FARISNET 1 ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMENTASI ASAM LEMAK OMEGA-3 TERHADAP INTENSITAS BIRAHI TERNAK KERBAU SKRIPSI BOIKE PARDO E10013112 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2018
FARISNET 1
ARTIKEL ILMIAH
PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMENTASI ASAM LEMAK OMEGA-3
TERHADAP INTENSITAS BIRAHI TERNAK KERBAU
SKRIPSI
BOIKE PARDO
E10013112
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
FARISNET 2
PENGARUH PEMBERIAN SUPLEMENTASI ASAM LEMAK OMEGA-3
TERHADAP INTENSITAS BIRAHI TERNAK KERBAU
Boike pardo (E10013112) di bawah bimbingan:
Dr.Bayu Rosadi,S.Pt. M,Si(1)
dan Dr.Ir.Yurleni,M,Si(2)
Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Email:[email protected]
ABSTRAK
This research was conducted at the farms of Pijoan sub-district, Jambi sub-
district, Muaro Jambi district, and the Jambi University Faculty of Animal
Husbandry Laboratory. This study aims to determine the effect of omega-3
supplementation on the intensity of lust and see the intensity of lust in buffalo
livestock where the buffalo cattle often occur (silent heat) lust is not visible. This
research uses 6 female buffalo cattle. The design used was a randomized block
design (RAK) with 2 treatments and 3 replications. Treatment was given P0
(silage of palm stem 60% + natural grass 40%) and P1 (silage of 60% + natural
grass 40% + 3000 mg commercial fish oil). The variables observed histologic
overview of vagina (vagina smear), and observation of the intensity of lust in
buffaloes. The description of the vagina at the time of buffalo cattle showed the
same pattern of images between two treatments ie superficial cells / kornifikasi
more / dominant show the livestock is experiencing phase lust. In the observation
of the intensity of lust between livestock supplemented with omega-3 and without
omega-3 supplementation showed an unstable influence (P> 0.05) on vulva
changes and behavioral changes between livestock.
Kata kunci: Minyak ikan komersial, silase, ternak kerbau, intesitas birahi, vagina
smear
FARISNET 3
1. PENDAHULUAN
Kerbau (Bubalus bubalis)
merupakan salah satu ternak
ruminansia besar yang
keberadaannya relatif kurang
diperhatikan, secara nasional
kontribusinya terhadap
pembangunan peternakan cukup
berperan penting dan memberikan
manfaat yang begitu besar bagi
kehidupan masyarakat, salah satunya
yaitu sebagai penghasil susu, dan
daging . Peningkatan produktivitas
ternak kerbau merupakan salah satu
upaya untuk mewujudkan ketahanan
pangan di sektor peternakan yaitu
untuk meningkatkan populasi dan
produksi ternak dalam usaha
memperbaiki gizi masyarakat dan
meningkatkan pendapatan peternak.
Kondisi peternakan kerbau saat ini
dapat dikatakan mengkhawatirkan,
dalam kurun waktu 2 tahun terakhir
populasi ternak sapi termasuk kerbau
didalamnya turun sebanyak 2,4 juta
ekor (Dirjennak, 2014).
Perkembangan produksi
ternak kerbau di Indonesia sangat
lambat disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satunya adalah
pemeliharaan ternak masih bersifat
ekstensif dan belum ada sentuhan
teknologi, khususnya teknologi
pakan dan reproduksi. Reproduksi
pada ternak kerbau betina agak
berbeda dari sapi, mencapai pubertas
pada umur yang lebih tua dari pada
sapi dengan rata-rata dewasa kelamin
kerbau betina dicapai pada umur 3
tahun. Kerbau betina
memperlihatkan siklus birahi yang
normal selama kurang lebih 3
minggu, di Indonesia siklus birahi
pada kerbau lumpur berkisar antara
17 dan 29 hari, rata-rata 23,53 hari.
Birahi berlangsung lebih lama pada
ternak kerbau dari pada sapi,
mencapai 24 sampai 36 jam. Selain
itu kendala utama yang dirasakan
menghambat pelaksanaan
perkawinan pada kerbau adalah
sulitnya deteksi berahi pada ternak
kerbau. Gejala berahi umumnya
tidak jelas/birahi tenang (silent heat)
(Putro, 1991). Nanda (2003) juga
menyatakan bahwa sulitya deteksi
berahi pada kerbau di sebabkan
karena system peternak yang
ekstensif dan kebiasaan ternak
kerbau yang suka berkubang.
Upaya untuk meningkatkan
performans per unit ternak kerbau
adalah dengan pemeliharaan secara
intensif. Pemeliharan intensif pada
FARISNET 4
ternak kerbau rawa/kerbau lumpur
belum banyak dilakukan seperti pada
sapi, padahal ternak kerbau tersebar
hampir diseluruh wilayah di
Indonesia dan mempunyai daya
adaptasi yang tinggi terhadap habitat
hidupnya. Pada pemeliharaan
intensif perlu diintroduksikan
teknologi pakan guna untuk
memperbaiki intensitas birahi pada
ternak kerbau. Penggunaan
suplementasi omega-3 yang berasal
dari minyak ikan dapat digunakan
sebagai sumber energi karena pada
lemak ikan mengandung asam lemak
tak jenuh (ALTJ) yang tinggi yang
sangat di butuhkan dalam tubuh
ternak dan tidak dapat disintesis
dalam tubuh sehingga perlu
ditambahkan dari luar. Asam lemak
tak jenuh mempunyai fungsi spesifik
dan sangat penting untuk
pertumbuhan, pemeliharaan struktur
membran, sintesis fosfolipid dan
pembentukan prostaglandin yang
sangat penting pada regulasi
metabolisme seluler (Riis 1983;
Estiasih 2009). Beberapa hasil
penelitian suplementasi Asam lemak
tak jenuh dalam pakan ternak kuda
dan domba dapat menurunkan
peradangan dan meningkatkan
fungsi reproduksi (Ashes 1992; King
et al. 2008). Deteksi birahi
menggunakan vagina smear dan
pengamatan intensitas birahi juga
diharapakan dapat mengetahui
gejala-gejala birahi ternak kerbau.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerbau
Kerbau adalah ternak asli daerah
tropis dan lembab, dalam
kehidupannya ternak tersebut sangat
menyukai air yang tergenang.
Terdapat empat spesies liar kerbau
tetapi semua kerbau domestik
dewasa ini nampaknya diturunkan
dari Bubalus arnee, yakni kerbau liar
dari benua asia. Umumnya tipe
kerbau domestik dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kerbau air dan
kerbau rawa. Kerbau air (water
buffalo) mempunyai kegemaran akan
air, sedangkan kerbau rawa-rawa
(swam buffalo) mempunyai
kegemaran air atau lumpur (Payne
dan Wiliamson, 1993).
Kerbau adalah hewan
ruminansia dari sub famili Bovidae
yang berkembang di banyak bagian
dunia dan diduga berasal dari daerah
India. Kerbau domestikasi atau water
bufallo yang ada pada saat ini berasal
dari spesies Bubalus arnee. Spesies
FARISNET 5
kerbau lainnya yang masih liar
adalah B. mindorensis, B.
depressicornis dan B. cafer (Hasinah
dan Handiwirawan, 2006).
Klasifikasi ternak kerbau menurut,
(Storer, et al., 1971) sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Kelas : Mamalia
Sub-kelas : Ungulata
Ordo : Artiodactyla
Sub-ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Genus : Bubalus
Spesies :Bubalus
bubalis Linn.
Di Indonesia kerbau
dipelihara dalam kelompok kecil,
pemilik kerbau hanya mempunyai 2-
5 ekor saja. Kepemilikan ini
merupakan suatu yang mempunyai
hubungan erat dengan pertanian dan
pemilik lahan pertanian. Murti et al.
(1988) meyatakan bahwa “dari
sejumlah ternak kerbau di Indonesia
sekarang 40% di antaranya terdapat
di pulau jawa, pemilikan ternak
kerbau di Indonesia pada umumnya
hanya berkisar 2 ekor tiap peternak”.
Ternak kerbau merupakan
hewan ruminansia yang bernilai
ekonomi tinggi, ternak kerbau dapat
dijadikan usaha pokok petani, selain
kegunaan membantu membajak
sawah. Kerbau yang dipelihara oleh
masyarakat biasanya untuk tujuan
keperluan tenaga kerja maupun
untuk diambil dagingnya. Kerbau
juga mempunyai manfaat yang besar
dalam sosial buadaya dan dapat
dijadikan ukuran martabat seseorang
dalam masyarakat serta dapat pula
sebagai hewan kurban pada acara-
acara ritual (Murtidjo, 1992).
Berbeda dengan sapi, kerbau juga
menempati peran yang menonjol
dalam cerita rakyat dan kepercayaan
umum. Adat, peraturan, dan kebiasan
tradisional yang menuntun hidup dan
mengatur perbuatan-perbuatan
penduduk pedesaan Indonesia,
memerlukan peran penting kerbau
dalam upacara keagamaan (Huitema,
1986).
Untuk dapat hidup nyaman
kerbau memerlukan kondisi ideal
dengan temperatur lingkungan
berkisar 16 – 24 0C, dengan batas
toleransi hingga 27,6 0C
(Markvichitr, 2006). Walaupun pada
kenyataannya kerbau ditemukan
paling banyak di daerah tropis dan
subtropis, akan tetapi kerbau tidak
FARISNET 6
mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap panas.
Kerapatan kelenjar keringat
kerbau hanyalah sepersepuluh dari
yang dimiliki sapi, sehingga
pelepasan panas dengan cara
berkeringat tidak banyak membantu.
Selain itu, kerbau mempunyai bulu
yang sangat jarang, sehingga
mengurangi perlindungannya
terhadap sinar matahari langsung.
Hal inilah yang menyebabkan kerbau
kurang tahan terhadap sengatan sinar
matahari atau udara yang dingin
(Hardjosubroto, 1994). Di bawah
naungan atau di kubangan
temperatur tubuh kerbau akan
menurun lebih cepat dari pada sapi,
karena kulit tubuh yang hitam kaya
akan pembuluh darah yang
menghantarkan dan mengeluarkan
panas secara efisien (Ligda, 1998).
Karena tidak tahan dengan
panas dan sinar matahari langsung,
kerbau sangat suka dengan air,
mereka suka berkubang di dalam air
yang tidak mengalir atau lumpur,
khususnya pada saat udara panas di
siang hari dan pada malam hari
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1987).
2.2 Intensitas Birahi Ternak
Kerbau
Birahi adalah saat hewan betina
bersedia menerima pejantan untuk
kopulasi. Jarak antara birahi yang
satu sampai pada birahi berikutnya
disebut satu siklus berahi, jika birahi
yang pertama tidak menghasilkan
kebuntingan maka birahi yang
pertama itu akan disusul dengan
birahi kedua (Partodihardjo, 1980).
Menurut Toelihere (1981),
bahwa rata-rata dewasa kelamin
kerbau betina adalah pada umur 3
tahun, secara umum kerbau lumpur
mencapai pubertas kurang lebih pada
umur 2,5 tahun. Siklus berahi pada
kerbau lumpur berkisar antara 21 -
22 hari dan lama estrus bervariasi 20
- 24 jam. Menurut Lendhanie (2005),
bahwa umur pubertas kerbau rawa
tidak diketahui dengan pasti.
Meskipun demikian, berdasarkan
umur kelahiran pertama yaitu 3 - 4
tahun diperkirakan konsepsi pertama
terjadi pada umur 2 - 3 tahun. Umur
konsepsi pertama ini dapat dijadikan
patokan sebagai umur dewasa
kelamin dengan asumsi lama
kebuntingan selama 12 bulan.
Pubertas terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya, yaitu: umur, bobot
badan, ras dan genetik. Beberapa
FARISNET 7
faktor yang juga sangat berpengaruh
yaitu faktor lingkungan yaitu: suhu,
musim dan iklim. Faktor lain yang
mempunyai pengaruh besar terutama
nutrisi dan pakan. Pubertas lebih
awal akan menguntungkan karena
dapat mengurangi masa tidak
produktif dan memperpanjang masa
hidup produktif ternak. Peningkatan
genetik dapat terjadi lebih cepat
karena selang generasi lebih pendek,
apabila dilakukan seleksi dengan
baik dan program seleksi yang
efektif (Tomaszewska et al., l99l).
Gejala berahi pada kerbau
kurang nyata dibandingkan pada
sapi, sehingga untuk mendeteksi
berahi kerbau memerlukan
pengamatan yang intensif (Sirega et
al., 1998), sedangkan menurut
Toelihere (1976), gejala berahi pada
kerbau cukup jelas, kerbau betina
memperlihatkan pembengkakan
vulva, pengeluaran lendir jernih
melalui vulva, dan diam berdiri
untuk dinaiki oleh pejantan.
2.3. Vagina Smear
Vagina smear bertujuan untuk
menentukan fase estrus. Fase estrus
ditentukan dengan cara
mengidentifikasi sel leukosit serta
epitel yang terdapat pada vagina.
Vaginal smear sangat penting
dipelajari karena sangat diperlukan
dalam observasi perbandingan yang
membutuhkan pemahaman lebih
mendalam khususnya masalah pada
organ reproduksi (Bagnara, 1988).
Metode vaginal smear
menggunakan sel epitel dan sel
lukosit sebagai bahan identifikasi.
Sel epitel merupakan sel yang
terletak di permukan vagina,
sehingga apabila terjadi perubahan
kadar estrogen maka sel epitel
merupakan sel yang paling awal
terkena akibat dari perubahan
tersebut. Sel leukosit merupakan sel
antibodi yang terdapat di seluruh
bagian individu. Sel leukosit di
vagina berfungsi membunuh bakteri
dan kuman yang dapat merusak
ovum. Sel epitel berbentuk oval atau
polygonal, sedangkan sel leukosit
berbentuk bulat berinti (Nalbandov,
1990).
Vagina merupakan saluran
terdepan sistem pembiakan betina,
antara vestibule genitalia luar dan
cervix. Dinding terdiri dari 3 lapis,
yaitu mukosa, otot polos, dan
jaringan ikat (adventitia). Lapisan
mukosa terdiri dari epitel dan lamina
propia. Sel epitel beberapa lapis dan
FARISNET 8
terluar menggepeng, dalam keadaan
normal lapisan epitel ini tak
menanduk pada Primata, tapi
menanduk pada Rodentia. Pada
Rodentia sel-sel epitel menanduk ini
dijumpai waktu dilakukan usapan
vagina (Yatim, 1982).
2.4. Asam Lemak Omega-3
Asam lemak dikelompokkan
kedalam tiga kelompok yaitu asam
lemak jenuh (Saturated Fatty Acid,
SAFA), asam lemak tunggal tidak
jenuh (Mono unsaturated Fatty Acid,
MUFA) dan asam lemak poli tidak
jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid,
PUFA). Asam lemak jenuh yaitu bila
rantai hidrokarbonnya dijenuhi oleh
hidrogen. Termasuk didalamnya
asam laurat, asam miristat, asam
palmitat dan asam stearat. Sedangkan
asam lemak tidak jenuh yaitu bila
rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi
oleh hidrogen dan oleh karena itu
mempunyai satu ikatan rangkap atau
lebih termasuk didalamnya antara
lain asam palmitoleat, asam oleat,
asam linoleat, asam linolenat dan
asam arachidonat.
Nesimi et al (2003) menyatakan
bahwa pada umumnya asam lemak
jenuh yang mendominasi lemak
intramuskuler daging sapi adalah
asam palmitat dan stearat. Lemak
tidak selalu memberikan dampak
yang merugikan bagi kesehatan
manusia, karena asam lemak sangat
penting terhadap komponen struktur
sel, jaringan kelenjar, fungsi organ
dan untuk menjaga keseimbangan
metabolisme tubuh. Asam lemak tak
jenuh tunggal berperan untuk
memperbaiki profil lipid didalam
tubuh, sehingga memberi pengaruh
yang positif terhadap level
kolesterol. Asam lemak tersebut
dapat mencegah dan mengurangi
resiko penyempitan pembuluh darah
atau ateroklorosis, sehingga
keberadaanya sangat dibutuhkan.
Asam lemak tak jenuh ganda
atau polyunsaturated fatty acid
(PUFA) merupakan kelompok asam
lemak yang sangat penting karena
dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan, fungsi reproduksi
dan kesehatan.
Lemak pangan yang berasal dari
produk hewani ada yang dapat
bersifat menurunkan kadar kolesterol
plasma yaitu golongan asam lemak
tak jenuh yang terdiri dari asam
lemak omega-3 dan omega-6 yang
merupakan asam-asam lemak
essensial yang mempunyai ikatan
FARISNET 9
rangkap pada atom karbon ketiga dan
keenam dari ujung terminal pada
rantai karbon. Asam linoleat adalah
salah satu anggota omega-3 yang
diperlukan tubuh untuk
memproduksi EPA dan DHA. DHA
didalam tubuh sangat penting untuk
perkembangan otak dan retina
(Simopaulus, 2002). Asam lemak
omega-3 banyak dijumpai pada
minyak ikan dan sangat efektif
menurunkan kadar kolesterol,
trigliserida, hipertensi dan
hiperkolesterol. Asam lemak yang
mengandung dua atau lebih ikatan
rangkap, asam lemak tersebut disebut
asam lemak tidak jenuh tinggi
(Biesalski, 2005).
III. MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan waktu
Penelitian ini di ini dilaksanakan
pada tanggal 5 September 2017
sampai dengan 27 Oktober 2017 di
lakukan di Peternakan Rakyat
Kelurahan Pijoan Kecamatan Jambi
Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi,
Laboratorium Fakultas Peternakan,
Laboratorium Terpadu Universitas
Jambi,
3.2. Materi dan Peralatan
Ternak yang digunakan pada
penelitian ini adalah kerbau betina
yang sudah dewasa kelamin
sebanyak 6 ekor umur ± 2.5 - 3
tahun dengan kisaran bobot badan
124-301 kg, mempunyai siklus
estrus yang normal serta sehat
dengan organ reproduksi. Pakan
yang digunakan adalah rumput
lapang, Silase pelepah sawit, dan
minyak ikan komersial. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah sel epitel dan leukosit pada
vagina kerbau betina, alkohol 70%,
dan pewarna giemsa. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah cotton bud, pipet, tissue,
object glass, cover, dan mikroskop.
3.3. Metode
3.3.1. Persiapan pakan
Untuk pembuatan pakan silase
pelepah sawit terlebih dahulu
dipersiapkan stimulant yang berasal
dari probiotik durian fermentasi
(Dufer). Pembuatan probiotik Dufer
dilakukan di Laboratorium Terpadu
Universitas Jambi. Cara
Pembuatannya sebanyak 10 gr
durian fermentasi dibiakkan dalam
larutan MRSB. Larutan MRSB
terdiri dari 54 gram MRSB + 1000
ml aquades kemudian disterilisasi.
Larutan MRSB yang berisi durian
FARISNET 10
fermentasi di inkubasi pada
temperatur 37ºC selama 48 jam
(konsentrasi 100%). Setelah didapat
larutan probiotik Dufer selanjutnya
dibuat larutan dengan konsentrasi
5% dengan cara: sebanyak 50 ml
larutan probiotik dufer + 950 ml
molases yang sudah diencerkan
dengan aquades (1:1). Kemudian
diinkubasi pada temperatur 37ºC
selama 48 jam. Sebelumnya larutan
molases yang sudah diencerkan
disterilisasi terlebih dahulu. Larutan
probiotik dufer dengan konsentrasi
5% siap untuk diaplikasikan pada
pelepah sawit. Sebelum digunakan
larutan probiotik dufer disimpan
pada lemari pendingin. Pembuatan
pelepah sawit fermentasi dilakukan
di PTPN VI Propinsi Jambi di
Lokasi Integrasi Sawit-Ternak di
Desa Muhajirin Kecamatan Jambi
Luar Kota Kecamatan Muaro Jambi.
Cara pembuatan silase OPF
(Fakhri dkk. 2014)
Pelepah sawit yang telah
dilayukan selama 1 hari kemudian
dihaluskan menggunakan mesin
chopper. Pelepah sawit halus + 10%
dedak halus + larutan probio dufer
konsentrasi 5% + molases 4%
dicampur hingga homegen. Pelepas
sawit yang telah tercampur homogen
dimasukkan kedalam silo/drum (silo
berkapasitas ± 100 kg), dipadatkan
dan ditutup rapat selanjutnya
ditempatkan didalam ruang yang
memiliki sirkulasi udara yang baik.
Silase disiapkan sebanyak 100
kg/hari atau 1 drum silo/hari, dengan
total silase OPF yang akan disiapkan
sebanyak ± 2,5 ton dan di ensilage
selama 30 hari. Rumput yang
digunakan pada penelitian ini berasal
dari rumput alam yang diperoleh
disekitar kandang tempat
pemeliharaan ternak kerbau.
Kandungan nutrisi rumput tersaji
pada Tabel 2.
Pakan sumber ALTJ (Asam Lemak
Tak Jenuh)
Pakan sumber asam lemak tak
jenuh berasal dari ekstrak minyak
ikan yang di produksi oleh Marinox
USA., dari 1 gram lemak
mengandung 1000 mg asam lemak
omega-3, EPA (Eicosa pentaenoic
acid) 400 mg, DHA (Docoxa
hexaenoic acid) 300 mg, Vitamin E
1,1 IU.
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
Kerbau yang digunakan berasal
dari peternakan rakyat skala kecil
FARISNET 11
yang dipelihara secara berkelompok.
Kerbau penelitian dipelihara secara
intensif didalam kandang individu
yang terbuka dengan atap seng dan
lantai semen. Kandang dilengkapi
tempat pakan dan air minum serta
alat penyemprot untuk menyiram
ternak. Pola pemberian serta jenis
pakan yang digunakan pada seluruh
ternak penelitian relatif sama.
Sebelum dilakukan perlakuan pakan
terlebih dahulu ternak mendapatkan
perlakuan adaptasi terhadap pakan
dan lingkungan kandang selama 30
hari. Perlakuan pakan yang akan
dievaluasi dalam percobaan ini
ditampilkan pada Tabel 2.
Konsentrat disusun memenuhi
kebutuhan ternak akan TDN (65-
70%) dan PK (10-14%). Jumlah
pakan yang diberikan sebanyak 3%
dari bobot badan berdasarkan bahan
kering.
Penempatan ternak diacak secara
acak sederhana dan mewakili setiap
kelompok ternak yaitu bobot badan
besar, sedang dan kecil. Masa
adaptasi ransum selama satu bulan.
Setelah masa adaptasi ternak
ditimbang untuk mengetahui bobot
badan awal. Pengumpulan data
dilakukan selama pemeliharaan yaitu
selama 2 bulan. Komposisi pakan
perlakuan terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan
Pakan Perlakuan
P0 P1
Rumput
lapa
ng
(%)
40 40
Silase
PS
(%)
60 60
Minyak
ikan
(mg)
0 3000
Sebelum ternak diberi perlakuan
terlebih dahulu diberi obat cacing
dan antibiotik. Pakan disediakan 2
kali sehari sesuai dengan jumlah
kebutuhan ternak kerbau yaitu pagi
pukul 08.00 dan sore hari pukul
15.00. Air minum diberikan secara
ad libitum. Untuk mengurangi stress
panas pada ternak dilakukan
penyemprotan pada tubuh ternak
menggunakan penyemprot air nozzle
dengan radius pancaran air 8 meter
FARISNET 12
yaitu jam 09.00, 11.00, 13.00 dan
15.00 wib atau pada kisaran suhu
diatas 250C selama 15 menit,
penyemprotan diatur menggunakan
timer, tujuan penyiraman untuk
menurunkan suhu tubuh ternak
pengganti kebiasaan ternak
berkubang. Penambahan pakan
sumber ALTJ dilakukan dengan
mencampurnya kedalam konsentrat
sebanyak 3000 mg/ekor, angka ini
diperoleh dari hasil penelitian terbaik
Tasse (2010). Pemberian perlakuan
pakan dilakukan selama 3 bulan,
setelah itu diamati fungsi reproduksi
dari kerbau betina tersebut.
3.3.3 Pengamatan Intensitas Birahi
Setelah satu bulan perlakuan
pakan kerbau kemudian dilakukan
pengamatan intensitas birahi pada
ternak kerbau dengan metode-
metode seperti dibawah ini.
3.3.3.1 Vagina Smear
Vagina smear bertujuan untuk
menentukan setiap fase siklus yang
sedang terjadi pada ternak. Fase
siklus pada ternak ditentukan dengan
cara mengidentifikasi sel leukosit
serta epitel yang terdapat pada
vagina. Pengambilan sampel sitologi
ulas vagina diambil setiap hari pada
jam 08.00 pagi. Sampel ulasan
vagina diambil pada lokasi kira-kira
2 cm dari vulva menggunakan kapas
steril (cotton swab), Ujung cotton
bud dibasahi dengan larutan alkhol
70% dan dimasukkan perlahan-lahan
ke dalam vagina kemudian diputar
searah jarum jam dua hingga tiga
kali. Kemudian cotton bud di oleskan
pada objek glas dan di biarkan
sampai kering, Setelah agak kering
gelas preparat ditetesi dengan larutan
giemsa lalu di angin-anginkan
sampai kering, setelah itu tutup pakai
cover glas dan kemudian diamati
pada mikroskop. Contoh gambar
ulasan vagina pada ternak
ruminansia dapat dilhat pada Gambar
1. Contoh gambaran ulas vagina
pada ternak ruminansia.
A B
C
FARISNET 13
Gambar 1. Contoh gambaran
ulas vagina pada ternak
ruminansia.
Gambaran perubahan sel epitel ulas
vagina pada fase.
(A) proestrus, (B) estrus, (C)
diestrus,
a. Fase proestrus: Adanya sel
intermediet dan sel
superficial.
b. Fase estrus: Sel superficial
dan adanya sel kornifikasi.
c. Fase diestrus: Sel intermediet
dan sel parabasal.
3.3.3.2 Intensitas Birahi
Pengukuran intensitas birahi
dilakukan pada saat ternak estrus.
Pengukuran meliputi: (1) Perubahan
vulva; (warna vulva, kebengkakan
vulva, dan sekresi lendir) dan (2)
Perubahan tingkah laku; (gelisah,
nafsu makan menurun, dan suka
melenguh). Penilaian intensitas
birahi dilakukan berdasarkan kriteria
jelas (3), sedang (2) kurang (1) di
nilai secara deskriftip.
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok
dengan 2 perlakuan dan 3 ulangan.
Data yang diperoleh secara deskriptif
dan di analisis menggunkan Uji T
untuk melihat perbandingan
pemberian pakan menggunakan
suplementasi omega-3 dan tampa
suplementasi omega-3.
P0= Rumput alam 40% + Silase
pelepah sawit 60%
P1= Rumput alam 40%+ Silase
pelepah sawit 60% + Minyak
ikan
3000mg.
3.5 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada
penelitian ini adalah pengamatan
deteksi birahi menggunakan metode
vagina smear, dan melihat intensitas
birahi yaitu perubahan vulva dan
tingkah laku pada saat ternak kerbau
birahi.
IV. HASIL PENELITIAN
4.1. Pengamatan Vagina Smear
(Ulas Vagina
Vagina smear bertujuan untuk
menentukan setiap fase birahi yang
terjadi pada ternak. Metode ini
menggunakan sel epitel dan leukosit
sebagai bahan identifikasi. Sel epitel
merupakan sel yang terletak di
permukan vagina, sehingga apabila
terjadi perubahan kadar estrogen maka
sel epitel merupakan sel yang paling
awal terkena akibat dari perubahan
tersebut, Sel epitel berbentuk oval atau
polygonal. Leukosit di vagina berfungsi
membunuh bakteri dan kuman yang
FARISNET 14
dapat merusak ovum, leukosit berbentuk
bulat berinti (Nalbandov, 1990).
Adapun hasil yang di dapat pada
pengamatan vagina smear tersebut
dapat di lihat pada Gambar 2 dengan
perbesaran mikroskop 40x10.
Gambaran sitologi ulas vagina
kerbau pada saat birahi.
P01
P02
P11
P12
P13
Gambar 2. Gambar sitologi ulas
vagina ternak kerbau pada saat
birahi.
Berdasarkan pengamatan pada
mikroskop perbesaran 40x10 pada
gambaran sitologi ulas vagina yang
telah di lakukan dapat diketahui dari
sel yang tampak yaitu sel epitel
mengalami penandukkan
(terkornifikasi) menunjukkan bahwa
kerbau sedang mengalami fase
birahi. Pada fase birahi sel-sel epitel
yang teramati adalah sel-sel
superfisial/kornifikasi. Jika sel-sel
superfisial/kornifikasi ini ditemukan
dalam jumlah banyak, menandakan
ternak sedang berada dalam kondisi
birahi (McDonald, 1980). Klasifikasi
sel epitel berdasarkan ciri-cirinya,
Parabasal sel paling kecil, bulat, inti
besar dan jelas, umumnya
bergerombol saling berdekatan.
Intermediet diameter lebih besar dari
parabasal, bentuk bulat atau oval, inti
mencolok besar. Superficial piknotik
FARISNET 15
Sel paling besar, bentuk polygonal,
inti sangat kecil. Anucleus/
kornifikasi Sel paling besar, bentuk
polygonal, tanpa inti (Beimborn et
al. 2003). Contoh gambaran
klasifikasi sel epitel vagina pada
penelitian Azmi firman Bangkit
(2011) pada ternak kambing etawa
dapat di lihat pada Gambar 3.
A B C D
Gambar 3 Klasifikasi sel epitel pada
vagina
Keterangan :
a. Sel Parabasal (PB)
b. Sel Intermediet (IM)
c. Sel Superficial (S)
d. Sel Kornifikasi (C)
Kriteria penentuan fase siklus birahi
pada gambaran sitologi ulas vagina
adalah sebagai berikut:
Fase proestrus : Adanya sel
intermediet dan sel superficial.
Fase estrus : Sel superficial dan
adanya sel kornifikasi.
Fase diestrus : Sel intermediet dan
sel parabasal.
4.2. Pengamatan Intensitas Birahi
Menururt (Saili et al., 2009)
intensitas birahiditentukan
menggunakan skor. intensitas birahi
dengan skor 1(+) diberikan bagi
ternak yang kurang memperlihatkan
gejala keluar lendir, keadaan vulva
(bengkak, basah, dan merah) kurang
jelas, nafsu makan tidak tampak
menurun dan kurang gelisah serta
tidak terlihat gejala menaiki dan
diam bila dinaiki oleh sesama ternak
betina, intensitas birahi skor 2(++)
diberikan pada ternak yang
memperlihatkan semua gejala birahi
diatas, kecuali gejala menaiki ternak
betina dan diam bila dinaiki sesama
betina. Sedangkan intensitas birahi
skor 3(+++) diberikan bagi ternak
sapi betina yang memperlihatkan
semua gejala birahi secara jelas.
4.2.1. Perubahan Pada Vulva
Pengamatan perubahan pada
vulva meliputi perubahan warna
vulva, kebengkakan vulva dan
sekresi lendir yang keluar pada saat
ternak kerbau birahi. Skor penilain
perubahan vulva dapat dilihat pada
Tabel 1 penilain perubahan vulva
kerbau yang diberi suplementasi
omega-3 dan tanpa pemberian
suplementasi Omega-3
Table.2. Penilain Perubahan Vulva
Kerbau Yang Diberi
Suplementasi Omega-3
dan Tanpa Pemberian
Suplementasi Omega-3
FARISNET 16
Perubahan
Vulva Perlakuan
Tampa Suplementasi Omega-
3
Suplementasi Omega-
3
Warna
Vulva 2.3 ± 0.58 2,3 ± 0,58
Kebengkak
an Vulva 2,3 ± 0,58 2,6 ± 0,58
Sekresi
Lendir 1 ± 0,00 1,6 ± 1.15
Keterangan: 1-< 2 Tidak Jelas 2-< 3 Jelas
≥3 Sangat Jelas
Hasil pengamatan perubahan
vulva yang terdiri dari warna vulva,
kebengkakan vulva dan sekresi lendir
saat ternak kerbau birahi
memperlihatkan gejala perubahan
warna merah muda yang sama-sama
jelas dengan skor rata-rata (2,3 – 2,3)
antara ternak yang tanpa suplementasi
dan yang menggunaka pakan
suplementasi omega-3 selama ternak
birahi. Pada perubahan kebengkakan
vulva juga memperlihatkan perubaha
yang jelas dengan skor rata-rata (2,3-
2,6) tanpa suplementasi dan
mengunakan suplementasi omega-3,
perubahan warna vulva dan
kebengkakan vulva terlihat jelas pada
malam dan pagi hari. Hal ini sesuai
pendapat (Siregar dkk, 1998)
menyatakan bahwa tanda-tanda
kerbau berahi antara lain vulva
nampak lebih merah dari biasanya,
bibir vulva nampak agak bengkak dan
hangat. Sedangkan pada perubaha
sekresi lendir terlihat tidak jelas (1-
1,6) pada ternak yang tanpa
suplementasi dan yang menggunakan
suplementasi omega-3. Hal ini sesuai
pendapat Toilehere (1981)
menyatakan rendahnya sekresi lendir
ini kemungkinan disebabkan oleh
lantai vagina kerbau yang agak
cekung sehingga lendir mengumpul
dilantai vagina tidak keluar dan
menggantung.
Perubahan pada vulva baik itu
warna vulva, kebengkakan vulva dan
sekresi lendir ternak menunjukan
perbedaan yang tidak nyata (P > 0.05)
antara ternak yang di beri pakan
suplementasi dan tanpa suplementasi
omega-3. Hal ini dikarenakan
pemberian pakan suplementasi
omega-3 tidak memberikan dampak
yang positif terhadap perubahan
intensitas birahi ternak kerbau. Selain
itu tidak berbeda nyatanya perubahan
vulva antara ternak di karenakan pada
saat ternak birahi memperlihatkan
gejala birahi yang sama dimana
perubahan vulva seperti warna vulva,
kebengkakan vulva terlihat jelas pada
malam dan pagi hari hal ini sesuai
FARISNET 17
pendapat Jainudeen (1986)
menyatakan bahwa birahi kerbau
banyak terjadi dimalam hari. Factor
eksternal yang melemahkan gejala
birahi pada ternak kerbau adalah
faktor lingkungan, gizi dan
manajemen (Nanda, 2003).
4.2.2. Perubahan Tingkah Laku
Pengamatan perubahan tingkah
laku seperti gelisah, ternak suka
melenguh dan nafsu makan menurun
pada saat ternak birahi dapat dilihat
pada Tabel 2 perubahan skor nilai
rata-rata tingkah laku ternak pada
saat birahi anatara yang diberi
suplementasi dan tanpa suplementasi
omega-3.
Tabel 3. Perubahan Skor Nilai Rata-
Rata Tingkah Laku Ternak
Pada Saat Birahi Anatara
Yang Diberi Suplementasi
Omega-3 dan Tanpa Omega-
3
Perubaha
n
Tingkah
Laku
Perlakuan
Tampa
Suplementa
si Omega-3
Suplementa
si Omega-3
Gelisah 2 ± 0,00 2 ± 0,00
Suka
Melengu
h
1 ± 0,00 1.3 ± 0,58
Nafsu
makan
Menurun
2 ± 0,00 2 ± 0,00
Keterangan: 1-< 2 Tidak Jelas 2-< 3 Jelas ≥
3 Sangat Jelas
Perubahan tingkah laku
memperlihatkan adanya perubahan
tingkah laku pada saat ternak kerbau
birahi. Tingkah laku gelisah seperti
ternak menanduk-nanduk dinding
kandang, mengosok-gosokan
badannya ke dinding kandang, dan
tidak terlihat tenang seperti biasanya
hanya terlihat atau tampak pada saat
malam dan pagi hari dengan skor
rata-rata (1.5-2) antara ternak yang
tanpa menggunakan dan
menggunakan suplementasi omega-
3. Begitu juga pada perubahan
tingkah laku nafsu makan menurun
pada saat ternak kerbau birahi
menunjukan perubahan nafsu makan
yang berkurang terlihat jelas dengan
skor rata-rata (2-2) baik itu ternak
yang tanpa suplementasi dan yang
menggunakan suplementasi omega-3
. Pada tingkah laku suka melenguh
seperti ternak mengeluarkan suara
saat birahi tidak terlihat jelas dengan
skor (1-1.3) antara ternak yang di
beri suplementasi dan tampa
suplementasi omega-3.
Perubahan tingkah laku pada saat
birahi menunjukan perbedaan yang
tidak nyata (P > 0.05) antara ternak
FARISNET 18
yang di beri pakan suplementasi dan
tanpa suplementasi omega-3. Hal ini
dikarenakan pemberian pakan
suplementasi omega-3 tidak
memberikan dampak yang positif
terhadap perubahan intensitas birahi
ternak kerbau. Selain itu tidak
berbeda nyatanya perubahan tingkah
laku birahi antara ternak di
karenakan pada saat ternak birahi
memperlihatkan gejala birahi yang
sama dimana perubahan tingkah
laku birahi seperti tingkah laku
gelisah, suka melenguh, terlihat jelas
pada malam dan pagi hari saja hal ini
sesuai pendapat Jainudeen (1986)
menyatakan bahwa birahi kerbau
banyak terjadi dimalam hari.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa pemberian pakan
suplementasi omega-3 tidak
memberikan perbedaan yang nyata
terhadap intensitas birahi baik itu
pada perubahan vulva (warna,
kebengkaan dan sekresi lendir) dan
perubahan tingkah laku (gelisah,
nafsu makan menurun, dan suka
melenguh) ternak kerbau pada saat
birahi dan pada vagina semear
menunjukkan bahwa semua ternak
kerbau sedang mengalami fase birahi
dengan memperlihatkan sel epitel
pada ternak kerbau mengalami
penandukkan (terkornifikasi).
DAFTAR PUSTAKA
Ashes J.R., B.D. Siebert, S.K. Gulat,
A.L. Cuthbertson, and T.W.
1992. Incorporation of n-3
fatty acids of fish oil into
tissue and serum lipid
ruminant. Lipids 27 : 629-
631.
Bagnara, T. 1988. Endokrinologi
Umum. Diterjemahkan: oleh
Harjoso. Universitas
Airlangga. Surabaya.
Baruselli, P.S., V.H. Barnabe, R.C,
Barnabe, J.A. Visitin, J.R.
Molero-Filho and R. Porto.
2000. Effect of body
condition score at calving on
postpartum reproductive
performance in buffalo.
Buffalo J. 17:53-65
Beimborn, V.R., H.L. Tarple, P.J.
Bain, and K.S. Latimer.
2003. The canine estrous
cycle: Staging using vaginal
cytological examination.
terhubung berkala.
http://www.vet.uga.edu/vpp/
clerk/beimborn/. 1 Februari
2012.
Ditjennak, J.B. 2014. Data Populasi
Kerbau: Statistic Pertanian.
Direktoral Jendral
Peternakan. Jakarta
Estiasih, T. 2009. Minyak ikan:
teknologi dan penerapannya
untuk pangan dan kesehatan.
Graha Ilmu Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi
Pemuliabiakan Ternak di
Lapangan. P.T. Gramedia
FARISNET 19
Widiasarana Indonesia.
Jakarta.
Hafez, E.S. 2000. Reproduction in
farm animals ed. Lea and
Febiger. Philadelpia.
Hasinah, H. And Handiwirawan.
2006. Keragaman Genetik
Ternak Kerbau di Indonesia.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Bogor.
Huitema, H. 1986. Peternakan di
Daerah Tropis, Arti ekonomi
dan kemampuannya.
Penelitian di beberapa
daerah di Indonesia, P.T.
Gramedia. Jakarta.
Jaenudeen, 1986. Reproduction in
water buffalo. In Corrent
Therapy In Therio.
King, S.S., A.A. Abu Ghazaleh, S.K.
Webel, and K.L. Jones .
2008. Circulating Fatty acid
profiles in response to three
levels of dietary omega-3
fatty acid supplementation in
horses. Anim J. Sci.
86:1114-1123
Ligda, D. J. 1998. Water buffalo.
http://ww2.netnitco.net/users
/djligda/.htm. [01 Mei
2012].
Landhanie, U.U. 2005. Karakteristik
Reproduksi Kerbau Rawa
Dalam Kondisi
Peternakan Rakyat.
Bioscientiae,2.
http://bioscientiae.tripod.co
m
McDonald, L.D. 1980. Reproductive
patterns of dogs. In: LE
McDonnald Ed. Veterinary
Endocrinology and
Reproduction. 3rd ed.
Philadelphia. Lea and
Febiger Pp. 438-440.
Markvichitr, K. 2006. Role of
Reactive Oxygen Species in
The Buffalo Sperm Fertility
Assessment. Proceeding
international seminar Tthe
artificial productive
bioterchnologies for
buffaloes. ICARD and
FFTC- AC.Bogor,
Indonesia. August 29-31
2006. Pp. 68-78.
Murti, T., Wisnu and Ciptadi, G.
1988. Kerbau Perah dan
Kerbau Kerja. Mediyatama
Sarana Perkasa. Jakarta.
Murtidjo, B.A. 1992. Memelihara
Kerbau. Penerbit Kanisius,
Cetakan Kedua. Yogyakarta.
Nanda, A.S. 2003. Enhancing
reproductive performance
in dairy buffalo; major
constrain and achievement.
Proc of the sixth
International Symposium
on Reproduction in
Domestic Ruminants Vol.
61, Crieff. Scotland UK.
pp. 27-36.
Nalbandov, A.
V. 1990. Reproductive
Physiology of
Mammals and Birds.
Freeman and Company. San
Fransisco.
Paul, V. and B.S. Praksah. 2005.
Efficacy of the Ovsynch
Protocol for Synchronization
Ogovulation and Fixed Time
Artificial Insemination in
Murrah buffaloes (Bubalus
bubalis). Theriogenology 64:
1049-1060.
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu
Reproduksi Ternak. Fakultas
Kedokteran Veteriner
Institut Pertanian Bogor.
Mutiara, Jakarta.
FARISNET 20
Payne. W. J. A and Williamson, G.
1993. Pengantar Peternakan
di Daerah Tropis.
Terjemahan: Darmajda D.
Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Putro, P.P. 1991. Sinkronisasi berahi
pada kerbau: Aktivitas
Ovarium dan Profil
Progesteron Darah.
Unpublished. Fkh Universitas
Gadja Mada XIII (1&2): 30-
38
Riis PM. 1983. Dynamic
Biochemistry Of Animal
Production. Department of
Animal Physiology, The
Royal Veterinary and
Agricultural University,
Copenhagen, Denmark.
Elsevier. Amsterdam-Oxford-
New York-Tokyo. Saili, T., B. Ali, S. A. Achmad, R. Muh,
and A. Rahim. 2009.
Sinkronisasi Birahi Melalui
Hormone Agen Luteolitik
Untuk Meningkatkan Efisiensi
Reproduksi Sapi Bali dan PO di
Sulawesi Tenggara. Jurnal
Fakultas Pertanian. Universitas
Haluoleo:81-83.
Simopaulus AP. Omega-3 Fatty
Acids In Inflammation and
Autoimmune Diseases. J.
Am Coll of Nutr 2002; 21
495-505.
Singh, R.P. (2000) Novel
Biodegradable Flocculant
based on
polysaccharides. Current
Science.78, 798-802
Siregar, A.R.P., Situmorang. M.
Zulbadri, L.P. Batubara, A.
Wilson, E. Basuna., S. E.
Sinulingga and sirait, C.H.
1998. Peningkatan
Produktivitas Kerbau
Dwiguna (daging dan susu).
Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Petrnakan,
Bogor.
Smith, J. B. and Mangkoewidjojo, S.
1987. The Care, Breeding
and Management of
Experimental Animals for
Research in the Tropics.
International Development
Program of Australian
Universities and Colleges
Limited (IDP). Canberra.
Storer, T., Robert C, Ftebruf, Robert,
L. Usang, James, W. and
Nybaken. 1971.General
Zoology. Mc Grewhill Book
Company. New York.
Toelihere, M.R. 1976. Pengendalian
dan Penyerentakan Siklus
Birahi pada Kerbau di
Indonesia. Laporan
Penelitian Tahap II. Proyek
Peningkatan dan
Pengembangan Perguruan
Tinggi. Institut Pertanian
Bogor.
Tomaszewska, M. W., Sutama, I. K.
Putu, I. G. and Thamrin, D.
C. 1991. Reproduksi
Tingkah Laku dan Produksi
Ternak di Indonesia. PT
Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.
Ty., L.V. Chupin, D. and Driancourt,
M.A. 1999. Ovarian
follicular populations in
buffaloes and Cows. Animal
Reproduction Science 19:
171 – 178.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan
Embriologi. Tarsito,
Bandung