AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3, Oktober 2016 721 PERDAGANGAN DI NUSANTARA ABAD KE-16 AISYAH SYAFIERA Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya E-mail: [email protected]Septina Alrianingrum Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Abstrak Nusantara terletak pada jalur perdagangan internasional wilayah barat-timur. Para pedagang datang dari berbagai penjuru singgah dan berkumpul di Nusantara. Nusantara memiliki wilayah subur dan kaya sumber daya alam. Beberapa komoditas Nusantara menjadi penting dalam perdagangan internasional. Keuntungan tersebut membawa Nusantara tampil menjadi wilayah penting dalam perdagangan internasional. Pada abad ke-16, banyak perubahan terjadi sebagai dampak masuknya Eropa ke dalam jalur perdagangan Nusantara khusunya setelah Portugis mendudukki Malaka. Masuknya Eropa ke dalam jaringan perdagangan Nusantara didorong oleh tingginya permintaan rempah-rempah. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah 1) bagaimana aktivitas perdagangan di Nusantara pada abad ke-16, 2) apa saja komoditas dagang di Nusantara pada abad ke-16. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah. Heuristik menjadi tahap awal untuk mengumpulkan sumber-sumber. Tahap Kritik untuk menyeleksi sumber yang valid. Tahap interpretasi dilakukan dengan mengaitkan dan menganalisi sumber. Tahap historiografi melakukan penulisan kembali hasil interpretasi dalam bentuk skripsi ini. Berdasarkan hasil analisis sumber menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan di Nusantara abad ke-16 mengalami peningkatan. Tumbuhnya aktivitas ini dikarenakan Malaka jatuh ke tangan Portugis mendorong pedagang Asia harus berkunjung ke daerah–daerah di Nusantara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan komoditas yang dibutuhkan. Selain itu, jatuhnya Malaka juga membuka wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara, sehingga muncul rute-rute baru. Jalur rempah- rempah ke Maluku membuka 3 rute dagang, yaitu rute dagang Portugis, rute dagang umum, dan rute dagang Pribumi. Munculnya jalur rempah-rempah ini meyebabkan berkembangnya pelabuhan Nusantara sebagai pusat aktivitas perdagangan laut, khususnya pelabuhan-pelabuhan di pesisir pantai. Pelabuhan sebagai tempat kapal-kapal dagang berlabuh menjadi tempat berkumpulnya pedagang yang terlibat aktivitas perdagangan di Nusantara seperti Portugis, Asia, dan pribumi. Interaksi dagang terus berjalan seiring dengan kebutuhan para pedagang untuk memenuhi komoditas yang akan diperdagangkan di negeri asalnya. Hal ini nampak jelas ketika terjadi interaksi dan aktivitas dagang di Samudra Pasai, Aceh, Pedir, Barus, Tiku, Pariaman, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Lawu, Tanjung Pura, Borneo, Makasar, Bali, Sumbawa, Solor, Bima, Ternate, Bacan, Hitu, Banda, dan Papua. Rempah-rempah, kapur barus, kayu cendana, dan kemenyan merupakan komoditas utama Nusantara yang menjadi komoditas internasional. Komoditas lokal Nusantara adalah beras, emas, kain, budak, garam, kuda, dan lainnya. Komoditas lokal dan internasional ini memiliki peran masing-masing dalam aktivitas perdagangan di Nusantara pada abad ke-16. Komoditas Internasional menarik para pedagang asing dan komoditas lokal menarik para pedagang pribumi, sehingga aktivitas dan interaksi dagang baik jalur interinsular maupun internasional menjadi ramai. Kata Kunci: Nusantara, Perdagangan, Komoditas. Abstract Nusantara laid in the routes of international trade between west and east district. This region was a gathering ground of merchants who came from any nations. Nusantara has an abundance of natural resources. Some kinds of Nusantara comodities was the major comodities in the international trade. This advantage set Nusantara into the important place of the world trade. In the 16th century, trading activity in the Nusantara was changing when the Europeans was entering the route of Nusantara trade, especially when Malaka was conquered by Portugis. This was caused by the increasing demand for spices in the Europe trade. This research was purposed to find out (1) how is Nusantara trading activity in the 16th century ?, (2) what kind of Nusantara comodities are in the 16th century ?. The method which is used in this research is a historical method. Heuristic
15
Embed
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3 ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3, Oktober 2016
721
PERDAGANGAN DI NUSANTARA ABAD KE-16
AISYAH SYAFIERA Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya
Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Nusantara terletak pada jalur perdagangan internasional wilayah barat-timur. Para pedagang datang dari berbagai
penjuru singgah dan berkumpul di Nusantara. Nusantara memiliki wilayah subur dan kaya sumber daya alam. Beberapa
komoditas Nusantara menjadi penting dalam perdagangan internasional. Keuntungan tersebut membawa Nusantara tampil
menjadi wilayah penting dalam perdagangan internasional. Pada abad ke-16, banyak perubahan terjadi sebagai dampak
masuknya Eropa ke dalam jalur perdagangan Nusantara khusunya setelah Portugis mendudukki Malaka. Masuknya Eropa
ke dalam jaringan perdagangan Nusantara didorong oleh tingginya permintaan rempah-rempah.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah 1) bagaimana aktivitas perdagangan di Nusantara pada abad ke-16, 2)
apa saja komoditas dagang di Nusantara pada abad ke-16. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah. Heuristik
menjadi tahap awal untuk mengumpulkan sumber-sumber. Tahap Kritik untuk menyeleksi sumber yang valid. Tahap
interpretasi dilakukan dengan mengaitkan dan menganalisi sumber. Tahap historiografi melakukan penulisan kembali hasil
interpretasi dalam bentuk skripsi ini.
Berdasarkan hasil analisis sumber menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan di Nusantara abad ke-16 mengalami
peningkatan. Tumbuhnya aktivitas ini dikarenakan Malaka jatuh ke tangan Portugis mendorong pedagang Asia harus
berkunjung ke daerah–daerah di Nusantara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan komoditas yang dibutuhkan. Selain itu,
jatuhnya Malaka juga membuka wilayah-wilayah perdagangan di Nusantara, sehingga muncul rute-rute baru. Jalur rempah-
rempah ke Maluku membuka 3 rute dagang, yaitu rute dagang Portugis, rute dagang umum, dan rute dagang Pribumi.
Munculnya jalur rempah-rempah ini meyebabkan berkembangnya pelabuhan Nusantara sebagai pusat aktivitas perdagangan
laut, khususnya pelabuhan-pelabuhan di pesisir pantai. Pelabuhan sebagai tempat kapal-kapal dagang berlabuh menjadi
tempat berkumpulnya pedagang yang terlibat aktivitas perdagangan di Nusantara seperti Portugis, Asia, dan pribumi.
Interaksi dagang terus berjalan seiring dengan kebutuhan para pedagang untuk memenuhi komoditas yang akan
diperdagangkan di negeri asalnya. Hal ini nampak jelas ketika terjadi interaksi dan aktivitas dagang di Samudra Pasai,
Aceh, Pedir, Barus, Tiku, Pariaman, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik,
Banjarmasin, Lawu, Tanjung Pura, Borneo, Makasar, Bali, Sumbawa, Solor, Bima, Ternate, Bacan, Hitu, Banda, dan
Papua.
Rempah-rempah, kapur barus, kayu cendana, dan kemenyan merupakan komoditas utama Nusantara yang menjadi
komoditas internasional. Komoditas lokal Nusantara adalah beras, emas, kain, budak, garam, kuda, dan lainnya. Komoditas
lokal dan internasional ini memiliki peran masing-masing dalam aktivitas perdagangan di Nusantara pada abad ke-16.
Komoditas Internasional menarik para pedagang asing dan komoditas lokal menarik para pedagang pribumi, sehingga
aktivitas dan interaksi dagang baik jalur interinsular maupun internasional menjadi ramai.
Kata Kunci: Nusantara, Perdagangan, Komoditas.
Abstract
Nusantara laid in the routes of international trade between west and east district. This region was a gathering ground of merchants who came from any nations. Nusantara has an abundance of natural resources. Some kinds of Nusantara comodities was the major comodities in the international trade. This advantage set Nusantara into the important place of the world trade. In the 16th century, trading activity in the Nusantara was changing when the Europeans was entering the route of Nusantara trade, especially when Malaka was conquered by Portugis. This was caused by the increasing demand for spices in the Europe trade.
This research was purposed to find out (1) how is Nusantara trading activity in the 16th century ?, (2) what kind of Nusantara comodities are in the 16th century ?. The method which is used in this research is a historical method. Heuristic
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3, Oktober 2016
722
is a first step for collecting sources in any form relating with the topic. Second is Critism for doing examination sources to find out the valid sources. Third is interpretation for relating and analysing sources. The last is historiography for reconstructing the past in a essay.
The result shows that Nusantara trading activity increased in 16th century. The increasing of this trading activity was caused by the Portuguese conquest of Malacca. The fall of Malacca motivated Asian merchants to gain their necessary commodities by visiting many regions of Nusantara.
Furthermore, the fall of Malacca opened regional trade in Nusantara so that the new routes began to emerge. Spices route to the Moluccas opened three trade routes, (i.e. Portuguese route, common route, and indigenous route. The appearance of spices route to the Moluccas caused a rising of Nusantara ports as a trading activity center. The port where the ship anchored became a gathering place of merchants (i.e. Portuguese, Asian, and Indigeous) for doing trading activity. This interaction continued contcomitant with merchants necessary of commodities which was later sold in the homeland. This interaction and trading activity was clearly visible in Samudra Pasai, Aceh, Pedir, Barus, Tiku, Pariaman, Jambi, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Demak, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Lawu, Tanjung Pura, Borneo, Makasar, Bali, Sumbawa, Solor, Bima, Ternate, Bacan, Hitu, Banda, dan Papua.
Spices, champor, sandalwood, and gum benzoin was the major commodities of Nusantara which became a international commodities. Local commodities of Nusantara are rice, gols, fabric, slave, salt, horse, etc. In 16th century, local commodities and international commodities had a role in the Nusantara trade. International commodities interested the foreign merchants and local commodities interested the indigeneous merchants, so that the activity and interaction trade between interinsular and international route become more crowded. Keyword: Nusantara, Trading, Commodities.
PENDAHULUAN
Istilah Nusantara digunakan pertama kali oleh
Mahapatih Gajah Mada dalam sumpahnya yang terkenal
dengan nama sumpah Palapa. Mahapatih Gajah Mada
menggunakan istilah ini untuk menyebutkan pulau-pulau di
luar Jawa yang bukan merupakan wilayah dari kerajaan
Majapahit. Nusantara berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri dari dua kata, yaitu “nusa” yang berarti pulau dan
“antara” yang berarti luar.1 Apabila mengacu pada pe-
ngertian Nusantara pada zaman Majapahit, maka Nusantara
terdiri dari wilayah Indonesia, sebagian semenanjung Mala-
ya, dan seluruh pulau Kalimantan. Hal ini berbeda dengan
definisi Nusantara modern yang hanya mengacu kepada
wilayah negara Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan bagian dari Nusantara.
Secara geografis, Nusantara berada pada titik persi-
langan antara Samudera Hindia dan Laut China Selatan,
sehingga membentuk batas antara 2 wilayah yang berbeda
secara geografi, antropologi dan ekonomi. Tidak hanya
sebagai wilayah transit bagi komoditi yang berasal dari
wilayah barat dan wilayah timur, Nusantara juga me-
rupakan wilayah berkumpulnya para pedagang yang datang
dari berbagai arah.2 Nusantara juga terletak di wilayah yang
1Irfan Anshory, 2004, Asal-Usul Nama “Indonesia”,
http://irfanan shory.blogspot.co.id /2007/ 04/asal-usul-nama-indonesia.html, diakses 17 Oktober 2016, jam 12.14 WIB.
2M.A.P. Meilink-Roelofsz, 1962, Asian Trade and Europan
Influence: In The Indonesian Archipelago between 1500 and about 1630, Netherlands: The Hague Martinus Nijhoff, hlm. 13
subur dan kaya akan sumber daya alam. Beberapa komoditi
Nusantara menjadi primadona di kalangan para pedagang
dalam dunia perdagangan Nusantara yang diawali dengan
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511.
Segera setelah berhasil menduduki Malaka, Portugis mulai
menerapkan kebijakan-kebijakan8 perdagangan yang cukup
memberatkan bagi para pedagang yang singgah, sehingga
muncul jalan alternatif lain untuk menghindari Malaka.
Jalur perdagangan yang semula melewati selat Malaka
beralih ke selat Sunda. Hal ini, mengakibatkan munculnya
pelabuhan-pelabuhan baru yang mengambil peran Malaka
sebagai pelabuhan penting dalam dunia perdagangan
interberasonal. Contohnya seperti pelabuhan Banten yang
menjadi pelabuhan penting dan masuk jaringan pelayaran
dan perdagangan jalur sutra. Selain itu ada pelabuhan
Sunda Kelapa, Jepara, Gresik, Aceh, Ternate, Banda,
Gowa, Banjarmasin, dan Palembang yang juga mengambil
alih sebagian peran pelabuhan Malaka.9
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian
ini akan membahas mengenai Perdagangan di Nusantara
Pada Abad Ke-16. Peneliti akan menulis tentang perdaga-
ngan di Nusantara abad ke-16 secara menyeluruh, bukan
lagi secara parsial atau satu wilayah saja. Hal ini dikarena-
kan masing-masing wilayah berkaitan dengan wilayah lain.
Penelitian ini difokuskan untuk mendeskripsikan aktivitas
perdagangan Nusantara abad ke-16 khususnya tentang
komoditas dagang, jalur pelayaran, dan pelabuhan-pela-
buhan yang memiliki peran penting dalam perkembangan
perdagangan di Nusantara abad ke-16.
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian perdagangan di Nusantara pada
abad ke-16, dilakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa
literatur yang relevan.
Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid
I: Tanah di Bawah Angin karya Anthony Reid. Reid dalam
buku ini memaparkan mengenai kebudayaan masyarakat
Asia Tenggara. Salah satunya adalah produksi pakaian dan
perdagangan yang menjelaskan tentang komoditi yang
dihasilkan dari berbagai daerah di Asia Tenggara. Asian
Trade and European Influence: In the Indonesian Archi-
8Kebijakan tersebut adalah mengenai kebijakan perpajakan yang
terlihat mendiskrimiberas beberapa kelompok pedagang. Pajak yang
ditetapkan secara umum adalah 6%, namun untuk barang-barang yang
berasal dari Sumatera, Pegu, Sabah, dan Singapura dikenakan pajak sebesar 8%. Barang-barang yang berasal dari Asia Selatan, kecuali
Bengal, dikenakan pajak yang lebih tinggi lagi, yaitu 12%. Lihat Amirul Hadi, 2010, Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,,,hlm.10.
9Ibid, hlm 303
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3, Oktober 2016
724
pelago Between 1500 and About 1630 karya M.A.P.
Meilink-Roelofsz. Dalam buku ini dijelaskan mengenai
keuntungan letak geografis Nusantara yang berada di antara
Samudera Hindia dan Lautan China. Bukan hanya sebagai
wilayah transit, Nusantara juga menjadi tempat bertemunya
pedagang dari berbagai bangsa. .
Pelayaran dan Perniagaan di Nusantara Abad Ke-
16 dan 17 karangan Adrian B. Lapian. Buku ini lebih fokus
dalam menjelaskan jalur pelayaran, teknologi pelayaran
pada abad ke-16 dan 17, alat transportasi yang digunakan,
dan pelabuhan. Komoditi yang diperdagangkan hanya
dibahas secara garis besar..
Sejarah Nasional Indonesia III karya Marwati
Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Dalam
buku ini dijelaskan mengenai munculnya pelabuhan-
pelabuhan baru yang turut mengambil peran terhadap
perdagangan Nusantara. Semenjak jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis, Malaka tidak lagi menarik bagi para
pedagang lokal maupun asing. Hal ini dikarenakan,
kebijakan-kebijakan ekonomi Portugis di Malaka
merugikan para pedagang, sehingga muncul pelabuhan-
pelabuhan yang mengambil alih peran Malaka. Pembagian
kerja dalam sistem perdagangan sudah dikenal begitu pula
pajak-pajak yang diterapkan penguasa pelabuhan dalam
perdagangan. Buku ini juga memberikan gambaran politik
Nusantara pada abad ke-16.
Penulisan mengenai perkembangan perdagangan
di Nusantara pada abad ke-16 berbeda dengan buku-buku
yang telah disebutkan di atas. Dalam penulisan ini hanya
mencakup wilayah Nusantara pada abad ke-16 saja, dengan
maksud untuk mengetahui bagaimana perdagangan di
wilayah Nusantara pada abad ke-16. Abad ke-16 Nusantara
telah dikenal menjadi wilayah perdagangan yang ramai.
Penelitian ini akan difokuskan pada jalur-jalur perdagangan
di wilayah Nusantara, lahirnya pelabuhan-pelabuhan baru,
dan aktivitas perdagangan yang membuka peluang besar
terhadap komoditas dagang Nusantara yang beragam.
Sementara buku-buku di atas membahas perdagangan kuno
lebih secara garis besar dan condong ke perdagangan di
Asia Tenggara.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sejarah. Terdapat empat tahap yang harus
dilakukan, yaitu :
Heuristik
Tahap pertama yang dilakukan adalah heuristik.
Terdapat dua jenis sumber yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu sumber primer dan sekunder. Sejauh ini
belum ada sumber primer yang ditemukan mengingat
masyarakat Nusantara tidak terbiasa untuk mencatat
kejadian di sekitarnya. Sementara sumber sekunder yang
digunakan adalah buku Asian Trade and European
Influence: In the Indonesian Archipelago Between 1500
and About 1630, Sejarah Nasional Indonesia Jilid II,
Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Asia Tenggara Dalam
Kurun Niaga: 1450-1680, Nusa Jawa: Silang Budaya:
Jaingan Asia, dan buku-buku lainnya yang berkaitan.
Kritik Sumber
Tahap kedua adalah melakukan kritik. Tidak semua
sumber yang diperoleh dari proses heuristik merupakan
sumber relevan yang dapat digunakan sebagai sumber
sejarah, baik melalui segi otentikitas keaslian sumber
ataupun dari isi sumber tersebut. Dalam penulisan ini yang
digunakan hanya kritik intern, dikarenakan sumber yang
digunakan bukan merupakan sumber primer. Kritik intern
ini digunakan untuk mengkaji kevalidan suatu sumber yang
digunakan.10 Dalam melakukan kritik intern, penulis
membandingkan satu sumber dengan sumber yang lain,
bagaimana perdagangan di Nusantara pada saat itu. Dan
hasilnya ternyata memang pada awal abad ke-16 Malaka
jatuh ke tangan Portugis dan muncul pelabuhan-pelabuhan
kecil di Nusantara yang turut meramaikan perdagangan di
Nusantara pada abad ke-16.
Interpretasi Sumber
Tahap ketiga adalah melakukan interpretasi.
Interpretasi merupakan penafsiran terhadap fakta.11 Dalam
tahap ini telah dapat ditetapkan dari sumber yang telah
melalui tahap kritik, sumber-sumber yang lebih bermakna
karena saling berhubungan atau saling menunjang.12
Sumber-sumber yang telah didapatkan dihubungkan antara
fakta satu sama lain untuk mengetahui sejarah dari yang
berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
Historiografi
Tahap keempat adalah melakukan historiografi.
Historiografi adalah suatu bentuk penulisan yang bertujuan
untuk menyajikan hasil laporan dari penelitian yang
dilakukan dengan penulisan sejarah secara baik dan
benar.13 Skripsi ini merupakan bentuk dari historiografi
Perdagangan di Nusantara Pada Abad Ke-16.
10Saefur Rochmat, 2009, Ilmu Sejarah dalam Prespektif Ilmu