-
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DAN TN.S YANG MENGALAMI
ASMA BRONKIAL DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KARANGANYAR
DISUSUN:
MUHAMMAD SOFYAN
NIM.P.14033
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2017
-
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DAN TN.S YANG MENGALAMI
ASMA BRONKHIAL DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA
NAFAS DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD SOFYAN
NIM P14033
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2017
-
MOTTO
“Yakinlah, Tidak Ada Yang Tidak Mungkin Kalau Kita Mau Mencoba,
Terus
Berusaha Dan Senantiasa Berdoa”
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya
Tulia Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asma
Bronkial
Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapat
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang
terhormat :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua STIKes
Kusuma
Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi
D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat membina
ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris
Program Studi D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk
dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Fakhrudin Nasrul Sani S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen
pembimbing
sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan
cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan
serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns selaku dosen penguji yang telah
membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus
ini.
6. Semua dosen program studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tuaku, keluarga besarku, dan orang terkasih yang
selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan
pendidikan.
-
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL
.................................................................................
i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
................................... ii MOTTO
....................................................................................................
iii LEMBAR PERSETUJUAN
.....................................................................
iv HALAMAN PENGESAHAN
...................................................................
v KATA PENGANTAR
...............................................................................
vi DAFTAR ISI
.............................................................................................
viii DAFTAR LAMPIRAN
.............................................................................
x BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
....................................................................
1 1.2 BatasanMasalah
................................................................. 5
1.3 RumusanMasalah
............................................................... 5
1.4 Tujuan
...............................................................................
5 1.5 Manfaat
.............................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial
...................................................................
7
2.1.1 Pengertian
.............................................................. 7
2.1.2 Penyebab
................................................................ 7
2.1.3 Klasifikasi
.............................................................. 8
2.1.4 TandadanGejala
...................................................... 9 2.1.5
Patofisiologi
........................................................... 10
2.1.6 Komplikasi
............................................................. 11
2.1.7
Penatalaksanaan......................................................
13 2.1.8 PemeriksaanPenunjang
........................................... 13
2.2 Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian
............................................................. 14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
.......................................... 16 2.2.3 Perencanaan
........................................................... 16
2.2.4 Implementasi
......................................................... 22 2.2.5
Evaluasi
.................................................................
22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
............................................................... 23
3.2 Batasan Masalah
................................................................ 23
3.3 Partisipan
...........................................................................
23 3.4 Lokasi dan Waktu
.............................................................. 23
3.5 Pengumpulan Data
............................................................. 24
3.6 Uji Keabsahan
...................................................................
25 3.7 Analisa Data
......................................................................
26
BAB IV HASIL 4.1.1 Gambaran lokasi pengambilan data
.................................... 28 4.1.2 Pengkajian
.........................................................................
28 BAB V PEMBAHASAN 5.1.1 Pengkajian
.........................................................................
40 5.1.2 Rumusan masalah
..............................................................
42
-
5.1.3 Intervensi keperawatan
...................................................... 43 5.1.4
Implementasi keperawatan
................................................. 45 5.1.5 Evaluasi
keperawatan
......................................................... 46 BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan...........................................................................
46 6.2 Saran
....................................................................................
48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : - Daftar Riwayat Hidup
- Jurnal
- Asuhan Keperawatan Foto Copy
- Lembar Konsul Dosen
- Lembar Audien
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intersilen
reversibel
dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap
stimuli
tertentu. Asma dimanifestasikan penyempitan jalan nafas yang
mengakibatkan dyspnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan
jalan nafas
dapat berubah secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda
dengan
penyakit paru obstruktif dalam hal asma adalah proses
reversible.
Eksaserbasi akut dapat saja terjadi yang berlangsung dalam
beberapa menit
sampai jam diselingi periode bebas gejala, jika asma dan
bronchitis terjadi
bersamaan obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan dan
disebut
bronchitis asmatik kronik (Smeltzer, 2011).
Asma bronkial adalah proses peradangan pada saluran nafas
yang
mengakibatkan peningkatan responsif dari saluran nafas terhadap
berbagai
stimulasi yang menyebabkan penyempitan saluran nafas yang
menyeluruh
dengan gejala khas sesak nafas yang reversible (Nugroho,
2011).
Genetika populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang
mempelajari
gen-gen dalam populasi dan menguraikannya secara matematik
akibat dari
keturunan pada tingkat populasi. Genetika populasi berusaha
menjelaskan
implikasi yang terjadi terhadap bahan genetik akibat saling
kawin yang
terjadi di dalam satu atau lebih populasi. Suatu populasi
dikatakan seimbang
-
apabila frekuensi genetik berada dalam keadaan tetap dari setiap
generasi
(Elrod S &Stansfield W, 2012).
Hereditas adalah pewarisan watak dari induk ke keturunannya
baik
secara biologis melalui gen (DNA) atau secara sosial melalui
pewarisan
gelar, atau status sosial. Seperti diketahui kromosom ada dua
jenis yaitu
Autosom dan Gonosom, jadi penyakit genetik pada manusia juga ada
dua
sebab yaitu disebabkan oleh kelainan autosom dan disebabkan oleh
kelainan
gonosom (Anonymous, 2011).
Peristiwa penurunan sifat atau hereditas telah mendapat
banyak
perhatian peneliti. Peneliti yang paling popular adalah Gregor
Johann
Mendel. Ilmuwan ini lahir pada tahun 1822 di Cekoslowakia. Pada
tahun
1842, mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan
dasar-dasar
hereditas. Ilmuwan yang juga birawan ini menemukan
prinsip-prinsip dasar
pewarisan melalui percobaan yang dikendalikaan dengan cermat
dalam
pembiakan silang (Yulianto, Arie. 2009).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, 235 juta
orang
di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari
8% di
negara- negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.
National
Center Fot Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, prevalensi
asma
menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa,
sedangkan
menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan
(Gisella, 2016).
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi
tertinggi
penyakit asma di Provinsi Sulawesi Tengah (7,8%), dua di
Provinsi Nusa
-
Tenggara Timur (7,3%), kemudian di DI Yogyakarta (6,9%),
sementara itu
prevalensi terendah terdapat di Provinsi Lampung (1,6%),
kemudian diikuti
Riau, dan Bengkulu (2%). Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah
sebesar
113.028 kasus mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun
2012,
140.026 kasus dan tertinggi di Kota Surakarta sebanyak 10.393
kasus.
Berdasarkan data di RSUD Karanganyar angka kejadian asma
cenderung
meningkat. Total penderita asma tahun 2015 sebanyak 18
penderita. Jumlah
penderita asma pada tahun 2013 sebanyak 9 kasus, penderita asma
pada
tahun 2014 sebanyak 15 kasus.
Asma bronkial merupakan masalah yang harus segera ditangani.
Masalah utama pada asma bronkial yaitu terjadinya gangguan pada
saluran
pernafasan. Gangguan pernafasan pada penderita asma disebabkan
oleh
alergen yang masuk ke dalam tubuh dan terjadi penyempitan
(konstriksi)
yang menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas dan mengi. Sesak
nafas
merupakan salah satu dari kegawatan asma yang ditandai dengan
penurunan
aliran udara ekspirasi dan apabila tidak segera ditangani akan
menyebabkan
gagal nafas (Kimberly, 2011).
Arus puncak ekspirasi (APE) merupakan perpindahan udara ke
dalam
atau ke luar paru-paru selama pernafasan khususnya pada saat
ekspirasi.
Selain itu APE digunakan untuk menilai beratnya obstruksi jalan
nafas dan
respon pengobatan. Masalah utama pada asma bronkial terhadap
penurunan
arus puncak ekspirasi yaitu ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai
-
angka aliran udara normal pernafasan pasa saat ekspirasi yang
menyebabkan
Respiratory Rate (RR) meningkat (Masnadi, 2010).
Penanganan pada asma bronkial dapat diberikan secara
farmakologi
dan non farmakologi. Penanganan farmakologi diantaranya dengan
adanya
obstruksi pada penderita asma bronkial sehingga perlu
diberikan
bronkodilator yang berfungsi untuk melebarkan saluran nafas
seperti
golongan andrenergik (fenoterol dan terbutalin) dan golongan
(aminofilin
dan teofilin). Penanganan non farmakologi diantaranya dengan
adanya
penurunan arus puncak ekspirasi pada penderita asma bronkial
yang
menurun akan menyebabkan respiratory rate (RR) yang tinggi.
Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah respiratory
rate (RR)
yang tinggi yaitu mengajarkan pursed lip breathing.
Pursed lip breathing atau mengerutkan bibir pernafasan
merupakan
tindakan menghembuskan nafas melalui katup rapat, dimana bibir
yang
mengerucut yang dapat mengontrol jumlah pernafasan dan nafas
pendek
(Nusdwinuringtyas, 2008). Latihan pernafasan pada penderita
asma
berfungsi untuk mengatasi penurunan volume paru, peningkatan
beban kerja
pernafasan, pola nafas abnormal, gangguan pertukaran gas, dan
hambatan
arus udara dalam saluran nafas. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang
dilakukan oleh Natalia pada tahun (2007), tentang latihan
pernafasan pada
penderita asma dimana pursed lip breathing merupakan salah satu
tindakan
yang efektif untuk memperbaiki ventilasi, pola nafas dan
meningkatkan arus
puncak ekspirasi.
-
Bronkitis kronis merupakan kelainan pada bronkhus yang
sifatnya
menahun yang berlangsung selama 3 bulan dalam 1 tahun dan selama
2
tahun terjadi berturut-turut. Masalah yang sering dihadapi oleh
Ny.S dan
Tn.S bronkhitis kronis saat datang ke pelayanan kesehatan adalah
batuk
produktif, sesak nafas dan nilai arus puncak ekspirasi (APE)
yang rendah
(dibawah batas normal). Salah satu bentuk intervensi yang dapat
diberikan
pada pasien dengan bronkhitis kronis adalah dengan memberikan
latihan
pernafasan. Latihan pernafasan ini terdiri dari latihan dan
praktek
pernafasan yang dimanfaatkan untuk mencapai ventilasi yang
lebih
terkontrol, efisien dan mengurangi kerja nafas. Latihan
pernafasan yang
dapat diterapkan pada pasien dengan bronkhitis kronis salah
satunya adalah
pursed lip breathing exercise (Widiyani, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
membuat
karya tulis ilmiah dengan mengaplikasikan pemberian latihan
pursed lip
breathing terhadap respiratory rate (RR) pada asuhan keperawatan
Ny.S
dan Tn.S dengan asma bronkial di Instalasi Gawat Darurat
RSUD
Karanganyar.
1.2 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan
Ny.S
dan Tn.S yang mengalami asma bronkial di bangsal Mawar 1
RSUD
Karanganyar.
-
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Ny.S dan Tn.S yang
mengalami asma bronkial di bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Melaporkan pemberian latihan pursed lip breathing terhadap
respiratory rate(RR) pada Ny.S dan Tn.S dengan asma bronkial
di
bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny.S
dan Tn.S dengan asma bronkial di RSUD Karanganyar.
2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S
dan Tn.S dengan asma bronkial di RSUD Karanganyar.
3. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada
Ny.S dan Tn.S dengan asma bronkial di RSUD Karanganyar.
4. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada
Ny.S dan Tn.S dengan asma bronkial di RSUD Karanganyar.
5. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.S
dan
Tn.S dengan asma bronkial di RSUD Karanganyar.
-
1.5 Manfaat Penulisan
1. Bagi pasien
Sebagai referensi memberikan pilihan terhadap penanganan
asma
bronkial dengan menerapkan intervensi latihan pursed lip
breathing
dalam sehari-hari.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai referensi bahwa latihan pursed lip breathing merupakan
salah
satu alternatif untuk menurunkan respiratory rate (RR) yang
dapat di
aplikasikan pada pasien dengan asma bronkial.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan
keperawatan
preservice.
4. Bagi Penulis
Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan
meningkatkan
pengalaman dalam melakukan intervensi di bidang keperawatan
medical bedah.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma Bronkial
2.1.1 Pengertian
Asma bronkial adalah proses peradangan pada pada saluran
nafas yang mengakibatkan peningkatan responsif dari saluran
nafas
terhadap berbagai stimulasi yang menyebabkan penyempitan
saluran
nafas yang menyeluruh dengan gejala khas sesak nafas yang
reversible (Nugroho, 2011).
Menurut program pendidikan dan pencegahan asma nasional
(NAPP) dalam saputra (2010) asma adalah gangguan inflamasi
kronis dari saluran pernafasan dimana banyak sel dan elemen
seluler
turut berperan. Pada organ-organ sensitif, inflamasi ini
menyebabkan mengi, sesak nafas, rasa tekan di dada, dan batuk
yang
terus menerus, terutama dimalam hari dan shubuh. Pada keadaan
ini
biasanya berhubungan dengan obstruksi saluran pernafasan
yang
luas tetapi bervariasi yang dapat bersifat reversible, baik
secara
spontan maupun dengan pengobatan (Saputra, 2010).
2.1.2 Penyebab
Penyebab asma menurut Suriadi (2010) dalam Wijayaningsih
(2011) meliputi :
-
1. Penyebab intrinsik atau non imunologi :
a. Infeksi : parainfluenza virus
b. Fisik : cuaca dingin perubahan temperature
c. Emosional : takut, tegang, cemas
d. Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
2. Penyebab ekstrinsik :
a. Serbuk atau partikel
b. Kulit atau ilu hewan
c. Debu atau jamur rumah
d. Bantal kapuk dan bulu
e. Penyedap atau bumbu makanan yang mengandung sulfit
dan bahan sensitive lain nya.
3. Klasifikasi Asma
Klasifiksi asma berdasarkan intermiten dibagi menjadi :
a. Persisten ringan yaitu asma lebih dari 1 kali dalam
seminggu dan serangan sampai menganggu aktifitas.
Gejala asma lebih dari 2 kali dalam sebulan dan faal paru
menurun.
b. Persisten sedang yaitu asma terjadi setiap hari dan
serangan
sudah menganggu aktifitas serta terjadi 1-2 kali dalam
seminggu dan gejala nya 2 kali dalam seminggu dan asma
ini menyebabkan fungsi faal paru menurun.
-
c. Persisten berat terjadi terus menerus dan serangan sering
terjadi gejala asma pada malam hari terjadi hamper setiap
malam dan faal paru sangat menurun (Hadibroto, 2011).
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asma antara lain :
a. Stadium dini
1) Batuk dengan dahak atau maupun tanpa pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga
sifatnya sudah hilang timbul
3) Whezzing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eusinofil darah dan Ig E ( Imuno
globulun E )
6) Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
7) Wheezing
8) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
9) Penurunan tekanan parsial O2 (Padilla, 2013).
b. Stadium lanjut atau kronik
1) Batuk ronchi
2) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
4) Suara nafas melemah
5) Tampak tarikan otot sternokledomastoideus
-
6) Sianosis
7) Rontgen terdapat peningkatan gambaran
bronkovaskuler kanan dan kiri.
c. Patofisiologi
Alergen masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernafasan maupun kontak kulit kemudian tubuh bereaksi
terhadap alergen yang menyebabkan spasme otot polos
episodic yang dapat mengakibatkan menyempitnya atau
bronkospasme pada jalan nafas secara akut. Bronkospasme
menyebabkan peradangan yang menyebabkan sekresi yang
berlebih dan penebalan sekresi lebih lanjut menyumbat
jalan nafas. Antibodi imunoglobin (IgE), berikatan dengan
histamine berisi sel mast dan reseptor pada membrane sel,
memulai serangan asma instrinsik. Ketika terpajan
diantigen seperti serbuk, antibody IgE akan menyatu dalam
antigen. Pajanan selanjutnya ke antigen, sel mast
bergranulasi dan melepaskan mediator. Mediator tersebut
akan menyebabkan bronkokontriksi dan edema akibat
serangan asma sehingga terjadi batuk, sesak nafas dan
terdengar suara wheezing. Selama serangan asma, aliran
udara ekspirasi menurun, yang menahan gas dalam jalan
nafas sehingga menyebabkan hiperinflasi alveolar
(Kimberly, 2011).
-
http://perawatyulius.blogspot.co.id/2013/09/laporan-pendahuluan-ppok-ea.html
d. Komplikasi
Komplikasi dari asma bronkial meliputi :
1) Pneumotoraks yaitu suatu keadaan dalam rongga pleura
yang dicurigai terdapat benturan atau tusukan yang
menyebabkan kolans dan gagal nafas.
2) Pneumomediastinum yaitu kondisi dimana udara berada
di mediastinum yang disebabkan trauma fisik yang
mangarah udara keluar dari paru.
-
3) Enfisema yaitu suatu keadaan pengembangan paru
dengan udara yang berlebihan yang mengakibatkan
pelebaran dan pecah nya alveolus.
4) Aspergilosis yaitu penyakit pernafasan yang disebabkan
oleh jamur dan menandai adanya gangguan pernafasan
yang berat.
5) Atelectasis pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara bronkus maupun
bronkiolus akibat pernafasan yang dangkal.
6) Gagal nafas yaitu gangguan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga system
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
7) Bronchitis yaitu peradangan pada cabang tenggorokan
(bronkus) saluran udara ke paru.
8) Fraktur iga yaitu terputusnya kontineuitas jaringan
tulang yang disebabkan ruda paksa (Kimberly, 2010).
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada asma bronkial meliputi :
1) Penatalaksanaan farmakologi
Memberikan bronkodilator yang berfungsi untuk
melebarkan saluran nafas seperti golongan andrenergik
-
(fenoterol dan terbulatin) dan golongan santin
(aminofilin dan terofilin).
-
2) Penatalaksanaan non farmakologi
a) Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penyebab terjadinya asma dan cara menghindari
factor pencetus.
b) Edukasi
(1) Dengan mengajarkan latihan pursel lip
breathing untuk meningkatkan arus puncak
ekspirasi dan memperlambat respiratory rate
(RR).
(2) Mengajarkan fisiotherapi dada untuk
membantu mengeluarkan sputum (Padilla,
2013).
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita asma bronkial
meliputi :
1) Spirometer yaitu alat pengukur faal paru untuk
menegakkan diagnosis dan untuk menilai beratnya
obstruksi dan efek pengobatan.
2) Uji provokasi bronkus yaitu tes khusus yang
berhubungan dengan hiperaktivitas dalam
mengevaluasi diagnosis orang yang dicurigai asma.
-
3) Pemeriksaan sputum yaitu untuk pemeriksaan asma
yang berat dan mengetahui gram bakteri dan diikuti
kultur dan uji resistensi terhadap antibiotic.
4) Uji kulit untuk mengetahui factor yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5) Foto thorak yaitu untuk mengetahui gambaran pada
penyakit asma.
6) Analisa gas darah yaitu untuk mengetahui apakah
hipoksia, hiperkapneu dan asodosis (Padilla, 2013).
2.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan
bagi
tahap berikutnya (Rohmah & Walid, 2016)
1) Identitas pasien/ biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa.
2) Keluhan utama
Sesak nafas dan batuk produktif maupun tidak produktif.
3) Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan
yang
dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah
pernah
-
memeriksakan diri ke tempat lain selain ke rumah sakit serta
pengobatan apa yang pernah diberikan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat asma atau alergi dan serangan asma yang lalu, alergi
dan
masalah pernafasan.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum: lemah.
b) Kesadaran: composmetis
c) Tanda-tanda vital:
(1) Nadi : takikardi (normalnya 60-100 x/menit)
(2) Tekanan darah :hipertensi (normalnya 120/80-140/90 mmhg)
(3) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan.
(4) Pemeriksaan dada
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah
pada thoraks dan paru-paru
(a) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal.
(b) Palpasi : adanya nyeri tekan, masa, peningkatan vokal
vremitus pada daerah yangterkena.
(c) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru,
normalnya timpani (terisi udara) resonansi.
-
(d) Auskultasi : suara pernafasan yang meningkat
intensitasnya, adanya suara mengi (whezing) dan adanya
suara pernafasan tambahan ronchi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah
esehatan
atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar
pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab.
Diagnosa keperawatan yang muncul:
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan
sekresi mukus
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran
alveoli ditandai dengan penurunan CO2
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang
telah
diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan.
-
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
...x24
jam diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif
Kriteria Hasil:
a) Klien udah untuk bernapas
b) Tidak ada sianosis tidak ada dispneu
c) Saturasi oksigen dalam batas normal
d) Jalan napas paten
e) Mengeluarkan sekresi seara efektif
f) Klien mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam
rentang normal
Intervensi :
a) Monitor kecepatan, irama, dan frekuensipernafasan
Rasional: untuk mengetahui keabnormalan pernafasan pasien
b) Auskultasi pada pemeriksaan fisikparu
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya suara nafas tambahan
c) Ajarkan batuk efektif
Rasional: membantu mengeluarkan dahak yang tertahan
d) Kolaborasi pemberian obat sesuaiindikasi
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk
dikeluarkan
-
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
...x24 jam diharapkan pola nafas pasien dapat efektif
Kriteria hasil :
a) Klien menunjukan kedalaan dan kemudahan dalam bernapas
b) Ekspansi dada simetris
c) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
d) Tidak ada bunyi napas tambahan
e) Tidak ada napas pendek
Intervensi:
a) Monitor pola nafas pasien
Rasional: mengetahui frekuensi, kedalaman, irama pernafasan
b) Pantau tanda- tandavital
Rasional: mengetahui kondisi pasien dan keefektifan
intervensi
c) Atur posisi semifowler
Rasional: untuk membantu dalam ekspansi paru
d) Ajarkan tekni bernapas butyko
Rasional: untuk mengurangi sesak napas
e) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dan bronkodilator
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan oksigen dan
meringankan sesaknafas
-
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran
alveoli ditandai dengan penurunan CO2.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x
24
jam klien menunjukan pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
a) Klien bernapas dengan mudah
b) Tidak ada dyspneu
c) Tidak ada kegelisahan
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahanbernafas.
Rasional : distres pernafasan yang dibuktikan dengan dispnea
dan
takipnea sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan
oksigen bagi jaringan.
b) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku
dan
jaringansentral.
Rasional : sianosis kuku menunjukkan fase konstriksi.
Sedangkan
sianosis daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
(
membran hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
c) Awasi frekuensi dan iramajantung.
Rasional : takikardi biasanya ada sebagai akibat demam atau
dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
d) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2 denganbenar.
-
Rasional : untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg (normal
PaO2 80-100 mmHg).
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama.....x24
jam klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
a) Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan
ditunjukan
dengan daya tahan, penghematan energi dan perawatan diri
b) Menunjukan penghematan energy
Intervensi
a) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan
dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda
vital
selama dan setelah aktivitas.
Rasional : untuk menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien
dan memudahkan pilihanintervensi.
b) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase
akut sesuai indikasi.
c) Rasional : Untuk menurunkan stres dan rangsangan
berlebihan
meningkatkan istirahat.
d) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat
dantidur.
e) Rasional : Pasein mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
di
kursi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
-
f) Bantu aktivitas perawaan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
g) Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.....x24
jam
klien mampu mengontrol cemas
Kriteria hasil :
a) Klien tidak menunjukkan tanda-tanda fisik kecemasan
b) Klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku akibat
kecemasan
c) Klien meneruskan aktiitas yang dibutuhkan
d) Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara
fisik
Intervensi
a) Identifikasi tingkat kecemasan klien
Rasional : untuk mengetahui kecemasan klien
b) Ajarkan klien teknik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien
c) Dorong keluarga untuk menemani klien sesuai kebutuhan
Rasional : untuk memberikan rasa nyaman kepada klien
d) Berikan informasi tentang diagnosa prognosis dan tidakan
Rasional : memberikan pengetahuan dan ketenangan
-
6) Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, kegiatannya meliputi pengumpulan
data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan.
7) Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
-
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Studi kasus ini adalah untuk mengeksplorasikan masalah
asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami asma bronkial di
Instalasi Gawat
Darurat di RSUD Karanganyar.
3.2 Batasan Masalah
Batasan masalah pada asuhan keperawatan pasien yang
mengalami
asma bronkial di Instalasi Gawat Darurat di RSUD Karanganyar,
maka
penulis hanya menjabarkan konsep asma bronkial beserta
asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi yang
disusun
secara naratif.
3.3 Partisipan
Partisipan dalam studi kasus ini adalah Ny.S dan Tn.S dengan
asma
bronkial dan memiliki masalah keperawatan yang sama di Instalasi
Gawat
Darurat di RSUD Karanganyar.
3.4 Lokasi dan Waktu
-
Lokasi dan waktu merupakan tempat atau lokasi kasus yang
akan
dilakukan studi kasus (Notoadmojo, 2012). Lokasi studi kasus ini
dilakukan
di Instalasi Gawat Darurat di RSUD Karanganyar.
Waktu penelitian adalah waktu studi kasus diambil sesuai yang
telah
ditentukan (Notoadmojo, 2012). Kasus ini akan dilaksanakan
tanggal 22
Mei - 3 Juni 2017 (2 Minggu).
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang diteliti, sehingga
metode
ini memberikan hasil secara langsung. Hal ini digunakan untuk
hal-
hal dari responden secara lebih mendalam. Kasus ini dilakukan
pada
pasien, keluarga, tenaga kesehatan dan rekam medik.
3.5.2 Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk
mencari perubahan hal-hal yang akan diteliti. Metode
instrumen
yang didapat digunakan antara lain lembar observasi, panduan
pengamatan observasi atau lembar checklist (Hidayat, 2014).
Observasi disini adalah keadaan umum pasien, TTV, kulit
pasien,
keseimbangan cairan dan urin.
3.5.3 Studi Dokumentasi
-
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengambil data yang berasal dari dokumentasi asli,
dokumentasi
tersebut berupa gambar, tabel dan daftar pustaka. Kasus ini
tentang
pasien yang mengalami asma bronkial di bangsal Mawar 1 RSUD
Karanganyar.
3.5.4 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah kegiatan peneliti dalam rangka
mencari landasan teoritis dari permasalahan peneliti. Pada kasus
ini
studi kepustakaan diperoleh dari buku-buku yang membahas
penyakit asma bronkial dari tahun 2007 sampai 2017.
3.6 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data
atau
informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan
validitas
tinggi. Uji keabsahan mempunyai fungsi yaitu melaksanakan
sedemikian
rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat terpercaya
dan
memperlihatkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan
pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti
(Prastowo,
2011).
Uji keabsahan data dilakukan dengan : 1) memperpanjang waktu
pengamatan 2) sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi
dari
sumber data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga pasien yang
berkaitan
-
dengan masalah yang diteliti yaitu pada pasien yang mengalami
asma
bronkial di bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar.
3.7 Analisa Data
Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa
data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya
membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini
pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan
jawaban-jawaban
yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara yang mendalam
yang
dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis
digunakan
dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi
yang
menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan dan
dibandingkan
teori yang ad sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi
dalam
intervensi tersebut. Urutan dari analisis adalah :
3.7.1 Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,
dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan,
kemudian
disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).
3.7.2 Mereduksi data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan
dikelompokkan
-
menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan
hasil
pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.
3.7.3 Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan
maupun teks naratif. Kerahasiaan dari pasien dijamin dengan
jalan
mengaburkan identitas dari pasien.
3.7.4 Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan
secara
teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan
dilakukan
dengan metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan
data
pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
-
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis
dapatkan
secara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn.S dan Ny.S yang
mengalami
asma bronkhial di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Karanganyar. Asuhan
keperawatan yang akan diberikan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya
(Rohmah & Walid, 2016). Pengkajian pada kasus gawat darurat
dibedakan
menjadi dua yaitu pengkajian primer dan pengkajian sekunder.
Metode
pengkajian yang dilakukan penulis terhadap kasus Tn.S dan Ny.S
yaitu
menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan dari
rekam
medik. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, sesak nafas
dan
adanya otot bantu pernafasan menurut Brunner & suddarth
(2016).
Menurut Darmanto (2012) gambaran klinis pada asma bronkhial
dimulai dengan jaringan didalam bronkus meradang (mengalami
inflamasi),
pada saat yang sama otot-otot dibagian luar saluran pernafasan
mengetat
sehingga saluran pernafasan menyempit (bronkokonstriksi).
Sementara itu,
-
lendir pekat (mukus) berproduksi secara berlebih dan memenuhi
bronkiolus
yang menjadi bengkak. Akibat dari proses tadi, penderita
mengalami
kesulitan bernafas atau sesak nafas yang disertai batuk dan
mengi. Bentuk
serangan akut asma dimulai dari batuk yang terus-menerus,
kesulitan
menarik atau menghembuskan nafas sehingga perasaan dada seperti
tertekan
hingga nafas tertekan.
5.1.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan
atau proses
kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan
intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung
jawab
(Rohmah & Walid, 2016).
Berdasarkan analisa data penulis dapat menegakkan diagnosa
keperawatan yang sama pada kedua klien tersebut yakni
ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Ketidakefektifan
pola nafas
adalah ketidakmampuan untuk memberikan ventilasi yang adekuat
pada saat
ekspirasi atau inspirasi. Batasan karateristiknya adalah tidak
ada batuk,
penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada,
pernafasan dalam
batas normal 16-20x/menit (Nanda, 2009).
Data yang mendukung diagnosa ketidakefektifan pola nafas
meliputi
data subyektif dan data obyektif. Analisa data Ny.S data
subyektif klien
mengatakan sesak nafas, data obyektif klien terlihat pada saat
fase ekspirasi
-
memanjang, menggunakan otot bantu pernafasan, menggunakan
pernafasan
cuping hidung, respirasi rate 31x/menit. Analisa data Tn.S data
subyektif
klien mengatakan sesak nafas, data obyektif klien tampak
menggunakan
otot bantu pernafasan, klien tampak menggunakan pernafasan
cuping
hidung, klien terlihat pada fase ekspirasi memanjang, respirasi
rate
30x/menit. Diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan
hiperventilasi merupakan diagnosa yang bermasalah pada breathing
agar
pola nafas klien lebih efektif.
Diagnosa yang muncul pada Ny.S dan Tn.S memiliki kesamaan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
Ini sesuai
dengan teori bahwa hiperventilasi merupakan kondisi ketika
terjadi
peningkatan frekuensi pernafasan. Hal ini akan memicu berubahnya
kadar
karbondioksida dalam darah. Penyebab terjadinya hiperventilasi
adalah
pernafasan yang sangat cepat dan dalam yang menyebabkan terlalu
banyak
jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Ketika
tubuh
mengeluarkan karbondioksida lebih dari yang dibutuhkan kondisi
ini akan
mengarah pada respiratory alkalosis. Hiperventilasi terjadi
ketika paru-
paru bernafas berlebihan untuk mencapai gas darah arteri normal,
akibatnya
paru-paru menghirup oksigen lebih dari yang dibutuhkan.
Hiperventilasi
dapat terjadi karena infeksi paru-paru, serangan jantung dan
perdarahan
(Zara, 2012).
-
5.1.3 Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan
pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi
masalah-
masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan
(Rohmah &
Walid, 2016).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah penulis rumuskan
dengan menyesuaikan prioritas permasalahan, penulis menyusun
intervensi
sebagai berikut :
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
pada
kasus Tn.S dan Ny.S penulis melakukan tindakan keperawatan
selama 1x1
jam, klien menunjukan tidak menggunakan otot bantu pernafasan,
tidak ada
bunyi nafas tambahan, tidak terpasang oksigen, tidak sesak nafas
respirasi
dalam batas normal (16-24x/menit). Intervensi keperawatan
ketifakefektifan
pola nafas monitor pola nafas dan vital sign, berikan posisi
semi fowler,
ajarkan teknik nafas dalam, auskultasi suara nafas tambahan,
catat adanya
suara nafas tambahan, kolaborasi pemberian O2 nasal kanul.
Intervensi yang sesuai dengan teori pada diagnosa
ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yaitu yang pertama
observasi
pola nafas klien untuk mengetahui irama, kedalaman dan
frekuensi
pernafasan. Kedua observasi tanda-tanda vital dan saturasi
oksigen untuk
mengetahui keadaan umum klien dan kadar oksigen. Ketiga
anjurkan
kepada klien untuk mengatur posisi semi fowler untuk membantu
dalam
pernafasan.Keempat kolaborasi pemberian oksigen sesuai advis
dokter
-
untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen pada klien
(Wilkinson,
2007).
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 1x1
jam,
karena ketidakefektifan pola nafas merupakan ketidakmampuan
untuk
memberikan ventilasi yang adekuat pada saat ekspirasi sehingga
apabila
pola nafas tidak segera ditangani akan menyebabkan dyspnea
bahkan
kematian (Andra, 2013).
5.1.4 Implementasi keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan
yang telah ditetapkan, kegiatannya meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan
tindakan keperawatan (Rohmah & Walid, 2016).
Implementasi diagnosa ketidakefektifan pola nafas
berhubungan
dengan hiperventilasi disesuaikan dengan intervensi yang sudah
ditentukan
sebelumnya yaitu monitor pola nafas dan vital sign, berikan
posisi semi
fowler, auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas
tambahan,
kolaborasi pemberian O2 nasal kanul.
Implementasi yang dilakukan penulis pada Ny.S dan Tn.S pada
tanggal 27 Mei 2017 yaitu mengkaji pola nafas, vital sign,
berikan posisi
semi foewler dan nebulizer didapatkan data subyektif klien
mengatakan
sesak nafas dan data obyektif klien tampak sesak respiratory
rate 30x/menit,
nadi 80x/menit, tekanan darah 130/80 mmhg dan suhu tubuh
36,50c.
-
Implementasi yang dilakukan penulis pada Tn.S pada tanggal 31
Mei
2017 yaitu mengkaji pola nafas, vital sign, auskultasi suara
nafas tambahan,
posisikan semi fowler dan berikan terapi nebulizer klien dan
kemudian
didapatkan data subyektif klien mengatakan sesak nafas, data
obyektif klien
tampak sesak, respirastory rate 28x/menit, nadi 110x/menit, suhu
360c dan
tekanan darah 130/90 mmhg. Mengajarkan posisi semi fowler
dan
didapatkan data subyektif klien mengatakan masih sesak nafas,
data
obyektif klien tampak melakukannya dengan mandiri.
Mengauskultasi
suara nafas, mencatat adanya suara nafas tambahan didapatkan
data
subyektif klien mengatakan sesak nafas berkurang dan data
obyektif tidak
terdengar suara nafas tambahan. Kolaborasi pemberian O2 nasal
kanul
untuk meningkatkan kadar oksigen dan didapatkan data subyektif
klien
mengatakan sesak nafas sudah berkurang, data obyektif terpasang
oksigen 3
liter per menit.
Penulis memberikan tindakan posisi semi fowler pada klien
dan
setelah dilakukan tindakan tersebut kemudian dilakukan
evaluasi.Respon
sebelum dilakukan tindakan ini klien mengatakan tidak bisa
mengontrol
pernafasan atau memposisikan dirinya dengan benar.Setelah
dilakukan
tindakan tersebut diharapkan klien merasa nyaman dan dapat
mengurangi
kondisi sesak nafas pada klien saat terjadi serangan
asma.Pengontrolan
asma bronkial menggunakan terknik pernafasan menjadi alternative
pilihan
bagi penderita asma bronkial (Council, 2006).
-
5.1.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan penilaian dengaan cara membandingkan
perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid,
2016).
Metode yang digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif, Obyektif,
Analisis,
Planning).
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa ketidakefektifan pola
nafas
berhubungan dengan hiperventilasi dilakukan pada Ny.S pada
tanggal 27
Mei 2017 yang hasilnya didapatkan data subyektif Ny.S mengatakan
sesak
nafas berkurang. Data obyektif tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan,
tekanan darah 120/80 mmhg, pernafasan 24x/menit, nadi 76x/menit
dan
suhu 360c. Analisa masalah keperawatan teratasi dan hentikan
intervensi.
Evaluasi yang dilakukan pada Tn.S pada tanggal 31 Mei 2017
yang
hasilnya didapatkan data subyektif Tn.S mengatakan sesak nafas
berkurang.
Data obyektif tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
tekanan darah
110/80 mmhg, pernafasan 24x/menit, nadi 100x/menit dan suhu
36,5oc.
Analisa masalah keperawatan teratasi dan hentikan
intervensi.
Berdasarkan evaluasi pada klien Ny.S dan Tn.S memposisikan
semi
fowler, fisioterapi dada dan pemberian nasal kanul dan nebulizer
dapat
mengurangi sesak nafas pada kedua klien dan didapatkan hasil
tekanan
darah 120/80 mmhg, nadi 100x/menit, pernafasan 24x/menit dan
suhu
36,50c. Sesuai dengan jurnal Melastuti, E (2015) dengan judul
efektivitas
-
teknik-teknik pernafasan dan cara pengontrolan asma dibalai
kesehatan paru
masyarakat. Nurscope jurnal keperawatan dan pemikiran ilmiah,
bahwa
terdapat perbedaan kontrol sesudah dilakukan tindakan
memposisikan semi
fowler, fisioterapi dada, pemberian nebulizer dan nasal kanul.
Hal ini
didasarkan pada teori yang menerangkan bahwa hiperventilasi
bertanggung
jawab terhadap peningkatan bronkospasme yang merupakan akibat
upaya
tubuh menahan karbondioksida dengan melakukan tindakan
keperawatan
tersebut. Dengan kedua hasil klien tidak ada kesenjangan antara
teori dan
penerapan.
-
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data,
penentuan
diagnosa, implementasi dan evaluasi tentang pemberian cara
mengatasi asma
bronkial yang berguna untuk mengurangi sesak nafas pada
asuhan
keperawatan pada klien Ny.S dan Tn.S diruang instalasi gawat
darurat RSUD
Karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian pada klien Ny.S mengatakan sesak nafas, batuk
dan
susah mengeluarkan dahaknya dan sesak nafas setelah beraktivitas
dan
didapatkan data pengkajian Airway terdapat sputum yang
menghalangi
nafas sehingga menimbulkan suara wheezing. Breathing klien
tampak
terengah-engah dan ada otot bantu pernafasan, respirasi klien
30x/menit.
Circulation frekuensi nadi 70x/menit, tekanan darah 130/80
mmhg,
capillary refile
-
wheezing. Breathing klien tampak menggunakan otot bantu
pernafasan,
respirasi rate 28x/menit. Circulation frekuensi nadi 110x/menit,
tekanan
darah 140/90 mmhg, capillary refile
-
6.1.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi dengan pemberian posisi semi fowler dan nebulizer
dapat
mengurangi masalah sesak nafas pada asuhan keperawatan Ny.S dan
Tn.S
dengan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan
hiperventilasi masalah teratasi pada klien Ny.S sesak nafas
berkurang, tidak
terpasang o2 nasal kanul dan vital sign dalam baatas normal,
tekanan darah
120/80 mmhg, pernafasan 24x/menit, nadi 76x/menit, suhu 360c.
Pada
Tn.S sesak nafas berkurang, tidak terpasang o2 nasal kanul dan
vital sign
dalam batas normal tekanan darah 110/80 mmhg pernafasan
24x/menit,
nadi 100x/menit dan suhu 36,50c.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Karanganyar dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan
kerjasama dengan baik antar tim kesehatan maupun pasien serta
keluarnga
pasien. Dapat melengkapi sarana dan prasarana yang sudah ada
secara
optimal dalam pemenuhan asuhan keperawatan dengan
ketidakefektifan
pola nafas pada penderita asma bronkhial.
6.2.2 Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggungjawab dan ketrampilan
yang
lebih dan senantiasa berkoordinasi dengan tim kesehatan lain
dalam
-
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan
gangguan
oksigenasi terutama asma bronchial dan melakukan perawatan
sesuai
dengan prosedur dan standart operasional prosedur.
6.2.3 Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap
tindakan yang
dilakukan sehingga mengasilkan tenaga kerja yang professional,
terampil
dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan.
6.2.4 Bagi pembaca
Diharapkan dapat menjadi informasi dalam pengaplikasian ilmu
dan
meningkatkan pengetahuan dalam melakukan intevensi berbasis
riset
dibidang kesehatan.