LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA BP. W DENGAN MASALAH UTAMA HIPERTENSI PADA IBU R DI DESA SUMBER TAPEN RT 02 RW III, KECAMATAN BANJARSARI, SURAKARTA Disusun Oleh : Fatonah Perdananingrum P 27220012 112
LAPORANASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA BP. W DENGAN MASALAH UTAMA HIPERTENSI PADA IBU R DI DESA
SUMBER TAPEN RT 02 RW III, KECAMATAN BANJARSARI, SURAKARTA
Disusun Oleh :
Fatonah Perdananingrum
P 27220012 112
PROGRAM STUDI D-III BERLANJUT D-IV KEPERAWATANPOLITEKNIK KESEHATAN SURAKARATA
2014/2015
LAPORAN
PENDAHULUAN
A. Definisi
Hipertensi merupakan penyakit yang banyak dialami atau
diderita oleh masyarakat pada sekarang ini, berikut ada beberapa
definisi mengenai hipertensi. Menurut (Mansjoer, 2000), hipertensi
adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHgdan tekanan darah diastolik
>90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Sedangkan
menurut (Tambayong, 2000), hipertensi adalah peningkatan tekanan
sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Dan
(Smeltzer dan Brenda, 2002) menambahkan bahwa, pada populasi
lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. Selanjutnya dari (Baradero, 2008)
juga menambahkan bahwa, hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg.
Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan
darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi
duduk dan berbaring.
Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik yang tingginya tergantung umur individu yang
terkena. Biasanya peningkatan tersebut diatas 140/90 mmHg, tetapi
pada populasi lansia biasanya tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg serta tekanan tersebut selalu konsisten baik diukur
dalam posisi duduk dan berbaring selanjutnya bila pasien memakai
obat antihipertensi.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII 2003
KlasifikasiSistolik (mmHg)
Distolik (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89Hipertensi Stage 1 140 – 159 Atau 90 – 99Hipertensi Stage 2 >160 Atau >100
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)Optimal < 120 < 80Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
140-159 90-99
Sub grup : perbatasan
140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180 ≥110
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140 <90
Sub grup : perbatasan 140-149 <90
Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan sedang, atau
berat, berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan
darah diastole 95-104, hipertensi sedang tekanan diastolenya 105-114,
sedangkan hipertensi berat tekanan diastolenya >115 (Tambayong,
2000).
C. Etiologi
Menurut (Tambayong, 2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2,
yaitu :
a. Hipertensi primer, idiopatik, atau esensial berhubungan dengan
obesitas, hiperkolesterolemia, arteriosklerosis, diet tinggi garam,
diabetes, sterss, riwayat keluarga, merokok, dan kurang olah
raga.
b. Hipertensi sekunder :
1) Renovaskuler (penyakit parenkim mis glumerulonefritis
akut dan menahun, penyempitan (stenosis) arteri renalis
akibat aterosklerosis atau fibriplasia bawaan).
2) Penyakit atau sindrom Cushing dapat disebabkan
peningkatan sekresi glukokortikoid akibat penyakit
adrenal atau disfungsi hipofisis.
3) Aldosteronisme primer adalah peningkatan sekresi
aldosteron akibat tumor adrenal.
4) Feokromositoma adalah tumor medula adrenal yang
berakibat peningkaytan sekresi katekolamin adrenal.
5) Koarktasio aorta adalah kontriksi aorta bawaan pada
tingkat duktus arteriosus, dengan peningkatan tekanan
darah diatas konstriksi dan penurunan tekanan di bawah
konstriksi.
D. Patofisiologis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan di
lepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah, terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepineprin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan di mana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokonstriksi. Medula
adrenal mensekresi epineprine, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat
memperkuat respons vasokonstiktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Smeltzer, S.C & Bare, 2002)
E. Pathway
Sumber :- Doengoes (2000)- Smeltzer S.C & Bare (2002)
Hiperlipidemia, merokok, obesitas, gaya hidup dan faktor emosional
Impuls saraf simpatis
Ganglia simpatis, neuron perganglion melepaskan asetilkolin
Merangsang serabut saraf ganglion ke pembuluh darah
Norepineprin dilepaskan
Vasokonstriksi pembuluh darah
Tahanan perifer meningkat
Peningkatan TD
Perubahan vaskuler retina
Gangguan penglihatan
Resiko tinggi cidera
Nyeri kepala Respon GI tract
Nausea, vomitus
Anoreksia
Gangguan pemenuhan nutrisi
Tubuh kekurangan kaloriKelemahan fisikIntoleransi aktivitas
Resiko penurunan curah jantungPenurunan aliran darah ke ginjal
Pengaktifan sistem renin angiotensin ginjal
Merangsang sekresi aldosteron dan kortekadrenal
Retensi Na + H2O
Oedem Resiko kerusakan
integritas kulit
Kelebihan volume cairan
Kurang pengetahuan
Ketidakefektifan pelaksanaan
program terapuetik
Resiko terjadinya komplikasi (jatung,
fungsi ginjal, penglihatan dan
otak)
Ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan
F. Manifestasi Klinis
Menurut (Mansjoer, 2000) pada beberapa penderita sering
ditemukan gejala seperti sakit kepala, epistaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-
kunang dan pusing akan tetapi tidak semua penderita megalami gejala
tersebut. Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-
satunya gejala. Dan bila demikian gejala baru muncul setelah
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
Selanjutnya ada tambahan dari (Smeltzer dan Brenda, 2002)
bahwa pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan
perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada didkus optikus ).
G. Komplikasi
Tekanan daraha tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi,
maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri
didalam tubuh sampai organ yang mendapatkan suplai darah gdari
arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ
sebagai berikut :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal
jantung dan penyakit jantung koroner.
b. Otak
Komplikasi hpertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,
apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak
mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang
masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan didalam
tubuh.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Mansjoer, 2000), pemeriksaaan laboratorium rutin
yang dilakukan sebelum menulai terapi bertujuan menentukan adanya
kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium,natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total,
kolesterol HDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan
pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin., protein urin 24 jam, asam
urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardografi.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perlu untuk penderita hipertensi menurut
(Mansjoer, 2000) tujuan deteksi dan panatalaksanaan hipertensi adalah
menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta
morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mancapai dan
mempertahanakan takanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan
diastolik di bawah 90 mmHg dengan mengontrol faktor resiko. Faktor
resiko hipertansi : usia lebih dari 60 tahun, merokok, dislipidemia,
DM, jenis kelamin (pria dan wanita menopouse), riwayat penyakit
kardiovarkular dalam keluarga. Dan penyakit hipertensi biasanya
adanya kerusakan organ atau penyakit kardiovaskular seperti penyakit
jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pektoris,
gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, strok, transient
ischemic attack, nefropati, penyakit arteri perifer, dan retino pati.
Selanjutnya tujuan tersebut dapat dicapai malui modifikasi gaya
hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu
kelompok A, B dan C. Berikut keterangannya :
a. Kelompok A adalah pasien dengan tekanan darah perbatasan,
atau tingkat 1,2, atau 3, tanpa gejala penyakit kardiovaskular,
kerusakan organ, atau faktor resiko lainnya. Bila dengan
modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan,
maka harus diberikan obat antihipertensi.
b. Kelompok B adalah pasien tanpa penyakit kardiovaskular atau
kerusakan organ lainnya, tetapi memililki satu atau lebih faktor
resiko yang tertera diatas, namun bukan diabetes militus. Jika
terdapat beberapa faktor maka harus langsung diberikan dengan
obat antihipertensi.
c. Kelompok C adalah pasien dengan gejala klinis penyakit
kardiovaskular atau kerusakan organ yang jelas.
Dari klasifikasi kelompok risiko diatas maka untuk
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :
Tekanan DarahKelompok Resiko A
Kelompok Resiko B
Kelompok Resiko C
130-139/85-89Modifikasi gaya
hidupModifikasi gaya
hidupDengan obat
140-159/90-99Modifikasi gaya
hidupModifikasi gaya
hidupDengan obat
>160/>100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, adapat menurunkan
risiko kardiovaskular dengan biaya sedikit, dan ridiko minimal.
Tatalaksana ini tetap dianjurkan meskipun harus disertai obat
antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk :
a. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indek massa
tubuh > 27).
b. Membatasi alkohol.
c. Meningkatkan aktivitas aerobik (30-45 menit/hari).
d. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4 g Na/6 g
NaCl/hari).
e. Mempertahakan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari).
f. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang
adekuat.
g. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian
besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan
secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang
optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis
tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengkontrol
hipertensi terus-menerus dan lancar dan melindungi pasien terhadap
berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau strok
akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur.
Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua
obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan
efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan untuk memakai obat antihipertensi dan
bilatidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu,
diberikan diuretik atau beta-bloker. Jika respon tidak baik dengan
dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma. Deuretik biasanya menjadi
tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain. Jika tambahan
obat kedua dapat mngkontrol tekanan darah denag baik minimal
setelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat petama melalui
penurunan dosis secara perlahan dan progresif.
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai terapi dengan
lebih dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah >
200/> 120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika
terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit.
J. Pengkajian dan Intervensi (Doengoes, M.E dan Moorhouse :
2000)
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipneu
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung koroner dan penyakit cerebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial, dan kenaikan
tekanan darah diperlukan untuk menegakkan
diagnosis), Hipotensi postural, nadi, denyut
apikal, frekuensi atau irama, bunyi jantung.
c. Integritas ego
Gejala : Riwayat perusahaan keperibadian, ansietas,
depresi, euforia, atau marah kronik. Faktor-faktor
stres multiple (hubungan, keuangan, yang
beerkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontinue perhatian, tangisan yang meledak, gerak
tangan empati, otot muka tegang, gerakan fisik
cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
(infeksi / obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
masa yang lalu)
e. Makanan / cairan
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup
makanan (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol (gorengan, keju, telur), kandungan
tinggi kalori, Mual-muntah, Perubahan berat
badan akhir-akhir ini, Riwayat penggunaan
diuretic.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, Adanya
edema, kongesti vena, glikosuriaf.
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening atau pusing, Berdenyut, sakit
kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam),
Episoe kebas dan kelemahan pada satu sesi tubuh,
Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan
kabur), Episode epistaksis.
Tanda : Status mental : perubahan keterjagaan,
orientasi, pola/isi bicara,afek, proses pikir atau
memori (ingatan). Respon motorik : penurunan
kekuatan genggaman tangan dan atau reflek
tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal
optik : dari sklerosis atau penyempitan arteri
ringan sampai berat dan perubahan sklerotik
dengan edema, eksudat, dan hemoragi tergantung
pada berat atau lamanya hipertensi.
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan
jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai
(indikasi arterosklerosis pada arteri esktremitas
bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang
pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen atau
massa
h. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
atau kerja. Takipneu, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksimal. Batuk dengan atau tanpa
pembentukan sputum. Riwayat merokok.
Tanda : Distres respirasi atau penggunaan otot
aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan
(krakels / mengi). Sianosis.
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi atau cara berjalan.
Episode parestesia unilateral transien. Hipotensi
postural.
2. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi.
Tujuan : Tidak terjadi adnaya tanda-tanda dan gejala
gejala penurunan curahjantung.
KH :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
atau beban kerja jantung.
2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang
dapat diterima.
3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan atau paha untuk
evaluasi awal.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa
pengisian kapiler
5) Catat edema umum atau tertentu.
6) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas
atau keributan lingkungan
7) Pertahankan pembatasan aktivitas sepeti istirahat di
tempat tidur atau kursi.
8) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan
punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
9) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imaginasi, aktivitas
pengalihan.
10) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan
darah.
b. Intoleransi aktivitas
KH :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau
diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang
dapat diukur.
3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi
aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan
frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit di atas
frekuensi istirahat.
2) Instruksikasn pasien tentang tehnik penghematan
energi, misal menggunakan kursi saat mandi, duduk
saat menyisir.
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau
perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
c. Nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskular cerebral.
KH :
1) Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau
terkontrol
2) Mengungkapkan metode yang memberikan
pengurangan.
3) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
1) Mempertahanakn tirah baring selama fase akut.
2) Berikan tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala,misal : kompres dingin
pada dahi, tehnik relaksasi.
3) Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi
yang dapat meningkatkan sakit kepala, misal :
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
4) Bantuan pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang
teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres
hidung telah dilakukan untuk menghentikan
perdarahan.
6) Kolaborasi dalam pemberian analgetik, anti ancietas,
misal : lorazepam, diazepam.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan masukan
berlebihan, pola hidup monoton.
KH :
1) Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan
kegemukan
2) Menunjukkan perubahan pola makan, mempertahankan
berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan
kesehatan optimal
Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien tentang berhubungan langsung
antara hipertensi dan kegemukan.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
batasi masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan piliah diet.
5) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik
dengan pasien.
6) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan
makanan harian.
7) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat,
hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi.
e. Resiko terjadinya komplikasi (jatung, fungsi ginjal,
penglihatan dan otak) berhubungan dengan ketidakefektifan
pelaksanaan program terapuetik.
KH :
1) Mengetahui program terapi
2) Membuat keputusan positif terhadap prorgram terapi
yang akan digunakan
Intervensi :
1) Diskusikan program terapi yang dijalani selama ini dan
fungsi keteraturan terhadap program terapi.
2) Motivasi keluaraga mengenai sejauh mana fungsi dari
program terai tersebut.
3) Beri penjelasan kepada keluarga tentang akibat
ketidakefektifan dari program terapi.
4) Beri kesempatan keluarga bertanya.
5) Motivasi keluarga mengungkapkan kembali akibat jika
hipertensi tidak ditangan segera.
6) Berilah reinforcement positif atas jawaban yang
diberikan keluarga.
7) Gali tentang program terapi yang telah dilakukan apa
saja.
8) Kaji pencapaian hasil dari cara yang sudah diterapkan.
9) Bimbing dan motivasi keluarga untuk tatat dengan
program terapi yang dijalani.
10) Anjurkan keluarga untuk konsultasi kepda doker
apabila tidak cocok dengan program terapi.
f. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan
dengan kurang pengetahuan.
KH :
1) Mengenal masalah hipertensi
2) Membuat keputusan yang positif
3) Merawat anggota keluarga yang mengalami hipertensi
Intervensi :
1) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian tentang
pegertian hipertensi, faktor-faktor resiko hipertensi,
tanda dan gejala hipertensi, akibat lanjut dari
hipertensi, cara perawatan anggota keluarga dengan
hipertensi, apakah anggota kelurga yang tidak
mengalami hipertensi melakukan pencegahan.
2) Jelaskan apa itu hipertensi.
3) Anjurkan keluarga untuk mengungkapakan kembali
telah di jelaskan.
4) Minta keluarga untuk melihat atau merasakan apa
tandadan gejala tersebut dialami.
5) Beri kesempatan keluarga bertanya.
6) Gali pendapat keluarga dan pengalaman bagaimana
biasanya keluarga megatasi anggota keluarga yang
hipertensi.
7) Kaji pencapaian hasil dari cara yang sudah diterapkan.
8) Bimbing dan motivasi keluarga untuk mengatasi
hipertensi pada anggota keluarga yang tepat.
9) Jelaskan kepada keluarga menengai makanan yang
diperbolehkan, dibatasi dan dihindari.
10) Motivasi keluarga untuk melakukan diet yang telah
dijelaskan
11) Motivasi keluarga untuk menyebutkan pencegahan
yang sudah di lalukan.
12) Berilah reinforcement positif atas jawaban yang
diberikan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa : I Made Kariasa. Jakarta : EGC
Mansjoer,Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, cet 1. Jakarta : Media Aesculapius
Smeltzer,S.C dan Brenda G.B.. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC
Tambayong,Jan. (2000). Patofisiologis untuk Keperawatan. Jakarta : EGC