BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPenyakit Kusta atau Morbus
Hansen adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang syaraf tepi,
selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian
atas, sistem retikoloendotel, mata, otot, tulang dan testis. Kusta
menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus
terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya
perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja.
Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang
berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan
ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara
tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada
masyarakat. Hal ini menyebabkan penyakit kusta masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah di bidang
medis juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini
memerlukan perhatian yang serius.Kusta kebanyakan ditemukan di
Afrika Tengan dan Asia Tenggara, dengan angka kejadian di atas 10
per 1.000. hal ini disebabkan meningkatnya mobilitas penduduk,
misalnya imigrasi, pengungsi dan sebagainya. Sebagaimana yang
dilaporkan oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada2006dan
diterbitkan diWeekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar
kusta pada awal tahun 2006 adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus
baru pada tahun sebelumnya adalah 296.499 kasus. Alasan jumlah
penemuan tahunan lebih tinggi dari prevalensi akhir tahun
dijelaskan dengan adanya fakta bahwa proporsi kasus baru yang
terapinya selesai pada tahun yang sama sehingga tidak lagi
dimasukkan ke prevalensi terdaftar. Penemuan secara global terhadap
kasus baru menunjukkan penurunan. Di India jumlah kasus kira-kira 4
juta, pada tahun 1961 jumlah penderita kusta sebesar 2,5 juta, pada
tahun 1971 jumlah penderita 3,2 juta dan tahun 1981 jumlah
penderita 3,9 juta. Kusta juga banyak ditemykan di Amerika Tengah
dan Selatan dengan jumlah kasus yang tercatat lebih dari 5.000
kasus.Selama tahun 2000 di Indonesia ditemukan 14.697 penderita
baru. Diantaranya 11.267 tipe MB (76,7%) dan 1.499 penderita anak
(10,1%). Selama tahun 2001 dan 2002 ditemukan 14.061 dan 14.716
kasus baru. Diantara kasus ini 10.768 dan 11.132 penderita tipe MB
(76,6% dan 75,5%). Sedangkan jumlah penderita anak sebanyak 1.423
kasus (10,0%) pada tahun 2001 dan 1.305 kasus (8,9%) pada tahun
2002. Di tingkat propinsi, Jawa Timur paling banyak menemukan
penderita baru yaitu 3.785 kasus pada tahun 2001 dan 4.391 pada
tahun 2002. Propinsi yang paling sedikit menemukan kasus baru
adalah propinsi adalah Bengkulu, yaitu 8 kasus pada tahun 2001 dan
4 kasus pada tahun 2002.Permasalahan penyakit kusta bila dikaji
secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks bukan
hanya dari segi medis tetapi juga menyangkut masalah sosial
ekonomi, budaya dan ketahanan Nasional. Dalam keadaan ini warga
masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari
masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat
mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna
karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau
gangguan di lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan rasa takut,
malu dan isolasi sosial berkaitan dengan penyakit ini. Laporan
tentang kusta lebih kecil daripada sebenarnya, dan beberapa negara
enggan untuk melaporkan angka kejadian penderita kusta sehingga
jumlah yang sebenarnya tidak diketahui. Melihat besarnya
manifestasi penyakit ini maka perlu dilakukan suatu langkah
penanggulangan penyakit tersebut. Program pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk
lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan
dan ketahanan sosial.Berdasarkan dari fenomena diatas maka kami
mengangkat masalah upaya penanggulangan penyakit kusta sebagai
judul makalah dengan harapan dapat lebih memahami penyakit kusta
dan penanggulangannya.1.2. Rumusan MasalahDalam makalah ini kami
mengangkat beberapa permasalahan yang terkait dengan Penanggulangan
penyakit kusta, yaitu sebagai berikut :1.Bagaimana gambaran umum
penyakit kusta ?2.Apa etiologi kusta?3.Bagaimana
klasifikasinya?4.Bagaimana patogenesisnya5.Apa saja bentuk-bentuk
dan gejala penyakit kusta ?6.Bagaimana komplikasinya ?7.Bagaimana
cara penatalaksanaanya?8.Bagaimana rehabilitasinya orang yang
mengalami kusta ?9.Bagaimana upaya pencegahan penyakit kusta ?1.3.
TUJUAN Tujuan umum Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa
mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan kusta.Tujuan KhususPenulisan makalah ini diharapkan dapat
mencapai beberapa tujuan dalam memahami upaya penanggulangan
penyakit kusta, yakni sebagai berikut :1. Untuk mengetahui gambaran
umum penyakit kusta yang meliputi definisi ,dan epidemiologi
penyakit kusta2. Untuk mengetahui apa saja etiologi kusta3. Untuk
mengetahui klasifikasi kusta4. Untuk mengetahui manifestasi kusta5.
Untuk mengetahui bagaimana patogenesis penyakit kusta6. Untuk
mengetahui bagaimana peatalaksanaan penyakit kusta7. Untuk
mengetahui bagaimana upaya pencegahan penyakit kusta8. Untuk
mengetahui bagaimana cara rehabilitasinya9. Untuk mengetahui
bagaimanaa komplikasinya
BAB IIPEMBAHASAN2.1. DefinisiKusta (lepra atau morbus Hansen)
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksiMycobacterium leprae
(M. leprae)penyakit ini menular yang menahun yang menyerang saraf
perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya2.2. EtiologiM.
lepraemerupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain
seperti mukosa salurean napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang
kecuali susunan saraf pusat.Masa membelah diriM. leprae12-21 hari
dan masa tunasnya antara 40 hari 40 tahun.M. Lepraeatau kuman
Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh
sarjana dariNorwegia, GHArmouer Hansenpada tahun 1873. Kuman ini
bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron,
lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu
dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan.Kuman ini dapat
mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.2.3.
EpidemiologiCara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi
menurut sebagian besar ahli melalui saluran pernapasan
(inhalasi)dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat). Kuman
mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat,
dan diduga juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi pertama. Timbulnya penyakit kusta pada
seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber penularan,
kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim. Sumber
penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien
tipe MB (multy basiler) yang belum di obati atau tidak berobat
secara teratur.Bila seseorang terinfeksiM. Leprae, sebagian besar
(95%) akan sembuh sendiri dan 5% akan menjadiindeterminate. Dari
5%indeterminate, 30% bermanisfestasi klinis menjadideterminatedan
70% sembuh. Insiden tinggi pada daerah tropis dan sub tropis yang
panas dan lembab. Insidens penyakit kusta di indonesia pada maret
1999 sebesar 1,01 per 10.000 penduduk.Kusta dapat menyerang semua
umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi
tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25-35 tahun, sedangkan
pada kelompok anak umur 10-12 tahun.2.4. PatogenesisMeskipun cara
masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa
penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.SetelahM. Lepraemasuk ke
dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan
seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung
pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune)
pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi. Penyakit berkembang
ke arahtuberkuloiddan bila rendah, berkembang ke arahlepromatosa.
M. Lepraeberpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin,
yaitu daerah akral denganvaskularisasiyang sedikit.M. Leprae (
Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag
sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann
jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan
macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk
memfagosit.Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi
macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan
bebas merusak jaringan.Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi
macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman
difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak
aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila
tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.Derajat penyakit
tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun
pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.
NURSING PATHWAY KUSTAMycobacterium Leprae
Masuk ke dalam tubuh
Imunitas tinggiImunitas rendah
Tipe tuberkoloidTipe Lepramatosa
Sarafsarafsarafmenyerang kulit Sensorismotorikotonom& mukosa
hidung
mati rasakelumpuhankelemahankulit keringproses inflamasi
lesi pd kulitggn mobilitasintoleransi kerusakankulit
hidungfisikaktivitasintegritaskulitlesi pada kulitkerusakansulit
melakukan daily tulang rawanactivitynyerihidung gangguan konsep
dirikemerahan gangguan citra tubuh
2.5. Manifestasi KlinisDiagnosis didasarkan pada gambaran
klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995),
diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal
berikut.1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.2. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya
hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna
tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul,
atau nodul.3. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan
gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi
sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan
saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau
kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.Pada beberapa kasus
ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.Bila
ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa
ulangn setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau
penyakit lain.2.6. KlasifikasiKlasifikasi
berdasarkanRidleydanJopingadalah tipe TT (tuberkoloid), BT
(borderkine tuberkoloid), BB (mid borderline), BL (borderline
lepromatous), dan LL (lepromatosa). Sedangkan departemen kesehatan
Dirjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi tipe menjadi tipepause
basiler(PB) danmulty basiler(MB). Dan membagi klasifikasi kusta
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan
status imun penderita menjadi1. TT : Lesi berupa makula hipo
pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan
skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar
bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan
langsung dan sekresi kelenjar keringat.BTA ( - ) dan uji lepramin (
+ ) kuat.2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan
permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( +
)3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak
mengkilat. Gambaran khas lesi punched out dengan infiltrat
eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu
jelas pada tepi luarnya.Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + )
pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).4.
BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran
bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas
sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).5. LL : Lesi
infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil,
jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada
kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).WHO
membagi menjadi dua kelompok, yaitu :1. Pansi Basiler (PB) : I, TT,
BT2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
2.7. Gambaran KlinisMenurut klasifikasi Ridley dan Joplinga)Tipe
Tuberkoloid ( TT ) Mengenai kulit dan saraf. Lesi bisa satu atau
kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi,
atau, kontrol healing ( + ). Permukaan lesi bersisik dengan tepi
meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata.
Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot,
sedikit rasa gatal. Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya
kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat
terhadap basil kusta.b)Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT ) Hampir
sama dengan tipe tuberkoloid Gambar Hipopigmentasi, kekeringan
kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf tidak
sejelas tipe TT.Biasanya asimetris. Lesi satelit ( + ), terletak
dekat saraf perifer menebal.c)Tipe Mid Borderline ( BB ) Tipe
paling tidak stabil, jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk macula
infiltrate. Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas,
jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris. Lesi sangat
bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya. Bisa didapatkan
lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oral pada bagian
tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.d)Tipe
Borderline Lepromatus ( BL )Dimulai makula, awalnya sedikit lalu
menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan
lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah,
beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa
hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan
gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan
penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.e)Tipe
Lepromatosa ( LL ) Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus,
lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini. Distribusi lesi khas :
Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Badan : bahian
belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah. Stadium
lanjutan : Penebalan kulit progresif Cuping telinga menebal Garis
muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai
madarosis, intis dan keratitis. Lebih lanjut Deformitas hidung
Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis Kerusakan saraf
luas gejala stocking dan glouses anestesi. Penyakit progresif,
makula dan popul baru. Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
Stadium lanjutSerabut saraf perifer mengalami degenerasi
hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan
kaki.f)Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam
klasifikasi Redley & Jopling) Beberapa macula hipopigmentasi,
sedikit sisik dan kulit sekitar normal. Lokasi bahian ekstensor
ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula
hipestesi dan sedikit penebalan saraf. Merupakan tanda interminate
pada 20%-80% kasus kusta. Sebagian sembuh spontan.Gambaran klinis
organ lain Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai
kebutaan Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana Tulang &
sendi : absorbsi, mutilasi, artritis Lidah : ulkus, nodus Larings :
suara parau Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis,
atrofi Kelenjar limfe : limfadenitis Rambut : alopesia, madarosis
Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis,
nefritis interstitial.
2.8. PenatalaksanaanTujuan utama program pemberantasan kusta
adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe
yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program multy drug therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.Rejimen
pengobatan MDT di indonesia sesuai rekomendasi WHO (1995) sebagai
berikut :1. Tipe BJenis obat dan dosis untuk dewasa :a. Rifampisin
600 mg/bulan diminum didepan petugas.b. DSS tablet 100 mg/hari
diminum dirumah.c. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan
dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (released from
treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis
lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT
tetapi menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien
tidak lagi dalam pengawasan.2. Tipe MBJenis :a. Rifampisin 600
mg/bulan diminum didepan petugas.b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum
didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum
dirumah.c. DSS 100 mg/hari diminum dirumah.d. Pengobatan 24 dosis
diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum
24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatanMB
diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan
pasien langsung dinyatakan RFT.
2.9. KomplikasiCacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena
neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta2.10. Reaksi KustaReaksi kusta
atau reaksilepraadalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler)
atau reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat
merugikan pasien.Reaksi ini dapatterjadi pada pasien sebelum
mendapat pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan.
Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun esudah mulai
pengobatan.1. Jenis Reaksia. Reaksi tipe I(reaksi reversal, reaksi
upgrading, reaksi boederline)Terjadi pada pasien tipe borderline
disebabkan meningkatnya kekebakan seluler secara cepat. Pada reaksi
ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya
tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Gejala klinis reaksi tipe I
berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf),
dan/atau gangguan keadaan umum pasien (gejala konstitusi).b. Reaksi
tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)Reaksi ini terjadi pada
pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta
yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk
antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi
kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen.
Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk
nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata
(iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan
disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta
komplikasi pada organ tubuh lainnya.Hal-hal yang mempermudah
terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik (kondisi lemah,
menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat
imunisasi, dan malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat
berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang
dan berlangsung lama.2. Penatalaksanaaan ReaksiPrinsip
pengobatanpemberian obat anti reaksi. Obat yang dapat digunakan
adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai anti
implamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut :
Aspirin600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari
Klorokuin3x150 mg/hari Prednison30-80 mg/hari, dosis tunggal pada
pagi hari sesugah makan atau dapat juga diberikan secara dosis
tertinggi misalnya : 4x2 tablet/hari, berangsur-angsur diturunkan
5-10 mg/2 minggu setelah terjadi respon maksimal. Untuk melepas
ketergantungan pada kortikosteroid pada reaksi tipe II digunanakan
talidomid. Dosis talidomid 400 mg/hari yang berangsur-angsur
ditirunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia
subur karena talidomid bersifat teratogenik. Setiap 2 minggu pasien
harus diperiksa ulang untuk mellihat keadaan klinis. Bila tidak ada
perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4
minggu atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi 20 mg
sehari). Setelah ada perbaikan dosis diturunkan. Untuk mencegah
ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin.
Klofazimin hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis). Dosis
klofazimin ditinggikan dari dosis pengobatan kusta. Untuk orang
dewasa 3x100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah berkurang
maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2 x 100 mg/hari,
selama 1 bulan diturunkan lagi menjadi 1 x 100 mg/ hari selama 1
bulan. Setelah reaksi hilang pengobatan kembali ke dosis semula,
yaitu 50 mg/hari Pemberian analgesik dan sedatif.Obat yang
digunakan sebagai analgesik adalah aspirin, parasetamol, dan
antimon. Aspirin masih merupakan obat yang terbaik dan termurah
untuk mengatasi nyeri (aspirin digunakan sebagai antiinflamasi dan
analgesik). Menurut WHO (1998), parasetamol juga dapat digunakan
sebagai analgesik.
2.11. Upaya PencegahanHingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk
penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta
yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan
penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor
pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan,
sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan
penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada
penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada penderita
kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai
penularan.Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam
dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu
dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin
cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar
matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya
tempat-tempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat
menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan
kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh
kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan
demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan
kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap
orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :1. Ada obat
yang dapat menyembuhkan penyakit kusta2. Sekurang-kurangnya 80 %
dari semua orang tidak mungkin terkena kusta3. Enam dari tujuh
kasus kusta tidaklah menular pada orang lain4. Kasus-kasus menular
tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
2.12. RehabilitasiUsaha-usaha rehabilitasi meliputi medis,
okupasi, dan sosial. Usaha medis yang dapat dilakukan untuk cacat
tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak
sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki. Lapangan
pekerjaan dapat diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan
cacat tubuh. Tetapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan
sedini mungkin pada setiap pasien, keluarga, dan masyarakat
sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat
menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur dan
benar sampai dinyatakan sembuh sacara medis. Rehabilitasi sosial
bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien sehingga
menunjang kemandiriannya dengan memberikan bimbingan sosial dan
peralatan kerja, serta membantu pemasaran hasil usaha pasien.
BAB IIIKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN3.1.Pengkajiana)BiodataUmur
memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak
dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda.Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan
lingkungan.Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita
kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.b)Riwayat Penyakit
SekarangBiasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan
keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri
tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita
(demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.c)Riwayat
Kesehatan Masa LaluPada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah
terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres,
sesudah mendapat imunisasid)Riwayat Kesehatan KeluargaMorbus hansen
merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman
kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan
2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit
morbus hansen akan tertular.e)Riwayat PsikososialFungsi tubuh dan
komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan
malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa
penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan
menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan
jiwa pada konsep diri karena penurunanf)Pola Aktivitas
Sehari-hariAktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan
pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan.Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan.g)Pemeriksaan FisikKeadaan umum
klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I,
reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya
gangguan saraf tepi motorik.1. Sistem penglihatan. Adanya gangguan
fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek
kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan
saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika
ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat,
jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis
mata maka alis mata akan rontok.2. Sistem pernafasan. Klien dengan
morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada
tenggorokan.3. Sistem persarafan: Kerusakan fungsi sensorikKelainan
fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa.
Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi
luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek
kedip. Kerusakan fungsi motorikKekuatan otot tangan dan kaki dapat
menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi)
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi
bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi
(kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak
dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonomTerjadi
gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras
dan akhirnya dapat pecah-pecah.4. Sistem muskuloskeletal. Adanya
gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan
otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.5. Sistem
integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu),
bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul
(benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah
sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut:
sering didapati kerontokan jika terdapat
bercak.3.2.DiagnosaKeperawatan1. Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi2. Gangguan rasa
nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan3.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik4.
Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh3.3.Rencana Tindakan
KeperawatanNo. Dx.Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional
1Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi
berhenti dan berangsur-angsur sembuh.Kriteria :oMenunjukkan
regenerasi jaringanoMencapai penyembuhan tepat waktu pada
lesi1.Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik
dan kondisi sekitar luka.
2.Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi
inflamasi.
3.Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi
perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
4.Bersihkan lesi dengan sabun pada waktu direndam.
5.Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan.
1. R/Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi
dan atau mengenai sirkulasi daerah yang terdapat lesi..2.
R/Menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan
sekitar.3. R/Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. R/Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk
mempertahankan kebersihan lesi..5. R/Tekanan pada lesi bisa
maenghambat proses penyembuhan.
2Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi
berhenti dan berangsur-angsur hilang.Kriteria :Setelah dilakukan
tindakan keperawatan proses inflamasi dapat berkurang dan nyeri
berkurang dan beraangsur-angsur hilang.1.Observasi lokasi,
intensitas dan penjalaran nyeri.
2.Observasi tanda-tanda vital.
3.Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan
relaksasi.4.Atur posisi senyaman mungkin
5.Kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.1.
R/Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan
intervensi.2. R/Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan
pasien.
3. R/Dapat mengurangi rasa nyeri.
4. R/Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri.5.
R/Menghilangkan rasa nyeri.
3Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik
dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.Kriteria :Pasien dapat
melakukan aktivitas sehari-hariKekuatan otot penuh1.Pertahankan
posisi tubuh yang nyaman..
2.Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit.3.Lakukan
latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif
4.Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan
periode istirahat.5.Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/orang
yang terdekat pada latihan..
1. R/Meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas.2. R/Oedema
dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.3. R/Mencegah secara
progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan fungsi
otot/sendi.
4. R/Meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap
aktifitas.
5. R/Menampilkan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam
perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan.
4Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat
berfungsi secara optimal dan konsep diri meningkat.Kriteria
:1.Pasien menyatakan penerimaan situasi diri2.Memasukkan perubahan
dalam konsep diri tanpa harga diri negatif1.Kaji makna perubahan
pada pasien.
2.Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan
kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.3.Berikan harapan dalam
parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang
salah.
4.Berikan penguatan positif.
5.Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat.1. R/Episode
traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan
dukungan dalam perbaikan optimal.2. R/Penerimaan perasaan sebagai
respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan.3.
R/Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk
menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan
realitas.4. R/Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya
perilaku koping positif.5. R/Meningkatkan ventilasi perasaan dan
memungkinkan respon yang lebih membantu pasien.
BAB IIIPENUTUP4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil pembahasan pada
makalah yang kami buat, dapat di simpulkan sebagai berikut :1.
Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit
dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan
sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.2. Klasifikasi bentuk-bentuk penyakit kusta yang banyak
dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi menurut Ridley
dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan
imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di
klinik dan untuk pemberantasan yaitu tipe tuberkoloid (TT), tipe
borderline tubercoloid (BT), Tipe mid borderline (BB), Tipe
borderline lepromatosa, tipe lepromatosa (LL)3. Tanda-tanda
penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe
dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan
tanda-tanda secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal
oleh masyarakat awam, yaitu :a. Adanya bercak tipis seperti panu
pada badan/tubuh manusiab. Pada bercak putih ini pertamanya hanya
sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.c. Adanya
pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,
aulicularis magnus seryta peroneus.d. Kelenjar keringat kurang
kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.e. Adanya
bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada
kulitf. Alis rambut rontokg. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang
disebut facies leomina (muka singa)4. Penyebab kusta adalah
kumanmycobacterium leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman
aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi
olehmembran sellilin yang merupakan ciri dari spesiesMycobacterium,
berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2 0,5 micro biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan
bersifat tahan asam (BTA) ataugram positif,tidak mudah diwarnai
namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau
alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil tahan
asam.5. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe
multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan
langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi sebagian besar
para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui
saluran pernapasan dan kulit.6. Masa inkubasi minimum dilaporkan
adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi
muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Secara
umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta
adalah 3-5 tahun.7. Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode
pemberantasan dan pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari
rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan
metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari
rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga
tidak ada kelompok tersendiri.
4.2. Saran1. Agar pemerintah lebih meningkatkan upaya penyuluhan
mengenai penyakit menular khususnya penyakit kusta.2. Agar tugas
pembuatan makalah seperti ini lebih sering diberikan agar dapat
menambah pengetahuan bagi mahasiswa dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKASjamsoe Daili, Emmi S. 2003.Kusta. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.Sjamsuhidajat.
R dan Jong, Wimde. 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC :
Jakarta.Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan
dokumentasi, keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif, ed. 2. Jakarta. EGC.Mansjoer, Arif M. Kapita selekta
kedokteran, jilid 1. 2000. Media aesculapius.
Jakartahttp://askepkusta.blogspot.com/Djuanda, Edwin. 1990. Rahasia
Kulit Anda. FKUI. Jakarta.Graham, Robin. 2002.Lecture Notes
Dermatologi. Erlangga. Jakarta.Melniek, dkk. 2001.Mikrobiologi
Kedokteran. Unair. Surabaya.Nadesul, Hendrawan. 1995. Bagaimana
Kalau Terkena Penyakit Kulit. Puspa Swara. Jakarta.
1