BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangKetoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi
akut yang paling serius yang terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1,
dan merupaka kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan
mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari
patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak
baru dengan DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan
Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %, sedangkan di Indonesia
dilaporkan antara 33-66 %.
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 8 per
1000 pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau
sekitar 2-5 %. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering pada
anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan setengah dari
penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun. Sementara
itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal
ini.
Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam
pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas.B. Tujuan
Tujuan Instruksional UmumTerciptanya pengetahuan mahasiswa
mengenai segala hal yang berkaitan dengan konsep gawat darurat
penyakit Ketoasidosis Diabetikum.1. Tujuan Instruksional Khususa.
Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan berbagai tanda dan
macam-macam klasifikasi dalam Ketoasidosis Diabetikum.b. Mahasiswa
dapat membuat tindakan perawatan dalam mengatasi atau memecahkan
masalah Ketoasidosis Diabetikum.BAB II
PEMBAHASAN
A. DefinisiKeto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan
dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan
syok. B. EtiologiTerdapat pada orang yang diketahui diabetes oleh
adanya stressor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat
terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidak mampuan untuk
menjalani terapi yang telah ditentukan. Pencetus yang sering
infeksi, stressor-stersor utama lain yang dapat mencetuskan
diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi dengan
steroid dan emosionalC. PatofisiologiAdanya defisiensi insulin baik
secara relatif maupun absolut yang disertai peningkatan
hormon-hormon kontra regulator yakni : glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone, menyebabkan hiperglikemia disertai
peningkatan lipolisis dan produksi keton, yakni : asetoasetat,
-hidroksibutirat dan aseton yang merupakan asam kuat dan dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Hiperglikemia menyebabkan diuresis
osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan kehilangan mineral dan
elektrolit
D. Manifestasi Klinis1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Pengelihatan kabur
4. Lemah
5. Sakit kepala
6. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20
mmHg atau > pada saat berdiri)
7. Anoreksia
8. Mual
9. Muntah
10. Nyeri abdomen
11. Napas aseton
12. Hiperventilasi
13. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
14. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
15. Terdapat keton di urin
16. Napas berbau aseton
17. Badan lemas
18. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena
diuresis osmotik
19. Kulit kering
20. Keringat berlebih
21. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic.
E. KomplikasiFaktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian
akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa
setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang
berat, seperti: renjatan (syok), stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya
penatalaksanaan KAD.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:1. Oedema
paru
2. Hipertrigliserida
3. Infark miokard akut
4. Hipoglikemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkloremia
7. Oedema otak
8. HipokalemiaF. PenatalaksanaanPrinsip terapi KAD adalah dengan
mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan
elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU.
Tujuan penatalaksanaan : 1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi
jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Menghentikan ketogenesis (insulin)3. Koreksi gangguan
elektrolit4. Mencegah komplikasi5. Mengenali dan menghilangkan
faktor pencetus.Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :1.
Penilaian Klinik Awala. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan),
tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran
(GCS), dan derajat dehidrasi.b. Konfirmasi biokimia: darah lengkap
(sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar glukosa darah,
glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.Resusitasi:
1) Pertahankan jalan napas
2) Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
3) Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20
cc/KgBB bolus
4) Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan
naso-gatrik tube untuk menghindari aspirasi lambung
5) Observasi Klinik.
2. Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :a. Frekwensi
nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jamb. Suhu badan
dilakukan setiap 2-4 jamc. Pengukuran balans cairan setiap jamd.
Kadar glukosa darah kapiler setiap jame. Tanda klinis dan
neurologis atas edema serebri f. EKG : untuk menilai gelombang T,
menentukan tanda hipo/hiperkalemiag. Keton urine sampai negatif,
atau keton darah (bila terdapat fasilitas).3. RehidrasiPenurunan
osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.Langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah:a. Tentukan derajat dehidrasi penderita
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia
(corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72
jam
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung
pengukuran serum elektrolitb. Monitoring serum elektrolit dapat
dilakukan setiap 4-6 jamc. Kadar Na yang terukur adalah lebih
rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadid. Artinya :
sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L
setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dLe. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan
dalam > 48 jamf. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau
cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi
kecepatan hidrasig. Kondisi hiponatremia mengindikasikan
overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.5. Penggantian
Kalium Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam
tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau
meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin
dan asidosis teratasi.a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah
dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis
yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairanb.
Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus
ditunda.6. Penggantian BikarbonatBikarbonat sebaiknya tidak
diberikan pada awal resusitasi.a. Terapi bikarbonat berpotensi
menimbulkan:1) Terjadinya asidosis cerebral.2) Hipokalemia.3)
Excessive osmolar load.4) Hipoksia jaringan.5) Terapi bikarbonat
diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal,
dan pada syok yang persistent.6) Jika diperlukan dapat diberikan
1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan
rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari
kebutuhan.7. Pemberian Insulina. Insulin hanya dapat diberikan
setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.b. Insulin yang
digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).c. Dalam
60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.d. Dosis yang digunakan adalah 0,1
unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.e.
Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran
0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan
microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan
rumatan/hidrasi.f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang
diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.g. Bila KGD mencapai 200-300
mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.h. Kadar glukosa darah
yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).i. Bila KGD < 150
mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
Salin.j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan
insulin.k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai <
0,05 unit/kg BB/jam.l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian
glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang
anabolisme.m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris,
lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin,
pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.n. Pada
kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.8. Tatalaksana edema serebri Terapi
harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema
serebri dibuat, meliputi:a. Kurangi kecepatan infus.b. Mannitol
0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).c. Ulangi 2 jam kemudian dengan
dosis yang sama bila tidak ada respon.d. Bila perlu dilakukan
intubasi dan pemasangan ventilator.e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan
segera dilakukan bila kondisi stabil.9. Fase Pemulihan Setelah KAD
teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)
Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi
subkutan.a. Memulai diet per-oral.1) Diet per-oral dapat diberikan
bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.2) Saat
memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai
30 menit sesudah snack berakhir.3) Bila anak dapat menghabiskan
snacknya, bisa dimulai makanan utama.4) Saat memulai makanan,
kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.b. Menghentikan insulin intravena dan
memulai subkutan.1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum
anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan
utama.2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan
utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah
insulin subkutan diberikan.3) Diberikan short acting insulin setiap
6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total
dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.c. Dapat diawali dengan regimen
2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan
malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
G. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Laboratorium a.
GlukosaKadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl.
Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih
rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi
1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi.Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat
mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa
darahnya mencapai 400-500 mg/dl.b. NatriumEfek hiperglikemia
ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap
100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.c.
KaliumIni perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat
cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek
jantung ekstrem di tingkat potasium.d. BikarbonatKadar bikarbonat
serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah
(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi
metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.e. Sel darah lengkap (CBC)Tinggi sel
darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.f. Gas darah
arteri (ABG)pH sering 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi
koma.k. FosforJika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status
gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus
ditentukan.l. Tingkat BUN meningkatAnion gap yang lebih tinggi dari
biasanya.m. Kadar kreatininKenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen
darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi
rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang
terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk
dekompensasi (peruraian) metabolik pada diabetes.
Diabeticketoacidosis(KAD)Hyperosmolarnon
ketoticcoma(HONK)Asidosis laktat
Glukosa plasmaTinggiSangat tinggiBervariasi
KetoneAdaTidak adaBervariasi
AsidosisSedang/hebatTidak adaHebat
DehidrasiDominanDominanBervariasi
HiperventilasiAdaTidak adaAda
2. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik untuk
ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
b. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.c. Gula
darah puasa normal atau diatas normal.d. Essei hemoglobin
glikolisat diatas rentang normal.e. Urinalisis positif terhadap
glukosa dan keton.f. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat
meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian1. Anamnesis :a. Riwayat DMb.
Poliuria, Polidipsic. Berhenti menyuntuk insulind. Demam dan
infeksie. Nyeri perut, mual, mutahf. Penglihatan kaburg. Lemah dan
sakit kepalah. Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau
lebih saat berdiri)i. Hipotensi, Syokj. Nafas bau aseton (bau manis
seperti buah)k. Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)l.
Kesadaran bisa CM, letargi atau komam. Dehidrasi.2. Pengkajian
gawat darurat :a. Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada
tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas.b.
Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan.c. Circulation : kaji nadi,
capillary refill.3. Pengkajian head to toea. Data subyektif :1)
Riwayat penyakit dahulu2) Riwayat penyakit sekarang3) Status
metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi
atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan
faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain
yang mempengaruhi glikosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.b. Data Obyektif :1) Aktivitas / IstirahatGejala
: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidurTanda : Takikardia dan takipnea
pada keadaan istrahat atau aktifitas Letargi/disorientasi,
koma.
2) SirkulasiGejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut,
klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis,
kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.3) Integritas/
Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisiTanda : Ansietas, peka rangsang.
4) EliminasiGejala : Perubahan pola berkemih (poliuria),
nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Nutrisi/CairanGejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak
mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan
berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
6) NeurosensoriGejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).7) Nyeri/kenyamananGejala : Abdomen yang tegang/nyeri
(sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati.
8) PernapasanGejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.
9) KeamananGejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulitTanda :
Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
11) Penyuluhan/pembelajaranGejala : Faktor resiko keluarga DM,
jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan
obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau
tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan :
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.B. Diagnosa
Prioritas
1. Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor
metabolik
2. Pola napas tidak efektif berhubungan hiperventilasi
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volum
aktif.
C. Intervensi1. Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan
factor metabolik
a. Tujuan
1) Efektifnya jalan napas
2) Pengeluaran secret yang efektif
3) Bebas dari dispnea.
b. Intervensi
1) Kaji respon pergantian status pernafasan klien
(ekspirasi-inspirasi)
2) Monitor dispnea dan penurunan RR
3) Kaji riwayat klien penyakit kronik pernafasan
4) Suction apabila diperlukan
5) Kolaborasi dengan klien dan keluarga untuk pemasangan
intubasi dan ventilator
6) Kolaborasi pemberian analgesic dan sedative jika
diperlukan
7) Lakukan analisa gas darah, dan tidal volume
8) Gunakan komunikasi efektif pada klien
9) Jelaskan pada keluarga tentang keadaan klien yang mengalami
dispnea, atau gangguan paru.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasana. Tujuan
1) Pola nafas pasien kembali teratur
2) Respirasi rate pasien kembali normal
3) Pasien mudah untuk bernafas.b. Intervensi
1) Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal
2) Berikan terapi fisik dada termasuk drainase postural
3) Penghisapan untuk pembuangan lendir
4) Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam
bernafas
5) Kolaborasi dalam pemberian farmakologi.3. Defisit volume
cairan berhubungan dengan kehilangan volum aktifa. Tujuan
1) TTV dalam batas normal
2) Pulse perifer dapat teraba
3) Turgor kulit dan capillary refill baik
4) Keseimbangan urin output
5) Kadar elektrolit normal.
b. Intervensi
1) Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih
berlebihan
2) Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah
orthostatic
3) Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
4) Observasi kualitas napas, penggunaan otot asesori dan
cyanosis
5) Observasi ouput dan kualitas urin
6) Timbang BB
7) Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
8) Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan
emosional
9) Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah
dan distensi lambung
10) Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada
vaskuler.
c. Kolaborasi
1) Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
2) Albumin, plasma, dextran
3) Pertahankan kateter terpasang
4) Pantau pemeriksaan lab :
a) Hematokrit
b) BUN/Kreatinin
c) Osmolalitas darah
d) Natrium
e) Kalium
5) Berikan Kalium sesuai indikasi
6) Berikan bikarbonat jika pH