Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Xeropthalmia Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Dosen Pengampu : Ns. Lantin Setyorini, M.Kep Oleh : NAMA : Muhammad Ulul Amri NIM : 082310101059 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER i
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Xeropthalmia
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi
Dosen Pengampu : Ns. Lantin Setyorini, M.Kep
Oleh :
NAMA : Muhammad Ulul Amri
NIM : 082310101059
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
i
DAFTAR ISI
JUDUL ……………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………….
1.1 LATAR BELAKANG …………………………………………………………
1.2 TUJUAN ……………………………………………………………………….
1.3 MANFAAT …………………………………………………………………….
BAB 2 KONSEP PENYAKIT ………………………………………………………
2.1 DEFINISI ………………………………………………………………………
2.2 ETIOLOGI ……………………………………………………………………..
2.3 EPIDEMOLOGI ……………………………………………………………….
2.4 PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI …………………………………………..
2.5 MANIFESTASI KLINIS (TANDA DAN GEJALA) ………………………….
2.6 KOMPLIKASI …………………………………………………………………
2.7 PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER ………………….
2.8 PENATALAKSANAAN ……………………………………………………..
2.9 PROGNOSIS …………………………………………………………………
BAB 3 PATHWAY …………………………………………………………………
3.1 PATOFISIOLOGI GAMBARAN PENYAKIT SECARA MENYELURUH ..
BAB 4` IMPLIKASI DALAM BIDANG KEPERAWATAN …………………….
4.1 IMPLIKASI PATOFISIOLOGI PENYAKIT DALAM BIDANG
KEPERAWATAN……………………………………………………………..
4.2 PERANAN KEPERAWATAN ……………………………………………….
BAB 5 PENUTUP …………………………………………………………………...
5.1 KESIMPULAN………………………………………………………………..
5.2 SARAN ……………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………
LAMPIRAN ………………………………………………………………………..
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, dan faktor
gizi mempunyai peranan yang sangat strategis. Gizi yang baik merupakan hasil
dari konsumsi makanan dengan kecukupan yang dianjurkan dan keseimbangan
antar zat-zat gizi tersebut. Jika keseimbangan ini tidak tercapai maka akan timbul
berbagai jenis kelainan gizi.
Kelainan gizi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh
untuk sumber zat gizi dan energi dengan penyediaan sunstrat matabolisme.
Ketidakseimbangan mungkin terjadi karena kekurangan atau kelebihan yang
ditandai dengan intik yang tidak sesuai atau penggunaan yang kurang baik, atau
kadang-kadang karena kombinasi keduanya. Terlepas dari kebutuhan manusia
untuk mempertahan kesehatan, malnutrisi selanjutnya akan menjadi penyebab
utama kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang, khususnya bagi
anak-anak.
Pada masyarakat yang teknologinya sudah maju, gizi kurang sehubungan
dengan keterbatasan tidak lagi merupakan bahaya utama bagi kesehatan, tapi
tetap terjadi pada pasien di rumah sakit dan khususnya pada kelompok yang
rentan. Keadaan kekurangan tetap terjadi dan meningkat pada pasien dengan
masalah alkohol dan penyiksaan jangka panjang dan dalam perilaku konsumsi
pangan. Gizi kurang skunder yang dihasilkan dari kesalahan absorpsi, kegagalan
transportasi, penyimpanan atau penggunaan seluler, atau kehilangan akibat
praktek pengobatan. Penggunaan yang kurang tepat dari suplemen zat gizi
menunjukkan berbagai contoh toksisitas vitamin dan mineral, yang sering
disebabkan oleh kelalaian pengguna atau kekurangan informasi. Vitamin A
merupakan salah satu zat gizi yang mempunyai beragam resiko baik karena
defisiensi maupun kelebihan intik.
iii
Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang
tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A.
Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah
wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-generasi baru yang
akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
diagnosa medis xeropthalmia.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien xeropthalmia.
b. Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien
xeropthalmia.
c. Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien
xeropthalmia.
d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah
dibuat pada pasien xeropthalmia.
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien xeropthalmia.
1.2.3. Manfaat
a. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar xeropthalmia
b. Mahasiswa dapat mengetahui cara memberikan askep pada pasien
xeropthalmia
iv
BAB II
KONSEP DASAR TEORI XEROPTHALMIA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda Mata mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur
mata terdiri dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga
tempat mata berada, kelopak, dan bulu mata. Bola mata di bungkus oleh tiga
lapis jaringan, yaitu (Vaughan, 2000):
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada
mata,dan bagian luar yang melindungi bola mata. Bagian depan disebut
kornea yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
aringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan
pada ruda paksa di sebut juga perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea
terdiri atas iris, badan sillier dan koroid.
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis.
Retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
v
2.1.1. Kornea
Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening
mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas lapis (Vaughan,
2000);
1. Epitel
a) Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.
b) Sel basal sering terlihat mitosis sel.
c) Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden,
vi
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
d) Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
e) Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
a) Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan
terlihat seperti anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma
kornae yang merupakan fibroblast.
4. Membrane Descemet
a) Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan
membrane basalnya.
b) Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
vii
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnyayang seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya.
2.1.2. Uvea
Uvea terdiri dari iris, korpus silier dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan
vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera (Vaughan,
2000);
1. Iris
Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan
diafagma yang membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan
segmen posterior. Berbentuk sirkular yang ditengah- tengahnya
berlubang yang disebut pupil. Secara histologi iris terdiri dari stroma
yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan yang berjalan
radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang
bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan
anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma dapat berhubungan langsung dengan cairan
coa,yang memungkinkan cepatnya terjadi pengaliran makanan ke coa
dan sebaliknya.
Di bagian posterior dilapisi oleh dua epitel yang mrupakan lanjutan
dari epitel pigmen retina. Permukaan depan iris warnanya sangat
bervariasi tergantung pada sel pigmen yang bercabang yang terdapat
didalam stroma.Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos
yang melingkar pupil (m. Sfingter pupil) terletak di dalam stroma
dekat pupil dan di atur oleh saraf parasimpatis (N. III) dan yang
berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator pupillae) terletak di
bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis (Vaughan,
2000).
menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal
didekat pupil. Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor
dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris
viii
dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang
bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.
Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam
keadaan radang, didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam
keadaan normal pupil sentral bulat, isokor (sama kanan dan kiri),
reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada
tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi
terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan.
2. Badan Siliar
Berbentuk segitiga terdiri dari dua bagian, yaitu (Vaughan, 2000):
a) Pars korona, pada bagian anterior bergerigi panjangnya kira-kira
2mm
b) Pars plana, yang posterior tidak bergerigi, panjangnya 4mm
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai
koroid terdiri atas otot siliar dan prosesus siliar. Otot siliar berfungsi
untuk akomodasi. Jika otot ini berkontraksi ai menarik prosesus siliar
dan koroid kedapan dan ke dalam, mengendorkan zonula zinni
sehingga lensa menjadi lebih cembung. Radang pada badan siliar
akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus
yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran
khas peradangan intraokular.
Prosesus siliar menghasilkan cairan mata yaitu, akueous
humour yang mengisi bilik mata depan. Yang berfungsi memberi
makanan untuk kornea dan lensa. Pada peradangan akibat hiperemi
yang aktif, maka pembentukan cairan mata bertambah sehingga
dapat menyebabkan tekanan intraokuler meninggi dan timbullah
glukoma sekunder. Bila peradangan hebat dan merusak sebagian
badan siliar maka produksi akueous humour berkurang, tekanan
berkurang dan berakhir sebagai atrofi bulbi okuli (Sidarta dan Ilyas,
2005).
ix
c) Koroid
Koroid merupakan suatu membran yang berwarna cokelat
tua, yang terletak diantara sklera dengan retina terbentang dari ora
serata sampai ke papil saraf optik. Koroid terdri dari beberapa
lapisan, yaitu;
i. Lapisan epitel pigmen
ii. Membran Bruch (lamina vitrea)
iii. Koriokapiler
iv. Pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar
v. Suprakoroid
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protropoblas
yang mengandung nukleus. Membran bruch merupakan
membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar
kebanyakan terdiri dari pembuluh balik yhang kemudian
bergabung menjadi empat vena vortikosa,yang keluar dari tiap
kuadran posterior bola mata yang menembus sclera (Sidarta
dan Ilyas, 2005).
Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliais brevis
yang mengandung serat elastis dan khromatofor. Koroid
melekat erat pada pinggir N.II dan berakhir di oraserata.
2.1.3. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya kira-kira 4mm dan
diameternya 9mm. Lensa digantung oleh zonula, yang
menghubungkannya dengan korpus silier. Di bagian anterior lensa
terdapat humor aquaeus, disebelah posteriornya vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membranyang semi permiabel (sedikit lebih permeabel dari
x
pada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk
(Sidarta dan Ilyas, 2005).
Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal
sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.Secara
fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
c. Terletak ditempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopi.
b. Keruh atau apa yang disebut katarak
c. Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi.
2.1.4. Retina
Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi
transparan. Retina merupa kan reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan
terdiri atas lapisan (Sidarta dan Ilyas, 2005);
a. Membrana limitans interna
b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju kenervus optikus.
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
f. Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitelium pigmen retina
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada
anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia.
xi
Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri
oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina
atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2.2. Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurang vitamin A. Sebelum
terdeteksi menderita xeropthalmia, biasanya penderita akan mengalami buta
senja. Gejala xeropthalmia terlihat pada kekeringan pada selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Kekeringan berlarut-larut
menyebabkan konjungtiva menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Selanjutnya
pada konjungtiva akan tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak
Bitot).Selanjutnya, kornea akan melunak dan terjadi luka (tukak kornea). Jika
kornea telah putih atau bola mata mengempis terjadi kebutaan permanen yang
tak bisa dipulihkan lagi.
2.3. Etiologi
Xeroftalmia disebabkan oleh kekurangan vitamin A yang dipicu oleh
kondisi gizi kurang atau buruk. Kerap terjadi pada bayi lahir berat badan rendah,
gangguan akibat kurang yodium (GAKY) serta anemia gizi ibu hamil.
Kelompok rentan xeroftalmia adalah anak dari keluarga miskin, anak di
pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak
kurang gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita
penyakit infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia) serta cacingan serta
anak yang tidak mendapat imunisasi serta kapsul vitamin A dosis
tinggi.Defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan,
yang apabila tidak ditangani dapat menyebabkan hilangnya penglihatan
seseorang terutama pada anak-anak. Dampak selanjutnya adalah ketika mereka
tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit
yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.Apabila
penderitaan terus berlanjut konjangtiva dan cornea mata menjadi kuning)
xii
kemudian muncul bercorak pada kornea dan selanjutnya berakibat pada
kebutaan yang permanen.
Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A
(preformed retinol) atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatan
kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu, penyerapan
yang kurang kehilangan karena diare sering merupakan penyebab kekurangan
vitamin A.
Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah:
a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-
vitamin A untuk jangka waktu yang lama.
b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat
gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan
vitamin A dalam tubuh
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-
lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan
pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
f. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare)
2.4. Patofisiologi
Terjadinya defisiensi vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor
dalam hubungan yang komplek seperti halnya dengan masalah KKP. Makanan
yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan
hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya
defisiensi vitamin A.
Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan
proses-proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i)
xiii
Yang berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan
dengan penglihatan.
Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme
Rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang
rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk
menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya dari Rods
disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari Retinal dan
protein opsin.
Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus)
dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang
berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar,
terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen
pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari
sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna,
makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah
bintik kuning hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu
suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar
matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk
pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut
juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang
merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus,
yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga
macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan
salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.
Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan:
Disini mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan
menjadi stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A.
xiv
Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara
tidak langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan
defisiensi, epitel menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada
gambaran Xerophthalmia.
Xeroftalmia merupakan mata kering yang terjadi pada selaput lendir
(konjungtiva) dan kornea (selaput bening) mata. Xeroftalmia yang tidak segera
diobati dapat menyebabkan kebutaan. Xeroftalmia terjadi akibat kurangnya
konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.
Patogenesis xeroftalmia terjadi secara bertahap;
1. Buta senja (XN)
Disebut juga rabun senja. Fungsi fotoreseptor menurun. Tidak
terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal), namun penglihatan
menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di dalam
lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita
sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika
penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah
mendeteksinya. Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat
benda di depannya. Dengan pemberian kapsul vitamin A maka
pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun jika
dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya.
2. Xerosis konjungtiva (X1A)
Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput,
dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam.
Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B)
X1B merupakan tanda-tanda X1A ditambah dengan bercak seperti
busa sabun atau keju, terutama di daerah celah mata sisi luar. Mata
penderita umumnya tampak bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan
berat, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian
putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut.
xv
Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar,
bercak akan membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan
menghilang dalam waktu 2 minggu.
4. Xerosis kornea (X2)
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut hingga kornea (bagian
hitam mata) sehingga tampak kering dan suram, serta permukaan kornea
tampak kasar. Umumnya terjadi pada anak yang bergizi buruk, menderita
penyakit campak, ISPA, diare, dan sebagainya. Pemberian vitamin A yang
benar akan membuat kornea membaik setelah 2 hingga 5 hari, dan
kelainan mata akan sembuh selama 2 hingga 3 minggu.
5. Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/ X3B)
Kornea melunak seperti bubur dan terjadi ulkus kornea atau
perlukaan. Tahap X3A bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan
kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada tahap
ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita telah
ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan.
6. Xeroftalmia Scars (XS)
Disebut juga jaringan kornea. Kornea mata tampak memutih atau
bola mata tampak mengempis. Jika penderita ditemukan pada tahap ini,
maka kebutaan tidak dapat disembuhkan.
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk
pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh
akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam
xvi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan
faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia
Diagnosis penderita xeroftalmia dapat diperoleh dengan memakai cara
diagnostik, seperti(Wjitcher and Tears, 1995):
1. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur
lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10
mm tanpa anestesi dianggap abnormal (produksi air mata
sedikit/berkurang).
2. Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid
dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas
berfluorescein di konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk
berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter
cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip.
Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam
lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih dari 15
detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid
pada air mata.
3. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air
mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di
atas kaca obyek bersih.
4. Sitologi Impresi
Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di
kuadran infra nasal.
5. Pemulasan Fluorescein
xvii
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein
akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
6. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang
mengering dari kornea dan konjungtiva.
7. Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan
cara spektrofotometri.
8. Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya
sensitifitas kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa
hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi kerato-
konjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien dengan tes
Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
9. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal.
2.5. Pathway
Devisit vitamin A
Kekeringan pada retina
Implus yang masuk tidak
Resiko tinggi perubahan dapat di tangkap dengan
baik
Terhadap penglihatan oleh retina dan
xviii
cedera pada senja hari diteruskan ke saraf optik
ancaman kehidupan gangguan adaptasi gelap
ansietas gangguan sensori-
persepsi penglihatan
2.6. Tanda-tanda dan Gejala Klinis
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi
jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata
dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada
mata.
Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik
ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang
Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak
menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.
xix
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan
cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada
kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
(Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8)
Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak
benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila
di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda
atau makanan didepannya.
2. Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.
Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata
sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai
sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam
masyarakat.
xx
Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
4. Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3
permukaan kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui