BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPenyakit pada sistem pernafasan merupakan
masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru
merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan
atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian
penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau
yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.Di
Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka
kesakitan dengan urutan teratas. Indonesia menduduki urutan ketiga
setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di
dunia.Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang
TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara
berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB
berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi
HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Diperkirakan
setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah
sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya
belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena
TB diperkirakan 175.000 per tahun.
B. Rumusan Masalah1. Bagaimana proses gangguan oksigenasi?2. Apa
tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari gangguan
oksigenasi?3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gangguan oksigenasi?4. Bagaimana cara menangani gangguan
pernapasan?5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan oksigenasi?
C. Tujuan1. Tujuan UmumMampu menjelaskan asuhan keperawatan pada
klien dewasa dengan gangguan oksigenasi.2. Tujuan Khususa.
Menjelaskan konsep dasar oksigenasi.b. Menjelaskan asuhan
keperawatan klien dewasa dengan gangguan oksigenasi, meliputi :1.
Pengkajian gangguan oksigenasi.2. Mengidentifikasi diagnosa
keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan oksigenasi.3.
Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan gangguan
oksigenasi.
BAB IITINJAUAN TEORI
A. DefinisiTB Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil
Tahan Asam (BTA).B. EtiologiPenyakit TB Paru disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman
TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.C.
Manifestasi KlinikDiagnosa TB berdasarkan gejala dibagi menjadi 3,
diantaranya:1. Gejala respiratorik, meliputi:a. BatukGejala batuk
timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.b. Batuk
darahDarah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.c. Sesak nafasGejala
ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain.d. Nyeri dadaNyeri dada pada TB paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.2. Gejala sistemik meliputi:a.
DemamMerupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.b. Gejala sistemik lain :Gejala sistemik lain ialah keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.3. Gejala
Tuberkulosis ekstra ParuTergantung pada organ yang terkena,
misalnya : limfedanitis tuberkulosa. Meningitsis tuberkulosa, dan
pleuritis tuberkulosa.4. Gejala klinis Hemoptoe :Kita harus
memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan
ciri-ciri sebagai berikut :a. Batuk darah1) Darah dibatukkan dengan
rasa panas di tenggorokan2) Darah berbuih bercampur udara3) Darah
segar berwarna merah muda4) Darah bersifat alkalis5) Anemia
kadang-kadang terjadi6) Benzidin test negatifb. Muntah darah1)
Darah dimuntahkan dengan rasa mual2) Darah bercampur sisa makanan3)
Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung4) Anemia sering
terjadi5) Benzidin test positifc. Epistaksis1) Darah menetes dari
hidung2) Batuk pelan kadang keluar3) Darah berwarna merah segar4)
Darah bersifat alkalis5) Anemia jarang terjadiGejala-gejala
tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh
sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap
sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
D. PatofisiologiKetika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan
jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet
nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri
tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut denganair-borne
infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier
saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di
mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus
primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut
sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau
tes Mantoux.Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar
ke seluruh tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:1. Percabangan
bronkhusDapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke
laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.2. Sistem saluran limfeMenyebabkan adanya regional
limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan
penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
Aliran darahAliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat
membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri
tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui
aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan
meningen.Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)Jika
pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih
lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi
inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis
yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi
infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi
pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang
baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif
kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer
terutama berada di daerah apeks paru.Infeksi PrimerTuberkulosis
primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer
terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan
sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan
ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister
atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan,
yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.Tuberkulosis Pasca
Primer (Post Primary TB)Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya
karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.Perjalanan Alamiah TB yang Tidak DiobatiTanpa pengobatan,
setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 %
sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).Pengaruh Infeksi
HIVInfeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan
menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
E. Pathway
Bersin, batukperadanganTuberculosis paruPercikan dahakKuman TB
(Mycrobacterium Tuberculosis)Mencapai lobus paruBakteri sampai pada
bagian alveoliProses peradanganGranulasi ChemorectionMerangsang
pengeluaran bradikinin, prostaglandin, dan histamineReseptor
nyerihypertermiaPeningkatan suhu tubuhnyeriPengeluaran batuk
droplet meningkatHypotalamusAktivitas seluler meningkatPemecahan
KH, lemak, proteinNutrisi kurang dari kebutuhanKehilangan
otot/lemak dan proteinSel mucus berlebihanStimulasi sel-sel goblet
dan sel mukosaAkumulasi secret pada saluran pernapasanPeningkatan
produksi mucusGangguan ADLkelemahanRespon batukBersihan jalan nafas
tidak efektifResiko penularanPengeluaran droplet
F. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan sputum (S-P-S)Pemeriksaan
sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut
akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di
lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang
non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter
dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
sputum dapat diperoieh dengan cara bronkoskopi diambil dengan
brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage).
BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal
ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar
mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang
sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang
terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang
mengandung kuman BTA mudah ke luar.Kriteria sputum BTA
positifadalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1
mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah
mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan
untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis
pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur
memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka
sensitiviti 18-30%.Rekomendasi WHO skala IUATLD :Tidak ditemuukan
BTA dalam 100 lapang pandangan :negativeDitemukan 1-9 BTA : tulis
jumlah kumanDitemukan 10-99 BTA : 1+Ditemukan 1-10 BTA dalam 1
lapang pandangan : 2+Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan
: 3+2. Pemeriksaan tuberculinPada anak, uji tuberkulin merupakan
pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah
terinfeksiMikobakterium tuberkulosadan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%.Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12
tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak
maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa
cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
caramantouxlebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan
ujimantouxumumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkanintrakutan(ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
daripembengkakan(indurasi) yang terjadi.3. Pemeriksaan Rontgen
ThoraksPada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan
adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal
dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila
pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran
khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya
berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi
dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar
yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu
proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian
kontras.Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk
mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat
antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan
ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang
lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit
akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat
eksudatif yang besar.4. Pemeriksaan CT ScanPemeriksaan CT Scan
dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang
ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,
pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks,
penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada
temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan
dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial
setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada
pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.5. Radiologis TB Paru MilierTB
paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan
TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah
infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah
secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang
berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT.
Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah
tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat
tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai
nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa
granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang
menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai
bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.6. Pemeriksaan
LaboratoriumDiagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan
pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan
spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus
dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik,
perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan
kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun
kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin
terutama IgG dan IgA.G. KomplikasiPenyakit TB Paru bila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, diantaranya :1.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.2.
Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom
Obstruksi Pasca Tubercolosis) Kerusakan parenkim berat, seperti
SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
ARDS.H. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan tuberkulosis antara
lain :1. Pencegahan Tuberkulosis Parua. Pemeriksaan kontak, yaitu
pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila
positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikan kemoprofilaksis.b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan
massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah
tahanan, dan siswa-siswi pesantren. Vaksinasi BCG Kemoprofilaksis
dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan
hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan
meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang
menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin
dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan
steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes
mellitus. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia
PPTI).2. Pengobatan Tuberkulosis ParuMekanisme kerja obat
anti-tuberkulosis (OAT) :a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri
yang membelah cepatb. Aktivitas sterilisasi, terhadapthe
pesisters(bakteri semidormant)c. Aktivitas bakteriostatis,
obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap
bakteri tahan asam.Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase
yaitua. Fase intensif (2-3 bulan) :Tujuan tahapan awal adalah
membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan
secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama
fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang
infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2
bulan. MenurutThe Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society,fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5
mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan
Etambutol 15 mg/kgBB.b. Fase lanjutan (4-7 bulan).Selama fase
lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih
panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif.
MenurutThe Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic
Societyfase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk
tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada
pasien dengan resistensi terhadap INH.Pada pasien yang pernah
diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang
terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan.
Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan
haruslah yang masih efektif.Paduan obat yang digunakan terdiri atas
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).Untuk
program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan
obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada
urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita
dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:1. Kategori I
(2HRZE/4H3R3)Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,
spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan
sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran
perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin
tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan ).2. Kategori II
(HRZE/5H3R3E3 )Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan
sputum tetap positif, diberikan kepada :a. Penderita kambuhb.
Penderita gagal terapic. Penderita dengan pengobatan setelah lalai
minun obat3. Kategori III (2HRZ/4H3R3 )Kategori III adalah kasus
sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di
luar paru selain yang disebut dalam kategori I.4. Kategori
IVKategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan
rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.Obat-obatan
anti tuberkulostatik1. Isoniazid (INH) :merupakan obat yang cukup
efektif dan berharga murah. Seperti rifampisin, INH harus
diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada
kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati
perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang
mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan
malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10
mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping
lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.2.
Rifampisin :merupakan komponen kunci dalam setiap regimen
pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu
diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama
pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara
pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya
tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi
gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin
menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat
lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan
anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan
berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.3. Pyrazinamid
:bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah danmycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata
pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat
untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak
aktif terhadapMycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius
kadang-kadang terjadi.4. Etambutol:digunakan dalam regimen
pengobatan bila diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi
rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang tidak
diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase
awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari
selama pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan,
etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45
mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering terjadi
adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan
penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering bila
dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan
awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka
etambutolharus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya
fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti
perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat
alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari
sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan
gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan
sebelum pengobatan.5. Streptomisin:saat ini semakin jarang
digunakan, kecuali untuk kasus resistensi.Obat ini diberikan 15
mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan kurang dari 50 kg
atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700 mg/hari. Untuk
pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga
kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila
berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20
mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan
yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur terutama untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping akan meningkat
setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam
keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan untuk TBC
yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer
menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat
sekunder adalahkapreomisin, sikloserin, makrolid generasi baru
(azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) dan protionamid.Tabel Panduan Pemberian Obat
Anti-TuberkulosisObat anti-TB esensialAksiPotensiRekomendasi Dosis
(mg/kgBB)
Per hariPer minggu
3x2x
Isoniazid (INH)Rifampisin (R)Pirazinamid (Z)Streptomisin
(S)Etambutol
(E)BakterisidalBakterisidalBakterisidalBakterisidalBakteriostatikTinggiTinggiRendahRendahRendah51025151510103515301510501545
48
I. Kebutuhan Oksigenasi1. PengertianOksigenasi adalah proses
penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,
terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit
Iqbal Mubarak, 2007).Oksigen adalah salah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme untukmempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas
(Wartonah Tarwanto, 2006).Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling
vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh, oksigen berperan
penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa
menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah
kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin
pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik.
Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan
perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham
dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta
mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhan tesebut. 2. FisiologiProses oksigenasi dimulai dari
pengambilan oksigen di atmosfer , kemudian masuk melalui organ
pernafasan bagian atas selanjutnya masuk ke organ pernafasan bagian
bawah seperti trakea, bronkus, bronkiolus dan selanjutnya masuk ke
alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara e organ pernafasan
bawah, organ pernafasan atas juga berfungsi untuk pertukaran gas,
proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernafasan bagian
bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas sedangkan
fungsi organ pernafasan bagian bawah selain sebagai tempat untuk
masuknya oksigen, juga dalam proses difusi gas.3. Pathway
Oksigen (O2)
Organ pernafasan
Mekanisme proses pernafasan
Peningkatan CO2Penurunan CO2
Sekret, batukBatuk, sesak
Gangguan bersihan jalan nafasGangguan pertukaran gasGangguan
pola nafas
Gangguan pola nafas
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhia. Faktor fisiologisFaktor
fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :1. Penurunan
kapasitas membawa oksigen2. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen
yang diinspirasib. Faktor perkembanganSaat lahir terjadi perubahan
respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan
menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas
yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa
kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan
proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan
pada bentuk thorak dan pola napas. c. Faktor lingkunganKetinggian,
panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi
daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat
dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian
memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman
pernapasan yang meningkat.Sebagai respon terhadap panas, pembuluh
darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke
kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh
akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan
oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya
terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan
tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung
sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.d. Gaya hidupAktifitas
dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, demikian juga dapat meningkatkan suplay oksigen
dalam tubuh. Merokok dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah perifer dan koroner5. Nilai-Nilai Normal Dan Cara Yang
MempengaruhiKeteranganNilai normal
pH7,35-7,45
PO210 13 kpa
PCO24-6 kpa
SPO2>95%
Alat untuk pemberian O2 :a. Kanula nasal, O2 dengan aliran 1-5
L/menit, konsentrasi 24 - 44%.b. Sungkup muka, O2 selang seling 6-8
L/menit, konsentrasi 40-60%.c. Sungkup muka dengan kantong
rebrething : O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan
aliran 8-12 L/menit. d. Sungkup muka dengan kantong non rebrething,
konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit, dimana
udara inspirasitidak bercampur dengan udara respirasi.6. Jenis
Gangguana. HypoxiaMerupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam
tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan.Penyebab terjadinya
hipoksia :1. gangguan pernafasan2. gangguan peredaran darah3.
gangguan sistem metabolism4. gangguan permeabilitas jaringan untuk
mengikat oksigen (nekrose).b. HyperventilasiJumlah udara dalam paru
berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli, sebab jumlah
udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa
CO2yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi menyebabkan
peningkatan rata rata dan kedalaman pernafasan.Tanda dan gejala
:a.pusingb.nyeri kepalac.henti jantungd.komae.ketidakseimbangan
elektrolitc. HypoventilasiKetidak cukupan ventilasi alveoli
(ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh), sehingga
CO2dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat terjadi
sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau
efek samping dari beberapa obat.Tanda dan gejala:a.napas
pendekb.nyeri dadac.sakit kepala ringand.pusing dan penglihatan
kaburd. Cheyne StokesBertambah dan berkurangnya ritme respirasi,
dari perafasan yang sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti
periode apnea, gagal jantung kongestif, dan overdosis obat. Terjadi
dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis.Fisiologis
:a.orang yang berada ketinggian 12000-15000 kakib. pada anak-anak
yang sedang tidurc.pada orang yang secara sadar melakukan
hyperventilasiPathologis :a.gagal jantungb.pada pasien uraemi (
kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)e. Kussmauls (
hyperventilasi )Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya
lebih dari 20 x per menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan
gagal ginjal.f. ApneuHenti nafas , pada gangguan sistem saraf
pusatg. BiotsNafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan
klien dengan gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya
membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.
J. Pengkajian Keperawatan1. IdentitasPengkajian dengan TB Paru
pada klien dewasa, meliputi :a. IdentitasIdentitas pada klien yang
harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.b. Riwayat Sakit dan Kesehatan1) Keluhan
utamaKeluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:a) Keluhan respiratoris, meliputi: Batuk, nonproduktif/
produktif atau sputum bercampur darah Batuk darah, seberapa banyak
darah yang keluar atau hanya berupabloodstreak, berupa garis, atau
bercak-bercak darah Sesak napas Nyeri dadaTabrani Rab (1998)
mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah yang
dikeluarkan: Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari
600 cc/24 jam. Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600
cc/24 jam. Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari
250 cc/24 jam.b) Keluhan sistematis, meliputi: Demam, timbul pada
sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek Keluhan sistemis lain: keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.2) Riwayat penyakit
saat iniPengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.Provoking Incident: apakah ada
peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak
napas berkurang apabila beristirahat?Quality of Pain: seperti apa
rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa
sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau
kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan?Region: di mana rasa berat dalam melakukan
pernapasan?Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang
dirasakan klien?Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan,
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah
timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul,
lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul
(onset).3) Riwayat Penyakit DahuluMengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tuberkulosis dari organ lain. Tanyakan mengenai obat-obat yang
biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini
meliputi obat OAT dan antitusif.4) Riwayat Penyakit KeluargaSecara
patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya
sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.2. Pengkajian Pola
Fungsi Gordon1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen
kesehatanapakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman
beralkhohol, apakah melakukan pemeriksaan rutin, persepsi pasien
tentang berat ringannya sakit, persepsi tentang tingkat kesembuhan,
pendapat asien tentang keadaan kesehatan saat ini.2) Pola aktivitas
dan latihanRutinitas mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas
sehari-hari, kemampuan perawatan diri.3) Pola istirahat dan
tidurPola istirahat dan tidur, waktu, lama dan kualitas tidur,
insomnia.4) Pola nutrisi metabolikPola kebiasaan makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, adakah suplemen makanan yang
dikonsumsi, jumlah makan yang masuk, adakah nyeri telan, fluktuasi
BB 6 Bulan terakhir naik atau turun, diit khusus.5) Pola
eliminasiKebiasaan BAB (Frekuensi, kesulitan, ada/tidak ada darah,
penggunaan obat pencahar). Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna,
kesulitan BAK : disuria, nokturia, inkontenesia)6) Pola kognitif
dan perceptualNyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri,
cara mengurangi nyeri), fungi panca indra (penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penghidu, perasa,alat bantu), kemampuan
bicara, kemampuan membaca. 7) Pola konsep diriBagaimana klien
memandang dirinya, hal-hal apa yang disukai klien mengenai dirinya,
apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan yang
ada pada dirinya, hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara
baik.
8) Pola kopingMasalah utama selama masuk RS,
Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya, takut terhadap
kekerasan, pandangan terhadap masa depan, koping mekanisme yang
digunakan saat terjadinya masalah.9) Pola seksual reproduksiMasalah
menstruasi, papsmear terakhir, perawatan payudara setiap bulan,
apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual, apakah penyakit
sekarang menggagu fungsi seksual.10) Pola peran hubunganPeran
pasien dalam keluarga dan mayarakat, apakah klien punya teman
dekat, siapa yang dipercaya untuk membantu, klien jika ada
kesulitan, apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat, bagaimana
keterlibatan klien?11) Pola nilai kepercayaanApakah klien menganut
suatu agama, menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan
penciptanya, dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan
dalam ibadah.3. Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum : kesadaran,
kondisi pasien secara umum, tanda-tanda vital, pertumbuhan fisik,
keadaan kulit.b. Pemeriksaan secara fisik1. Kepala : bentuk dan
ukuran, pertumbuhan rambut, kulit kepala, mata, telinga, hidung,
mulut.2. Leher, bentuk, gerakan, peningkatan JVP, Pembesaran
tyroid, kelenjar getah bening, tonsil, nyeri wakyu menelan.3. Dada
:Paru :Inspeksi : bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada,
jenis pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan,
kedalaman.Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri
tekan, massa, taktil fremitusPerkusi : bunyi paruAuskultasi : suara
paruJantungInspeksi : pulsasi aorta, ictus cordisPalpasi : pulsasi
aorta.Perkus : batas jantungAuskultasi : bunyi jantung 4.
AbdomenInspeksi : bentuk, warna kulit, jejas.Auskultasi : frekuensi
peristaltik ususPerkusi : adanya udara, cairan.Palpasi : adanya
masa, kekenyalan, nyeri tekan.5. GenetaliaTerpasang alat bantu,
kelainan genitalia, kebersihan6. Anus dan rektumPembesaran
vena/hemoroid, atresia ani, peradangan, tumor.7. Ekstremitas 4.
Pemeriksaan penunjang5. Terapi yang diberikan.
K. Diagnosa KeperawatanBeberapa diagnosa yang mungkin muncul :1.
Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental
/ sekret darah, upaya batuk buruk.2. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan permukaan efektif, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema
bronchial.3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang )
berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja
silia / statis sekret, penurunan pertahanan / penekanan proses
imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen.4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses
peradangan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).5.
Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat
yang harus diminum.6. Hipertermi
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN
Hari/tanggal: Rabu, 23 Januari 2013Jam: 21.00 WIBRuang:
Flamboyan 4Perawat: Latif, Oktifa, Dwi
I. IDENTITASA. PASIENNama: Tn. SPJenis kelamin: Laki-lakiUmur:
33 ThAgama: IslamStatus perkawinan: MenikahPekerjaan: petani
Alamat: Kali kendelNo.CM: 266481Tanggal masuk RS: 23 Januari 2014,
11.00Diagnosa medik : TB PARUB. PENAGGUNG JAWABNama: YusriyadiUmur:
28 tahunAlamat: Kali kendel
II. RIWAYAT KEPERAWATANA. RIWAYAT KEPERAWATAN1. Keluhan
utamaPasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, pasien
mengatakan bertambah seseg bila melakukan aktivitas, klien tampak
lemah.2. Riwayat penyakit sekarangPasien mengatakan awalnya datang
dipuskesmas tengaran dan disuruh mondok, pasien mondok dipuskesmas
selama 2 hari. Setelah 2 hari mondok dipuskemas pasien disuruh
pulang untuk melakukan rongten di BP4 untuk mendapatkan surat
rujukan dipuskesmas, setelah mendapatkan surat rujukan dari
puskesmas pasien datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga. Pasien
datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pada tanggal 23 januari
2014 jam 12.09 WIB dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak.
Pasien mengatakan badannya lemas, pasien tampak lemah lalu di IGD
rumah sakit RSUD Salatiga pasien mendapatkan terapi infus
RL+amynophilin 20 tetes/menit, cefotaxime 1 gram/iv, ranitidin 50
mg/iv.3. Riwayat penyakit masa laluPasien belum pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya, pasien baru 1x dirawat dirumah sakit.
Pasien tidak mempunyai alergi dengan obat-obatan ataupun makanan.
Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi.
B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA1. Genogram
: Laki-laki: Pasien
: Perempuan: Tinggal bersama
C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON1. Persepsi terhadap kesehatan
dan manajemen kesehatanPasien mengatakan kesehatanya sangat
penting. Pasien jika sakit memeriksakanya dipuskesmas. Pasien saat
dirumah tidak merokok.2. Pola nutrisi metabolikSebelum sakit:
pasien makan sehari 3 kali, habis 1 porsi setiap kali makan. Saat
dirumah pasien makan sayur, lauk, dan nasi. Untuk minum pasien
minum 5 gelas perhari (1000 cc), minum yang biasanya diminum pasien
adalah air putih dan teh.Selama sakit: pasien makan sehari 3 kali
habis 1 porsi, saat dirumah sakit pasien makan nasi dan sayur.
Untuk minum pasien minum 4 gelas perhari ( 800 cc), minum yang
biasa diminum air putih dan teh.3. Pola eliminasiSebelum sakit:
pasien dirumah BAB sehari 1x, kadang 2 hari 1 kali konsistensi
lembek, warna kuning kecoklatan, tidak ada lendir darah.Pasien BAK
sehari 4 kali/hari, warna urine kuning jernih, jumlah 950 cc. Tidak
ada kesulitan saat BAK, tidak ada disuria, hematuri, retensi
urin.Selama sakit: selama dirumah sakit pasien belum BAB.Pasien BAK
sehari sehari 7 kali/hari, urin kuning jernih, jumlah 2000 cc.
Tidak ada kesulitan sat BAK, tidak ada hematuri, tidak terpasang
kateter.4. Pola aktivitas dan latihanSebelum sakit : klien
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri mulai dari
makan/minum, berpakaian, mandi, toileting, mobilisasi.Saat sakit :
aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai berikut
:Aktivitas01234
Mandi
Berpakaian
Mobilisasi di TT
Pindah
Ambulasi
Makan/minum
Keterangan :
Score 0: mandiriScore 1: dibantu sebagianScore 2: perlu dibantu
orang lainScore 3: perlu bantuan orang lain dan alatScore 4:
tergantung,tidak mampu
5. Pola istirahat dan tidurSebelum sakit: pasien tidur 8
jam/hari dari jam 21.00 - 05.00, kadang tidak tidur siang. Selama
sakit: pasien selama dirumah sakit saat malam hari pasien kadang
tidak bisa tidur, karena ramai tetapi kalau siang pasien bisa tidur
1 jam pukul 13.00-14.00.6. Pola kognitif dan perceptualPasien bisa
berkomunikasi dengan baik, penglihatan pasien masih baik, pasien
tidak memakai alat bantu kaca mata, pasien juga bisa membedakan bau
teh, kopi dll.7. Pola konsep diriPasien mengatakan selama dirumah
sakit tidak dapat melakukan aktivitas serta mncarai nafkah untuk
anak dan istri. Ia merasa keluarga dan tetangganya sayang dan
peduli dg klien. Ia menyadari bahwa di rumah sakit hanya
menyusahkan keluarga, tidak bisa bertanggung jawab untuk mencari
nafkah.
8. Pola kopingPasien mengatakan apabila ada masalah selalu
didiskusikan dengan istri, keluaraga ataupun anak-anaknya.9. Pola
seksual-reproduksiPasien mengatakan berperan sebagai kepala
keluarga juga sebagai ayah dan istri.10. Pola peran
berhubunganPasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga
berperan sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien ditunggu oleh
istrinya. Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat
sekitar baik. Klien selalu menghadiri rapat dan gotong royong
bersama-sama.11. Pola nilai dan kepercayaanSebelum sakit: pasien
beribadah, sholat 5 waktu dan berdoa Selama sakit: saat sakit klien
tidak mampu menjalankan kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa
ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan dan kesehatan.
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)A. KEADAN
UMUM1. Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik2. Kondisi
pasien secara umum : pasien tampak lemah, tidak ada sianosis, batuk
produktif, ada sputum.3. Tanda-tanda vital : TD: 110/80 mmHgS: 36,7
oCN: 92 x/menitRR: 30x/menitB. PEMERIKSAAN SECARA SISTEMIK1.
Kepalaa. Bentuk mesocepal, rambut terlihat bersih, warna rambut
hitam, kulit kepala tidak ada lesi, tak ada benjolan.b. Mata :
kelopak mata tidak ada pembengkakan, konjungtiva berwarna merah
muda, tidak ada konjungtivitis, mata bersih.c. Telinga : tidak ada
serumen, tidak bengkak, tidak ada gangguan dipendengeran dan tidak
memaka alat bantu.d. Hidung : tidak ada nafas cuping hidung, tidak
ada nyeri tekan, terpasang alat bantu O2 nasal kanul 3 L/menite.
Mulut : bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris. Mukosa lembab,
tidak ada pendarahan, tidak ada stomatitis.
2. LeherTidak ada pembesaran limfe dan kelenjar tiroid, serta
peningkatan JVP3. Dada : paru dan jantungPAYUDARA :Inspeksi:
simetris, tidak ada edema, tidak ada benjolanPalpasi: tidak ada
nyeri tekanPARU :Inspeksi: gerak dada simetris, tidak ada kelainan
bentuk dada, tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat retraksi
dinding dada. Auskultasi:terdapat bunyi nafas ronchi basah di paru
kananPalpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara krepitasi,
Perkusi: resonanJANTUNG :Inspeksi: tidak tampak adanya ictus
cordisAuskultasi: terdengar bunyi S1 lup S2 dupPalpasi: ictus
cordis teraba pada intercosta ke 5,6Perkusi: redup4.
AbdomenInspeksi: warna kulit coklat, tidak ada
jejasAuskultasi:peristaltik usus 18x/menitPalpasi: tympaniPerkusi:
tidak ada nyeri tekan5. GenetaliaTidak terpasang kateter 6. Anus
dan RektumTidak benjolan pada rectum dan tidak ada pembesaran
hemoroid, tidak ada peradangan.7. EktremitasAtas: anggota gerak
lengkap, terpasang iv kateter RL 20 tpm di vena dorsalis
dextra.Bawah: kedua kaki tidak ada edema, tidak ada varices, tidak
ada kelemahan otot.Kekuatan otot :
5 5 5 5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan hematologi, tgl 23
Januari 2014KeteranganNilaiNilai normal
Lekosit10,8 x 103 /L4,5-10 x 103 /L
Eritrosit 5,10 x 106 /L4,5-5,5 x 106 /L
HB13,2 g/dL14-18 g/dL
Hematokrit39,8 %40 54 %
MCV77,9 FL85-100 FL
MCH26,0 Pg28-31 Pg
MCHC33,3 g/dL30-35 g/dL
Trombosit376 x 103 /L150-450 x 103 /L
Golongan darahA-
Kimia Klinik
Gula Sewaktu66 mg/dl