Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks verniformis. Appendiks disebut juga umbai cacing.. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. Appendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, namun lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun. 1,2 Appendisitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen, dan merupakan salah satu kasus kegawatdarurtan di bidang bedah abdomen yang paling sering dijumpai dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah. Keluhan awal penyakit ini hampir menyerupai keluhan gastritis yaitu nyeri di ulu hati yang kemudian berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Paling banyak menyerang usia anak-anak akhir sampai awal 20- an. 1% dari semua kasus bedah sangat jarang pada infant, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3:2 dan menjadi 1:1 sesudah usia 25 tahun. 3 1
42

appendisitis

Sep 12, 2015

Download

Documents

Sardy Sabdi

perforasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUANAppendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks verniformis. Appendiks disebut juga umbai cacing.. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. Appendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, namun lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun.1,2Appendisitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen, dan merupakan salah satu kasus kegawatdarurtan di bidang bedah abdomen yang paling sering dijumpai dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah. Keluhan awal penyakit ini hampir menyerupai keluhan gastritis yaitu nyeri di ulu hati yang kemudian berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Paling banyak menyerang usia anak-anak akhir sampai awal 20-an. 1% dari semua kasus bedah sangat jarang pada infant, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3:2 dan menjadi 1:1 sesudah usia 25 tahun.3Insidensi apendisitis cukup tinggi di Indonesia. Penyakit apendiks merupakan pola penyakit pada pasien rawat inap di rumah sakit yang menempati urutan keempat tertinggi di Indonesia pada tahun 2006 dan menempati urutan kesembilan pada tahun 2009. Keterlambatan penanganannya berisiko terjadinya apendisitis perforasi sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Angka mortalitas bervariasi, pada apendisitis akut kurang dari 0,1%, sedangkan pada apendisitis perforasi mencapai sekitar 5%.4

Diagnosis ditegakkan dengan mengenal tanda dan gejala dari penyakit ini sejak dini untuk menghindari perburukan dari appendisitis akut menjadi appendisitis perforasi yang menimbulkan peritonitis.3Laporan ini bertujuan mempresentasikan, pemeriksaan dan penegakkan diagnosis appendisitis akut sehingga dapat dilakukan penanganan yang cepat dan tepat, serta mencegah komplikasi yang lebih buruk. Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus appensitis akut di Rumah Sakit Robert Wolter Monginsidi, sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Madya pada bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Appendiks Verniformis2.1.1. Embriologi dan Anatomi Appendiks VermiformisAppendiks, ileum, dan colon ascenden pertama kali muncul pada minggu ke delapan dari perkembangan embriologi sebagai tonjolan dari bagian terminal sekum dan secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih medial dan menetap di kuadran kanan bawah.3 Selama perkembangan baik antenatal dan postnatal, tingkat pertumbuhan sekum melebihi appendiks, bergeser ke medial menuju katup ileocecal. Hubungan basis apendiks ke sekum tetap konstan, namun ujung dari appendiks dapat ditemukan di retrocecal, pelvis, subcecal, preileal, atau posisi perikolik kanan (Gambar 1). Anatomi tersebut memiliki kepentingan klinis yang signifikan dalam konteks apendisitis akut. Tiga taenia coli berkumpul di persimpangan sekum dengan appendiks dan dapat menjadi landmark yang berguna untuk mengidentifikasi appendiks. Ukuran dari appendiks dapat bervariasi mulai dari 1 cm sampai lebih dari 30 cm, dengan rata-rata panjang 6 sampai 9 cm.5

Gambar 1. Variasi anatomi appendiks. (Redrawn from Wakeley CP. The position on the vermiform appendiks as ascertained by analysis of 10,000 cases. J Anat 1933;67:277.) After Waldron.Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan di daerah periumbilikal. Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral. Pasokan arteri appendiks berasal dari cabang apendikular dari arteri ileokolika, yang berasal posterior mulai dari ileum terminal dan masuk mesoappendiks dekat pangkal apendiks (Gambar 2). Drainase limfatik mengalir ke kelenjar getah bening di sepanjang arteri ileokolika.12.1.2. Fisiologi Apendiks VermiformisAppendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis. Jaringan limfoid yang mula-mula tampak pada usia 2 minggu akan meningkat jumlahnya secara bertahap hingga mencapai puncaknya antara usia 12-20 tahun (200 buah) dimana kejadian appendisitis juga mengalami puncaknya pada kisaran usia ini. Setelah usia 30 tahun jaringan limfoid akan berkurang hingga setengahnya dan akan terus berkurang hingga menghilang setelah usia 60 tahun. Apendiks juga mensekresi imunoglobulin (IgA) yang diproduksi oleh GALT (gut assosiated limphoid tissues), yang sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.1,32.2. Apendisitis Akut2.2.1. Epidemiologi Apendisitis AkutInsidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Apendisitis paling sering terlihat pada usia keempat dekade kehidupan. Laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan dengan wanita (L:P 1,2-1,3:1). Addiss dan associates memperkirakan kejadian apendisitis akut pada populasi Amerika Serikat menjadi 11 kasus per 10.000 penduduk per tahun. Dalam seumur hidup, 8,6 % laki-laki dan 6,7 % perempuan dapat mengalami appendisitis akut. Usia muda merupakan faktor risiko, karena hampir 70 % dari pasien dengan apendisitis akut kurang dari 30 tahun. Insiden tertinggi apendisitis pada laki-laki berada di kelompok usia 10 - 14 tahun ( 27,6 kasus per 10.000 penduduk ), sedangkan kejadian perempuan tertinggi dalam kelompok usia 15 - 19 tahun (20,5 kasus per 10.000 penduduk). Pasien pada usia ekstrem lebih mungkin untuk mengembangkan apendisitis perforasi. Secara keseluruhan, perforasi hadir dalam 19,2 % kasus apendisitis akut. Jumlah ini secara signifikan lebih tinggi, namun, pada pasien di bawah 5 dan di atas 65 tahun. Meskipun kurang umum pada orang berusia di atas 65 tahun, apendisitis akut pada orang tua berkembang menjadi perforasi lebih dari 50 % kali. Di Indonesia, penyakit apendiks merupakan pola penyakit pada pasien rawat inap di rumah sakit yang menempati urutan keempat tertinggi di Indonesia pada tahun 2006 dan menempati urutan kesembilan pada tahun 2009. Angka mortalitas bervariasi, pada apendisitis akut kurang dari 0,1%, sedangkan pada apendisitis perforasi mencapai sekitar 5%.1,4,82.2.2. Etiologi Apendisitis AkutApendisitis akut merupakan infeksi dari bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus yang menyebabkan hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.1Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.12.2.3. Patogenesis Apendisitis AkutApendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.4Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak, sekali appendiks mengalami obstruksi, bakteri akan terperangkap dan lumen appendiks ikut bermultiplikasi. Sehingga appendiks meregang dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, dan menghambat drainase vena. Hal ini mengakibatkan terjadinya kongesti appendiks dan iskemik. Kombinasi dari infeksi iskemik dan infeksi bakteri menghasilkan inflamasi yang kemudian berlanjut menjadi nekrosis dan ganggren. Jika tidak diatasi, akan menjadi perforasi appendik yang biasanya proses perjalanan ini memakan waktu lebih dari 72 jam. Pada geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.2,8,92.2.4. Manifestasi Klinik2.2.4.1.Gejala 2.2.4.1.1. Nyeri Perut Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.4,9 Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum parietal.4,13

Gambar 4. Perjalaran nyeri pada apendisitis akutSesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.2,8

2.2.4.1.2. Mual dan MuntahGejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis. 4,92.2.4.1.3. Gejala Gastrointestinal Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik. 4,9 2.2.4.2.1 Tanda2.2.4.2.2 Keadaan Umum Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut. Takikardia karena demam dan nyeri sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 4,92.2.4.2.3. Keadaan Lokal Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal. Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada kontra McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada kontra McBurney. 4,9Pada apendisitis retroperitoneal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan fleksi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.2.2.5 Diagnosis Apendisitis AkutDiagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia karena demam sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retroperitoneal. 4,9,10 Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.6 Komponen Alvarado Score dapat dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Alvarado scoreYANG DINILAISKOR

GejalaNyri Beralih1

Anoreksia1

Mual/muntah1

TandaNyeri Perut Kanan Bawah2

Nyeri Lepas1

Kenaikkan Temperatur1

LaboratoriumLeukositosis2

Neutrofil bergeser1

SKOR TOTAL10

Keterangan:Skor 1-4: Tidak mengalami apendisitis akut (30%)Skor 5-6: Observasi, kemungkinan diagnosis apendisitis akut (66%)Skor 7-10: Mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah (93%)Skor Kalesaran dibuat pada akhir tahun 1996, 10 tahun setelah skor Alvarado dipublikasikan. Penelitian skor ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh parameter klinis yang bisa meramalkan apendisitis akut. Dicari suatu kombinasi yang bisa memprediksi suatu dugaan apendisitis akut dalam tiga kategori: 1) kelompok yang memerlukan operasi segera; 2) kelompok yang meragukan dan dilakukan pengamatan; dan 3) kelompok yang pasti bukan apendisitis akut. Selain itu dicari suatu perbedaan kombinasi parameter klinik untuk diagnosis apendisitis akut antara laki-laki dan wanita.Walaupun pada akhirnya kombinasi yang berbeda ini ternyata tidak berpengaruh. Pada wanita ditanyakan pula: kapan hari pertama haid, riwayat dismenore, riwayat keputihan, dan adakah fluksus per vagina yang menyertai keluhan nyeri perut kanan bawah.11Tabel 3. Skor KalesaranPemeriksaanNilai (+)Nilai (-)

1Demam9-7

2Anoreksia26-20

3Nyeri perut saat batuk27-91

4Peningkatan suhu19-18

5Rebound tenderness18-13

6Tanda Rovsing16-9

7Tanda Psoas20-6

8Leukositosis19-24

9Neutrofilia20-26

Keterangan:Skor kurang dari -7: Bukan apendisitis akutSkor antara -7 sampai 10: Tindakan pengamatanSkor lebih dari 10: Diagnosis apendisitis akut

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent.102.2.6 Diagnosa bandingBerdasarkan lokasi nyeri maka dapat ditentukan beberapa diagnosis banding penyebab abdomen akut. Diagnosa banding yang dapat dipakai untuk anak usia pra sekolah diantaranya obstruksi, divertikulitis Meckel, dan gastroenteritis akut. Untuk anak usia sekolah, appendisitis dapat didiagnosa banding dengan gastroenteritis yang sering diikuti dengan nyeri perut dan diare tanpa demam atau leukositosis. Pada dewasa penting untuk mempertimbangakan kolitis dan diverticulitis sebagai diagnosa banding. Rasa sakit dan nyeri pielonefritis biasanya terletak di bagian flank dan disertai dengan demam tinggi dan jumlah sel darah putih serta piuria. Kolitis sering disertai dengan diare, dan lokasi nyeri biasanya menajalar di lintasan usus besar. Dalam kolitis Crohn, diare jarang terjadi, tetapi sering ada pola gejala berulang. Timbulnya diverticulitis sisi kanan biasanya berbahaya, dan memburuk selama beberapa hari, dan melibatkan area yang lebih besar dari perut kanan bawah daripada usus buntu.52.2.7. TatalaksanaSetelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi. 2.2.7.1. Medikamentosa Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.9,10Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.12 2.2.7.2. Apendektomi Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi. Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insisi, pemebedahan dilakukan dengan identiifkasi sekum untuk menemukan apendisitis pada posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi (gambar 6).

Gambar 6. A, Kiri, lokasi yang mungkin untuk apendektomi terbuka. Kanan, pembelahan mesoapendiks. B, Ligasi dasar dan pembelahan apendiks. C, Penempatan kerutan jahitan benang absorbable atau jahitan Z. D, Inversi puntung apendiks.3

Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi (gambar 5). Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.5,9,10

Gambar 7. .A, Atas kiri, lokasi titik untuk laparoskopi apendektomi. Kanan, Pembelahan mesoapendiks menggunakan scalpel harmoni. B, Penempatan dari benang absorbable Endoloops melingkari dasar apendiks. C, Pembelahan apendiks diantara Endoloops. D, Penempatan apendiks dalam tas spesimen sebelum pengeluaran apendiks melalui lukadi umbilikus.5Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum.102.2.8. KomplikasiKomplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakukan penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu. Peritonitis merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri seluruh perut, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bising usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah.1

BAB IIILAPORAN KASUSIDENTITAS PENDERITANama Penderita: M HJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 33 tahunAgama: Kristen ProtestanAlamat: Teling atas ling IXMRS: 24 Maret 2014/11.00 WITAANAMNESAKeluhan utama : Nyeri perut kanan bawahRiwayat Penyakit Sekarang:Nyeri perut kanan bawah dirasakan penderita sejak 6 jam SMRS. Awalnya penderita merasa nyeri di sekitar pusat kemudian berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Nyeri juga dirasakan bila penderita berjalan atau batuk. Terdapat riwayat demam, mual dan muntah sebanyak 4 kali berisi makanan dan cairan. Buang air kecil tidak ada keluhan. Buang air besar lancar..Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat dengan keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi, perawatan dan operasi sebelumnya disangkal.Riwayat Penyakit Keluarga: Hanya penderita yang sakit seperti iniRiwayat Sosial: Penderita sudah menikah. Riwayat kebiasaan : Penderita memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak, pedas, dan asamPEMERIKSAAN FISIKStatus Generalisata :Kesadaran: Kompos mentisTanda vital: Tekanan darah : 120/80 Nadi: 96 x/menit Respirasi: 24 x/menit Suhu rectal: 37.90 CKepala : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, Pupil bulat isokor diameter 3mm, Refleks cahaya +/+ normal.Leher : Inspeksi: trakea letak tengah Palpasi: pembesaran getah bening tidak adaThoraks : Inspeksi: Pergerakan pernapasan simetris kiri=kanan Auskultasi: Cor : Bunyi jantung I-II Normal, Bising tidak ada Pulmo: Sp. Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/- Palpasi: Stem fremitus kiri = kanan Perkusi: Sonor kiri = kananAbdomen : Inspeksi: Datar, DC (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi: DM (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (-), Obturator sign (-) Perkusi: TimpaniEkstremitas superior at inferior : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detikRectal Toucher : TSA cekat, Ampula kosong, Mukosa licin, Nyeri tekan (-). Prostat tidak membesar / kesan normal.Sarung tangan : Feses (-), Lendir (-), Darah (-)Alvarado Score : Migration of pain: 1 Anoreksia: 1 Nausea: 1 Nyeri perut kanan bawah: 2 Nyeri lepas: 1 Kenaikan temperatur: 1 Leukositosis: 2 Neutrofil bergeser ke kiri: 0Total: 9Kalesaran Score Demam: 9 Anoreksia: 26 Nyeri perut saat batuk: 27 Peningkatan suhu: 19 Rebound tendernes: 18 Tanda Rovsing: 16 Tanda Psoas: - 6 Leukositosis: 19 Netrofilia: - 26Total: 102 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb: 16,6 g/dL Eritrosit: 5,58 Leukosit: 16.25 Trombosit: 255DIAGNOSIS KERJA Appendisitis AkutTERAPI Pro appendectomy cito IVFD RL 28 gtt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidine 2x1 amp

LAPORAN OPERASI :a. Diagnosa pra-operatif : Apendisitis akutb. Diagnosa post-operatif : Apendisitis akut perforasic. Tanggal operasi : 25/03/2014d. Jam operasi : 23.10 WITAe. Jam selesai operasi : 00.10 WITAf. Laporan operasi : Penderita tidur terlentang dengan spinal anastesi A dan antisepsis lapangan opaerasi Insisi oblique di titik McBurney sepanjang 4 cm, diperdalam lapis demi lapis secara grid iron hingga peritoneum. Peritoneum dibuka keluar tampak cairan serous 20 cc tampak omentum taksis ke kanan bawah. Identifikasi sekum, tampak appendiks letak antesekal, panjang 6 cm hiperemis, diameter cm, perforasi (+) di 1/3 proksimal. Dilakukan appendektomi secara antegrad, kemudian pungtum dijahit secara double ligasi. Kontrol perdarahan. Luka ditutup lapis demi lapis. Operasi selesai. Appendiks dibelah tampak fecalith (+) kemudian dikirim ke PAh. Instruksi post-operasi : IVFD RL:D5, 28 gtt/m Ceftriaxone 2x1 g IV Ranitidine 2x1 amp IV Ketorolac 3x1 amp IV Menyuntik obat Rawat Luka Puasa hingga instruksi selanjutnya Cek darah lengkap postoperasiFOLLOW UP HARIAN Tanggal 26 Maret 2014S : Nyeri luka operasiO : Abdomen : Inspeksi : Datar Luka terawat Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) daerah luka Perkusi : TimpaniA : Post appedektomi Hari 1P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp IV Ketorolac 3 x 1 amp IV Ondansentron 2 x 1 amp IVTanggal 27 Maret 2014S : Perut kembungO : Abdomen : Inspeksi : Agak cembung Luka terawat Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA : Post appendektomi Hari 2P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp IV Ketorolac 3 x 1 amp IV Cek Na, K, Cl, Ur, Cr Tanggal 28 Maret 2014S : Perut Kembung, NyeriO : Abdomen : Inspeksi : Agak Cembung Luka terawat Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA : Post appedektomi Hari 3P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt Ceftriaxon 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 gr IV Ketorolac gr IV jika nyeri Diet lunak Balance cairan Rawat lukaTanggal 29 Maret 2014S : Nyeri (+)O : Abdomen : Inspeksi : Agak Cembung Luka terawat (+), pus (-) Auskultasi : BU (+) Palpasi : Lemas, NT (+) Perkusi : TimpaniA : Post appedektomi Hari 4P : - IVFD RL : D 5 % 35 40 gtt/mnt Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Ranitidin 2 x 1 amp Diet lunak Rawat luka

BAB IVPEMBAHASANPada laporan kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan laki-laki umur 33 tahun datang dengan keluhan Nyeri perut kanan bawah dirasakan penderita sejak 6 jam SMRS. Awalnya penderita merasa nyeri di daerah ulu hati dan hilang timbul. Nyeri kemudian dirasakan berpindah dan menetap ke perut kanan bawah. Terdapat riwayat demam, mual dan muntah sebanyak 4 kali berisi makanan dan cairan. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien belum buang air besar sejak nyeri dirasakan. Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien mengalami abdomen akut. Untuk menegakkan penyebab dari abdomen akut maka terlebih dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien. Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding seperti apendisitis, Crohns disease, Meckels diverticulitis, kolik renal, infeksi saluran kemih, salfingitis. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang timbul dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus. Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di perut kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum parietal.4,13Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, dan demam yang umumnya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Mual yang dialami penderita disebabkan oleh impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal. Sinyal sensoris yang mencetuskan muntah ditransmisikan, baik oleh serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nucleus yang tersebar di batang otak yang semuanya bersama-sama disebut pusat muntah. Dari sini, impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur saraf kranialis X ke traktus gastrointestinal bagian atas, melaui saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah. Pada apendisitis, perangsangan simpatis sangat kuat, sehingga timbul penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan mengurangi sekresi sel-sel kelenjar pencernaan sehingga nafsu makan menghilang.15Diagnosis banding berupa kelainan pada sistem saluran kemih dan sistem saluran gastrointestinal lainnya dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK dan BAB pasien normal. Dari hasil pemeriksaan fisik umum ditemukan keadaan umum penderita tampak kesakitan, tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan suhu aksila 37.90C. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa pasien mengalami apendisitis akut. Selain itu juga ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada sisi kontralateral (Rovsing Sign). Tanda ini diakibatkan oleh tekanan tersebut merangsang peristaltik usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign dan Obturator Sign didapatkan hasil negatif, namun hasil negatif pada pemeriksaan ini tidak menyingkirkan kemungkinan pasien memiliki apendisitis akut. Hal ini sesuai kepustakaan yang menyatakan bahwa elevasi suhu jarang lebih dari 1C ( 1.8F ) dan denyut nadi normal atau sedikit meningkat.4 Pada penderita apendisitis akut umumnya ditemukan jumlah leukosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila sudah terjadi perforasi atau peritonitis jumlah leukosit antara 20.000-30.000/mm.8,15Untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut pada pasien dengan nyeri perut kanan bawah dapat digunakan Alvarado score dan skor Kalesaran. Pada pemeriksaan skor Alvarado didapatkan jumlah skor sebesar 9, maka penderita ini didiagnosis apendisitis akut.10 Pada pemeriksaan dengan menggunakan skor Kalesaran didapatkan skor total berjumlah 102, sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami appendisitis akut karena total skor melebihi 10.11Penderita disikapi dengan pro appendektomy cito. Diberikan cairan IVFD RL 28 gtt/m dan antibiotik ceftriaxon 2x1 gr IV. Pemberian cairan IVFD RL dimaksudkan untuk perbaikan keadaan umum sedangkan pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob.1Dari hasil appendektomi tampak appendiks letak antesekal, panjang 6 cm, hiperemis, diameter cm, perforasi di 1/3 proksimal. Hal ini menerangkan bahwa pasien sudah mengalami appendisitis stadium perforasi.

Daftar Pustaka1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-642. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Apendisitis. Kapita selekta. Media aesculapius. Fakultas Kedokteran UI. Edisi ketiga jilid kedua. 20093. Sander MA. Apendisitis akut: Bagaimana seharusnya dokter umum dan perawat dapat mengenali tanda dan gejala lebih dini penyakit ini. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Vol.2, No.1. Januari 2011.4. Marisa, Junaedi HI, Setiawan MR. Batas angka lekosit antara appendisitis akut dan appendisitis perforasi di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang selama Januari 2009-Juli 2011. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Vol.1, No.1. 2012.5. Maa J, Kirkwood KS. The Appendix in Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition. Saunders Elsevier, 2008.6. Brunicardi FC. The Appendix in Schwartz;s Principles of Surgery. Eighth Edition. The McGraw-Hill Companies, 2007.7. Standring S. Vermiform Appendix in Grays Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice. Fortieth Edition. Elsevier Limited, 2008.8. Zinner M, Ashley SW. Appendix and Appendectomy in Maingots Abdominal Operation. 11th Edition. The McGraw-Hill Companies, 2007.9. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34. 10. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27. 11. Kalesaran L.T.B. Sistem skor pada diagnosis apendisitis akut. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang, 1996.12. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook.13. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p. 1204-18 14. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria: Blackwell Science. 2002. p. 28 15. Humes DJ, Simpson J. Clinical Presentation of Acute Appendicitis: Clinical Signs-Laboratory Findings-Clinical Scores, Alvarado Score and Derivate Scores. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2011.

1