1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDRONEFROSIS
MAKALAH
oleh Rosita Debby Irawan NIM 112310101003 Ria Rochmawati NIM 112310101015 M. Rifqi Wibowo NIM 112310101027 Dewa Ayu Eka NIM 112310101047 Fitania Marizka NIM 112310101064
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
2013
2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDRONEFROSIS
MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik V A Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember
oleh Rosita Debby Irawan NIM 112310101003 Ria Rochmawati NIM 112310101015 M. Rifqi Wibowo NIM 112310101027 Dewa Ayu Eka NIM 112310101047 Fitania Marizka NIM 112310101064
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
2013
3
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hidronefrosis. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VA pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VA yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih pula kepada teman-teman yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan semangat dan kerja sama yang baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Jember, September 2013
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PRAKATA .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan ...................................................................................... 1 1.4 Manfaat .................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI ........................................................................ 3
2.1 Definisi ................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .......................................................................... 3
2.3 Etiologi ................................................................................... 3
2.4 Manifestasi klinis .................................................................. 4
2.5 Patofisiologi ........................................................................... 4
2.6 Komplikasi & Prognosis ....................................................... 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 6 2.8 Penatalaksanaan ................................................................... 7
5
2.9 Pencegahan ............................................................................ 8
BAB 3. PATHWAYS .................................................................................. 10
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................ 11
4.1 Pengkajian ............................................................................... 11 4.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................... 24
4.3 Perencanaan dan Intervensi................................................... 25
4.5 Evaluasi .................................................................................... 29
BAB 5. PENUTUP ........................................................................................ 30
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 30
5.2 Saran ......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap
ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah.Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh.Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap. Hidronefrosis banyak terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir.
Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari hidronefrosis pelu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik, yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal.
7
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa pengertian hidronefrosis ? 1.2.2 Bagaimana epidemiologi dari hidronefrosis ? 1.2.3 Apa saja etiologi hidronefrosis? 1.2.4 Apa saja tanda dan gejala dari hidronefrosis ? 1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari hidronefrosis ? 1.2.6 Apa saja komplikasi dan prognosis dari hidronefrosis ? 1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan dari hidronefrosis ? 1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang dari hidronefrosis ?
1.3 Tujuan 1.3.1 untuk mengetahui apa pengertian hidronefrosis ? 1.3.2 untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari hidronefrosis ? 1.3.3 untuk mengetahui apa saja etiologi hidronefrosis? 1.3.4 untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari hidronefrosis ? 1.3.5 untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari hidronefrosis ? 1.3.6 untuk mengetahui apa saja komplikasi dan prognosis dari hidronefrosis ? 1.3.7 untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan dari
hidronefrosis ? 1.3.8 untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari hidronefrosis ?
1.4 Manfaat Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah dan untuk
menambah pengetahuan tentang penyakit hidronefrosis serta untuk mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai pada pasien dengan hidronefrosis.
8
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ureter yang dihasilkan oleh obstruksi aliran
keluar urin oleh batu atau kelainan letak arteria yang menekan ureter sehingga pelvis membesar dan terdapat destruksi progresif jaringan ginjal (Gibson, 2003). Hidronefrosis adalah pembesaran ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal (Price, 2001). Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
2.2 Epidemologi Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung
kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi pada parenkim ginjal. Epidemiologi dari penyakit hidronefrosis yaitu di Semarang terdapat 51,9 dari 10.000 penduduk yang menderita atau mengidap hidronefrosis. Sedangkan di Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya angka kejadiannya yaitu pria : wanita = 5:1, usia yang terkena hidronefrosis rata-rata pada usia 41,5 tahun.
9
2.3 Etiologi Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis) yaitu : a. Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis
terlalu tinggi
b. Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah; c. Batu di dalam pelvis renalis; d. Penekanan pada ureter oleh jaringan fibrosa, arteri atau vena yang letaknya
abnormal, dan tumor. Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan
ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih: a. Batu di dalam ureter; b. Tumor di dalam atau di dekat ureter; c. Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran
atau pembedahan; d. Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter; e. Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid); f. Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih); g. Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul
lainnya;
h. Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker;
i. Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera; j. Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter.
10
Kadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap.
2.4 Tanda dan gejala Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksiakut
dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadiinfeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akanterjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kenamaka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium); b. Gagal jantung kongestif; c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi); d. Pruritis (gatal kulit); e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit); f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan;
g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang; h. Amenore, atrofi testikuler.(Smeltzer dan Bare, 2002).
2.5 Patofisiologi Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga
tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih,
11
tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).
2.6 Komplikasi dan Prognosis Jika hidronefrosis tetap tidak diobati, peningkatan tekanan di dalam ginjal bisa
menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah, mengeluarkan produk sampah, dan membuat urin serta mengatur elektrolit dalam tubuh. Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal (pyelonephrosis) gagal ginjal, sepsis, dan dalam beberapa kasus, ginjal kehilangan fungsi atau kematian. Fungsi ginjal akan mulai menurun segera dengan timbulnya hidronefrosis tetapi reversibel jika tidak menyelesaikan pembengkakan. Biasanya ginjal sembuh dengan baik bahkan jika ada halangan berlangsung hingga 6 minggu.
2.7 Penatalaksanaan dan Pengobatan
12
2.7.1 Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungifungsi ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002) 2.7.2 Pengobatan
a. Hidronefrosis akut 1. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat,
maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit)
2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu
b. hidronefrosis kronik 1. Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air
kemih
2. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali
3. Dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali di sisi kandung kemih yang berbeda
4. Jika uretra tersumbat, maka pengobatannya meliputi: a. terapi hormonal untuk kanker prostat
b. pembedahan c. pelebaran uretra dengan dilator
13
2.8 Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Adanya massa di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar. 2. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih 3. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal 4. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung 5. Laboratorium
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar urea karena ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik.
2.9 Pencegahan Segera mencari pengobatan dari penyebab yang mendasari kondisi medis ini.
14
BAB 3. PATHWAY
Proses
infeksi
Infeksi pada
uretra
peradangan
Terbentuknya
jaringan parut
Obstruksi
sebagian atau
total aliran
urine
Tumor/neoplasma
di sekitar ureter
atau uretra
Kompresi pada
ureter/uretra
Pembesaran pada uterus
pada saat kehamilan
Kompresi pada
saluran kemih Metabolisme
meningkat
Panas/demam
HIPERTERMI
Obstruksi akut
Kolik renalis/nyeri
pinggang
NYERI AKUT/NYERI
KRONIS
Urine
mengalir balik
hidroureter
Urine reflak ke
pelvis ginjal
Penekanan
pada medulla
ginjal/pada sel
sel ginjal
Gangguan
fungsi ginjal
Urine yang
keluar sedikit
karena ada
penyempitan
ureter/uretra
GANGGUAN
POLA
ELIMINASI
URINE
Kegagalan ginjal
untuk membuang
limbah metabolik
Peningkatan
ureum dalam
darah
Bersifat
racun dalam
tubuh
System
pencernaan
lambung
Ureum
bertemu
dengan
HCL
Mual
muntah
GANGGUAN
NUTRISI
KURANG DARI
KEBUTUHAN
15
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian 1. Biodata
a. Identitas Klien 1. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien 2. Umur
Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari hidronefrosis yang terjadi pada orang dewasa.
3. Jenis kelamin Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada pria lansia penyebab tersering ialah akibat obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Pada perempuan hamil bisa terjadi akibat pembesaran uterus.
4. Agama
5. Pendidikan 6. Pekerjaan
Pekerjaan klien dapat berpengaruh terhadap penyebab klien menderita hidronefrosis, misalnya sopir atau sekretaris yang pekerjaannya banyak untuk duduk sehingga meningkatkan statis urine.
7. Status kawin
2. Riwayat kesehatan
16
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit batu ginjal, tumor, pembesaran prostat, ataupun kelainan kongenital.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti
klien berkemih sedikit tergantung periode penyakit, nyeri saat berkemih, nyeri panggul.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien ada yang menderita penyakit polikistik ginjal herediter, diabetes mellitus, serta penyakit ginjal yang lain.
3. Pengkajian Keperawatan a. Aktivitas dan istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise
b. Integritas ego Faktor stress, perasaan tidak berdaya, menolak cemas, marah.
c. Elimasi
Penurunan frekuensi, oliguri, anuri, perubahan warna urin. d. Makanan/cairan
Penurunan berat badan karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah. e. Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdomen, nyeri tulang rusuk dan tulang panggul, gelisah, distraksi tergantung derajat keparahan.
f. Interaksi sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasa. g. Persepsi diri
Kurangnya pengetahuan, gangguan body image. h. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah, kulit hangat dan pucat.
17
4. Pengkajian Fisik a. Kulit:
Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
b. Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
c. Mata:
Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
d. Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
e. Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
f. Mulut:
gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering g. Leher:
trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
h. Thorax :
Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan. Paru-paru:
Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
i. Abdomen : Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
18
Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
j. Ekstremitas Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup. Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot cukup.
4.2 Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut 2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penyempitan ureter/uretra 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4.3 Perencanaan Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan obstruksi akut Tujuan: Nyeri berkurang sampai tidak ada nyeri Kriteria hasil: pasien menunjukkan rileks dan mengatakan nyeri berkurang Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya Mengenal klien dan mempermudah untuk memberikan intervensi selanjutnya.
2. Kaji lokasi, lamanya, intensitas dan tingkat skala nyeri
Mengetahui skala dan kualitas nyeri
3. Atur posisi yang nyaman bagi klien Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
19
relaksasi seoptimal mungkin
4. Ajarkan pasien teknik relaksasi Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Berikan health education tentang penyebab nyeri yg dialami pasien
pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien
Diagnosa 2
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penyempitan ureter/uretra Tujuan: pasien dapat berkemih dengan jumlah normal Kriteria hasil: pasien menunjukkan tidak mengalami tanda obstruksi. Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Kaji pemasukan cairan dan pengeluaran karakteristi urin
memberikan informasi tentang fungsi
ginjal dan adanya komplikasi 2. Tentukan pola berkemih normal dan
perhatikan variasi
peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan membantu lewatnya batu
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal
4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
akumulasi sisa berkemih dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik di ssp
20
5. Catat Px laboratorium, ureum, creatinin
peningkatan ureum, creatinin
mengindikasikan disfungsi ginjal 6. Amati keluhan kandung kemih,
palpasi untuk distensi suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine
retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distansi jaringan dan resiko infeksi, gagal ginjal
Diagnosa 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: status nutrisi klien mencapai adekuat Kriteria hasil: pasien menunjukkan peningkatan berat badan Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1. Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
Mengetahui status nutrisi pasien terkini
2. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
Mengetahui penyebab gangguan pemenuhan nutrisi
3. Anjurkan klien untuk modifikasi diit (porsi sedikit demi sedikit tapi sering)
Memaksimalkan intake pemenuha gizi
4. Rencanakan pengaturan diit dengan libatkan klien dan ahli gizi (kebutuhan kalori, variasi menu)
Tindakan memaksimalkan kebutuhan nutrisi pasien
5. Pantau intake nutrisi klien Mengetahui keefektifan pemberian diit pasien
6. Timbang berat badan setiap hari Mengetahui perkembangan status nutrisi pasien
7. Kolaborasi dengan dokter terkait Tindakan untuk mencapai intake yang
21
pemberian obat-obatan bila ada indikasi sesuai program
adekuat
Diagnosa 4
Hipertermi b/d proses infeksi Tujuan: suhu tubuh pasien normal Kriteria hasil: pasien menunjukkan suhu normal Intervensi:
No. Intervensi Rasional
1.
Monitoring TTV Memantau suhu setip saat apakah normal, atau terjadi peningkatan.
2. Beri kompres air hangat Menurunkan suhu tubuh sampai batas normal.
3. Jaga lingkungan sekitar pasien Pasien tetap nyaman dengan mengatur suhu ruangan.
4. Anjurkan keluarga memakaikan baju tipis
Metabolisme dalam tubuh tidak meningkat.
5. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien
Untuk mempercepat proses penyembuhan
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat penurun panas,contoh paracetamol
Akan meredakan hipotalamus sebagai pusat mengatur panas sehinggapanas tubuh berangsur-angsur turun.
22
4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI (SOAP)
1. Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan obstruksi akut.
1. mengobservasi TTV 2. mengkaji skala nyeri
yang di alami klien 3. membantu klien dalam
posisi nyaman
4. menjelaskan nyeri klien dan penyebabnya nyeri.
5. mengajarkan teknik relaksasi membantu dalam mengubah posisi
S : Klien mengatakan nyeri berkurang dan skala nyeri berkurang menjadi 3 dari skala nyeri (1-5)
O : klien tidak tampak meringis lagi
TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,
RR: 24x/ menit, suhu 39oC
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Perubahan pola eliminasi urine
berhubungan dengan
1. memantau tanda-tanda vital
2. Memonitor dan mencatat intake atau
S : : klien mengatakan tubuh terasa lemah
O : klien tampak lemah.
23
penyempitan
ureter/uretra.
output cairan
3. Mengkaji pengeluaran urine
4. Memonitor pola napas
5. Mengukur berat badan 6. Pemberian cairan sesuai
dengan indikasi
TTV :130/80, Nadi 80x/ menit, RR: 24x/ menit, suhu 38oC
A : masalah belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi
3. Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
1. Awasi konsumsi
makanan atau minuman
2. Perhatikan adanya mual dan muntah
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
5. Berikan perawatan mulut sering
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dengan pemberian diet
S : klien mengatakan menghabiskan porsi makannya
O : klien masih tampak lemah A : masalah belum teratasi P :lanjutkan intervensi
4. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Berikan obat penurun panas parasetamol 1
tablet, mengganti
S: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 60 menit, pasien mengatakan badannya sudah tidak panas. O: Nadi: 60x/menit
24
cairan infuse RL 500 cc 20 tpm
3. Berikan kompres di ketiak dan lipatan paha
4. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis
dan yang menyerap keringat
RR: 24 x/menit
Suhu: 36 oC A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
25
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Hidronefrosis merupakan obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung
kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal. Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak. Oleh karena itu untuk mengatasi berbagai masalah yang ditumbulkan oleh hidronefrosis perlu adanya problem solving melalui proses keperawatan. Tujuannya dari penatalaksanaan hidronefrosis adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal.Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya.
5.2 Saran Pasien harus menghindari penyebab hidronefrosis. Selain itu keluarga juga harus berperan
aktif untuk kesembuhan pasien dan mampu melakaukan perawatan mandiri kepada pasien setelah perawat memgajarkan cara perawatan mandiri dirumah.
26
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1990. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC. Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Smaltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. Buku Ajar Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC