BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada
prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat
beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan
prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap
penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan
pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.
Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari
tonsil.Pada tonsillitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian
sehingga disebut tonsillitis kronis hipertrofi.Mengingat dampak yang
ditimbulkan makatonsilitis kronis hipertrofi yang telah menyebabkan
sumbatan jalan napas harus segera ditindak lanjuti dengan pendekatan
operatif tonsilektomi. Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode
1
pengangkatan tonsil berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti
tiang tempat menggantungkan sepatu serta dari bahasa yunani ectomy yang
berarti eksisi. Beragam teknik tonsilektomi terus berkembang mulai dari abad
21 diantaranya diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan
bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan
tonsilektomi dengan coblation. Adapun teknik yang sering dilakukan adalah
diseksi thermal menggunakan elektrocauter.
Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia
pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta
keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di
Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik
anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan
tujuan untuk pendidikan.
Mengingat tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan
dengan anestesi umum maupun lokal, komplikasi yang ditimbulkannya
merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Komplikasi
terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani tonsilektomi.
Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Adapun
komplikasi yang dapat ditemukan berupa laringospasme, gelisah pasca
operasi, mual, muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan
hipovolemia, hipersensitif terhadap obat anestesi serta hipotensi dan henti
jantung terkait induksi intravena dengan pentotal.
2
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk memahami
gambaran umum tentang Tonsilitis dan mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada penatalaksanaan anestesi pada klien dengan Tonsilitis
yang menjalani operasi Tonsilektomi.
1.2.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :
a. Mengetahui tentang pengertian Tonsilitis
b. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologis Tonslitis
c. Mengetahui tentang etiologi dari Tonsilitis
d. Mengetahui tentag patofisiologi dan pathway dari Tonsilitis
e. Mengetahui tentang maifestasi klinis dari Tonsilitis
f. Mengetahui tentang komplikasi Tonslitis
g. Mengetahui tentang penatalaksanaan baik penatalaksanaan medis
maupun penatalaksannaan keperawatan anestesi dari Tonsilektomi
h. Mengetahui asuhan keperawatan dan penatalaksanaan anestesi pada
pasien dengan Tonsilektomi
3
1.3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu penulis hanya
menggambarkan atau memaparkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa
kini.
Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara langsung terhadap pasien, keluarga
pasien, perawat ruangan dan petugas kesehatan yang terlibat dalam kasus
ini.
b. Observasi
Penulis melakukan pengumpulan data melalui hasil pengamatan secara
langsung terhadap kondisi pasien.
c. Pemeriksaan Fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien dengan metode
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultrasi.
d. Studi Literatur
Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-
buku keperawatan dan buku-buku ilmiah lainnya yang menunjang kasus.
e. Studi Dokumentasi
Penulis melakukan pengumpulan data dengan memvalidasi data yang
diperoleh dari pengkajian dan data dari keluarga.
4
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan,
metode penulisan, lingkup bahasan.
BAB II : Pembahasan tentang Tonsilitis secara umum dan penatalaksanaan
anestesi pada pasien Tonsilektomi.
BAB III : Tinjauan kasus penatalaksanaan keperawatan dan anestesi umum
pada pasien An. I dengan tindakan Tonsilektomi dikamar operasi
BLUD RSU Kota Banjar.
BAB IV : Kesimpulan dan saran.
1.5. Lingkup Bahasan
a. Materi
Materi dalam pembahasan kasus ini adalah mengenai asuhan keperawatan
dan penatalaksanaan anestesi umum (intubasi tracheal) pada An. I usia 10
tahun dengan tindakan Tonsilektomi.
b. Waktu
Waktu pengambilan kasus ini tanggal 20 November 2014.
c. Tempat
Tempat pengambilan kasus ini di Instalasi Bedah SentralBLUD RSU
Kota Banjar.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. TONSILITIS
2.1.1. Pengertian
Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang
memiliki keaktifan munologik. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak
menyebarke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui
mulut,hidung dantenggorokan. Oleh karena itu, tidak jarang tonsil mengalami
peradangan.
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut merupakan
inveksi tonsilyang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis
yang terjadi berulangkali.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil atau amandel. Operasi ini
merupakan operasi THT yang paling sering dilakukan pada anak-anak.
Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien mempunyai masalah-masalah berikut :
a. Menderita tonsillitis berulang
b. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi
c. Serangan otitis media purulens berulang
d. Diduga kehilangan pendengaran akibat otitis media serosa yang terjadi
dalam kalbunya dengan pembasaran konal dan adenoid
e. Kecurigaan keganasan tonsil pada orang dewasa muda dan dewasa
6
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran
di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil
lingual, dan tonsil tubal.
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong
diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral
orofaring. Dibatasi oleh:
7
(a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior
(b) Anterior – muskulus palatoglosus
(c) Posterior – muskulus palatofaringeus
(d) Superior – palatum mole
(e) Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di
bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli
terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik
difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan
tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat
germinal.
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan
batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian
luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.
8
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis
eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan
cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri
maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri
lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal
asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden,
diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung
dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar
kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan
akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
9
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke
IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser
palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.
Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel
plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil
dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular,
mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil
mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi
dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
10
b. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus
atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari
sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai
bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di
dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.
c. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
papilla sirkumvalata.
2.1.3. Etiologi
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang
tersebut dibawah ini yaitu :
11
1. Streptokokus Beta Hemolitikus
2. Streptokokus Viridans
3. Streptokokus Piogenes
4. Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (
droplet infections )
2.1.4. Proses Patologi dan Patway
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian
menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus
patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi
sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya
udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada
faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil
sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam
tinggi bau mulut serta otalgia.
12
Pathway
2.1.5. Manifestasi Klinis
Penderita biasanya demam, nyeri tenggorokan, mungkin sakit berat dan
merasa sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka mulut disertai dengan
trismus (kesulitan membuka mulut). Bila laring terkena, suara akan menjadi serak.
13
Invasi kuman patogen (bakteri / virus)
Penyebaran limfogen
Faring & tonsil
Proses inflamasi
Tonsilitis akut hipertermi
Edema tonsil
Nyeri telan
Sulit makan & minum
Resiko perubahanstatus
nutrisi < dari kebutuhan
tubuh
Tonsil & adenoid membesar
Obstruksi pada tuba eustakii
Kurangnya pendengaran Infeksi sekunder
Otitis media
Gangguan persepsi sensori :
pendengaran
Kelemahan
Intoleransi
aktifitas
Pada pemeriksaan tampak faringhiperemis, tonsil membengkak, hiperemis :
terdapat detritus (tonsillitis folibularis), kadangdetritus berdekatan menjadi sati
(tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus palatinus anterior
terdorong ke luar dan uvula terdesak melewati garis tengah.Kelenjar sub
mandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak. Pembesaran
adenoid dapat menyebabkan pernapasan mulut, telinga mengeluarkan
cairan,kepala sering panas, bronchitis, napas baud an pernapasan bising.
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara
perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen
ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap
ditemui adalah sebagai berikut :
a. Komplikasi sekitar tonsil
(a) Peritonsilitis
(b) Abses Peritonsilar (Quinsy)
(c) Abses Parafaringeal
(d) Abses Retrofaring
(e) Krista Tonsil
(f) Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
14
b. Komplikasi Organ jauh
(a) Demam rematik dan penyakit jantung rematik
(b) Glomerulonefritis
(c) Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
(d) Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
(e) Artritis dan fibrositis
2.2. Penatalaksanaan Tindakan Anestesi
Pada pasien tonsilektomi kita harus memperhatikan perubahan-
perubahan fisiologi dan anatomi, karena tindakan tersebut dapat
mempengaruhi tindakan anestesi. Bila pasien disertai dengan penyakit lain
seperti asma maka tindakan anestesi akan lebih spesifik lagi. Untuk hal ini
perlu pengetahuan lebih mendalam mengenai fisiologi dan anatomi
sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
2.2.1. Pengertian Anestesi
Istilah anestesi pertama kali dikemukakan oleh ahli filosofi
Yunani yang bernama Dioscorides. Anestesi adalah hilangnya rasa
sakit.Anestesi berarti hilangnya segala sensasi panas, dingin, rabaan,
kedudukan tubuh (posture), nyeri dan biasanya dihubungkan dengan
hilangnya kesadaran.Anestesi umum berarti hilangnya sakit diseluruh
tubuh yang disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat
sementara akibat pemberian obat anestesi. Setelah obat ini mengalami
15
metabolisme dan dikeluarkan oleh tubuh, keadaan akan pulih kembali
seperti semula.
2.2.2. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversibel).Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari analgetik,
hipnotik, dan relaksasi otot.
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi
kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat
anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga
kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.
Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan
mencegah terjadinya kelebihan dosis.
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,
pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal.Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah,
tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran
pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi,
menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali,
tanpa efek yang tidak diinginkan.
16
Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain
pada dosis yang aman mempunyai daya analgetik relaksasi otot yang
cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak
mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut
harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan
yang luas.
a. Macam-macam Teknik Anestesi
(a) Open drop method
Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,
peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik
diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung
penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan
pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara
terbuka.
(b) Semi open drop method
Hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida
yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi
hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas
flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara
semenit.
17
(c) Semi closed method
Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang
dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas
yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya
dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar
tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan
memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100%
kebutuhan.
(d) Closed method
Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai
premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.
2.2.3. Persiapan Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan
(elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra
anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada
bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada pasien
yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat
18
mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun
tujuan kunjungan pra anestesi adalah:
(a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
(b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang
sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.
(c) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka
mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :
insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka
mortalitas 68%.
19
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan
operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup
dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka
mortalitas 98%.
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil
(didonorkan)
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri
dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.
a. Pemeriksaan praoperasi anestesi
I. Anamnesis
1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.
2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi
penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru
kronis (asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung,
hipertensi, dan penyakit ginjal.
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat,
dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi
dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi,
antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain lain.
20
5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,
jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif
pasca bedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi
maligna.
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,