MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DAN DISLOKASIOLEH : SGD 5I B Gede
Mustika(1202105013)
Luh Gita Ernanda S(12021050)
Eva Roseana Putri(1202105060)
Sri Ariastini Dewi(12021050
Dewa Gede Dwija Yasa(12021050
Putu Nanik Meryastuti(1202105036)Putu Ari
Indrawati(1202105063)Ni Putu Nur Indah Candradewi(1202105067)
Ni Made Erawati(1202105077)
I Putu Sena Pratama(1202105078)
Made Dian Kharisma Putra(1202105083)PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014LEARNING TASK
ASKEP FRAKTUR DAN DISLOKASIKASUS :
Pada suatu ketika NersW bertugas Sore di Ruangan IRD RS Swasta
di Denpasar. Seorang laki laki (38 tahun ) di bawa ke IRD oleh
keluarganya karena jatuh dari pohon kelapa . berdasarkan hasil
pengkajian klien merasa sangat nyeri pada daerah tangan sebelah
kanan ,terdapat luka luka pada daerah kepala dan kaki. Hasil rotgen
: fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi kaput
radii. Beberapa saat kemudian datang seorang perempuan (28)
mengeluh nyeri pada pergelangan kaki sebelah kanan. Klien
mengatakan 2 hari yang lalu jatuh dari sepeda motor kemudian dibawa
kepijat tradisioanal, tetapi malah tambah bengkak dan dibawa ke RS
untuk dilakukan tindakan .
1. Jelaskan tentang konsep fraktur ( definisi , epidiomologi ,
etiologi , manifestasi klinis , patofisiologi , jenis/klasifikasi ,
komplikasi , pemeriksaan diagnostik , dan penata laksanaan ?
2. Carilah beberapa gambar tentang jenis atau klasifikasi dari
fraktur ?
3. Pengkajian apa yang bisa dilakukan terhadap laki laki dan
perempuan tersebut sebagai data pelengkap?
4. Sebutkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari kasus
tersebut ?
5. Jelaska tindakan keperawatan yang bisa dilakukan baik
terhadap klien laki laki maupun perempuan disetai dengan
rasionalisasinya ?
6. Pendidikan kesehatan apa yang bisa diberikan kepada klien
setelah pulang ke rumah ?
KONSEP FRAKTURPENGERTIAN Ada beberapa pengertian fraktur menurut
para ahli adalah
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan
sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan
Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan
fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap
proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai
oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi,
pemendekan , dan krepitasi (Doenges, 2002).
5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang
tibia dan fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal
(kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki ( Muttaqin,
2008) Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa
fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di
tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma
atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan
fibula.EPIDEMIOLOGI Distribusi Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah
raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki laki menjadi
penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause. Tahun 2001, di Amerika
Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang disebabkan
olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak
adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki laki
dengan umur di bawah 15 tahun.27 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur
yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak
terjadi pada laki laki daripada perempuan. b) Berdasarkan Tempat
dan Waktu
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang
panggul merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat
perhatian serius karena dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan
ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut penelitian
Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun
diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan
dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi.Di
negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita
karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis.
Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada
kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000 penduduk,
wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di Maroko
pada tahun 2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000
penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk. Di Indonesia jumlah
kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat seiring
pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan
laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas sebanyak 444 orang.ETIOLOGI Etiologi fraktur yang
dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa
patologis.
Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper
mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan.
Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah
melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh
patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang
jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah
selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan
kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian
pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat
menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan
bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah
tulang. Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi.
Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang
patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi.
Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas
berulang ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat
aktivitas yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami
perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang
sama, atau peningkatan beban secara tiba tiba pada suatu daerah
tulang maka akan terjadi retak tulang.
b) Kelemahan TulangFraktur dapat terjadi oleh tekanan yang
normal karena lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi,
penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada
tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka
akan terjadi fraktur.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3
yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada
daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor,
kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi
pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.
MANIFESTASI KLINIKa. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormalManifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local,
dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal.
Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).
PATOFISIOLOGISFraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel
anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan
syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment
(Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka
dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan
jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (
Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat
terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson,
2006).PATHWAY (Terlampir)
KLASIFIKASI FRAKTUR Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan
hubungan tulang dengan jaringan disekitar, bentuk patahan tulang,
dan lokasi pada tulang fisis.
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a) Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R.
Gustillo), yaitu:
Derajat I :
i. Luka 1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif.
iii. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur
semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul
akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini
hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya
segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng
pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi
dapat berakibat pemisahan fisis pada anak anak. Fraktur fisis dapat
terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga
kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat
aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk
cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter
Harris :
a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari
lempeng pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan
reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan,
timbul melalui tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga
reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis
dan epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis
dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya
dengan reduksi anatomi.
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng
pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka
biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut
yang lebih besar.
e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari
gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.KOMPLIKASI Komplikasi
fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara
lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli
lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler
nekrosis.
a. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan
(banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang
bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra
sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,
thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak
dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di
lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai
denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan
nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkmans Ischemia
(Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain:
mal union, delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang (Price dan Wilson, 2006).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa
pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan
jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel
darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfuse multiple, atau cedera hati.
PENATALAKSANAAN Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008)
konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. 1.
Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan
bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka. 2. Reduksi (manipulasi/ reposisi) Reduksi adalah usaha dan
tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup,
traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002). 3. Retensi
(Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan
dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam
dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat
yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus
tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal
bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur
pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur,
humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000). Prinsip dasar dari teknik ini
adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal
dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau
eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai
temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai
definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang
terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,
harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).2. Gambar
Klasifikasi frakturpembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat
pada gambar berikut ini :
Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang Fraktur
Terbuka
Fraktur Tertutup
Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang Transversal
Spiral Oblik Segmental Kominuta Greenstick Impaksi Fissura Gambar
3. Fraktur Menurut Salter Harris
3. Pengkajian lebih lanjut
Pengkajian lebih lanjut yang dilakukan pada Tn. T
Mekanisme of Injury (perjalanan penyakit dari awal hingga datang
ke Rumah Sakit)
1. Tanyakan pada pasien posisi setelah terjatuh (duduk, berdiri,
atau berbaring)
2. Tanyakan pada pasien bagian tubuh yang paling pertama
menyentuh tanah
3. Tanyakan pada pasien bagian tubuh yang mana merasakan
nyeri
4. Anjurkan pada pasien untuk menunjukkan bagiantubuh mana yang
merasakan nyeri
5. Tanyakan pada pasien bagian tubuh mana yang mengalami
luka
6. Kaji apakah terdapat lebam atau pembengkakan di daerah
fraktur atau luka
Pengkajian Nyeri (PQRST)
P (Problem) : menanyakan keadaan Tn. T aktifitas yg memperburuk
nyeri
Q (Quality) : menanyakan pada Tn. T seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan oleh Tn. T (tertekan, tertusuk, terjepit)
R (Region) : menanyakan pada Tn. T pada bagian tubuh yang
dirasakan nyeri
S (Skala) : menanyakan pada Tn. T berapa skala nyeri yang
dirasakan jika kisaran skala 1-10
T (Time) : menanyakan pada Tn.T nyeri dirasakan ketika saat
melakukan kegiatan seperti sedikit menggerakan tangan atau
melakukan aktivitas
Pengkajian lebih lanjut yang dilakukan pada Ny. A
Mekanisme of Injury (perjalanan penyakit dari awal hingga datang
ke Rumah Sakit)
1. Tanyakan pada pasien posisi setelah terjatuh (duduk, berdiri,
atau berbaring)
2. Tanyakan pada pasien bagian tubuh yang paling pertama
menyentuh tanah
3. Tanyakan pada pasien bagian tubuh yang mana merasakan
nyeri
4. Anjurkan pada pasien untuk menunjukkan bagian tubuh mana yang
merasakan nyeri
5. Tanyakan pada pasien apakah terdapat luka di bagian tubuh
pasien
6. Tanyakan pada pasien bagian tubuh mana yang mengalami
luka
7. Kaji apakah terdapat lebam atau pembengkakan di daerah
fraktur atau luka
8. Tanyakan sudah berapa lama bengkak di kakinya
9. Tanyakan kepada pasien alas an tidak langsung di bawa ke
Rumah Sakit
Pengkajian Nyeri (PQRST)
P (Problem) : menanyakan keadaan Ny. A aktifitas yg memperburuk
nyeri
Q (Quality) : menanyakan pada Ny. A seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan oleh Ny.A (tertekan, tertusuk, terjepit)
R (Region) : menanyakan pada Ny. A pada bagian tubuh yang
dirasakan nyeri
S (Skala) : menanyakan pada Ny. A berapa skala nyeri yang
dirasakan jika kisaran skala 1-10
T (Time) : menanyakan pada tuan Ny. A dirasakan ketika saat
melakukan kegiatan seperti sedikit menggerakan tangan atau
melakukan aktivitas
Melakukan pengkajian lebih lanjut melalui pemeriksaan X-Ray pada
Ny. A dimana pemeriksaan X-Ray bertujuan untuk melihat pada bagian
anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpang tindih
antara kaput humerus dan fosaa Glenoid, kaput biasanya terletak di
bawah dan medial terhadapp mangkuk sendi.4. Diagnosa keperawatan
yang muncul :Kasus 1 :
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal yang ditandai dengan keterbatasan rentang
pergerakan sendi Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
factor mekanik pengekangan yang ditandai dengan kerusakan lapisan
kulitKasus 2 :
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang factor pemberat (trauma) Defisiensi
Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan yang ditandai dengan
prilaku tidak tepat Hambatan mobilitas fisik berhubungan gangguan
musculoskeletal yang ditandai dengan keterbatasan rentang
pergerakan sendi5. Rencana keperawatan (Terlampir)6. Pendidikan
Kesehatan PENDIDIKAN KESEHATAN APA YANG BISA DIBERIKAN KEPADA KLIEN
SETELAH DIIJINKAN PULANG KE RUMAHa. Memberikan edukasi mengenai
fraktur kepada pasien (definisi, etiologi, tanda gejala, komplikasi
,penanganan dan prognosis).
Memberikan informasi mengenai penganan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi keluhan. Misalnya dengan mengajarkan teknik
relaksasi dan distraksi apabila nyerinya mulai timbul .
b. Memberikan edukasi mengenai latihan mobilisasi serta manfaat
mobilisasi pada pasien
Kondisi fraktur akan mendapat tindakan medis sesuai tingkatan
keparahan. Fraktur yang memerlukan tindakan pembedahan, memerlukan
pedoman latihan mobilisasi sesuai dengan pedoman pada pasien post
pembedahan. Pada fraktur yang penyembuhannya tanpa tindakan
invasif, misalnnya cukup dilakukan imobilisasi seperti dengan gips
atau bidai, perlu diawasi kondisi vaskularisasi di area distal dari
fraktur. Mobilisasi pasif pada persendian di area distal atau
proksimal dari fraktur perlu dilakukan untuk mencegah kontraktur.
Mobilisasi aktif dilakukan bertahap ketika kekuatan otot dan tulang
sudah adekuat. Biasanya pada orang dewasa, penyatuan tulang
ekstremitas atas terjadi dalam 2 bulan, dan pada ekstremitas bawah
dalam 4-6 bulan. Tapi untuk memastikan apakah telah terjadi
penyatuan tulang, perlu dilakukan rontgen. Mobilisasi aktif
dilakukan dengan menggerakkan area fraktur, kemudian bertahap
dilakukan untuk Activity Daily Living sesuai kekuatan area
fraktur.c. Memberi edukasi yang tepat mengenai nutrisi pada pasien
fraktur
Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan
melakukan diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).Diet TKTP adalah
pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat makanan yang
dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat. Diet ini bertujuan
untuk
a) Memberikan makanan secukupnya atau lebih daripada biasa untuk
memenuhi kebutuhan protein dan kalori. b) Berat badan menjadi
normal.c) Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan.
Makanan makanan yang Dianjurkan misalnya :
Sumber kalori: Nasi, Kentang, Roti, Gandum, Jangung Sumber
protein hewani: ayam, daging, hati, telur, susu dan keju.
Sumber protein nabati: kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncomd
. Delegatif pemberian obat dan membatasi aktifitas
Menjelaskan kepada keluarga secara detail memberikan obat
sebaiknya sesuai dengan 6 benar pemberian obat. Serta memberitahu
aktivitas yang dapat dilakukan klien. Mengingatkan pasien untuk
control kembali sesuai jadwal yang ditentukan.DAFTAR PUSTAKA
1. Potter, Patricia A., Perry, Anne G. 2006. Fundamental
Keperawatan, Edisi 7 Buku 3. Jakarta: Salemba Medika
2. Campbell, Neil A., Reece, Jane B., Mitchell, Lawrence G.
2004. Biologi. Jakarta: Erlangga3. Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC4. Arthur C, Guyton.,
Hall, Jhon E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11.
Jakarta: EGC5. NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
6. Morhead, Sue, Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson,
Elizabeth. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth
Edition. Missouri: Mosby7. Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek,
Gloria M. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth
Edition. Missouri: Mosby