Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI CONTROL COMMAND PADA HAND-FREE WHEELCHAIR Rico Ermado - 2207100112 Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya – 60111 Abstrak - Pada proceeding ini akan dijelaskan mengenai rancang bangun kontrol kursi roda berbasis bioelectrical impedance atau biasa dikenal dengan bioimpedance. Sistem ini menggunakan tiga buah elektroda untuk mengukur dua kanal bioimpedance dari jaringan otot trapezius yang terletak di bagian punggung. Bioimpedance berubah ketika ada pergerakan pada segmen otot trapezius. Kita bisa mengklasifikasikan tiga tipe gerakan yang yaitu pundak kiri ke atas, pundak kanan ke atas, dan kedua pundak ke atas. Sistem terdiri dari rangkaian jembatan arus Howland yang dimodifikasi yang akan menyuplai arus sebesar 0,5 mA rms dengan frekuensi 50 kHz. Arus tersebut akan diinjeksikan ke tubuh dengan menggunakan elektroda. Sebuah rangkaian instrumentation amplifier dan rangkaian pendukung lainnya yang tergabung dalam sistem instrumentasi pengukur bioimpedance digunakan untuk mendeteksi perubahan tegangan bioimpedance. Hasil pembacaan tegangan tersebut akan dikonversi oleh ADC internal pada mikrokontroler ATmega32. Di dalam sistem mikrokontroler, tegangan bioimpedance digunakan sebagai set point pada kontroler PID. Proses pengklasifikasian tegangan bioimpedance menggunakan metode thresholding. Metode ini belum menunjukkan hasil yang maksimal karena tegangan bioimpedance sangat dipengaruhi oleh faktor fatigue atau kelelahan otot. Berdasarkan pengujian, pada tugas akhir ini berhasil diciptakan sistem kontrol kursi roda berbasis bioimpedance dengan keberhasilan 16 kali dari 20 kali pengujian. Kata kunci : Kursi roda, bioimpedance, kontroler PID 1. PENDAHULUAN Sistem saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang vital. Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi, menganalisis, dan mentransfer informasi. Informasi diterima oleh sistem saraf sensorik dan diintegrasikan oleh otak kemudian ditransmisikan ke sistem saraf motorik untuk kontrol pergerakan. Banyak penyakit yang menyerang sistem saraf motorik. Akibatnya penderita kehilangan kemampuan gerak pada sebagian atau bahkan seluruh bagian tubuhnya. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain penderita memerlukan suatu alat bantu. Alat bantu yang paling banyak digunakan yaitu kursi roda. Bagi penderita yang juga mengalami disfungsi gerak pada lengannya, kursi roda konvensional tidak lagi dapat membantu. Oleh karena itu akan dirancang sebuah hand-free wheelchair berbasis bioelectrical impedance untuk menggantikan peran tangan manusia Tujuan utama dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien yang mengalami gangguan cukup serius pada sistem saraf motoriknya dalam bermobilitas dengan terciptanya sistem kontrol kursi roda berbasis bioimpedance. Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian ini diantaranya adalah interferensi dari sinyal yang tidak diinginkan, penempatan letak elektroda yang tepat agar didapatkan hasil yang maksimal, serta faktor fatigue atau kelelahan otot yang menyebabkan kesalahan dalam menterjemahkan perintah gerakan. Dalam penelitian ini, dilakukan pembatasan lingkup permasalahan antara lain: pengukuran bioimpedance dilakukan di daerah punggung tepatnya pada otot trapezius, tegangan input diklasifikasikan menjadi tiga jenis gerakan pada kursi roda yaitu maju, belok kanan, dan belok kiri, serta mekanik kursi roda dibuat dengan batasan berat beban maksimum 60 Kg. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Metode Empat Elektrode [1] Metode empat electroda adalah metode yang paling banyak diterima dalam pengukuran bioimpedance. Metode empat elektroda menggunakan dua elektroda untuk menyuplai arus ke jaringan dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur besar tegangan pada bioimpedance. Hasilnya, harga bioimpedance z dapat dihitung dengan persamaan Ohm berikut. Z = (1) Dimana V adalah tegangan dan I adalah arus. 2.2 Pemodelan Bioimpedance Sel tubuh terdiri dari dua bagian yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Air merupakan konduktor di dalam tubuh dan menentukan besar resistansi. Cairan elektrolit dalam tubuh terdiri dari air dan ion bermuatan yang siap mengalirkan arus listrik. Cairan ekstraseluler (air dan ion sodium Na + ) dan cairan intraseluler (air dan ion potassium K + ) memberikan jalur dengan resistansi yang rendah. Membran sel dalam kumpulan intraseluler menentukan besar reaktansi. Membran sel terdiri dari sebuah lapisan non-conductive yaitu material lipophilic yang terletak di antara dua lapisan molekul konduktif. Susunan tersebut berperilaku seperti kapasitor tipis yang menyimpan muatan listrik pada arus bolak-balik yang masuk. Model pendekatan rangkaian elektronika dari tiap sel dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1: Model pendekatan rangkaian elektronika dari sel
9
Embed
APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-19270-Paper-4350485.pdf · Gambar 7: Diagram blok sistem instrumentasi pengukuran bioimpedance.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI CONTROL COMMAND
PADA HAND-FREE WHEELCHAIR
Rico Ermado - 2207100112
Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Surabaya – 60111
Abstrak - Pada proceeding ini akan dijelaskan mengenai
rancang bangun kontrol kursi roda berbasis bioelectrical
impedance atau biasa dikenal dengan bioimpedance. Sistem
ini menggunakan tiga buah elektroda untuk mengukur dua
kanal bioimpedance dari jaringan otot trapezius yang
terletak di bagian punggung. Bioimpedance berubah ketika
ada pergerakan pada segmen otot trapezius. Kita bisa
mengklasifikasikan tiga tipe gerakan yang yaitu pundak kiri
ke atas, pundak kanan ke atas, dan kedua pundak ke atas.
Sistem terdiri dari rangkaian jembatan arus Howland yang
dimodifikasi yang akan menyuplai arus sebesar 0,5 mArms
dengan frekuensi 50 kHz. Arus tersebut akan diinjeksikan
ke tubuh dengan menggunakan elektroda. Sebuah rangkaian
instrumentation amplifier dan rangkaian pendukung lainnya
yang tergabung dalam sistem instrumentasi pengukur
bioimpedance digunakan untuk mendeteksi perubahan
tegangan bioimpedance. Hasil pembacaan tegangan tersebut
akan dikonversi oleh ADC internal pada mikrokontroler
ATmega32. Di dalam sistem mikrokontroler, tegangan
bioimpedance digunakan sebagai set point pada kontroler
PID. Proses pengklasifikasian tegangan bioimpedance
menggunakan metode thresholding. Metode ini belum
menunjukkan hasil yang maksimal karena tegangan
bioimpedance sangat dipengaruhi oleh faktor fatigue atau
kelelahan otot. Berdasarkan pengujian, pada tugas akhir ini
berhasil diciptakan sistem kontrol kursi roda berbasis
bioimpedance dengan keberhasilan 16 kali dari 20 kali
pengujian.
Kata kunci : Kursi roda, bioimpedance, kontroler PID
1. PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang
vital. Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi,
menganalisis, dan mentransfer informasi. Informasi diterima
oleh sistem saraf sensorik dan diintegrasikan oleh otak kemudian
ditransmisikan ke sistem saraf motorik untuk kontrol pergerakan.
Banyak penyakit yang menyerang sistem saraf motorik.
Akibatnya penderita kehilangan kemampuan gerak pada
sebagian atau bahkan seluruh bagian tubuhnya. Untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain penderita memerlukan suatu
alat bantu. Alat bantu yang paling banyak digunakan yaitu kursi
roda. Bagi penderita yang juga mengalami disfungsi gerak pada
lengannya, kursi roda konvensional tidak lagi dapat membantu.
Oleh karena itu akan dirancang sebuah hand-free wheelchair
berbasis bioelectrical impedance untuk menggantikan peran
tangan manusia
Tujuan utama dari penelitian ini diharapkan dapat
membantu pasien yang mengalami gangguan cukup serius pada
sistem saraf motoriknya dalam bermobilitas dengan terciptanya
sistem kontrol kursi roda berbasis bioimpedance.
Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
penelitian ini diantaranya adalah interferensi dari sinyal yang
tidak diinginkan, penempatan letak elektroda yang tepat agar
didapatkan hasil yang maksimal, serta faktor fatigue atau
kelelahan otot yang menyebabkan kesalahan dalam
menterjemahkan perintah gerakan.
Dalam penelitian ini, dilakukan pembatasan lingkup
permasalahan antara lain: pengukuran bioimpedance dilakukan
di daerah punggung tepatnya pada otot trapezius, tegangan input
diklasifikasikan menjadi tiga jenis gerakan pada kursi roda yaitu
maju, belok kanan, dan belok kiri, serta mekanik kursi roda
dibuat dengan batasan berat beban maksimum 60 Kg.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Metode Empat Elektrode [1]
Metode empat electroda adalah metode yang paling banyak
diterima dalam pengukuran bioimpedance. Metode empat
elektroda menggunakan dua elektroda untuk menyuplai arus ke
jaringan dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur
besar tegangan pada bioimpedance. Hasilnya, harga
bioimpedance z dapat dihitung dengan persamaan Ohm berikut.
Z = 𝑉
𝐼 (1)
Dimana V adalah tegangan dan I adalah arus.
2.2 Pemodelan Bioimpedance
Sel tubuh terdiri dari dua bagian yaitu intraseluler dan
ekstraseluler. Air merupakan konduktor di dalam tubuh dan
menentukan besar resistansi. Cairan elektrolit dalam tubuh
terdiri dari air dan ion bermuatan yang siap mengalirkan arus
listrik. Cairan ekstraseluler (air dan ion sodium Na+) dan cairan
intraseluler (air dan ion potassium K+) memberikan jalur dengan
resistansi yang rendah. Membran sel dalam kumpulan
intraseluler menentukan besar reaktansi. Membran sel terdiri dari
sebuah lapisan non-conductive yaitu material lipophilic yang
terletak di antara dua lapisan molekul konduktif. Susunan
tersebut berperilaku seperti kapasitor tipis yang menyimpan
muatan listrik pada arus bolak-balik yang masuk. Model
pendekatan rangkaian elektronika dari tiap sel dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Model pendekatan rangkaian elektronika dari sel
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar di atas merupakan model dari satu sel, sedangkan
jaringan tubuh merupakan gabungan dari banyak sel dengan
besar dan komposisi yang berbeda menjadi sebuah ionic salt
dissolution. Walaupun ada perbedaan di tiap sel namun struktur
tiap sel tersebut tetap, maka besarnya arus yang melalui jaringan
tersebut dapat di tentukan. Seluruh sifat mikroskopik ini dapat
disederhanakan menggunakan model impedansi makroskopik
yang mencerminkan resistansi eksternal dan internal, dan
kapasitansi membran. Model pendekatan elektronik dari suatu
jaringan tubuh yaitu sebagai berikut [2].
Gambar 2: Model pendekatan elektronika dari suatu jaringan
tubuh
Keterangan :
Ri : Intracellular Resistance
Cm : Intracellular Reactance
Re : Extracellular Resistance
2.3 Driver Motor
H-Bridge atau yang biasa disebut sebagai Jembatan H,
adalah sebuah rangkaian dimana motor menjadi titik tengahnya
dengan dua jalur yang bisa dibuka tutup untuk melewatkan arus
pada motor tersebut, persis seperti huruf “H” (dengan motor
berada pada garis horizontal).
Gambar 3: Konfigurasi H-Bridge
Dua terminal motor a dan b dikontrol oleh 4 saklar (1 s/d
4). Ketika saklar 1 dan 2 diaktifkan (saklar 3 dan 4 dalam
keadaan off), maka terminal motor a akan mendapatkan
tegangan (+) dan terminal b akan terhubung ke ground (-), hal
ini menyebabkan motor bergerak maju (atau searah jarum jam),
begitu juga sebaliknya. Untuk mengimplementasikan rangkaian
ini, tidak bisa langsung dihuhubungkan ke output pin I/O
mikrokontroler sebab output dari mikrokontroler hanya
mempunyai daya yang kecil. Jika kita memaksakan
menghubungkan output digital dari mikrokontroler langsung ke
motor, bisa jadi merusak mikrokontroler itu sendiri. Untuk itu
kita membutuhkan sebuah rangkaian penguat yang dapat
dikontrol dari input digital. Arsitektur dari half H-Bridge ini
sebenarnya terdiri dari 2 amplifier, seperti terlihat pada gambar
4 berikut.
Gambar 4: Arsitektur half H-Bridge
Untuk membuat motor berhenti ada 2 cara yang dapat dilakukan,
antara lain: memberikan logika yang sama pada input x dan y
atau tidak memberikan kecepatan (speed = 0).
3. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT
Diagaram blok keseluruhan sistem ditunjukkan pada
gambar 5 berikut.
Gambar 5: Diagram blok keseluruhan sistem
3.1 Perancangan Software
Software yang digunakan pada sistem ini yaitu software
kontroler PID. Berikut adalah potongan program kontroler PID
yang dituliskan dalam bahasa C pada mikrokontroler.
#define speed1 OCR1A
#define speed2 OCR1B
void PID (void)
error1 = bio1-rpm1;
error2 = bio2-rpm2;
//Kontroler proporsional
P1 = Kc1*(error1-error1_1);
P2 = Kc2*(error2-error2_1);
//Kontroler integral
I1 = Kc1*Tc*error1/Ti1;
I2 = Kc2*Tc*error2/Ti2;
//Kontroler derivatif
D1 = Kc1*Td1*(error1 - 2*error1_1 + error1_2)/Tc;
D2 = Kc2*Td2*(error2 - 2*error2_1 + error2_2)/Tc;
//PID
PID1 = PID1+P1+I1+D1;
PID2 = PID2+P2+I2+D2;
//atur_kecepatan (PWM)
if (PID1<0) speed1=0;
else if (PID1>5) speed1=180;
else speed1=PID1*200/5;
if (PID2<0) speed2=0;
else if (PID2>5) speed2=180;
else speed2=PID2*200/5;
//Update error
error1_2 = error1_1; //2 error sebelumnya pada error1
error2_2 = error2_1; //2 error sebelumnya pada error2
error1_1 = error1; //1 error sebelumnya pada error1
error2_1 = error2; //1 error sebelumnya pada error2
Sinyal kontrol atau set point berasal dari sistem
instrumentasi bioimpedance. Sinyal aktuasi yang dihasilakan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
oleh kontroler yaitu berupa gelombang PWM yang memiliki
duty cycle antara 0 sampai 80%. Penggunaan kontroler ini
dimaksudkan agar kecepatan motor tetap stabil saat diberi beban
yang berbeda-beda. Untuk menghindari hentakan, maka sewaktu
sinyal kontrol terdeteksi sistem akan merubah masukan step
menjadi bentuk ramp dengan derajat kemiringan tertentu, sesuai
dengan lamanya respon yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan
grafik pola gerakan yang direncanakan seperti pada gambar 6
berikut.
Gambar 6: Grafik Proses Pembentukan Pola Gerakan
3.2 Perancangan Hardware
3.2.1 Perancangan Sistem Instrumentasi Bioimpedance
Bagian elektrik pasif yang terdapat pada jaringan tubuh
disebut dengan bioimpedance. Untuk mengukur besarnya
bioimpedance, pada bagian tubuh tertentu akan dialiri arus listrik
yang kecil melalui suatu elektroda. Perubahan komposisi pada
jaringan akibat adanya kontraksi otot akan mempengaruhi
besarnya impedansi pada jaringan tersebut. Hal itu
menyebabkan tegangan yang terbaca oleh elektroda akan
berubah-ubah sebanding dengan perubahan bioimpedance.
Diagram blok sistem instrumentasi pengukuran bioimpedance
ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 7: Diagram blok sistem instrumentasi pengukuran
bioimpedance.
Terdapat dua bagian pada sistem instrumentasi pengukuran
bioimpedance yaitu rangkaian stimulasi dan detektor tegangan.
3.2.1.1 Rangkaian Stimulasi
Stimulasi yang diberikan yaitu berupa sumber arus
sinusoidal sebesar 0,5 mArms dengan frekuensi 50 kHz. Sumber
arus ini dibangkitkan oleh rangkaian sine wave generator yang
terhubung ke rangkaian Voltage Controlled Current Source
(VCCS). Rangkaian sine wave generator terdiri dari pembangkit
gelombang kotak dengan frekuensi 50 kHz, low pass filter
dengan frekuensi cut-off 50 kHz, dan non-inverting amplifier,
sesuai dengan diagram blok berikut.
Gambar 8: Diagram blok sine wave generator
Gambar 9: Rangkaian square wave generator
Pada dasarnya gelombang kotak merupakan kombinasi dari
banyak gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang
bermacam-macam. Amplitudo terbesar dimiliki oleh gelombang
sinus yang frekuensinya paling rendah atau sama dengan
frekuensi gelombang kotak. Oleh karena itu digunakan
rangkaian LPF dengan frekuensi cut-off sebesar 50 kHz untuk
mendapatkan gelombang sinus dari gelombang kotak yang
dihasilkan oleh square wave generator.
Gambar 10: Rangkaian Low Pass Filter
Tegangan sinusoidal yang dihasilkan dari rangkaian sine
wave generator kemudian dimasukkan ke rangkaian VCCS
jembatan arus Howland yang dimodifikasi. Rangkaian ini akan
mengubah tegangan sinus menjadi arus. Frekuensi arus sama
dengan frekuensi tegangan input, sedangkan besar arusnya diatur
dengan menggunakan resistor variabel yang terpasang pada
rangkaian.
Gambar 11: Rangkaian VCCS jembatan Howland
Square wave generator
Low Pass Filter
Non-Inverting Amplifier
Vin
Iout
Vout
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
𝐼𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑖
𝑅23 +𝑅24 (2)
Sumber arus ini kemudian diinjeksikan ke bagian tubuh.
Penempatan posisi elektroda akan mempengaruhi hasil
pengukuran bioimpedance. Pada aplikasi ini, elektroda akan
diletakkan di daerah punggung, tepatnya yaitu pada jaringan otot
trapezius (titik v1 dan v2). Titik 3 digunakan sebagai referensi.
Tegangan yang akan diukur oleh rangkaian instrumentasi yaitu
antara titik v1 dan 3 dan titik v2 dan 3. Konfigurasi pemasangan
elektroda diperlihatkan pada gambar berikut [1] :
Gambar 12: Konfigurasi pemasangan elektroda
3.2.1.2 Rangkaian Detektor Tegangan
Perubahan bioimpedance didapat dari besar tegangan
elektroda positif (v2) terhadap referensi dan elektroda negatif
(v1) terhadap referensi. Kedua tegangan tersebut kemudian
dikuatkan dengan seperangkat rangkaian instrumentation
amplifier yang memiliki Common Mode Rejection Ratio
(CMRR) yang tinggi. Oleh karena itu digunakan IC op-amp tipe
LF412 dan LF355. Kedua IC ini memiliki CMRR yang tinggi
hingga 100 dB. Selain itu, IC ini juga memiliki respon yang baik
terhadap sinyal input frekuensi tinggi.
Gambar 13: Rangkaian Instrumentation Amplifier
Karena hasil perubahan bioimpedance dimodulasikan pada
frekuensi 50 KHz, pasti akan terdapat gangguan pada frekuensi
rendah akibat dari adanya sinyal otot (EMG) yang ikut terukur
dan pergerakan-pergerakan artefak. Untuk memperbaikinya,
tegangan yang terukur dimasukkan ke rangkaian band pass filter
dengan frekuensi center-nya terletak di sekitar 50 kHz.
Rangkaiannya ditunjukkan pada gambar 14. Nilai absolut dari
bioimpedance akan dihasilkan dengan menggunakan rangkaian
rectifier. Rangkaian penguat tegangan akhir juga dipasang
setelah rangkaian rectifier sebagai kalibrator tegangan agar
didapatkan range tegangan keluaran antara 0 sampai 5 Volt.
rangkaiannya ditunjukkan pada gambar 15.
Gambar 14: Rangkaian Band Pass Filter
Gambar 15: Rangkaian AC to DC Converter
Hasil pengukuran bioimpedance ini kemudian dikirim ke
sistem mikrokontroler menggunakan 8 bit Analog to Digital