ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPenyakit saluran pernapasan merupakan salah
satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering dan penting
pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya masih
sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ
pernafasan , keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh
beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya
sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan pernafasan
dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau perut.
Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila
anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal.
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot
pernapasan bekerja secara pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi
beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah
takipneu..Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan
lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan
pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL)
termasuk respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic
respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi
premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa
inggris disebut respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispeu atau hiperpneu.Sindrom ini dapat
trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena
itu, tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa
kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram hialin (PMH),
pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah,
1999).RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke 22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS
dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi
prematur.Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom
yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi
dimembran kapiler alveolar.Adanya peningkatan permeabilitas kapiler
dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial, seolah-olah
dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan
oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler
yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan
manifestasi patologi.
B. TUJUANTujuan UmumSetelah mengikuti seminar ini diharapkan
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperaratan pada anak dengan
respiratory distress syndrome.Tujuan Khususa. Mampu menjelaskan
anatomi dan fisiologi pernafasanb. Mampu menjelaskan definisi
Respiratoty distress syndromec. Mampu menjelaskan etiologi
Respiratoty distress syndromed. Mampu menjelaskan patofisiologi
Respiratoty distress syndromee. Mampu menjelaskan manifestasi
klinik Respiratoty distress syndromef. Mampu menjelaskan bagan
patofisiologi Respiratoty distress syndromeg. Mampu menjelaskan
penatalaksanaan medis dan keperawatan pada Respiratoty distress
syndromeh. Mampu menjelaskan pengkajian keperawatan ditinjau dari
keperawatan anaki. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada
Respiratoty distress syndromej. Mampu memberikan asuhan keperawatan
pada anak dengan Respiratoty distress syndrome
BAB IITINJAUAN TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASANa) Sistem Pernapasan Bagian
Atasv Hidung = Nasal = NasoHidung merupakan saluran udara yang
pertama mempunyai 2 lubang: Kavum nasi dan Septum Nasi. Rongga
hidung terbagi atas lapisan tengah (otot dan tulang kartilago) dan
lapisan dalam ( selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
konka nasalis yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior,
media, dan superior. Vestibulum ( garis anterior antara kulit dan
rambut ) yang dilapisi submukosa sebagai proteksi, rambut yang
berperan sebagai penyaring udara dan melindungi inhalasi, vestibula
posterior ( garis dengan membrane mucus ) yang terdiri dari sel
epitel dan goblet yang memproduksi mucus, sebagai pelicin (
lubrikasi ). Membran mucus berlokasi dibagian puncak rongga hidung
dibawah tulang etmoidal, khususnya epitel olfaktori. Struktur konka
yang berfungsi sebagai proteksi dari udara luar karena strukturnya
yang berlapis dan sel sillia yang berperan dalam membersihkan jalan
napas.v Faring = TekakFaring adalah suatu bentuk saluran yang
memanjang dari hidung ke laring dimana terdiri dari 3 bagian :-
NasofaringAdalah lokasi dibagian samping bawah palatum, inferior
dasar dari tengkorak dan sebelah anterior vertebra servikalis 1 dan
2 yang menerima udara dari rongga hidung.- OrofaringMerupakan
percabang antara saluran pernapasan dan saluran pencernaan menerima
udara dari nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Tonsil
palatine terletak disamping bagian bawah mulut dan tonsil lingual
terletak dibagian pangkal lidah- LaringofaringAdalah kelanjutan
orofaring pada bagian bawah yang merupakan bagian dari faring yang
terletak tepat dibelakang laring dan dengan ujung bawah esophagus.v
Laring = Pangkal TenggorokLaring sering disebut kotak suara ( Voice
Box ). Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk, bagian atas berhubungan dengan
faring dan bagian bawah berhubungan dengan trakea. Terdiri dari
atas :- Epiglotis (Daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah
lain selama menelan)- Glotis (Ostium antara pita suara dalam
laring)- Kartilago Tiroid (Kartilago terbesar pada trakea sebagian
dari kartilagi ini membentuk jakun ( Adams Apple ))- Kartilago
Krikoid(Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (
terletak dibawah kartilago tiroid ))- Kartilago Aritenoid(Digunakan
dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid)- Pita
SuaraLigamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara ; pita suara melekat lumen laring. Suara merupakan
hasil dari kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung, laring,
lidah dan bibir. Pergerakan ini dibantu oleh otot-otot laring,
udara yang dari paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita suara,
getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar masuk. Perbedaan
suara seseorang tergantung pada tebal dan panjangnya pita suara.
Pita suara pria jauh lebih tebal fari pita suara wanita.
Gambar 1. 1 Anatomi Pernafasanb) Sistem Pernapasan Bagian
BawahTerdiri dari:- Trakea = Batang TenggorokTrakea memanjang dari
laring setingkat vertebra torak 7 dibagi menjadi 1 pasang (bronkus
kanan dan kiri) yang cabang-cabangnya dilapisi dengan silia yaitu
epithelium yang menghasilkan lendir. Di pertahankan terbentuk oleh
cincin-cincin kartilago berbentuk huruf C.- ParuBronkus = Cabang
Tenggorok dan BronkhiolusDinding bronkus mengandung tulang rawan
sedikit otot polos dan juga dilapisi epitel bersilia yang
mengandung kelenjar mucus dan serosa. Terdiri dari bronkhiolus
terminal (tidak didapati kelenjar epitel, dindingnya tidak
mengandung tulang rawan tetapi banyak mengandung otot polos) dan
bronkhiolus respiratorius (epitel bersilia) yang dianggap menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pergukaran gas. Sampai pad titik ini jaln udara konduksi mengandung
150 ml udara dalam percabangan trakheobronkial yang tidak ikut
serta dalam prtukaran gas.Ini dikenal sebagai ruang rugi
fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke duktus
alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran O2 dan CO2
terjadi di alveoli.Paru terdiri dari paru dextra dan sinistra yang
keduanya terletak dirongga torax disamping jantung yang dihubungkan
oleh otot untuk mengatur pernapasan. Mucus disekresi oleh permukaan
dan sel goblet, 100 ml setiap hari. Setiap paru terdiri dari lobus
atas dan lobus bawah yang dipisahkan oleh fisura obliqus. Paru
kanan dibagi oleh fisura horizontal yang terletak dilobus kanan
tengah. Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medial dan
inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu superior dan
inferior. Paru terbungkus oleh suatu membrane yaitu pleura. Pleura
dibagi menjadi pleura visceral ( membungkus paru dan fisura
diantara lobus paru ) dan pleura parietal ( membungkus setiap sisi
hemitorax, mediastinum dan bagian atas diafragma dimana disana ada
hilus. Dalam rongga pleura terdapat cairan yang berfungsi sebagai
pelican agar keduanya dapat bergeser bebas selama ventilasi. Jika
terjadi peningkatan jumlah / terakumulasinya cairan, udara, darah
atau nanah didalam rongga torax maka akan menekan paru menyebabkan
sulit bernapas.
- AlveoliParenkim paru yang terdiri dari beribu unit alveoli
berada disepanjang jaringan paru. Jumlah alveoli ketika lahir 24
juta alveoli, umur 8 tahun 300 juta alveoli dan berukuran 360-860
mm2. Suplay darah ke alveoli berasal dari ventrilel kiri jantung.
Terdapat 3 jenis sel-sel alveolar :
Gambar 1.2 Area dari Sistem Respirasi Sel-sel alveolar tipe I
:Adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar Sel-sel alveolar
tipe II :Sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan,
suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps Sel-sel alveolar tipe III :Adalah
makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan
benda asing ( misal : lendir, bakteri ) dan bekerja sebagai
mekanisme pertahan yang penting.
B. DEFINISI PENYAKITSindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut
Penyakit Membran Hialin) adalah suatu keadaan dimana kantung udara
(alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap terbuka karena
tingginya tegangan permukaan akibat kekurangan surfaktan. Surfaktan
adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar
alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan
pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps
paru.RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark,1986).Sindrom distres pernafasan adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :1. Surfaktan natural atau
asliBerasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu
seksio Caesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan2. Surfaktan
eksogenBerasal dari sintetik dan biologic Surfaktan eksogen
sintetikTerdiri dari campuran Dipalmitoylphatidylcholine (DPPC),
hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant (ALEC)
dibuat dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan
tersebut tidak lama dipasarkan di amerika dan eropa. Ada dua jenis
surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide)
dan rSPC (venticute), belum pernah ada penelitian tentang keduanya
untuk digunakan pada bayi premature. Surfaktan eksogen semi
sintetikBerasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC,
tripalmitin, dan palmitic misalnya surfaktan TA, Survanta.
Surfaktan eksogen biologicSurfaktan yang diambil dari paru anak
sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang
diambil dari paru babi adalah Curosurf.Berdasarkan klasifikasi
Bomsel terdapat 4 derajat pada penyakit membran hialin : Stadium I
: Bentuk ringan, terdapat sedikit bercak retikulo graluner, dan
bronkogram udaraStadium II : Bentuk sedang, bercak retikulogranuler
homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran bronkogram udara
terlihat lebih jelas meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.Stadium III : Kumpulan alveoli
yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opak, bayangan jantung hampir tidak terlihat, bronkogram udara
lebih luas.Stadium IV : Seluruh thoraks sangat opak (white lung),
jantung tidak dapat dilihat.
C. ETIOLOGIEtiologi untuk penyakit RDS atau PMH sampai sekarang
belum diketahui dengan pasti (idiopatik). Tetapi dapat diketahui
beberapa faktor predisposisi penyebab sindrom ini dapat terjadi
yaitu : Kelainan faktor pertumbuhan (kematangan paru belum
sempurna) Bayi dengan prematuritas Ibu yang menderita gangguan
perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita
diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar, dan
perdarahan antepartum Pembentukan substansi surfaktan paru yang
tidak sempurna (IKA-FKUI, 1985) Kelainan dianggap terjadi karena
faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang belum sempurna antara
lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi
darah uterus selama kehamilan, misalnyaibu dengan: diabetes,
toxemia, hipotensi, perdarahan, sebelumya melahirkan bayi dengan
PMH. Penyakit membrane hialin atau RDS ini diperberat dengan:
asfiksia pada perinatal, hipotensi, infeksi, bayi kembar.
(http://health.blogspot.com)Sindroma gawat pernafasan hampir selalu
terjadi pada bayi prematur, semakin prematur, semakin besar
kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma gawat pernafasan juga
cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita
diabetes. Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk
memulai proses pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi
sangat kaku. Bayi yang lebih besar bisa memulai proses pernafasan,
tetapi karena paru-paru cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah
sindroma gawat pernafasan.Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan
gangguan pernapasan pada bayi baru lahir adalah :
AtelektasisPengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau
sebentar setelah lahir bisa mengenai satu lobus paru atau yang
mengenai satu lobus paru Pematangan paru yang kurang sempurna pada
bayi baru lahirPada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur
dan terbentuk kurang sempurna baik anatomic maupun fisiologik
Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurnaSurfaktan
adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru
dan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat
tersebut adalah lesitin. Zat ini terbentuk pada kehamilan 22-24
minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35 Tidak lancarnya
absorbsi cairan paru Pusat pernapasan di medulla yang belum
maturSering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk
pernapasan ini sering ditemukan pada bayi dengan berat badan <
2000 gram atau masa gestasi < 36 minggu, jarang timbul dalam 24
jam pertama kelahiran dan dapat berlangsung sampai kira-kira 6
minggu. Belum menutup duktus arteriola Aspirasi mekonium yang
masifHal ini terjadi apabila cairan amnion yang mengandung cairan
mekonium terinhalasi oleh bayi. Pneumonia bakteri atau virus Sepsis
Obstruksi mekanis HipotermiaKehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas bila dibandingkan
dengan berat badan, kurangnya lemak cokelat (brown fat). (Wong,
2004)D. PATOFISIOLOGIPada RDS terjadi atelektasis yang sangat
progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan.
Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas
disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah
merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir
expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.Hipoksia akan
menyebabkan terjadinya : Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme
anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis
metabolic. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris,
transudasi kedalam alveoli terbentuk fibrin-fibrin dan jaringan
epitel yang nekrotik,lapisan membrane hialin.Asidosis dan
atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan
ke jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan
hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
atelektasis.Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada
bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterin seperti hipertensi, IUGR
dan kehamilan kembar.Surfaktan adalah suatu surface yang aktif
mengeluarkan fosfolipid dari epitel alvioler, peran yang banyak
seperti sebuah substansi, ini dapat mengurangi tegangan surfaktan
cairan bahwa garis alveoli dan jalan napas menghasilkan perluasan
yang sama dan memelihara atau menjaga ekspansi paru di bawah
tekanan intra alveolar. Kekurangan produksi surfaktan akan
mengakibatkan inflamasi yang berbeda dan alveoli pada inspirasi dan
kolaps alveoli pada ekspirasi, tanpa surfaktan bayi tidak akan
mampu untuk memompa paru-paru dan oleh karena itu menggunakan suatu
usaha yang besar untuk keberhasilan sebagai perluasan kembali jalan
napas, bayi mampu membuka alveoli sedikit, ketidakmampuan untuk
memelihara produksi paru ini mengakibatkan atelektasis.Inadekuat
perfusi pulmonal dan hasil ventilasi hipoksemia dan hipercapnea
arteri pulmonal yang tebal pada lapisan muskcular, yang dengan
jelas aktif kembali untuk disusutkan oleh konsentrasi O2, jadi
penurunan tekanan O2 disebabkan oleh vasokontriksi pada arterio
pulmonal yang akan ditingkatkan lebih lanjut dengan menurunnya pH
darah. Vasokontriksi ini akan menyokong untuk menandai peningkatan
PVR. Pada ventilasi normal dengan peningkatan konsentrasi O2,
kontriksi saluran arteri dan vasodilatasi pulmonal untuk penurunan
PVR.Hipoksemia yang panjang dari aktivasi glikolisis anaerobic yang
jumlah produksinya meningkat dari asam lactic, peningkatan asam
disebabkan karena asidosis metabolic, ketidakmampuan atelektasis
paru untuk mengurangi kelebihan produksi CO2 asidosis respiratory.
Asidosis disebabkan vasokontriksi yang lebih lanjut. Dengan
sirkulasi pulmonal dan perfusi alveolar, PaO2 yang terus menerus
habis, pH juga material yang diperlukan untuk produksi surfaktan
tidak bias bersirkulasi ke alveoli.Factor-faktor yang memudahkan
terjadinya RDS pada bayi premature disebabkan oleh alveoli masih
kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun
25 % dari normal, pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90 % fosfolipid dan 10 % protein, lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam
tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis
hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru hambatan
pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi. (
IKA-FKUI, 1985 )Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang
progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks
fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi
alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi nampak adanya
retikulogranular kerana atelektasis, dan air bronchogram. Pada RDS
yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan kembali dalam paru pada
umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36
jam pertama. Selanjutnya apabila situasi stabil dalam 24 jam maka
akan membaik dalam 60-72 jam dan sembuh pada akhir minggu
pertama.
E. MANIFESTASI KLNIS Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya
bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting
darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal
paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke
dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan,
akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam
alveoli dan mengakibatkan oedema paru (pembengkakan tungkai atau
lengan).Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang
rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi
patologi yang umum. Pernafasan cepat Retraksi (tarikan) dada
(suprasternal, substernal, interkostal) Pernafasan terlihat
paradoks Cuping hidung Apnea dan Murmur Sianosis pusat (warna kulit
dan selaput lendir membiru) nafasnya pendek dan ketika
menghembuskan nafas terdengar suara ngorok .
F. BAGAN PATOFISIOLOGI TerlampirG. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemberian oksigen Menjaga kepatenan jalan nafas. Optimalkan
oksigenisasi. Pantau PaO2 Pertahankan nutrisi adekuat Pertahankan
suhu lingkungan netral Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan
protokol yang ada) dengan asam amino yang mencukupi untuk mencegah
katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous Pertahanan P02
dalam batas normal Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi
positif
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATANMasalah yang perlu diperhatikan
adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi gangguan pernapasan,
kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya infeksi,
kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).1. Bahaya
kedinginan (hipotermi)Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur
sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemaknya belum terbentuk
dan pusat pengatur suhu belum sempurna maka bayi sangat mudah
kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus dirawat
didalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36,5-37C2.
Resiko terjadi gangguan pernapasanPada bayi prematur walaupun
gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu lahir, harus tetap
waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama biasanya
timbul dalam 4 jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin
berat dalam 48 jam untuk kemudian menetap sampai 72 jam. Setelah
itu berangsur-angsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi
memerlukan observasi yang terus-menerus sejak lahir agar apabila
terjadi gangguan pernapasan dapat segera dilakukan upaya
pertolongan3. Kesukaran dalam pemberian makananBayi yang menderita
RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi tersebut belum
mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ
pencernaan belum sempurna. Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka
atas persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10%
banyaknya sesuai umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi
telah membaik dan sudah diperbolehkan minum, maka minum dapat
diberikan melalui sonde4. Resiko mendapatkan infeksiBayi prematur
yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi karena zat-zat
kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan untuk
bayi harus steril seperti kateter untuk menghisap lendir sonde5.
Kebutuhan rasa aman dan nyamanGangguan rasa nyaman dapat terjadi
akibat tindakan medis, misalnya tindakan penghisapan lendir atau
pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus dilakukan oleh
perawat yang berpengalaman.I. KOMPIKASIKomplikasi jangka pendek
(akut) dapat terjadi Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi
kebocoran udara pneumothorak , pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi dengan RDS
yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
bradikardia atau adanya asidosis yang menetap Dapat timbul infeksi
yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi. Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler
: perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40 % bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada
bayi yang dihentikan terapi surfaktannya
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
oleh pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi Retinopathy prematurKegagalan fungsi neurologi, terjadi
sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan gestasi, adanya
hipoksia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi. Perdarahan
di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika
sebelum persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.
J.PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK1.
Pengkajian fisik bayi baru lahir (BBL) dan pengkajian gestasi :a.
Penilaian apgar score Kemampuan laju jantung Kemampuan bernapas
Kekuatan tonus otot Kemampuan reflek Warna kulitb. Pemeriksaan
cairan amnion Ada tidaknya kelainan Jumlah volumenyac. Pemeriksaan
plasentaKeadaan plasenta (pengkapuran, nekrosis, berat, dan jumlah
korian)d. Pemeriksaan tali pusatMenentukan nilai kelainan dalam
tali pusat (vena dan arteri, adanya tali simpul)e. Pengukuran
antropometriPengukuran antropometri (berat badan, panjang badan,
lingkar kepala, lingkar dada)f. Pemeriksaan dada dan punggung Untuk
menilai kelainan bentuk gangguan pernafasan,g. Pemeriksaan
kulitPenilaian kelainan (verniks kaseosa, lanugo)
h. Pemeriksaan TTV Nadi Tekanan darah (TD) Pernapasan (RR)
Suhu2. Pengkajian Sistematik dengan penekanan khusus pada
pengkajian pernapasan Frekuensi pernapasan Kedalaman napas
Kemudahan napas Pernapasan sulit Irama pernapasan Bukti infeksi
Mengi (wheezing) Sianosis Sputum
3. Observasi adanya manifestasi RDS Takipnea Retraksi substernal
Krekels inspirasi Mengorok ekspiratori Pernapasan cuping hidung
eksternal Sianosis Pernapasan sulit4. Bila penyakit berlanjut
Pernapasan sulit Tidak responsif Sering mengalami episode apnea
Penurunan bunyi napas Gangguan termoregulasi5. Penyakit yang berat
berhubungan dengan hal berikut Keadaan seperti syok Penurunan curah
jantung Rendahnya tekanan darah sistemik6. Prosedur diagnostik dan
tes laboratorium Radiografi Analisis gas darah
K.DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa Keperawatan Utama1. Bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret atau sputum2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
imaturitas paru, imaturitas SSP, defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan suplai O2 ke jaringan menurun, saturasi O2 dalam darah
menurunDiagnosa Keperawatan Tambahan1. Nyeri berhubungan dengan
proses inflamasi dan penimbunan asam laktat2. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan
cokelat berkurang3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa
berhubungan dengan peningkatan PaCO24. Resiko tinggi perubahan pola
asuh berhubungan dengan proses hospitalisasi5. Resiko tinggi
gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses
hospitalisasi
INTERVENSI DAN RASIONALISASI SESUAI DENGAN DIAGNOSA
NO.DIAGNOSATUJUAN & KRITERIA
HASILINTERVENSIRASIONAL1.Bersihan jalan napas inefektif b/d
peningkatan produksi sekret atau sputumTujuan :Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat :1.
Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau
jelas2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
napas. Misalnya : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.Mandiri :1.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya mengi, krekels, dan ronki2.
Aspirasi (hisap) sekresi dari jalan napas, batasi setiap
penghisapan sampai 5 detik dengan waktu yang cukup diantara
tindakan3. Beri posisi terlentang dengan kepala pada posisi
mengendus dengan leher seditik ekstensi dan hidung menghadap ke
atas. Posisikan anak semi telungkup dan posisi miring4. Lakukan
perkusi, vibrasi, dan drainase postural5. Berikan nebulasi dengan
larutan dan alasan yang tepat sesuai kebutuhan
6. Observasi anak dengan ketat setelah terapi aerosol
7. Puasakan anak
8. Pastikan untuk memasukkan cairan yang adekuat
Kolaborasi :1. Berikan ekspektoran jika diresepkan2. Lakukan
fisioterapi (Misal: drainase postural, dan perkusi area yang sakit,
tiupan botl atau spirometri insentif) bila diinstruksikan3. Berikan
bronkodilator (Misal: amonifilin, alboterol, asetikistein)Mandiri
:1. Untuk mengetahui obstruksi jalan napas dan dimana letaknya2.
Untuk memungkinkan reoksigenasi
3. Untuk menghindari hiperekstensi leher dan mencegah aspirasi
sekresi
4. Untuk mempermudah drainase sekresi5. Memberikan kelembaban
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan
pembersihan6. Untuk mencegah aspirasi karena volume yang besar dan
sputum dapat tiba-tiba mengental7. Untuk mencegah aspirasi cairan
misal: anak dengan takipnea hebat8. Untuk mengencerkan sekresi
Kolaborasi :1. Untuk mengencerkan sekret
2. Memudahkan upaya pernapasan dalam dan meningkatkan drainase
sekret
3. Untuk menghilangkan spasme bronkus
2.Pola nafas tidak efektif b/d imaturitas paru, imaturitas SSP,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi dapat :1. Menunjukkan oksigenasi yang adekuat2.
Menunjukkan frekuensi dan pola napas dalam batas yang sesuai dengan
usia dan berat badanMandiri :1. Posisikan untuk pertukaran udara
yang optimal : Tempatkan pada posisi telungkup bila mungkin
Tempatkan posisi telentang dengan kepala pada posisi mengendus
dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap ke atas2.
Hindari hiperekstensi leher
3. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi pernapasan (Misal:
mengorok, sianosis, pernapasan cuping hidung, apnea)4. Lakukan
penghisapan
5. Penghisapan endotracheal sebelum pemberian surfaktan6.
Pertahankan suhu lingkungan yang netralKolaborasi :1. Beri
surfaktan sesuai petunjuk pabrik2. Hindari penghisapan sedikitnya 1
jam setelah pemberian surfaktan3. Lakukan regimen yang diresepkan
untuk terapi oksigen suplemental
4. Pantau pengukuran gas dan pembacaan SaO2Mandiri :1. Karena
posisi ini menghasilkan perbaikan oksigenasi, pemberian makanan
ditoleransi dengan lebih baik, lebih mengatur pola tidur atau
istirahat dan mencegah adanya penyempitan jalan napas
2. Karena akan mengurangi diameter trachea3. Untuk mengenali
tanda-tanda distress
4. Untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trachea, dan selang endotracheal5. Untuk memastikan bahwa jalan
napas bersih6. Untuk menghemat penggunaan O2
Kolaborasi :1. Untuk menurunkan tegangan permukaan alveolar2.
Untuk meningkatkan absorbsi ke dalam alveolar3. Untuk
mempertahankan konsentrasi O2 sampai pada tingkat FiO2 minimum
berdasarkan gas darah arteri, SaO2 dan oksigen transkutan (tePO2)4.
Untuk memantau respon bayi terhadap terapi
3.Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 ke jaringan menurun,
saturasi O2 dalam darah menurun
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi dapat :Menunjukkan tingkat perfusi sesuai secara
individual, (Misal: status mental biasa atau normal, irama jantung
atau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal, tidak adanya
sianosis sentral dan perifer, kulit hangat atau kering, haluaran
urine dan berat jenis dalam batas normalMandiri :1. Auskultasi
frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya irama jantung
ekstra
2. Observasi perubahan status mental
3. Observasi warna dan suhu kulit atau membran mukosa
4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
5. Evaluasi ekstremitas untuk ada atau tidaknya kualitas nadi.
Catat nyeri tekan betis atau pembengkakan
6. Tinggikan kaki atau telapak bayi bila di tempat tidur
Kolaborasi :1. Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi
2. Pantau pemeriksaan diagnostik atau laboratorium (Misal: EKG,
elektrolit, BUN/kreatinin, GDA, PTT, dan PT)Mandiri :1. Takikardia
sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran
darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan
hipoksemia. Ketidakseimbangan elektrolit, atau peningkatan regangan
jantung kanan. Bunyi jantung ekstra misal: S1 dan S4 terlihat
sebagai peningkatan kerja jantung atau terjadinya dekompensasi2.
Gelisah dan perubahan sensori atau motorik dapat menunjukkan
gangguan aliran darah, hipoksia, dan cedera vaskuler serebral (CVS)
sebagai akibat emboli sistemik3. Kulit pucat atau sianosis, kuku,
membran bibir atau lidah menunjukkan vaskontriksi atau syok dan
gangguan aliran darah sistemik4. Syok lanjutan ata penurunan curah
jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh
penurunan haluaran urin dengan berat jenis normal atau meningkat5.
EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda
(pelvis atau kaki), tanda dan gejala mungkin tak tampak6. Tindakan
ini dilakukan untuk menurunkan statis vena di kaki dan pengumpulan
darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan
thrombus
Kolaborasi :1. Untuk menurunkan hiperviskositas darah (potensial
pembentukan thrombus) atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi
jaringan2. Mengevaluasi perubahan fungsi organ dan mengawasi efek
terapi4.Nyeri b/d proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan :1. Bayi tidak mengalami nyeri dan nyeri menurun sampai
ke tingkat yang dapat diterima2. Bayi beristirahat dengan tenang
atau tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, skala nyeri
menurun
1. Kenali bahwa bayi, tanpa memperhatikan usia gestasi merasakan
nyeri2. Bedakan antara manifestasi klinis nyeri dan stress atau
letih
3. Gunakan tindakan nonfarmakologis yang sesuai dengan usia dan
kondisi bayi, ubah posisi, membedong, melindungi, menimang,
mengayun, memainkan musik, mengurangi stimulasi lingkungan,
tindakan kenyamanan taktil (mengayun, menepuk) dan penghisapan non
nutritif (empeng)4. Kaji efektivitas tindakan nyeri non
farmakologis5. Anjurkan orang tua untuk memberikan tindakan
kenyamanan bila mungkin1. Untuk mengetahui apakah bayi mengalami
nyeri atau tidak
2. Untuk membedakan apakah bayi mengalami nyeri, keletihan atau
stress3. Untuk meminimalkan nyeri dan memberikan rasa nyaman pada
bayi
4. Karena beberapa tindakan (misal: mengayun) dapat meningkatkan
distress bayi prematur5. Untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
kedekatan bayi dengan orang tua
5.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan
pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan
lemak cokelat berkurang
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi mendapat nutrisi yang adekuat dengan masukan kalori
untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif dan menunjukkan
pertambahan berat badan yang tepat dengan kriteria hasil :1. Bayi
menunjukkan penambahan BB yang mantap (20-30 gr/hari)2. Otot kuat3.
Lingkar lengan > 9,5 cm4. Lingkar dada > 33 cm
1. Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam
dengan jumlah cairan pertama kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya dapat
ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam2. Sebelum pemberian
minuman pertama harus dilakukan penghisapan cairan lambung3.
Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi sedikit tapi frekuensinya
lebih sering4. Banyaknya cairan yang diberikan 60 ml/kgBB/hari
dinaikkan sampai 200 ml/kg/BB/hari sampai akhir minggu kedua5. Bila
bayi belum dapat disusui ASI dipompa dan dimasukkan ke dalam botol
steril6. Asistensi ibu ketika menyusui bila mungkin dan
diinginkan7. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan
yang mengandung lemak yang mudah dicerna oleh bayi dan mengandung
20 kalori per 30 ml air atau sekurang-kurangnya bayi mendapatkan
110 Kkal/kg/BB/hari8. Gunakan pemberian makanan nasogastrik bila
bayi mudah lelah, mengalami penyakit hisapan, reflek muntah atau
menelan yang lemah9. Bila daya hisap dan menelan mulai baik, maka
nasogastrik berangsur-angsur dapat diganti dengan pipet, sendok,
botol, atau dengan dot
1. Menghindari terjadinya hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia
2. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan mencegah
muntah3. Untuk menghindari bayi tersedak
4. Untuk menjaga nutrisi yang adekuat
5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu lebih bisa dicerna
oleh bayi6.Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa b/d
peningkatan PaCO2
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan bayi dapat bernapas dengan normal, dengan kriteria hasil
:1. Pernapasan 30-60x/menit2. Napas regular
1. Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas
2. Berikan terapi oksigen yang benar
3. Tinggikan kepala dan sering mengubah posisi bayi
4. Siapkan untuk pemindahan ke unit perawatan kritis bila di
indikasikan1. Manifestasi distress pernapasan tergantung pada
indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum2.
Mempertahankan PaCO2 33-45 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi bayi3. Untuk
meningkatkan inspirasi dan memperbaiki ventilasi (memfasilitasi
ekspansi dinding dada)4. Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin
diperlukan pada kejadian kegagalan pernapasan ventilasi mekanik
dapat memperbaiki ventilasi pulmonary. Penggunaan ventilasi mekanik
yang tidak bijaksana dapat menyebabkan ekskresi CO2 yang tepat
sehingga ginjal tidak mampu mengeliminasi kelebihan bikaronat
dengan cukup cepat untuk mencegah alkalosis dan kejang5. Untuk
menjaga membran mukosa tetap lembab dan dapat memfasilitasi
pembuangan sekresi7Resiko tinggi perubahan pola asuh b/d proses
hospitalisasi
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan anak dapat mencapai tumbuh kembang yang sesuai dengan
usia perkembangannya dengan kriteri hasil :1. Anak menunjukkan
kenyamanan2. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda distress fisik
seperti menangis3. Anak tidak menunjukkan emosional yang minimal1.
Pemberian minuman dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam dengan
jumlah cairan pertama kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya dapat ditambah
sedikit demi sedikit setiap 12 jam2. Stimulasi rangsangan yang
cukup dalam kualitas dan kuantitas3. Meningkatkan lingkungan yang
layak untuk pertumbuhan anak4. Temukan seawal mungkin gejala-gejala
gangguan pertumbuhan5. Tingkatkan Bonding Attachment dengan
ibunya
1. Nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhannya
2. Untuk merangsang tumbuh kembangnya3. Agar anak bisa mencapai
tumbangnya yang optimal4. Untuk mendeteksi dini sehingga dapat
diatasi5. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya8.Resiko tinggi
gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d proses hospitalisasi
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan orang tua dapat memahami penyakit anak dan pengobatannya
serta mampu memberikan perawatan dengan kriteria hasil :Orang tua
dapat mengetahui tentang penyakit anaknya dan cara merawat
anaknya1. Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit anak
dan tindakan terapeutiknya2. Ajarkan orang tua untuk memberikan
rasa aman dan nyaman pada anak
3. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
4. Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipai dalam perawatan
anak sebanyak yang mereka inginkan5. Atur perawatan pasca
hospitalisasi untuk anak dan orang tua di rumah1. Untuk mendorong
kepatuhan terhadap program terapeutik khususnya jika berada di
rumah2. Untuk menciptakan rasa aman dan nyaman pada anak dan dapat
mengurangi stres karena proses hospitalisasi3. Untuk memudahkan
koping orang tua dan stress karena proses hospitalisasi anaknya4.
Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga karena proses
hospitalisasi5. Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang
continue
.ISSUE KASUS DI MASYARAKAT
KASUS RDSSelasa, 5 january 2010 di rumah sakit Kartini Jepara ,
tepat pukul 00.00 Wib nyonya Diah melahirkan anak pertamanya,
seorang bayi perempuan dengan berat badan 1500 gram, panjang 38 cm
dan air ketuban berwarna jernih. Nyonya diah melahirkan secara
spontan dengan gravidarum II, usia kehamilan 28 minggu. Bayi lahir
dalam keadaan yang memperihatinkan, keadaan umum tampak
lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa bibir tampak pucat,
frekuensi nafas 55 X/menit dan terdengar suara meringis saat
bernafas dan bayi Nyonya Diah dimasukkan inkubator.Setelah 5 hari
dalam inkubator bayi menurut keterangan perawat yang merawat bayi
kami, mengalami penurunan, BB menjadi 1300 gram dan nafas 60
X/menit, Nadi 140 X/menit, bayi tampak lemah dan oleh dokter
dikatakan mengalami BBLR dan Distress pernafasan. Dan denagn segera
mendapat pertolongan. Bayi diberikan surfaktan melalui NGT. Sampai
saat ini belum ada kepastian dari pihak RS tentang bayi
kami.(http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010)
ANALISA DATA KASUS
Data fokusEtiologiMasalah1.Do. Penurunan BB bayi dari 1500 gram
menjadi 1300 gram Bayi terlihat lemah Gerakan bayi lemahDs. Perawat
mengatakan bayi mengalami penurunan BB
Imaturitas sistem pencernaan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang2.Do. Frekuensi nafas 60x/
menit Nadi 140 x/menit Pemberian surfaktanDs. Suami nyonya Diah
mengatakan terdengar Suara meringis saat bernafas
Defisiensi surfaktan
Pola napas tidak efektif3.
4. Do. Mukosa bibir pucat Kulit bayi halus dan gelap Tidak ada
ruam kemerahan Bayi diletakkan di inkubator dan suhu 35 OC
Menurunnya suplai oksigen kejaringan
Gangguan perfusi jaringan
Diagnosa keperawatanGangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan imaturitas sistem pencernaan.Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
defisiensi surfaktanGangguan perfusi jaringan berhubungan suplai
oksigen kejaringan menurun
NoDiagnosa keperawatanTujuan dan kriteria
hasilIntervensiRasional1.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan imaturitas sistem pencernaanSetelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi mendapat nutrisi yang
adekuat dan menunujukan pertambahan BB yang tepat dengan kriteria
hasil: Bayi menunjukan penambahah BB yang mantap (20-30 gram) per
hari Otot kuat Lingkar lengan > 9,5 cm Lingkar dada > 33 cm1.
Pemberian minuman dimulai pd waktu abyi berumur 3 jam dengan jumlah
cairan pertama kali 1-5 ml/jam dan jumlahnya dapat ditambah
sedikit-demi sedikit setiap 12 jam.2. Sebelum pemberian minuman
pertama harus dilakukan penghisapan cairan lambung.
3. Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi sedikit tapi
frekuensinya lebih sering .4. Banyaknya cairan yang diberikan 60
ml/kg/BB/hari sampai akhir minggu kedua.
5. Bila bayi belum dapat ASI, ASI dipompa dan dimasukan kedalam
botol steril.
6. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan susu buatan yang
mengandung lemak dan mudah dicerna yang mengandung 0 kalori / 30ml
air atau 110 kkal/kg/BB/hari7. Gunakan makanan nasogastrik bila
bayi mudah lelah, mengalami penyakit hisapan, reflek muntah dan
menelan yang lemah.1. Menghindari terajdinya hipoglikemi dan
hiperbilirubinme
2. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan mencegah
muntah.3. Untuk menghindari bayi tersedak.
4. Untuk menjaga nutrisi yang ade kuat
5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu bisa lebih
dicerna.
6. Untuk menjaga nutrisi dan cairan bayi yang ade kuat.
7. Agar susu lebih mudah dicerna.2.1. Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan
Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi
mampu1. menunjukan pola napas yang adekuat.2. Menunjukan frekuensi
dan pola napas dalm batas yang sesuai usia dan BB dengan kriteria
hasil. BBL frek napas 30-60x/menit Frek napas saat tidur
35x/menit
1. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal: Tempatkan pada
posisitelungkup bila mungkin Tempatkan pada posisi terlentang pada
posisi mengendus dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap
keatas.
2. Hindari heperektensi leher3. Observasi adanya penyimpangan
dari fungsi pernapasan misal mengorok, sianosis, pernapasan cuping
hidung,apnea.4. Lakukan penghisapan
5. Penghisapan endotracheal sebelum pemberian surfaktan
6. Petahankan suhu lingkungan yang netral
Kolaborasi:1. Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik.
2. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan3. Lakukan regimen yang diresepkan untuk terapi
suplemental
4. Pantau pertukaran gas
1. Karena posisi ini menghasilkan perbaikan oksigenasi, mengatur
pola tidur atau istirahat dan mencegah adanya penyempitan jalan
napas.
2. Karena akan mengurangi diameter trachea3. Untuk mengenali
tanda-tanda disetress
4. Untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaraing
trachea dan selang endotracheal5. Untuk memastikan jalan napas
bersih.
6. Untuk menghemat penggunaan O2
1. Untuk menurunkan tegangan permukaan alveolar2. Untuk
meningkatkan absorbsi kedalam alveolar3. Untuk mempertahankan
konsentrasi O2
4. Untuk memantau respon bayi terhadap terapi3.
Gangguan perfusi jaringan b/d suplai oksigen ke jaringan
menurun
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi dapat
menunujukan: Tingkat perfusi yang sesuai misal status mental
normal, irama jantung dan frekkuensi nadi normal, tidak terjadi
sianosis, kulit hangat dan kering, mukosa normal, haluaran urin
normal.
1. Auskultasi frek dan irama dan irama jantung , catat
terjadinya irama jantung ekstra.
2. Observasi perubahan status mental.
3. Observasi warna dan suhu kulit atau membran mukosa.
4. Ukur haluaran urin dan catat BJ urin
Kolaborasi :1. Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi
2. Pantau pemerikasaan diagnostik misal EKG, elektrolit, dan
GDA.
1. Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama
berhubungan dengan hipoksemia.2. Gelisah dan perubahan sensori atau
motorik dapat menunjukan gangguan aliran darah, dan hipoksia.3.
Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau lidah menunjukan
vasokontriksi atau syok.4. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan perfusi ginjal yang dimanifestasikan oleh penurunan
haluaran urin dengan BJ normal/ meningkat.
1. Untuk menurunkan hiperviskositas darah atau perfusi
jaringan.2. Mengevaluasi perubahan fungsi organ dan mengawasi efek
terapi.
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANRespiratoty distress syndrome merupakan
perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu
terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar
kemungkinan terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur
atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
B. SARANDengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga
kesehatan pada khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
anak dengan respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai
dengan prosedur keperawatan serta tentunya memperhatikan
aspek-aspek tertentu yang berhubungan dengan prosedur yang
dilakukan. Semoga Bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran
Hialin).Medicastore.com.2 april 2010. 19.07
A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada
Bayi dengan RDS (Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr
Soetomo). http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april
2010
Budiman Arief.2008. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan Respiratory Distress Syndrom (Rds)
Diruang Nicu Rsud Gunung JatiKota Cirebon.Icoels Blog. 5 april
2010
Brunner & Suddarth.2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan
Medikal Bedah). Jakarta: EGC
Carpenito, L.J.1999.Hand Book Of Nursing (Buku Saku Diagnosa
Keperawatan).Jakarta : EGC
Latief, Abdul dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. FKUI;
Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1.
FKUI; Jakarta
Mursal M.2009. Respiratory Distress Syndrome.www.google.com. 5
April 2010
Ngastiyah. 2002. Perawatan Anak Sakit. EGC; JakartaNursalam.
2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika; Jakarta
Kopelman Arthur E MD.2009.Respiratory Distress Syndrome.
www.google.com (Merck.com). 2 april 2010
Yusni Ahli.2007. Respiratory Distress Syndrome. Health_Blog.com.
rabu, 7 april 2010