ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA A. DEFINISI Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN
CEDERA KEPALA
A. DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000)
mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan
menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan
otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah
serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma
tembus.
B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat
bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian
Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral
dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30
menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24
jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena
aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata
edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka
reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan
traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai
“T”.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat
menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii
secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan
kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat
erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill
hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii
dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak,
misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan
sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga,
jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody
otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan
kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan
karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi
pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan
tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak
diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd
dan antegrad).
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli
bedah syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih
dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat
dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang
berkepanjangan.
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan
rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang
paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi
kejadian cidera kepala.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai
dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang
mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk
yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter
akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya.
Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti
pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah
atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir
aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan
pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau
arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter
bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis
haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat
terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi
cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak
dapat mengikuti perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata,
hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan
tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 VERBAL
1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
2 MOTORIK
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
3 Reaksi membuka
mata (EYE)
1 Tidak berespon
2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
4 Spontan
c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut
yang digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0
2. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di
medula oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resti injury b.d kejang.
h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONALa. Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien dapat mempertahanakan patensi napas dengan kriteria hasil :a. Bun
yi napas vesikulerb. Tida
k ada spuntumc. Mas
ukan cairan adekuat.
1.napas
2.
3.lendir dengan hati-hati selama 10-15 menit. Catat sifat-sifat, warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak ada retak pada tulang basal dan robekan dural.
4.pronelateral/miring atau terlentang setiap dua jam.
5.cairan sesuai kemampuan klien.
6.IV dan aerosol sesuai indikasi.
- Ronki, mengi menunjukan aktivitas sekret yang dapat menimbulkan penggunaan otot-otot asesoris dan meningkatkan kerja pernapasan.
- Membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
- Pengisapan dan membersihkan jalan napas dan akumulasi dari sekret. Dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya iritasi saluran dan reflek vagal.
- Posisi semi prone dapat membantu keluarnya sekret dan mencegah aspirasi. Mengubah posisi untuk merangsang mobilisi sekret dari saluran pernapasan.
- Membantu mengencerkan sekret, meningkatkan pengeluaran sekret.
- Meningkatkan ventilasi dan membuang sekret serta relaksasi otot halus/spsponsne bronkus.
b. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mempunyai pola
1. Pantau frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
- Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmo atau menandakan luasnya keterlibatan
pernapasan yang efektif dengan kriteria hasil:a. Pola
napas nomal (irama teratur, RR = 16-24 x/menit).
b. Tidak ada pernapasan cuping hidung.
c. Pergerakan dada simetris.
d. Nilai GDA normal.PH darah = 7,35-7,45.PaO2 = 80-100 mmHg.PaCO2 = 35-45 mmHg.HCO3
- = 22-26 m.Eq/L
pernapasan.
2. Catat kompetensi reflek GAG dan kemampuan untuk melindungi jalan napas sendiri.
3. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai indikasi.
4. Anjurkan kllien untuk bernapas dalam dan batuk efektif.
5. Beri terapi O2
tambahan.
6. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri.
otak. Pernapasan lambat, periode aprea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
- Kemampuan mobilisasi penting untuk pemeliharaaan jalan napas. Kehilangan reflek batuk menandakan perlunya jalan napas buatan/intubasi.
- Untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemugkinan lidah jatuh menutupi jalan napas.
- Mencegah atau menurunkan atelektasis.
- Memaksimalkan O2 pada darah arteri dan membantu dalam mencegah hipoksia.
- Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa.
c. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mempunyai perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil:a. Tingkat kesadaran
1. Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama CGS.
2. Monitor TTV; TD, denyut nadi, suhu, minimal setiap jam
- Hasil dari pengkajian dapat diketahui secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK sehingga dapat menentukn arah tindakan selanjutnya serta manfaat untuk menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan keruskan SSP.
- Dapat mendeteksi secara dini tanda-anda peningkatan TIK,
sampai klien stabil.
3. Tingggikan posisi kepala dengan sudut 15-45o tanpa bantal dan posisi netral.
4. Monitor suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi. Batasi pemakaian selimut dan kompres bila de mam.
5. Monitor asupan dan keluaran setiap delapan jam sekali.
6. Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
7. Berikan obat-obatan antiedema seperti manito, gliserol dan losix sesuai indikasi.
misalnya hilangnya autoregulasidapat mengikuti kerusakan vaskularisasi selenral lokal. Napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral.
- Posisi kepala dengan sudut 15-45o dari kaki akan meningkatkan dan memperlancar aliran balik vena kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum, dan mencegah penekanan pada saraf medula spinalis yang menambah TIK.
- Deman menandakan adanya gangguan hipotalamus: peningkatan kebutuhan metabolik akan meningkatkan TIK.
- Mencegah kelibahan cairan yang dapat menambah edema serebri sehingga terjadi peningkatan TIK.
- Mengurangi hipokremia yang dapat meningkatkan vasoditoksi cerebri, volume darah dan TIK.
- Manitol/gliserol merupakan cairan hipertonis yang berguna untuk menarik cairan dari intreseluler dan ekstraseluler. Lasix untuk meningkatkan
ekskresi natrium dan air yang berguna untuk mengurangi edema otak.
d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mengalami perubahan persepsi sensori dengan kriteria hasil:a. Ting
kat kesadaran normal. E4 M6V5.
b. Fungsi alat-alat indera baik.
c. Klien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
1. Kaji respon sensori terhadap panas atau dingin, raba atau sentuhan. Catat perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Kaji persepsi klien, baik respon balik dan koneksi kemampuan klien beroerientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
3. Berikan stimulus yang berarti saat penurunan kesadaran.
4. Berikan keamanan klien dengan pengamanan sisi tempat tidur, bantu latihan jalan dan lindungi dari cidera.
5. Rujuk pada ahli fisioterapi , terapi deuposi, wicara, terapi kognitif.
- Informasi yang penting untuk keamanan kllien , semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan kemampuan untuk menerima dan berespon sesuai stimulus.
- Hasil pengkajian dapat menginformasikan susunan fungsi otak yang terkena dan membantu intervensi sempurna.
- Merangsang kembali kemampuan persepsi-sensori.
- Gangguan persepsi sensori dan buruknya keseimbangan dapat meningkatkan resiko terjadinya injury.
- Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintregasi yang berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif dan ketrampilan perseptual.
e. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, nyeri berkurang atau
1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, intensitas, keluhan dan durasi.
- Informasi akan memberikan data dasar untuk membantu dalam
terkendali dengan kriteria hasil:a. Pela
poran nyeri terkontrol.
b. Pasien tenang, tidak gelisah.
c. Pasien dapat cukup istirahat.
2. Monitor TTV.
3. Buat posisi kepala lebih tinggi (15-45o).
4. Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti latihan napas dalam.
5. Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan dari luas dan berikan tindakan yang menyenangkan seperti masase.
menentukan pilihan/keeferktifan intervensi.
- Perubahan TTV merupakan indikator nyeri.
- Meningkatkan dan melancarkan aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi edema dan TIK.
- Latihan napas dapat membantu pemasukan O2 kebih banyak , terutama untuk oksigenasi otot.
- Respon yang tidak menyenangkan menambah ketegagngan saraf dan mamase akan mengalihkan rengsang terhadap nyeri.
f.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mampu melakukan aktifitas fisik dan ADL dengan kriteria hasil:a. Klie
n mampu pulih kembali pasca akut dalam mempertahankan fungsi gerak.
b. Tidak terjadi komplikasi , seperti dekubitus, bronkopnemonia tromboplebitis dan kontraktur sendi.
c. Mampu mempertahankan keseimbangan fungsi
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
2. Kaji tingkat kemampuan mobilitas dengan skala 0-40: Klien tidak bergantung orang lain.1: Klien butuh sedikit
bantuan.2: Klien butuh bantuan
sederhana.3: Klien butuh bantuan
atau peralatan yang banyak.
4: Klien butuh sangat bergantung pada orang lain.
- Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan yang terjadi secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan
- Seseorang dalam setiap kategori mempunyai resiko kecelakaan, namun dengan kategori nilai 2-4 menpunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya.
tubuh.3. Atur posisi klien dan
ubah posisi secara teratur tiap dua jam sekali bila tidak ada kejang atau setelah empat jam pertama.
4. Bantu klien melakukan gerakan sendi secara teratur.
5. Pertahankan linen tetap bersih dan bebas kerutan
6. Bantu untuk melalukan latihan rentang gerak aktif/pasif
7. Anjurkan klien untuk tetap ikut serta dalam pemenuhan kebutuhan ADL sesuai kemampuan
- Dapat meningkatkan sirkulasi seluruh tubuh dan mencegah adanya tekanan pada organ yang menonjol.
- Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah resiko tromboplebitis.
- Meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskariasi kilit
- Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena statis
- Meningkatkan kesembuhan dan membentuk kekuatan otot
g Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami cedera dengan kriteria hasil:a. Pern
yataan pemahaman faktor yang trlibat dalam kemungkinan cedera.
b. Menunjukkan perilaku , gaya hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi dari cedera
1. Observasi tanda-tanda kejang, waktu
- Mengetahui saat terjadinya kejang untuk antisipasi
2. Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang
- Menurunkan terjadinya trauma
3. Jauhkan benda-benda yang dapat melukai klien
- Menurunkan terjadinya trauma
4. Pertahankan agar lidah tidak tergigit
- Menurunkan terjadinya trauma
5. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal antikonvulsan
- Mengendalikan kejang
c. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkatkan keamanan
h Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:a. Tida
k ada tanda-tanda infeksi, rubor, kalor, dolor.
b. Suhu tubuh 36,5-37,5 oC
c. Mencapai penyembuhan tepat waktu
d. Berpartisipasi dalam intervensi dalam pencegahan infeksi
1. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat bagi pasien, pengunjung maupun staf.
- Menurunkan resiko terjadinya infeksi dan kontaminasi silang
2. Pantau suhu secara teratur
- Peningkatan suhu merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi
3. Ubah posisi klien dengan sering. Pertahankan linen tetap kering dan bebas dari kerutan.
- Mencegah kerusakan kulit
4. Batasi/hindari prosedur invansif
- Menurunkan resiko kontaminasi
5. Beri antibiotik sesuai indikasi
- Mengidentifikasi infeksi
i.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:a. Mengidentifikasi
faktor resiko individual.
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakan
c. Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit.
1. Inspeksi seluruh area kulit. Catat adanya kemerahan
- Kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer, tekanan
2. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin
- Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol
3. Pertahankan linen tetap kering, bersih dan bebas kerutan
- mengurangi/mencegah adanya iritasi kulit
4. Tinggikan ekstremitas bawah secara periodik
- Meningkatkan arus balik vena, mencegah/mengurangi pembentukan edema
5. Masase penonjolan tulang dengan lembut menggunakan krim/lotion
- Meningkatkan sirkulasi ke jaringan, meningkatkan tonus vaskuler dan mengurangi edema jaringan
j. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:a. TTV
dalam batas normalTD 120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit, suhu 36,5-37,5 oC, RR 16-24x/menit
b. Nadi perifer teraba kuat
c. Haluaran urin adekuat
1. Ukur haluaran dan BJ urin. Catat ketidakseimbangan input dan output.
- Penurunan haluaran urin dan BJ akan menyebabkan hipovolemia.
2. Dorong masukan cairan peroral sesuai toleransi
- Memperbaiki kebutuhan cairan
3. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
- Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah, mekanisme kompensasi awal takikardi untuk meningkatkan curah jantung dan tekanan darah sistemik
4. Palpasi denyut perifer
- Denyut yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemi
5. Kaji membran mukosa, turgor kulit, dan rasa haus
- Merupakan indikator dari kekurangan volume cairan dan sebagai pedoman untuk penatalaksaan rehidrasi
6. Berikan tambahan cairan parenteral sesuai indikasi
- Memperbaiki kebutuhan cairan
PATHWAY
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Terputusnya kontinuitas jaringan
tulang
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
Perubahan outoregulasi
-Perdarahan-Hematoma
Gangguan suplai darah
Iskemia
Perubahan perfusi jaringan serebral
Peningkatan TIK
Kejang
Hipoksia
Akumulasi cairan
Resti infeksi
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial
Penurunan kesadaran
Resti injuri
Peregangan duramen dan
pembuluh darah
Nyeri Bersihan jalan napas
tidak efektif
Kompresi batang otak Bedrest
total
Resti gangguan integritas kulit
Gangguan mobilisasi fisik
PAPILEDEMA
ASIDOSIS Respiratori
TERJADI VASODILAT
ASI
MELAMAHNYA
RANGSANG PERNAPASA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
PENGLIHATAN
MENEKAN N.II
CHYNES STOKES/AT
AXIA BREATHIN
PCo2 Dalam Darah Meningkat
REFLEK MUNTAH
STIMULASI RESEPTOR LAMBUNG
KOMPRESI BATANG
OTAK
HIPOTALAMUS
TEMPERATUR TIDAK
TERKONTROL
HIPERTERMIa
MENEKAN PUSAT SARAF
DI MEDULA OBLONGATA
AKTIVASI CEMORESEP
TOR TRINGER
ZONE (CTZ)
RESTI KEKURANGA
N VOLUME
POLA NAPAS TIDAK
EFEKTIF
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed. Philadelpia : F.A. Davis Company.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.
Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press
tidur- Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri kepala.
- Klien mengatakan sering terbangun dari tidur karena mendengar teriakan pasien lainnya.
DO:- Klien tampak mengantuk- Mata merah- Terdapat kantung mata- Sering menguap
4 DS: Penurunan kekuatan otot.
Gangguan mobilitas fisik.- Klien mengatakan seluruh badannya
masih terasa sakit dan lemas.DO- Kekuatan otot
- Nyeri pada tangan kiri- ADL dibantu keluarga.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma jaringan
2. Hipertermia b.d proses infeksi
3. Perubahan pola tidur b.d nyeri, pengaruh situasi lingkungan.
4. Gangguan mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot.
III.Intervensi Keperawatan
No. DP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TTD.
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, nyeri hilang atau terkontrol.KH:1.
nyeri hilang atau terkontrol.
2.postur rileks dan mampu tidur.
1. Teliti keluhan nyeri. Catat intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.
- Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh individu. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupkan satu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan sari terapi yang diberikan.
5 35 5
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal, seperti gelisah, ekspresi wajah, menangis, mringis, perubahan frekuensi jantung atau pernapasan dan tekanan darah.
- Merupakan indikator atau derajat nyeri yang tidak langsung.
3. Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat.
- Menurunkan stimulasi berlebihan yang dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan kompres dingin pada kepala.
- Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan vasodilatasi.
5. Gunakan teknik relaksasi, seperti napas-napas panjang dan visualisasi.
- Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri dan atau dapat menubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan pernyataan positif , seperti ”saya akan sembuh.”
- Pemikiran negatif dapat meningkatkan ketegangan yang meningkatkan nyeri dan sakit kepala.
7. Berikan analgesik, seperti asam mefenamat sesuai indikasi.
- Menurunkan nyeri.
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, klien tidak mengalami hipertemi.KH:1.
8. Pantau suhu pasien. Perhatikan menggigil /diaforesisi.
- Suhu 38,9-41,1 oC menunjukkan proses inferksi akut.
9. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan
- Suhu ruangan atau jumlah selimut diubah untuk
37,5oC.2.
linen tempat tidur sesuai indikasi.
mempertahankan suhu mendekati normal.
10. Berikan kompres.
- Menurunkan demam.
11. Berikan antipiretik.
- Mengurangi demam.
3. Setalah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, klien dapat tidur nyenyak.KH:1.
perbaikan dalam pola istirahat.
2.peningkatan rasa sejahtera dan sopan.
1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
- Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2. Berikan atau letakkan beberapa barang milik pribadi, misal bantal, guling, boneka dsb.
- Meningkatkan kenyaman tidur dan dukungan fisiologis.
3. Tingkatkan regimen kenyaman sebelum tidur, misalnya masase, susu hangat.
- Meningkatkan efek relaksasi.
4. Instruksikan tindakan relaksasi.
- Membantu menginduksi tidur.
5. Kurangi kebisingan dan lampu.
- Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
6. Hindari mengganggu bila mungkin (misal: untuk obat atau terapi.
- Tidur tidak terganggu lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak bisa kembali tidur setelah terbangun.
4. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, klien tidak mengalami gangguan mobilitasi fisik.KH:1.
meningkat.2.
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
- Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan memperngaruhi pilih intervensi yang akan dilakukan.
2. Kaji ulang derajat mobilitasi
- Skala 0.Pasien mampu
membedakan APL sesuai toleransi.
3.atau mempertahankan posisi fungsi optimal.
4.atau meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh pada bagian yang sakit.
oasien menggunakan skala ketergantungan (0-4)
mandiri.- Skala 1
Klien memerlukanbantuan atau peralatan mobilisasi yang minimal.
- Skala 2Memerlukan bantuan sedang atau diajarkan.
- Skala 3Memerlukan bantuan atau peralatan secara terus-menerus dan alat khusus.
- Skala 4Tergantung secara total pada permberi asuhan.Seseorang dalam skala 2 - 4 mempunyai resiko yang besar bahaya sehubungan dengan imobilisasi.
3. Berikan atau bantu melakukan latihan tentang gerak.
- Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi normal ekstremik dan menurunkan terjadinya vena statis
4. Pertahankan linen tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan.
- Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit serta menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit.
5. Anjurkan klien untuk melatih tangan kiri.
- Stimulus vena return dan mencegah trombus vena.
6. Berikan tindakan pengamanan atau pasang pengaman
- Mencegah pasien cidera atau jatuh.
tempat tidur.7. Anjurkan
klien untuk tetap ikut serta dalam ADL sesuai dengan kemampuan.
- Menngkatkan kesembuhan dan membentuk kekuatan otot.
IV.CATATAN KEPERAWATAN.
No. DP
HARI/TGL/JAM
IMPLEMENTASI RESPON HASIL TTD
SENIN, 3 DESEMBER 20072,4 07:30 1. Merapikan dan
membersihkan linen atau tempat tidur klien
- Linen bersih dan bebas kerutan.
- Klien merasa lebih nyaman.
4 07:35 2. Memasang pengaman tempat tidur.
- Klien merasa terlindungi.
1 09:00 3. Mengkaji ulang riwayat nyeri.
- Klien mengatakan kepala sakit sekali, pusing terus-menerus.
- Skala nyeri 8.- Tangan kiri sakit bila
digerakkan.- Klien tampak
merintih menahan sakit.
1 09:30 4. Mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam.
- Klien mengatakan kepala masih sakit, pusing.
- Klien masih tampak tegang menahan sakit.
1 09.45 5. Menganjurkan klien untuk menumbuhkan semangat sembuh dalam hati.
- Klien setuju
1 10:00 6. Memberikan injeksi asam mefenamat 250 mg, injeksi cefotaxime 500 mg
- Obat asam mefenamat 250 mg dan cefotaxime 500 mg masuk lewat selang infus/iv