BAB IPENDAHULUANAppendisitis adalah peradangan yang terjadi pada
appendiks verniformis. Appendiks disebut juga umbai cacing.. Sampai
saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan
masalah kesehatan. Appendisitis dapat mengenai semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan, namun lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10-30 tahun.1,2Appendisitis akut merupakan kasus
terbanyak dari akut abdomen, dan merupakan salah satu kasus
kegawatdarurtan di bidang bedah abdomen yang paling sering dijumpai
dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah. Keluhan awal penyakit
ini hampir menyerupai keluhan gastritis yaitu nyeri di ulu hati
yang kemudian berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Paling
banyak menyerang usia anak-anak akhir sampai awal 20-an. 1% dari
semua kasus bedah sangat jarang pada infant, ratio laki-laki
dibanding perempuan pada usia remaja 3:2 dan menjadi 1:1 sesudah
usia 25 tahun.3Insidensi apendisitis cukup tinggi di Indonesia.
Penyakit apendiks merupakan pola penyakit pada pasien rawat inap di
rumah sakit yang menempati urutan keempat tertinggi di Indonesia
pada tahun 2006 dan menempati urutan kesembilan pada tahun 2009.
Keterlambatan penanganannya berisiko terjadinya apendisitis
perforasi sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas. Angka mortalitas bervariasi, pada apendisitis akut
kurang dari 0,1%, sedangkan pada apendisitis perforasi mencapai
sekitar 5%.4
Diagnosis ditegakkan dengan mengenal tanda dan gejala dari
penyakit ini sejak dini untuk menghindari perburukan dari
appendisitis akut menjadi appendisitis perforasi yang menimbulkan
peritonitis.3Laporan ini bertujuan mempresentasikan, pemeriksaan
dan penegakkan diagnosis appendisitis akut sehingga dapat dilakukan
penanganan yang cepat dan tepat, serta mencegah komplikasi yang
lebih buruk. Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus
appensitis akut di Rumah Sakit Robert Wolter Monginsidi, sebagai
salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Madya pada
bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Appendiks Verniformis2.1.1.
Embriologi dan Anatomi Appendiks VermiformisAppendiks, ileum, dan
colon ascenden pertama kali muncul pada minggu ke delapan dari
perkembangan embriologi sebagai tonjolan dari bagian terminal sekum
dan secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih medial dan
menetap di kuadran kanan bawah.3 Selama perkembangan baik antenatal
dan postnatal, tingkat pertumbuhan sekum melebihi appendiks,
bergeser ke medial menuju katup ileocecal. Hubungan basis apendiks
ke sekum tetap konstan, namun ujung dari appendiks dapat ditemukan
di retrocecal, pelvis, subcecal, preileal, atau posisi perikolik
kanan (Gambar 1). Anatomi tersebut memiliki kepentingan klinis yang
signifikan dalam konteks apendisitis akut. Tiga taenia coli
berkumpul di persimpangan sekum dengan appendiks dan dapat menjadi
landmark yang berguna untuk mengidentifikasi appendiks. Ukuran dari
appendiks dapat bervariasi mulai dari 1 cm sampai lebih dari 30 cm,
dengan rata-rata panjang 6 sampai 9 cm.5
Gambar 1. Variasi anatomi appendiks. (Redrawn from Wakeley CP.
The position on the vermiform appendiks as ascertained by analysis
of 10,000 cases. J Anat 1933;67:277.) After Waldron.Apendiks
mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan
persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang
menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan di daerah
periumbilikal. Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikularis yang
tidak memiliki kolateral. Pasokan arteri appendiks berasal dari
cabang apendikular dari arteri ileokolika, yang berasal posterior
mulai dari ileum terminal dan masuk mesoappendiks dekat pangkal
apendiks (Gambar 2). Drainase limfatik mengalir ke kelenjar getah
bening di sepanjang arteri ileokolika.12.1.2. Fisiologi Apendiks
VermiformisAppendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari.
Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut,
tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis.
Jaringan limfoid yang mula-mula tampak pada usia 2 minggu akan
meningkat jumlahnya secara bertahap hingga mencapai puncaknya
antara usia 12-20 tahun (200 buah) dimana kejadian appendisitis
juga mengalami puncaknya pada kisaran usia ini. Setelah usia 30
tahun jaringan limfoid akan berkurang hingga setengahnya dan akan
terus berkurang hingga menghilang setelah usia 60 tahun. Apendiks
juga mensekresi imunoglobulin (IgA) yang diproduksi oleh GALT (gut
assosiated limphoid tissues), yang sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Namun demikian,
adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat
pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada
saluran cerna lain.1,32.2. Apendisitis Akut2.2.1. Epidemiologi
Apendisitis AkutInsidens apendisitis akut di negara maju lebih
tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga-empat
dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Apendisitis
paling sering terlihat pada usia keempat dekade kehidupan.
Laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan dengan wanita (L:P
1,2-1,3:1). Addiss dan associates memperkirakan kejadian
apendisitis akut pada populasi Amerika Serikat menjadi 11 kasus per
10.000 penduduk per tahun. Dalam seumur hidup, 8,6 % laki-laki dan
6,7 % perempuan dapat mengalami appendisitis akut. Usia muda
merupakan faktor risiko, karena hampir 70 % dari pasien dengan
apendisitis akut kurang dari 30 tahun. Insiden tertinggi
apendisitis pada laki-laki berada di kelompok usia 10 - 14 tahun (
27,6 kasus per 10.000 penduduk ), sedangkan kejadian perempuan
tertinggi dalam kelompok usia 15 - 19 tahun (20,5 kasus per 10.000
penduduk). Pasien pada usia ekstrem lebih mungkin untuk
mengembangkan apendisitis perforasi. Secara keseluruhan, perforasi
hadir dalam 19,2 % kasus apendisitis akut. Jumlah ini secara
signifikan lebih tinggi, namun, pada pasien di bawah 5 dan di atas
65 tahun. Meskipun kurang umum pada orang berusia di atas 65 tahun,
apendisitis akut pada orang tua berkembang menjadi perforasi lebih
dari 50 % kali. Di Indonesia, penyakit apendiks merupakan pola
penyakit pada pasien rawat inap di rumah sakit yang menempati
urutan keempat tertinggi di Indonesia pada tahun 2006 dan menempati
urutan kesembilan pada tahun 2009. Angka mortalitas bervariasi,
pada apendisitis akut kurang dari 0,1%, sedangkan pada apendisitis
perforasi mencapai sekitar 5%.1,4,82.2.2. Etiologi Apendisitis
AkutApendisitis akut merupakan infeksi dari bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus yang
menyebabkan hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks,
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E.histolytica.1Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.12.2.3. Patogenesis Apendisitis AkutApendisitis akut secara
umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi.
Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi.
Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir
apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga
terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada
daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi
semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak
ditemukan adanya obstruksi.4Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang
kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam
pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini
adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus
halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa
periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada
sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu
dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang
dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung
berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak, sekali
appendiks mengalami obstruksi, bakteri akan terperangkap dan lumen
appendiks ikut bermultiplikasi. Sehingga appendiks meregang dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, dan menghambat drainase
vena. Hal ini mengakibatkan terjadinya kongesti appendiks dan
iskemik. Kombinasi dari infeksi iskemik dan infeksi bakteri
menghasilkan inflamasi yang kemudian berlanjut menjadi nekrosis dan
ganggren. Jika tidak diatasi, akan menjadi perforasi appendik yang
biasanya proses perjalanan ini memakan waktu lebih dari 72 jam.
Pada geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan
sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi
lebih besar.2,8,92.2.4. Manifestasi Klinik2.2.4.1.Gejala 2.2.4.1.1.
Nyeri Perut Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya
dirasakan pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut
penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada
apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup
jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu
jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar
dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan
biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral
terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik
dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik
McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina
iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik
dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada
suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan
berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti
kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.4,9 Nyeri perut yang
dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat
rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi
apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum
viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari
organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon
transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri
selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri somatik
akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum
parietal.4,13
Gambar 4. Perjalaran nyeri pada apendisitis akutSesuai dengan
anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada
retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Nyeri perut
pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan
dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.2,8
2.2.4.1.2. Mual dan MuntahGejala mual dan muntah sering
menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan
tanda-tanda awal terjadinya apendisitis. 4,92.2.4.1.3. Gejala
Gastrointestinal Pada pasien apendisitis akut, keluhan
gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun
konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya
diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi
karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks
pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks
retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu
dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga
seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan
ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik. 4,9 2.2.4.2.1
Tanda2.2.4.2.2 Keadaan Umum Secara umum, pasien apendisitis akut
memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut.
Takikardia karena demam dan nyeri sering ditemukan. Demam pada
apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat
dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya
perforasi. 4,92.2.4.2.3. Keadaan Lokal Pada apendisitis,
tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada
peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung.
Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney.
Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat
terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang
terjadi secara lokal. Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh
beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada
perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada kontra McBurney.
Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila
dilakukan pelepasan pada kontra McBurney. 4,9Pada apendisitis
retroperitoneal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul
akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan
Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien
melakukan fleksi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara
praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian
paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan
langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri.
Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi
sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan
muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat
tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai
timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas
berat.2.2.5 Diagnosis Apendisitis AkutDiagnosis apendisitis
bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai
gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda
yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut
beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti
mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda
vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis.
Takikardia karena demam sedang merupakan tanda-tanda yang sering
ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana
adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan
abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Pada inspeksi, dapat
ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian
dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan
dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi
dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik
McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator
juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang
terjadi secara retroperitoneal. 4,9,10 Pemeriksaan penunjang kurang
bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis
umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan
darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya
tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan
keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan
laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis
apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai
lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat
ditegakkan.6 Komponen Alvarado Score dapat dilihat pada tabel
2.Tabel 2. Alvarado scoreYANG DINILAISKOR
GejalaNyri Beralih1
Anoreksia1
Mual/muntah1
TandaNyeri Perut Kanan Bawah2
Nyeri Lepas1
Kenaikkan Temperatur1
LaboratoriumLeukositosis2
Neutrofil bergeser1
SKOR TOTAL10
Keterangan:Skor 1-4: Tidak mengalami apendisitis akut (30%)Skor
5-6: Observasi, kemungkinan diagnosis apendisitis akut (66%)Skor
7-10: Mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah
(93%)Skor Kalesaran dibuat pada akhir tahun 1996, 10 tahun setelah
skor Alvarado dipublikasikan. Penelitian skor ini dilakukan dengan
memanfaatkan seluruh parameter klinis yang bisa meramalkan
apendisitis akut. Dicari suatu kombinasi yang bisa memprediksi
suatu dugaan apendisitis akut dalam tiga kategori: 1) kelompok yang
memerlukan operasi segera; 2) kelompok yang meragukan dan dilakukan
pengamatan; dan 3) kelompok yang pasti bukan apendisitis akut.
Selain itu dicari suatu perbedaan kombinasi parameter klinik untuk
diagnosis apendisitis akut antara laki-laki dan wanita.Walaupun
pada akhirnya kombinasi yang berbeda ini ternyata tidak
berpengaruh. Pada wanita ditanyakan pula: kapan hari pertama haid,
riwayat dismenore, riwayat keputihan, dan adakah fluksus per vagina
yang menyertai keluhan nyeri perut kanan bawah.11Tabel 3. Skor
KalesaranPemeriksaanNilai (+)Nilai (-)
1Demam9-7
2Anoreksia26-20
3Nyeri perut saat batuk27-91
4Peningkatan suhu19-18
5Rebound tenderness18-13
6Tanda Rovsing16-9
7Tanda Psoas20-6
8Leukositosis19-24
9Neutrofilia20-26
Keterangan:Skor kurang dari -7: Bukan apendisitis akutSkor
antara -7 sampai 10: Tindakan pengamatanSkor lebih dari 10:
Diagnosis apendisitis akut
Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis
secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang
disarankan. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan,
disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis
apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan
mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat
dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG
masih bersifat operator-dependent.102.2.6 Diagnosa
bandingBerdasarkan lokasi nyeri maka dapat ditentukan beberapa
diagnosis banding penyebab abdomen akut. Diagnosa banding yang
dapat dipakai untuk anak usia pra sekolah diantaranya obstruksi,
divertikulitis Meckel, dan gastroenteritis akut. Untuk anak usia
sekolah, appendisitis dapat didiagnosa banding dengan
gastroenteritis yang sering diikuti dengan nyeri perut dan diare
tanpa demam atau leukositosis. Pada dewasa penting untuk
mempertimbangakan kolitis dan diverticulitis sebagai diagnosa
banding. Rasa sakit dan nyeri pielonefritis biasanya terletak di
bagian flank dan disertai dengan demam tinggi dan jumlah sel darah
putih serta piuria. Kolitis sering disertai dengan diare, dan
lokasi nyeri biasanya menajalar di lintasan usus besar. Dalam
kolitis Crohn, diare jarang terjadi, tetapi sering ada pola gejala
berulang. Timbulnya diverticulitis sisi kanan biasanya berbahaya,
dan memburuk selama beberapa hari, dan melibatkan area yang lebih
besar dari perut kanan bawah daripada usus buntu.52.2.7.
TatalaksanaSetelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata
laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana
mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi
pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi. 2.2.7.1.
Medikamentosa Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian
medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan
resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali
datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri sehingga
analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis,
dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya.
Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 /
generasi 3. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi
terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan
pembentukan abses intraabdominal.9,10Pilihan antibiotik lainnya
adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem,
aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik
juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis
dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.12
2.2.7.2. Apendektomi Sampai saat ini, penentuan waktu untuk
dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah
diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat.
Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya
menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah
nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi
dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan
bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan
risiko 5% terjadinya perforasi. Teknik yang digunakan dapat berupa,
(1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka
dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak
lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah
pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa
yang membesar. Setelah dilakukan insisi, pemebedahan dilakukan
dengan identiifkasi sekum untuk menemukan apendisitis pada posisi
pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks
kemudian dilakukan ligasi dan transeksi (gambar 6).
Gambar 6. A, Kiri, lokasi yang mungkin untuk apendektomi
terbuka. Kanan, pembelahan mesoapendiks. B, Ligasi dasar dan
pembelahan apendiks. C, Penempatan kerutan jahitan benang
absorbable atau jahitan Z. D, Inversi puntung apendiks.3
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat
ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini
memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi
post-operasi (gambar 5). Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan
apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi
dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini
penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan
dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada
operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat
minimal.5,9,10
Gambar 7. .A, Atas kiri, lokasi titik untuk laparoskopi
apendektomi. Kanan, Pembelahan mesoapendiks menggunakan scalpel
harmoni. B, Penempatan dari benang absorbable Endoloops melingkari
dasar apendiks. C, Pembelahan apendiks diantara Endoloops. D,
Penempatan apendiks dalam tas spesimen sebelum pengeluaran apendiks
melalui lukadi umbilikus.5Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi
adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi
luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi
rongga peritoneum.102.2.8. KomplikasiKomplikasi yang paling
berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakukan penanganan
segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya
diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu.
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada
apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan
akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan
peritonitis purulenta yang ditandai nyeri seluruh perut, demam
tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bising usus dapat menurun
atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus
yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum
dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang
dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif
untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah
dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga
pembilasan dilakukan lebih mudah.1
BAB IIILAPORAN KASUSIDENTITAS PENDERITANama Penderita: M HJenis
kelamin: Laki-lakiUmur: 33 tahunAgama: Kristen ProtestanAlamat:
Teling atas ling IXMRS: 24 Maret 2014/11.00 WITAANAMNESAKeluhan
utama : Nyeri perut kanan bawahRiwayat Penyakit Sekarang:Nyeri
perut kanan bawah dirasakan penderita sejak 6 jam SMRS. Awalnya
penderita merasa nyeri di sekitar pusat kemudian berpindah dan
menetap di perut kanan bawah. Nyeri juga dirasakan bila penderita
berjalan atau batuk. Terdapat riwayat demam, mual dan muntah
sebanyak 4 kali berisi makanan dan cairan. Buang air kecil tidak
ada keluhan. Buang air besar lancar..Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat dengan keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung,
alergi, perawatan dan operasi sebelumnya disangkal.Riwayat Penyakit
Keluarga: Hanya penderita yang sakit seperti iniRiwayat Sosial:
Penderita sudah menikah. Riwayat kebiasaan : Penderita memiliki
kebiasaan makan makanan tinggi lemak, pedas, dan asamPEMERIKSAAN
FISIKStatus Generalisata :Kesadaran: Kompos mentisTanda vital:
Tekanan darah : 120/80 Nadi: 96 x/menit Respirasi: 24 x/menit Suhu
rectal: 37.90 CKepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-,
Pupil bulat isokor diameter 3mm, Refleks cahaya +/+ normal.Leher :
Inspeksi: trakea letak tengah Palpasi: pembesaran getah bening
tidak adaThoraks : Inspeksi: Pergerakan pernapasan simetris
kiri=kanan Auskultasi: Cor : Bunyi jantung I-II Normal, Bising
tidak ada Pulmo: Sp. Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/- Palpasi:
Stem fremitus kiri = kanan Perkusi: Sonor kiri = kananAbdomen :
Inspeksi: Datar, DC (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi:
DM (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+), Rovsing sign (+),
Blumberg sign (+), Psoas sign (-), Obturator sign (-) Perkusi:
TimpaniEkstremitas superior at inferior : akral hangat, edema (-),
CRT < 2 detikRectal Toucher : TSA cekat, Ampula kosong, Mukosa
licin, Nyeri tekan (-). Prostat tidak membesar / kesan
normal.Sarung tangan : Feses (-), Lendir (-), Darah (-)Alvarado
Score : Migration of pain: 1 Anoreksia: 1 Nausea: 1 Nyeri perut
kanan bawah: 2 Nyeri lepas: 1 Kenaikan temperatur: 1 Leukositosis:
2 Neutrofil bergeser ke kiri: 0Total: 9Kalesaran Score Demam: 9
Anoreksia: 26 Nyeri perut saat batuk: 27 Peningkatan suhu: 19
Rebound tendernes: 18 Tanda Rovsing: 16 Tanda Psoas: - 6
Leukositosis: 19 Netrofilia: - 26Total: 102 PEMERIKSAAN
LABORATORIUM Hb: 16,6 g/dL Eritrosit: 5,58 Leukosit: 16.25
Trombosit: 255DIAGNOSIS KERJA Appendisitis AkutTERAPI Pro
appendectomy cito IVFD RL 28 gtt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidine
2x1 amp
LAPORAN OPERASI :a. Diagnosa pra-operatif : Apendisitis akutb.
Diagnosa post-operatif : Apendisitis akut perforasic. Tanggal
operasi : 25/03/2014d. Jam operasi : 23.10 WITAe. Jam selesai
operasi : 00.10 WITAf. Laporan operasi : Penderita tidur terlentang
dengan spinal anastesi A dan antisepsis lapangan opaerasi Insisi
oblique di titik McBurney sepanjang 4 cm, diperdalam lapis demi
lapis secara grid iron hingga peritoneum. Peritoneum dibuka keluar
tampak cairan serous 20 cc tampak omentum taksis ke kanan bawah.
Identifikasi sekum, tampak appendiks letak antesekal, panjang 6 cm
hiperemis, diameter cm, perforasi (+) di 1/3 proksimal. Dilakukan
appendektomi secara antegrad, kemudian pungtum dijahit secara
double ligasi. Kontrol perdarahan. Luka ditutup lapis demi lapis.
Operasi selesai. Appendiks dibelah tampak fecalith (+) kemudian
dikirim ke PAh. Instruksi post-operasi : IVFD RL:D5, 28 gtt/m
Ceftriaxone 2x1 g IV Ranitidine 2x1 amp IV Ketorolac 3x1 amp IV
Menyuntik obat Rawat Luka Puasa hingga instruksi selanjutnya Cek
darah lengkap postoperasiFOLLOW UP HARIAN Tanggal 26 Maret 2014S :
Nyeri luka operasiO : Abdomen : Inspeksi : Datar Luka terawat
Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) daerah luka Perkusi :
TimpaniA : Post appedektomi Hari 1P : - IVFD RL : D 5 % 35 40
gtt/mnt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp IV Ketorolac 3 x
1 amp IV Ondansentron 2 x 1 amp IVTanggal 27 Maret 2014S : Perut
kembungO : Abdomen : Inspeksi : Agak cembung Luka terawat
Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA :
Post appendektomi Hari 2P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt
Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp IV Ketorolac 3 x 1 amp
IV Cek Na, K, Cl, Ur, Cr Tanggal 28 Maret 2014S : Perut Kembung,
NyeriO : Abdomen : Inspeksi : Agak Cembung Luka terawat Auskultasi
: BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA : Post
appedektomi Hari 3P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt Ceftriaxon 2
x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 gr IV Ketorolac gr IV jika nyeri Diet
lunak Balance cairan Rawat lukaTanggal 29 Maret 2014S : Nyeri (+)O
: Abdomen : Inspeksi : Agak Cembung Luka terawat (+), pus (-)
Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA :
Post appedektomi Hari 4P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp Diet lunak Rawat
luka
BAB IVPEMBAHASANPada laporan kasus ini, diagnosis ditegakkan
berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan laki-laki umur 33 tahun datang
dengan keluhan Nyeri perut kanan bawah dirasakan penderita sejak 6
jam SMRS. Awalnya penderita merasa nyeri di daerah ulu hati dan
hilang timbul. Nyeri kemudian dirasakan berpindah dan menetap ke
perut kanan bawah. Terdapat riwayat demam, mual dan muntah sebanyak
4 kali berisi makanan dan cairan. Buang air kecil tidak ada
keluhan. Pasien belum buang air besar sejak nyeri dirasakan.
Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien
mengalami abdomen akut. Untuk menegakkan penyebab dari abdomen akut
maka terlebih dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan
pasien. Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa
diagnosis banding seperti apendisitis, Crohns disease, Meckels
diverticulitis, kolik renal, infeksi saluran kemih, salfingitis.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat
mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang
timbul dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan
terus menerus. Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical ke
perut kanan bawah ini sangat khas pada kasus apendisits. Nyeri
perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri
viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat
terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen
maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa
nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum
hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical.
Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri
somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke
peritoneum parietal.4,13Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan
anoreksia, mual, muntah, dan demam yang umumnya ditemukan pada
pasien dengan apendisitis akut. Mual yang dialami penderita
disebabkan oleh impuls iritatif yang datang dari traktus
gastrointestinal. Sinyal sensoris yang mencetuskan muntah
ditransmisikan, baik oleh serabut saraf aferen vagal maupun oleh
saraf simpatis ke berbagai nucleus yang tersebar di batang otak
yang semuanya bersama-sama disebut pusat muntah. Dari sini,
impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya
ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur saraf kranialis X ke
traktus gastrointestinal bagian atas, melaui saraf vagus dan
simpatis ke traktus yang lebih bawah. Pada apendisitis,
perangsangan simpatis sangat kuat, sehingga timbul penghambatan
peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah
timbul dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan
mengurangi sekresi sel-sel kelenjar pencernaan sehingga nafsu makan
menghilang.15Diagnosis banding berupa kelainan pada sistem saluran
kemih dan sistem saluran gastrointestinal lainnya dapat
disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK dan BAB pasien
normal. Dari hasil pemeriksaan fisik umum ditemukan keadaan umum
penderita tampak kesakitan, tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 96 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan suhu aksila 37.90C. Dari
hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di
titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan
bahwa pasien mengalami apendisitis akut. Selain itu juga ditemukan
adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah apabila dilakukan
penekanan pada sisi kontralateral (Rovsing Sign). Tanda ini
diakibatkan oleh tekanan tersebut merangsang peristaltik usus dan
juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan
peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa
nyeri. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign dan Obturator Sign
didapatkan hasil negatif, namun hasil negatif pada pemeriksaan ini
tidak menyingkirkan kemungkinan pasien memiliki apendisitis akut.
Hal ini sesuai kepustakaan yang menyatakan bahwa elevasi suhu
jarang lebih dari 1C ( 1.8F ) dan denyut nadi normal atau sedikit
meningkat.4 Pada penderita apendisitis akut umumnya ditemukan
jumlah leukosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila sudah terjadi
perforasi atau peritonitis jumlah leukosit antara
20.000-30.000/mm.8,15Untuk membantu menegakkan diagnosis
apendisitis akut pada pasien dengan nyeri perut kanan bawah dapat
digunakan Alvarado score dan skor Kalesaran. Pada pemeriksaan skor
Alvarado didapatkan jumlah skor sebesar 9, maka penderita ini
didiagnosis apendisitis akut.10 Pada pemeriksaan dengan menggunakan
skor Kalesaran didapatkan skor total berjumlah 102, sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami appendisitis akut karena total skor
melebihi 10.11Penderita disikapi dengan pro appendektomy cito.
Diberikan cairan IVFD RL 28 gtt/m dan antibiotik ceftriaxon 2x1 gr
IV. Pemberian cairan IVFD RL dimaksudkan untuk perbaikan keadaan
umum sedangkan pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan
positif serta kuman anaerob.1Dari hasil appendektomi tampak
appendiks letak antesekal, panjang 6 cm, hiperemis, diameter cm,
perforasi di 1/3 proksimal. Hal ini menerangkan bahwa pasien sudah
mengalami appendisitis stadium perforasi.
Daftar Pustaka1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-642. Mansjoer A,
Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Apendisitis. Kapita selekta.
Media aesculapius. Fakultas Kedokteran UI. Edisi ketiga jilid
kedua. 20093. Sander MA. Apendisitis akut: Bagaimana seharusnya
dokter umum dan perawat dapat mengenali tanda dan gejala lebih dini
penyakit ini. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Vol.2, No.1. Januari
2011.4. Marisa, Junaedi HI, Setiawan MR. Batas angka lekosit antara
appendisitis akut dan appendisitis perforasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo Semarang selama Januari 2009-Juli 2011. Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah. Vol.1, No.1. 2012.5. Maa J, Kirkwood KS.
The Appendix in Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition.
Saunders Elsevier, 2008.6. Brunicardi FC. The Appendix in
Schwartz;s Principles of Surgery. Eighth Edition. The McGraw-Hill
Companies, 2007.7. Standring S. Vermiform Appendix in Grays Anatomy
The Anatomical Basis of Clinical Practice. Fortieth Edition.
Elsevier Limited, 2008.8. Zinner M, Ashley SW. Appendix and
Appendectomy in Maingots Abdominal Operation. 11th Edition. The
McGraw-Hill Companies, 2007.9. Humes DJ, Simpson J. Clinical
Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34. 10. Tjandra JJ,
Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27. 11. Kalesaran L.T.B. Sistem
skor pada diagnosis apendisitis akut. Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang, 1996.12. Morris PJ,
Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook.13.
Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bailey & Loves Short
Practice of Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p.
1204-18 14. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition.
Victoria: Blackwell Science. 2002. p. 28 15. Humes DJ, Simpson J.
Clinical Presentation of Acute Appendicitis: Clinical
Signs-Laboratory Findings-Clinical Scores, Alvarado Score and
Derivate Scores. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2011.
1