BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Salah satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat adalah Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan bermasyarakatyang dapat diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005). Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007). Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada 2005 1
59
Embed
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. s Dengan Isolasi Sosial
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.
Salah satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat
adalah Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi
psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi
berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan
bermasyarakatyang dapat diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005).
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu
dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa
memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa
seluruh indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada
2005 tercatat ada 9.841 pasien. Pada 2006 menjadi 11.675 pasien. Setahun
kemudian, tercatat ada 14.064 pasien. Pada 2008 ada 17.822 pasien.
Sedangkan pada 2009, meningkat lagi menjadi 19.936 pasien.
Salah satu gejala negative dari Skizofrenia sendiri adalah dapat
menyebabkan klien mengalami gangguan fungsi sosial dan Isolasi Sosial:
Menarik Diri . Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan
yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Kasus pasien Gangguan Jiwa
yang mengalami gejala Isolasi Sosial: Menarik Diri sendiri tergolong tinggi
yaitu (72%), Maramis mengatakan bahwa klien yang mengalami Isolasi
Sosial: Menarik Diri sebesar 72% dari keseluruhan jumlah kasus Skizofrenia.
1
Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari pasien Skizofrenia adalah
Isolasi Sosial: Menarik Diri sebagai akibat kerusakan afektif kognitif klien.
Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
ditemukan 75% pasien dengan kasus isolasi sosial : menarik diri. Sedangkan
di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, selama 3 minggu
ditemukan pasien isolasi sosial : menarik diri sebanyak 15 pasien dari jumlah
pasien 23.
Solusi yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi masalah Isolasi
Sosial: Menarik Diri pada pasien dengan Skizofrenia adalah dengan
menggunakan cara Psikofarmakologi dan Non Farmakologi. Dengan cara
Psikofarmakologi dapat menggunakan Antipsikotik yang juga dikenal sebagai
neuroleptik yang digunakan adalah antagonis Dopamin dan antagonis
Serotonin. Sedangkan untuk mengatasi masalah Isolasi Sosial: Menarik Diri
secara Non Farmakologi adalah dengan menerapkan tindakan Asuhan
Keperawatan yang sesuai dengan Standart Operasional Perawatan dan
menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok jenis Sosialisasi. Kedua solusi diatas
dapat berlangsung baik jika dapat ditunjang dengan keterlibatan dan peran
serta aktif keluarga agar pasien dapat segara sembuh dan dapat kembali hidup
secara produktif dimasyarakat.
Berdasarkan hal - hal di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang gangguan isolasi sosial: menarik diri sebagai tugas Keperawatan
Jiwa yang berjudul : “Asuhan Keperawatan Pada Tn.S dengan gangguan
Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah ”Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Tn.S dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri di Ruang Abimanyu
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.
2
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan adalah :
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Ruang Abimanyu Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian mulai dari pengumpulan data,
validasi data, sampai dengan identifikasi data.
b. Mampu merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
c. Mampu membuat rencana Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
d. Mampu melakukan Strategi Pelaksanan pada pasien dengan gangguan
Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
e. Mampu mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara
penanganan atau penatalaksanaan pasien dengan masalah kejiwaan Isolasi
Sosial: Menarik Diri.
3
2. Manfaat Praktis
a. Rumah Sakit
Mengetahui metode keperawatan yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
b. Perawat
Mengetahui bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien
dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
c. Penulis
Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
dan bisa membandingkan antara teori dengan kenyataan.
d. Pasien dan Keluarga
1) Memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien
2) Mengurangi tanda dan gejala yang dialami oleh pasien
3) Keluarga lebih mengetahui tanda dan gejala pasien dengan Isolasi
Sosial: Menarik Diri
4) Dapat mengetahui bagaimana cara merawat pasien dengan isolasi
sosial: Menarik Diri
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Teori Isolasi Sosial : Menarik Diri
1. Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan
yang negatif atau mengancam (Towsend, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi
tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito, 2007).
Isolasi sosial merupakan kesendirian yang dialami individu dan
dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang
negative atau mengancam (Kim, 2006).
2. Penyebab
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal
mencapai keinginan yang ditandai dengan perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito, 2007).
3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi :
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
5
b. Stressor biokimia
1) Teori Dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan
meningkatkan dopamine dalam otak.
3) Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin.
4) Viral hipotesis
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
d. Stressor Psikologis
Kesemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
4. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
6
individu dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting pada masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk (2008) tahap-tahap
perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari :
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhna biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan percaya
yang mendasar hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada
masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
7
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya
maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan
orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan
mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada
dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan
ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru
yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan
dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup,
8
teman maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan
tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku antara lain :
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka engan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58 %, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
9
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosam dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental : faham halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,