BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Hirschsprung (Megakolon) merupakan
kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (obstruksi
ileus).Tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir kurang lebih 3 Kg, dan lebih banyak
terjadi pada laki laki dari pada perempuan. Pasien dengan penyakit
Hirschprung pertama kali dilaporkan pada tahun1961 oleh Frederick
Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold Hirschprung pada
tahun 1886 yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai
megakolon kongenital ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai oleh
tidak adanya selmyenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach
dan Meissner) disepanjang traktus digestif distal. Penyakit ini
menyebabkan penurunan motilitas pada segmen usus yang terkena,
kurangnya gelombang peristaltik menuju kolon yang aganglion, dan
relaksasi abnormal pada segmen ini. Penyakit Hirschsprung
(Megakolon Kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus
yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki
saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya Usus besar. Insidensi
penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar
1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia
200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20 - 40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 2002)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah
laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor
keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan
penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan
urologi (3%). Hanya
1
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan nurologi
seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan
vesicaurinaria (mencapai 1/3 kasus). (Swenson, dkk, 2003)
Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan peningkatan
dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan,
dan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Hirschprung dengan
enterokolitis.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang di maksud dengan Hirschprung? 2.
Bagaimanakah etiologi hirschprung? 3. Bagaimanakah manifestasi
klinis hirschprung? 4. Apa sajakah komplikasi hirschprung? 5.
Bagaimanakah penatalaksanan hirschprung? 6. Bagaimanakah Asuhan
Keperawatan Hirschprung?
1.3 TUJUAN 1.3.1 TUJUAN UMUM Agar mahasiswa mengetahui tinjauan
terori Hisprng serta asuhan keperawatannya dan untuk memenuhi tugas
Keperawatan Anak II pada semester VI. 1.3.2 TUJUAN KHUSUS a. Untuk
mengetahui pengertian hirschprung. b. Untuk mengetahui etiologi
hirschprung. c. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung. d.
Untuk mengetahui komplikasi hirschprung. e. Untuk mengetahui
penatalaksanaan hirschprung. f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
Hirschprung.
2
BAB 2 LANDASAN TEORI2.1 PENGERTIAN Penyakit hirschprung adalah
suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pada usus,
dapat dari kolon sampai pada usus halus. ( Ngastiyah,1997;139).
Hirschprung atau megacolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari
pada perempuan ( Arief Mansjoeer : 2000). Penyakit hirschprung
disebut juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik
megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan
sebagian tidak ada dalam kolon. (Suriadi, 2001). Penyakit
hirschprung atau megakolon congenital adalah tidak adanya selsel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L.
Betz, 2002; 196). Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit yang
tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid
Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan(
Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ). Penyakit hirschprung disebut
juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik
megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik, mulai dari
spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus. Jadi penyakit
hirschprung adalah suatu kelainan bawaan di mana tidak terdapatnya
sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai
pada usus halus. Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital
aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar
(kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena
ada bagian dari usus besar (mulai dari
3
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),
maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (mega kolon). (Gambar 1)
Gambar 1. Gambaran kolon normal dan kolon yang tidak normal
2.2 ETIOLOGI 1) Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek
congenital familia. 2) penyakit hirschsprung terjadi akibat
kegagalan perpindahan kraniokaudal dari precursor sel saraf
ganglion sepanjang saluran GI antara minggu kelima dan kedua belas
gestasi. 3) Sering terjadi pada anak dengan down syndrome. 4)
Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian usus distal dengan defisiensi ganglion . 5)
Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan factor
lingkungan. 6) Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel
dari puncak neural embrionik ke dinding usus atau kegagalan dari
pleksus-pleksus mienterikus dan submukosa untuk bergerak ke
kraniokaudal dalam dinding usus tersebut.
2.3 FAKTOR RESIKO DAN KLASIFIKASI Penyakit ini disebabkan agang
lionosis Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingterani
internus kearah
4
proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai
pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik
dan sub mukosadinding plexus (Budi,2010) Berdasarkan panjang segmen
yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan 2 tipe, yaitu:
1) Penyakit hirschprung segman pendek Segmen aganglionosis mulai
dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70 % dari kasus penyakit
hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dari
pada anak perempuan. 2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki
maupun perempuan.
2.4 PATOFISIOLOGI 1) Tidak adanya sel ganglion parasimpatik
otonom pada satu segmen kolon menyebabkan kurangnya persarafan di
segmen tersebut. 2) Kurangnya persarafan menyebabkan tidak adanya
gerakan mendorong, menyebabkan akumulasi isi intestinal dan
distensi usus proksimal terhadap defek. 3) Semua ganglion pada
intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltic secara normal. 4) Penyempitan pada lumen
usus, tinja dan gas akan berkumpul dibagian proksimal dan terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar
(megakolon). 5) Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon,
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dengan penyakit
Hirschprung. Hal itu terjadi sebagai akibat dari distensi intestin
dan iskemia (sekunder) akibat distensi dinding usus.
5
2.5 PATHWAY Tidak adanya sel ganglion
Tidak adanya peristaltik usus secara spontan
Makanan menumpuk di colon
Mekonium terlambat / tidak ada mekonium
Colon dilatasi
Konstipasi Menekan lambung Gangguan eliminasi alvi Distensi
abdomen
Megacolon
Pembedahan
Nyeri
Colostomy
Mual, muntah
Jumlah cairan
Anoreksia Nyeri Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan
keseimbangan cairan
Gangguan integritas kulit
Resiko infeksi
6
2.6 GAMBARAN KLINIS Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi
usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis
sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah,
distensi abdomen dan ketidak adaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan
dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi
ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda
yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah (
Nelson, 2002 : 317 ). (1). Bayi baru lahir Kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir, malas minum, distensi
abdomen,dan emesis yang mengandung empedu. (Gambar 2)
Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari.
Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien tampak menderita (2).
Bayi Gagal tumbuh, kontipasi, distensi abdomen, muntah, dan diare
episodik. (3). Anak-anak yang lebih besar Anoreksia, konstipasi
kronis feses berbau busuk dan berbentuk pita, distensi abdomen,
peristalsis yang dapat terlihat, massa feses dapat
7
dipalpasi, malnutrisi atau pertumbuhan yang buruk, tanda-tanda
anemia, dan hipoproteinemia. Tanda-tanda yang memburuk yang
menandakan enterokolitis antara lain diare hebat yang tiba-tiba,
diare bercampur darah, demam, dan kelelahan yang parah.
2.7 KOMPLIKASI 1) Gawat pernafasan akut 2) Enterokolitis akut 3)
Triktura ani pasca bedah 4) Inkontinensia jangka panjang 5)
Obstruksi usus 6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit 7)
Konstipasi
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1) Foto Polos Abdomen (BNO) Foto
polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Bayangan udara
dalam kolon pada neonatus jarang dapat bayangan udara dalam usus
halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi
tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam
rektosigmoid dengan tanda-tanda
klasik penyakit Hirschsprung. (Gambar 3)
Gamabar 3. Foto polos abdomen menunjukan
dilatasi usus dan daerah rektrosigmoid tidak berisi udara.
8
2) Enema Barium Barium enema Pemeriksaan yang merupakan standard
dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah Barium Enema, dimana
akan dijumpai 3 tanda khas: a. Tampak daerah penyempitan di bagian
rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi. b. Terdapat daerah
transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitanke arah daerah
dilatasi. c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah
transisi. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda
khas, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 2448 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.Gambaran
khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur denganfeces kearah
proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung
namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat
menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. (Gambar 4)
Gambar 4. Tampak rectum yang mengalami penyempitan, dilatasi
sigmoid dan daerah transisi yang melebar.
3) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa 4) Biopsi
otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic 5) Pemeriksaan
aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin
esterase
9
6) Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus.
7) Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur
tekanan dalam rektum) Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.
Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari otot sfingter anal dan
seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum
yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot
pada rectum tidak relaksasi secara normal. Selama tes, pasien
diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot spinkter
anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan
otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar.
Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes
ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan
dewasa.
2.9 PENATALAKSANAAN 1) Medik Bila belum dapat dilakukan operasi,
biasanya (merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rectum,
dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis
secara teratur. a. Bayi dengan obstruksi akut Pemeriksaan rectal
atau memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki keadaan
sementara waktu Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl
0,9 % b. Pengobatan enterokolitis 2) Bedah Penatalaksaan operasi
adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal. Pembedahan yang dilakukan yaitu: a.
Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan
diagnosis, dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology
sehinggaakan mengurangi adanya enterolitis
10
b. Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan
saluran anus, dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan
setelah kolostomi pada anak yang lebih besar Prosudur Swenson Orvar
swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan
bedahdefinitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi
yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan
preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum
distal dari linea dentata, sebenarnya adalahmeninggalkan daerah
aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih
sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu
Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior5. Prosedur Swenson
dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan biopsi eksisi
otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan
cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian
distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar
sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos
bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon
yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan
rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan
0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end
to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.
Anastomose dilakukan dengan 2lapis jahitan, mukosa dan
sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke
kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi,
dan kavum abdomen ditutup.
11
Prosedur Duhamel Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956
untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.
Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang
ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang
aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik
dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud
dkk,1997). Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan
pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan
apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa
modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya : 1. Modifikasi Grob
(1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buahklem melalui sayatan
endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegahinkontinensia. 2.
Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler
untuk melakukan anastomose side to side yang panjang; 3. Modifikasi
Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang
terjadi setelah 6-8 hari kemudian. 4. Modifikasi Adang: Pada
modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps
sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada
hari ke-7-14 pasca bedah denganmemotong kolon yang prolaps dan
pemasangan 2 buah klem keduaklem dilepas 5 hari berikutnya.
Pemasangan klem disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasi.
Prosedur Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal
letak tinggi.Namunoleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk
tindakan bedah definitive Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur
Soave ini
12
adalah
membuang
mukosarektum
yang
aganglionik,
kemudianmenarik terobos kolon proksimal yangganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan
rectumpada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge),
menggunakan jahitan1 lapis yang dikerjakan intraabdominal
ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis. 3) Keperawatan 1. 2. 3. Kaji,
dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
Tingkatkan hidrasi yang adekuat. Kaji fungsi usus. a. Kaji pasase
mekonium pada neonatus. b. Perhatikan dan catat frekuensi dan
karakteristik feses pada bayi dan anak yang lebih besar. c. Ukur
lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji adanya peningkatan
distensi. 4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia
anak dan kebutuhan nutrisi (Beri makan sedikit tapi sering). 5. 6.
Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi. Hindari
mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak mukosa yang
lembut. 7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup : a.
Nak mereka, jika sesuai.Antibiotik sistemik diberikan dengan enema
untuk mengurangi flora intestinal. b. Pelunak feses diberikan untuk
mengatasi konstipasi. 8. Turunksn ketidaknyamanan akibat dari
distensi abdomen. a. Tinggikan kepala tempat tidur. b. Ubah posisi
anak dengan sering. c. Kaji adanya kesulitan bernapas dikaitkan
dengan distensi.
13
9.
Dukung anak dan orang tua. a. Anjurkan anak dan orang tua untuk
mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya. b. Anjurkan orang tua
untuk mengunjungi dan berpartisipasi dalam perawatan
10. Persiapkan anak dan orang tua untuk setiap prosedur dan
pengobatan, yang mencakup : a. Dilatasi anus secara manual,
penatalaksanaan diet dan
pembersihan dengan enema sampai anak mempu menoleransi
pembedahan. b. Pembedahan untuk mengangkat segmen kolon aganglionik
yang tidak berfungsi, dilanjutkan dengan anastomosis dalam tiga
tahap : 1) Kolostomi sementara sebelum pembedahan definitif untuk
mengistirahatkan usus dan meningkatkan berat badan anak. 2)
Reanastomosis dengan menggunakan teknik penarikan abdominoperineal
sekitar 9 sampai 12 bulan kemudian. 3) Penutupsn kolostomi sekitar
3 bulan kemudian setelah prosedur penarikan abdominoperineal. c.
Tanggung jawab perawat untuk asuhan praoperasi antara lain : 1)
Membantu dengan terapi simtomatik untuk memperbaiki status fisik
anak dalam menghadapi pembedahan. Terapi dapat mencakup enema ;
diet rendah serat, tinggi kalori, tinggi protein ; dan tidak
jarang, penggunaan nutrisi parenteral total (TPN, totall parenteral
nutrion). 2) Mempersiapkan usus untuk pembedahan dengan enema salin
yang berulang-ulang, antibiotik sistemik, dan irigasi antibiotik
kolonik untuk menurunkan flora usus. Persiapan usus tidak
diperlukan untuk bayi ususnya masih steril. baru lahir karena
14
d. Tanggung jawab perawat untuk perawatan pascaoperatif antara
lain : 1) Tetap mempuaskan anak selama periode pascaoperasi awal.
2) Memantau asupan dan haluatan cairan, termasuk drainase slang
nasogastrik. 3) Menjauhkan popok anak dar pakaian untuk mencegah
kontaminasi. 4) Mengawali pemberian cairan oral sewaktu fungsi usus
pulih, biasanya setelah bising usus dapat diidentifikasi. 5)
Memberikan perawatan ostomi jika diindikasikan. Hal ini mencakup
persiapan kulit, penggunaan alat pengumpul feses, perawatan
alat-alat, pengendalian bau, dan
memantau masalah-masalah seperti feses berbentuk pita, diare
berlebihan, perdarahan, prolaps, dan kegagalan untuk mengeluarkan
feses atau flatus. 6) Memberikan informasi pada keluarga mengenai
perawatan di rumah, mencakup perawatan ostomi dan sumbersumber yang
ada. 11. Beri pendidikan kesehatan untuk dan keluarga. a. Jelaskan
prosedur dan penanganan, seperti enema, pelunak feses, dan diet
rendah serat atau rendah sisa ( misal, memberikan daging yang
lunak, daging unggas, ikan, roti tawar, sup yang bening, dan tidak
memberikan makanan yang berbumbu, buah dan jus buah, sayuran
mentah, dan sereal gandum serta roti. b. Diskusikan dan jawab
pertanyaan mengenai diagnosis,
pembedahan, perawatan praoperasi dan pascaoperasi, dan perawatan
kolostomi, jika dapat dilakukan. c. Rencanakan konsultasi denga
perawat ostomi untuk membantu memberikan penyuluhan, sesuai
indikasi.
15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
PENGKAJIAN 1. Identitas klien Terjadi terutama pada neonatus dan
kanak-kanak.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
2. Keluhan utama Ibu mengatakan mekonium lambat keluar atau tidak
keluar 3. Riwayat penyakit sekarang Mekonium lambat keluar lebih
dari 24-48 jam setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau,
dan nyeri abdomen.Pada kanakkanak kadang terdapat diare atau
enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan, elektrolit, dan
protein yang masif, secara cepat dan progresif menjadi sepsis dan
syok. 4. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit diketahui adanya
peningkatan kesulitan dalam defekasi yang dimulai pada beberapa
minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan ditemukannya
rektum yang kosong. 5. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga
yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya. 6. Riwayat
kesehatan lingkungan. Tidak ada hubungan dengan kesehatan
lingkungan. 7. Imunisasi. Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak
dengan penyakit Hirschsprung. 8. Kebutuhan nutrisi Pola nutrisi
didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan muntah berwarna hijau,
atau ada pembatasan klien pre op. 9. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi, tinja seperti pita dan berbau busuk.
16
10. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan umum Kesadaran compos mentis,
keadaan umum lemah dan gelisah, suhu tubuh meningkat bila terdapat
enterokolitis, nadi cepat dan lemah, respirasi takipnea , BB
menurun. 2. Pemeriksaan fisik a. Sistem kardiovaskuler. Tidak ada
kelainan. b. Sistem pernapasan. Sesak napas, distres pernapasan. c.
Sistem pencernaan. Umumnya obstipasi.Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau.Pada anak yang lebih besar terdapat diare
kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja
yang menyemprot. d. Sistem saraf. SSP :Tidak ada kelainan, namun
ada kelainan sel ganglion pada ususnya. e. Sistem
lokomotor/musculoskeletal Gangguan rasa nyaman. f. Sistem
integumen. Akral hangat. g. Sistem pendengaran. Tidak ada
kelainan.
3.2 ANALISA DATA Pengelompokan Data DS: Ibu klien mengatakan
anaknya tidak mau minum ASI DO: -antropometri