ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. “C” DENGAN Dx HEMOROID EXTERNA DI RUANG OPERASI RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO Disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK II mata kuliah KMB I & II Semester IV Prodi D-IV Keperawatan Disusun Oleh : Karunia Indriyati Saputri P07120213025 Nurjanah Ayuk Saputri P07120213029 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. “C”
DENGAN Dx HEMOROID EXTERNA
DI RUANG OPERASI RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK II mata kuliah KMB I & II
Semester IV Prodi D-IV Keperawatan
Disusun Oleh :
Karunia Indriyati Saputri P07120213025
Nurjanah Ayuk Saputri P07120213029
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. “C”
DENGAN Dx HEMOROID EXTERNA
DI RUANG OPERASI RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO
Diajukan untuk disetujui pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Pembimbing Lapangan
Kholis, M.Kes
Pembimbing Pendidikan
Ns. Umi Istianah, M.Kep., Sp.MB
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal.
Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luas vena yang terkena. Hemoroid
juga biasa terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra abdomen yang
meningkat oleh karena pertumbuhan janin dan juga karena adanya
perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis. Pada
kebanyakan wanita, hemoroid yang disebabkan oleh kehamilan merupakan
hemoroid temporer yang berarti akan hilang beberapa waktu setelah
melahirkan. Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua tipe. Hemoroid
internal yaitu hemoroid yang terjadi diatas stingfer anal sedangkan yang
mun cul di luar stingfer anal disebut hemoroid eksternal. (Brunner &
Suddarth, 1996)
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada
sekitar 35% penduduk. Hemoroid bisa mengenai siapa saja, baik laki-laki
maupun wanita. Insiden penyakit ini akan meningkat sejalan dengan usia
dan mencapai puncak pada usia 45-65 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak
nyaman. Berdasarkan hal ini kelompok tertarik untuk membahas penyakit
hemoroid.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien pre-post operasi
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien pre-post operasi.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien pre-post operasi.
c. Menetapkan intervensi keperawatan pada pasien pre-post operasi.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pre-post operasi.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien pre-post operasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1. Hemoroid merupakan pelebaran yang terjadi pada satu atau lebih vena
hemoroidalis (Mansjoer, 2000).
2. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis (Sudoyo Aru, dkk
2009).
3. Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid
seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan.
Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan
nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006)
4. Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang
benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun
dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong,
2000).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hemoroid merupakan pelebaran vena di daerah anus yang berasal
dari vena hemoroidalis
B. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang
dari colon sigmoid sampai anus, colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka
dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri
waktu colon sigmoid bersatu dengan rectum. Satu inci dari rectum dinamakan
kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang
rectum dan kanalis ani sekitar 15 cm.
gambar 1.1 : usus besar-rectum
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri
sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, colon asendens dan dua
pertiga proksimal colon tranversum, dan arteria mesentrika inferior
memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal colon transversum, colon
desendens, sigmoid dan bagian proksimal rectum. Suplai darah tambahan
untuk rectum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis
inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta
abdominalis.
gambar 1.2 : arteri - arteri pada rectum
Alir balik vena dari colon dan rectum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi
sistematik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media
dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran
darah balik ke dalam vena-vena ini.
gambar 1.3 : vena-vena pada rectum
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1) kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan
segmen colon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feces ke depan,
akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali
sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan pertama masuk
pada hari itu.
Propulasi feces ke rectum mengakibatkan distensi dinding rectum dan
merangsang reflek defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna
dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan
sfingter eksterna berada di bawah kontrol volunter. Reflek defekasi
terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis.
Serabut-serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splangnikus
panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rectum dan relaksasi sfingter
interna. Pada waktu rectum yang mengalami distensi berkontraksi, otot
levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal
menghilang. Otot-otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik atas melebihi tinggi massa feces. Defekasi dipercepat dengan
adanya peningkatan tekanan intra-abdomen yang terjadi akibat kontraksi
volunter. Otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus
menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau peregangan valsava). Defekasi
dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingter eksterna dan levator
ani. Dinding rectum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk
berdefekasi menghilang.
C. Klasifikasi
1. Hemoroid internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid internal
dikelompokkan dalam 4 derajat :
a. Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan terlihat
menonjol dalam lumen.
b. Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
d. Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
2. Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori
yaitu:
a. Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut
sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
b. Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh
darah.
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
D. Etiologi
1. Faktor predisposisi merupakan faktor penyebab yang berasal dari
herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi. Sedangkan sebagai
faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan
peningkatan tekanan intra abdominal). Menurut Tambayong (2000)
faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang
melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum. Apabila terjadi
trombosis, ulserasi, dan perdarahan maka akan menimbulkan nyeri.
Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut
Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-
an. 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena
yang melebar.
2. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
a. Mengejan pada waktu defekasi.
b. Konstipasi menahun tanpa pengobatan.
c. Pola buang air besar yang salah.
d. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor.
e. Kehamilan.
f. Usia tua.
g. Diare kronik.
h. Hubungan seks peranal.
i. Kurang minum air.
j. Kurang Olahraga.
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena
hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid
terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis.
Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra abdominal. Apabila aliran darah vena balik terus terganggu
maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada
bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi
katup vena dimana sfingter ani membantu pembatasan pembesaran
tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces
berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter ani.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena
portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal.
Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan
langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan berulangnya
peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran
darah dari arteriola, pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot
halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah
hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal,
dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, hal ini akan
menyebabkan pendarahan dalam feces. Jumlah darah yang hilang sedikit
tetapi apabila dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia.
Hemoroid eksternaakan ditandai di bagian luar sfingter anal tampak merah
kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila vena
ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa
menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
F. Manifestasi Klinis
1. Tanda
a. Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh
feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang
keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya
bervariasi.
b. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.
2. Gejala
a. Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan
sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan
dimana tidak dapat dimasukkan.
c. Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan mucus.
G. Manifestasi Klinis
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena
hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid
terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis.
Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra abdominal. Apabila aliran darah vena balik terus terganggu
maka dapat menimbulkan pembesaran vena (varices) yang dimulai pada
bagian struktur normal di regio anal, dengan pembesaran yang melebihi katup
vena dimana sfingter ani membantu pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini
yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid
interna karena varices terjepit oleh sfingter ani. Peningkatan tekanan intra
abdominal menyebabkan peningkatan vena portal dan vena sistemik dimana
tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio anorektal
menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran
(varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari
peningkatan tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola,
pembesaran vena (varices) akhirnya terpisah dari otot halus yang
mengelilinginya ini menghasilkan prolap pembuluh darah hemoroidalis.
Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter anal, dapat berupa
terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, hal ini akan menyebabkan pendarahan
dalam feces. Jumlah darah yang hilang sedikit tetapi apabila dalam waktu
yang lama bisa menyebabkan anemia. Hemoroid eksternaakan ditandai di
bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan
perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus)
dalam hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
H. Asuhan Keperawatan
Pre Operasi
a. Pengkajian
1) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien,
kemudian diit rendah serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai
kebiasaan klien tentang minum kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain
yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien tentang
penyakit sirorcis hepatis.
2) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah
mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak.
Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau
tidak. Pengkajian mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur
dan buah) juga penting untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih
kurang dari 2.000 cc/hari.
3) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien
apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai
nyeri waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain
mengenai keluar darah segar dari anus. Tanyakan pula mengenai
jumlah dan warna darah yang keluar. Kebiasaan mengejan hebat
waktu defekasi, konsistensi feces, ada darah/nanah. Prolap varices
pada anus gatal atau tidak.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya
aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan
kondisi banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji
mengenai kebiasaan mengangkat barang-barang berat.
5) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan
nyeri atau gatal pada anus.
6) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
7) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat
persalinan dan kehamilan.
8) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada
anus.
2) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat
konstipasi.
3) Cemas b.d. rencana pembedahan dan rasa malu.
4) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d. adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada
anus.
Kriteria hasil: nyeri pada anus berkurang dengan skala nyeri 0-1,
wajah pasien tampak rileks.
Rencana tindakan:
a) Kaji skala nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan
yang tepat.
b) Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
c) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman.
d) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai dengan
peningkatan tekanan darah.
e) Berikan bantal/alas pantat.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
f) Anjurkan untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.
g) Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
h) Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
i) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat
konstipasi.
Kriteria Hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan:
tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak timbul perdarahan
pada feces dalam waktu 1-2 hari.
2) Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat
konstipasi.
Rencana tindakan:
a) Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, RR) setiap 4 jam.
Rasional: Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat ditandai
dengan tidak adanya peningkatan TD dan Nadi.
b) Monitor tanda-tanda hipovolemia.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
c) Periksa daerah rectal setiap 2 jam/setelah BAB.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
d) Beri air minum 2-3 liter/hari.
Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi feces
lembek.
e) Berikan banyak makan sayur dan buah.
Rasional: Meningkatkan masa feces sehingga lebih mudah
dikeluarkan.
f) Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan BAB.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi
konstipasi.
g) Kolaborasi untuk pemberian laxantia dan analgetik.
Rasional: Pelunak feces dan mengurangi nyeri saat BAB.
3) Cemas b.d. rencana pembedahan
Kriteria Hasil: pasien mengatakan kecemasan berkurang, pasien
berpartisipasi aktif dalam perawatan.
Rencana tindakan:
a) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan
tindakan yang tepat.
b) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.
c) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Mengurangi kecemasan.
d) Dampingi dan dengarkan pasien.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga
mengurangi cemas.
e) Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang
sama untuk memberikan dukungan.
Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.
f) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.
Rasional: Untuk mengurangi cemas.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan
mengurangi cemas.
h) Kolaborasi untuk terapi anti cemas (bila perlu).
Rasional: Mengurangi cemas.
4) Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
Kriteria Hasil: pasien mengatakan ketidaktahuan mengenai tindakan
operasi berkurang.
Rencana tindakan:
a) Kaji tingkat pengetahuan
Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penyakit
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit
Rasional: Meningkatkan pengetahuan
c) Diskusikan program latihan yang sesuai ketentuan
Rasional: menentukan program latihan yang sesuai
d) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan
perubahan hidup yang perlu
Rasional: Perubahan yang harus diprioritaskan secara realistik
untuk menghindari rasa tidak menentu dan berdaya.
Post Operasi
a. Pengkajian
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah
pengkajian mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman),
pengkajian mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi.
Selain itu juga penting dilakukan pengkajian mengenai harapan klien
setelah operasi.
2) Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai
kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.
3) Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya
perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil.
Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan
setelah BAB dan buang air kecil.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai
aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan
kelemahan yang dialami klien.
5) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur
yang dialami klien akibat nyeri.
6) Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan klien bila timbul nyeri.
7) Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang