Top Banner

of 35

ASKEP SCIZOFRENIA

Oct 30, 2015

Download

Documents

Dewi Pradnyani

askep
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Kep.Jiwa

1

asuhan keperawatan pada PASIEN dengan skizofreniaA. KONSEP DASAR SKIZOFRENIA1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Gail W. Stuart.2006:240)

2. Penyebab

Faktor Predisposisi

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respons neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian berikut:

a) Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak.

b) Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini.

Dopamin neurotransmitter yang berlebihan

Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lain, terutama serotonin.

Masalah-masalah pada system reseptor dopamine

c) Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetik pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi daripada pasangan saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian genetik terbaru memfokuskan pada gene mapping (pemetaan gen) dalam keluarga dengan insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.2. Psikologis

Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologi terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini. Akibatnya, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional menurun.

3. Sosiobudaya

Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. Faktor Presipitasi

1. Biologis

Stres biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologist maladaptive meliputi : Gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

2. Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjalinnya gangguan perilaku.

3. Pemicu gejala

Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu, yang meliputi: Kesehatan : gizi buruk, kurang tidur, irama sirkandian tidak seimbang, keletihan, infeksi, obat system saraf pusat, kurang olahraga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Lingkungan :rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan(perumahan yang tidak memuaskan), tekanan dalam bertindak (kehilangan kemandirian dalam kehidupan), perubahan dalam kejadian kehidupan dan pola aktivitas hidup sehari-hari, kesukaran interpersonal, gangguan dalam hubungan interpersonal, isolasi social dan dukungan social yang kurang, tekanan pekerjaan (keterampilan bekerja yang kurang), kemiskinan, kurang transportasi (sumber) dan stigmatisasi.

Sikap/perilaku : konsep diri rendah, kurang rasa percaya diri, kehilangan motivasi untuk menggunakan keterampilan, demoralisasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, perasaan dikuasai oleh gejala, tampak dan bertindak berbeda dengan orang lain yang berusia dan berbudaya sama, keterampilan social kurang, perilaku agresif, perlilaku kekerasan, penatalaksanaan pengobatan yang kurang dan penatalaksanaan gejala yang kurang.

4. Penilaian stressor

Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stress menyebabkan skizofrenia. Namun studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stress, penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. Model diathesis stress menjelaskan bahwa gejala skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap stress internal. Model ini penting karena mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, dan sosiobudaya dalam menjelaskan perkembangan skizofrenia.5. Sumber koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, financial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

6. Mekanisme koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologist maladaptive meliputi:

Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk aktivitas hidup sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi. Menarik diri.3. Pembagian Skizofrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

a. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

b. Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.

c. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

e. Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

f. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

g. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

4. Terapi

a. FarmakoterapiTatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofreniaantara lain :1) Anti PsikotikJenis- jenis obat antipsikotik antara lain : ChlorpromazineUntuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 325 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral. TrifluoperazineUntuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 31 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari. HaloperidolUntuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal : 30,5 mg sampai 3 mg.2) Anti parkinson Triheksipenydil (Artane)Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari.

DifehidaminDosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari.3) Anti Depresan AmitriptylinUntuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.ImipraminUntuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.4) Anti AnsietasAnti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain: Fenobarbital

: 16-320 mg/hari Meprobamat

: 200-2400 mg/hari Klordiazepoksida: 15-100 mg/harib. Psikoterapi1) Terapi Untuk pasienElemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan Pasien.Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan Pasien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada Pasien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila Pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal Pasien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan Pasien, misalnya dengan berkata : Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan Pasien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu Pasien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat Pasien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat Pasien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.2) Terapi Keluarga

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga Pasien, sebagai sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi dan membantu perawatan Pasien.Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik1. Pengertian Skizofrenia Hebefrenik

Menurut Townsend, Skizofrenia Hebefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek tidak sesuai dengan karakteristik umumnya wajah dungu, tertawa aneh-aneh, menangis dan menarik diri secara ekstrim. (Helena, 1998;143)

Skizofrenia hebefrenik permulaannya subakut dan sering timbul pada remaja antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah proses pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau doble personality. Gangguan psikomotor seperti menarism, neologism atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia, waham dan halusinasi banyak sekali. (Maramis.1998;223)2. Proses Terjadinya Skizofrenia Hebefrenika. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiology seperti pada harga diri rendah antara lain:

(1) Faktor Genetik

Telah diketahui bahwa secara genetic skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu, tetapi kromosom yang keberapa menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.

Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya 15% jika salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia, sementara jika kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.(2) Faktor Neurologis

Dikemukakan bahwa korteks prefrotak dan korteks limbik pada Pasien skizofrenik tidak pernah berkembang penuh. Dikemukakan juga pada Pasien skizofrenia terjadi penurunan volume dan funfsi otak yang abnormal. Neurotrasmiter yang ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonin dan glutamate.

(3) Study Neurotransmiter

Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan neorotransmiter dopamine yang berlebihan.

(4) Teori Virus

Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.(5) Psikologis

Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor pencetus respon neurobniologis meliputi;1) Berlebihannya proses implamasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

2) Mekanisme penghantaran listrik di otak terganggu.3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku

Gejala-gajala pencetus respon biologis: Kesehatan: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidak seimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.

Lingkungan: lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktifitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat tranfortasi, dan ketidak mampuan mendapatkan pekerjaan. Sikap/prilaku: merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan yang berlebihan dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia, maupun dari kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, prilaku kekerasan, ketidak adequatan pengobatan dan ketidak adequatan penanganan gejala.

3. Tanda dan Gejala Skizofrenia HebefrenikMenurut Hawari (2001;640) seseorang yang menderita Skoizofrenia Hebefrenik, disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai gejala-gejala yang antara lain sebagai berikut:

Inkoherensi yaitu jalan pikir yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.

Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukan rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematis, tidak terorganisasi sebagai suatu kesatuan. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu kesatuan. Perilaku aneh misalnya menyeringai sendiri, menunjukan gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung menarik diri secara ekstim dari hubungan sosial.KONSEP DASAR HALUSINASI1. Pengertian

Halusinasi adalah penserapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik, ataupun histerik. (Maramis, 1998;119)

Stuart & Laria di dalam bukunya mengatakan halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima indra. (pendengaran, penglihatan, peraba, pengacap, penghidung) (Nurjanah, 2008;7)

Dilihat dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu memepersepsikan rangsangan yang tidak sesuai atau tidak mampu menilai hal nyata dengan yang tidak nyata oleh kelima panca inderanya.

2. Jenis-Jenis Halusinasi

a. Halusinasi Dengar

Halusinasi dengar yaitu Pasien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata/lingkungan, dengan kata lain orang yang berada disekitar Pasien tidak mendengar suara atau bunyi disekitar Pasien. (Depkes RI, 2000;131)

b. Halusinasi Lihat

Stuart & Sundeen di dalam bukunya mengatakan Halusinasi lihat adalah stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik, gambar karton, dan/ panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang menakutkan seperti monster. (Hamid, 1998;306)

c. Halusinasi Penciuman

Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.

d. Halusinasi kecap

Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.

e. Halusinasi raba

Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.

3. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut tim direktorat Kesehatan Jiwa Bandung (2002;26) tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi:a. Bicara, senyum dan tertawa sendirib. Mengatakan mendengar suarac. Mengatakan melihat sesuatu / bayangand. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungane. Tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyataf. Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasig. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akalh. Sikap curiga dan bermusuhani. Menarik diri dan menghindar dari orang lainj. Sulit membuat keputusank. Ketakutanl. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marahm. Menyalahkan diri sendiri, orang lainn. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri: mandi, berpakaiano. Muka merah kadang pucatp. Ekspresi wajah tegangq. Tekanan darah meningkatr. Nadi cepats. Banyak keringat

4. Psikodinamika Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Dengar dan Lihata. Rentang Respon NeurobiologisRentang Respon NeurobilogisRENTANG RESPON NEOROBIOLOGIS

Respon Adaptif Respon Maladaftif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang

Kelainan pikiran/delusi

Persepsi akurat

Ilusi

Halusinasi

Emosi konsinten dengan pangalaman

Reaksi emosional berlebihan atau berkurang

Ketidak mampuan mengalami emosi

Perilaku sosial

Perilaku ganjil atau tak lazim

Ketidakteraturan

Hubngan sosial

Menarik diri

Isolasi sosial

(Stuart and Sundeen 1998;302)1) Respon Adaptif Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma dan budaya yang umum berlaku, dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas-batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. (Depkes RI,2000;115) Pikiran logis ( pikiran yang masuk akal ).

Persepsi akurat merupakan persepsi yang mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. (Stuart and Sundeen, 1998;302) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu emosi yang digambarkan dengan istilah mood dan afek. Mood adalah suasana emosi, sedangkan afek mengaju kepada ekspresi emosi yang dapat diamati dari ekspresi wajah, gerakan tangan, tubuh dan suara ketika individu menceritakan perasaannya. (Depkes RI, 2000;135) Perilaku sesuai.

Hubungan sosial.2) Respon Awal Mal Adaptif ( Rentang antara adaptif dan maladaptif ) Pikiran yang menyimpang atau inkoherensia yaitu gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimatpun sudah sukar ditangkap atau diikuti maksudnya. (Maramis, 2000;114) Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tetang pencerapan yang sungguh terjadi, karena rangsang panca indera. (Maramis, 1998;120) Reaksi emosional berlebih atau kurang yaitu afek dan emosi yang tidak wajar dalam situasi tertentu (terganggu secara kwalitatif), umpamanya ketawa terkikih saat wawancara, bila ekstrim akan menjadi inadequate yaitu afek dan emosi yang bertentangan dengan keadaan atau isi fikir dengan isi bicara. (Maramis, 1998;109) Perilaku ganjil atau tak lazim.

Menarik diri atau nengasingkan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun. (day dreaming) (Hawari 2001;45)3) Respon Maladaptif Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya. (Depkes RI, 2000;115) Delusi adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial. (Stuart and Sundeen, 1998;119) Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkn organic, fungsional, psikotik, ataupun histerik. (Maramis, 1998;119) Ketidak mampuan mengalami emosi yaitu ketidak mampuan individu terhadap penyelesaian masalah secara adaptif. (Depkes RI, 2000) Isolasi sosial adalah keadaan orang yang tidak dapat bergaul dengan masyarakat umum, karena kecelakaan atau bencana, karena sengaja dibuat untuk maksud tertentu (Eksperiment, menyepi, cuci otak). (Maramis, 1998;743)b. Tahapan halusinasi

Menurut Stuart and Laraia (2001;424) menjelaskan bahwa proses halusinasi timbul melalui empat tahap yaitu:

1) Tahap I: Menenangkan, pasien berada pada tingkat cemas sedang halusinasi secara umum menyenangkan.Ciri-ciri: Orang yang berhalusinasi mengalami emosi yangintenseseperti cemas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada fikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut bisa dikelola.

Prilaku pasien yang dapat diobservasi: Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara Pergerakan mata yang cepat Respon verbal yang lambat seperti asyik Diam dan tampak asyik.2) Tahap II : mengutuk / menyalahkan, Tingkat cemas yang lebih berat, Halusinasi secara umum menjijikan.Ciri-ciri: Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. orang yang berhalusinasi mulai kehilangan kontrol dan mungkin berusaha untuk menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.Perilaku pasien yang dapat diobservasi: Ditandai dengan peningkatan kerja system syaraf otonomic yang menunjukan kecemasan misalnya terdapatpeningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah Rentang perhatian menjadi sempit Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas

3) Tahap III : Mengontrol, tingkat cemas yang berat pengalaman sensori menjadi menguasai.

Ciri-ciri: Orang yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi dari halusinasi bisa menjadi menarik/memikat. seseorang mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir.Perilaku pasien yang dapat diobservasi: Arahan yang diberikan oleh halusinasi tidak hanya dijadikan obyek saja oleh Pasien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti Pasien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain

Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, ketidak mampuan untuk mengikuti perintah4) Tahap IV : Menaklukan, tingkat kecemasan yang panic, Halusinasi secara umum mengembang dan berkaitan dengan delusi.Ciri-ciri: Pengalaman sensori bisa mengancam bila pasien tidak mengikuti perintah dari halusinasi, Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.Perilaku pasin yang dapat diobservasi: Perilaku Pasien tampak seperti dihantui teror dan panik

Potensi kuat untuk bunuh diri atau membunuh orang lain

Aktifitas fisik yang dilakukan Pasien menggambarkan isi dari halusinasi misalnya Pasien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia Pasien tidak dapat berespon pada arahan kompleks Pasien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang (Nurjanah, 2008;10)

c. Proses Terjadinya Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Dengar Dan Lihat Akibat Skizofrenia

Gangguan respon neurobiologis ditandai dengan gangguan persespsi halusinasi terjadi karena adanya lesi pada area frontal, temporal dan limbic, sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi, ketidak mampuan otak untuk menyeleksi stimulus, ketidak seimbangan antara dopamine dan neurotransmiter lainnya. (Depkes RI, 2000;129)

Perubahan-perubahan yang terjadi pada susunan syaraf (otak) penderita skizofrenia yaitu ditemukannya perubahan-perubahan atau gangguan pada system transmisi(Neuro Tran-smiter)dan reseptor di sel-sel syaraf otak(neuron)dan interaksi zat neuro-kimia seperti dopamine dan serotonin, yang ternyata mempengaruhi fungsi-fungsi gognitif (alam fikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif maupun negative skizofrenia. (Hawari, 2001;18)

Adapun gejala positif dari skizofrenia yaitu adanya halusinasi yakni pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). (Hawari, 2001;43)

Adapun faktor-faktor pencetus yang dapat menyebabkan respon neurobiologis seperti halusinasi seperti berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses di thalamus dan frontal otak, terganggunya mekanisme penghantaran lilstrik di syaraf, serta adanya gejala-gajala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku. (Keliat, 2001;4)

d. Dampak Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Dengar Dan Lihat Akibat Skizofrenia Hebefrenik Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut NANDA (2005) ada beberapa penyebab seseorang mengalami halusinasi yaitu sebagai berikut: Altered sensori perception Biochemical imbalance Excessive Environmental stimuli Psikological Stress Altered sensori perception, transmission, and/or intergration Insufficient environmental stimuli Biochemical inbalances for sensory distortion (e.g illusions, hallucinations) Electrolyte imbalance (Nurjanah, 2008;10),Menurut Abraham H. Maslow yang dikutif oleh Maramis (1998;54), Teorinya mengenai motivasi manusia manganggap bahwa motivasi dipengaruhi oleh kebutuhan yang bekerja menurut hirarki prioritas atau potensi. Bila suatu kebutuhan mempunyai prioritas lebih tinggi untuk dipuaskan telah tercapai, maka timbulah kebutuhan yang lain pada tingkat berikutnya. Hirarki kebutuhan ini terletak dalam suatu kontinum, yaitu: Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kemasyarakatan(disayangi/dicintai), kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. 1) Kebutuhan Fisiologisa. Kebutuhan Nutrisi

Pada individu dengan halusinasi cenderung mengalami ketidak cukupan masukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena ketidak mampuan mencerna makanan makanan yang diakibatkan Karena perasaan depresi, kurangnya nafsu makan, terlalu rendahnya tingkat energy untuk memenuhi kebutuhan nutrisuinya sendiri, mengalami regresi ke tingkat perkembangan yang lebih rendah, ide-ide merusak diri serta kurangnya minat terhadap makanan. (Townsend, 1998;198)b. Eleminasi

Pada Pasien dengan halusinasi dapat terjadi konstipasi dan retensi urine sebagai akibat dari efek obat antikolenergik. (Townsened, 1998;167)c. Kebutuhan istirahat tidur

Umunya Pasien halusinasi mengalami kekacauan waktu tidur yang menyebabkan Pasien tidak nyaman atau mempengaruhi gaya hidup yang diinginkan yang diakibatkan oleh alam perasaan yang tertekan, ketakutan yang derepresi, adanya perasaan-perasaan putus asa, rasa takut gagal, ansietas, halusinasi serta adaya pikiran delusi. (Townsend, 1998;200)

Seandainya Pasien sudah mendapat terapi antipsikotik, Pasien biasanya banyak tidur karena salah satu efek antipsikotik adalah hipnotik-sedatif. Obat anti psikotik dan anti Parkinson memiliki efek samping mengantuk. (Townsend, 1998;175)d. Kebutuhan personal hygienePasien dengan halusinasi biasanya mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan dan menyelesaikan(aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri)diakibatkan karena adanya regresi ke tahap perkambangan awal, menarik diri, terisolir dari orang lain, tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan, perilaku ritualistic yang berlebihan, ketakutan yang rasional sehingga mengakibatkan tidak adanya keiginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan dan bau nafas serta tampak penampilan yang tidak rapi. (Townsend, 1998;253)e. Kebutuhan seksual

Pada Pasien halusinasi akan mengalami suatu perubahan dalam fungsi sexual yang digambarkan sebagai ketidak puasan, tidak merasa dihargai atau tidak adequate disebabkan oleh model peran yang tidak memberi efek, penganiayaan fisik atau sexual, penganiayaan psikososial, kurangnya privasi, defresi, fobia, ansietas dan sebagainya sehingga mengakibatkan tidak adanya hasrat untuk beraktifitas sexual (Townsend, 1998;297)

2) Kebutuhan rasa amanPada Pasien halusinasi akan mengalami kelainan eksflosif intermiten yang ditandai hilangnya control dari inpuls agresif yang memuncak pada perbuatan menyerang yang serius atau merusak barang-barang karena adanya perubahan pada sensori. (Townsend, 1998;328)

3) Kebutuhan rasa cinta dan memilikiPada Pasien yang mengalami halusinasi cenderung menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan. Isolasi Pasien tergantung pada tingkat kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. Rasa tiak percaya pada orang lain merupakan inti masalah pada Pasien. Pengalaman hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan Pasien menganggap hubungan saat ini membahayakan. Pasien merasa tarancam setiap ditemani orang lain, karena Pasien menganggap orang tersebut akan mengontrolnya, mengancam, dan menuntutnya. (Depkes RI, 2000;136)4) Kebutuhan akan harga diriPada Pasien halusinasi biasanya mempunyai perasaan-perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative, yang dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung yang disebabkan oleh kurangnya umpan balik positif, tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk bergantung, retardasi perkembangan ego, umpan balik negative berulang mengakibatkan menurunnya harga diri, disfungsi system kelurga, kemiskinan yang sangat sehingga mengakibatkan Pasien mengingkari masalah-masalah yang nyata terhadap orang lain, adanya waham kebesaran, perilaku agresif serta ketidak mampuan untuk membentuk hubungan peribadi yang akrab. (Townsend, 1998;379)5) Kebutuhan aktualisasi diriPasien dengan gangguan persepsi halusinasi cenderung memiliki konsep diri yang negative dan tidak mampu mengaktualisasikan dirinya Karena dikontrol oleh halusinasinya yang akhirnya menimbulkan dampak gangguan aktualisasi diri. (Stuart and Sundeen, 1998;227)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI DENGAR DAN LIHAT1. PengkajianMenurut Keliat, (1998;3) yang dikutif dari Stuart and Sundeen (1995), menyimpulkan bahwa pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, analisa data dan perumusan diagnose keperawatan. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social dan spiritual. Adapun yang ternasuk dalam kegitan pengkajian itu terdiri dari:a. Pengumpulan Data

Tujuan dari pengumpulan data adalah menilai status kesehatan dan kemungkinan adanya masalah keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan bisa berupa data obyektif,yaitu data yang didapat secara nyata dan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Seangkan data subyektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh Pasien dan keluarganya. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat kepada Pasien dan kelurganya. Selain itu data juga didapatkan dari catatan medic dan catatan perawat lain. Pengumpulan data ini meliputi:1) Identitas Pasien meliputi:

Identitas PasienIdentas Pasien yang perlu di kaji meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, ruang rawat, no medrec, tanggal masuk Rumah Sakit, tanggal pengkajian, diagnose medis dan alamat. Identitas penanggung jawabPenanggung jawab adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Pasien, baik untuk persaratan administrasi maupun perawatan di rumah. identitas penanggung jawab yang perlu dikaji, terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, hubungan dengan Pasien dan alamat. (Keliat, 1998;68)2) Alasan masuk Rumah Sakit dan faktor presipitasi Alasan masuk Rumah SakitAlasan masuk Rumah sakit meliputi: apa yang menyebabkan Pasien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, apa yang sudah dilakukan oleh Pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah tersebut dan apa hasilnya. (Keliat, 1998;68)

Faktor presipitasiSocial budayaTeori mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaftif, misalnya: lingkungan yang penuh kritik (rasa bermusuhan), kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kerusakan dalam hubungan interpersonal dan gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan, dan kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan psikotik tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan. (Depkes RI, 2000;132) Faktor prediposisii. BiologiGangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan syaraf pusat dapat menimbulkan hambatan hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan limbic. Gejalanya yaitu: hambatan belajar, berbicara, daya ingat, perilaku menarik diri dan kekerasan. Selain itu menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus dan anak.ii. PsikologisSikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi adalah penolakan dan kekerasan di kehidupan Pasien, penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh, teman, cemas, tidak sensitive/over protyected, pola asuh pada anak-anak yang tidak adequate misalnya; tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan dalam keluarga seperti pertengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan dalam rumah tangga.iii. Sosial budayaKehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realita, seperti kemiskinan, komplik sosial budaya (peperanagan, kerusuhan, kerawanan), merupakan ligkungan resiko gangguan orientasi realita. (Keliat, 1998;3)iv. Genetik

b. Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik difokuskan pada system dan fungsi organ. (Keliat, 1998;47) Pengkajian fisik pada Pasien dengan gangguan sensori persepsi meliputi:1) Tanda-Tanda VitalUkur tanda-tanda vital seperti: tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, tinggi badan dan berat badan terhadap kenaikan atau penurunannya. (Keliat, 1998;69)2) Sistem IntegumenBiasanya ditandai defisit perawatan diri ditandai dengan bau badan, tidak keinginan untuk mandi dan kurangnya minat untuk merawat diri. (Stuart and Sundeen, 1998;253)3) Sistem KardiovaskulerBiasanya Pasien mengalami hipotensi otostatik akibat efek samping dari obat antipsikotik. (Townsend, 1998;168)4) Sistem GastrointestinalTerdapat tanda-tanda seperti mulut kering, konstipaasi dan mual sebagai efek dari obat antipsikotik. (Towbseend, 1998;167)5) Sistem PersarafanTerdapat gejala ekstra pyramidal seperti tremor, rigitasi, dystonia, akatisia, sebagai akibat dari efek obat anti psikotik. (Townseend, 1998; 169-170)6) Sistem UrinariaTerjadi retensio urine sebagai efek obat anti psikotik. (Townseend, 1998;167)7) Sistem MuskuloskeletalPada sistem ini ditemukan adanya akinesia yaitu kelemahan otot sebagai efek dari obat anti psikotik. (Townseend, 1998;169)8) Sistem PenginderaanPada sistem ini biasanya ditemukan adanya pandangan kabur sebagai efek samping dari obat antikolinergik. (Townseend, 1998;167)c. Psikososial1) GenogramGenogram 3 (tiga) generasi untuk menggambarkan hubungan Pasien dengan keluarga. (Keliat, 1998;69)2) Konsep diriKonsep diri adalah sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. (Stuart and Sundeen, 1998;227) Gambaran diriGambaran diri adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya. (Stuart and Sundeen, 1998;227)Biasanya Pasien tidak begitu memperhatikan bagian tubuhnya karena Pasien asyik dengan khayalannya. (Townsend, 1998) Identitas diriIdentitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. (Suliswati dkk, 2005;94)Biasanya Pasien tidak mempersoalkan jenis kelaminnya. (Depkes RI, 2000) PeranPeran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fugsi individu di dalam kelompok sosialnya. (Suliswati dkk, 2005;93).Biasanya Pasien tidak banyak berperan karena Pasien mudah tersinggung. (Stuart and Sundeen, 1998) Ideal diriIdeal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. (Suliswati dkk, 2005;95) Harga diriBiasanya Pasien merasa rendah diri, Karena merasa dikucilkan, tidak berarti, kecewa dan merasa dirinya tidak beguna. (Depkes RI, 2000;98)Pasien biasanya mengalami harga diri rendah. (Depkes RI, 2000;137)3) Hubungan sosial

Pasien dengan gangguan sensori persepsi: Halusinasi dengar dan lihat mengalami gangguan dalam berhubungan sosial yaitu isolasi sosial yang ditunjukan dengan Pasien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan. (Depkes RI, 2000;136)

d. Status MentalGejala yang sering ditemukan adalah:1) PenampilanPada Pasien halusinsi biasanya penampilan kurang diperhatikan sehingga Pasien terlihat tidak rapi, cara berpakaian tidak sesuai. (Townsend, 1998;162)2) Interaksi selama wawancaraPasien dengan halusinasi tidak mampu mempertahankan perhatiannya atau mudah teralihkan serta konsentrasinya buruk. (Depkes RI, 2000;133)3) PembicaraanPasien pada halusinasi tidak mampu mengorganisir pemikiran dan menyusun pembicaraan yang logis serta koheren, gejala yang sering ditemukan adalah kehilangan asosiasi, tangensial, inkoheren (neologisme), sirkumtansial, dan tidak masuk akal. (Depkes RI, 2000;133)4) Aktifitas motorikGerakan motorik pada Pasien halusinasi menimbulkan perilaku yang aneh, membingungkan dan kadang-kadang tampak tidak kenal dengan orang lain seperti impulsive, menerisme, stereotifik dan katatonia. (Depkes RI, 2000;135)5) Alam perasaanPasien dengan halusinasi biasanya merasa sedih dan cemas yang berkaitan dalam berhubungan dengan orang lain. (Depkes RI, 2000;136)6) AfekBiasanya Pasien dengan halusinasi afeknya tumpul disebabkan kurangnya respons emosional terhadap fikiran, orang lain atau pengalaman. (Depkes RI, 2000;135)7) PersepsiBiasanya pada Pasien halusinasi akan mengalami gangguan persepsi seperti dipersonalisasi, yaitu Pasien merasa tubuhnya bukanlah miliknya atau Pasien merasa terpisah dengan jati dirinya sendiri dan mengalami halusinasi. (Depkes RI, 2000;133)8) Proses fikirBiasanya pada Pasien halusinasi akan mengalami kesukaran untuk menilai dan menggunakan memorinya atau Pasien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek maupun jangka panjang. (Depkes RI, 2000;132)9) Isi fikirPada Pasien halusinasi tidak mampu memproses stimulis internal dan eksternal dengan baik sehingga terjadi apa yang disebut dengan waham. (Depkes RI, 2000;133)10) Tingkat kesadaranPada Pasien halusinasi biasanya mengalami kebingungan, tersedasi atau stupor dan mengalami gangguan orientasi tempat, orang dan waktu. (Stuart and Sundeen,1998;97)11) Tingkat konsentrasiPada Pasien yang mengalami gangguan sensori persepsi halusinasi, tingkat konsentrasi Pasien mudah dialihkan (distraksi), dan sukar untuk berkonsentrasi. (Depkes RI, 2000)12) Daya tilik diriPasien tidak mampu mengambil keputusan. Pasien sering merasa apa yang difikirkan dan diucapkan adalah salah. (Stuart and Sundeen, 1998)13) Kemampuan penilaianPasien tidak mampu mengambil keputusan, menilai dan mengevaluasi diri sendiri. (Stuart and Sundeen, 1998;104)e. Mekanisme KopingMenurut Stuart and Sundeen Mekanisme koping pada gangguan sensori persepsi halusinasi dengar dan lihat, yaitu:1) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energy yang tertinggal untuk aktifitas hidup sehari-hari.2) Proyeksi yaitu sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.

3) Menarik diri. (Hamid, 1998;312)f. Aspek medic

Pada Pasien dengan halusinasi akibat skizofrenia hebefrenik umumnya diberikan obat antipsikotik untuk menurunkan atau menghilangkan gejala psikotik dan antiparkinson sebagai pencegah efek samping obat antipsikotik. Therafi obat antipsikotik diklasifikasikan menjadi:1) Antipsikosis (tranquilizer mayor, neuroleftik, antiemetic)a) Mekanisme kerjaMeknisme obat ditujukan kepada pemulihan keseimbangan kedua neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susuanan syaraf pusat, yaitu : asetikolin dan dopamine. Ketidak seimbangan disebabkan oleh defisisensi dopamine yang menghasilkan kegiatan kolinergik yang berlabihan.Obat-obat yang digunakan yaitu golongan anti kolenergik (yang memblok reseptor asetikolin untuk mengurangi kelebihan efek kolinergik) dan golongan agonis dopaminergic (yang meningkatkan isi dopamin di dalam otak secara langsung melalui stimulus reseptor dopamine atau secara tidak langsung dengan memblok ambilan ulang neural dopamine).b) IndikasiPemberian obat antiparkinson selalu digabung dengan pemberian obat antipsikotik dengan tujuan mengurangi efek samping dari obat antipsikotik, yaitu efek ekstrapiramidal dan efek kolinergik.2. Diagnosa Keperawatana. Analisa data

b. Diagnosa Keperawatan

1) Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi.

2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).

3) Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

4) Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

NODIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1

2

3

4Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).

Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.Tujuan Umum :

Pasien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.

Tujuan khusus :

1. Pasien dapat hubungan saling percaya :

a. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik

Perkenalan diri

Jelaskan tujuan interaksi

Ciptakan lingkungan yang tenang

Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).

b. Beri kesempatan Pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan Pasien dengan empati.

2. Pasien dapat mengenal halusinasinya

a. Lakukan kontak sering dan singkat

rasional : untuk mengurangi kontak Pasien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku Pasien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah olah ada teman bicara.

c. Bantu Pasien untuk mengenal halusinasinya;

Bila Pasien menjawab ada, lanjutkan; apa yang dikatakan ?

Katakan bahwa perawat percaya Pasien mendengarnya.

Katakan bahwa Pasien lain juga ada yang seperti Pasien.

Katakan bahwa perawatan akan membantu Pasien.

d. Diskusikan dengan Pasien tentang ;

Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.

Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).

e. Diskusikan dengan Pasien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya

a. Identifikasi bersama Pasien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan Pasien, bila bermanfaat beri pujian.

c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :

Katakan saya tidak mau dengan kamu (pada halusinasi).

Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap cakap . mengatakan halusinaasinya.

Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.

d. Bantu Pasien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.

e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.

f. Anjurkan Pasien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Pasien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :

a. Anjurkan Pasien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)

Gejala halusinasinya yang dialami Pasien Cara yang dapat dilakukan Pasien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi

Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama

Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

5. Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik :

a. Diskusi dengan Pasien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.

b. Anjurkan Pasien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya.

c. Anjurkan Pasien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan.

d. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.

e. Bantu Pasien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)

Tujuan Umum :

Pasien dapat melakukan komunikasi verbal

Tujuan Khusus :

1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya

a. Bina hubungan saling percaya dengan Pasien.

b. Jangan membantah dan mendukung waham Pasien.

Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima.

Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan empati.

Tidak membicarakan isi waham Pasien.

c. Yakinkan Pasien berada dalam keadaan aman dan terlindung.

Gunakan keterbukaan dan kejujuran

Jangan tinggalkan Pasien sendirian

Pasien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.

2. Pasien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki

a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan Pasien yang realitas.

b. Diskusikan dengan Pasien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.

c. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari hari)

d. Jika Pasien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.

3. Pasien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi :

a. Observasi kebutuhan Pasien sehari hari.

b. Diskusi kebutuhan Pasien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS.

c. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.

d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan Pasien (buat jadwal aktivitas Pasien).

4. Pasien dapat berhubungan dengan realitas :

a. Berbicara dengan Pasien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu)

b. Sertakan Pasien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas

c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan Pasien.

5. Pasien dapat dukungan keluarga :

a. Gejala waham.

b. Cara merawatnya.

c. Lingkungan keluarga.

6. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar

Diskusikan dengan Pasien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.

Diskusikan perasaan Pasien setelah minum obat

Berikan obat dengan prinsip 5 tepat

Tujuan Umum :

Pasien mampuan merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat

Tujuan Khusus :

1. Pasien dapat mengindentifikasi kebersihan diri

a. Dorong Pasien mengungkakan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya.

b. Dengan ungkapan Pasien dengan penuh perhatian dan empati.

c. Beri pujian atas kemapuan Pasien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya.

d. Diskusi dengn Pasien tentang arti kebersihan diri

e. Diskusikan dengan Pasien tujuan kebersihan diri.

2. Pasien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.

a. Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri Pasienb. Diskusikan dengan keluarga

c. Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri Pasien.

d. Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluaga

Tujuan Umum :

Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap

Tujuan Khusus :

1.1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

a. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik

Perkenalan diri

Jelaskan tujuan interaksi

Ciptakan lingkungan yang tenang

Bina kontrak yang jelas (topik, waktu, tempak).

b. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita

c. Sediakan waktu untuk mendengarkan Pasiend. Katakan pada Pasien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab Serta mampu menolong dirinya sendiri.

1.2. Pasien dapat mengindetifikasi kemampuan dan aspek positf yang memiliki

a. Diskusikan kemampuan dan aspek yang di miliki Pasien. Dapat dimulai dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik, kemampuan lain yang dimiliki oleh Pasien, aspek positif (keluarga, lingkungan) yang dimiliki Pasien. Bila Pasien tidak mampu mengindetifikasi maka dimulai oleh perawat memberi pujian terhadap aspek positif Pasien.

b. Setiap bertemu Pasien hindarkan memberi penilaian negatif. Utamakan memberikan pujian yang realistis.

1.3. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

a. Diskusikan selama sakit

Misal : penampilan Pasien dalam self care, latihan fisik dan ambulasi serta aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami Pasien.

b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaanya setelah plan sesuai dengan kondisi sakit Pasien.

2. Pasien dapat menetapkan / merencakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki :

a. Rencanakan bersama Pasien aktivitas bersama Pasien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total.

b. Tingkatkan kegiatan sesuai degan tolerasi kondisi Pasienc. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh Pasien lakukan (kadang Pasien takut me laksanakannya).

3. Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan.

a. Beri kesempatan pada Pasien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b. Beri pujian atas keberhasilan Pasienc. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

4. Pasien dapat menfaatkan sistem pendukung yang ada

a. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat Pasien harga diri rendah

b. Bantu keluarga memberi dukungan selama Pasien dirawat

c. Bantuan keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

4. ImplementasiImplementrasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah dirrencanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi Pasien saat ini (here and Now). (Depkes RI, 2000;40).5. EvaluasiEvaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada Pasien (Kliat dkk, 1998;15)Menurut Keliat dkk (1998;15), evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP, sebagai pola fikir:S: respon subyektif Pasien terhadap intervensi yang telah dilaksanakan.O: Respon obyektif dari Pasien terhadap intervensi yang telah dilaksanakan.A: Analisa ulang atas dasar subyektif dan obyektif untuk mangumpulkan apakah masalah masih ada, muncul masalah baru, atau ada data yang berlawanan dengan masalah yang masih ada.P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon Pasien.DAFTAR PUSTAKAAchir, Yani. 2008.Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta. EGC.Hawari, D, (2001), Pendekatan Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. FKUI, Jakarta.Ingram, Timburi, Moubary ; (1995), Catatan Kuliah Psikiatri, EGC, Jakarta.Keliat, Budi Anna. (2005).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Ed. 2, Jakarta : EGCMaramis, WS. (1997), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlasngga University Pers, Suarabaya.Muslim, Rusdi. 2001.Diagnosis Gangguan Jiwa.Jakarta. PT. Nuh Jaya.Yosep, Iyus,.2007.Keperawatan Jiwa.Penerbit PT.Refika Aditama. Bandung.Gangguan pola tidur

Harga diri rendah

Kerusakan Komunikasi Verbal

Stressor

Perubahan perilaku kekerasan

Koping keluarga tak efektif

Koping individu tak efektif

Sidroma defisit perawatan diri

Resiko tinggi mencederai diri & Orang lain

POHON MASALAH

Perubahan proses fikir

Isolasi sosial : menarik diri

Perubahan persepsi sensori :

Halusinasi pendengaran

PAGE