BAB I
BAB IPENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit kronik yang sering di jumpai pada anak
di Negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa
prevalens asma meningkat pada anak maupun dewasa. Namun,
akhir-akhir ini di Amerika dilaporkan tidak terjadi peningkatan
lagi di beberapa Negara bagian. Asma memberikan dampak negative
bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak
masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga serta aktivitas
seluruh keluarga. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2 %.
Prevalens tersebut sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevalens
antar negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di
dalam suatu negara. 1,2,6Istilah asma berasal dari bahasa Yunani
asthma yang berarti sengal-sengal. Dalam pengertian klinik, asma
dapat diartikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang
dengan atau tanpa disertai mengi. Penyebab asma dapat berasal dari
gangguan pada saluran pernapasan yang kita kenal sebagai asma
bronkial. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah
tersebut berasal dari bahasa Inggris, bronchial. Dengan demikian,
asma bronkial dapat dipahami sebagai asma yang penyebabnya
berkaitan dengan bronkus.1,2,6Pada penderita asma bronkial terjadi
penyempitan bronkus secara berulang-ulang. Serangan asma dapat
berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal,
berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang disebabkan
oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus
dan produksi lendir kental yang berlebihan. Asma merupakan penyakit
familiar yang diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telah
ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibiltas (HLA)
dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG).1,2,6BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiMenurut Pedoman Nasional Asma Anak
(PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten
(menetap) dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman,
setelah aktivitas fisik, ada riwayat asma atau atopi lain pada
pasien dan/atau keluarganya. 6,7Sedangkan menurut GINA ( Global
Initiative for Asthma ) Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. 7Secara
khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa
menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami
kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika
pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu
setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai
episode yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi
hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu.
Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa
keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir
dengan kematian. 72.2. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sistem
RespirasiSecara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai
berikut : dari nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae,
nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus
secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris,
sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat
terjadinya pertukaran udara.5Respirasi terdiri dari dua mekanisme,
yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi costa tertarik
ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma
kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan
udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang membesar
menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi
adalah kebalikan dari inspirasi.5Respirasi melibatkan otot-otot
regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam pernapasan
normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan
sesak. Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m.
Levator costae, m. Serratus posterior supe-rior, dan m.
Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m.
Sterno-cleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m.
Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m.
Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m.
Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus
externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus
abdominis. 5Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel,
sel goblet, kelanjar, kartilago, otot polos, dan elastin. Epitel
dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat toraks
bersilia, sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia. Sel
goblet banyak terdapat di fossa nasalis sampai bronchus besar,
sedang setelahnya sedikit sampai tidak ada. Kartilago pada trakea
berbentuk tapal kuda, pada bronkiolus tidak ditemukan dan banyak
terdapat elastin.5Keadaan inilah yang berpengaruh pada saat
terjadinya serangan asma pada para penderita asma. Saluran napas
yang terdiri dari otot polos, dan banyak terdapat sel goblet
terutama di bronkus besar yang mendasari terjadinya proses
patofisiologi pada penderita asma.5
Gambar 1.1 sistem pernapasan
2.3. Macam-macam pencetus asma :
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian
besar anak dengan asma. Disamping itu hiperreaktivitas saluran
napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung
pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga
dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur
makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan
biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus
penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus
parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri,
jamur dan parasit.
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban
dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam
dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara
dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan
refleks bronkokonstriksi. Udara kering mungkin juga merupakan
pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani.5. Kegiatan
jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak
dengan asma Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada
anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap
kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis
akut dan kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak.
Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi
atau refleks.
7. Refluks gastroesofagitis
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma
pada anak dan orang dewasa.8. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang
berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan
memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan
sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari
depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma.
Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering
bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak
sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya
pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan
keluarganya. 22.4. Faktor risikoBerbagai faktor dapat mempengaruhi
terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit,
serta kematian akibat penyakit asma.beberapa faktor tersebut sudah
disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam
penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain :1. Jenis kelamin,
menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2
kali lipat anak perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio ini
berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan perempuan pada usia
30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala
asma timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama
kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan
meningkatnya risiko asma persisten dan beratnya asma. Beberapa
laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen
inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak
meningkatkan risiko penyakit asma, alergen yang sering mencetuskan
asma antara lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau
debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa
prevalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok
lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko
terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan,
umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebakan
meningkatnya risiko.7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik. 62.5. Patogenesis AsmaAsma merupakan
inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,
terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai
penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
Selama 30 tahun terakhir, konsep inflamasi kronis sebagai hal yang
berperan penting pada patogenesis asma, telah dibuktikan dengan
penelitian-penelitian. GINA (Global Initiative for Asma) dengan
jelas menggambarkan konsep inflamasi pada asma merupakan suatu
proses inflamasi kronis yang khas, melibatkan dinding saluran
respiratorik, dan menyebabkan terbatasnya aliran udara serta
meningkatnya reaktivitas saluran respiratori. Dalam proses ini
terjadi hal-hal sebagai berikut3 :1. Inflamasi akutPencetus
serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
virus, iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut.
Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik
Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang
cepat dalam 1015 menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel
pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut.
Degranulasi tersebut mengeluarkan performed mediator seperti
histamin protease dan newly generated mediator seperti leukotrien,
prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan
kontraksi otot polos, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi
tersebut dapat hilang segera, baik secara spontan maupun dengan
bronkodilator seperti simpatomimetik. Perubahan ini dapat dicegah
dengan pemberian kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya.
Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian kortikosteroid
beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid untuk
beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini. Reaksi fase
lambat dan lama
Reaksi ini timbul antara 69 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil
dan makrofag. Patogenesis reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya
berhubungan dengan pengumpulan netrofil 48 jam setelah rangsangan.
Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan reaktivasi sel
mast. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga
mempunyai peranan pada reaksi lambat karena mediator ini
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema
submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat oleh pemberian kromiglikat,
kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.3
2. Inflamasi kronik
Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol
berhubungan dengan inflamasi di dalam dan disekitar bronkus.
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos
bronkus. Pada otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil
dan sel mononuklear. Sering ditemukan sumbatan bronkus oleh mukus
yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan
dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel
mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti
ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil
dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan
kerusakan mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang
lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik.
Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini.3 Airway
remodelingPada asma terdapat saling ketergantungan antara proses
inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat
dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks
ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial,
fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh
darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi
:
1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.
2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3. Penebalan membran retikular basal
4. Pembuluh darah meningkat
5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6. Perubahan struktur parenkim
7. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi
atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi
klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah
distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.
Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen
asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.3
Gambar 1.2 Patogenesis asma
bals T, eosinofil, makrofag, sel mast selisekitar bronkus.
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi iator ini menyeba 2.5.1.
Patologi Anatomi AsmaGambaran makroskopik yang penting dari asma
yang lanjut adalah : (1) Mukus penyumbat dalam bronki, (2) Inflasi
paru yang berlebihan, tetapi bukan emfisema yang nyata, dan (3)
Kadang-kadang terdapat daerah bronkiektasis terutama dalam kasus
yang berhubungan dengan aspergilosis. Jalan udara seringkali
tersumbat oleh mukus, yang terdiri dari sel yang mengalami
deskuamasi. Musin sering mengandung komponen seroprotein yang
timbul dari reaksi peradangan hebat dalam submukosa. Dinding bronki
tampak lebih tebal dari biasa. Apabila eksudat supuratif terdapat
dalam lumen, maka superinfeksi dan bronkitis harus
diwaspadai.6Secara mikroskopik terdapat hiperplasia dari kelenjar
mucus, bertambah tebalnya otot polos bronkus dan hipertofi serta
hiperplasia dari sel goblet mukosa. Daerah-daerah yang tidak
mengandung epitel respirasi sering ditemukan, ditambah dengan edema
subepitel. Pertambahan jumlah limfosit peradangan yang agak banyak,
terutama eosinofil terdapat pada mukosa yang edema. Sumbatan di
dalam jalan napas mengandung : (1) Gulungan sel epitel yang lepas
dan sekret protein yang membentuk spiral Curschmann, (2) Eosinofil
yang padat dengan kristal Charcot-Leyden, (3) kristal
Charcot-Leyden bebas yang dilepaskan oleh eosinofil, dan (4) Debris
seluler. Superinfeksi bakteri dapat membentuk perubahan anatomi kea
rah bronkitis.6
Gambar 1.3 Bronkus yang menyempit akibat proses inflamasi pada
asma
2.5.2. Patofisiologi Asma Obstruksi Saluran Respiratorik
Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma
diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi
saluran respiratorik menyebabkan keterbatasan aliran udara yang
dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Perubahan
fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma : batuk,
sesak, wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik
terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh
stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator
inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi
merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan. Penyempitan
saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi
otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari
sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamine, triptase,
prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari
saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen
postganglionic. Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat
oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema akut, inflamasi
sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis
otot polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks
pada dinding saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran
respiratorik juga bertambah akibat produksi secret yang banyak,
kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein
plasma yang keluar melalui mikrovaskular bronkus dan debris
selular.4 Hipereaktivitas Saluran Respiratorik
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan
patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit
asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang
berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin
berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi
dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyerbabkan
perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot
polos.4Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa
dengan memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang
dosisnya dinaikan secara progresif kemudian dilakukan pengukuran
perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulasi lain
seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol
garam hipertonik, adenosine tidak mempunyai efek langsung terhadap
otot polos (tidak seperti histamin dan metakolin), akan tetapi
dapat merangsang pelepasan mediatordari sel mast, ujung serabut
saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan
hipereaktif bila dengan cara histamin didapatkan penurunan FEV1 20%
pada kosentrasi histamine kurang dari 8mg%.4
Gambar 1.4 Mekanisme hiperresponsif saluran respiratori2.6.
KlasifikasiPembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan
dkk, (dikutip dari Konsensus Pediatri Internasional III tahun
1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga), yaitu
sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya
terdapat pada anak umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh
infeksi virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 34 kali dalam
satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya beberapa hari saja
dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 34
hari dan batuknya dapat berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya
bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya
misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya
baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.2
2. Asma episodik sering (Asma sedang)
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua
pertiga golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3
tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa
infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan
perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress.
Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling
banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi
yang dapat mengganggu tidur.2Pemeriksaan fisik di luar serangan
tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari
12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay fever dan
eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang
ditemukan gangguan pertumbuhan.2
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75%
sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2
tahun pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56
tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang
persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu
ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di
rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 814
tahun.2Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita
asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi
pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi
perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon chest), dada
tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan
aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan
kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada
juga yang mengalami gangguan psikososial.2 Selain itu juga
pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :Tabel
klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis3Derajat
asmaGejalaGejala malamFaal paru
Intermitten Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala diluar serangan
Serangan singkat 2x/bulan APE 80%
VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik
Variabilitas APE < 20%
Persisten ringan Mingguan
Gejala > 1x/minggu tetapi < 1x/hari
Serangan dpt mengganggu aktivitas dan tidur> 2x/bulan APE
> 80%
VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik
Variabilitas APE 20-30%
Persisten sedang Harian
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
membutuhkan bronkodilator setiap hari> 1x/minggu APE
60-80%
VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%
Persisten berat Kontinua
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas Sering APE 60%
VEp1 60% nilai prediksi 60% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan
yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan
mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu
penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus
mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.3Tabel klasifikasi derajat
berat asma pada penderita dalam pengobatan
Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian3Gejala dan faal
paru dalam pengobatanTahap I intermitenTahap 2 persisten
sedangTahap 3 persisten sedang
Tahap I : intermitten
Gejala < 1x/minggu
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/bulan
Faal paru normal di luar seranganIntermitenPersisten
ringanPersisten sedang
Tahap II : persisten ringan
Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari, gejala malam >
2x/bulan, tetapi < 1x/minggu
Faal paru normal diluar seranganPersisten ringanPersisten
sedangPersisten berat
Tahap III : persisten sedang
Gejala setiap hari, serangan mempengaruhi aktivitas dan
tidur
Gejala malam > 1x/minggu
60% < VEP1 < 80% nilai prediksi
60% < APE < 80% nilai terbaikPersisten sedangPersisten
beratPersisten berat
Tahap IV : persisten berat
Gejala terus menerus, serangan sering, gejala malam sering
VEP1 60% nilai prediksi atau
APE 60% nilai terbaikPersisten beratPersisten beratPersisten
berat
2.7. Tanda dan Gejala pada Asma
Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada
bentuk yang paling khas, asma merupakan penyakit episodik dan
keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersama-sama.
Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang
menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang
liat.7Pada serangan asma ringan: Anak tampak sesak saat berjalan.
Pada bayi: menangis keras. Posisi anak: bisa berbaring. Dapat
berbicara dengan kalimat. Kesadaran: mungkin irritable. Tidak ada
sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sedang,
sering hanya pada akhir ekspirasi. Biasanya tidak menggunakan otot
bantu pernafasan. Retraksi interkostal dan dangkal. Frekuensi
nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: normal. Tidak ada pulsus
paradoksus (< 10 mmHg) SaO2 % > 95%. PaO2 normal, biasanya
tidak perlu diperiksa. PaCO2 < 45 mmHg7 Pada serangan asma
sedang: Anak tampak sesak saat berbicara. Pada bayi: menangis
pendek dan lemah, sulit menyusu/makan. Posisi anak: lebih suka
duduk. Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.
Kesadaran: biasanya irritable. Tidak ada sianosis (kebiruan pada
kulit atau membran mukosa). Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi
inspirasi. Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi
interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang. Frekuensi nafas:
cepat (takipnea). Frekuensi nadi: cepat (takikardi). Ada pulsus
paradoksus (10-20 mmHg) SaO2 % sebesar 91-95%. PaO2 > 60 mmHg.
PaCO2 < 45 mmHg7 Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman
henti nafas: Anak tampak sesak saat beristirahat. Pada bayi: tidak
mau minum/makan. Posisi anak: duduk bertopang lengan. Dapat
berbicara dengan kata-kata. Kesadaran: biasanya irritable. Terdapat
sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi sangat
nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan
inspirasi. Menggunakan otot bantu pernafasan. Retraksi interkostal
dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.
Frekuensi nafas: cepat (takipnea). Frekuensi nadi: cepat
(takikardi). Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg) SaO2 % sebesar
< 90 %. PaO2 < 60 mmHg. PaCO2 > 45 mmHg7Pada serangan asma
berat disertai ancaman henti nafas: Kesadaran: kebingungan. Nyata
terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa). Mengi
sulit atau tidak terdengar. Penggunaan otot bantu pernafasan:
terdapat gerakan paradoks torakoabdominal. Retraksi dangkal/hilang.
Frekuensi nafas: lambat (bradipnea). Frekuensi nadi: lambat
(bradikardi). Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot
nafas.72.8. DiagnosisStudi epidemiologi menunjukkan bahwa asma
tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara
lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma
didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik1 Riwayat penyakit atau gejala :1.
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di
dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.1Serangan batuk dan
mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban
fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup
banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi
pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak
jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang
demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi
bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma.
1Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati
dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah
mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan
dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai
batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi,
ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular,
suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk
toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter
anteroposterior toraks bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama
bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut
suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara
sangat lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta
suara lender bila sekresi bronkus banyak.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi
paksa. Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan
yang sangat berat disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas. Tinggi dan
berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya
dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan
penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan
pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak
perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan,
karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan
pertumbuhannya. 1 Uji faal paru
Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan
penatalaksanaannya. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai
:1. Derajat obstruksi bronkus
2. Menilai hasil provokasi bronkus
3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1,
PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya
pada tiap kunjungan. peak flow meter adalah yang paling sederhana,
sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap.
Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan
rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya.
Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun
PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan
biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan
meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional
dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan
normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus
dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus
dapat dilakukan dengan :
1. Histamin
2. Metakolin
3. Beban lari
4. Udara dingin
5. Uap air
6. Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3.
Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai
sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal
akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah
diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas
bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan. ru yang
penting pada asma adalah PEFR,FEV1PVCFEV1/FVCulut. Toraks
membungkuk ke depan dan lebih bulat serta b Foto rontgen toraks
Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering
ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma
kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya
sulit dikontrol. Pemeriksaan darah eosinofil dan uji
tuberkulinPemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan
dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan
kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi
mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.
Uji kulit alergi dan imunologi
1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum.2. Uji
kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi,
umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah
alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit
merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga
mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga
konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya
dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal
itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji
provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji
kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji
kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai
nilai dalam diagnosis alergi/atopi.5
Diagnosis banding asma pada anak :
Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau
kelenjar timus yang menekan trakea. Penyakit paru kronik yang
berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan
stenosis bronkus. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah
trakeobronkial Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu
biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering berulang dan
kronik biasanya disebabkan oleh asma. Bronkiolitis akut, biasanya
mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah umur 6
bulan dan jarang berulang.
Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal
terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan
jantung.1Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai
bronkitis asmatika, wheezy cold, bronkitis dengan mengi,
bronkiolitis berulang dan lain-lainnya.1 2.9. Pengobatan
Pasien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga
dalam keadaan serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang dan
berat. Bahkan dapat jatuh dalam keadaan status asmatikus, yakni
serangan asma yang berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
biasa yang dapat mengatasi serangan tersebut.6Medikasi asma
ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri dari pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering
disebut pencegah. Yang termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifier
Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1) kasi asma jangka
panjang untuk mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai
dan mempertahankan ke62. Pelega (reliever)
sien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga
dalam keadaan serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang,
berPrinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui
relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi,
rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan
napas. Termasuk pelega adalah :
Agonis beta-2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik (steroid
sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
Antikolinergik
Aminofilin
Adrenalin6Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara,
yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular dan
intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas
adalah :
1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di
jalan napas
2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan
3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena
tidak terabsorbsi pada pemberian oral (antikolinergik dan
kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat bila diberikan
secara inhalasi daripada oral.7 Serangan asma dan penanggulangannya
Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat
bronkodilator oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya
hingga tidak memerlukan pengobatan.
Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat
yang kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau
bronkodilator subkutan seperti adrenalin.
Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi
pada serangan ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan
tambahan kortikosteroid dan bronkodilator. Pada serangan sedang
oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit.
Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator
aerosol atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena,
oksigen dan koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit.
Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal, keadaan
jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam
keadaan status asmatikus.7 Penanggulangan status asmatikus1.
Pemberian oksigen dilanjutkan 46 liter/menit.2. Periksa gas darah
dan pasang IVFD cairan 3:1 (glukosa 10% : NaCl 0,9% ditambah KCl 5
Meq/kolf. Koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan
elektrolit.
3. Pemberian teofilin dilanjutkan, dengan :
memonitor kadar teofilin darah Pantau tanda-tanda keracunan
teofilin
Bila tidak ada tanda-tanda keracunan teofilin dan keadaan
serangan asmanya belum membaik, mungkin perlu tambahan dosis
teofilin.
4. Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya,
bila belum harus diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena,
karena sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya udem dan
mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.
5. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu
dipertimbangkan karena biasanya pada keadaan seperti ini terdapat
banyak lender dan lengket di seluruh cabang-cabang bronkus.
6. Periksa EKG dan roentgen foto toraks.
Pantau tanda-tanda vital, bila terdapat tanda-tanda gagal napas
yang mengancam perlu bantuan pernapasan, bila perlu dirawat di unit
perawatan intensif.7Apabila serangan asma baru pada stadium
prodromal, maka penggunaan bronkodilator secepat-cepatnya dan
dengan cara yang tepat dengan dosis yang cukup memadai dapat
menggagalkan serangan asma akut.7Bronkodilator simpatomimetik
seperti juga bronkodilator lainnya, disamping dipakai untuk
mengobati serangan asma juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi
serangan asma. Dianjurkan memakai beta-2 selektif. Bentuk aerosol
(inhalasi) merupakan cara pencegah dan penggagal serangan asma yang
baik dan cepat kerjanya. Simpatomimetik sering dikombinasikan
dengan dengan teofilin peroral. Dengan dosis tengah, efek
bronkodilatasinya bersifat aditif sedangkan efek sampingnya lebih
sedikit. Pada penggunaan jangka panjang, misalnya asma kronik atau
persisten, teofilin obat tunggal atau kombinasi dengan
simpatomimetik merupakan obat yang harus dipakai lebih dahulu
sebelum ditambah dengan obat lain dalam rangka mencegah kambuhnya
serangan asma.7Kortikosteroid merupakan obat penting dalam
pencegahan asma dan hendaknya dipertimbangkan bila hasil pengobatan
dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison 12
mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian
kortikosteroid jangka pendek pada waktu serangan asma dapat
mencegah keadaan yang lebih gawat dan perawatan di rumah sakit
tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid
lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis
kortikosteroid perlu ditinggikan. Pada asma yang persisten atau
kronik, pemberian kortikosteroid mungkin diperlukan.. Jika terpaksa
menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan secara
inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih
banyak disebabkan oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada
bronkospasme. Pemberian kortikosteroid mungkin sangat
berguna.7Disodium kromogikat (DSCG) inhalasi, salah satu kerjanya
adalah mencegah degranulasi sel mast merupakan onat untuk mencegah
serangan asma, terutama bila diberikan secara teratur (Bernstein,
1981). Bila diberikan sebelum kegiatan jasmani dapat mencegah asma
yang diinduksi aktivitas fisik Pada asma ringan dan sedang
efektifitas pencegahannya sama dengan teofilin, efek samping
lebih.7Obat pencegahan yang ideal untuk anak adalah obat yang
diberikan secara oral 12 kali/hari. Ketotifen yang salah satu
kerjanya memperkuat dinding sel mast sehingga mencegah keluarnya
mediator dilaporkan dapat merupakan obat pencegahan peroral yang
dapat diberikan 2 kali/hari.7Terapi imnulogik tidak dianjurkan
sebagai tindakan rutin. Tetapi tindakan ini yang salah satu
tugasnya membentuk antibodi penghalang perlu dipertimbangkan bila
tindakan-tindakan lainnya telah dusahakan semaksimal mungkin dan
tidak memberikan hasil.7
ena sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya udem dan
mengembalikan sensitivitas terlin.
seranganahsa 10% : NaCl 0,9% ditambah KCl 5 Meq/kolf. Koreksi
keseimbangan cairan id da2.10. Penatalaksanaan dan pencegahan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempetahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan
penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah
gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas
yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang
bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui
berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat,
aman dan terjangkau.1 Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin4.
Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan fisik5. Menghindari
efek samping obat.6. Mencegah terjadinya keterbatasan alran udara
irreversible
7. Mencegah kematian karena asma1 Penatalaksanaan asma berguna
untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala
malam.
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal
(idealnya tidak diperlukan).
4. Variasi harian APE < 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat1. Integrasi dari
pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program
penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :1.
Edukasi
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat1Penanggulangan serangan asma pada anak
sekarang yang lebih penting ditujukan untuk mencegah serangan asma
bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan serangan asma
terdiri atas :
Menghindari faktor-faktor pencetus
Obat-obatan dan terapi imunologi
Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan
meredakan atau reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh
pencetus tadi.7Selain itu pula serangan asma sering timbul karena
kerja sama berbagai pencetus. Dengan anak pencetus alergen sering
disertai pencetus non alergen yang dapat mempercepat dan
memperburuk serangan asma. Pada 38% kasus William dkk (1958) Faktor
pencetusnya adalah alergen dan infeksi. Diduga infeksi virus
memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik maupun nonalergenik.
7 Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu
diketahui dan diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah
dan unsur di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada
anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik
Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM
Jakarta, debu rumah diduga sebagai pencetusnya. 7
Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan,
dapat terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi
beberapa waktu setelahnya.
Anggota keluarga yang sedang menderita flu tidak boleh mendekati
anak yang asma atau kalau dekat anak yang asma lebih-lebih bila
bicara, batuk atau bersin perlu menutup mulut dan hidungnya.
Hindarkan anak dari perubahan cuaca atau udara yang mendadak,
lebih-lebih perubahan ke arah dingin. 7Aktivitas fisik tidak
dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh
supaya anak dapat tetap beraktivitas adalah :
1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan
gerak yang mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari,
naik ke sepeda, berenang.
2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air
dan kemudian bila batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai
kembali. 3. Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau
menghirup obat aerosol dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan
olahraga.7 2.11. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk
toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto
rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung
dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri
mePada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara
dan tampak sulkus Harrison.4Bila sekret banyak dan kental, salah
satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis
pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama
dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi
bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari
serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut
status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat
menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.42.12.
Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling
akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari
populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka
kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas.3Informasi mengenai perjalanan klinis asma
menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien,
khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa
kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun
setelah diagnosis pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai
rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan
dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang. 3 BAB III
KESIMPULAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai
Negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak
mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun
akibat bolos kerja atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan
sehingga menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas
hidup.
Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran
pernapasan yang kita kenal sebagai asma bronkial dan bisa juga
berasal dari jantung yang kita kenal sebagai asma jantung. Istilah
bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal
dari bahasa Inggris, bronchial. Dengan demikian, asma bronkial
dapat dipahami sebagai asma yang penyebabnya berkaitan dengan
bronkus.
Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang
paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (wheezing) dan batuk yang
disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi
mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang berlebihan.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan. DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta,
2004.2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan
Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. GINA (Global Initiative for Asthma). 2010. Pocket guide for
asthma management and prevention (for adults and children older
than 5 years).
http://www.ginaasthma.org. 4. Isselbacher. Harrison
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor
Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta, 2000.
5. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa :
Staf pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta,
2005.
6. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak
Edisi Pertama. Cetakan Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.7. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FKUI :
Jakarta, 2004.
PAGE 28