Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit- penyakit Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Martono. 1999) Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan. Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit- penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-
44

Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Dec 30, 2014

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat

memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul

antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi

menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)

meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih

meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak

(Martono. 1999)

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan

yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal

perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa

timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi

kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami

perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah

sistem pernafasan.

Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul

pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit

yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang

diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita

sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu

(misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4)

penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru

yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau

kejadian tersebut (Martono. 1999)

Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang

usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun

1990 — 1991 adalah sebesar 5,6% (Martono. 1999)

Page 2: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi

pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta

aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :

1. Mengetahui konsep dasar proses penuaan

2. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan

3. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada

lansia.

4. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada

lansia.

5. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia

6. Memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan Gerontik ”.

C. Ruang Lingkup Penulisan

Penyusunan ini hanya membahas tentang perubahan fisiologis sistem

respiratori dan terapi modalitas sistem respiratori pada lansia.

D. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan

menggambarkan perubahan fisiologis sistem respiratori dan terapi modalitas

sistem respiratori pada lansia dengan studi literature yang diperoleh dari buku-

buku perpustakaan, internet dan hasil dari diskusi kelompok yang disajikan

dalam bentuk makalah.

Page 3: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Pada Usia

Lanjut

Pada  orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan

bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi

merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya

kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan.

Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut

(Martono. 1999)

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah

disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang

menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi :

1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal,

artinya umum terjadi pada setiap orang.

2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan

fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam

sel dan bukan oleh faktor luar.

3. Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan

tidak dapat berbalik lagi.

4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

a. Perubahan anatomi sistem pernafasan

Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang

mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel,

jaringan atau organ yang bersangkutan. Yang mengalami perubahan adalah

a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang - tulang

rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.

Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.

b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.

Page 4: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis

bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin

tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.

d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus

membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen

dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga

menyebabkan elastisitas jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan

elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya

tegangan perrnukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus.

b. Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan

Perubahan fisiologis (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :

1. Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume

rongga dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo

pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan

otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-

Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.

2. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan

menimbulkan penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun

gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.

3. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa

faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts

menurun, (3) resintensi saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum

dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.

4. Gangguan transport gas.

Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang

penyebabnya terutama disebabkan (adanya ketidakseimbangan ventilasi -

perfusi (Mangunegoro, 1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh

darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang,

terutama terjadi pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan

02 maksimal disebabkan antara lain karena : (1) berbagai perubahan

pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) karena

berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.

Page 5: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

5. Gangguan perubahan ventilasi pain.

Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya

penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral

ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap

rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH

darah arteri dan sebagainya.

B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa

faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Martono. 1999) Faktor-faktor

yang memperburuk fungsi paru antara lain :

1. Faktor merokok

Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran

nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan

terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya

penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang

iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).

2. Obesitas

Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala

obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding

perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan

volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan

timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.

3. Imobilitas

Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-

otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan

"relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada

usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor

lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura,

pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan

fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif

Page 6: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

4. Operasi

Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari

pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh

faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2)

pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi

tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses

ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya

perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi

paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian,

karena timbulnya gagal nafas.

C. Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut

Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan

atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut.

Perubahan-perubahan tersebut. adalah :

a. Perubahan anatomis - fisiologis

Dengan adanya perubahan anatomis – fisiologis sistem pernafasan

ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya

beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM,

TB paru, kanker paru dan sebagainya.

b. Perubahan daya tahan tubuh

Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena

lemahnya fungsi limfosit B dan T, sehingga penderita rentan terhadap

kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur.

c. Perubahan metabolik tubuh

Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru

dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-

penyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis

rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi

lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya

kelainan paru tadi.

Page 7: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

d. Perubahan respons terhadap obat

Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu

akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran

nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia

muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang

sering digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya

yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda.

e. Perubahan degenerative

Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat

dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses

penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan)

degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru,

penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada

usia lanjut dan sebagainya.

f. Perubahan atau kejadian lainnya

Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut

yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit

paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :

Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang

Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan-

perubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi

sistem pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas,

sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas.

Merokok selain dapat memberikan perubahan- perubahan pada saluran

nafas, dapat pula memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOM,

bronkitis kronis dan sebagainya.

Pengaruh atau akibat kekurangan gizi

Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh,

terutama respons imun seluler. Ini merupakan konsekuensi lanjut

atas terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses

involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang

beredar dalam peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan

Page 8: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam peredaran darah

juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat

perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi.

IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami

penurunan.

D. Aspek Klinik

Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada

4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun

(PPOM),dan karsinoma paru.

a. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi

paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya

penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam

masa observasi beberapa waktu. PPOM adalah klasifikasi luas dari

gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan

asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-

paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis,

emfisema paru dan penyakit saluran nafas perifer.

b. Etiologi.

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini

dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain

merokok sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang,

umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan

sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya

PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling

dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

c. Patofisiologi.

Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan

mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn

kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang

Page 9: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang

mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada

saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak.

dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah

yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-

akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan

kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-

fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

mengalami gangguan.

d. Gambaran klinik.

Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru

yang mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi

bronkus. Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua

hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah

bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke

arah emfisema (pink puffer type).

e. Diagnosis.

Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan

sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk,

sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze.

Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan

secara hati-hati dan teliti.

Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal

mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang

merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk

dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas

melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak)

pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari

tabuh.

Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting,

untuk mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat

Page 10: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

obtruksi saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri

(spirogram) atau memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat

sederhana, yaitu menggunakan mini Wright

Peak Plow Meter.

Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I)

merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer,

dan dapat digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan

hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang

mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.

Tingkatan PPOM menurut National Institute Of

Health Lung and Blood, Bethesda 2001

TINGKATA

NNILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I

0 ResikoSpirometry Normal

Gejala menaun (batuk, produksi sputum)

I Ringan ≥ 80 %

II Sedang < 80 %

III Berat < 30 %

f. Penatalaksanaan.

Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-

faktor yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah

terjadinya pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita,

hendaknya diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor

yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :

Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya

kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor

genetik, infeksi (saluran nafas) dan perubahan cuara.

Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi

komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas

(obstruksi) sangat perlu dilakukan.

Page 11: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Tahap perjalanan penyakit.

Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu

diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif

perjalanannya. Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan

sebagainya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:

Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase

akut, tetapi juga pada fase kronik.

Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.

Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :        

Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara..

Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi,

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau

pengobatan empirik.

Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih

kontroversial.

Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)

o Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran

o Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2

o Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus

Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan

oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran

lambat: 1 — 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi.

Page 12: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas

berikut :

o Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret

bronkus.

o Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernafasan yang paling efektif baginya

o Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan  tujuan uatuk

memulihkan kesegaran jasmaninya.

o Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita

agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.

o Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian

diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

g. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut

Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan

struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari,

Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut

dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya

dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan

merokok, minum alkohol dan sebagainya.

Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit

dilakukan dengan Fara yang lazim.

1. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas

Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat

mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan

melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari

timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini

kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo

dan H.Hadi Martono. 1999)

2. Usaha mencegah timbulnya TB paru.

Page 13: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan

penderita TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.

3. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.

Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap

timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan

pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2)

pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan

bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki)

menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992.

Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Page 14: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia

dikarenakan penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman

Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000)

A. Pengkajian

Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada

kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan

juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor

pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala

yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi

lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.

Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,

Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu

pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan

perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan

gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika

mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup

waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa

pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman

untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

Page 15: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan

yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama

pernapasan?

5. Apakah tampak sianosis?

6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7. Apakah pasien mengalami edema perifer?

8. Apakah pasien batuk?

9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

10. Bagaimana status sensorium pasien?

11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

1. Aktifitas / istirahat

Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas

sehari-hari karena  sulit bernafas.

2. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan

darah,takikardi.

3. Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang

4. Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress

pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.

5. Higiene

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.

6. Pernafasan

Page 16: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu

pernafasan.

7. Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

8. Seksualitas

Penurunan libido.

9. Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan

mobilitas fisik.

(Doengoes, 2000 :152 ).

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya

sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan

primer dan sekunder, penyakit kronis.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,

mual / muntah.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay

dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,

salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif

( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.

3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.

4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan

penyakit kronik.

5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.

Page 17: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi

7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas

fisik dalam menjalankan peran.

8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi

atau fatique.

9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan

otot pernafasan.

10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan

permintaan

(Loukenotte, M.A, 2000).

C. Intervensi / Perencanaan

NoDx

Diagnosa

KeperawatanTujuan Dan KH Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan

jalan nafas

berhubungan

dengan

tertahannya

sekresi.

Tujuan :

Mengefektifkan

jalan nafas

Hasil yang

diharapkan :

Mempertahanka

n jalan nafas

paten dengan

bunyi nafas

bersih / jelas

Menunjukkan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan

nafas Misal :

Batuk efektif

dan

mengeluarkan

sekret.

1. Auskultasi

bunyi nafas,

catat adanya

bunyi nafas,

misal : mengi,

krekels, ronki.

2. Kaji / pantau

frekuensi

pernafasan,

catat rasio

inspirasi mengi

(emfisema)

3. Kaji pasien

untuk posisi

yang nyaman

misal:

peninggian

o Beberapa derajat

bronkus terjadi

dengan obstruksi jalan

nafas dan tidak

dimanifestasikan

adanya bunyi nafas

adventisius

o takipnea ada pada

beberapa derajat dan

dapat ditemukan pada

penerimaan / selama

stress / adanya proses

infeksi akut

o

o Peninggian kepala

tempat tidur

mempermudah fungsi

pernafasan dengan

menggunakan

Page 18: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

kepala tempat

tidur, duduk dan

sandaran tempat

tidur.

4. Pertahankan

polusi

lingkungan

minimum debu,

asap dll

5. Bantu latihan

nafas abdomen /

bibir

6. Ajarkan teknik

nafas dalam

batu efektif

7. Berikan obat

sesuai indikasi

gravitasi, namun

pasien dengan slifres

berat akan mencari

posisi yang paling

mudah untuk

bernafas.

o

o Pencitus tipe reaksi

alergi pernafasan

yang dapat mentrigen

episode akut.

o Memberikan pasien

beberapa cara untuk

mengatasi dan

mengontrol dispnea

dan menurunkan

jebakan udara.

o

o Batuk dapat menetap

tetapi efektif

khususnya bila pada

lansia,sakit akut, atau

kelemahan

o

Membantu dalam

proses penyembuhan.

2. Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

dengan suplai

Tujuan :

Memenuhi suplai

oksigen pada

tubuh.

1. Kaji frekuensi

kedalaman

pernafasan,

catat

1.     Berguna dalam

evaluasi distress

pernafasan dan

kronisnya proses

Page 19: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

oksigen Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menunjukkan

perbaikan

ventilasi dan

oksigenasi

jaringan

adekuat yang

bila dalam

rentang

normal + bebas

gejala distres

pernafasan.

Berpartisipasi

dalam program

pengobatan

dalam tingkat

kemampuan /

situasi.

penggunaan otot

aksesori, nafas

bibir,

ketidakmampua

n bicara /

berbincang.

2. Tinggikan

kepala tempat

tidur, bantu

pasien untuk

memilih posisi

yang mudah

untuk bernafas.

3. Dorong

mengeluarkan

sputum:

Penghisapan

bila

diindikasikan.

4. Kaji / awasi

secara rutin

kulit dan warna

membran

mukosa

penyakit.

2.     

Pengiriman oksigen

dapat diperbaiki

dengan posisi duduk

tinggi, dan latihan

nafas untuk

menurunkan kolaps

jalan nafas, dispnea

dan kerja nafas.

3.     Kental, tebal,

banyaknya sekresi

adalah sumber utama

gangguan pertukaran

gas

4.     Sianosis mungkin

perifer (terlihat pada

kuku) atau sentral

(terlihat sekitar bibir /

daun telinga) keabu-

abuan dan dianosis

sentral

mengindikasikan

beratnya hipoksemia.

5.      Takikarena,

Page 20: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

5. Awasi tanda

vital dan irama

jantung

6. Awasi /

gambaran seri

GDA dan nadi,

oksimetri

7. Berikan oksigen

tambahan yang

sesuai dengan

indikasi hasil

GDA dan

toleransi pasien.

disritimia, dan

perubahan TD dapat

menunjukkan efek

hipoksemia sistemik

pada fungsi jantung.

6.     PaCO2 biasanya

meningkat

(bronkhitis,

emfisema) dan

PaCO2 secara umum

menurun, sehingga

hipoksia terjadi

dengan derajat lebih /

lebih besar

7.      Dapat memperbaiki /

mencegah buruknya

hipoksia.

3. Resiko tinggi

terhadap infeksi

berhubungan

dengan

inadekuat

pertahanan

primer dan

sekunder,

Tujuan :

Mencegah

terjadinya infeksi.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menyatakan

pemahaman

penyebab /

1. Awasi suhu

2. Kaji pentingnya

latihan nafas,

batuk efektif,

perubahan

1.    Demam dapat terjadi

karena infeksi /

dehidrasi

2.     Aktifitas ini

meningkatkan

mobilisasi dan

pengeluaran sekret

Page 21: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

penyakit kronis. faktor resiko

individu

Mengidentifika

si intervensi

untuk

mencegah /

menurunkan

resiko infeksi

Menunjukkan

teknik,

perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

lingkungan

yang aman.

posisi sering,

dan masukan

cairan adekuat.

3. Tunjukkan dan

bantu pasien

tentang

pembuangan

tisu dan sputum

4. Dorong

keseimbangan

antara aktifitas

dan istirahat

5. Dapatkan

spesimen

dengan batuk /

penghisapan

untuk

pewarnaan

kuman gram

kultur /

sensitivitas.

6. Berikan anti

mikrobia sesuai

untuk menurunkan

resiko terjadi infeksi

paru.

Cegah penyebaran

ppatogen melalui cairan

4.     

Menurunkan

konsumsi / kebutuhan

keseimbangan

oksigen dan

memperbaiki

pertahanan pasien

terhadap infeksi,

meningkatkan

penyembuhan.

5.     

Dilakukan untuk

mengidentifikasikan

organisme penyebab

dan kerentanan

6.     

Dapat diberikan untuk

organisme khusus

yang teridentifikasi

Page 22: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

indikasi

dengan kulturdan

sensitivitas, atau

diberikan secara

profilaktik karena

resiko tinggi.

4. Perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan dispnea,

kelemahan efek

samping obat,

produksi

sputum,

anoreksia,

mual / muntah.

Tujuan :

Memenuhi

kebutuhan nutrisi

klien secara

adekuat

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menunjukkan

peningkatan

berat badan

menuju tujuan

yang tepat.

Menunjukkan

perilaku

perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

dan /

mempertahanka

n berat yang

tepat.

1. Kaji kebiasaan

diet, masukan

makanan saat

ini, catat derajat

kesulitan

makan, evalusi

BB dan ukuran

tubuh.

2. Tunjukkan dan

bantu pasien

tentang

pembuangan

tisu dan sputum

3. Dorong

keseimbangan

antara aktifitas

dan istirahat

4. Dapatkan

spesimen

1.     Pasien distress

pernafasan akut sering

anoreksia karena

dispnea, produksi

sputum dan obat

2.      : Aktifitas ini

meningkatkan

mobilisasi dan

pengeluaran sekret

untuk menurunkan

resiko terjadi infeksi

paru

3.     

Menurunkan

konsumsi / kebutuhan

keseimbangan

oksigen dan

Memperbaiki

pertahanan pasien

terhadap infeksi,

meningkatkan

penyembuhan.

4.     

Dilakukan untuk

mengidentifikasikan

Page 23: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

dengan batuk /

penghisapan

untuk

pewarnaan

kuman gram

kultur /

sensitivitas.

5. Berikan anti

mikrobia sesuai

indikasi

organisme penyebab

dan kerentanan

terhadap berbagai anti

mikrobia.

5.     

Dapat diberikan untuk

organisme khusus

yang teridentifikasi

dengan kultur dan

sensitivitas, atau

diberikan secara

profilaktik karena

resiko tinggi.

5. Intoleransi

aktifitas

berhubungan

dengan

keseimbangan

antara suplay

dan kebutuhan

oksigen,

kelemahan,

dispnea.

Tujuan :

Mengembalikan

aktifitas klien

seperti semula.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Melaporkan /

menunjukkan

peningkatan

toleransi terhadap

aktifitas yang

dapat diukur

dengan tak adanya

dispnea,

kelemahan

berlebihan, dan

1. Evaluasi

respons pasien

terhadap

aktifitas.

2. Catat laporan

dispnea,

peningkatan

kelemahan /

kelelahan dan

perubahan tanda

vital selama dan

setelah aktivitas.

3. Bantu aktivitas

1.    Menetapkan

kemampuan /

kebutuhan pasien dan

memudahkan pilihan

intervensi

Meminimalkan

kelelahan dan

membantu

keseimbangan suplai

dan kebutuhan

oksigen.

3.     Mengurangi kelelahan

Page 24: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

tanda vital dalam

rentang normal.

perawatan dini

yang

diperlukan.

Berikan

kemajuan

peningkatan

aktivitas selama

fase

penyembuhan.

4. Ajarkan klien

untuk

mengurangi

aktivitas yang

dapat

menimbulkan

kelelahan

6. Defisit

pengetahuan

tentang PPOM

berhubungan

dengan kurang

informasi, salah

mengerti

tentang

informasi,

kurang

mengingat /

keterbatasan

kognitif.

Tujuan : Klien

mampu untuk

mengetahui

tentang

pengertian /

informasi PPOM.

Kriteria hasil yang

diharapkan :

Menyatakan

pemahaman

kondisi / proses

penyakit dan

tindakan

Mengidentifika

si hubungan

tanda / gejala

1. Jelaskan /

kuatkan

penjelasan

proses penyakit

individu

2. Instruksikan /

kuatkan rasional

untuk latihan

nafas, batuk

efektif dan

latihan kondisi

umum.

1.      Menurunkan ansietas

dan dapat

menimbulkan

perbaikan partisipasi

pada rencana

pengobatan.

2.      Nafas bibir + nafas

abdominal /

diafragmatik

menguatkan otot

pernafasan,

membantu

meminimalkan kolaps

jalan nafas kecil dan

memberikan individu

Page 25: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

yang ada dari

proses penyakit

dan

menghubungka

n dengan faktor

penyebab

3. Diskusikan obat

pernafasan, efek

samping +

reaksi yang tak

diinginkan

4. Tekankan

pentingnya

perawatan oral /

kebersihan gigi

5. Diskusikan

faktor individu

yang

meningkatkan

kondisi mis:

arti untuk mengontrol

dispnea.

3.     

Pasien ini sering

mendapat obat

pernafasan banyak

sekaligus yang

mempunyai efek

samping hampir sama

+ potensial interaksi

obat

4.     

Menurunkan

pertumbuhan bakteri

pada mulut, dimana

dapat menimbulkan

infeksi saluran nafas

atas.

5.      : Faktor lingkungan

ini dapat

menimbulkan iritasi

bronkial

menimbulkan

peningkatan produksi

sekret dan hambatan

jalan nafas.

6.     

Pengawasan proses

penyakit untuk

membuat program

terapi untuk

memenuhi perubahan

Page 26: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

udara terlalu

kering, angin,

lingkungan

dengan suhu

ekstrem, serbuk,

asap tembakau,

sprei aerosol,

polusi udara.

6. Diskusikan

pentingnya

mengikuti

perawatan

medik, foto

dada periodik

dan kultur

kebutuhan dan dapat

membantu mencegah

komplikasi

 ( Doenges, 2000 : 152).

E. Evaluasi

Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk

mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya

hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan

tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan

beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi

sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien

Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi

yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus

mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya

hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

Page 27: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran

nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus

ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap

rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada

mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru

Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi

saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk

pencegahan terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. 

Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi

dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan

taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal paru secara berkala.

B. Saran

Untuk Lansia menghindari faktor resiko :

1. Anjurkan klien untuk tidak merokok

2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat

3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen

4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas

5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

Untuk keluarga memberikan dukungan :

1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien

2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

Page 28: Askep Lansia Dengan Gangguan Pernafasan

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.

Jakarta : EGC.

Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.

Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and

Practice. Philadelphia : WB Sounders Company.

Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis

proses-proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.

R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu

Kesehatan usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.