Asuhan Keperawatan Limfoma Hodgkin
Laporan asuhan keperawatan
pada LEUKOPENIA Dan AGRANULOSITOSIS
Oleh:
SGD 2
Pande Kadek Purniati
(0902105002)
Ni Putu Utami Rahayu
(0902105004)
Ni Nyoman Sukma Pratiwi
(0902105006)
Desak Made Diah Nariswari
(0902105008)
Putu Anggi Maseni Kuswandari(0902105010)
I Nyoman Triyana Putra
(0902105012)
Ni Made Juniari
(0902105014)
Putu Desy Savitri Dewi
(0902105018)
Ni Wayan Noviyanti
(0902105020)
Ni Nyoman Ayu Suciyanthi
(0902105022)
Luh Komang Ratna Pertiwi
(0902105024)
Edy Wirawan N.
(0902105032)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS
UDAYANA2010
Laporan Asuhan Keperawatan pada LEUKOPENIA dan agranulositosisa.
TINJAUAN TEORI1. Pengertian Pengertian Leukopenia
Leukopenia berasal dari kata leukosit yang ditambah dengan
akhiran penia (dalam bahasa Yunani, penia berarti kemiskinan). Jadi
leukopenia adalah suatu keadaan berkurangnya jumlah leukosit dalam
darah, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000 / mm3.
(Dorland,1994) Leukopenia adalah suatu kondisi klinis yang terjadi
bila sumsum tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih,
sehingga tubuh tidak terlindung terhadap banyak bakteri dan
agen-agen lain yang mungkin masuk menginvasi jaringan. (Guyton,
2008)
Leukopenia adalah suatu keadaan di mana jumlah sel darah putih
pada sirkulasi perifer kurang dari 4,0 x 109 / L. Pada sebagian
besar kasus, penyakit ini dihubungkan dengan penurunan granulosit
karena granulosit adalah komponen mayor dari sel darah putih pada
sirkulasi perifer. (www.health-res.com) Jadi dapat disimpulkan
bahwa leukopenia adalah suatu kondisi klinis di mana sumsum tulang
memproduksi sangat sedikit sel darah putih pada sirkulasi perifer,
yaitu kurang dari atau sama dengan 5000 leukosit/mm3.
Pengertian Agranulositosis
Agranulositosis adalah suatu keadaan dimana sumsum tulang
berhenti membentuk neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak dilindungi
terhadap bakteri dan agen lain yang akan menyerang jaringan (
Guyton, 1992 ).
Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai
dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya
neutrofil. (Price&Wilson, 2003). Agranulositosis merupakan
keadaan yang potensial fatal di mana hampir tidak terdapat leukosit
polimorfonuklear (PMNs). Jumlah leukosit yang lebih rendah dari
5000/mm3 atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm3
merupakan keadaan abnormal dan merupakan tanda kelainan sumsum
tulang umum, seperti anemia megaloblastik, aplasia, tumor
metastasis, mielofibrosis, atau leukemia akut. ( Brunner, 2002).2.
Etiologi/penyebabLeukopenia merupakan keadaan dimana jumlah
leukosit yang menurun. Dan agranulositosis adalah keadaan yang
sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat
rendah dan tidak adanya neutrofil. Agen penyebab umumnya adalah
obat yang mengganggu pembentukan sel atau meningkatkan penghancuran
sel. Obat-obat yang sering dikaitkan sebagai penyebab adalah
agen-agen kemoterapi mielosupresif (menekan sumsum tulang) yang
digunakan pada pengobatan keganasan hematologi dan keganasan
lainnya. Obat yang makin banyak dan sering digunakan seperti
analgetik, antibiotika, dan antihistamin, diketahui mampu
menyebabkan neutropenia atau agranulositosis berat. Respons
terhadap obat-obat ini berkaitan dengan dosis atau reaksi
idiosinkrasi. Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan
dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab tersering adalah keracunan
obat seperti fenotiazin, begitu juga clozapine yang merupakan suatu
neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon,
dan chloramphenicol juga dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu,
radiasi berlebihan terhadap sinar X dan juga dapat menyebabkan
terjadinya leukopenia.
Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar
gamma yang disebabkan oleh ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan
(sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik betalaktam, penicillin,
ampicillin, tiourasil). Setiap bahan kimia atau obat yang dapat
menekan sumsum tulang dan menyebabkan hypoplasia atau aplasia mampu
menyebabkan agranulocytosis. Beberapa obat yang diberikan dalam
dosis yang cukup besar kemungkinan dapat menjadi agen penyebab
penyakit tersebut.. Agen lain yang dapat menyebabkan reaksi yang
sama hanya mempengaruhi individu yang rentan .
3. EpidemiologiDari 372 orang Yahudi Yemen dari segala usia yang
ditinjau dalam rangka untuk menjelaskan epidemiologi jinak
leukopenia, terdapat 21% leukosit berada di bawah 5000 cells/mm3.
Neutropenia dengan jumlah neutrofil < 2,0 x 10 (3) ditemukan
15,4% dari jumlah sel darah. Secara signifikan penurunan neutrofil
yang rata-rata terdapat dalam populasi, tidak ada variasi yang
signifikan dalam prevalensi neutropenia. Sebaliknya, limfosit dan
eritrosit rata-rata dihitung normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa
di antara orang Yahudi Yemen leukopenia harus didefinisikan sebagai
neutropenia leukopenia. Sementara untuk menentukan kejadian
agranulositosis, sebuah studi epidemiologi deskriptif dilakukan.
Dengan menggunakan data penagihan terkomputerisasi Medicaid dari
tahun 1980 sampai 1985 dari Minnesota, Michigan dan Florida, rasio
orang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis pembuangan
neutropenia yang pertama kali digunakan sebagai perkiraan tingkat
kejadian kondisi tersebut. Informasi yang diberikan oleh review
catatan medis untuk subset dari kasus neutropenia digunakan untuk
menentukan proporsi dengan neutropenia kecuali pada neutropenia
kronis, selain itu dapat juga digunakan untuk menentukan proporsi
dengan agranulositosis. Hasilnya yaitu Insiden tingkat (95%
confidence interval) dari agranulositosis, termasuk berulang atau
penyakit kronis, adalah 2,3 (1,4 - 3,7), 7,7 (6,6 - 8,9), dan 15.4
(11,3-20,4) per juta per tahun di setiap Negara. Keseluruhan
kejadian itu 7.2 (6,3-8,1) per juta per tahun. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa agranulositosis adalah kondisi yang sangat jarang
ditemukan.
4. Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala Jika leukopenia ringan,
orang tidak akan menunjukkan gejala apapun, hanya dalam kasus yang
berat gejala mulai muncul. Jika leukopenia telah masuk ke tahap
berat, terdapat beberapa gejala klinis yang biasa muncul antara
lain :
Abses hati merupakan jenis infeksi bakteri yang terdapat dalam
hati. Hal ini relatif jarang terjadi tetapi fatal akibatnya apabila
tidak ditangani.
Anemia merupakan penurunan jumlah sel darah merah sehingga
menyebabkan hemoglobin dalam darah j rendah. Kelelahan, sakit
kepala, demam dan hot flashes merupakan gejala yang sering terjadi.
Hot flases adalah keadaan dimana tubuh rentan terhadap berbagai
infeksi, ulkus oral, dan mudah marah. Menorrhaggia merupakan
perdarahan yang berat dan berkepanjangan saat periode
menstruasi
Metrorrhaggia merupakan perdarahan dari rahim, tetapi bukan
karena menstruasi dan hal ini merupakan indikasi dari beberapa
infeksi.
Neurasthenia merupakan kondisi yang ditandai oleh kelelahan,
sakit kepala, dan mengganggu keseimbangan emosional.
Trombositopenia merupakan penurunan jumlah trombosit dalam
darah.
Stomatitis merupakan suatu peradangan pada struktur lapisan
mukosa di dalam mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir.
Pneumonia merupakan peradangan yang terjadi di paru-paru karena
kongesti virus atau bakteri. Gejala agranulositosis yang sering
dijumpai adalah infeksi, rasa malaise umum (rasa tidak enak,
kelemahan, pusing, dan sakit otot) diikuti oleh terjadinya tukak
pada membrane mukosa, demam, dan takikardia. Jika agranulosis tidak
diobati, dapat terjadi sepsis dan kematian. Menghilangkan agen
penyebab sering menghambat dan menyembuhkan proses tersebut
disertai peningkatan pembentukan neutrofil dan unsur-unsur sumsum
normal lainnya. Pasien tidak akan menunjukkan gejala kecuali sampai
terjadi infeksi, yang biasanya timbul apabila granulosit lebih
rendah dari 1000/mm3. Demam dan nyeri tenggorok dengan ulserasi
merupakan keluhan yang tersering. Dan dapat juga terjadi
bekteremia.5. Patofisiologi
Berawal dari berbagai macam penyebab termasuk radiasi sinar X
dan sinar (gamma) yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan yang
berlebihan, akan menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Dengan
rusaknya sumsum tulang, maka kemampuan sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) pun
menurun (dalam kasus ini dikhususkan leukosit yang mengalami
penurunan). Kondisi tersebut akhirnya akan mengakibatkan
neutropenia (produksi neutrofil menurun), monositopenia (produksi
monosit menurun), dan eosinopenia (produksi eosinofil menurun) yang
dapat menyebabkan terjadinya agranulositosis. Selain itu, jika
seseorang mengidap penyakit immunodefisiensi seperti HIV /AIDS,
maka virus HIV akan menyerang CD4 yang terdapat di limfosit T dalam
sirkulasi perifer. Kondisi ini akan menyebabkan limfosit hancur
sehingga mengalami penurunan jumlah, yang disebut dengan
limfopenia. Oleh karena penyebab-penyebab di atas yang berujung
pada menurunnya jumlah komponen-komponen leukosit (neutropenia,
eosinopenia, monositopenia, limfopenia) maka terjadilah leukopenia
yang mengakibatkan sistem pertahanan tubuh.menurun.
6. Pemeriksaan Fisik
InspeksiNafas cepat dan dangkal, kelemahan, tampak pucat, turgor
kulit kering, adanya infeksi / mudah terkena infeksi (jika adanya
luka), adanya luka yang menandakan kelemahan imun tubuh (sariawan/
stomatitis).
PalpasiAdanya nyeri tekan pada area yang sakit/ pada daerah
infeksi seperti kulit dan akral teraba panas, suhu tubuh
menunjukkan peningkatan, denyut nadi cepat (takikardi).
Auskultasi
Ditemukan ronchi
7. Pemeriksaan Diagnostik/penunjanga. Pemeriksaan
laboratorium
Dilakukan pemeriksaan sel darah lengkap (CBC), termasuk manual
diferensial dalam kasus mengevaluasi leukopenia. Hati-hati terhadap
evaluasi noda darah perifer yang memberikan informasi tentang sel
darah merah (RBC) dan morfologi trombosit.
Pemeriksaan smear sumsum tulang dan biopsi sampel dengan teknik
sitometri arus.
Pemeriksaan microbiologic cultur darah, luka, dan cairan tubuh
dapat dilihat pada pasien demam.
Pengujian antibodi antineutrophil harus dilakukan pada pasien
dengan riwayat autoimun sugestif dari neutropenia dan pada mereka
yang tidak jelas penyebab leukopenia.
Dalam bawaan neutropenia dan neutropenia siklik, analisis
genetik harus dilakukan untuk mengklasifikasikan kondisi benar.
b. Imaging Studies
Tidak ada pencitraan yang spesifik untuk menetapkan diagnosis
leukopenia.
Sebagai bagian dari pemeriksaan untuk lokalisasi infeksi, sesuai
radiografi (misalnya, gambar dada) ditandai.
Studi pencitraan lain ditentukan oleh keadaan-keadaan khusus
dari setiap kasus.
c. Temuan histologis
Pada smear darah tepi menunjukkan penurunan yang ditandai atau
tidak adanya neutrofil.
Pada sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau
tidak adanya myeloid prekursor.
Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan
promyelocyte di sumsum tulang belakang.
Pada kesempatan ini, mungkin hypercellular sumsum.d. Pemeriksaan
pungsi lumbal pengambilan cairan Bone Marrow8. Kriteria
DiagnostikMenentukan kriteria diagnostik ditetapkan dengan melihat
tanda dan gejala pada klien serta didasarkan pada hasil pemeriksaan
yang mendukung diagnosis antara lain dengan dilakukan tes darah
lengkap serta tes darah rutin, atau CBC dengan diferensial. Pada
pemeriksaan darah lengkap tampak penurunan jumlah granulosit dalam
darah. Pada smear darah tepi menunjukkan penurunan yang ditandai
atau tidak adanya neutrofil. Tes darah ini mengukur tingkat
neutrofil, basofil, dan eosinofil. Neutrofil absolut yang dihitung
dalam tes ini akan berada di bawah 500, dan dapat mencapai 0
cells/mm3. Tes genetik bisa dilakukan jika faktor keturunan diduga
menjadi penyebabnya. Jika tes darah tidak normal, klien dapat
memesan biopsi sumsum tulang yang mungkin diperlukan. Tes ini
melibatkan penyisipan jarum khusus ke tulang panggul. Sampel
diambil dari sumsum tulang. Pada pasien yang telah terinfeksi maka
jumlah granulositnya lebih rendah dari 1000/mm3 dan jumlah leukosit
lebih rendah dari 5000/mm3. Pemeriksaan sumsum tulang mungkin
menunjukkan myeloid hypoplasia atau tidak adanya myeloid prekursor.
Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan
promyelocyte di sumsum tulang belakang. 9. Penatalaksanaan
Steroid dan vitamin yang diresepkan oleh dokter untuk
mengaktifkan sumsum tulang untuk menghasilkan lebih banyak sel
darah putih. Beberapa terapi seperti terapi sitokin dan kemoterapi
digunakan untuk pengobatan leukopenia. Mulai terapi antibiotik
khusus untuk memerangi infeksi. Hal ini sering kali melibatkan
penggunaan cephalosporins generasi ketiga atau sejenisnya.
Perlakukan daerah stomatitis dan infeksi kulit dengan pembersih
lokal, antisepsis, dan perawatan gigi. Infeksi ini harus dikelola
oleh seseorang yang memiliki pengalaman dalam pengobatan infeksi di
neutropenic pasien. Kontrol lisan dan nyeri lesi gingiva dengan
garam dan hidrogen peroksida bilasan dan anestesi lokal dan gargles
gel. Agen terutama ditunjukkan dalam pengelolaan bawaan
neutropenia, idiopathic neutropenia kronis parah, dan neutropenia
siklik saat infeksi serius terlibat. Semua makanan harus dimasak
dengan matang. Buah-buahan dan sayuran mentah mungkin mengandung
banyak bakteri dan harus dihindari. Pada pasien dengan
periodontitis dan stomatitis, lembut atau makanan cair penuh
ditunjukkan. Makanan pedas dan asam harus dihindari sampai
pemulihan selesai. Aktivitas pasien diperbolehkan sebagai
ditoleransi. Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi.
Antibiotik pilihan adalah yang ditunjukkan oleh studi budaya dan
kepekaan yang paling efektif untuk organisme yang menyebabkan
infeksi. Jika tidak ada organisme kausatif diidentifikasi, gunakan
empiris antibiotik spektrum luas cakupan. Granulocyte faktor
pertumbuhan dan perawatan suportif umum juga harus diberikan.
Sitokin (faktor pertumbuhan) digunakan untuk merangsang produksi
neutrofil dengan bertindak pada sel-sel prekursor.
Colony-Stimulating Factors merangsang koloni-faktor yang digunakan
untuk merangsang produksi neutrofil dengan bertindak pada sel-sel
prekursor.
10. PrognosisPada agranulositosis dan leukopenia tanpa
pengobatan, dalam waktu kurang dari 1 minggu setelah dimulainya
leukopenia total akut, dapat terjadi kematian. Pada leukopenia
karena aplasia sumsum tulang, asalkan tersedia waktu yang cukup,
pasien diterapi dengan transfusi yang tepat, ditambah antibiotik
dan obat-obatan lainnya untuk menaggulangi infeksi, biasanya
terbentuk sumsum tulang baru yang cukup dalam waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan supaya konsentrasi sel-sel darah dapat
kembali normal (Guyton,2008).Selain itu Prognosis juga bergantung
kepada : Gambaran sum-sum tulang (hipocellular). Jumlah granulosit
yang lebih dari 2000 /mm3 menunjukan perubahan prognosis yang lebih
baik.b. KONSEP DASAR KEPERAWATAN1. PENGKAJIAN
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)A. Pengumpulan Data
Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien dengan
Leukopenia dan Agranulositosis adalah :1) Identitas : Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa
medis.
2) Keluhan utama :Biasanya keluhan utama klien dengan leukopenia
dan agranulositosis adala demam dan rasa malaise umum ( rasa tidak
enak, pusing)
3) Riwayat penyakit sekarang :
Menjelaskan riwayat penyakit yang 4) Riwayat penyakit dahulu
:
Adanya riwayat penyakit yang pernah diderita.
5) Riwayat Kesehatan KeluargaAdanya penyakit serupa atau
penyakit lain yang diderita oleh keluarga. Pengkajian Pola Fungsi
Kesehatan
a. Aktivitas/istirahat
DS : Klien mengeluh lemahDO : Klien tampak lemah b.
Sirkulasi
DS: Klien mengatakan nadinya berdenyut dengan cepatDO: Denyut
nadi klien meningkat lebih dari 100 kali/menitWBC < 5000/mm3c.
Makanan/CairanDS : Kemungkinan nafsu makan klien menurun akibat
ulkus mulutDO: Makanan tersisa lebih dari setengah porsid.
Neurosensori
DS
:Tidak ada keluhan terkait sensori neural
DO
:Status mental baikTidak terjadi penurunnya kemampuan mengenal
atau melihat.Reaksi pupil terhadap cahaya positif, ukuran pupil
isokor, diameter pupil normal.e. Nyeri/KenyamananDS: Pasien
mengeluh nyeri pada bibirnya Tampak lesi pada mukosa mulut.
DO : Wajah klien tampak meringisKulit klien tampak memerah.
Klien tampak gelisahf. Pernafasan
DS: Klien mengatakan mengalami sesakDO: Pasien mengatakan tidak
bisa mengeluarkan dahak saat batuk
RR > 24 x/menit
Terdapat suara pernapasan abnormalronchi.
AGD abnormalg. Keamanan
DS:Klien mengatakan mengalami demamDO: Suhu tubuh klien
>37,50 celcius
Klien teraba hangat
Integritas kulit dan membrane mukosa mengalami perdarahan
2. DIAGNOSA
Analisa Data
NO.DATAETIOLOGI/PENYEBABMASALAH
1.DS:
Klien mengeluh demam.
DO:
WBC < 5000/mm3 Integritas kulit dan membrane mukosa mengalami
perdarahan.
Klien teraba hangat
Suhu tubuh > 37,50 CLeukopenia dan agranulositosis
Pertahanan tubuh menurun
Bakteri dan mikroba mudah invasi ke dalam tubuhPK: infeksiPK:
infeksi
2.DS:
Klien mengeluh sesak napas.
Klien mengeluh lelah
DO:
Klien mengalami takikardi (HR > 100x/menit)
RR > 24 x/menit
AGD abnormal Invasi mikroorganisme pada paru-paru
Inflamasi pada alveoli
Perubahan membran kapiler alveoliKerusakan pertukaran
gasKerusakan pertukaran gas
3.DS:
Klien mengeluh sesak napas
Klien mengeluh gelisah
Klien mengatakan batuk berdahak namun dahak tidak dapat
dikeluarkan.
DO:
Terdengar suara napas tambahan: ronchi
RR > 24x/menitInvasi mikroorganisme pada paru-paru
Inflamasi pada saluran napasTerbentukpus akibat nekrotik
jaringan dan cairan jaringan
Sekret terbentuk di saluran pernapasanBersihan jalan nafas tidak
efektifBersihan jalan napas tidak efektif
4.DS:
Klien mengeluh nyeri pada bibir dengan skala nyeri (3-5 dari
)
DO:
Klien tampak gelisah
Tampak lesi pada mukosa mulut.
Invasi mikroorganisme di mulut
Inflamasi di mulut
Terjadi deskuamasi epitel mukosa
Lesi pada mukosa mulut
Nyeri akutNyeri akut
5.DS:
Klien mengeluh demam
DO:
Klien teraba hangat
HR > 100x/menit
Kulit klien tampak memerah.
Suhu tubuh > 37,5o CBakteri dan mikroba mudah invasi ke dalam
tubuh
Mudah terjadi inflamasi
pada tiap bagian tubuh
Pelepasan zat pirogen endogenMemacu pengeluaran
prostaglandin
Mempengaruhi termostat hipotalamus
Peningkatan suhu tubuhHipertermiHipertermi
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
1. PK: infeksi
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveoli ditandai dengan klien mengeluh sesak
napas, RR > 24 x/menit, takikardi, dan AGD abnormal.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sputum pada saluran napas ditandai dengan klien mengeluh
sesak napas, klien mengeluh gelisah, klien mengatakan batuk
berdahak namun dahak tidak dapat dikeluarkan, terdengar suara napas
tambahan: ronchi, RR > 24x/menit.
4. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada mukosa mulut ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada bibir dengan skala nyeri (3-5 dari
5), klien tampak gelisah, tampak lesi panda mukosa mulut.
5. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai
dengan klien mengeluh demam, tubuh klien teraba hangat, HR >
100x/menit, kulit klien tampak memerah.
3. RENCANA TINDAKAN
a. PK: infeksi
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan perawat dapat meminimalkan komplikasi infeksi yang
terjadi dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak ada tanda-tanda sepsis
IntervensiRasional
Mandiri
Pantau tanda dan gejala infeksi
Pantau TTV secara berkala
Pantau jika ada tanda-tanda sepsis pada klien.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
Kolaborasi pemberian antiinflamasi sesuai indikasi Memantau
keadaan klien apakah telah terjadi penyebaran infeksi menjadi
penyakit lain.
Adanya takikardi, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah dapat
menunjukkan terjadi sindroma radang sistemik. Sepsis menunjukkan
adanya sindroma radang sistemik dengan tanda demam, menggigil,
takipnea, takikardia, hipotensi, nadi cepat dan lemah, serta
gangguan mental
Mencegah infeksi lanjut.
Mencegah inflamasi lebih lanjut
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveoli ditandai dengan klien mengeluh sesak
napas, RR > 24 x/menit, takikardi, dan AGD abnormal.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan kerusakan pertukaran gas dapat teratasi, dengan criteria
hasil :
Saturasi oksigen dalam batas normal
Tidak terdapat pernafasan bibir
Tidak terdapat cyanosis dan dispnea
TTV dalam batas normal
(RR = 16-20 x/menit ; HR = 60 100 x/menit ; suhu : 36-370 C 0,50
C, TD : 120/80mmHg)
IntervensiRasional
Mandiri
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan berbicara/ berbincang
Awasi tanda vital dan irama jantung.
Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Tingggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas secara perlahan atau
nafas bibir sesuai kebutuhan/ toleransi individu. Berguna dalam
evaluasi drajat distress pernafasan dan/ atau kronisnya proses
penyakit.
Takikardi, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kental dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan digunakan bila
batuk tidak efektif.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan nafas untuk menurunkan kolep jalan napas, dispnea, dan
kerja nafas.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sputum pada saluran napas ditandai dengan klien mengeluh
sesak napas, klien mengeluh gelisah, klien mengatakan batuk
berdahak namun dahak tidak dapat dikeluarkan, terdengar suara napas
tambahan: ronchi, RR > 24x/menit.
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif, dengan
kriteria hasil:
Klien tidak mengeluh sesak napas
Klien dapat batuk produktif
Tidak terdenganr suara napas tambahan
RR dalam rentang normal (16-24 x/menit)
IntervensiRasional
Mandiri
Monitor adanya dispnea, sekret dan ada tidaknya batuk
produktif
Berikan posisi yang nyaman untuk memaksimalkan ventilasi yang
potensial untuk masukan O2 seperti posisi semi fowler 300 -
450.
Memposisikan klien untuk dapat dilakukan postural drainase pada
klien
Ajarkan klien untuk batuk produktif dengan cara memaksimalkan
penghirupan nafas lalu dibatukkan.
Kolaborasi:
Pemberian obat penghancur dahak sesuai indikasi seperti
mukolitik dan ekspektoran.
Pemberian terapi inhalasi sesuai indikasi.
Pemberian suction pada klien yang mengalami penurunan kesadaran,
yang sesuai dengan indikasi. Dispnea, sekret dan ada tidaknya batuk
produktif menandakan bersihan jalan nafas klien mengalami
hambatan.
Posisi yang nyaman dan tepat untuk klien dapat meningkatkan
asupan oksigen ke paru paru.
Dilakukannya postural drainase pada klien dapat mengeluarkan
mukus atau sekret pada saluran pernafasan klien.
Batuk produktif diharapkan dapat mengeluarkan dahak pada
saluran nafas klien.
Pemberian obat mukolitik , mucolytic agents yaitu obat yang
dapat mengencerkan dan membersihkan mukus dari saluran pernapasan
dengan memecah sputum (dahak). Mukus seringkali menyebabkan
penyempitan atau bahkan menutup saluran napas hingga menyesakkan
dan membuat sulit bernapas. (contoh mcolytic agents:
acetylcysteine, bromhexine, carbocisteine, eprazinone, erdosteine,
mesna, ambroxol. Ekspektoran adalah obat yang dapat membantu
mengeluarkan mukus dan bahan lain dari paru, bronchi, dan trachea.
Salah satu contoh melubrikasi saluran napas yang teriritasi. Contoh
ekspektoran: potassium iodide, guaifenesin, ipecacuanha,
guaiacolsulfonate, ammonium chloride, sodium citrate. untuk
menunjang kerjanya harus disertai banyak minum air.
Terapi Inhalasi adalah cara pemberian obat via suatu alat
(Nebulizer) yang dapat mengubah obat bentuk cair menjadi uap
(Aerosol) sehingga dapat diinhalasi langsung masuk ke tractus
respiratorius bawah sehingga dapat mengencerkan dahak yang ada pada
saluran nafas klien.
Suction dapat dilakukan pada klien dalam keadaan tidak sadar,
sehingga sekret dan mukus pada saluran nafas klien dapat disedot
dan tidak lagi menghalangi jalan nafas klien.
d. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada mukosa mulut ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada bibir dengan skala nyeri (3-5 dari
5), klien tampak gelisah, tampak lesi pada mukosa mulut.
Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan klien
melaporkan nyeri berkurang/dapat terkontrol dengan criteria hasil
:
Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan
tepat, TTV dalam rentang normal (nadi = 60-100 x/menit, RR=12-20
x/menit, Tekanan darah 120/80 mmHg) Skala nyeri berkurang
IntervensiRasional
Mandiri:
Pantau tanda-tanda vital klien
Berikan lingkungan dan ruangan yang tenang.
Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting.
Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman
Kolaborasi: Berikan analgetik sesuai indikasi. Tanda-tanda vital
dalam rentang normal dapat mengindikasikan bahwa nyeri
berkurang.
Menurunkan reaksi terhadap stimuli dari luar atau sensitivitas
dan meningkatkan istirahat atau relaksasi.
Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
Membantu agar klien merasa rileks dan mengurangi nyeri.
Untuk menghilangkan nyeri yang berat.
e. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai
dengan klien mengeluh demam, tubuh klien teraba hangat, HR >
100x/menit, kulit klien tampak memerah.
Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan criteria hasil:
Suhu dalam rentang normal (36-37,5oC),
Kulit tidak hangat
Tidak ada takikardi,
kulit tidak tampak kemerahan
IntervensiRasional
Mandiri:
Pantau tanda-tanda vital terutama suhu
Berikan kompres hangat
Pertahankan asupan cairan yang adekuat.
Anjurkan klien menggunakan pakaian yang kendur dan tipis serta
menyerap keringat.
Kolaborasi: Berikan antipiretik jika diperlukan Suhu
38,90-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam
dapat membantu dalam diagnosis; misalnya, kurva demam lanjut
berakhir lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumokokal, demam
scarlet ataupun tipoid.
Membantu untuk munurunkan suhu badan klien
Mencegah dehidrasi.
Untuk pengeluaran panas lebih efektif
Pemberian antipiretik dapat menurunkan panas badan klien
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
direncanakan.
5. EVALUASI
No. DxDiagnosa keperawatanEvaluasi
1.PK: infeksi
Klien tidak mengeluh demam.
WBC dalam batas normal (5000-7.000/mm3 )
Integritas kulit dan membrane mukosa tidak mengalami
perdarahan.
Klien tidak teraba hangat.
Suhu tubuh dalam rentang normal (360 C -37,50 C)
2.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveoli ditandai dengan klien mengeluh sesak napas, RR >
24 x/menit, takikardi, dan AGD abnormal.
Klien tidak mengeluh sesak napas.
Klien tidak mengeluh lelah
HR dalam rentang normal (80-100x/menit)
RR dalam rentang normal (16-24 x/menit)
AGD normal.
3.Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum pada sluran napas ditandai dengan klien
mengeluh sesak napas, klien mengeluh gelisah, klien mengatakan
batuk berdahak namun dahak tidak dapat dikeluarkan, terdengar suara
napas tambahan: ronchi, RR > 24x/menit. Klien tidak mengeluh
sesak napas
Klien tidak mengeluh gelisah
Klien dapat batuk produktif.
Tidak terdengar suara napas tambahan: ronchi
RR dalam rentang normal (16-24x/menit)
4.Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada mukosa mulut ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada bibir dengan skala nyeri (3-5 dari
5), klien tampak gelisah, tampak lesi pada mukosa mulut.
Klien tidak mengeluh nyeri pada bibir
Skala nyeri berkurang
Klien tidak tampak gelisah
Tidak tampak lesi pada mukosa mulut.
5.Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai
dengan Klien mengeluh demam, tubuh klien teraba hangat, HR >
100x/menit, kulit klien tampak memerah.
Klien tidak mengeluh demam
Klien tidak teraba hangat
HR dalam rentang normal (60-100x/menit)
Kulit klien tidak tampak memerah. Suhu tubuh dalam rentang
normal (36-37,50 C)
Daftar PustakaCarpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 10. Jakarta:EGC. Doengoes, Marylinn E. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3. Jakarta:EGC Guyton dan
Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kamus Kedokteran Dorland. 1994. Ed.26. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Ed3.
Jakarta: Media Aesculapius. FK UI.
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan.Jakarta: Prima
MedikaPrice, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta:
EGC.Rahayu.2008.Agranulositosis.http://health.detik.com/read/2009/08/27/100837/1190992/770/agranulocytosis.(akses
: 18 Septembar 2010 ).Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
PAGE 1