LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)
1. PengertianPenyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit
dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung
yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada dua golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru)
dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan
memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.PJB adalah penyakit yang
dibawa oleh anak sejak dilahirkan akibat proses pembentukan jantung
yang tidak sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada
awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses
pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan.
Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga
bulan pertama kehamilan.
2. EpidemiologiAngka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8-10 bayi
dari 1.000 kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah memberikan
gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Sekitar 50% kematian
akan terjadi pada bulan pertama kehidupan apabila tidak terdeteksi
secara dini dan tidak ditangani dengan baik. Di negara maju hampir
semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia
kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang
baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa
jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum
terdeteksi.Bayi baru lahir yaitu 55,7% laki-laki dan 44,3%
perempuan dimana 28% (9,1 per 1.000) menderita PJB. Patent Ductus
Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6
diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD)
ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3
bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada
3,6 % bayi dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai
penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great
Arteries (TGA) dan dua lain dengan kelainan jantung kompleks
sindrom sianotik. Ada satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD
dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak
dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi
dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan pada satu orang bayi.
Dari 28 bayi dengan PJB, 4 meninggal (14,3%) selama 5 hari
pengamatan. Data menunjukkan bahwa ibu yang tidak mengkonsumsi
vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali
risiko bayi dengan PJB dan yang merokok secara signifikan sebagai
faktor risiko bagi PJB 37,5 kali.
Risiko terjadinya PJB dalam hubungan keluarga yang dekat terjadi
79,1% untuk Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3%
untuk Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular
Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect
dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect.
3. Klasifikasia. PJB Non SianotikPenyakit jantung bawaan (PJB)
non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang
di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar
ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang
bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan
beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).1)
Ventricular Septal Defect (VSD) Pada VSD besarnya aliran darah ke
paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat
tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah
tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan.
Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan
vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari
kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar.
Tetapi saat usia 23 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan
mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka
aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan
beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat
terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).2) Patent Ductus Arteriosus
(PDA)Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin
dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin
(machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga
23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran
ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia
14 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi
akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah
dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri
pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul
hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras
dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak
kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis
sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri
ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering
tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum
terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap
oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur
ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna
sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat
dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul
lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).3) Atrial Septal
Defect (ASD)Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek
berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi
selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan
beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak
memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan
keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi
atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama
seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan
yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu
bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti
variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area
pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising
diastolik di parasternal sela costae 4 kiri akibat aliran deras
melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru
timbul saat usia dekade 30-40 sehingga pada keadaan ini mungkin
sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).4)
Aorta Stenosis (AS) Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang
umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan
karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi
dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2
kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan
timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau
bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan
gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan
intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon
Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi
dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular
yang berat atau gradien tekanan sistolik 90-100 mmHg (Roebiono,
2003).5) Coarctatio Aorta (CoA)Coartatio Aorta pada anak yang lebih
besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya
sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala
atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan
aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba,
melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan
dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran
pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga
tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada
AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia
dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada
kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat
tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga
dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik
dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).6) Pulmonal Stenosis
(PS)Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan
berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya
asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat
atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada
auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi.
Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti
dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik
akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau
mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat.
Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area
pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi
yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono,
2003).
b. PJB SianotikSesuai dengan namanya manifestasi klinis yang
selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis.
Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh
terdapatnya > 5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.
Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar
hemoglobin.1) Tetralogy of Fallot (ToF)Tetralogy of Fallot
merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi
anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah
obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner),
defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler
kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran
ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang
disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang
muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari
infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis
didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama
di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan dan
kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan.
2) Pulmonary Atresia with Intact Ventricular SeptumSaat duktus
arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan
Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami
sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan
kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan
sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua
terdengar kuatdan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur,
tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat
terdengar setelah aliran darah duktus.3) Tricuspid AtresiaSianosis
terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang
bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal.
Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di
sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal.
Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan.
Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat
lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai
hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan
Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang
dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis.4)
Transposition of Great Artery (TGA)Transposisi arteri besar (TAB)
merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) tipe sianotik
yang bermanifestasi pada periode bayi baru lahir. Kelainan ini
ditemukan sekitar 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan, dan
terutama pada laki-laki. Insiden TAB diperkirakan 1:3.500-5.000
kelahiran hidup. Etiologi TAB berhubungan dengan terjadinya
gangguan embriologi pada saat pembentukan trunkus arterial. Faktor
genetik diduga berperan pada terjadinya TAB. Tanpa terapi koreksi
bedah, 30% akan meninggal pada minggu pertama kehidupan dan 90%
pada usia satu tahun. Survival rate 5 tahun pascakoreksi bedah
lebih dari 80%.Kelainan penyerta tersering ditemukan defek septum
ventrikel (DSV), defek setum atrium (DSA), paten duktus artiousus
(DAP), dan left ventricular outflow tract obstruction. Pada TAB
terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar
dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri
pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri,
terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya, aorta menerima darah
vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan
darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena
pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan
ke arteri pulmonalis dan paru. TAB dibagi menjadi 2 kelompok
berdasarkan tipe tranposisi, yaitu transposisi komplet dan parsial.
Transposisi komplet aorta akan keluar dari ventrikel kanan dan
arteri pulmonal keluar dari ventrikel kiri, seakan-akan aorta dan
arteri pulmonalis berpindah melewati septum ventrikel. Transposisi
parsial, apabila hanya satu saja arteri besar yang berpindah
melewati septum, sedangkan arteri besar yang lain tetap berada di
tempat semula,dengan demikian kedua arteri besar akan keluar dari
ventrikel kanan (double outlet right ventricle), atau dari
ventrikel kiri (double outlet left ventricle) (Rahayuningsih,
2013).Kelainan penyerta pada TAB dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok
kelainan penyerta kompleks (selain DAP, DSV, DSA, dan stenosis
pulmonal) dan tidak kompleks (DAP, DSV, DSA, dan stenosis
pulmonal). Kelainan penyerta tersering ditemukan defek septum
ventrikel (DSV), defek setum atrium (DSA), paten duktus artiousus
(DAP), dan left ventricular outflow tract obstruction. Pada TAB
terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta keluar
dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri
pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri,
terletak posterior terhadap aorta. Akibatnya, aorta menerima darah
vena sistemik dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, dan
darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah dari vena
pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan
ke arteri pulmonalis dan paru.
4. EtiologiPada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak
diketahui. Berbagai jenis obat-obatan, penyakit pada ibu, pajanan
terhadap sinar Rontgen dan penyakit rubella (German measles) yang
diderita ibu pada saat kehamilan trimester I diduga merupakan
penyebab eksogen yang dapat menyebabkan PJB pada bayi. Selain
faktor eksogen terdapat pula faktor endogen yang berhubungan dengan
kejadian PJB yaitu sindrom Down dan Turner.
5. Patofisiologi Kelainan jantung bawaan menyebabkan dua
perubahan hemodinamik utama. Shunting atau percampuran darah arteri
dari vena serta perubahan aliran darah pulmonal dan tekanan darah.
Normalnya tekanan pada jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi
pulmonal. Shunting terjadi apabila darah mengalir melalui lubang
pulmonal pada jantung sehat dari daerah yang bertekanan tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi
mengalir ke dalam sirkulasi sistemik.Aliran darah pulmonal dan
tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal
serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir. Penebalan
vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah
pulmonal dapat melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah
bergerak dari kanan ke kiri. Perubahan pada aliran darah,
percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan tekanan pulmonal
akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi dari penyakit jantung
congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan
kongesti pulmonal.
6. Manifestasi KlinisGangguan hemodinamik akibat kelainan
jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan derajat
kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya
toleransi aktivitas, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan
terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal
terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.a.
Gangguan pertumbuhanPada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke
kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah
jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat
hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul
akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.b. SianosisSianosis
timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut
Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu
dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak
yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada
ujung-ujung jari.Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah
bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer
berasal dari daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,
terbatas pada daerah ini, tidak pada daerah dengan perfusi baik.
Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi
jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan
perfusi kurang baik.Daerah untuk menentukan adanya sianosis sentral
adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada
lidah, dan dinding mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal
setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada
bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen
ovale dan atau duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu
tinggi yang disertai dengan hiperviskositas dapat pula menyebabkan
sianosis pada bayi normal. c. Toleransi aktivitasToleransi
aktivitas merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan
status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien
gagal jantung selalu menunjukkan toleransi aktivitas berkurang.
Gangguan toleransi aktivitas dapat ditanyakan pada orangtua dengan
membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah,
napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau
sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi yang menetek, ia
hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak
waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar
ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada
pasien tertentu seperti pada Tetralogy of Fallot anak sering
jongkok setelah lelah berjalan.d. Infeksi saluran napas
berulangGejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru
sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk
ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam, batuk dan
pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah
diobati sebagai tuberkulosis sebelum dirujuk ke ahli jantung
anak.e. Bising jantungTerdengarnya bising jantung merupakan tanda
penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan
kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta
penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak
terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisik tidak
menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk memastikan diagnosis.
7. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dasar yang penting
untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada,
elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan
lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan) mencakup ekokardiografi
dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan
tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan
pato-anatomi masing-masing jenis penyakit jantung bawaan
memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen. Kemajuan
teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir
menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis
penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek
septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering
dideteksi lebih awal.Makin canggihnya alat ekokardiografi yang
dilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaan tersebut dapat
mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan
angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi
dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya
berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan
kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografi dapat pula dipakai
sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon transeptal pada
transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi
mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak
menyakitkan, akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X.
Bahkan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan
ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutin pun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak
semua pertanyaan dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada
keadaan demikian angiografi radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan
ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan
dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan.
Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga
kurang traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi,
membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis.
Sarana diagnostik lain terus berkembang, misalnya digital
substraction angiocardiography, ekokardiografi transesofageal, dan
ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru
adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine
sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa
mendatang.
8. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit
jantung bawaan antara lain:a. Sindrom EisenmengerKomplikasi ini
terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah ke paru
yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru
akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di
arteri pulmonal dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di
ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi
pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis.
Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi ini.
b. Serangan SianotikKomplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada
saat serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya,
tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat
ditanggulangi dapat menimbulkan kematian. c. Abses otakAbses otak
biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi
pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan
adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya
datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.
9. PenatalaksanaanUmumnya tata laksana penyakit jantung bawaan
meliputi tata laksana non-bedah dan tata laksana bedah. Tata
laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan
kardiologi intervensi. a. MedikamentosaTata laksana medikamentosa
umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari penyakit
jantung atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Tujuan
terapi medikamentosa adalah untuk menghilangkan gejala dan tanda
disamping untuk mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian
obat-obatan tergantung pada jenis penyakit yang dihadapi.
Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga
penyulit yang sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan
kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan umum pada dua penyulit
pertama ada hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus
arterious, dalam hal ini terdapat ketergantungan pada tetap
terbukanya duktus. Keadaan ini termasuk ke dalam golongan penyakit
jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini diperlukan untuk
(1) percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada
transposisi arteri besar dengan septum ventrikel utuh, (2)
penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada Tetralogy of
Fallot berat, stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan
atresia trikuspid, (3) penyediaan darah untuk aliran sistemik,
misalnya pada stenosis aorta berat, koarktasio aorta berat,
interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri.
Penanganan terhadap penyulit ini hanya bersifat sementara dan
merupakan upaya untuk menstabilkan keadaan pasien, menunggu
tindakan operatif yang dapat berupa paliatif atau koreksi total
terhadap kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pada
neonatus atau anak dengan hipoksia berat, tindakan yang harus
dilakukan adalah:1. Mempertahankan suhu lingkungan yang netral
misalnya pasien ditempatkan dalam inkubator pada neonatus, untuk
mengurangi kebutuhan oksigen2. Kadar hemoglobin dipertahankan dalam
jumlah yang cukup, pada neonatus dipertahankan di atas 15 g/dl3.
Memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa4.
Memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat
menambah aliran darah ke paru5. Pemberian prostaglandin E1 supaya
duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1
mg/kg/menit dan bila sudah terjadi perbaikan maka dosis dapat
diturunkan menjadi 0,05mg/kg/menit.Obat ini akan bekerja dalam
waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan
kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH. Pada PJB dengan
sirkulasi pulmonal tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus
yang terbuka lebar dapat memperbaiki sirkulasi paru sehingga
sianosis akan berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang
tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan
menjamin sirkulasi sistemik lebih baik. Pada transposisi arteri
besar, meskipun bukan merupakan lesi yang bergantung duktus
arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan memperbaiki
percampuran darah.Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus
segera diberikan pengobatan yang agresif dan pemantauan invasif.
Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup atau kanula
hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi
endotrakeal dan bila perlu dibantu dengan ventilasi mekanis.
Prostaglandin E1 0,1 mg/kg/menit dapat diberikan untuk melebarkan
kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan
lain seperti inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan
dosis dan cara yang sama dengan tata laksana gagal jantung. Pada
pasien PJB dengan gagal jantung, tata laksana yang ideal adalah
memperbaiki kelainan struktural jantung yang mendasarinya.
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki perubahan
hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara sebelum
tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi
penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi setengah duduk,
pemberian oksigen, pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
terhadap gangguan asam basa dan gangguan elektrolit yang ada. Bila
pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi mekanis
(2) pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan.
Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain:1. Obat
inotropik Obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain
seperti dobutamin atau dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya,
dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis pertama diberikan setengah dosis
digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian sebesar
seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya
sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam
pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis
digitalisasi. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1
mg/kg/ menit diberikan bila terdapat bradikardia, sedangkan bila
terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 mg/ kg/menit atau
dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5
mg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
perfusi sistemik yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal,
karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis. 2.
VasodilatorObat vasodilator yang biasa dipakai adalah kaptopril
dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.3.
DiuretikObat diuretik yang sering digunakan adalah furosemid dengan
dosis 1-2 mg/kg/hari per oral atau intravena.
b. Bedah JantungKemajuan dalam bidang perinatologi memungkinkan
bayi dengan keadaan umum yang buruk dapat bertahan hidup. Sementara
itu perkembangan teknologi diagnostik telah mampu mendeteksi
kelainan jantung secara dini pada bayi baru lahir, bahkan sejak
dalam kandungan dengan ekokardiografi janin. Di dalam bidang bedah
jantung, kemampuan untuk melakukan operasi ditunjang oleh (1)
teknologi pintas jantung-paru yang sudah semakin aman untuk bayi
dengan berat badan yang rendah, (2) tersedianya instrumen yang
diperlukan, (3) perbaikan kemampuan unit perawatan intensif pasca
bedah, dan (4) pengalaman tim dalam mengerjakan kasus yang rumit.
Pada prinsipnya penanganan penyakit jantung bawaan harus dilakukan
sedini mungkin. Koreksi definitif yang dilakukan pada usia muda
akan mencegah terjadinya distorsi pertumbuhan jantung, juga
mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Operasi paliatif saat ini
masih banyak dilakukan dengan tujuan memperbaiki keadaan umum,
sambil menunggu saat operasi korektif dapat dilakukan. Namun
tindakan paliatif ini seringkali menimbulkan distorsi pertumbuhan
jantung, di samping pasien menghadapi risiko operasi dua kali
dengan biaya yang lebih besar pula. Oleh karena itu terus dilakukan
upaya serta penelitian agar operasi jantung dapat dilakukan pada
neonatus dengan lebih aman. Kecenderungan di masa mendatang adalah
koreksi definitif dilakukan pada neonatus. Bentuk operasi paliatif
yang sering dikerjakan pada penyakit jantung bawaan antara lain (1)
Banding arteri pulmonalis. Prosedur ini dilakukan dengan memasang
jerat pita dakron untuk memperkecil diameter arteri pulmonalis.
Banding arteri pulmonalis dilakukan pada kasus dengan aliran
pulmonal yang berlebihan akibat pirau dari kiri ke kanan di dalam
jantung seperti pada defek septum ventrikel besar, ventrikel kanan
jalan keluar ganda tanpa stenosis pulmonal, defek septum
atrioventrikular, transposisi arteri besar, dan lain-lain. (2)
Pirau antara sirkulasi sistemik dengan pulmonal. Prosedur ini
dilakukan pada kelainan dengan aliran darah paru yang sangat
berkurang sehingga saturasi oksigen rendah, anak menjadi biru dan
sering disertai asidosis. Jenis-jenis operasi pirau antara lain:
(a) Blalock-Taussig shunt, yaitu membebaskan arteri subklavia dan
menyambungkannya ke arteri pulmonalis kiri atau kanan, (b)
Modifikasi Blalock-Taussig, memasang pipa Gore-Tex antara arteri
subklavia dengan arteri pulmonalis kanan atau kiri, (c) Pirau
sentral, membuat hubungan antara aorta dengan arteri pulmonalis
(Waterson, Potts, dengan Gore-Tex) dan (d) Pirau antara vena kava
superior dengan arteri pulmonalis (Glenn shunt atau bidirectional
cavo-pulmonary shunt). (3) Septostomi atrium. Prosedur ini
dilakukan pada bayi sampai usia3 bulan, yakni dengan kateter balon
melalui venafemoralis. Tindakan ini dapat dilakukan di ruang
perawatan intensif dengan bimbingan ekokardiografi,atau dapat juga
dikerjakan di ruangan kateterisasi jantung.Pada anak yang lebih
besar, tindakan ini dilakukan menurut metode Blalock-Hanlon.
Septostomi atrium dilakukan pada transposisi arteri besar untuk
menambah percampuran darah, pada anomali parsial drainase v.
pulmonalis untuk mengurangi bendungan v. pulmonalis, dan pada
atresia trikuspid untuk mengurangi bendungan vena sistemik.
Kemajuan yang pesat dalam pembedahan memungkinkan dilakukannya
tindakan korektif pada penyakit jantung bawaan. Tindakan pembedahan
korektif ini terutama dilakukan setelah ditemukan rancang-bangu
oksigenator yang aman, khususnya pada bayi kecil. Metode yang
banyak dipakai adalah henti sirkulasi, sehingga lapangan operasi
menjadi bersih dari genangan darah dan tidak terganggu oleh kanula
vena. Ada beberapa kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan korektif pada usia neonatus misalnya anomali total
drainase vena pulmonalis dengan obstruksi, transposisi tanpa defek
septum ventrikel, trunkus arteriosus dengan gagal jantung. Sebagian
lagi pembedahan dapat ditunda sampai usia lebih besar, atau
memerlukan operasi paliatif untuk menunggu saat yang tepat untuk
koreksi.c. Kardiologi IntervensiSalah satu prosedur pilihan yang
sangat diharapkan di bidang kardiologi anak adalah kardiologi
intervensi nonbedah melalui kateterisasi pada pasien penyakit
jantung bawaan. Tindakan ini selain tidak traumatis dan tidak
menimbulkan jaringan parut, juga diharapkan biayanya lebih murah.
Meskipun kardiologi intervensi telah dikembangkan sejak tahun 1950,
namun hingga pertengahan tahun 1980 belum semua jenis intervensi
trans-kateter dapat dikerjakan pada anak, termasuk balloon atrial
septostomy. Di Indonesia kardiologi intervensi pada anak dimulai
pada tahun 1989, diawali dengan kemajuan di bidang balloon mitral
valvotomy yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita
Jakarta pada kasus stenosis katup mitral. Kemudian disusul prosedur
balloon atrial septostomy pada tahun 1989. Pada tahun yang sama
balloon pulmonal valvotomy mulai dikerjakan. Selanjutnya prosedur
intervensi yang dilakukan adalah oklusi duktus arteriosus persisten
dengan coil Gianturco yang baru dimulai 3 tahun terakhir. Di
Indonesia sejauh ini baru 3 pusat pelayanan kardiologi anak yang
melakukan intervensi kardiologi, yaitu RS Jantung Harapan Kita dan
RSUP Cipto Mangunkusumo di Jakarta dan RSUP Dr. Soetomo Surabaya.
Berbagai jenis kardiologi intervensi antara lain adalah:a. Balloon
atrial septostomy (BAS) Balloon atrial septostomy (BAS) adalah
prosedur rutin yang dilakukan pada pasien yang memerlukan
percampuran darah lebih baik, misalnya TAB (transposisi arteri
besar) dengan septum ventrikel yang utuh. Prosedur ini dilakukan
dengan membuat lubang di septum interatrium, dan biasanya dilakukan
di ruang rawat intensif dengan bimbingan ekokardiografi. Di RSJHK
telah dilakukan 64 prosedur BAS dan umumnya prosedur ini berhasil
menciptakan lubang di septum interatrium dan memperbaiki kondisi
pasien. Namun sebanyak 3 pasien mengalami kegagalan karena sulitnya
kateter balon memasuki foramen ovale paten pada pasien dengan
septum atrium yang melengkung atau atrium kiri yang kecil. Satu
pasien meninggal karena perforasi di daerah vena pulmonalis.b.
Balloon pulmonal valvuloplasty (BPV) Balloon pulmonal valvuloplasty
(BPV) merupakan prosedur standar untuk melebarkan katup pulmonal
yang menyempit, dan ternyata hasilnya cukup baik, dan biayanya juga
jauh lebih rendah dibandingkan dengan operasi. Di RSJHK, prosedur
ini sejak tahun 1985 telah dilakukan pada 48 kasus stenosis katup
pulmonal yang seringkali disertai stenosis infundibulum. Umumnya
pasca BVP kondisi fisik pasien bertambah baik. Penyulit terjadi
pada 1 kasus karena muskulus papilaris katup trikuspid putus saat
tindakan dikerjakan sehingga memerlukan pembedahan emergensi.c.
Balloon mitral valvotomy (BMV) umumnya dikerjakan pada kasus
stenosis katup mitral akibat demam reumatik.d. Balloon aortic
valvuloplasty (BAV) Penyumbatan duktus arteriosus menggunakan coil
Gianturco juga dikerjakan pada beberapa kasus, namun belum dianggap
rutin karena harga coil dan peralatan untuk memasukkan coil
tersebut cukup mahal. Tindakan ini telah dilakukan pada 12 kasus
dengan duktus arteriosus persisten, kesemuanya memakai coil
Gianturco.Di Sub bagian Kardiologi FKUI/RSCM tindakan intervensi
kardiologi yang pernah dilakukan adalah dilatasi balon dan
pemasangan stent pada arteri renalis pada pasien arteritis
Takayasu. Pasca tindakan kondisi pasien baik dan tekanan darah
turun. Tindakan lainnya seperti penutupan DSA (defek septum
atrium), DSV (defek septum ventrikel), fistula koroner, MAPCA
(major aortico-pulmonary collateral arteries) belum pernah
dilakukan. Di Institut Jantung Negara Kuala Lumpur Malaysia dan
RSUD Dr. Soetomo Surabaya penutupan duktus arteriosus persisten
dilakukan dengan menggunakan umbrella, coil dan ADO (amplatzer
ductal occluder); sedangkan untuk defek septum atrium ditutup
dengan menggunakan ASO (amplatzer septal occluder). Di Royal
Children,s Hospital Melbourne, Australia telah dilakukan penutupan
defek septum ventrikel tipe muskular yang sulit dioperasi dengan
amplatzer devic.ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
PJB ASIANOTIK DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Nama Mahasiswa : EKAWATI Tempat Praktik: HCU Anak Tanggal
Praktik: 16-22 November 2014
PENGKAJIANA. IDENTITAS KLIEN
15
Nama: An. S No.RM: 1411160033Usia: 6 Bulan 18 hariJenis Kelamin:
Laki-laki Alamat: Kebonsawah BangilTgl MRS: 9 Oktober 2014Tgl
Pengkajian : 17 November 2014Diagnosa Medis: PJB AsianotikSumber
Informasi: Orang tua dan Rekam Medik
B. STATUS KESEHATAN SAAT INIa. Keluhan Utama Saat MRS: Sesak
napasb. Keluhan Utama Saat Pengkajian : Sesak napasc. Riwayat
Penyakit Sekarang :Sejak 2 bulan yang lalu anak mengalami sesak
napas mendadak disertai batuk tanpa dahak (anak tidak bisa
mengeluarkan dahak), dada terlihat sampai tertarik, hidung kembang
kempis, anak rewel dan menangis terus-menerus. Anak kemudian dibawa
ke rumah sakit Pasuruan dan sempat opname selama 7 hari, sejak usia
2 bulan anak memiliki riwayat setiap kali minum ASI sering
tersendat-sendat karena diselingi sesak napas. Setelah pulang dan
berada di rumah selama 11 hari, sesak kambuh lagi. Pada tanggal 9
Oktober anak dibawa ke RSSA dan diperiksa di poli jantung, oleh
poli jantung disarankan MRS dan anak masuk di ruang 7B selama 1
bulan 6 hari, di 7B pasien dipasang plug, diberikan terapi injeksi
cefotaxim 3x250 mg, furosemide 3x4,5 mg serta nebulizer dengan
ventolin tiap 2 jam. Karena sesak semakin parah kemudian pasien
dipindahkan ke HCU pada tanggal 16 November 2014. Mulai tanggal 16
November hingga saat pengkajian anak mendapatkan perawatan dengan
keluhan masih sesak tanpa disertai batuk. Diruang HCU pasien
mendapatkan terapi ekstra dari dokter.
C. RIWAYAT KESEHATAN TERDAHULU 1. Penyakit yang pernah dialami :
Sejak usia 2 bulan pasien sudah mengalami sesak napas 2. Kecelakaan
(Bayi/anak: termasuk Kecelakaan Lahir/ Persalinan, Bila pernah:
Jenis dan Waktu, siapa Penolong kelahirannya.): -3. Operasi (Jenis
dan Waktu): -4. Penyakit kronis/akut : -5. Terakhir kali MRS :
Tanggal 27 September 2014 dengan diagnosa PJB6. Imunisasi :a. b.
BCG: +c. DPT: -d. Polio: - e. Campak : -f. Hepatitis: +
7. Riwayat Kehamilan dan Keluarga :a. Prenatal: DM (-), HT (-),
perdarahan (-), demam (-), ANC 2 kali selama hamil saat usia
kehamilan 3 bulan dan 6 bulan, kontrol ke bidan, keputihan (-),
trauma (-), Ibu An. S sering mual dan muntah-muntah saat kehamilan
trimester I dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu kunir asam
saat hamil anaknya untuk menyegarkan badan.b. Natal : Lahir di
bidan pervaginam, lahir tidak langsung menangis, megap-megapc.
Postnatal : Lahir 3.000 gram, PB 50 cm, sesak
D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA1. Penyakit yang pernah diderita
keluarga: Kakek mempunyai riwayat hernia2. Lingkungan rumah dan
komunitas: Rumah dibersihkan 1x sehari, di sekitar rumah banyak
yang berjualan ikan laut memiliki binatang peliharaan yaitu ayam
dan burung3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Tidak ada4.
Persepsi keluarga terhadap penyakit anak : Ibu mempersepsikan bahwa
anaknya hanya sesak saja dan dapat disembuhkan
E. POLA NUTRISI-METABOLIKItemDeskripsi
Sebelum sakitdi Rumah Sakit
Jenis diet/makanan/ Komposisi menuASI + PASI (Lactogen dan
bubur)ASI + F 75
Frekuensi/pola10 x/hari12 x 30 cc
Porsi/jumlah30 cc30 cc/ 2 jam
Nafsu MakanOralNGT
Peningkatan/Penurunan BB 6 bulan terakhir-Peningkatan BB 1.600
gram, BB saat ini 4.600 gram
F. POLA ELIMINASIItemDeskripsi
Sebelum sakitdi Rumah Sakit
BAB Frekuensi/pola1 x/hari (pampers)1 x/hari (pampers)
KonsistensiLembekLembek
Warna/bauKuning/khasKuning/khas
BAK Frekuensi/pola50 gr 20 gr = 30 gr1hari=4x ganti pampersJadi,
30 x 4 = 120 cc/hari55 gr 20 gr = 35 gr1hari=5x ganti pampersJadi,
35 x 5 = 175 cc/hari
Konsistensi (mis; encer, pekat,dll)encerencer
Warna/bauKuningKuning
Kesulitan--
Upaya mengatasi--
Balance CairanInput : 1000 cc / 24 jamInput: Cairan 420 cc/24
jam Infus 60 cc/24 jamTotal : 480 cc
Output: urine 150 cc /24jam IWL= 15XBB 24 jam15x324 jam45 cc/24
jamTotal : 195
Balance : input-output=480 - 195 = +285 cc
G. GENOGRAM
H. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaaan Umum: CukupKesadaran: Compos
mentis GCS : 456BB: 4.600 gramPB: 50 cmTekanan Darah:- mmhgSuhu:
370 C RR: 45 x/ menitNadi: 162 x/ menit 2. Kepala dan Lehera.
Kepala : bentuk normochepal, lesi (-), benjolan (-), rambut hitam,
tipis, dan tidak rontok, ubun-ubun cekung (-), b. Mata: mata
simetris, mata cowong (-), anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, rangsangan terhadap cahaya (+)c. Hidung: simetris (+),
pendarahan (-), pernafasan cuping hidung (+), terpasang O2 non
rebreathing mask 6 lpmd. Mulut dan Tenggorokan : mukosa bibir
kering, warna pink, stomatitis (-), sianosis (-)e. Telinga:
simetris, bersih, lesi (-)f. Leher : nadi carotis teraba, posisi
trachea simetris 3. DadaInspeksiBentuk thorak : pigeon chest,
retraksi dinding dada (+), penggunaan otot bantu nafas (+), pola
nafas takipnea, cianosis (-)
PalpasiTidak ada benjolan
PerkusiSonor
Auskultasi
Suara NafasDeskripsi
Bronkialronchi lobus kiri atas
Bronkovesikuler_
Vesikuler
Suara UcapanDextraSinistra
Bronkoponi/Pectoryloquy/Egophoni
Suara TambahanDextraSinistra
Rales/Rhonchi/Wheezing/PleuralFrictionRonchi (-)Ronchi (+)
Batuk dengan sputum/tidakSputum (+)
Pemeriksaaan Jantung
Inspeksi dan Palpasi Prekordium
Area Aorta-PulmonumDekstra
Area tricuspid-Ventrikel kananDekstra
Letak Ictus CordisBergeser ke midklavikula sinistra
Perkusi
Batas jantungICS IV
SuaraResonan/dullness/timpani/hiperresonan
Auskultasi
Bunyi Jantung ILub
Bunyi Jantung IIDub
Bunyi Jantung IIIMurmur
Bunyi Jantung IVMurmur
KeluhanTidak terkaji
4. Punggung: Lesi (-), Kelainan tulang belakang (-)5. Mamae dan
Axila: Benjolan/massa: (-) Nyeri: (-)6. Abdomen InspeksiLesi (-),
Scar (-), Massa(-), Distensi(+), Asites(+)
AuskultasiBising Usus 5 x/menit
Palpasi Massa (-), Pembesaran Hati dan Limpa(-)
PerkusiDullnes(-)
Lain-lain-
7. Genetalia PengkajianData/GejalaDeskripsi
Inspeksi Lesi (-) Scar (-) Massa (-) Distensi (+)
Palpasi Nyeri tekan(-)
Keluhan Tidak terkaji
Lain-lain
8. Ekstremitas AtasKanan : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-),
Deformitas (-), Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-) Terpasang
infus
Kiri : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema
(-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)
BawahKanan : Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-),
Edema (-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)
Lesi Lesi (-), Scar (-), Kontraktur (-), Deformitas (-), Edema
(-), Nyeri (-), Clubbing finger (-)
Kekuatan Otot 5 5 5 5
9. Metabolisme/IntegumenWarna: Pucat (+) Sianotik (-) Ikterik
(-)Suhu: Akral hangatTurgor kulit: cukupCRT: < 2 detikEdema:
(-)Memar: (-) Kemerahan: (-) Pruritus: (-) 10. Neurosensoria. Pupil
: Isokorb. Reaktif terhadap cahaya :(+)c. Reflek-reflek (sesuaikan
dengan usia)
Menghisap (+)Menoleh (+) Menggenggam (+)Kejang : Tidak Ada
Babinsky (+)Morro(+)Patella(-)Rooting (+)Lain-lain ...
Data tumbuh kembang BB lahir: 3.000 gram LK: - PB: 50 cm LD: -
LLA: 24 cm BB sebelum sakit: 3.000 gram BB saat ini: 4.600 gram BB
ideal:Menurut WHO: gram Pengkajian Perkembangan DDST: Pada usia 3
bulan sudah bisa mengangkat kepala, pada usia 4-6 bulan hanya
tengkurap karena sakit Tahap Perkembangan psikososial: - Tahap
Perkembangan Psikoseksual: - Deteksi Dini pertumbuhan ::BB/U= 3.300
gram (WHO)3.000 (-3 SD s/d -2 SD)Gizi KurangPB/U= 44 cm (-3 SD s/d
-2 SD)BB/PB (% BBI) = x 100% = 68 %
I. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium pada tanggal 16 November
2014JENIS PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB)11,30g/dL13,4-17,7
Eritrosit (RBC)4,08106/L4,0-5,5
Leukosit (WBC)19,40103/L4,3-10,3
Hematokrit 35,10%40-47
Trombosit (PLT)255103/L142-424
MCV86,00fL80-93
MCH27,70Pg27-31
MCHC32,20g/dL32-36
RDW17,20%11,5-14,5
PDW8,6fL9-13
MPV8,7fL7,2-11,1
P-LCR 15,5%15,0-25,0
PCT0,22%0,150-0,400
Hitung jenis
Eusinofil0,0%0-4
Basofil0,2%0-1
Neutrofil77,2%51-67
Limfosit15,7%25-33
Monosit6,9%2-5
Lain-lain-
B. Laboratorium pada tanggal 14 November 2014JENIS
PEMERIKSAANHASILSATUANNILAI NORMAL
KIMIA KLINIK
Analisa Gas Darah
pH7,187,35-7,45
pCO282,1mmHg35-45
pO235,3mmHg80-100
Bikarbonat (HCO3)30,9mmol/L21-28
Kelebihan Basa (BE)2,3mmol/L(-3)-(+3)
Saturasi O252,6%>95
Hb11,6g/dL
Asam Laktat3,5mmol/LDarah vena: 0,5-2,2
Darah arteri: 0,5-1,6
Suhu37oC
J. PROGRAM TERAPITanggal 17-11-2014Hari/ TanggalNama ObatJenis
ObatCara PemberianDosis
Senin/ 10-11-2014Ventolin 2,5 mg + PZ 1 cc >< adrenalin 3
mgInhalationSetiap jam
1. Cefotaxime2. Gentamicin3. Digoxin4. Furosemide5. Captropil6.
KSR7. Vit A8. Vit BC9. Vit C10. Vit A11. Asam Folat12. Zink13. D5
NS
14. O2 NRBM 1. Antibiotik2. Antibiotik3. Digitalis 4. Diuretik5.
Antihipertensi6. Suplemen Kalium7. Vitamin8. Vitamin9. Vitamin10.
Vitamin11. Vitamin B12. Suplemen
1. IV2. IV3. IV4. IV5. P.O6. P.O7. P.O8. P.O9. P.O10. P.O11.
P.O12. P.O13. IVFD/infus pump1. 3 x 300 mg2. 1 x 24 mg3. 2 x 0,02
mg4. 2 x 4,5 mg5. 2 x 2,3 mg6. 2 x 45 mg7. 1 x 2500 mg8. 1 x 1/2
tablet9. 1 x 50 mg10. 1 x 50 mg11. 1 x 1 mg12. 1 x 20 mg13. 0 cc/24
jam
14. 6 lpm