang lemahkarena babi ada dimasa Nabi dan
diterangkan dalamAl Quransehingga hal itu menunjukkan
mengqiyaskannya sama dengan anjing adalah qiyas yang lemah.Pendapat
yang benar bahwa tidak sama cara membersihkan najisnya anjing
dengan babidan pendapat ini lebih kuat serta dikuatkan oleh
kebanyakan ulama dimasa ini bahwa babi kenajisannya tidak sama
dnegan anjing.
- Kesimpulannya adalah kenajisan anjing adalah najis mugholadoh
(najis besar).Berbeda dengan babi yang najisnya najis biasa
saja.
>>> Bagaimana Cara Pensucian dari Jilatan Anjing yang
benar?
- Cucian 7xsalah satunyadengan tanah. Kalimat salah satunya
diambil dari hadits pada sebgaian rowayat, misal riwayatImam
Muslimdan ini merupakan riwayat yang paling kuat. Selain itu ada
pada haditsAbdulloh bin Mughoffalrodhiyallohu anhu dalam riwayat
Muttafaqun alaih, Gosoklah yang kedelapan kalinya menggunakan
tanah.
- Pada sebgaian riwayat ducuci dengan tanah diawal dan akhirnya,
ada juga salah satunya,akan tetapiyang mencuci diawal dan diakhir
ada kelamahan dari sisi riwayatnya.Pendapat yang benar dan
kuatadalah 2 riwayatnya ini, yaitu mencuci dengan tanah pada
awalnya dan pada cucian yang ke-8.Dalam penjelasan hukum yang ada
dalam 2 hadits yang mencuci diawal atau dicucian kedelapan dengan
tanah, maka sepanjang keduanya bisa diamalkan dan dikompromikan,
maka lakukanlah dan jangan ditolak. Oleh karena itu, mencuci najis
anjing boleh menggunakan tanah dicucian yang pertama, dan boleh
dicucian yang ke-8. Tapi, yang lebih enaknya dikebanyakan orang
adalah mencuci dengan tanah dicucian yang pertama karena cucian
yang kedua, ketiga akan menghilangkan tanah tersebut. Tapi, karena
dalam hadits diterangkan kebolehan mencucinya dicucian yang ke-8,
maka kita tidak menutup kemungkinan diperbolehkannya.
- Dan dalam hadist hanya tanah, bukan benda lain. Terbukti dari
sisi kesehatan bahwa dalam tanah terdapat zat yang bisa membunuh
kuman dan kotoran. Tidak ada pada benda yang lainnya. Oleh karena
itu, Nabi memerintahkan mencuci dengan tanah.
- Bagaimana jika dicuci dengan sabun atau benda lain yang
dimakulmi (menjadi kebiasaan) ???? Jawabannya : Pembahasan
mensucikan diri dari najis bukan semata masalah ibadah yang harus
dengan tanah. Hanya saja yanglebih afdholnyaseseorang mencuci
dengan tanah, kecuali kondisi tidak menemukan tanah. Sebagaimana
dalam pembahasan mandi janabah tentang menggosok tangan ke tanah
bisa diganti dengan sabun atau semisalnya.
19. Jumlah Cucian Terhadap Najis selain Najis Anjing dan
Babi
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Cukup pada seluruh najis lainnya
selain najis anjing dan babi dengan 3 cucian yang mensucikan.
Perkataan beliau ini merupakan pendapat sebagian ulama Hanafilah
bahwa mereka berpendapat mencuci najis tidak cukup hanya dengan 1x
cucian.
- Ada pendapat lain dan ini merupakan pendapat jumhur ulama
bahwa cukup dicuci 1x saja. Pendapat ini juga yang ditarjih
(dikuatkan) olehSyaikh Abdurrohman bin Nashr As-Sadi,Syaikh Sholih
Al-Utsaimin, dan selainnya.
- Dalilnya :
1.) Hadits tentang kisah kencingnya seorang arobi yang cukup
disiram dengan 1x timba ember.
2.) Hadits Ummu Salamah dalam riwayatBukhory dan Muslimtentang
mensucikan darah haid dimana menggosoknya, mencucinya, lalu dengan
gosok, lalu dia cuci lalu dia sholat. Menunjukkan bahwa yang
dimaksudkan dengan mencuci itu sampai hilangnya najis. Jika najis
bisa hilang dengan 1x cucian, maka sudah cukup. Dan ini illah
(sebab) umum dalam masalah najis karena maksud mensucikan najis
menghilangkan najis. sepanjang najis sudah hilang, maka tidak
masalah hanya dengan 1x pencucian saja.
20. Cara Bersuci Terhadap Najis Pada Tanah
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apabila diatas bumi (maksudnya
najis mengenai tanah), maka cukup dengan satu tuangan air yang
menghilangkan ain dari najis.
- Contoh :
Ada air kencing ditanah. Maka, cukup dibersihkan dengan satu
kali siraman air. Dalilnya hadits tentang kencing seorang badui ,
laluRosulullohshollallohu alaihi wa sallam memerintahkan, Tuangkan
pada kencing arobi itu dengan satu timba air!.
-Ibnu Qudamahrohimahulloh membawakan makna lafadz hadits diatas
dalam permasalahan ini.
21. Cara Bersuci terhadap Kencing Bayi Laki-laki yang Belum
Mengkonsumsi Makanan Tetap
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Cukup pada Al-Ghulam (bayi laki2
dan tidak termasuk darinya bayi perempuan sebab bayi perempuan itu
dicuci selamanya) yang belum makan makanan selain ASI. Maksudnya
makanan tetap, bukan yang hanya sesekali saja diberikan.
- Jadi, najis yang diringankan pencuciannya adalah bayi
laki-laki yang belum mempunyai makanan tetap, selain air susu ibu
adalah cukup dengan dipercikkan saja. Kalau najisnya, para ulama
sepakat bahwa hal it najis, hanya saja cara pencuciannya yang
diringankan.
- Dalilnya
Dari Ummu Qois binti Mihshon, bahwasanya ia datang dengan anak
laki-lakinya yang masih kecil dan anaknya tersebut belum
mengkonsumsi makanan. Ia membawa anak tersebut ke hadapan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau lantas mendudukkan
anak tersebut di pangkuannya. Anak tersebut akhirnya kencing di
pakaian beliau. Beliau lantas meminta diambilkan air dan
memercikkan bekas kencing tersebuttanpa mencucinya.
(HR. Bukhari, No. 223 dan Muslim, No. 287).
- Dalam beberapa riwayat, dipercikkan pada kecing anak laki-laki
dan dicuci pada anak perempuan. Hikmahnya mengapa kencing anak
laki-laki cukup dengan dipercikkan saja adalah dimaklumi bahwa anak
laki-laki itu nakal, bisa kemana-kemana kalau dia pipis sehingga
syariat memberikan keringanan. Berbeda dengan anak perempuan yang
lebih mudah mensucikannya.
22. Cara Bersuci Terhadap Madzi
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Demikian pula dengan madzi.Ibnu
Qudamahmenyamakan najisnya madzi dengan najisnya air kencing bayi
laki-laki, yaitu najis mukhoffafah sehingga cukup dipercikkan saja
dan ini pendapat sebagaian ulama karena sebegaian riwayat yang
kelihatannya mendukung pendapat ini, yaitu dalamShohih
Muslimtentang orang yang keluar darinya madzi, Nabi hanya
memerintahkan untuk berwudhu dan memercikkan (An-Nadhoh )saja.
Tapi, pendapat ini tidak kuat karena An-Nadhoh bukan bermakna
dipercikkan, tapi juga harus dicuci.
Berwudhulah dan basahi (perciki) kemaluanmu
- An-Nadhoh ini mempunya dua makna, yaitu
1. Mencuci.
2. Memercikkan.
- Beda dengan haditsUmmu Qoisdiatas dimanaNabishollallohu alaihi
wasallam me-nadzoh dan ada keterangan dikalimat selanjutnya, yaitu
tidak mencucinya. Maka, An-Nadhoh dalam hadits Ummu Qois diatas
maknanya adalah memercikkan. Ada pun pada hadits ini kita harus
memeriksanya pada seluruh riwayat karena ada 2 kemungkinan dan
untuk mencari mana yang lebih kuat. Riwayat Bukhori-Muslim
lafadznya Berwudhulah dan cucilah kemaluanmu! sehingga dari sini
ulama berpendapat bahwa najis madzi itu pertengahan dan sama dengan
kebanyakan najis lainnya dan ini pendapat yang lebih kuat insya
Alloh.
23. Hukum Madzi yang Sedikit
-KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Akan tetapi, dimaafkan dari hal
yang sedikit. dan dalam kaidah fiqih hal yang sedikit yang
seseorang sulit berlepas darinya adalah hal dimaafkan.
- Dalilnya hadits Sahl bin Hanif,
Aku seringkali keluar madzi, sehingga sering sekali mandi
karenanya. Lalu kuceritakan hal ini kepada Rasulullah
shallallaahualaihi wasallam. Maka beliau berkata : Kamu cukup
mengambil air setelapak tangan, lalu kamu basahi pakaianmu yang
terkena madzi itu sampai terlihat basah(HR. Ahmad dalam Musnad-nya,
Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Asy Syaikh Al
Albani)
- HaditsSahl bin hanifdiatas menunjukkan bahwa hal yang ringan
adalah dimaafkan sebagaimana akan datang pada pembahasan istinja
dengan batu dimana telah dimaklumi dengan batu itu tidak mensucikan
seluruhnya dan pasti ada yang tersisa. Tapi, yang sedikit ini
dimaafkan dan kataNabishollallohu alaihi wa sallam sudah mencukupi
beristinja dengan batu dan hal yang sedikit yang sulit seseorang
berlepas darinya adalah hal yang dimaafkan.
24. Hukum Darah yang Sedikit
- Dalam pembahasan ini terjadi silang pendapat dikalangan ulama
apakah darah itu najis atau bukan,. KataIbnu Qudamahrohimahulloh
bahwa darah yang sedikit adalah najis.
- Pendapat yang benar bahwa selain darah haid dan nifas bukan
najis. Hanya saja bagi yang berpendapat bahwa darah itu najis,
apabila darah itu sedikit maka dimaafkan sebgaiman darah haid jika
sudah berusaha dibersihkan, tapi masih ada sedikit yang susah
dihilangkan, maka dimaafkan.
- Dalilnya bahwa hal yang sedikit dimaafkan dan tidak bisa
seseorang berlepas darinya, yaitu :
ALLOH tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya.
(Al-Baqarah : 286)
25. Hukum Nanah, Bisul, dan Semisalnya
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Demikan pula apa yang terlahir
dari darah, nanah, bisul dan semisalnya. Maksud perkataan beliau
bahwa nanah, bisul, dan semisalnya dimaafkan kalau jumlahnya
sedikit. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa itu najis dan ini merupakan
silang pendapat dikalangan ulama.
- Pendapat yang benar adalah nanah, bisul, dan semisalnya itu
bukan najis. Sekarang timbul pertanyaan, ukuran yang sedikit itu
yang seperti apa????
26. Ukuran Nanah, Bisul, dan Semisalnya yang dimaafkan
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Apa yang tidak terlalu jelek.
Maksudnya jumlahnya sedikit seperti bisul dijerawat. Kalau bisulnya
besar, tidak dimaafkan. dan pendapat beliau ini dibangun diatas
pendapat kalau nanah dan bisul itu najis.
- Akan tetapi, pendapat yang benar bahwa bisul, nanah, dan
semisalnya itu bukan najis karena tidak ada dalil yang kuat yang
menjelaskan kenajisannya dan sesuatu itu tidak dihukumi najis
hingga ada dalil yang menajiskannya.
27. Hukum Mani Anak Adam
- Mani anak Adam juga dimaafkan karena suci dan ini merupakan
pendapat jumhur ulama.Nabishollallohu alaihi wa sallam dalam
sejumlah riwayatBukhori dan Muslimpernah terkena mani di pakaian
beliau.
28. Hukum Kencing Hewan yang Dagingnya dimakan
- KataIbnu Qudamahrohimahulloh, Air kencing hewan yang dimakan
dagingnya adalah suci. Adapun hewan yang tidak dimakan dagingnya
adalah najis. Terjadi silang pendapat dikalangan ulama dan telah
berlalu dalam pembahasanKitab Ad Durorul Bahiyahbahwa selain
kencing manusia tidak disebutkan najisnya, kecuali ada dalil yang
menjelaskan kenajisannya dan secara umum kencing hewan yang dimakan
dagingnya adalah tidak najis karena tidak ada dalilnya. Oleh karena
itu, diperbolehkan sholat dikandang kambing sebagaimana hadits
dibawah ini.
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu anhu dia berkata bahwasanya
Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda, Sholatlah kalian
di kandang kambing dan jangan kalian shalat di tempat menderumnya
unta.
(HR. At-Tirmizi, No. 348)
. Selesai Bab Hukum-hukum Seputar Air
[Faidah dari Al Ustad Dzulqornain bin Muhammad Sunusi
hafizhohulloh dalam Pembahasan Kitab Umdatul Fiqh, 2012]
Kitab Thaharah BabAir
Juni 4, 2010
Kitab Thaharah
Definisi thaharah.Syaikh Ibnu Utsaimin menyebutkan
bahwathaharahsecara istilah mempunyai dua makna:
1. Definisi asal yang bersifat maknawi, yaitu sucinya hati dari
kesyirikan kepada Allah dan dari kebencian kepada kaum
mukminin.
2. Definisi cabang yang bersifat zhahir -dan ini yang
dimaksudkan dalam bab fiqhi-, yaitu semua perbuatan yang
membolehkan orang yang berhadats untuk melakukan shalat, berupa
pembersihan najis dan penghilangan hadats. (Asy-Syarh Al-Mumti:
1/19)
Ibnu Rusyd berkata, Kaum muslimin bersepakat bahwa thaharah
syari ada dua jenis: Thaharah dari hadats dan thaharah dari khabats
(najis). Dan mereka juga bersepakat bahwa bentuk thaharah dari
hadats ada tiga bentuk: Wudhu, mandi (junub) dan pengganti dari
keduanya yaitu tayammum. (Bidayah Al-Mujtahid: 1/5)
Para ulama memulai pembahasan fiqhi dengan kitab thaharah karena
rukun Islam terpenting setelah syahadatain adalah shalat, sedangkan
shalat tidak bisa ditegakkan kecuali setelah adanya thaharah.
Kemudian, thaharah asalnya dengan menggunakan air, makanya
setelahnya diikuti dengan pembahasan seputar air.
Bab AirMasalah pertama:Pembagian air
Mayoritas ulama membagi air menjadi tiga jenis (Al-Inshaf:
1/21-22):
1. Air yang thahur (suci dan menyucikan) atau air muthlaq,yaitu
air yang masih berada pada sifat asal penciptaannya, baik yang
turun dari langit maupun yang keluar dari bumi, baik yang panas
maupun yang dingin, baik yang berwarna maupun yang tidak berwarna
(bening).Contohnya:Air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata
air, salju, geyser, dll.Termasuk jugadi dalamnya air yang sudah
mengalami perubahan dari asal penciptaannya tapi belum keluar dari
keberadaannya sebagai air,contohnya:Air mineral, air yang bercampur
dengan sedikit kapur dan benda-benda suci lainnya dan tidak
mendominasi air.
2. Air thahir (suci tapi tidak menyucikan) atau air muqayyad,
yaitu air yang bercampur dengan zat suci lalu mendominasi air
tersebut sehingga dia berubah dari sifat asalnya.Contohnya:Air teh
dan yang semisalnya, air sabun dan semacamnya serta air kelapa dan
yang keluar dari tumbuh-tumbuhan dan air yang sangat keruh karena
bercampur dengan tanah.
3. Air najis,yaitu air yang kemasukan najis lalu merubah salah
satu dari tiga sifatnya (baunya, rasanya, atau warnanya). Akan
datang penjelasan tambahan pada masalah kelima.
Dalil dari pembagian iniadalah sabda Rasulullah -shallalahu
alaihi wasallam- tatkala beliau ditanya tentang air laut, apakah
dia boleh dipakai berwudhu,Airnya adalah thahur (penyuci) dan
bangkainya halal.(HR. Ashhab As-Sunan dari Abu Hurairah)
Sisi pendalilannya adalahseperti yang dikatakan oleh Ibnu
Muflih: Seandainya yang beliau maksudkan denganthahur(menyucikan)
adalahthahir(suci tapi tidak menyucikan), niscaya air laut tidak
mempunyai kelebihan dibandingkan air lainnya, karena semua orang
sudah mengetahui bahwa air laut itu suci. (Al-Mabda: 1/32)
Masalah kedua:Yang boleh dipakai bersuci.
Yang boleh dipakai bersuci hanyalah air thahur atau air muthlaq.
Ibnu Al-Mundzir berkata: Semua ulama yang kami hafal pendapatnya
telah bersepakat akan tidak bolehnya berwudhu dengan air ward
(bunga), yang keluar dari pohon dan air ushfur (bunga yang bijinya
dijadikan minyak). Mereka juga bersepakat akan tidak bolehnya
bersuci kecuali dengan air muthlaq yang dinamakan sebagai air,
karena tidak boleh bersuci kecuali dengan menggunakan air sedangkan
ketiga perkara di atas tidaklah dikatakan sebagai air. (lihat:
Al-Mughni: 1/15-21 dan Al-Majmu: 1/ 139-142)Dari sini diketahui
semua benda cair selain air lebih tidak boleh lagi dijadikan alat
bersuci, seperti: Minyak tanah, bensin, minyak goreng dan
semacamnya.
Masalah ketiga:Dalil-dalil akan bolehnya bersuci dengan air
mutlaq di atas.
Adapun air hujan, maka Allah Taala berfirman,Dan Dia menurunkan
untuk kalian air dari langit untuk menyucikan kalian.(QS. Al-Anfal:
11). Adapun air laut, maka telah berlalu dalam hadits Abu Hurairah
di atas. Adapun air sumur -dan termasuk di dalamnya mata air-, maka
Nabi r bersabda tentang sumur budhaah,Sesungguhnya air itu suci,
tidak ada sesuatu pun yang menajisinya.(HR. Imam Tiga dari Abu
Said). Adapun air salju, maka beliau -shallallahu alaihi wasallam-
mengajari dalam doa istiftah,Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku
dengan air, salju dan air yang dingin.(HR. Al-Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah)
Masalah keempat:Hukum beberapa air yang dibahas oleh para
ulama.
1. Air al-ajin,yaitu air yang tinggal lama di suatu wadah (tong,
bak yang tertutup dan semacamnya) sampai rasa dan baunya menjadi
pahit dan berbau busuk tapi tidak ada najis yang masuk padanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata: Adapun air yang tinggal lama
di sebuah wadah maka dia tetap dalam sifat thahur (menycikan)
berdasarkan kesepakatan para ulama. (Al-Fatawa: 21/36) dan Ibnu
Al-Mundzir juga menukil ijma akan hal ini dalam Al-Ausath
(1/258-259)
2. Air yang dihangatkan dengan sinar matahari.Semua
hadits-hadits yang menerangkan tentang makruhnya adalahhadits yang
lemahsebagaimana bisa dilihat dalam Al-Irwa` karya Syaikh Al-Albani
no. 18. Karenanya mayoritas ulama berpendapat bolehnya bersuci
dengan air itu dan tidak dimakruhkan. Demikian pula tidak
dimakruhkan berwudhu dengan air dihangatkan dengan api menurut
mayoritas ulama (Lihat Al-Mughni: 1/27-29 dan Al-Majmu:
1/132-137)
3. Air zam-zamTidak dimakruhkan berwudhu dan mandi dengan air
zam-zam menurut mayoritas ulama, karena tidak adanya dalil yang
melarang. (Lihat Al-Mughni: 1/29-30 dan Al-Majmu: 1/137 )
4. Air mustamal (yang telah digunakan bersuci dan ketiga
sifatnya belum berubah).Hukumnyatetap sucidan menyucikan, karena
Ibnu Abbas (dalam riwayat Muslim) mengatakan bahwa Nabi
-shallallahu alaihi wasallam- pernah mandi dengan sisa air yang
telah dipakai mandi oleh Maimunah -radhiallahu anha-, dan bisa
dipastikan bahwa percikan air yang Maimunah siramkan ke badannya
ada yang masuk kembali ke dalam bejana tersebut. Dan disebutkan
dalam beberapa riwayat yang shahih bahwa para sahabat menadah bekas
air wudhu Nabi untuk mereka gunakan untuk berwudhu. Ini adalah
pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla
(1/182-184), Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (20/519) serta
Asy-Syaukani dan Syaikh Siddiq Hasan Khan dalam At-Taliqat
Ar-Radhiah (1/100-102)
Masalah kelima:Kapan air menjadi najis.
Ibnu Al-Mundzir berkata dalam Al-Ijma (10): Para ulama
bersepakat bahwa air yang sedikit maupun yang banyak, kalau
kemasukan najis yang merubah rasa atau warna atau bau dari air
tersebut maka dia menjadi najis. Ijma akan hal ini juga dinukil
oleh Ibnu Taimiah dalam Al-Fatawa (21/30) dan Ibnu Hubairah dalam
Al-Ifshah (1/70).
Tidak ada perbedaan dalam hukum ini antara air yang banyak
dengan air yang sedikit, baik yang lebih dari duaqullah(270 liter
atau 200 kg) maupun yang kurang darinya, baik yang diam maupun yang
mengalir (sungai dan semacamnya). Ini yang dikuatkan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiah, Ibnu Al-Qayyim, Ibnu Rajab, Ash-Shanani,
Asy-Syaukani, Muhammad bin Abdil Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, Ibnu
Utsaimin, Muqbil Al-Wadii dan selain mereka -rahimahumullahu
jamian-.
Karenanya kalau ada air di kolam atau baskom atau timba yang
kemasukan beberapa tetas kencing atau najis yang lainnya maka dia
tidaklah menjadi najis dan tetap bisa dipakai bersuci, selama najis
tersebut tidak merubah salah satu dari ketiga sifatnya. Demikian
pula tidak dimakruhkan sama sekali untuk bersuci dengan air yang
ada di wc umum selama salah satu dari ketiga sifatnya tidak
berubah, dan tidak perlu diperhatikan was-was serta keraguan yang
dimasukkan oleh setan bahwa mungkin airnya pernah terpercik kencing
dan seterusnya.
sumber :http://al-atsariyyah.com/?p=370
FIQIH,SYARIAH
PENSUCIAN NAJIS
20 NOVEMBER 2012KOORDINATOR LEAVE A COMMENT
inShare
A. Thaharah Dari Najis
Thaharah dari najis adalah thaharah secara hakiki, dimana
ritualnya adalah mensucikan badan, pakaian dan tempat shalat dari
najis. Boleh dikatakan bahwathaharah hakikiadalah pensucian agar
terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah
atau air kencing tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas
dari ketidaksucian secara hakiki.
Kenapa bersuci dari najis disebut thaharah hakiki? Karena yang
dilakukan memang pembersihan secara hakiki atau secara fisik,
mengingat bahwa sesungguhnya najis itu adalah benda fisik dan bukan
hukum.
Najis itu punya warna, aroma dan rasa. Tiga indikator itu selalu
melekat pada benda najis. Dan biasanya para ulama mendeteksi
keberadaan najis lewat salah satu indikator itu. Dan suatu benda
dianggap tidak najis manakala salah satu indikator itu tidak
ditemukan. Sebaliknya, bila salah satu indikator itu ditemukan,
maka cara mensucikannya dilakukan secara hakiki yaitu dengan cara
menghilangkannya. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan misalnya
dengan dicuci, disiram, dilap, dikerik, dijemur dan lainnya. Pada
bab-bab berikutnya akan Penulis bahas secara lebih detail satu per
satu.
Berbeda dengan thaharah hukmi yang bentuknya adalah bersuci dari
hadats. Hadats itu bukan benda fisik yang bisa dilihat atau
dipegang, melainkan hadats itu sesuatu yang berupa status hukum.
Tidak ada wujud fisiknya, yang ada hanya hukumnya saja. Maka dari
itulah pensuciannya bersifat hukmi, atau hanya hukumnya saja.
Pada tubuh orang yang berhadats tidak akan kita temukan sebuah
benda yang menempel atau menonjol yang menjadi titik masalah.
Berbeda dengan orang yang terkena najis, dipastikan pada tubuh,
pakaian atau tempat tertentu ada benda najis, yang bila benda najis
itu dihilangkan, maka otomatis dia suci.
Sedangkan pada tubuh orang yang berhadats, karena tidak ada
benda yang secara fisik bisa dilihat, dibaui, dipegang atau
dirasakan, maka pensuciannya memang tidak secara fisik.
Pada bab yang lalu kita sudah bicarakan tentang najis dengan
segala jenis dan macamnya. Pada bab ini kita akan bicarakan hal-hal
yang masih terkait dengan najis juga, yaitu ritual-ritual yang
telah ditetapkan syariah Islam untuk menghilangkan najis.
Dalam ritual pensucian najis, kita membaginya menjadi dua cara
pensucian utama, terkait dengan hukum asal benda itu.
Pertama, pensucian benda yang asalnya merupakan benda najis agar
menjadi benda yang suci kembali. Benda yang asalnya merupakan benda
najis ternyata dalam kasus tertentu bisa diubah menjadi benda yang
suci.
Kedua, pensucian benda yang asalnya benda suci namun terkena
najis. Ini adalah bentuk pensucian yang sudah sering kita
dengar
B. Mensucikan Benda Yang Asalnya Najis
Najisnya suatu benda tidak ditentukan oleh rumus kimia tertentu,
tetapi ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Taala dalam syariah yang
diturunkannya. Sehingga apakah suatu benda itu najis atau tidak,
kita tidak bisa membuat rumus kimianya, juga tidak ada
formulanya.
Formula yang kita pakai adalah semata-mata formula teks syariah.
Artinya, kalau di dalam nash Quran atau hadits ada benda yang
dikatakan najis, maka hukumnya najis.
Sebaliknya, bila tidak ada teks syariah yang menyebutkan
kenajisannya, baik langsung zatnya, atau kriterianya, atau
campurannya, maka benda itu tidak boleh kita ubah statusnya menjadi
benda najis.
Maka sebagaimana hukum najis itu datang dari Allah, sebaliknya
juga berlaku bahwa ketidak-kenajisan suatu benda itu juga datang
juga datang dari Allah. Bentuk mudahnya, ketika suatu benda najis
disebutkan oleh teks syariah telah mengalami hal-hal tertentu lalu
dikatakan tidak najis lagi, maka tugas kita hanya tinggal
mengiyakan saja.
Ada dua metode yang dikenal dalam syariah untuk mengubah benda
najis menjadi benda yang suci. Pertama, dengan cara penyamakan.
Maksudnya kulit hewan bangkai yang mati, bisa diubah menjadi suci
lewat proses penyamakan. Kedua, dengan cara istihalah, yaitu proses
mengubah wujud fisik suatu benda secara total 100% sehingga menjadi
benda lain.
1. Penyamakan
Dalam bahasa Arab, penyamakan dikenal dengan sebutandibagh( ).
Kasusnya pada hewan yang mati menjadi bangkai, dimana tubuh hewan
itu najis dan tentunya kulitnya pun najis.
Namun dengan penyamakan, kulit hewan yang tadinya najis berubah
menjadi tidak najis. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
Dari Abdullah bin Abbas dia berkata,Saya mendengar Rasulullah
Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,Apabila kulit telah disamak,
maka sungguh ia telah suci. (HR. Muslim)
Semua kulit yang telah disamak maka kulit itu telah suci. (HR.
An-Nasai)
Penyamakan adalah salah satu contoh nyata bagaimana najis
ainbisa berubah menjadi suci. Bukan dengan cara dibersihkan dari
najis yang menempel, melainkan benda najisnya itu sendiri yang
diubah menjadi benda suci. Maka jaket kulit yang terbuat dari
bangkai atau dari hewan najis, hukumnya tidak najis lagi setelah
disamak. Di masa sekarang banyak orang memakai jaket yang terbuat
dari kulit buaya, kulit macan, kulit ular, dan kulit hewan buas
lainnya.
Namun mazhab Asy Syafiiyah tetap mengatakan najis bila kulit
babi dan anjing disamak. Dalam pandangan mazhab ini, anjing dan
babi adalah hewan yang level kenajiannya berat (mughalladzah),
sehingga apa pun dari bagian tubuhnya tidak bisa disucikan
lagi.[1]
2. Istihalah
Selain penyamakan, proses lain dari mengubah benda najis menjadi
benda yang tidak najis disebutistilahah. Kataistihalahberarti
berubahnya suatu benda dari zat dan sifat aslinya menjadi benda
lain yang berbeda zat dan sifatnya.[2]
Dan perubahan zat dan sifat itu berpengaruh kepada perubahan
hukumnya. Bila benda najis mengalami perubahan zat dan sifat
menjadi benda lain yang sudah berubah zat dan sifatnya, maka benda
itu sudah bukan benda najis lagi.
Para ulama memang berbeda pendapat tentang apakah benda najis
yang sudah berubah menjadi benda lain itu akan hilang
kenajisannya.
Mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah mengatakan bahwa istihalah
itu mengubah hukum najis pada satu benda menjadi tidak
najis.[3]
Namun mazhab Asy Syafiiyah dan Al Hanabilah bersikeras bahwa
najis ain seperti babi, meski sudah mengalami perubahan total,
hukumnya tidak berubah menjadi suci.[4]
Di antara dalil-dalilistihalahyang digunakan oleh mazhab Al
Hanafiyah dan Al Malikiyah antara lain perubahan-perubahan hukum
yang terjadi pada khamar ketika berubah menjadi cuka, atau
perubahan air mani menjadi manusia, termasuk juga perubahan bangkai
menjadi
garam.
a. Khamar Menjadi Cuka
Jumhur ulama mengatakan bahwa khamar adalah benda najis. Tetapi
ketika khamar berubah sendiri menjadi cuka, maka cuka itu bukan
saja halal bahkan sifat najisnya hilang.
Kehalalan cuka disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa
Sallam ketika hendak makan dengan cuka sebagai lauk, dimana beliau
mengatakan bahwa cuka adalah lauk makanan yang paling enak.
Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka. (HR.
Muslim)
Khamar di masa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam umumnya
terbuat dari perasan buah anggur dan kurma. Lalu perasan itu
mengalami berbagai proses, mulai dari fermentasi hingga
proses-proses berikutnya, kemudian masuk ke dalam tahap berubah
menjadi khamar.
Pada saat masih menjadi buah anggur dan buah kurma, tentu saja
hukumnya halal. Dalam hal ini Al Quran memberi gambaran:
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan. (QS
An-Nahl: 67)
Namun ketika perasan buah anggur atau kurma itu sudah menjadi
khamar, hukumnya menjadi najis. Tetapi keadaan menjadi khamar ini
suatu ketika bisa berubah lagi, yaitu menjadi cuka. Dan para ulama
sepakat bahwa bila khamar berubah menjadi cuka dengan sendirinya,
hukumnya tidak haram diminum karena tidak mungkin memabukkan. Dan
karena sudah bukan khamar lagi, otomatis hukumnya juga menjadi
tidak najis.
Hanya saja dalam hal ini mazhab Asy Syafiiyah dan Al Hanabilah
mensyaratkan bahwa khamar yang berubah menjadi cuka yang halal atau
tidak najis itu adalah bila perubahannya terjadi dengan
sendirinya.
Sebaliknya, kalau perubahan itu lewat keterlibatan manusia,
misalnya dengan cara dimasukkan ke dalamnya cuka, bawa