Top Banner
ASMA BRONKIAL Menurut ‘United states National Tuberculosis Association” 1967, asma bronchial merupakan penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan degan manifestasi berup kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyemitan yang menyeluruh dari saluran nafas. Penyempitan saluan ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontn maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya berupa kelainan imunologis. Namun untuk mencapai batasan yang sesuai dengan para hli dibidang klinik, fisiologi, imunologi dan patologi pada bulan September 1991 dibuat suatu kesepakatan baru mengenai batasan asma,yakni; asma bronchial adalah suatu penyakit paru dengan tanda-tanda khas berupa : 1. Obstruksi saluran pernfasan yang dapat pulih kembali ( namun tidak pulih kembali secara sempurna pada beberapa penderita ) baik secara spontan atau dengan pengobatan 2. Keradangan saluran pernafasan 3. Peningkatan kepekaan dan/ atau tanggapan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Epidemiologi Di Indonesia julah penderit asma belum dapat ditentukan dengan pasti karena elum ada data. Di laboratorium Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya menurut data 1991, jumlah penderita asma rawat jalan dan rawat inap menduduki tempat kedua setelah penyakit infeksi tberkulosis paru. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin
27

Asma Bronkial

Dec 04, 2015

Download

Documents

ASMA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Asma Bronkial

ASMA BRONKIAL

Menurut ‘United states National Tuberculosis Association” 1967, asma bronchial merupakan

penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai

macam rangsangan degan manifestasi berup kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyemitan

yang menyeluruh dari saluran nafas. Penyempitan saluan ini bersifat dinamis, dan derajat penyempitan

dapat berubah, baik secara spontn maupun karena pemberian obat, dan kelainan dasarnya berupa

kelainan imunologis. Namun untuk mencapai batasan yang sesuai dengan para hli dibidang klinik,

fisiologi, imunologi dan patologi pada bulan September 1991 dibuat suatu kesepakatan baru mengenai

batasan asma,yakni; asma bronchial adalah suatu penyakit paru dengan tanda-tanda khas berupa :

1. Obstruksi saluran pernfasan yang dapat pulih kembali ( namun tidak pulih kembali secara

sempurna pada beberapa penderita ) baik secara spontan atau dengan pengobatan

2. Keradangan saluran pernafasan

3. Peningkatan kepekaan dan/ atau tanggapan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap

berbagai rangsangan.

Epidemiologi

Di Indonesia julah penderit asma belum dapat ditentukan dengan pasti karena elum ada data. Di

laboratorium Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo

Surabaya menurut data 1991, jumlah penderita asma rawat jalan dan rawat inap menduduki tempat

kedua setelah penyakit infeksi tberkulosis paru.

Prevalensi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan asma pada anak laki-laki dan wanita sebesar 1,5:1 dan

perbandingan ini cenderung menurun pada usia yang lebih tua. Pada orang dewasa serangan asma

dimulai pada umur lebih dari 35 tahun, wanita lebih banyak daripada pria.

Faktor pencetus

Penyempitan saluran nafas pad asa bronchial, bukanlah penyempitan yang diakibatkan oleh

penyakit infeksi yang menahun pada saluran nafas (seperti bronchitis menahun) ataupun penyempitan

sebagai akibat kerusakan dinding saluran nafas (missal pada bronkiektasis ataupun emfisema paru),

namun karena reaksi inflamasi yang didahului oleh factor pencetus.

Page 2: Asma Bronkial

Klasifkasi asma

Ditinjau dari segi imunologi, yaitu :

1. Asma ekstrinsik

1.1 Asma ekstrinsik atopic, dengan sifat sebagai berikut :

Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihkan

dengan reaksi kulit tipe 1.

Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan; 85 kasus timbul

sebelum usia 30 tahun

Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan degan tiba-tiba pada waktu

puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda

Prognosis tergantung pada serangan pertaa dan berat ringannya gejala yang timbul.

Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang lebih berat, maka

prognosis menjadi jelek

Perubahan alamiah terjadi karena ada kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE, yang

timbul erutma paa awal kehidupan dan cenderung berkurang disore hari

Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif

Dala darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik

Ada riwayat keluarga yang menderita asma

Terhadap pengobatan memberikan perbaikan yang cepat.

1.2 Asma ekstrinsik non-Atopik, dengan sifat sebagai berikut :

Serangan asma timbul karena berhubungan dengan bermacam-macam allergen yang

spesifik, seringkali terjadi pada waktu melakukan pekerjaan atau timbul setelah

mengalami paparan dengan allergen yang berlebihan

Tes kulit memberikan reaksi alergi tipe segera, tipe lambat, dan ganda terhadap

alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif

Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik

Timbulnya gejala, cenderung pada saat akgir masa kehidupan atau dikemudian hari.

Hal ii dapat diterangkan karena sekali sensitasi terjadi, maka respon asma dapat

dicetuskan oleh berbagai mcam rangsangan non imunlogik seperi emosi, infeksi,

kelelahan an factor sikardian dari siklus biologis.

2. Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi :

2.1 Asma intrinsic

Page 3: Asma Bronkial

2.2 Asma idiopatik

Asma jenis ini, allergen pencetus sukar ditentukan

Tidak ada aleren ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kullit member hasil negative

Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh

penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-bed

Sering ditemukan pada penderita dewas, dimullai pada umur diatas 30 tahun dan

disebut jugan late onset asthma.

Serangan sesak pada asa tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali

menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid

Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik namun tidak dapat

dibutikan keterlibatan IgE

Kadar IgE dalam serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi

disbandingkan dengan asma ekstrinsik

Selain itu tes serologi data eunjukkan adanya fakor rematoid, missal sel SLE

Perbedaan lain dengan ekstrinsik asma ialah riwayat keluarga aleri yang jauh lebih

sedikit, sekitr 12 sampai 48 %.

Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin lebih sering dijumpai pada asma jenis

ini.

Patogenesa

Pada saat inikonsep baru yang banyak diperhatikan untuk menerangkan pengertian dasar

timbulnya asma bronchial dan manifestasi klinisnya adalah konsep inflamasi. Inflamasi sluran nafas, baik

yang dirangsang oleh mekanisme imunologi maupun non-imunologi merupakan proses penting untuk

menerangkan perkembangan pengertian asma pada umumnya.

Hipereaktivitas bronkus dan inflamasi

Gambaran histopatologi sel saluran nafas penderiita asma, merupakan factor penting

pendukung konsep inflamasi sebagai dasar pathogenesis asma bronchial. Pada asma berat hasil biopsy

saluran nafas akan tampak pengelupasan epitel, mucous plug di sluran nafas, penebalan membrane basil

infiltrasi. Sel-sel raang (terutama eosinofil) pada dinding saluran nafas dan hipertrofi otot-otot polos.

Pada asma ringan pun menunjukkan kerusakan eitel, penebalan membrane basalis, degranulasi sel

Page 4: Asma Bronkial

mast, menempelnya eosinofil, neutrofl monosit dan platelet pada endotel pembuluh darah saluran

nafas serta didapatkan infiltrasi eosinofil pada pada lamina propria.

Hipereaktivitas bronkus merupakan gambaran klinis yang pnting pada asma. Bila dibndingkan

dengan orang normal, penderita asma menunjukkan sesitivitas yang sangat ekstrem terhadap berbagai

rangsangan saluran nafas baik secara spesifik maupun non-spesifik. Derajat hipereaktivitas saluran nafas

tersebut mempunyai korelasi positif dengan berat ringannya gejala klinis dan obat yang diperlukan

untuk pengobatan.

Dari beberapa penelitian telah diketahui bahwa hipereaktivitas brnku pada manusia dan hewan

percobaan dapat terjadi Karen saluran nafas terpapar oleh antigen, infeksi virus atau inhalasi gas seperti

ozon. Namun bagaimana tepatnya tiap-tiap agen tersebut menginduksi terjadinya hipereaktivitas belum

diketahui sevara pasti. Banyak pakar mengatakan bahwa inflamasi saluran nafas oleh rangsangan

imunologi maupun non-imunologi mendasari perkembangan hipereaktivitas bronkus.

Kebanyakan penderita asma yang sensitive terhadap antigen spesifik menunjukkan respon

bronkokonstriksi ganda setelah inhalasi antigen. Respon bronkokonstriksi seger (immediate) mencapai

puncaknya dalam waktu 30 menit dan menghilanng dalam wwaktu 1-2 jam. Respon bronkokonstriksi

lambat (late) mencapai puncaknya secara lambat dalam 4-6 jam dan menghilang dalam 12-24 jam. Pada

manusia dan hewan percobaan, selama respon bronkokonstriksi lambat, timbul hipereaktivitaas bronkus

dan peningkatan tersebut hilang dalam beberapa minggu.

Dua tipe bronkokonstriksi tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Respon segera

terjadi sebelum iflamasi saluran nafas, tidak sensitive terhadap obat anti inflamasi kortikosteroid dan

tidak berhubungan dengn peningkatan hipereaktivitas bronkus. Sebaliknya fase lambat terbukti

berhubungan dengan inflamasi saluran nafas, relative resisten terhadap bronkodilator, namun dapat

dihilangkan dengan kortikosteroid dan berkaitan dengan terjadinya hipereaktivitas bronkus.

Inflamasi oleh saluran nafa oleh sebab-sebab nonimunologi juga dihubungkan dengan timbulnya

hipereaktivitas bronkus. Sebagai contoh, inhalasi ozon dan infeksi virus merusak epitel bronkus dan

menyebabkan respon inflamasi di saluran nafas.

Akibat paparan alergen, virus atau noxious gas akan terjadi pelepasan mediator dari sel-sel

saluran nafas seperti sel mast, sel epitel dan sel saraf. Mediator-mediator seperti histamine dapat

menimbulkan bronkospasme dengan merangsang kontraksi otot polos saluran nafas atau peningkatan

pelepasan neurotransmiter dari saraf kolinergik terminal yang menginervasi otot.

Mediator lain seperti PAF (platelet activating factor) mungkin tidak menyebabkn bronkospasme

langsung, namun bersifat menarik sel radang yang nantinya akan melepaskan mediator yang

Page 5: Asma Bronkial

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, produksi mucus dan timbulnya hipereaktivitas

bronkus.

Sel-sel yang terlihat pada pathogenesis asma bronchial

Pada beberapa penderita asma, terdapat antigen spesifik yang dapat menimbulkan inflamasi

dan hipreaktivits bronkus, melalui mekanisme IgE independen. Reaksi radang yang diperankan oleh IgE

adalah hasil aktivasi sel mast, basofil, dan platelet. Beberapa mediator yang dilepaskan oleh sel mast

dan makrofag bersifat menarik sel radang lain seperti eosinofil dan sel-sel radang lain tersebut juga

melepaskan mediator baru.

Mediator sel mast.

Mediator Sasaran Gejala

Histamine Otot polosKelenjar

Pembuluh darahSaraf kolinergik

KontraksiSekresi

PerebesanPelepasan neurotransmiter

Prostaglandin D2 Otot poloskelenjar

Kontraksisekresi

Lekotrien B4 Sel darah putih Kemotaksis

Lekotrien C4, D4 Otot polosKelenjar

Pembuluh darah

KontraksiSekresi

perembesan

adenosin Otot polos Kontraksi

NCF dan ECF Sel darah putih Kemotaksis

Chymase, trypase Otot poloskelenjar

Mudah kontraksisekresi

Namun sampai sekarang hrus diakui bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan, tetapi hanya dapat

dikendalikan. Pada penderita asma telah terjadi perubahan periodic yang dapat menimbulkan kontraksi

otot polos dengan intensitas berubah-ubah disertai hipersekresi mucus. Keadaan ini disebabkan oleh

perubahan factor imunologis, sedangkan pada penderita lain mungkin factor keturunan yang lebih

berperan, malahan pada sebagian penderita lain tidak jelas factor apa yang menjadi penyebab. Tetpi

Page 6: Asma Bronkial

kalau dilihat dari factor keturunan, maka untuk menegakkan diagnosis asma bronchial yang penting

diketahui adalah riwayat atopi di dalam keluarga penderita.

Reseptor adrenergic

Sungguh pun persyarafan simpatik untuk jaringan paru sangat sedikit (hapir tidak ada) kecuali

persyarafan untuk jaringan vaskuler, namun bahan kimiawi circulating catecholamine yang dihasilkan

mempunyai peranan amat besar dalam jaringan paru. Secara farmakologis bahan kimia ini mempunyai

dua reseptor dasar yakni reseptor beta adrenergic dan reseptor alfa adrenegik. Alfa adrenergic

mempunya reseptor yang terletak di dalam otot polos dan kelenjar eksokrin. Sedangkan beta adrenergic

secara farmakologik dapat dibedakan antara beta-1 yang berada di otot jantung dan beta-2 yang berada

di otot polos di seluruh tubuh, termasuk otot polos yang berada di jaringan bronkus dan pembuluh

darah.

Secara umum rangsangan pada alfa reseptor berakhir dengan timbulnya proses

pembangkitan,sedangkan rangsangan pada reseptor beta berakhir dengan dua bentuk reaksi,yaitu

penghambatan (missal terjadi relaksasi dari bronkus) dan dapat juga berakhir dengan proses

pembangkitan (missal terjadi peningkatan denyut dan kontraksi jantung) dan di dalam tubuh manusia

terdapat jaringan tertentu yang memiliki kedua reseptor di atas. Sedangkan akhir suatu kejadian atau

proses dalam jaringan paru tergantung dari peran katekolamin dan pebandingan relative dari dua

reseptor tersebut. Dalam tubuh manusia terdapat tiga bentuk katekolamin yaitu: dopamine, Nor-

Epinefrin dan Epinefrin. Dopamine merupakan neurotransmitter saraf ekstrapiramidal. Norepinefrin

adalah neurotransmiter pos-ganglion dari serabur saraf simpatik yang merupakan precursor metabolic

dari epinefrin.

Dalam tubuh orang normal,tegangan dinding saluran napas merupakan keseimbangan antara kekuatan

bronkorelaksasi yang dipengaruhi oleh rangsangan pada reseptor beta adrenergic dn bronkokontriksi

yang dipengaruhi rangsangan vagal. Rangsangan pada beta adrenergic akan mengaktifkan

Adenilsiklase,yaitu suatu enzim yang terdapat pada dinding sel otot dan sel mast,tetapi enzim ini tidak

sama dengan enzim yang terdapat pada reseptor beta adrenergic. Adenilsiklase yang aktif ini merupakan

katalisator pada pembentukan siklik adenosine monofosfat (cyclic 3’,5’-AMP atau CAMP) dari

adenosintrifosfat (ATP),CAMP kemudian merembes masuk ke dalam sel dan di dalam sel ini CAMP

mempunyai bermacam-macam fungsi. Salah satu fungsi CAMP yang sangat penting dalam sel otot polos

bronkus adalah mengaktifkan suatu mekanisme yang mencegah timbulnya kontraksi otot polos atau

Page 7: Asma Bronkial

mekanisme yang membangkitkan relaksasi otot tersebut. Di dalam sel mast,CAMP merupakan bahan

cadangan yang menghambat pelepasan mediator. Reseptor ini dapat mengatur tinggi rendah aktivitas

adenilsiklase,engan cara mengatur kadar CAMP dan karena itu merupakan gambaran dari fungsi

metabolismedari sel tersebut.

Bahan kimia lain yaitu CGMP mempunyai fungsi biologis sebagai zat yang bekerja berlawanan dengan

CAMP serta mempunyai reseptor pada permukaan sel yang peka pada rangsangan spesifik rangsangan

spesifik dapat mengaktifkan siklinukleotida, 3’,5’ guanosin monofosfat (CGMP) meningkat akan terjadi

bronkokontriksi otot polos saluran napas.

Penghambat Beta-adrenergik (Beta Adrenergik Blockade)

Dapat terjadi bila ada malfungsi atau defisiensi enzim adenilsiklse dalam sel otot polos saluran

napas,kelenjar,pembuluh drah paru dan sel mast. Defisiensi enzim adenilsiklase tersebut dapat terjadi

dapat terjadi karena bawaan sejak lahir dan dapat pula diperoleh karena pengaruh bahan metabolit

lain.keadaan lain yang mungkin timbul adalah kemapuan yang rendah dari adenilsiklase mengkatalisasi

pembentukan CAMP,sedangkan kerja adrenergic cukup baik. Bila keaaan ini terjadi akan timbul tonus

konriksi dari saluran napas yang berlebihan dan berlangsung lama, seolah-olah terjadi counter balance

dalam sel mast,dengan akibat terjadi pelepasan mediator yang cukup besar. Blockade adrenergic dapat

juga terjadi karena pengaruh obat-obatan yang termasuk dalam kelompok adrenergic blocking agent

misal propanlol, yaitu obat penurun tekanan darah.

Peranan N.Vagus

Bronkostriksi yang terjadi adalah sebagai akibat refleks saraf otonom. Serabut-serabut aferen berasal

dari reseptor yang terletak di permukaan sinus paranasalis dan sinus maksilaris. Serabut-serabut saraf

aferen membawa kembali rangsangan motorik menuju paru melalui n.vagus dan berakhir pada otot

polos bronkus. Daerah ini merupakan pusat refleks untuk rangsangan yang bersifat iritan,perubahan

diameter saluran napas dapat terjadi karena ada perubahan PaO2 dan PaCO2. Perubahan ini

kemungkinan disebabkan oleh emboli paru,serangan asma atau dapat juga karena serangan langsung

oleh bahan-bahan kimia yang bersifat mediator pada otot polos bronkus. Rangsangan sentral,juga dapat

menyebabkan kenaikan tonus motorik otot polos bronkus dengan akibat bronkostriksi. Engan demikian

jelas bahwa bahn kimia yang bersifat kolinergik yang konsentrasinya dipengaruhi oleh n.Vagus dapat

diterima sebagai penyebab asma.

Page 8: Asma Bronkial

Pelepasan dan Aktivitas Meditor

Seperti telah diungkapkan di atas bhwa paparan ulang alergen akan mengakibtkan pelepasan

bahan mediator kimia baik oleh sel mast yang berada pada mukosa saluran napas atau oleh sel basofil

yang berada dalam sirkulasi. Dalam hal demikian komplemen tidak terlibat,demikian pula tidak terjadi

peristiwa sitolisis. Pelepasan miator dari dalam sel mast sel basofil dipengaruhi oleh CAMP dan CGMP

dalam sel.

Kenaikan kadar CAMP akan menghambat pelepasan bahan meditor dari dalam sel mast dan basofil serta

mencegah terjadinya bonkokontriksi dan memberi kemudahan kepda otot polos bronkus untuk

relaksasi. Sedangkan kenaikan CGMP juga dapat terjadi bila reseptor kolinergik terangsang oleh

asetilkolin. Kenaikan kadar CGMP ini mendorong sel mast dan sel basofil mengeluarkan mediator. Oleh

karena itu,tinggi rendahnya sel mast dan basofil yang tersensitisasi sangat tergantung dari kepekaan

otot polos saluran napas. Selain itu bahan-bahan yang menstabilkan dinding sel mast dan mengubah

kesimbangan CAMP dan CGMP, dapat pula menghambat pelepasan mediator. Pengertian ini secara

imunologi dapat diterima sebagai pengobatan asma yang rasional.

Mediator kimia yang banyak telibat dalam peristiwa serangan asma bronchial adalah:

1. Histamin

Histamine merupakan amin vasoaktif yang tersebar luas dalam jaringan tubuh,terutama di

jaringan paru. Histamine ini terampung dalam bentuk granula did lam jaringan sel

mast,terutama pada bagian paling depan dari endotel kapiler yang terdapat di submukosa

bronkus. Histamine juga dijumpai sebagai granula dalam sel basofil dan sel netrofil,tetapi juga

paling penting justru mukosa saluran napas dan daerah perivskuler,karena kaya sel

mast,sehingga daerah ini mempunyai potensi untuk timbul alergi bila terjadi paparan ulang

terhadap alergen yang spesifik. Pelepasan histamine oleh sel mast dan basofil menyebabkan

kenaikan permeailitas pembuluh darah dan vasodilatasi,yang akhirnya akan menyebabkan

sembab dan infiltrasi sel-sel radang. Histamine menyebabkan kontraksi otot polos bronkus

dengan akibat terjadi bronkospasme serta sekresi kelenjar bronkus bertambah. Pada orang

normal pengaruh histamine ini kecil sekali sehingga dapat diabaikan.

2. Slow Recting Substance of Anaphylaxis (SRS-A)

Page 9: Asma Bronkial

SRS-A adalah bahan kimia yang bersifat asam,termostabil (pada keadaan basa) dan meupakan

mediator yang terbesar. SRS-A mulai tampak dalam darah 30 enit setelah terjadi ikatan antara

IGE dengan alergen ulang(rangsangan ulang). Segera setelah terjadi reaksi akibat rangsangan

ulang,dimulai metilasi pada sel membrane yang terdiri dari fosfolopid sel mast atau basofil

maupun sel imunokompeten lain. Fosfolipid yang mengalami metilasi akan menarik enzim

fosfolipase ke tempat terebut dan selanjutnya terjadilah proses metabolisme. Scara

farmakologis SRS-A memberikan pengaruh bronkostriksi lebih lama,300-400 kali lebih kuat

dibandingkan dengan histamine. Kerjanya juga tidak dipengaruhi oleh histamine,walaupun

secara in vitro peristiwa ini belum dapat dibuktikan. Pengaruh bronkostriksi histamine,timbul

lebih cepat.

3. Eosinophyl Chemotatic Factor of Anaphylaxis (ECF-A)

ECF-A terdapat di dalam jaringn paru yang baru mengalami paparan ulang dengan alergen serta

mempunyai aktivitas menarik eosinofil ke tempat terjadinya peristiwa alergi tersebut. Demikian

juga netrofil Chemotataic Factor of Anaphylaxis (NCF-A) mempunyai aktivitas menarik netrofil ke

tempat alergi terjadi, ECF-A dan NCF-A dapat menyebbkan sel radang bermigrasi dan mentap ke

dalam sel mukosa bronkus. Kedua sel ini mengeluarkan Major Basic Protein (MBP) dan

Eosinophyl Cationic Protein (ECP) yang dapat merusak membrane basalis sluran pernapasan dan

pengelupasan epitel mukosa bronkus dengan akibat serangan asma menjadi lebih lama dan

berat.

4. Serotonin

Zat ini menyebabkan kenaikan permeabilitas kapiler dan konstriksi otot plos,walaupun kadar

dalam jaringan paru sedikit. Sedangkan pemberian serotonin perinhalasi tidak menunjukkan

reaksi nyata.

5. Prostaglandin (PG)

PG merupakan metabolit asam arakidonat yang juga dilepaskan oleh jaringan paru,sebagai

akibat dari berbagai macam angsangan termasuk paparan ulang alergen yang spesifik. PGE

bronkodilator sedangkan PGF2a dan tromboksan bersifat bronkokontriksor. Kedua PG diatas

perlu dijaga keseimbangan konsentrasinya dalam serum,karena keduanya mempunyai efek yang

berlawanan dalam mempengaruhi ketegangan otot polos bronkus. Interaksi komlek dari semua

Page 10: Asma Bronkial

mediator ini dapat dapat timbul dalam suatu peristiwa,misalnya kontraksi otot polos yang

disebabkan oleh histamine akan diperkuat oleh SRS-A atau oleh PGF2a. sebaliknya kerja

histamin akan diperlunak oleh PGE sehingga pelepasan mediator berikutnya tidak terjadi.

6. Platelet Activating Factor (PAF)

PAF merupakan bahan kimia yang dikeluarkan oleh makrofag yang pada permukaannya telah

terjadi ikatan antara IGE-Alergen. Dalam 10 tahun terakhir ini PAF dianggap merupakan

mediator yang kuat sebagai penyebab keradangan saluran pernapasan sehingga dapat

menimbulkan berbagai macam gambaran patologi dalam saluran pernapasan yang khas pada

asma, yakni sembab mukosa. Pengelompokan eosinofil dan peningkatan tanggapan yang

berlebihan.

7. Kortikosteroid Adrenal

Zat ini adalah suatu hormone yang dihasilkan anak ginjal dan ikut dalam proses serangan

asma,walaupun begitu jalur yang dipergunakan masih belum jelas. Namun pengaruh hormone

ini dalam proses penyembuhan sangat dominan, karena berfungsi sebagai anti

inflamasi,mengurangi sekresi mukosa,mempertahankan stabilitas lisosom,menghmbat

pembentukan antibody. Selain itu,hormone anak ginjal ini diduga dapat menghambat kerja

histamine dalam jaringan serta bersifat potensiator terhadap keja bronkodilator.

Hubungan Pengobatan Asma Dengan Kortikosteroid

Di dalam sitoplasma sel mast,CAMP mengalami perubahan menjadi 5’-AMP oleh

fosfodiesterase. Penurunan kadar CAMP ini dapat dicegah dengan pemberian derivate santin yang

bersifat inhibitor kompetitif terhadap fosfodieratase. Fungsi CAMP ini dapat diperkuat oleh obat beta-

adrenergik,sedangkan fungsi ortikosteroid ialah meningkatkan kerja adrenergik. Peningkatan kerja

adrenergik,mediator-mediator yang dapat mengakibatkan perubahan patologi pada jaringan saluran

napas,baik pembentukan atau pelepasan dapat ditekan serta dihambat peredarannya.

Obat-obat yang tergolong dalam beta blocking agent,seperti propanolol,akan memperberat

asma. Dalam tubuh,bahan kimia yang mempunyai sifat seperti betabloker ialah CGMP yang kerjanya

dipengaruhi oleh n.vagus. jadi secara rasional pemakaian obat asma (termasuk kortikosteroid baik

aeroso,oral dan injeksi) seyogyanya ditujukan untuk menghambat pembentukan dan pelepasan

mediator oleh sel mast serta supaya terjadi relaksasi otot polos.

Page 11: Asma Bronkial

Perubahan Patologi Pada Asma

Perubahan yang terjadi pada sediaan secara makroskopik dan mikroskopik dari penderita status

asmatikus yang telah diotopsi,mudah diamati. Perubahan tersebut berupa sembab mukosa dan

submukosa,penebalan membrane basalis,infiltrasi sel radang (terutama eosinofil dan netrofil),hiperplasi

otot polos,mucus plug yang terdapat di dalam lumen bronkus dan kontraksi otot polos bronkus. Pada

sediaan mikroskopik paru tampak kepucatan,menggelembung (over distended). Selain itu dijumpai pula

daerah ateletaksis,yaitu bagian paru yang tidak terisi udara atau kolaps, sehingga daerah tadi ditandai

dengan jaringan paru yang mengeras,kaku,dan disertai dahak kental (mucus plug). Mucus plug

mengandung sek PMN,sel eosinofil,kristal “Charcot Leyden” ,dan campuran sel eosinofil bersama sel

epitel yang membentuk spiral dariChurschmann. Pada dahak penderita asma,sering dijumpai sel epitel

bersilia memadat dan membentuk massa sferis yang disebut Badan Creola (Creola Bodies) sebagai

akibat adanya deskuamasi.

Gejala Klinik dan Laboratorium Penderita Asma

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak,disertai fase inspirasi yang lebih

pendekdibandingkan dengan fase ekspirasi,dan diikuti bunyi mengi (wwheezing),batuk yang disertai

serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat

ringan,sedang atau berat dan sesak napas penderita biasanya timbul mendadak,dirasakan makin lama

makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita

dengan rhinitis alergi atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita

keluhan utama ialah sukar bernapasdisertai rasa tidak enak di daerah retrosterna. Mengi (wheezing)

terdengar terutama waktu ekspirasi.

Suara mengi ini seringkali dapat didengar dengan jelas tanpa menggunakan alat. Keadaan ini

tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan

atau kelelahan otot pernapasan,mengi atau wheezing akan terdengar lemah atau tidak sama sekali.

Sedang batuk hamper selalua ada,bahkan seringkali disertai dengan dahak putih yang berbuih. Selain itu

makin kental dahak akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih berat,apalagi penderita

mengalami dehidrasi.

Dalam keadaan sesak napas hebat,penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan

kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang menyertai sesak napas berat ialah

pergerakan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan,otot bantu pernapasan ikut aktif dan

Page 12: Asma Bronkial

penderita tampak gelisah. Frekuensi pernapasan ikut meningkat (takipneu),selain karena sesa napas

mungkin pula karena rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2

dan PaCO2,tetapi PH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian aan

memperberatsesak napas,karena akan menyebabkan penurunan PaO2 dan PH serta meningkatkan

PaCO2 darah. Selain itu akan terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai

110-30/menit,karena peningkatan katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda hipoksemia tetap ada,

(PaO2 < 60 mmHg),diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2 < 45 mmHg),asidosis

respirasi,sianosis,gelisah,kesadaran menurun,papiledema,pulsus paradoksus, berarti asma makin berat.

Pada perkusi dada,suara napas normal sampai hipersonor. Pada asma ringan letak diafragma

masih normal, dan menjadi datar serta rendah pada asma berat. Suara vesikuler meningkat,disertai

ekspirasi memanjang. Kalau ada sekret,terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan tumpang tindih dengan

wheezing waktu inspirasi. Suara napas tambahan yang bersifat lokal mungkin menunjukkan ada

bronkiektaksis atau pneumonia dan kadang-kadang karena atelektaksis ringan.

Pada pemeriksaan fisik,mungkin disertai penyulit yang sering menyertai asma misalnya

pneumonia,pneumotoraks,pleuritis,payah jantung dan emboli paru. Sedangkan jari tabuh hamper tidak

pernah dijumpai pada penderita asma,kecuali pada penyakit paru supuratif,keganasan atau penyakit

paru yang menimbulkan hipoksemia. Pemeriksaan telinga,hidung,tenggorokan,sinus

paranasalis,kulit,perut dan anggota gerak sangat penting karena infeksi didaerah ini dapat merangsang

serarangan asma.

Gejala klinik pada penderita asma

Keluhan utama pada penderita asma adalah sesaknafas mendadak disertai fase inspirasi yang

lebih pendek dan diikuti bunyi mengi(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak nafas yang kumat-

kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat dirasakan ringan, sedang atau berat

dan sesaknya muncul mendadak dan dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi

lebih berat.

Suara mengi ini seringkali dapat didengar dengan jelas tanpa menggunakan alat. Keadaan ini

tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan

atau kelelahan otot pernafasan, suara wheezing akan terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali.

Sedang batuknya hampir selalu ada.

Page 13: Asma Bronkial

Daalm keadaan sesak nafas berat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan

kedua tangan memegang kedua lutut. Frekuensi pernafasan terlihat meningkat(takipneu). Pada fase

permulaan sesak nafas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, hal ini akan menyebabkan pH

darah ikut menurun dan menyebabkan asidosis metabolik dimana sesak adalah salah satu gejalanya.

Selain itu juga terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi 110-130 kali/menit, karena peningkatan

katekolamin dalam darah.

Pada perkusi dada, suara nafas normal sampai hipersonor. Pada asma ringan letak diafragma

masih normal dan menjadi datar serta rendah pada asma berat. Suara vesikuler meningkat disertai

ekspirasi yang memanjang. Kalau ada sekret, maka suara ronki kasar waktu inspirasi akan tumpang

tindih dengan suara wheezing. Pada pemeriksaan fisik, sering dijumpai penyakit penyerta asma misalnya

pneumonia, pneumotoraks, pleuritis, payah jantung dan emboli paru.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Dahak

Dahak atau srasal dari putum mukoid berwarna jernih, terdiri dari mukopolisakarida dan serabut

glikoprotein, bila disebabkan alergi murni, umumnya dahak sukar dikeluarkan saat batuk. Dahak

yang sangat kental sering sekali menyebabkan penyumbatan. Dahak purulen berwarna kuning atau

kehijauan umumnya berjumlah banyak dengan konsistensi kenyal atau lunak dan berasal dari

jaringan epitel yang mengalami nekrosis yang bercampur dengan sel-sel radang dan bakteri. Pada

pemeriksaan mikroskopis, tampak gambaran spiral Churscmann, badan Creola dan kristal Charcot-

Leyden serta dahak 90 % mengandung eosinofil

2. Pemeriksaan darah

Pada penderita yang mengalami stress, dehidrasi dan stress dapat terjadi leukositosis (15.000/mm 3).

Sedang eosinofil meningkat diatas harga normal (800-1000 mm3). Jika jumlahnya mencapai lebih

1000 mm3 maka kemungkinan disebabkan infeksi. Bila eosinofil tetap tinggi setelah diberi

kortikosteroid maka disebut steroid resistant bronchial asthma.

3. Pemeriksaan EKG

Didapatkan sinus takikardi, bila peningkatan detak jantung diatas 120 kali/menit maka menunjukkan

ada hipoksia dan mungkin disertai dengan tekanan oksigen 40-60 mmHg. Bila terjadi serangan asma

akut, tekanan darah meningkat dan EKG menunjukkan gambaran strain ventrikel kanan yang disertai

perubahan aksis jantung kekanan dan perubahan ini dapat pulih keasal. Juga didapatkan RBBB (Right

Page 14: Asma Bronkial

Bundle Branch Block) P-pulmomal. Aritmia dapat terjadi bila penderita mendapat NE atau mendapat

katekolamin pada saat serangan.

Tatalaksana

Dalam penatalaksanaan secara farmakologi harus diperhatikan :

1. Target yang akan tercapai

a. Menjaga kelangsungan hidup penderita pada tahap normal

b. Mempertahankan semaksimal mungkin fungsi paru normal

c. Mencegah timbulnya keluhan yang bersifat menahun

d. Mencegah timbulnya serangan ulang

e. Menghindari efek samping obat asma

2. prinsip-prinsip pengobatan asma secara umum

sebelum memberikan pengobatan yang spesifik, beberapa prinsip umum pengobatan harus

ditegakkan terlebih dulu.

a. Asma adalah suatu keadaan menahun yang mengalami eksaserbasi. Pengobatan yang

diberikan haruslah bekesinambungan, mampu menghilangkan keluhan dan mencegah

kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun pada

saluran nafas

b. Mencegah timbulnya eksaserbasi akut merupakan prinsip pengobatan yang penting ,

menghindari faktor pencetus dan bagi yang alergi menghindari bahan alergen. Bagi

kelompok yang toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan asma pada

malam hari yang berulang , terutama asma ringan sampai sedang pemberian obat anti

antiasma merupakan hal yang mutlak terutama yangmempunyai sifat anti radang.

c. Pengobatan asma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang menyebabkan

timbulnya asma. Yakni ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan saluran nafas

tersebut.. apa karena jenis mediator spesifik yang menyebabkannya? Bila demikian,

maka pengobatan ini harus mampu menekan komponen-komponen keradangan yang

menyebabkan timbulnya keluhan penderita. Jadi, yang diharapkan ialah bagaimana

hyperresponsives saluran nafas dan mencegah timbulnya obstrusi yang tak dapat pulih

kembali.

Page 15: Asma Bronkial

d. Berkeyakinan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkkan serangan eksaserbasi

akut sehingga dapat menghindari penyempitan saluran nafas lebih lanjut.

e. Pengobatan asma adalah suatu tindakan yang melibatkan banyak hal, antara lain

penyuluhan penderita, pengawasan lingkungan dan pemakaian obat-obatan untuk

mengawais secara objektif perjalanan penyakit tersebut

3. Pengobatan nonfarmakologis

Secara optimal, pengobatan non farmakologis harus dilakukan padsa penyakit asma dan tindakan

tersebut meliputi :

a. penyuluhan mengenai penyakit asma kepada penderita dan keluarganya

b. menjauhi bahan-bahan yang dapat menimbulkan serangan asma dan faktor pencetus

timbulnya asma

c. Imunoterapi

4. Pengobatan farmakologis (medikamentosa)

Tujuannya adalah menghilangkan obstruksi saluran nafas. Obat-obatan yang dipergunakan meliputi

bronkodilator dan anti keradangan atau keduanya. Obat anti inflamasi dapat mencegah terjadinya

proses peradangan lebih lanjut sedangkan bronkodilator bekerja dengan cara relaksasi otot polos

bronkus.

Obat antiinflamasi meliputi :

- kortikosteroid

- sodium cromolyn

- anti Inflamasi lainnya

Obat bronkodilator meliputi :

- B-adrenergik agonis

- Metilsantin

- Antikolinergik

Bronkodilator atau kortikosteroid dapat diberikan secara peroral, parenteral atau inhalasi. Obat-

obat ini memiliki indeks terapetik yang lebih baik diberikan sebagai aerosol daripada parenteral ataupun

enteral.

Kortikosteroid

Page 16: Asma Bronkial

Respon asma terhadap farmakoterapi bervariasi antar individu, sehingga dapat ditemukan

pasien yang resisten terhadap steroid meskipun jarang dan tak menunjukkan hasil yang baik dengan

inhalasi steroid. Kortikosteroid saat ini diberikan segera pada serangan akut pasien asma bronkial akut

maupun kronik untuk mengatasi secara cepat reaksi radang yang ternyata selalu terjadi pada saat

serangan asma. Glukokortikoid tidak bekerja langsung sebagai bronkodilator. Tetapi sebagai anti

inflamasi, obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis

eikosanoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain dijaringan paru dan

menurunkan permeabilitas vaskular, sehingga saat ini kortikosteroid adalah obat yang efektif untuk

asma bronkial. Pengobatan sistemik beresiko tinggi untuk timbulnya efek samping serius, penemuan

glukokortikoid inhalasi merupakan penemuan besar dalam terapi asma karena obat langsung sampai ke

target organ sehingga sangat efektif sedangkan resiko efek samping sistemik sangat rendah. Saat ini ada

5 preparat yang berbentuk inhalasi yaitu beklometason diproprionat, triamsolon asetonid, flunisolid,

budesonid dan flutikason propionat. Indeks terapi semua preparat hampir tidak berbeda bila

digunakan dalam dosis yang dianjurkan. Inhalasi digunakan untuk pencegahan, tetapi dibutuhkan waktu

yang cukup lama dalam pengawasan dokter untuk mencapai keadaan berkurangnya hiperaktivitas paru.

Pasien yang perlu diterpai dengan kortikosteroid adalah pasien yang memerlukan B2-adrenergik agonis

4 kali seminggu atau lebih dalam seminggu. Dosis untuk tiap individu harus dicari dan dapat berbeda

antar individu. Efek samping sistemik dapat terjadi bila obat tertelan, terapi preparat terkini mengalami

metabolisme lintas pertama sehingga lebih kecil kemungkinan efek sistemiknya.

Pada keadaan status asmatikus, glukokortikoid dosis besar harus segera diberikan: metil

prednisolon –Na-suksinat 60-100 mg setiap 6 jam diberikan secara IV. Bila gejala mereda, dapat diikuti

pemberian prednison oral 40-60 mg/hari.

Eksaserbasi akut asma dapat diatasi dengan prednison 30 mg, 2 kali sehari selama 5 hari

kemudian bila masih perlu dapat diperpanjang 1 minggu dengan dosis yang lebih rendah. Bila

memberikan respon yang baik, kortikosteroid dapat dihentikan. Gejala supresi fungsi adrenal dapat

timbul dalam waktu 1-2 minggu tergantung besar dosis.

Pasien yang sedang menggunakan glukortikoid oral harus menurunkan dosis secara bertahap

bila akan menggunakan inhalasi beklometason. Inhalasi ini akan menyebabkan kandidiasis orofaring

tanpa gejala. Adapun pencegahannya adalah dengan berkumur setiap sehabis pemakaian.

Page 17: Asma Bronkial

Risiko efek samping yang ditakuti misalnya penekanan sumbu hipotalamus-hipofise-korteks

adrenal tidak bermakna pada dosis budesonid atau beklometason <1500 µg/hari pada dewasa dan <400

µg/hari pada anak. Begitu pula digunakan metabolisme karbohidrat dan lipid tak nyata pada

beklometason <1000 µg/hari. Purpura atau peniipisan kulit dapat terjadi dan terkait dengan dosis pada

pemakaian beklometason 400-2000 µg/hari. Disfoni juga tak pernah terjadi, kandidiasis <5% dan

menurun dengan menggunakan alat khusus (spacer device), ham,batan pertumbuhan tidak terbukti dan

sulit dipisahkan antara efek obat dan akibat penyakitnya.

Bronkodilator

Spasme otot polos merupakan faktor utama yang menimbulkan obstruksi pada asma. Obat-

obatan beta-adregenergik agonis, teofilin dan antikolinergik terbukti mampu mengendurkan spasme

otot polos tersebut.

a. adrenergik suatu bronkodilator yang spesifik

1. Efinefrin. Merupakan gabungan alfa dan beta adrenergik agonis. Pemberian subkutan

dengan dosis 0,01 mg/kgbb menghasilkan bronkodilator cepat tetapi dengan adanya alfa

adrenergik yang mempunyai aktivitas kuat, pemakaian epinefrin harus dibatasi pada orang

tua, terutama yang menderita penyakit jantung iskemik. Karena obat ini dapat menimbulkan

efek samping seperti iskemia miokard, aritmia dan hipertensi. Kontraindikasi ini tidak

berlaku pada semua penderita yang mengalami eksaserbasi. Pada penderita asma yang juga

mengidap PJK, hipertensi, angina atau aritmia dianjurkan memakai beta-2-agonis aerososl

2. Efedrin. Merupakan bronkodilator ringan yang dikombinasikan dengan aminofilin dan

sedatif.

3. Isoproterenol. Obat ini diberikan dengan menggunakan nebulizer da dalam dosis kecil. Kerja

obat baru tampak setelah 5 menit pemberian dan waktu kerja obat hanya 2 jam. Obat ini

dapat diberian secara injeksi tetapi hati-hati untuk penderita sakit jantung

4. Beta-adrenergik Agonis selektif. Obat ini bekerja selektif sebagai bronkodilator pada

reseptor beta-2 otot polos bronkus sehingga terrjadi pelebaransaluran nafas serta

menghambat terlepasnya mediatosr sel mast dan basofil. Bila diberikan peroral, lama

kerjanya 4-6 jam namun bila diberikan secara aerosol efeknya sampai 12-18 jam. Pemberian

Page 18: Asma Bronkial

aerosol juga dapat mengurangi pengaruh sampingan dibanding dengan pemberian peroral

maupun parenteral dan pemberian secara inhalasi lebih rasional, baik untuk pencegahan

maupun pengobatan eksaserbasi akut, karena asma merupakan penyakit sakluran nafas.

B. Non adrenergik bronkodilator

1. Teofilin. Teofilin dan derivatnya merupakan obat asma kelopmpok pertama yang sering

dipakai. Untuk pengobatan asma akut tersedia dalam bentuk tablet tipis dengan kerjanya yang

cepat. Namun tak tidak dapat dipakai sebagai maintenance drug karena cepat pula

dimetabolisme. Efek kerja obatnya selama 12-24 jam sehingga dapat dipakai dua kali sehari.

Pada orang dewasa, 400 mg dapat diberikan dengan dosis tunggal atau diminum dua kali (200

mg/tablet). Jika terjadi toleransi terhadap obat, maka dosis dapat dinaikkan sebesar 25% dari

dosis permulaan dengan interval pemberian setiap 3 hari sampai mencapai dosis maksimum.

Untuk mengurangi efek samping seperti mual, muntahdan nyeri perut, teofilin dapat diberikan

dalam bentuk sustained release sehari satu kali dan diberikan pada malam hari. Kadar terapetik

teofilin optimal dalam plasma berkisar sekitar 10-20 µg/ml. Pada orang tua, kadar <10µg/ml

sudah dapat memberikan efek bronkodilatasi. Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase

sehingga 5’-cAMP tidak terbentuk dan konstriksi bronkus tak terjadi. Teofilin bekerja melawan

adenosin yang dapat menyebabkan bronkostriksi, meningkatkan pelepasan katekolamin dalam

tubuh, mempengaruhi aliran kalsium dalam sel, mempercepat terjadinya ikatan cAMP dengan

protein menjadi cAAMP-protein dan mengurangi kelelahan otot diafragma.

2. Obat-obat antikolinergik

Atropin, prototipe antikolinergik digunakan sebagai obat asma terbatas karena pengaruh sampingan

yang sering terjadi. Atropin diserap tubuh melewati mukosa. Namun obat sintetiknya banyak dipakai

pada pengobatan penderita PPOK yakni ipatropium bromide dengan nama dagang Atroven dan Robinul.

Merupakan obat yang mempunyai kemampuan bronkodilatasi dua kali liapt dengan waktu kerja yang

lebih lama. Puncak kerja obat ini adalah 60-90 menit dengan lama kerja mencapai 12 jam. Obat ini jauh

lebih efektif pada penderita usia diatas 40 tahun dibandingkan dengan golongan albuterol, manakala

penyakitnya sudah berlangsung lama dan terutama mempunyai dasar emosi. Kombinasi antikolonergi

dengan obat golongan adrenergik akanmenghasilkan relaksasi otot polos bronkus dengan cepat dan

lebih lama.

Page 19: Asma Bronkial