Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Salah satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat adalah Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan bermasyarakatyang dapat diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005). Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007). Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada 2005 1
59

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

Jan 31, 2016

Download

Documents

Erny CayAnk Dya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.

Salah satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat

adalah Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi

psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi

berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,

merasakan dan menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan

bermasyarakatyang dapat diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005).

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di

dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu

dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO

memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami

gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa

memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).

Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa

seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada

2005 tercatat ada 9.841 pasien. Pada 2006 menjadi 11.675 pasien. Setahun

kemudian, tercatat ada 14.064 pasien. Pada 2008 ada 17.822 pasien.

Sedangkan pada 2009, meningkat lagi menjadi 19.936 pasien.

Salah satu gejala negative dari Skizofrenia sendiri adalah dapat

menyebabkan klien mengalami gangguan fungsi sosial dan Isolasi Sosial:

Menarik Diri . Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan

yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Kasus pasien Gangguan Jiwa

yang mengalami gejala Isolasi Sosial: Menarik Diri sendiri tergolong tinggi

yaitu (72%), Maramis mengatakan bahwa klien yang mengalami Isolasi

Sosial: Menarik Diri sebesar 72% dari keseluruhan jumlah kasus Skizofrenia.

1

Page 2: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari pasien Skizofrenia adalah

Isolasi Sosial: Menarik Diri sebagai akibat kerusakan afektif kognitif klien.

Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

ditemukan 75% pasien dengan kasus isolasi sosial : menarik diri. Sedangkan

di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, selama 3 minggu

ditemukan pasien isolasi sosial : menarik diri sebanyak 15 pasien dari jumlah

pasien 23.

Solusi yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi masalah Isolasi

Sosial: Menarik Diri pada pasien dengan Skizofrenia adalah dengan

menggunakan cara Psikofarmakologi dan Non Farmakologi. Dengan cara

Psikofarmakologi dapat menggunakan Antipsikotik yang juga dikenal sebagai

neuroleptik yang digunakan adalah antagonis Dopamin dan antagonis

Serotonin. Sedangkan untuk mengatasi masalah Isolasi Sosial: Menarik Diri

secara Non Farmakologi adalah dengan menerapkan tindakan Asuhan

Keperawatan yang sesuai dengan Standart Operasional Perawatan dan

menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok jenis Sosialisasi. Kedua solusi diatas

dapat berlangsung baik jika dapat ditunjang dengan keterlibatan dan peran

serta aktif keluarga agar pasien dapat segara sembuh dan dapat kembali hidup

secara produktif dimasyarakat.

Berdasarkan hal - hal di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih

lanjut tentang gangguan isolasi sosial: menarik diri sebagai tugas Keperawatan

Jiwa yang berjudul : “Asuhan Keperawatan Pada Tn.S dengan gangguan

Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat

diambil adalah ”Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada

Tn.S dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.

2

Page 3: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan adalah :

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan

gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian mulai dari pengumpulan data,

validasi data, sampai dengan identifikasi data.

b. Mampu merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada

pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta.

c. Mampu membuat rencana Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan

gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta.

d. Mampu melakukan Strategi Pelaksanan pada pasien dengan gangguan

Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

e. Mampu mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta.

f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang telah

dilakukan pada pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara

penanganan atau penatalaksanaan pasien dengan masalah kejiwaan Isolasi

Sosial: Menarik Diri.

3

Page 4: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

2. Manfaat Praktis

a. Rumah Sakit

Mengetahui metode keperawatan yang digunakan untuk mengatasi

pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri

b. Perawat

Mengetahui bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan yang

komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien

dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri

c. Penulis

Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan 

asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri

dan bisa membandingkan antara teori dengan kenyataan.

d. Pasien dan Keluarga

1) Memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien

2) Mengurangi tanda dan gejala yang dialami oleh pasien

3) Keluarga lebih mengetahui  tanda dan gejala pasien dengan Isolasi

Sosial: Menarik Diri

4) Dapat mengetahui bagaimana cara merawat pasien dengan isolasi

sosial: Menarik Diri

4

Page 5: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori Isolasi Sosial : Menarik Diri

1. Definisi

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan

yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu

kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi

tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito, 2007).

Isolasi sosial merupakan kesendirian yang dialami individu dan

dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang

negative atau mengancam (Kim, 2006).

2. Penyebab

Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan

negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal

mencapai keinginan yang ditandai dengan perasaan malu terhadap diri

sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,

merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri

(Carpenito, 2007).

3. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh

faktor internal maupun eksternal, meliputi :

a. Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,

terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah

dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,

kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.

5

Page 6: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

b. Stressor biokimia

1) Teori Dopamine

Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta

tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan

meningkatkan dopamine dalam otak.

3) Faktor endokrin

Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien

skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena

dihambat oleh dopamin.

4) Viral hipotesis

Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik

diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel

otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia

sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun

biologis.

d. Stressor Psikologis

Kesemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya

kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas

kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya

kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan

berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

4. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :

a. Faktor Perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui

individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak

dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.

Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi

6

Page 7: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

individu dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya

stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh

pada bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan

menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan

tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain

maupun lingkungan lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang

hangat sangat penting pada masa ini, agar anak tidak merasa

diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk (2008) tahap-tahap

perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari :

1) Masa bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi

kebutuhna biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan

antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan percaya

yang mendasar hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi

hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang

mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada

masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan

orang lain pada masa berikutnya.

2) Masa kanak-kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang

mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai

membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi

apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat

membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang

konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat

menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,

orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah

laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus

diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk

sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi

dan berkompromi dengan orang lain.

7

Page 8: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

3) Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang

intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan

mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari

perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya

hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi

hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan

individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada

hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila

remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan

tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun

tergantung pada remaja.

4) Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta

mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya

maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan

mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan

orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap

untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan

mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada

dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

5) Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,

ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan

ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru

yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan

dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang

interdependen antara orang tua dengan anak.

6) Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik

kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup,

8

Page 9: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

teman maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan

tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun

kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk

mengembangkan gangguan tingkah laku antara lain :

1) Sikap bermusuhan/hostilitas

2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.

3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan

untuk mengungkapkan pendapatnya.

4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada

pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,

kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam

pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka engan

musyawarah.

5) Ekspresi emosi yang tinggi.

6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat

bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan

faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga

disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu

keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan

sosial.

d. Faktor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.

Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota

keluarganya menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada

kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia

adalah 58 %, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%.

Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,

9

Page 10: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,

diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Purba, dkk (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat

ditemukan dengan wawancara, adalah :

a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.

d. Pasien merasa bosam dan lambat menghabiskan waktu.

e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

f. Pasien merasa tidak berguna.

g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

6. Penatalaksanaan

a. Terapi Psikofarmaka

1) Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat

normal sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-

fungsi mental : faham halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku

yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi

kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial

dan melakukan kegiatan rutin.

Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,

hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,

gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia

akut, akathsia sindrom pasrkinson). Gangguan endokrin

(amenotrhe). Metabolik (soundiee). Hematologik, agranulosis,

biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi

terhadap penyakit hati, penyakut darah, epilepsi, kelainan jantung

(Andrey, 2010).

10

Page 11: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

2) Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam

fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki

efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi,

hidung tersumbat, mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan

irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit

darah, epilepsi, kelainan jantung (Andrey, 2010).

3) Trihexyphenidil (THP)

4) Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan

idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpina dan

fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,

penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,

konstipasi, takikardi, dilatasi ginjal, retensi urine. Kontrainsikasi

terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut

sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

b. Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat

diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari 3 SP dengan

masing-masing pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat

mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien

mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak

berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan

memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke

dalam kegiatan harian.

Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian

pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara

berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan

kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu

kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan

harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua

11

Page 12: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukan ke dalam

jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk, 2008).

c. Terapi Kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami

ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedaka

menjadi :

1) Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan sehari-hari yang meliputi :

Bangun tidur, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).

Waktu mandi yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam

kegiatan mandi dan sesudah mandi, ganti pakaian, makan dan

minum, menjaga kebersihan diri, menjaga keselamatan diri, pergi

tidur.

2) Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan

sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :

kontak sosial terhadap teman, kontak sosial terhadap petugas,

kontak mata waktu berbicara, bergaul, mematuhi tata tertib, sopan

santun, menjaga kebersihan lingkungan.

7. Psikopatologi

a. Rentang Respon Sosial

(Stuart dan Sudeen, 2005)

12

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitut

Otonomi

Kebersamaan

Saling

Ketergantungan

Kesepian

Menarik Diri

Ketergantungan

Manipulasi

Impulsif

Narkisme

Page 13: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

Keterangan dari rentang respon sosial :

1) Solitut (menyendiri) : solitut atau menyendiri merupakan respon

yang dibutuhkan seseorang untuk merenungi apa yang telah

dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara untuk

menentukan langkahnya.

2) Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

3) Kebersamaan (Mutualisme) : perilaku saling ketergantungan dalam

membina hubungan interpesonal.

4) Saling ketergantungan (Interdependen) : suatu kondisi dalam

hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk

saling memberi dan menerima.

5) Kesepian : kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak

adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.

6) Menarik diri : kondisi dimana seseorng tidak dapat

mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.

7) Ketergantungan (Dependent) : suatu keadaan individu yang tidak

menyendiri, tergantung pada orang lain.

8) Manipulasi : individu berinteraksi dengan diri sendiri atau pada

tujuan bukan beriorientasi pada orang lain/tidak dapat dekat

dengan orang lain.

9) Impulsive : keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan

sesuatu, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat

diandalkan.

10) Narkisme : secara terus menerus berusaha mendapatkan

penghargaan dan pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak

mendukungnya.

13

Page 14: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

b. Pohon Masalah

Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

Mekanisme Koping Tidak Efektif

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(Keliat, Budiana. 2011)

8. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

b. Isolasi Sosial : menarik diri

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

9. Intervensi Keperawatan

a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

Tujuan : klien mampu mengontrol halusinasi

Kriteria hasil :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

2) Klien dapat mengenal halusinasi : jenis, isi, waktu, dan frekuensi

halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yang sudah

dilakukan.

3) Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengontrol

halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang

lain, terlibat atau melakukan kegiatan, dan minum obat.

4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5) Klien dapat ,inum obat dengan bantuan minimal.

6) Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

14

Isolasi SosialDefisit

Perawatan Diri

Page 15: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

Intervensi Keperawatan :

SP 1

1) Bina hubungan saling percaya.

2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.

3) Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan

halusinasi, respon klien terhadap halusinasi.

4) Ajarkan klien menghardik halusinasi.

5) Anjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi dalam

jadwal kegiatan harian.

SP 2

1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.

2) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap

dengan orang lain.

3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 3

1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.

2) Latih klien mengendalikan halusinasi denhan melakukan kegiatan

(kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah).

3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 4

1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.

2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara

teratur.

3) Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

4) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.

5) Anjurkan klien mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi

yang sudah diajarkan.

6) Anjurkan klien memilih salah satu cara mengontrol halusinasi yang

sesuai.

15

Page 16: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

b. Isolasi sosial : menarik diri

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan klien

dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun

berkelompok.

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.

3) Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

4) Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan sengan orang lain.

5) Terlibat dalam aktivitas sehari-hari

Intervensi Keperawatan :

Psikoterapeutik klien

SP 1

1) Bina hubungan saling percaya.

2) Identifikasi penyebab isolasi sosial.

3) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian dalam

berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain.

4) Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.

5) Anjurkan pada pasien untuk memasukan kegiatan berkenalan

dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah.

SP 2

1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.

2) Beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan

dua orang.

3) Ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik

tertentu.

4) Anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.

SP 3

1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.

16

Page 17: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

2) Beri kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan

dengan 4 orang.

3) Berikan reinforcement positif.

SP 4

1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.

2) Jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat,

dan efek samping obat).

3) Anjurkan pada klien untuk bersosialisasi dengan individu atau

kelompok.

4) Anjurkan klien memasukan kegiatan besosialisasi dalam jadwal

kegiatan harian klien.

5) Berikan reinforcement positif.

17

Page 18: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Asuhan keperawatan pada Tn. S di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Dengan ini

penulis mengkaji Tn. S pada hari Selasa, 30 Juni 2015 dan dikelola selama

empat hari.

1. Identitas Diri Klien

Pada data biografi didapatkan nama adalah Tn. S berumur 35 tahun

berjenis kelamin laki-laki dan alamatnya di Wonogiri. Pasien belum

menikah, beragama Islam, asli orang Jawa. Pendidikan terakhir pasien

adalah SMP. Pekerjaannya yaitu buruh. Yang bertanggung jawab atas

pasien yaitu Tn. N alamatnya di Wonogori, beliau merupakan ayah

kandung klien. Sumber informasi didapatkan dari pasien.

2. Alasan Masuk Rumah Sakit Sekarang

Pasien mengatakan sebelumnya dirumah berkelahi dengan temannya

karena masalah pribadi, kemudian dirumah klien mengatakan suka

mengamuk, jika mengamuk klien suka banting-banting barang yang

disekitarnya. Pada tanggal 7 Juni 2015 klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta oleh ayah dan kakak laki-laki kandungnya. Pada saat

pengkajian klien mengatakan sudah tidak ingin marah lagi, pasien suka

menyendiri.

3. Faktor Predisposisi

Pasien mengatakan sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta pada tahun 2014, ibu pasien meninggal 3 tahun yang

lalu, kakak klien meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan

percobaan bunuh diri sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh

temannya.

18

Page 19: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

4. Faktor presipitasi

Pasien mengatakan pada saat dirumah sering mengamuk, ketika

mengamuk klien membanting barang yang ada disekitarnya, klien

mengatakan malas untuk minum obat, klien mengakui bahwa obat tersebut

tidak diminum melainkan diletakkan tas. Alasan klien tidak mau minum

obat karena tidak ada dukungan dan pengawasan dari keluarganya.

5. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien saat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu Baik,

tingkat kesadaran Compos Metis, hasil pengukuran tanda-tanda vital

didapatkan TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36 oC,

BB : 55 kg, TB : 160 cm, tidak ada keluhan fisik, dan tidak ada riwayat

pengobatan fisik.

6. Psikososial

a. Genogram

Keterangan :

Klien lahir dari seorang ibu dan ayahnya, memiliki saudara

kandung 7. Saudara pertama dan kedua laki-laki, ketiga, keempat dan

kelima perempuan, keenam laki-laki dan sudah meninggal, pasien

merupakan anak ke 7.

Sejak kecil klien diasuh oleh kedua orang tuanya. Jika ada masalah

klien selalu menceritakan pada ibunya, namun sejak ibunya meninggal

klien lebih suka memendam masalahnya sendiri.

b. Konsep Diri

1) Citra Diri

Klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya serta semua anggota

tubuhnya karena berfungsi dengan baik.

2) Identitas Diri

Klien berjenis kelamin laki-laki, berusia 35 tahun, dan belum

menikah. Pasien puas dengan jenis kelaminnya.

3) Peran Diri

19

Page 20: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

Klien berperan sebagai anak ke 7 (anak ragil). Klien bekerja

sebagai buruh dan klien tidak puas dengan pekerjaannya, namun

klien tidak bisa berbuat apa-apa.

4) Ideal Diri

Klien mengatakan ingin cepat sembuh, mendapatkan kehidupan

yang lebih baik dan diterima oleh masyarakat.

5) Harga Diri

Klien mengatakan malu, minder dan merasa bersalah ketika ia

tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya.

c. Hubungan Sosial

Klien mengatakan dirumah dekat dengan ibunya, namun semenjak

ibunya meninggal klien lebih suka menyendiri. Dirumah sakit klien

mengatakan lebih nyaman sendiri, klien tampak jarang kumpul dengan

teman-temannya. Dari hasil observasi perilaku klien lebih suka duduk

diatas tempat tidur sendiri, daripada kumpul dengan teman-temannya.

d. Spiritual dan Religi

Klien mengatakan baragama islam, namun klien jarang sholat 5 waktu.

7. Status Mental

Penampilan fisik, klien berpenampilan rapi, bersih, rambut rapi,

menggunakan pakaian yang telah ditentukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta. Pembicaraan, klien berbicara seperlunya, bicara lambat dan

singkat. Alam perasaan, sedih, rasa bersalah, rasa tidak berguna, putus

asa, murung, suka menyendiri. Afek klien tumpul, interaksi selama

wawancara kontak mata klien tidak ada, kooperatif, klien menceritakan

perasaannya.

Persepsi, klien tidak mengalami ilusi maupun halusinasi. Proses pikir

klien sirkumtansial, isi pikir klien memiliki ide bunuh diri, rasa bersalah

yang berlebihan, klien mengatakan sering diejek oleh masyarakat. Tingkat

kesadaran klien baik dan konsentrasi berhitung klien baik. Memory, klien

mampu mengingat dengan baik, klien mampu mengingat kapan pertama

kali disini walau hanya tahunnya, dan tau siapa yang membawa kesini.

20

Page 21: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

8. Kebutuhan Persiapan Pulang

Makan/minum klien tidak pernah makan nasi, hanya makan sayur dan

lauk, klien mengatakan tidak suka dengan nasi, klien makan menggunakan

sendok, klien selalu membersihkan alat makan dan klien minum air putih.

BAB dan BAK klien di toilet, membersihkan wc, membersihkan diri dan

merapihkan pakaian. Klien mandi 2x sehari, menyikat gigi, cuci rambut

secara mandiri. Klien mampu memilih dan mengenakan pakaian dengan

baik, klien ganti baju 1x sehari, klien menggunakan alas kaki.

Istirahat dan tidur, klien mengatakan tidur malam jam 21.00 wib,

bangun jam 05.00 wib, siang hari kadang-kadang tidur, tidak ada

persiapan sebelum tidur, klien melakukan aktivitas setelah bangun tidur

seperti merapihkan tempat tidur. Penggunaan obat, klien minum obat 2x

sehari pagi dan malam, diberikan per oral.

Kegiatan di dalam rumah, klien lebih suka berdiam diri di kamar,

kadang menyapu lantai. Kegiatan di luar rumah, klien mengatakan kerja

sebagai tukang parkir, menjadi anggota karang taruna dan suka bermain

voli.

9. Mekanisme Koping

Dari hasil pengkajian didapatkan mekanisme koping klien yang adaptif

selama dirumah yaitu bekerja, menceritakan masalah dengan ibunya, dan

olahraga. Sedangkan mekanisme koping yang maladaptif selama dirumah

didapatkan data yaitu melamun, menyendiri, marah-marah, ngamuk,

merusak barang disekitarnya, dan pergi dari masalah.

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Pasien mengatakan jarang atau tidak pernah keluar rumah, dan

bertemu dengan tetangganya karena masyarakat selalu mengejek pasien

dan pasien mengatakan sudah sering mendengar ejekan masyarakat.

11. Aspek medik

Diagnosa medis yaitu F 20.3, terapi medik yang diberikan yaitu

Risperidone 2 x 2 mg dan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg.

21

Page 22: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

1. Analisa Data

No Tanggal Data Masalah

1 Selasa,

30 Juni

2015

DS :

- Klien mengatakan sejak SD

kelas 3 lebih nyaman

menyendiri.

- Klien mengatakan jika ada

masalah selalu diam.

- Klien mengatakan tidak

mempunyai banyak teman.

DO :

- Klien tampak menyendiri

- Frekuensi suara lambat dan

pelan.

- Bicara sedikit dan singkat

- Menjawab pertanyaan

seadanya saja

- Tidak ada kontak mata

- Tampak tidak mau bergabung

dengan teman-temannya.

Isolasi Sosial :

Menarik Diri

2 Selasa,

30 Juni

2015

DS :

-Klien mengatakan hidupnya tidak

berguna.

-Klien mengatakan merasa

bersalah tidak bisa melakukan

apa-apa untuk ibunya.

-Klien mengatakan pernah

melakukan percobaan bunuh

diri sebanyak 3x.

DO :

Gangguan

konsep diri :

Harga Diri

Rendah

22

Page 23: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

-Klien tampak sedih

-Murung

-Mengungkapkan malu atau

minder untuk bergabung

dengan teman-temannya.

-Klien lebih suka menyendiri

-Aktivitas klien hanya duduk

diatas tempat tidur dan

melamun.

2. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Akibat

(Core Problem)

Sejak SD kelas 3 lebih nyaman untuk menyendiri Penyebab

Sering diejek oleh masyarakat

Merasa bersalah ketika tidak bisa melakukan apa-apa untuk ibunya

3. Diagnosa Keperawatan

a. Isolasi Sosial : Menarik Diri

b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

C. Intervensi Keperawatan

No Dx. Kep Tujuan Intervensi

1 Isolasi sosial :

menarik diri

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 4x pertemuan

diharapkan klien

dapat berinteraksi

dengan orang lain

baik secara individu

Psikoterapeutik klien

SP 1

1) Bina hubungan saling

percaya.

2) Identifikasi penyebab

isolasi sosial.

3) Diskusikan bersama

23

Isolasi Sosial

Page 24: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

maupun berkelompok

dengan kriteria hasil :

1) Klien dapat

membina

hubungan saling

percaya.

2) Dapat

menyebutkan

penyebab isolasi

sosial.

3) Dapat

menyebutkan

keuntungan

berhubungan

dengan orang lain.

4) Dapat

menyebutkan

kerugian tidak

berhubungan

sengan orang lain.

5) Terlibat dalam

aktivitas sehari-

hari

klien tentang

keuntungan dan

kerugian dalam

berinteraksi dan tidak

berinteraksi dengan

orang lain.

4) Ajarkan klien cara

berkenalan dengan satu

orang.

5) Anjurkan pada pasien

untuk memasukan

kegiatan berkenalan

dengan orang lain

dalam jadwal kegiatan

harian dirumah.

SP 2

1) Evaluasi pelaksanaan

dari jadwal kegiatan

harian klien.

2) Beri kesempatan pada

klien mempraktekan

cara berkenalan dengan

dua orang.

3) Ajarkan klien

berbincang-bincang

dengan dua orang

tentang topik tertentu.

4) Anjuran pada klien

untuk memasukan

kegiatan berbincang-

bincang dengan orang

24

Page 25: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

lain dalam jadwal

kegiatan harian klien.

SP 3

1) Evaluasi pelaksanaan

dari jadwal kegiatan

harian klien.

2) Beri kesemapatan pada

klien mempraktekan

cara berkenalan dengan

4 orang.

3) Berikan reinforcement

positif.

SP 4

1) Evaluasi pelaksanaan

dari jadwal kegiatan

harian klien.

2) Jelaskan tentang obat

yang diberikan (jenis,

dosis, waktu, manfaat,

dan efek samping obat).

3) Anjurkan pada klien

untuk bersosialisasi

dengan individu atau

kelompok.

4) Anjurkan klien

memasukan kegiatan

besosialisasi dalam

jadwal kegiatan harian

klien.

5) Berikan reinforcement

positif.

25

Page 26: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

D. Implementasi dan Evaluasi

Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf

Isolasi

sosial :

menarik

diri

Selasa,

30 Juni

2015

1. Membina hubungan

saling percaya dengan

menggunakan

komunikasi terapeutik.

2. Mengajarkan SP 1

a. Mengidentifikasi

penyebab isolasi

sosial.

b. Mendiskusikan

bersama klien

tentang keuntungan

dan kerugian dalam

berinteraksi dan

tidak berinteraksi

dengan orang lain.

c. Mengajarkan klien

cara berkenalan

dengan satu orang.

d. Memasukan dalam

jadwal latihan

harian.

S :

-Klien mengatakan

sejak SD kelas 3

lebih nyaman

menyendiri.

-Klien mengatakan

jika ada masalah

selalu diam.

-Klien mengatakan

tidak

mempunyai

banyak teman.

O :

-Klien tampak

menyendiri

-Frekuensi suara

lambat dan

pelan.

-Bicara sedikit dan

singkat

-Menjawab

pertanyaan

seadanya saja

A :

26

Page 27: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

SP 1 belum

tercapai. Pasien

masih diam belum

mampu berkenalan

dengan teman-

temannya.

P :

Perawat :

-Ulangi SP 1

-Edukasi cara

berkenalan

dengan 1 orang.

Klien :

-Motivasi klien

untuk

berkenalan

dengan 1 orang.

Rabu,

1 Juli

2015

1. Membina hubungan

saling percaya dengan

menggunakan

komunikasi terapeutik.

2. Mengajarkan SP 1

a. Mengidentifikasi

penyebab isolasi

sosial.

b. Mendiskusikan

bersama klien

tentang keuntungan

dan kerugian dalam

berinteraksi dan

tidak berinteraksi

S :

-Klien mengatakan

dari kelas 3 SD

lebih nyaman

menyendiri.

-Pasien

mengatakan

perasaannya

lebih baik

setelah

berkenalan.

O :

-Pasien tampak

berkenalan

27

Page 28: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

dengan orang lain.

c. Mengajarkan klien

cara berkenalan

dengan satu orang.

d. Memasukan dalam

jadwal latihan

harian.

dengan 1 orang

-Pasien tampak

lebih tenang.

A :

SP 1 tercapai,

pasien mampu

berkenalan dengan

orang lain (1 orang)

P :

Perawat :

-Evaluasi SP 1

-Ajarkan SP 2

Klien :

-Motivasi klien

untuk

berkenalan

Kamis,

2 Juli

2015

1. Mengajarkan SP 2

a. Mengevaluasi

pelaksanaan dari

jadwal kegiatan

harian klien.

b. Memberi

kesempatan pada

klien

mempraktekan cara

berkenalan dengan

dua orang.

c. Mengajarkan klien

berbincang-bincang

dengan dua orang

tentang topik

S :

-Klien mengatakan

sudah

mempunyai

teman.

-Klien mengatakan

walaupun sudah

punya teman

masih suka

menyendiri.

O :

-Pasien tampak

bergabung

dengan 1 atau 2

orang.

28

Page 29: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

tertentu.

d. Menganjurkan pada

klien untuk

memasukan dalam

jadwal kegiatan

harian.

-Pasien tampak

masih suka

menyendiri.

A :

SP 2 belum

tercapai. Klien

mampu berkenalan

dengan 2 orang

namun klien masih

suka menyendiri.

P :

Perawat :

-Evaluasi SP 1

-Ulangi SP 2

Klien :

-Motivasi klien

untuk

berkenalan

dengan orang

lain.

Jumat,

3 Juli

2015

1. Mengajarkan SP 2

a. Mengevaluasi

pelaksanaan dari

jadwal kegiatan

harian klien.

b. Memberi

kesempatan pada

klien

mempraktekan cara

berkenalan dengan

dua orang.

S :

Klien

mengatakan

sudah

berkenalan

dengan 2 orang

namun tidak

menceritakan

tentang topik

tertentu.

O :

29

Page 30: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

c. Mengajarkan klien

berbincang-bincang

dengan dua orang

tentang topik

tertentu.

Menganjurkan pada

klien untuk

memasukan dalam

jadwal kegiatan

harian.

-Pasien tampak

lebih senang.

-Pasien tampak

gabung dengan

teman-temannya

A :

SP 2 tercapai.

Pasien mampu

berkenalan dengan

2 orang

P :

Perawat :

-Evaluasi SP 1, 2

-Ajarkan SP 3

Klien :

-Motivasi klien

untuk

bersosialisasi.

BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini penulis  membahas tentang laporan kasus yang telah di uraikan pada

bab sebelumnya yaitu  tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan

Isolasi Sosial : Menarik Diri di uang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta. Dalam hal ini penulis membahas tentang sejauh mana kesenjangan

antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yaitu dengan melalui tahapan proses

keperawatan. Tahapan proses keperawatan ini terdiri dari pengkajian, perumusan

30

Page 31: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

diagnosa keperawatan, penyususnan rencana keperawatan, implementasi serta

evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan ini dilakukan selama tiga hari yaitu

dari tanggal   30 Juni - 3 Juli 2015.

A. Pengkajian

Pasien masuk pada tanggal 7 Juni 2015 dan dilakukan pengkajian pada

tanggal 30 Juni 2015. Data pengkajian diperoleh dari pasien, dilakukan

dengan wawancara dan mengobservasi secara langsung keadaan pasien.

Penulis memulai pengkajian dengan menggali faktor predisposisi yang

merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa pada Tn. S.

Berdasarkan keterangan pasien, Pasien sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta, ibu pasien meninggal 3 tahun yang lalu, kakak klien

meninggal 2 tahun yang lalu. Klien pernah melakukan percobaan bunuh diri

sebanyak 3 kali. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa, klien sering dipukul oleh temannya.

Faktor presipitasi berdasarkan catatan keperawatan, Pasien mengatakan

kambuh karena putus obat, semenjak ibu meninggal klien merasa hidupnya

tidak berarti lagi, klien dirumah hanya dengan ayahnya, dan klien lebih suka

menyendiri. Faktor ini sesuai dengan pendapat Stuart (2007, hlm. 280) bahwa

faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa

kehidupan yang menimbulkan stres. Hal ini yang menyebabkan klien menarik

diri dari lingkungan.

Berdasarkan pengkajian terhadap status mental, penulis mendapatkan data

isolasi sosial seperti afek tumpul, pembicaraan dengan nada yang pelan dan

lambat, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien tampak lesu,

malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan

waktunya ditempat tidur. Hal ini sesuai dengan pengkajian teoritis menurut

Keliat (2010, hlm. 93) bahwa pengkajian status mental pada pasien isolasi

sosial akan didapatkan data bahwa, pasien mengatakan malas bergaul

dengan orang lain, pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat

dan meminta untuk sendirian, pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan

orang lain, pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain,

31

Page 32: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

pasien merasa tidak aman dengan orang lain, pasien mengatakan tidak bisa

melangsungkan hidup, pasien mengatakan merasa bosan dan lambat

menghabiskan waktu.

B. Diagnosa Keperawatan

Data yang telah diperoleh dari pengkajian, kemudian dilakukan proses

analisa dan pengelompokkan data berdasarkan respon pasien terhadap masalah

tersebut. Akhirnya penulis merumuskan dua diagnosa keperawatan pada Tn. S,

antara lain : menarik diri : isolasi sosial, harga diri rendah. Kedua diagnosa

tersebut disusun membentuk pohon masalah yang terdiri penyebab, core

problem dan akibat, sebagaimana landasan teori menurut (Keliat, Budiana.

2011).

Penulis menyusun pohon masalah disesuaikan dengan diagnosa yang

muncul pada pasien. Diagnosa isolasi sosial menjadi core problem pada

masalah Tn. S, karena data yang didapat sangatlah aktual. Pasien tampak

sering menyendiri dari teman-temannya, pasien tampak tidak berinteraksi

dengan orang lain, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien banyak

diam, pasien tidak mau mengikuti kegiatan, pasien tampak lesu, afek tumpul

serta, pasien malas beraktivitas.

Penulis mengangkat diagnosa harga diri rendah sebagai diagnosa

penyebab karena didapatkan data bahwa Klien mengatakan hidupnya tidak

berguna, Klien mengungkapkan rasa bersalah, dan klien mengatakan pernah

melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 3x.

C. Intervensi Keperawatan

Penyusunan rencana keperawatan pada Tn. S telah sesuai dengan rencana

perawatan teoritis menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99), namun tetap

disesuaikan kembali dengan kondisi pasien. Sehingga tujuan dan kriteria hasil

diharapkan dapat tercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan

yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas diagnosa, tujuan, sampai

kriteria hasil yang akan diharapkan. Merencanaan satu diagnosa dalam

perencanaan yaitu isolasi sosial, sedangkan diagnosa lainnya tidak dilakukan

rencana maupun tindakan keperawatan karena ketika dilakukan pengkajian

32

Page 33: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

tanda dan gejala yang menguatkan ditegakkannya diagnosa tersebut tidak

muncul.

Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri, Penulis

merencanakan untuk dilakukan tindakan keperawatan dengan strategi

pelaksanaan 1-4. Dari SP 1 yaitu bina hubungan saling percaya, identifikasi

penyebab isolasi sosial, diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan

kerugian dalam berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, ajarkan

klien cara berkenalan dengan satu orang, anjurkan pada pasien untuk

memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan

harian dirumah. SP 2 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian

klien, beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua

orang, ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik

tertentu, anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang

dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.

SP 3 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien, beri

kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 4 orang,

berikan reinforcement positif. Dan SP 4 yaitu evaluasi pelaksanaan dari

jadwal kegiatan harian klien, jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis,

dosis, waktu, manfaat, dan efek samping obat), anjurkan pada klien untuk

bersosialisasi dengan individu atau kelompok, anjurkan klien memasukan

kegiatan besosialisasi dalam jadwal kegiatan harian klien, dan berikan

reinforcement positif.

D. Implementasi Keperawatan

Penulis melakukan implementasi keperawatan mulai dari tanggal 30 Juni

sampai dengan 3 Juli 2015. Secara umum semua implementasi yang dilakukan

sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.

Penulis melaksanakan implementasi keperawatan menggunakan tahapan

strategi pelaksanaan. Tahapan ini digunakan agar mempermudah

perawat dalam memberikan terapi secara sistematis dan tetap memperhatikan

kebutuhan pasien. Untuk mengatasi masalah isolasi sosial : menarik diri,

pada hari pertama dan kedua tanggal 30 juni – 1 juli 2015, penulis

33

Page 34: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

melakukan tindakan keperawatan SP 1 yaitu : membina hubungan saling

percaya, membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, membantu

pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara

mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman, membantu pasien

mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, mengajarkan pasien

untuk berkenalan dengan 1 orang, memasukan dalam jadwal latihan pasien.

Pada hari ketiga dan keempat tanggal 2 – 3 Juli 2015, penulis melakukan

tindakan keperawatan SP 2 yaitu : mengevaluasi pelaksanaan dari jadwal

kegiatan harian klien, member kesempatan pada klien mempraktekkan cara

berkenalan dengan 2 orang, mengajarkan klien berbincang-bincang dengan

dua orang tentang topik tertentu, menganjurkan pada klien untuk memasukan

dalam jadwal kegiatan harian.

E. Evaluasi

Diagnosa keperawatan : isolasi sosial : menarik diri untuk hari ke-4 pada

tanggal 3 Juli 2015 dilakukan tindakan keperawatan SP 2. Dan pada SP 2 dapat

teratasi dibuktikan dengan penilaian penulis terhadap perkembangan pasien

selama tiga hari yaitu pasien mampu mempraktikan cara berkenalan dengan

perawat, pasien mampu berkenalan dengan 1 orang, pasien mampu berkenalan

dengan 2 orang. Dari ketiga cara diatas, sebagian besar pasien dapat

mempraktekkannya secara mandiri tanpa harus diingatkan.

Penulis menyadari bahwa proses keperawatan tidak dapat berakhir dalam

satu periode, melainkan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tindakan

yang berkelanjutan. Perkembangan yang ditunjukan oleh Tn. S masih perlu

dilakukan observasi lebih lanjut, karena evaluasi yang diharapkan belum

tercapai sepenuhnya, maka diperlukan adanya modifikasi secara khusus dalam

menyusun rencana keperawatan agar tujuan dan kriteria hasil yang telah

disusun dapat tercapai.

34

Page 35: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan

isolasi sosial : menarik diri, maka bab ini penulis akan menyimpulkan dan

memberikan saran alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya

penyelesaian masalah apa pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.

Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan

isolasi sosial, penulis menyimpulkan:

35

Page 36: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

1. Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang

negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Isolasi sosial adalah suatu

keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapkan

untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan

tersebut (Carpenito, 2007).

2. Pengkajian pada Tn. S dilakukan melalui wawancara, dan mengobservasi

secara langsung keadaan pasien.

3. Analisa data penulis peroleh dari hasil wawancara antara penulis dengan

pasien.

4. Diagnosa keperawatan yang ditemukan dan dirumuskan pada Tn. S adalah

isolasi sosial : menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri rendah.

5. Perencanaan keperawatan kepada Tn.S dilakukan oleh penulis sesuai

dengan kondisi pasien, mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang ingin

dicapai dan berpedoman pada buku.

6. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan berdasarkan

rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya.

7. Evaluasi yang dicapai oleh penulis dalam melakukan tindakan

keperawatan pada tanggal 30 Juni-3 Juli 2015 dengan hasil masalah isolasi

sosial : menarik diri tercapai hingga SP 2.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran

sebagai pertimbangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan, ksususnya

pada pasien dengan isolasi sosial.

1. Saran untuk perawat dan teman sejawat

a. Untuk pasien isolasi sosial mereka membutuhkan sentuhan, atau

perhatian sebaiknya lakukan asuhan keperawatan dengan sebaik-

baiknya.

b. Berikan pendidikan kesehatan untuk pasien dengan gangguan isolasi

sosial mengenai gangguan jiwa.

36

Page 37: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial

c. Berikan motivasi dan support pada pasien dengan gangguan isolasi

sosial.

d. Berikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik, bina

hubungan saling percaaya terlebih dahulu sehingga pasien khususnya

pasien isolasi sosial mau mengungkapkan perasaannya.

e. Ajak pasien untuk mengikuti kegiatan sosialisasi, atau ikut sertakan

pasien dalam terapi aktivitas kelompok.

2. Saran untuk pasien

a. Jika ada masalah apapun itu jangan memendamnya sendiri, ceritakan

pada orang terdekat dan mencari solusinya bersama untuk

memecahkan masalah

b. Sadarilah penyakit yang dideritanya, jangan pernah putus obat.

c. Jangan pernah malu ataupun minder dengan penyakit yang diderita

ataupun masalah yang kalian hadapi.

3. Saran untuk keluarga dan masyarakat

a. Keluarga dan masyarakat hendaknya dapat mengenal gangguan jiwa

bukan sebagai suatu penyakit yang sangat meresahkan masyarakat.

b. Khususnya kepada keluarga agar memberikan dukungan bagi proses

penyembuhan pasien, baik berupa materil maupun berupa support

dalam hal kecil seperti kunjungan terhadap keluarganya yang ada

dirumah sakit khusus.

c. Masyarakat hendaknya jangan mengucilkan ataupun menghina pasien

gangguan jiwa khususnya isolasi sosial, karena sesungguhnya mereka

membutuhkan masyarakat sekitar untuk mensupport pasien.

d. Keluarga sebaiknya melakukan pendekatan sesering mungkin, dan

berikan motivasi pada pasien isolasi sosial untuk dapat

mengungkapkan perasaannya.

37