OPERANT CONDITIONING B.F SKINNER (Aplikasi Teori Dalam Praktek Pendidikan) Oleh : Ermis Suryana, S.Ag, M.Pd.I (PenulisadalahDosenTetapPadaFakultasTarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang danSekolahTinggiIlmuTarbiyah al-IttifaqiyahInderalaya.) Email : [email protected]Abstrak :Teaching and learning process can be implemented effective ly, efficientely and optimally if supported by eduquate knowled ge of educational theories that apply in general then the study of theories of education have a significant importance, as an affort to enrich the educational insights, especially for t eachers and practitioners of education in general. It is intended to fi nd the theoritical foundation of varied, appropriate and use ful in the implementation of education. One of the given theory psychology (which applicatio n of psychological the theories in educational practic e), is the learning theories. This theory tremendous contrib ution to educational practice, particulary in the areas of curriculu m and intruction. Kata Kunci : Belajar, Pendidikan A. Pendahuluan Proses pendidikan dapat dilaksanakan di mana saja, pada situasi apapun dan berlangsung seumur hidup. Untuk membedakan pelaksanaan pendidikan tersebut, maka dalam istilah kependidikan dikenalkan bahwa ter
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
OPERANT CONDITIONING B.F SKINNER(Aplikasi Teori Dalam Praktek Pendidikan)
Oleh : Ermis Suryana, S.Ag, M.Pd.I(PenulisadalahDosenTetapPadaFakultasTarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi
para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk
menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap
individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman
seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil
reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi
Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif.
42
Ada dua konsep operant yang relevan yakni melenyapkan (extinction)dan hukuman. Konsep melenyapkan adalah proses dimana suatu operant yang
telah terbentuk tidak mendapatkan penguat lagi. Dengan demikian dapat
menyebabkan intensitas dan frekuensinya menjadi turun. Hukuman adalah
stimulus yang merupakan konsekuensi tingkah laku yang mengurangi
kemungkinan terjadinya prilaku serupa di masa yang akan datang (Dimyati
dan Mudjiono, 1999 : 9). Oleh karena itu maka yang terbaik adalah menyusun
kemungkinan terjadinya reinforcement yang positif dan apabila ingin
memperlemah respons sebaiknya tidak perlu diberikan reinforcement lagi.
Dengan kata lain terjadi proses melenyapkan (extinction).
Dalam proses pembelajaran, untuk memperbesar peranan peserta didik
dalam aktivitas pengajaran, maka reinforcement (penguat) yang diberikan oleh
seorang guru sangat diperlukan, karena penguat yang diberikan tersebut akan
membuat individu terus berupaya meningkatkan prestasinya. Sebagai contoh,
ketika seorang guru melihat siswanya rajin mengunjungi perpustakaan, lalu
guru tersebut memberikan senyuman sebagai tanda memujinya. Senyum guru
itu merupakan reinforcement bagi siswa tersebut yang bermanfaat untuk
menggiatkannya lebih sering lagi mengunjungi perpustakaan.
C. Aplikasi Teori Operant Conditioning Dalam Praktek PendidikanBelajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Belajar adalah mengingat, mengerti, memahami, menerangkan, menganalisa,
mensintesis, mengevaluasi, berpikir, percaya, berpartisipasi, melaksanakan dan
seterusnya. Belajar adalah perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan
pendewasaan atau pematangan oleh satu kondisi dari organisme (subjek). Dan
mengajar tidaklah mentransfer sumber pengetahuan saja tetapi juga mengubah
sikap dan tingkah laku yang nyata. (Anwar, tt : 95, 96,98).
Skinner mengakui bahwa aplikasi teori operant conditioning ini terbatas,
tetapi ia merasa bahwa ada implikasi praktis bagi pendidikan. Ia
mengemukakan bahwa kontrol yang positif (menyenangkan) mengandung
sikap yang menguntungkan terhadap pendidikan dan akan lebih efektif bila
digunakan. Menurut Skinner, belajar memberikan kekuatan untuk terjadinya
respons-respons yang bertingkat dan berkelanjutan,
apabila prosedur
43
penguatan (reinforcement) diatur sedemikian rupa. Oleh karena itu dalamproses belajar perlu ditetapkan tingkah prilaku. Pada saat orang belajar, maka
responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak belajar maka
responsnya akan menurun. Dalam belajar dapat di temukan beberapa hal :
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar,
respons si pembelajar, dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons
tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 9). Penguatan terjadi pada stimulus
yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si
pembelajar yang baik diberi hadiah tetapi sebaliknya, perilaku respons yang
tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Fungsi utama pendidikan adalah mencipatakan kondisi agar tingkah laku
yang baik dapat di terapkan, sedangkan peranan utama dari seorang pendidik
(guru) adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku yang diinginkan dapat
terwujud dan proses belajar berlangsung secara dinamis dan kondusif. Untuk
itu dalam prose pendidikan dibutuhkan guru yang profesional dan memiliki
wawasan yang luas.
Menurut Zakiah Daradjat (1982 : 22-23), guru yang profesional minimal
harus memiliki enam hal yaitu : Pertama, kegairahan dan kesediaan untuk
mengajar. Kedua, dapat membangkitkan minat murid. Ketiga,menumbuhkan
sikap dan bakat yang baik. Keempat, mengatur proses belajar mengajar.
Kelima, berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaannya ke dalam
kehidupan yang nyata. Dan keenam, hubungan manusiawi dalam proses belajar
mengajar.
Pada diri setiap manusia ada keinginan yang mulia yang dibuatnya
sendiri dari lubuk hati yang paling dalam dan telah tertanam sedemikian rupa
yang berasal dari hubungannya dengan obyek-obyek kehidupan sekitarnya,
sementara mengajar berarti memberikan stimulus dan menguatkannya.
Dalam proses pembelajaran guru dapat menyusun program pembelajaran
berdasarkan pandangan Skinner ini. Dalam menerapkan teori Skinner guru
perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu : pemilihan stimulus yang
deskriminatif dan penggunaan penguatan. Sebagai ilistrasi apakah guru akan
meminta respons ranah kognitif atau efektif. Jika yang akan dicapaiadalah
44
sekedar menyebutkan ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta, tentusaja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran yang dapat ditempuh berdasarkan teori
operant comditioning adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan
perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
2. Membuat daftar penguat dan positif. Guru mencari prilaku yang lebih
disukai oleh siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar
sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3. Memilih dan menentukan urutan tingkahh laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
4. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan prilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran,
guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil.
Ketidak berhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya (Gredler, 1991 : 154-156).
Sebagai ilustrasi ketertiban kelas, pada saat berlangsung proses belajar
mengajar, seorang siswa berulang-ulang mengganggu teman di depannya.
Guru yang melihat kelakuan tersebut segera mengamati dan menentukan apa
yang akan di lakukannya, memberikan perhatian atau meengacuhkannya sebab
kedua pilihan ini dapat menjadi dapat menjadi reinforcement bagi yang
bersangkutan.
D. Programing PelajaranDalam konteks pembelajaran menurut Skinner dapat dilihat bahwa
tujuan, metode dan hasil belajar dikontrol secara ketat (Nasution, 1991 : 54).
Untuk itu guru perlu mempunyai kemampuan menganalisaa pelajaran menjadi
unit-unit kecil yang dapat dipelajarri anak dengan kemampuan sendiri. Oleh
karena itu guru juga perlu melakukan programing atau memprogramkan
pelajaran menjadi unit-unit kecil dalam urutan yang membawa siswa
selangkah demi selangkah ke arah tujuan pelajaran (Ibid : 54).
45
Tentang bagaimana membuat urutan materi pelajaran. Hal ini sangatditentukan oleh kemampuan analisis guru terhadap materi, tujuan dan
metode, misalnya :
Sejarah dengan urutan kronologis (progreesif, refresif).
Matematika dengan urutan logis.
Urutan sederhana-kompleks.
Urutan mudah-sulit.
Urutan speesifik-umum, khusus-konsep/generalisasi, dan urutan
keseluruhan bagian-bagian (Ibid : 55,56).
Programing yang telah dibuat menjadi unit-unit dan berurutan dan
diaplikasikan secara bertahap dan konsisten, kemudian dikontrol secara ketat
terhadap respons-respons yang ditimbulkan gina menentukan reinforcement
yang akan diberikan.
Bentuk nyata oprasionalisasi dari teori ini adalah sebagai berikut :
stimulus (SI) akan melahirkan respon (RI), respons ini kemudian diberi
penguatan (reinforcement). Kemudian respons (RI) menjadi stimulus (S2) yang
dapat menimbulkan respons (R2), selanjutnya diberikan penguatan dan begitu
seterusnya. (Nasution, 1991 : 52,53).
Dalam pemberian stimulus menurut teori ini dapat berupa stimulus
positif, yaitu stimulus yang langsung dapat di respons oleh sunjek dan segera
diberikan reinforcement (walker, 1973 : 139), atau dapat juga dengan stimulus
diskriminatif (Sd), yaitu sembarang stimulus yang hadir secara ttiba-tiba bila
mana suatu respons menerima penguatan (Gredler, 1991 : 125).
Berkaitan dengan respons terhadap stimulus ini, Skinner membedakan
adanya ddua macam respons dalam Operant Conditioning, yaitu : Pertama,
Respondent respons : yaitu respons yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu
dan respons tersebut relatif tetap, misalnya makanan menimbulkan air liur,
setiap kali ada makanan yang ddidekatkan pada subyek maka secara spontan
air liurnya akan muncul. Kedua, Operant respons : yaitu respons yang timbul
oleh suatu stimulus dan diberikan penguatan (reinforcement) (Suryabrata,
1986 : 227). Sebagai contoh, seorang siswa yang dapat menyelesaikan dengan
baik soal matematika yang diberikan oleh seorang guru dan kemudian gguru
itu memberrikan penguatan berupa senyuman atau pujian maka siswa tersebut
46
akan terpacu untuk dapat pula menyelesaikan soal-soal yang diberikanselanjutnya. Respons inilah yang menjadi fokus teori Skinner.
Dengan berdasarkan pada urutan-urutan filosofis di atas, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa secara ringkas teori Skinner memiliki tiga
elemen, yaitu Stimulus (S), Respons (R) dan Reinfforcement. Setiap elemen ini
saling terkait satu sama laindan bersifat sircular, dan bukan merupakan
eelemen yang berdiri sendiri yang suatu saat terlepas dari elemen yang lain.
Prinsip utama atau pokok dari teori operant conditioning B.F Skinner ini
adalah pemberian reinforcement (penguatan). Margaret E. Bell Gredler (1991 :
127) mengemukakan reinforcement dalam teori Skinner adalah stimulus yang
mengikuti suatu respons dan memperkuat atau memuaskannya atau setiap
konsekuensi dari tingkah laku yang mempunyai dampak memperkuat atau
memperkokoh tingkah laku.
Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcement concequence) dan
penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran
(reward), karena menurut Skinner penggunaan istilah “ganjaran” menyarankan
adanya bentuk-bentuk kompensasi untuk bertingkah laku dalam cara tertentu,
istilah ini juga mengandung konotasi pengaturan kontrak.
E. Macam-Macam ReinforcementPenguatan (reinforcement) dalam teori Skinner ini dapat dibedakan
dalam beberapa bagian sebagai berikut :
1. Ratio reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelahrespons muncul dalam jumlah tertentu.
2. Interval reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelahrespons pertama, sesudah habisnya jangka waktu tertentu atau tidaklangsung. (Walker, 1973 :133, 134)
3. Penguat primer, yaitu penguat yang meningkatkan keseringanmerespon tanpa perlu latihan untuk itu, contoh : makanan, uang.
4. Penguat skunder, disebut pula penguat berkondisi, yaitu kelompokpenguat yang berpengaruh pada tingkah laku melalui pelatihan(conditioning), contoh : bunyi gorengan, aroma sate.
5. Penguat generalisasi : penguat yang berfungsi dalam berbagai situasidan diasosiasikan dengan penguat primer, seperti : senyuman, pujianperhatian, persetujuan.
6. Penguat alami, penguat yang ada secara alami, seperti : kesempatan,bermain.
47
7. Penguat akalan (kontrive) atau yang diatur, tetapi dilaksanakandengan bijaksana, seperti keluar kelas lebih cepat, waktu bebas,
piagam, (Gredler, 1991 : 128, 129, 146, 147).
F. ReinforcementStimulus yang mengikuti suatu respons dan yang dapat memuasakan
kemungkinan respons dinamakan reinforcer.Reinforcer itu sendiri
sesungghnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu. Stimulus reinforcement atau stimulus penguat
adalah memusatkan perhatian kepada akibat pada orang lain yang sedang
belajar (Soekarto, 1974 : 25).
Berikut ini urutan operasional (operant conditioning) dalam bentuk
bingkai (frame). Modifikasi atau improfisasi dari frame S. Nasution, yaitu :
A
Materi 1 S1
Respon R1
Reinforcement
BR1+Reif(A)+Materi 2
S2
Respon R2
Reinforcement
C
R1+Reif(B)+
Materi 3S3
Respon R3
Reinforcement
Secara berurutan, siswa diberikan materi 1 dan sekaligus sebagaistimulus (1), siswa memberikan respons (R1) berupa pemahaman yang benar
terhadap materi tersebut, kemudian siswa yang bersangkutan memperoleh
reinforcement. Pemberian reinforcement atas rerespons (R1) menambah
semangatnya untuk memahami materi 2, yang berperan sebagai stimulus
(S2) yang dibangun bersama respons (R1), dan seterusnya.
Sebagai contoh, seorang guru menginginkan siswanya dapat
melaksanakan shalat dengan baik dan benar, maka guru memberikan materi
wudhu’ terlebih dahulu sebagai materi 1. Siswa kemudian memberikan
respons dan dapat melakukan wudhu’ dengan benar dan memahami nya lalu
guru tersebut memberikan penguat seperti pujian atau senyuman.
Pemberian penguat inilah yang kemudian menambah semangat siswa untuk
memahami materi 2 yaitu bacaan shalat, begitu seterusnya, setiap respons
48
yang diberikan siswa secara langsung diberikan penguatan oleh gurusehingga semangat siswa untuk melakukan yang lebih baik akan meningkat.
Dari urutan-urutan ini terlihat bahwa pemberian reinforcement
(penguatan) harus konsisten, segera dan positif setelah tingkah laku
(respons) yang diinginkan atau diprogramkan.
Dalam proses belajar mengajar Skinner menganjurkan untuk melakukan
analisis langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam situasi
praktis untuk mengenal tingkah laku yang pantas dan tidak pantas secara
tepat, dengan cara mengadakan pelatihan yang bersifat spesifik, praktek, dan
segera. Latihan ini merupakan latihan yang berhubungan secara spesifik
dengan pekerjaan yang dilakukan secara praktis untuk diaplikasikan dengan
segera dan materi yang diberikan bersifat praktis.
Mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat
proses belajar. Dengan demikian tugas guru harus menjadi arsitek dalam
membentuk tingkah laku siswa melalui penguatan, sehingga dapat
membentik respons yang tepat dikalangan para siswa.
Menurut Nana Sudjana (1991 : 93) ada beberapa prinsip pengajaran yang
dapat digunakan berdasarkan operant conditioning yaitu :
1. Perlu adanya tujuan yang jelas dan tingkah laku apa yang diharapkan.
2. Memberikan tekanan pada iindividu sesuai dengan kesanggupannya.
3. Pentingnya penilaian yang terus menerus untuk menetapkan tingkat
kemampuan siswa.
4. Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil
evaluasi dan kemajuan yang dicapainya.
5. Hendaknya digunakan positif reinforcement secara sistematis bervariasi
dan segera manakala respons siswa itu terjadi.
6. Prinsif belajar tuntas sebaiknya digunakan agar penguasaan belajar para
siswa dapat diperoleh sesuai tingkah laku yang diharapkan.
7. Peranan guru lebih diharapkan sebagai arsitek dan pembentuk tingkah
laku.
49
Prinsip-prinsip ini, dalam pelaksanaannya memerlukan keahlian,kreatifitas, kesabaran, “telaten” dan konsisten, mulai dari perumusan
program, tujuan dan metode yang akan digunakan serta penerapannya, tidak
ada pilihan lain kecuali profesionalisme.
Dalam proses pengajaran operant conditioning menjamin dan memeberi
keyakinan adanya respons terhadap stimulus, sebab jika sesuatu tidak
menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat
membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan. Dalam hal ini guru mempunya
peranan penting didalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan
kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
D. Pemberian Penguatan Dalam PembelajaranSebagaimana telah dibicarakan sebelumnya bahwa yang menjadi fokus
utama teori Operant Conditioning dalam belajar oleh B.F Skinner ini adalah
pemberian reinforcement (penguatan) terhadap organisme (subjek) sesaat
setelah memberikan respons tehadap stimulus. Pemberian reinforcement ini
diprogramkan sedemikian rupa supaya terjadi pengulangan atau peningkatan
respons. Dalam pendidikan, pemberian reinforcement (penguatan) berarti
pemberian penghargaan. Penghargaan mempunyai pengaruh positif dalam
kehidupan manusia sehari-hari yakni mendorong seseorang mmemperbaiki
tingkah laku serta meningkatkan kegiatannya atau usahanya. Dengan demikian
jika yang diberi penghargaan itu adalah siswa yang sedang belajar, maka
imbasnya adalah reinforcement yang diberikan tersebut akan diterima oleh
siswa sebagai stimulus yang bermanfaat untuk merangsang siswa mengulangi
perbuatannya yang dianggap baik itu, bahkan memacu siswa untuk berbuat
lebih baik lagi.
Dalam proses belajar mengajar, memberikan penguatan diartikan
dengan tingkah laku guru dalam merespons secara aktif suatu tingkah laku
tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.
Apabila dikaitkan dengan motivasi, maka reinforcement dalam konteks
Skinner ini merupakan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari
luar diri siswa. Dalam interaksi didalam kelas, umtuk memperbesar peranan
aktif peserta didikdalam aktifitas belajar mengajar, maka reinforcement
50
(penguatan) yang diberikan seorang guru sangat diperlukan. Sayangnyakegiatan memberikan penghargaan atau penguatan dalam proses belajat
mengajar jarang sekali dilaksanakan karena umumnya guru
kurangmemperhatikan dan kurang menyadari pentingnya hal ini. Padahal
peemberian penguatan (reinforcement) dalam interaksi belajar mengajar sangat
bermanfaat untuk :
1. Meningkatkan perhatian siswa.
2. Melancarkan dan memudahkan proses belajar.
3. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi.
4. Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu ke arah tingkah
laku yang produktif.
5. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dan belajar.
6. Mengarahkan kepada cara berfikir yang baik dan berinisiatif (Hasibuan
dan Mudjiono, 1988 : 58)
Pemberian penguatan menurut teori ini bentuknya bisa beragam,
tergantung kepada banyak faktor, dan sebagainya. Yang terpenting adalah
penguatan harus bermakna bagi siswa. Penguatan yang diberikan itu dapat
berupa kata-kata atau kalimat pujian yang diciptakan guru, misalnya
“bagus”, berbentuk mimik, gerakan ajah atau menyatakan penguatan
dengan sentuhan, dengan pemberian hadiah dan lain-lain. Hal yang paling
penting harus diperhatikan dalam rangka pemberian penguatannya ini
adalah waktupemberian penguatan itu sendiir haruslah sesaat setelah
siswa memberikan respons (Ibid, : 59-60).
Jika teori Skinner dengan pemberian penguatan atau penghargaan atau
reinfercement ini dikaitkan dengan teori pendidikan dalam Islam (Al-
qur’an), maka dapat dipahami bahwa kedua teori tersebut saling
berhubungan dan adanya kesesuaian. Artinya bahwa jauh sebelum teori
reinforcement dari Skinner ini muncul, Islam telah terllebih dahulu
menawarkan teori yang senada.
Dalam Islam penguatan (reinforcement) sama dengan ganjaran dan
dalam Al-qur’an disebutkan bahwa segala sessuatu yang diperbuat oleh
manusia dalam kehidupannya di dunia ini akan mendapatkan ganjaran
Allah SWT baik di dunia maupun di akherat kelak (QS, 3 : 148). Dengan
51
demikian maka pelajar atau siswa dalam sistem pendidikan Islam harusdiberi motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran atau penguatan itu tidak
boleh berlebihan,, sebab pemberian penguatan yang berlebihan akan
berakibat sampingan yang negatif, sebagaimana hadist Nabi bahwa
“hendaklah engkau memberikan ganjaran seperlunya saja karena apabila
memberi hadiah atau ganjaran itu berlebih-lebihan, itu tidak dikehenndaki
karena berakibat negatif atau tidak baik” (HR. Bukhari). Teori tentang
pemberian penguatan atau reinforcement atau penghargaan ini dapat
berlaku pada keseluruhan bentuk pendidikan, semua jenjang dan usia si
terdidik.
E. KesimpulanDari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa teori operant conditioning adalah pengembangan teori Pavlov (S-R).
Yang menjadi fokus utama teori ini adalah pemberian reinforcement
(penguatan) terhadap organisme (subyek) sesaat setelahh memberikan
respons terhadap suatu stimulus. Pemberian reinforcement ini diprogramkan
sedemikian rupa supaya terjadi pengulangan atau peningkatan respons. Proses
ini secara teriotis merupakan upaya pembentukan tingkah laku (operant
conditioning).
Dengan kata lain, tingkah laku dapat dikondisikan atau diprogramkan
sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam konteks pembelajaran, berhasil atau
tidaknya aplikasi teori ini di lapangan, kunci utamanya terletak pada guru.
Sebagai penutup dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan teorri operant
conditioning B.F Skinner ini dalam dunia pendidikan mempunyai beberapa
kelemahan yaitu: Pertama, proses belajar dalam Skinner dipandang dapat
diamati secara langsung, padahal belajar merupakan proses kegiatan mental
yang tidak dapt disaksikan dari luar secara menyeluruh kecuali sebagian
gejalanya, walaupun pada akhirnya teraplikasi dalam bentuk tingkah laku.
Kedua, proses belajar dianggap bersifat otomatis mekanis sehingga terkesan
seperti gerakan mesin atau robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation
(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self-control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif sehingga siswa bisa menolak merespons jika ia tidak
52
menghendaki. Ketiga, keseringan merespons sebagai ukuran belajar bisaberlaku untuk tingkah laku yang sederhana tetapi tidak cocok untuk tingkah
laku yang kompleks.
53
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi , Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta. RindaCipta.
Anwar, Moch. Idocji. Tt. Kepemimpinan dalam proses Belajar Mengajar.Bandung : Angkasa
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : RienekeCipta.
Daradjat, Zakiyah. 1982. Kepribadian Guru. Jakarta : Bulan Bintang.
Gredler, Bell, Margaret E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. TerjemahanMunandar. Jakarta : Rajawali Pers.
Hasibuan. JJ dan Mudiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung : RemajaKarya.
Hills, PJ. tt. A Dictionary of Education. London : Routledge & Kegan Paul.
Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar : Pencapaiannya dalamPembelajaran Pendidikan Agama. Surabaya : Citra Media.
Nasution, S. 1998. Teknologi Pendidikan. Jakarta : Rieneke Cipta.
Popham, W. James dan Eva L Baker. 1983. Bagaimana Mengajar SecaraSistematis. Jakarta : Kanisius.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta :Rineke Cipta.