APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDETEKSI PERUBAHAN KAWASAN MANGROVE DI PANTAI INDAH KAPUK (PIK) JAKARTA UTARA TAHUN 2000-2016 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Siti Hajar Daraintan NIM: 11140150000045 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDETEKSI
PERUBAHAN KAWASAN MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK (PIK) JAKARTA UTARA TAHUN 2000-2016
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Siti Hajar Daraintan NIM: 11140150000045
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
iii
iv
v
i
ABSTRAK
Siti Hajar Daraintan (11140150000045). Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. Judul Skripsi “Aplikasi
Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan Kawasan Mangrove Di
Pantai Indah Kapuk (PIK) Tahun 2000-2016.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan kawasan
mangrove menggunakan aplikasi penginderaan jauh selama 16 tahun yaitu tahun
2000 sampai dengan tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kuantitatif objek dalam penelitian ini seluruh kawasan mangrove di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara, penelitian ini menggunakan aplikasi penginderaan
jauh. Ground check lapangan, dan observasi. Sumber data penelitian ini
menggunakan data primer bersumber dari hasil pengolahan citra tahun
2000,2005,2010 dan 2016. Sedangkan data sekunder adalah data penggunaan
lahan, maka dalam proses pengolahan data dibutuhkan buku, jurnal dan skripsi
yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan
hutan mangrove terus mengalami perubahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2016. Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan mangrove pada periode
tahun 2000-2005 sebesar -19,2 ha, dan pada periode 2005-2010 perubahan luasan
mangrove yaitu seluas -5,60 ha, dan terakhir tahun 2010-2016 pengurangan luasan
mangrove menjadi -15,131 ha jadi selama kurun waktu 16 tahun pengurangan
yang terjadi yaitu seluas -39,931 ha. Perubahan luas Kawasan mangrove terjadi
karena adanya peralihan fungsi lahan menjadi perumahan elite, mall, lapangan
golf, kondominium Nilai NDVI yang dimiliki oleh Kecamatan Penjaringan sangat
beragam. Indeks kerapatan vegetasi di Penjaringan diklasifikasikan menjadi tiga
kelas yaitu, kerapatan jarang, kerapatan sedang dan kerapatan lebat. luas kelas
NDVI yang tertinggi yaitu pada klasifikasi sedang dengan luas 228,41 interval
nilai spektral yaitu 0,1034-0,2261 dan presentase yaitu 46,98 %. Sedangkan pada
luas terendah yaitu pada klasifikasi jarang dengan luas yaitu 55,94 dan nilai
spektral yaitu -0,0632-0,1034 dan presentasenya yaitu 41,48. Jadi kesimpulannya
yaitu nilai NDVI di daerah Kecamatan Penjaringan memiliki tingkat indeks
vegetasi yang berkategori sedang dan lebat.
Kata Kunci : Mangrove, Penginderaan Jauh, Perubahan.
ii
ABSTRACT
Siti Hajar Daraintan (11140150000045). Department of Social Education.
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. The Little of Thesis “Remote
Sensing Application for Detecting Mangrove Area Changes of Pantai Indah
Kapuk (PIK) in 2000-2016 year”.
The Objective of the research is to find how changes in the mangrove area
using remote sensing applications for 16 years, namely 2000 to 2016. The
research used descriptive quantitative object method. In this study all mangrove
areas in Penjaringan North Jakarta used remote sensing applications. Ground
checks field, and observation. The source of this research data used primary data
sourced from the results of image processing in 2000, 2005, 2010 and 2016.
While the second data is land use data, then in the data processing process,
books, journals and theses are relevant to this research. Based on the results
showed that the extent of mangrove forests continued to change from 2000 to
2016. Changes that occurred were a reduction in mangrove area in the 2000-
2005 period of -19.2 ha, and in the 2005-2010 period changes in mangrove area
were as wide as - 5.60 ha, and the last year 2010-2016 the reduction of mangrove
area to -15,131 ha so during the 16 years period the reduction occurred in the
area of -39,931 ha. Changes in area Mangrove areas occured due to the shift of
land functions into elite housing, malls, golf courses, condominiums NDVI values
owned by Penjaringan sub-district are very diverse. The vegetation density index
in Penjaringan is classified into three classes, namely, rare density, medium
density and dense density. the highest NDVI class is in the moderate classification
with an area of 228.41 spectral value intervals of 0.1034-0.2261 and a percentage
of 46.98%. Whereas at the lowest area, that is in the rare and broad
classification, which is 55.94 and the spectral value is -0.0632-0.1034 and the
percentage is 41.48. So the conclusion is that the NDVI value in the Penjaringan
Subdistrict area has a medium and dense vegetation index level.
Keywords: Mangrove, Remote Sensing, Change.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat, rahmat dan kemudahan bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada
Nabi penyempurna Agama dan manusia terbaik sepanjang zaman yaitu Nabi
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Skripsi dengan judul
“Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan Kawasan Mangrove
Di Pantai Indah Kapuk (PIK) Tahun 2000-2016” yang merupakan salah satu
syarat untuk mencapai Gelar Sarjana pada Program Sstudi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial konsentrasi Geografi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini
tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya berbagai bantuan dari berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan baik berupa moral maupun
materil kepada penulis. Oleh karena itu, maka perkenanlah pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan dukungan secara moril maupun administratif
kepada penulis.
3. Drs. Syaripulloh M.Si, selaku Dosen Penasehat dan juga Sekertaris Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sodikin S.Pd M.Si selaku Dosen Pembimbing I penulis yang senantiasa
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan mendengarkan segala
pertanyaan dan keluhan selama pengerjaan skripsi.
5. Neng Sri Nuraeni, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, kritik dan
saran yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
6. Seluruh Dosen Pendidikan IPS terutama Konsentrasi Geografi yang selama ini
selalu dengan sabar memberikan pengetahuan kepada penulis selama penulis
mengambil studi di Jurusan Pendidikan IPS.
7. Bapak Djafar Muchlisin, S. Sos, M.Si selaku Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan
penelitian, serta staf Bapak Jaja Suarja, Bapak Dani, Bapak Sugeng yang telah
membantu penulis dalam memberikan data tertulis bagi kepentingan skripsi.
8. Pengelola ekowisata mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Bapak
Ade Djuhana, Bapak Ujang Bapak Sucita, Bapak Ayat dan PJLK yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, serta kepada masyarakat
Pantai Indah Kapuk (PIK) yang telah memberikan informasi dan bersedia
dalam memberikan informasi dan bersedia dalam wawancara skripsi ini.
9. Kedua Orang Tua penulis yaitu Bapak Ikin dan Ibu Karsah yang telah
membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan mendoa’kan saya tiada
henti dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta
selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menjalani studi perkuliahan
di Jurusan Pendidikan IPS.
10. Kakak penulis tercinta Alfian Rizkiansyah dan Iing Riyana yang selalu
memberikan semangat serta dukungan kepada penulis ketika penulis
mengalami hari-hari sulit.
11. Neng Dhea Sayyidah Nafisah dan Khoerunnisa yang selalu membantu dan
memberikan dukungan motivasi kepada penulis sehingga terselesaikannya
skripsi ini. Bahagiaku takkan cukup jika diucapkan oleh kata-kata.
secara teratur dan periodik. Ketersediaan data citra satelit dalam bentuk
digital memungkinkan analisis dengan komputer secara kuantitatif dan
konsisten.13
Dengan kemampuan ini untuk melakukan overlay peta dalam studi
perubahan penutupan lahan bisa diketahui bagaimana perubahan penutupan
lahan dalam periode waktu tertentu. Perlu dilakukan monitoring perubahan
penutupan lahan pada daerah kawasan hutan mangrove di Kawasan Pantai
Indah Kapuk (PIK). Data perubahan kondisi penutupan lahan sangat
diperlukan sebagai dasar pengelolaan suatu kawasan yang harus dilakukan
secara periodik. Dengan memerhatikan hal tersebut maka diperlukan data-data
spasial kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara
berkelanjutan.
Penelitian tentang perubahan luasan mangrove juga pernah diteliti oleh
Hansel Marcello dalam skripsinya yang berjudul Perubahan Mangrove di
Wilayah Pesisir Indramayu menurut hasil penelitiannya hutan mangrove di
wilayah pesisir Kabupaten Indramayu terindikasi terus mengalami perubahan
dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2010. Perubahan yang terjadi adalah
pengurangan luasan mangrove dan penurunan jumlah spesies mangrove yang
hidup di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu.
Sesuai dengan permasalahan-permasalahan mengenai penurunan
luasan mangrove yang terjadi di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara dan
minimnya penelitian yang dilakukan mengenai hal tersebut, dengan
menggunakan bantuan dari teknologi penginderaan jauh penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan mangrove di kawasan
Pantai Indah Kapuk (PIK) dari tahun 2000-2016. Sehingga peneliti membuat
penelitian dengan judul “APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK
MENDETEKSI PERUBAHAN MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK (PIK) JAKARTA UTARA TAHUN 2000-2016”.
13 Paharuddin, Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Kajian Kerentanan Pantai Utara
Jakarta, (Tesis Institusi Pertanian Bogor,2011) hlm 1
7
B. Identifikasi Masalah
1. Luas lahan Mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Menurun
2. Pertumbuhan penduduk di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara semakin
meningkat sehingga mengakibatkan kebutuhan lahan semakin tinggi
3. Pertumbuhan pembangunan di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
semakin meningkat maka mengakibatkan keberadaan mangrove semakin
berkurang
C. Pembatasan Masalah
Keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga dan biaya, serta untuk
memudahkan pembahasan skripsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus dan
terarah, tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka di perlukan
adanya pembatasan masalah, oleh karena itu penelitian hanya mengkaji pada
perubahan luasan mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Kecamatan
Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh dari tahun 2000 sampai 2016.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta
pembatasan masalah, maka pertanyaan penelitian ini adalah: “Bagaimana
perubahan mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Kecamatan
Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh?”
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK) Kecamatan Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh.
F. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah suatu kontribusi hasil penelitian baik secara teoritis ataupun secara
praktis, manfaat-manfaat tersebut yaitu sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk perkembangan
ilmu geografi, khususnya untuk mengkaji dan menjelaskan permasalahan
tentang perubahan lahan mangrove. Selain itu penelitian ini dapat menjadi
acuan untuk pengembangan bidang pendidikan khususnya untuk mata
pelajaran geografi pada mata materi pesisir dan kelautan.
Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat tentang perubahan lahan mangrove.
b. Bagi lembaga pemerintahan, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan acuan dalam perencanaan pembangunan di wilayah Pantai
Indah Kapuk (PIK) dengan mempertimbangkan luasan hutan
mangrove yang berada di wilayah pesisir pantai.
c. Bagi pendidikan diharapkan dapat berguna sebagai bahan kajian dalam
pembelajaran IPS khususnya geografi.
d. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengalaman ilmu dibidang geografi, penggunaan penginderaan jauh
untuk analisis perubahan mangrove.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Penginderaan Jauh
Menurut Lilliesand dan Kiefer penginderaan jauh ialah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Selain
itu penginderaan jauh juga dapat diartikan sebagai suatu proses membaca.
Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak
jauh yang dapat di analisis untuk mendapat suatu obyek, daerah atau
fenomena yang diteliti.14
Sri Hartati Soenarmo mengatakan bahwa penginderaan jauh atau
disingkat INDERAJA secara umum didefinisikan sebagai ilmu teknik seni
untuk memperoleh informasi atau data mengenai kondisi fisik suatu benda
atau objek, target, sasaran maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh
atau kontak langsung dengan benda atau target tersebut. Data yang
diperoleh pada umumnya berbentuk keruangan atau spasial sehingga
dalam pengolahannya memerlukan seni tampilan yang serasi, menarik, dan
mudah di mengerti.15
Teknologi penginderaan jauh (Remote sensing) sering diartikan
sebagai teknologi untuk mengidentifikasi suatu objek di permukaan bumi
tanpa melalui kontak langsung dengan objek tersebut. Saat ini teknologi
penginderaan jauh berbasis satelit menjadi sangat popular dan digunakan
untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya untuk mengidentifikasi
potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Hal ini disebabkan
teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti harganya yang relatif
murah dan mudah di dapat, adanya resolusi temporal (perulangan)
14 Lillesand and Kiefer diterjemahkan oleh Dulbahri dkk, Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1990), hlm 1 15 Soenarmo, Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis untuk
Bidang Ilmu Kebumian (Bandung: ITB, 2009), hlm 1.
10
sehingga dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang
luas dan mempu menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya digital
sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan ditampilkan
sesuai keinginan.16
Jadi kesimpulannya penginderaan jauh ialah ilmu untuk
memperoleh informasi dan analisis informasi tentang bumi yaitu obyek,
target, sasaran, maupun daerah dan juga fenomena tanpa menyentuh atau
kontak langsung dengan target tersebut. Data yaitu berbentuk keruangan
atau spasial dan dalam pengolahannya memerlukan seni, tampilan yang
menarik sehingga dapat dimengerti.
2. Komponen Penginderaan Jauh
a. Sumber Tenaga
Sumber tenaga merupakan komponen yang diperlukan untuk
menyinari objek yang terdapat di permukaan bumi kemudian
memantulkannya ke sensor. Salah satu tenaga yang digunakan dalam
penginderaan jauh adalah tenaga matahari. Tenaga matahari memancar
ke segala penjuru termasuk panjang gelombang. Berdasarkan sumber
tanaganya penginderaan jauh dibedakan menjadi:
1) Sumber tenaga alami
Matahari merupakan sumber tenaga yang alami. Penginderaan jauh
yang menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif.
Proses penginderaan jauh yang menggunakan tenaga matahari
hanya dapat dilakukan pada siang hari dengan kondisi cuaca cerah.
2) Sumber tenaga buatan
Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan dalam
perekamannyaa disebut dengan sistem aktif. Proses ini dapat
dilakukan pada malam hari karena mengandalkan pantulan tenaga
buatan yang disebut juga tenaga pulsa atau tidak bergantung pada
tenaga matahari. Contoh tenaga buatan yang digunakan dalam
16 Satria Meidian Saputra, Skripsi: “Analisis Spasial dalam Rekonstruksi Lahan untuk Ekosistem
Mangrove Melalui Perancangan Model Spasial Dinamis” (Jakarta: Universitas Esa Unggul,
2016), hlm 25.
11
proses penginderaan jauh adalah gelombang mikro yang berasal
dari baterai, blitz, dan sebagainya.17
Jumlah tenaga matahari yang mencapai bumi dipengaruhi oleh
waktu (jam musim), lokasi dan kondisi cuaca, jumlah tenaga yang
diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlahnya pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadap
tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. Pada musim
saat matahari berada tegak lurus di atas suatu tempat, jumlah tenaga
yang diterima lebih besar dibanding dengan pada musim lain di saat
matahari kedudukannya condong terhadap tempat itu, disamping itu,
jumlah tenaga yang diterima juga dipengaruhi oleh letak tempat di
permukaan bumi. Disamping itu jumlah tenaga yang diterima juga
dipengaruhi oleh letak tempat di permukaan bumi. Tempat-tempat di
ekuator menerima tenaga lebih banyak bila dibandingkan terhadap
tempat-tempat di lintang tinggi, untuk waktu dan letak yang sama,
jumlah sinar yang mencapai bumi dapat berbeda bila kondisi cuaca
berbeda. Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap dan awan, maka
akan semakin sedikit tenaga yang dapat mencapai bumi.18
b. Sensor
Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima
dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri
terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Disamping itu juga
kepekaannya berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih dapat
dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap lingkungan
sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek
terkecil ini disebut resolusi spasial. Resolusi spasial ini merupakan
petunjuk bagi kualitas sensor. Semakin kecil obyek yang dapat
direkam olehnya, semakin baik kualitas sensornya. Berdasarkan atas
proses perekamannya. Sensor dibedakan atas sensor fotografik dan
sensor elektronik.
17 Modul, Sodikin, Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat Dengan Er Mapper 7.0. hlm 3 18 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I, (Yogyakarta: UGM,1992), hlm 53-54
12
1) Sensor fotografik proses perekamannya berlangsung dengan cara
kimiawi. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada
lapisan emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan foto.
Kalau pemotretannya dilakukan dari pesawat udara atau wahana
lainnya. Fotonya disebut dengan foto udara bila pemotretannya
dilakukan dari antariksa. Fotonya disebut foto satelit atau orbital.
Jadi, dalam proses ini film berfungsi sebagai penerima tenaga
sekaligus sebagai alat perekamnya.
2) Sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk
sinyal elektrik. Alat penerima dan perekamnya berupa pita
magnetik atau detektor lainnya, bukan film. Pemrosesannya
menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
memotret data yang direkam oleh pita magnetik yang telah
diujudkan secara visual pada sejenis layar televisi. Atau dengan
menggunakan film perekam khusus. Hasil akhirnya berupa foto
dengan film sebagai alat perekamnya, akan tetapi film disini hanya
berfungsi sebagai alat perekam saja, bukan sebagai alat penerima
tenaga secara langsung yang sekaligus sebagai alat perekam. Oleh
karena itu hasil akhirnya tidak disebut foto udara, melainkan
disebut citra penginderaan jauh yang untuk mudahnya disingkat
citra. Citra meliputi semua gambaran visual planimetrik yang
diperoleh dengan jalan penginderaan jauh. Jadi foto udara termasuk
citra, akan tetapi tidak semua citra berupa foto udara.19
c. Perolehan Data
Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni
dengan interpretasi secara visual, dan dapat pula dilakukan dengan
cara numerik atau cara digital yaitu dengan menggunakan komputer.
Foto udara pada umumnya di interpretasi secara manual. Sedang data
hasil penginderaan secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual
maupun secara numerik.
19 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid 1, (Yogyakarta: UGM,1986), hlm 56-57
13
d. Pengunaan Data
Keberhasilan aplikasi penginderaan jauh terletak pada dapat
diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh itu oleh para pengguna
data. Jadi, penggunaan data merupakan komponen yang penting dalam
sistem penginderaan jauh. Kerincian, keandalan, dan kesesuaiannya,
terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima atau
tidaknya data penginderaan jauh oleh para penggunanya. Dalam hal ini
data hasil interpretasi foto udara telah hampir seabad dimanfaatkan
oleh pengguna data dalam rangka pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan, sedang penginderaan jauh lainnya masih relatif baru.
Meskipun pada saat ini sering dikatakan bahwa penginderaan jauh
yang baru masih dalam taraf eksperimental atau semi-operasional,
prospeknya untuk masa mendatang baik sekali. 20
3. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk
menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek,
misalkan hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain. Klasifikasi citra digital
merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas tertentu.
Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam klasifikasi
multispektral ialah bahwa setiap objek dapat dibedakan dari yang lainnya
berdasarkan nilai spektralnya.
Pada umumnya klasifikasi citra digital yang digunakan adalah
klasifikasi (supervised), klasifikasi supervised ini melibatkan interaksi
analis secara intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan
identifikasi objek pada citra (training area). Pengambilan sampel perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang
gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk
mewakili suatu objek tertentu.
a. Landsat
Landsat merupakan salah satu jenis satelit yang mengitari
bumi. Landsat sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang. Landsat 1
20 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid 1, (Yogyakarta: UGM,1986), hlm 59
14
merupakan satelit pertama yang diluncurkan pada tahun 23 Juli 1972.
Pada mulanya landsat 1 ini bernama Earth Resources Technology
Satellite 1. Landsat terus berkembang sampai dengan landsat 8 yang
merupakan satellit terbaru dari program landsat.
Program landsat adalah program paling lama untuk
mendapatkan citra Bumi dari luar angkasa. Instrumen satelit-satelit
landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut diarsipkan
di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh
dunia; dimana merupakan sumber daya yang unik untuk riset
perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan,
perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Landsat 7
memiliki resolusi 15-30 meter. Program ini dulunya disebut Earth
Resources Observation Satellites Program ketika dimulai tahun 1966,
namun berubah menjadi landsat tahun 1975.
1) Citra Landsat
Citra landsat antara lain telah digunakan untuk identifikasi
jenis tanaman. Bagi daerah luas yang petak-petak sawahnya teratur
dan tanamannya seragam, ketelitian hasil identifikasinya mencapai
95% atau lebih. Ketelitian sebesar ini dicapai misalnya bagi
tanaman padi pada sawah irigasi di Kalifornia atau daerah gandum
di Kansas, Oklahoma, dan Texas di Amerika Serikat. Bagi
identifikasi jenis tanaman di negara berkembang, ketelitian hasil
identifikasinya lebih rendah.21
Bagi kehutanan, data Landsat digunakan untuk: a. membuat
peta hutan, b. menaksir luas hutan, c. menentukan lokasi pemotongan
kayu dan daerah penghutanan kembali, dan d. menilai kerusakan oleh
kabakaran hutan. Data landsat yang diproses dengan komputer untuk
pembuatan peta klasifikasi hutan ternyata membuahkan ketelitian
sebesar 95%. Ketelitiannya meningkat menjadi 97% apabila di dalam
klasifikasi hutan diperhitungkan juga elevasi topografi, lereng,
penyinaran matahari, dan jenis vegetasi.
21 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press ,1994), hlm
320
15
Menurut Lulla, Howe, dan Mausel menyatakan bahwa di
dalam ilmu kebumian, data landsat telah digunakan untuk berbagai
disiplin seperti pertanian, kehutanan, peternakan, penggunaan
lahan, pemetaan, geologi, sumber daya air, oseanografi serta
sumber data kelautan dan lingkungan.22
Tabel 2.1 Data SPOT pankromatik dan multispektral
Jenis data Spektrum/saluran Panjang
gelombang (µm)
Pankromatik
Multispektral
Tampak
Hijau
Merah
Inframerah
0,51-0,73
0,50-0,59
0,61-0,69
0,79-0,89 Sumber: Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I
Menurut Kasiram dan Kuntjojo “penelitian kuantitatif adalah “suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui”.47
Maka dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan menggunakan
metode deskriptif kuantitatif menurut Nanang Martono yaitu suatu bentuk
penelitian yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara
sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori.48
C. Jenis Data dan Sumber Data
Sumber data dimasukkan semua informasi baik yang merupakan benda
nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa/gejala baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.49 Adapun untuk menganalisis perubahan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK), maka data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Menurut Suryani “Sumber data primer adalah data yang
dikumpulkan secara langsung oleh peneliti”.50 Data primer didapat dari
hasil groundcheck dan interpretasi di lapangan baik secara fisik tentang
perubahan mangrove yang telah terjadi dengan mendokumentasikan, dan
hasil dari wawancara51 masyarakat di sekitar Pantai Indah Kapuk.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber
yang telah ada.52 Sumber data sekunder diperoleh dari sumber lain seperti
Badan Pusat Statistik, buku, jurnal dan skripsi.
47 Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: T.P,2009),hlm 11. 48 Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif analisis Isi dan Data Sekunder. (Purwokerto:
Original Segel Penerbit, 2010), hlm 36. 49 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), hlm. 44. 50 Suryani dan Hendriyadi, Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada bidang Manajemen
dan Ekonomi Islam (Jakarta: Prenamedia Grup, 2015), hlm 173. 51 Siti Syarah, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan
Lahan di Kecamatan Sawangan Depok Tahun 2000-2015, Skripsi pada Universitas Islam
adanya distorsi geometrik. Citra setelit biasanya mengandung
distorsi geometrik. Salah satu cara untuk mengkoreksi distorsi
geometrik ini adalah dengan menggunakan titik-titik kontrol
lapangan (Ground Control Point/GCP) adalah suatu titik yang
diketahui koordinatnya.
2. Koreksi radiometrik
Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki nilai-
nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran
spektral objek yang sebenarnya.59
d. Komposisi Band
Setalah melakukan cropping citra dan Enchancement, maka
langkah selanjutnya adalah menampilkan komposisi band pada citra
landsat. Sesuai dengan kajian yang diambil, untuk penggunaan lahan,
maka komposisi band yang digunakan yaitu RGB 4, 5, 3.60
Saluran 5 sensitif akan varasi kandungan air, vegetasi berdaun
banyak dan kelembapan tanah. Saluran ini mencirikan tingkat
penyerapan air yang tinggi, sehingga memungkinkan deteksi lapisan
air yang tipis (kurang dari 1 cm). variasi dari kandungan Fe2O3 pada
batuan dan tanah dapat dideteksi, pantulan yang tinggi berarti
kandungan yang banyak. Pada kombinasi ini, vegetasi berwarna
kemerahan, ketika tanaman mempunyai kondisi kelembapan yang
sedikit rendah, tingkat pantulan saluran 5 relatif tinggi, yang berarti
semakin banyak warna hijau, sehingga menghasilkan warna orange,
hijau akan semakin mendominasi ketika pantulan vegetasi semakin
rendah di VNR dan meninggi di SWR. Tanah tanpa vegetasi dan area
permukiman akan nampak biru kecoklatan.61
e. Unsupervised classification (Klasifikasi tak terbimbing)
Kegiatan ini merupakan pengolahan citra guna mengelompokan
ke dalam kelas-kelas tertentu. Data tersebut akan dikaji berdasarkan
59 Sodikin, dalam jurnal ”Analisis Abrasi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh
(Studi Kasus di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong Bekasi Regency) hlm 3. 60 Sodikin, Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er. Mapper 7.0, hlm 90. 61 Sodikin, Ibid,. hlm 95.
52
kenampakannya dalam tampilan citra, seperti halnya mengidentifikasi
laut, mangrove, daratan, dst. Klasifikasi tak terbimbing merupakan
metode yang memberikan mandat sepenuhnya kepada komputer untuk
mengelompokkan data raster berdasarkan nilai digitalnya masing-
masing, intervensi pengguna dalam hal ini diminimalisasi. Jenis metode
ini digunakan bila kualitas citra sangat tinggi dengan distorsi atmosferik
dan tutupan awan yang rendah.62
f. Ground Check Lapangan
Dalam rangka mengetahui kondisi dan perubahan penutupan
lahan, perlu dilakukan pemantauan penutupan lahan secara periodik yang
ditunjang dengan kegiatan pengecekan lapangan yang dimaksudkan
untuk memberikan masukan kepada penafsir tentang obyek yang ada di
lapangan atau mengkoreksi hasil penafsiran yang telah dilakukan
berdasarkan kenyataan di lapangan. Untuk itu diperlukan alat bantu
berupa citra yang digunakan dalam kegiatan penafsiran tersebut, dalam
hal ini yaitu citra LANDSAT 7 ETM+, yang diharapkan dapat
menghasilkan informasi lebih detail. Pengecekan lapangan
(Groundcheck) merupakan kegiatan untuk membandingkan antara
kenampakan obyek pada citra dan kenampakan obyek yang sama di
lapangan sesuai karakteristiknya. Hasil dari Pengecekan lapangan
(Groundcheck) ini digunakan untuk melakukan revisi hasil penafsiran
survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi
penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi
lahan kawasan ekosistem mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk
(PIK). Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System
(GPS). Titik pengamatan ditentukan dengan metode purposive sampling.
Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan minimal empat titik
observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan,
pengamatan serta pencatatan informasi penting. Data yang diambil
adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS,
kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.
62 Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” hlm 106.
53
Adapun tujuan dari kegiatan pengecekan lapangan
(Groundcheck) ini yaitu:
a. Mengetahui penutupan lahan yang Up to date dari masing-masing
kelas penutupan lahan yang ada.
b. Menghitung tingkat akurasi dari kesesuaian antara hasil penafsiran
dengan pengecekan lapangan (Groundcheck).
g. Supervised Classification (Klasifikasi Terbimbing)
Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan
dikendalikan sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam
proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak
penentuan training area hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi
terbimbing dalam hal ini mensyaratkan kemampuan pengguna dalam
penguasaan informasi terhadap areal kajian.63
2. Teknik Analisis Kedua
i. Analisis overlay
Overlay merupakan metode yang dikenal lama dalam metode
spasial. Overlay merupakan penampalan baik suatu gambar atau peta
untuk berbagai keperluan. Selain itu, untuk software Pengolahan data
spasial seperti Er Mapper 7.0 metode overlay ini juga dapat dipakai
untuk menampalkan dua atau lebih.
Penelitian ini menggunakan metode overlay yang menggunakan
software Er Mapper 7.0 untuk mendapatkan hasil perubahan luasan
mangrove yang terjadi di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara pada tahun 2000-2005, 2006-2010, 2011-2016. Penghitungan
perubahan luas lahan mangrove dilakukan dengan membandingkan
garis pantai dari citra landsat antara tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016.
Proses ini dilakukan dengan teknik overlay, sehingga diketahui
perubahannya.
Dengan memanggil tema persebaran mangrove di wilayah pesisir
Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun 2000 yang di tampalkan pada tema
63 Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” hlm 116.
54
persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun
2005, dapat di ketahui perubahan luasan dan persebaran mangrove yang
terjadi di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun 2000-2005.
Hal tersebut juga dilakukan untuk tahun berikutnya yaitu 2006-2010,
2011-2016.
j. Analisis Perubahan Luasan Mangrove
Analisis ini terutama untuk mengamati perubahan lahan
mangrove dengan menggunakan data multitemporal dimana
membandingkan dua citra/data hasil klasifikasi, dengan penggabungan
antara klasifikasi penutup lahan tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016 akan
dapat diketahui perubahan penutup lahan. Untuk mengetahui
perubahan luasan mangrove di perlukan rumus sebagai berikut:
ΔL = Lt2 – Lt1
Δt
ΔL = Laju perubahan luas
Lt2 = Luas pada tahun pengamatan berikutnya (ha)
Lt1 = Luas pada tahun pengamatan tahun sebelumnya (ha)
Δt = Selisih waktu pengamatan awal tahun dan akhir tahun64
k. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan
indikator kehijauan yang sering digunakan dalam menduga vegetasi
atau bahkan biomass, dari citra satelit dengan menggunakan kanal
Infra Merah Dekat (NIR) dan band Merah (VIS). Formula NDVI
adalah sebagai berikut65. )VISNIR(
VIS)(NIRNDVI
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Near Infra Red
VIS = Visible Red
64 Sutanto, Penginderaan Jauh. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.1992) hlm. 13. 65 Sodikin, Op.Cit,. hlm 134.
55
l. Diagram Alur Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Landsat 2000,2005,2010,2016
Cropping Citra
Koreksi Geometrik Koreksi Radiometrik
Ground Check Lapangan
Supervised Clasification
Overlay
Komposisi Band
Unsupervised
Clasification
Analisis Normalized
Difference Vegetation
Index (NDVI)
Peta Sebaran Mangrove
Tahun
2000,2005,2010,2016
Perubahan Mangrove di Pantai Indah Kapuk
(PIK) tahun 2000-2016
80 %
YA
TIDAK
Wawancara
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Sejarah Kawasan Hutan Mangrove Jakarta Utara
Kawasan hutan mangrove dikukuhkan sebagai Cagar Alam sejak
tahun 1939 seluas 1,114 ha pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Pada masa itu Kawasan ini sudah di rancang sebagai daerah penyangga
lahan basah untuk menampung masa air pada saat pasang besar dan banjir.
Namun dalam perkembangannya Kawasan hutan mangrove angke kapuk
banyak dikonversi menjadi peruntukkan lain seperti: pemukiman, tambak
terbuka, jalut jalan tol cengkareng dan lapangan golf pantai indah kapuk.
Hutan mangrove diprovinsi DKI Jakarta terbesar dikawasan hutan
mangrove tegal alur angke kapuk di pantai utara kota Jakarta dan disekitar
kepulauan seribu. Berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor 16/UM/6/1977
tanggal 10 Juni 1977 peruntukkan Kawasan angke kapuk ditetapkan sebagai
Hutan Lindung, Cagar Alam, Hutan Wisata, dan lapangan, dengan tujuan
istimewa. Berdasarkan SK Mentri Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995.
Kawasan Hutan Angke Kapuk ditetapkan seluas 327,70 ha. Luas Kawasan
hutan masing-masing:
a. Hutan Lindung Angke Kapuk : + 44,70 ha
b. Suaka Margasatwa Muara Angke : + 25,02 ha
c. Taman Wisata Alam (TWA) : + 99,82 ha
d. Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo : + 95,50 ha
e. Kebun Pembibitan Arboretum : + 10,51 ha
f. Cengkareng Drain : + 28,39 ha
g. Transmisi PLN : + 23,70 ha
Sementara yang dikelola Pemda DKI seluas +202,68 ha yakni
meliputi Hutan Lindung Angke Kapuk, Kawasan Mangrove Tol
57
Sedyatmo, Kebun Pembibitan Arboretum. Cengkareng Drain, dan
Transmisi PLN. 66
2. Letak Geografis
Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kecamatan yang
berada di Jakarta Utara. Secara geografis Kecamatan Penjaringan terletak
antara 1060 20’ 00” Bujur Timur dan 060 10’ 00’’ Lintang Selatan serta
berada 0 sampai dengan 20 meter di atas permukaan laut.
Luas wilayah Kecamatan Penjaringan adalah sebesar 45,41 ha,
terbagi menjadi 5 kelurahan, 72 RW (Rukun Warga) dan 863 RT (Rukun
Tetangga), memiliki jumlah penduduk sebanyak 108.189 jiwa yang terdiri
dari 57.404 penduduk laki-laki dan 50.785 penduduk perempuan.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Penjaringan meliputi:
a. Sebelah Selatan Berbatasan dengan wilayah Jakarta Barat, Jakarta
Pusat dan Jakarta Timur
b. Sebelah Timur Berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur dan
Kabupaten Bekasi
c. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang dan Jakarta
Barat
d. Sebelah Utara Berbatasan dengan Laut Jawa67
Kecamatan Penjaringan memiliki 5 Kelurahan Nama dan Luas
Kelurahan yang ada di Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel
4.1. Wilayah penelitian ini berada di Daerah Pantai Indah Kapuk (PIK)
Kecamatan Penjaringan, Pantai Indah Kapuk terdapat 3 kelurahan yang
berbeda yaitu kelurahan Kamal Muara yang terletak sebelah kiri, Kapuk
Muara yang terletak di sebelah Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan
Penjaringan. Sedangkan kelurahan dan pluit juga sangat dekat dan
berbatasan dengan Pantai Indah Kapuk (PIK). Peta Administrasi
Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
66 Dinas Kehutanan DKI Jakarta dalam angka 2018 67 Kecamatan Penjaringan dalam angka 2016 (BPS.go.id)
58
Gam
bar
4.1
.
Pet
a A
dm
inis
trasi
Kec
am
ata
n P
enja
rin
gan
59
Tabel 4.1
Luas Kelurahan Di Kecamatan Penjaringan
No Kelurahan Luas Wilayah (km2)
1. Kamal Muara 10,53
2. Kapuk Muara 10,06
3. Pejagalan 3,23
4. Penjaringan 3,95
5. Pluit 7,71
Total Luas Wilayah 45,41
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan Tahun 2014
3. Kondisi Fisik
a. Topografi
Wilayah Jakarta merupakan dataran rendah yang sebagian
besar terdiri dari lapisan batu endapan zaman Pleitosen yang batas
lapisan atasnya berada 50 meter di bawah permukaan tanah. Bagian
selatan merupakan bagian aleuvial Bogor yang terdiri atas lapisan
alluvial, sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian
pedalaman sekitar 10 km dan di bawahnya terdapat lapisan endapan
yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena
seluruhnya merupakan endapan alluvium. Di bawah bagian utara,
permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10–25 m, makin ke
selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8–15 m,
pada bagian kota tertentu, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat
pada kedalaman 40m.
b. Klimatologi
Jakarta beriklim tropis sebagaimana di Indonesia pada
umumnya, dengan karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan
Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga
September. Cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan
darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Suhu
udara harian rata-rata di daerah pantai umumnya relatif tidak berubah,
baik pada siang maupun malam hari. Suhu harian rata-rata berkisar
antara 26 – 28° C. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim
60
kemarau relatif kecil. Hal tersebut dapat dipahami oleh karena
perubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti halnya wilayah
lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan oleh
perbedaan ketinggian wilayah.
c. Suhu Udara
Suhu udara di Jakarta Utara mengalami musim kemarau paling
tinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu mencapai 35,80oC,
sedangkan suhu udara terendah terjadi pada bulan Februari dengan
suhu 23,20oC. Hal ini terlihat pada Tabel 4.268
Tabel 4.2
Suhu Udara Di Jakarta Utara
Suhu Udara/Temperatur oC
No Bulan Maksimum Minimum Rata-Rata
1. Januari 34,80 23,50 27,40
2. Februari 32,40 23,20 27
3. Maret 33,60 24 28,10
4. April 33,50 24,60 28,60
5. Mei 34 25,20 29,40
6. Juni 34,80 24,80 28,80
7. Juli 34 24,80 28,60
8. Agustus 33,40 24 28,50
9. September 34,60 25 29
10. Oktober 35,80 26,20 29,60
11. November 34,80 23,80 29,70
12. Desember 34,20 23,50 28,70
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta Utara 2015
d. Kelembapan Udara
Adapun kelembapan udara di Jakarta Utara mencapai tingkat
maksimum tertinggi pada bulan Januari mencapai 96%, sedangkan
68 Badan Pusat Statistik Suhu Udara di Jakarta Utara dalam angka 2015 (BPS.go.id).
61
kelembaban minimum terendah terjadi pada bulan Mei yaitu 62%.
Seperti terlihat pada Tabel 4.3.69
Tabel 4.3
Kelembaban Udara di Jakarta Utara
Kelembaban Udara/Relative Humadity (%)
No Bulan Maksimum Minimum Rata-Rata
1. Januari 96 77 84
2. Februari 88 71 80
3. Maret 83 69 76
4. April 92 67 79
5. Mei 88 62 78
6. Juni 94 68 80
7. Juli 94 68 80
8. Agustus 85 63 72
9. September 82 63 73
10. Oktober 87 65 72
11. November 89 66 76
12. Desember 89 68 79
Sumber: Data Kelembaban Udara Jakarta Menurut Bulan Tahun 2015
e. Cuaca Udara
Cuaca udara di DKI Jakarta terdiri dari tekanan udara,
kecepatan angin, dan penyinaran matahari. Adapun cuaca di DKI
Jakarta mengalami tekanan udara tertinggi pada bulan September dan
terendah pada bulan juni dan desember. Cuaca udara yang meliputi
kecepatan angin mencapai tingkat tertinggi dengan angka 4 pada bulan
januari, dan terendah dengan angka 2 pada bulan februari, maret, dan
juni. Sedangkan penyinaran matahari mengalami tingkat pemanasan
tertinggi pada bulan September dan terendah pada bulan Februari. Hal
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan Tahun 2015
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Ground Check Lapangan
Berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan melalui sistem
informasi geografis, dilakukan ground check terhadap penggunaan lahan
yang ada ground check dilakukan sebagai pedoman dalam melakukan
klasifikasi terbimbing. Ground check dilakukan pada landsat 8 Tahun
2016 yang bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan
lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan di Kawasan
Pantai Indah Kapuk (PIK), pengecekan dilakukan dengan bantuan Global
Position System (GPS). Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili
dengan minimal lima titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian
dilakukan pendataan, pengamatan serta pencatatan informasi penting. Data
yang diambil adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari
GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.
Adapun hasil ground check lapangan berdasarkan interpretasi citra
dapat dilihat pada Tabel 4.7.
65
Tabel 4.7
Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi Citra
No Citra Koordinat Hasil
Interpretasi
Hasil
Groundcheck
Lapangan
Kesesuaian
1. S 060 07.309’
E 106045.446
Badan Air
Sesuai
2.
S 060 07.329’
E 106045.454
Badan Air
Sesuai
3.
S 060 07.359’
E 106045.464’
Badan Air
Sesuai
4.
S 060 07.329’
E 106045.456’
Badan Air
Sesuai
5.
S 060 07.323’
E 106045.458’
Badan Air
Sesuai
6. S 060 07.329’
E 106045.298’
Pemukiman
Sesuai
7.
S 060 07.325’
E 106045.276’
Pemukiman
Sesuai
66
Tabel 4.7 (Lanjutan)
8. S 060 07.321’
E 106045.285’
Pemukiman
Sesuai
9.
S 060 07.320’
E 106045.283’
Pemukiman
Sesuai
10
S 060 07.327’
E 106045.302’
Pemukiman
Sesuai
11.
S 060 07.323’
E 106045.356’
Jalan
Sesuai
12.
S 060 07.330’
E 106045.378’
Jalan
Sesuai
13.
S 060 07.321’
E 106045.396’
Jalan
Sesuai
14.
S 060 07.332’
E 106045.358’
Jalan
Sesuai
15.
S 060 07.345’
E 106045.355’
Mangrove
Sesuai
16.
S 060 07.387’
E 106045.415’
Mangrove
Sesuai
67
Tabel 4.8 (Lanjutan)
17. S 060 07.326’
E 106045.425’
Mangrove
Sesuai
18.
S 060 07.349’
E 106045.430’
Mangrove
Sesuai
19.
S 060 07.321’
E 106045.554’
Mangrove
Sesuai
20.
S 060 07.350’
E 106045.597’
Mangrove
Sesuai
Sumber: Pengambilan Data Tahun 2018
2. Hasil Interpretasi Kappa
Berdasarkan hasil ground check pada Tabel 4.8, maka dapat dilihat
hasil interpretasi kappa yaitu jumlah sampel 100 titik yaitu dengan benar
88 titik dan salah 12 titik hasil interpretasi ini dapat dilihat dalam
Lampiran 7. Sedangkan untuk melakukan groundcheck hanya 20 titik.
Tabel 4.8
Hasil Uji Interpretasi Kappa
Hasil Interpretasi Jumlah Sampel Kondisi Lapangan Tingkat
Akurasi Benar Salah
Penggunaan Lahan
100 88 12 88%
Sumber: Hasil Perhitungan setelah Ground Check Lapangan, Tahun 2018.
Tingkat Kebenaran Interpretasi = 100%
= 88/100 x 100% =88 %
68
Setelah melakukan klasifikasi perubahan lahan di Pantai Indah Kapuk
(PIK) maka dilakukan hasil interpretasi citra yang sudah diketahui titik
koordinatnya kemudian melakukan pengecekan dengan ground check
lapangan setelah itu datanya dianalisis keabsahan atau ketelitian hasil
interpretasi citra. Menurut CP. Lo dalam Surdaryanto bahwa suatu hasil
interpretasi tingkat ketelitiannya harus mencapai minimal >85%. Pada
Tabel 4.8 hasil uji interpretasi kappa yaitu melebihi 85% dimana yaitu
88% jadi hasil interpretasi citra sudah sesuai.75
3. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2000-2016
a. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove tahun 2000
Pada tahun 2000, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2000 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
452,141 ha. Di wilayah pesisir Jakarta Utara, mangrove hanya tersebar
di empat kelurahan yaitu Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk
Muara dan Kelurahan Pluit dan Kelurahan Pejagalan.
Dibawah ini adalah gambar persebaran mangrove di wilayah pesisir
Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2000.
Gambar 4. 2 Peta perubahan mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2000 75 Surdayanto dan Melania Swetika Rini, Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis Untuk Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta, Jurnal Megistra, Vol. XXVI, 2014, h.60.
69
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2000 seperti disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2000
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 44,122 10
2. Kapuk Muara 273,715 60
3. Pluit 112,502 24
4. Pejagalan 21,802 6
Total 452,141 100 Sumber: Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2000
Dari Tabel 4.9 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 60% atau seluas 273,715 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan Pejagalan hanya sebesar
6% atau seluas 21,802 ha.
b. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2005
Pada tahun 2005, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2005 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas 356,02
ha. Berbeda dengan tahun 2000 di wilayah pesisir Jakarta Utara,
mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu Kelurahan Kamal
Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan Pluit mulai tahun 2005
kelurahan pejagalan lahan mangrove menghilang dikarenakan karena
adanya lahan terbangun untuk pemukiman, jalan.
Gambar 4.3 persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2010.
70
Gambar 4. 3 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2005.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
tahun 2005 seperti disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2005
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 61,314 17
2. Kapuk Muara 209,560 58
3. Pluit 85,146 25
4. Pejagalan - -
Total 356,02 100
Sumber: Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2005
Dari Tabel 4.10 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 58 % atau seluas 209,560 ha.
Luasan mangrove yang terkecil berada di kelurahan pluit hanya
sebesar 25 % atau seluas 85,146 ha sedangkan pada kelurahan
pejagalan luasan mangrove menjadi hilang karena adanya lahan
terbangun untuk pemukiman dan jalan.
71
c. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2010
Pada tahun 2010, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2010 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
328.000 ha. Sama dengan tahun 2005 di wilayah pesisir Jakarta Utara
persebaran mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu
Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan
Pluit. Menurut interpretasi citra satelit perubahan luasan mangrove dari
tahun 2005-2010 berkurang karena adanya lahan terbangun untuk
pemukiman dan jalan.
Gambar 4.4 persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2010.
Gambar 4. 4 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun 2010
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2010 seperti disajikan pada Tabel 4.11.
72
Tabel 4.11.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2010
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 41,953 13
2. Kapuk Muara 197,263 60
3. Puit 88,784 27
4. Pejagalan - -
Total 328.000 100 Sumber : Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2010
Dari Tabel 4.11 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 60% atau seluas 197,263 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan Pluit hanya sebesar 27 %
seluas 88,784 ha sedangkan pada kelurahan pejagalan luasan mangrove
menjadi hilang karena adanya lahan terbangun untuk pemukiman dan
jalan.
Menurut data Dinas Kehutanan Kawasan hutan lindung angke
kapuk yang berhadapan sebelah barat mengalami degradasi akibat
proses alam yaitu abrasi sehingga luasannya menjadi berkurang. Posisi
hutan lindung yang terabrasi berhadapan persis dengan pulau
reklamasi yang akan dibangun oleh PT. Kapuk Naga Indah sebagai
pengembang pulau reklamasi di daerah pantai utara Provinsi DKI
Jakarta. PT KNI melakukan restorasi tahap 1 kawasan hutan lindung
angke kapuk yang rusak sebagai program CSR perusahaan akan
kelestarian lingkungan. Tahap 2 restorasi Kawasan hutan lindung
angke kapuk dilaksanakan pada tahun 2009 dan terakhir dilaksanakan
pada tahun 2016. Kegiatan restorasi yang terus dilakukan oleh PT.KNI
sampai dengan tahap 3 tahun 2016 seluas ±16,15 ha dalam
mengembalikan fungsi hutan lindung yang rusak sebagai salah satu
akibat kegiatan pembangunan infrastruktur jembatan penghubung atas
ijin pinjam pakai kawasan hutan. Izin pinjam pakai kawasan oleh
PT.KNI yang berbatasan dengan Kawasan hutan lindung yang rusak
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: SK.782/Menhut-II/2014 Tanggal 22 September 2014 “tentang
izin pinjam pakai Kawasan hutan untuk pembangunan prasarana
73
infrastruktur jembatan penghubung dari daratan ke pulau reklamasi
kapuk naga indah (pulau 2a) atas nama PT. Kapuk Naga Indah pada
Kawasan hutan lindung, di Kota Adminstrasi Jakarta Utara, Provinsi
DKI Jakarta seluas 0,8517 (delapan ribu lima ratus tujuh belas
persepuluh ribu hektar)”76
d. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2016
Pada tahun 2016, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 8 tahun 2016 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
252,344 ha. Sama dengan tahun 2005,2010 di wilayah pesisir Jakarta
Utara persebaran mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu
Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan
Pluit. Menurut interpretasi citra satelit perubahan luasan mangrove dari
tahun 2010-2016 berkurang karena adanya lahan terbangun untuk
pemukiman dan jalan, selain itu pada tahun 2016 juga sedang
maraknya pembangunan reklamasi, pembuatan perumahan elite,
restaurant, mall, rumah sakit, waterboom.
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan dengan bapak
Budi Rahardjo selaku warga yang sudah lama tinggal di daerah Pantai
Indah Kapuk (PIK) Menurut pendapatnya yaitu:
“kayanya yaaa pembangunan rumah tinggal aja gitu,,,
perumahan rumah elite, rumah sakit PIK, dan dulu sih udah ada
tapi belum begitu bagus, mall, golf, waterboom, restaurant,
banyak dehh pokonya PIK modern”77
Menurut Ibu Umiati selaku penduduk yang berdagang di daerah
mangrove seharusnya daerah pantai indah kapuk (PIK) tidak
diperuntukkan untuk pembangunan lahan terbangun tetapi yang baik
adalah untuk penenaman mangrove supaya bisa menahan abrasi dan
sehingga daratan tetap terjaga kelestariannya. Adapun menurut Ibu Umiati
yang diwawancarai pada tanggal 24 Agustus 2018 pada pukul 14:30
76 Risalah Pengolahan Data (RPD) Kawasan Hutan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta. 77 Hasil Wawancara Oleh Bapak Budi Rahardjo Pada Tanggal 24 Agustus Pukul 11.00
74
“yaa menurut saya bagusnya di pinggir laut daerah sini ya
adanya mangrove bukan perumahan, perumahan elite ini tahun
2001 mulai ramai. Wilayah ini dikelola oleh PT Mandara
permai, tahun 2001 agung sedayu group.”
Tetapi pada kenyataannya wilayah pesisir Jakarta tidak banyak
diperuntukkan untuk penanaman mangrove tetapi sebaliknya dibangun
lahan terbangun seperti pemukiman, jalan, mall, rumah sakit. Gambar
4.5 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk
(PIK) Jakarta Utara Tahun 2016.
Gambar 4.5 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2016.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2016 seperti disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
tahun 2016
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 35,939 14
2. Kapuk Muara 144,161 57
3. Pluit 72,244 29
4. Pejagalan - -
Total 252,344 100 Sumber : Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2016
75
Dari Tabel 4.13 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada di
kelurahan kapuk muara sebesar 57 % atau seluas 144,161 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan pluit hanya sebesar 29 % atau
seluas 72,244 ha. Menurut Data Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: SK.452/Menhlk-Setjen/2015 Tanggal 21
Oktober 2015 tentang penunjukkan Kawasan hutan produksi tetap yang
berasal dari lahan kompensasi dalam rangka pinjam pakai Kawasan hutan
atas nama PT. Kapuk Naga Indah, di kota Administratif Jakarta Utara,
Provinsi DKI Jakarta ±17.347 (Tujuh Belas Ribu Tiga Ratus Empat Puluh
Tujuh) Meter Persegi. Pelepasan Kawasan hutan atas nama PT. Mandara
Permai seluas 1,11846 ha untuk pembangunan simpang susun penjaringan
tahap II pada ruas jalan tol prof. sedyatmo sesuai SK Menteri Kehutanan
RI No: SK 784/Menhut-II/2014 Tanggal 22 September 2014.78
4. Perubahan Luasan Mangrove per Kelurahan di Jakarta Utara
Perubahan mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
pada tahun 2000 sampai dengan 2016 terjadi hampir di seluruh kelurahan
yang berbatasan dengan laut pesisir Jakarta Utara. Wilayah Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara terdapat 4 kelurahan yang berbeda pada tahun
2000 yakni kelurahan kamal muara, kelurahan kapuk muara dan kelurahan
pluit, kelurahan pejagalan. sedangkan pada tahun 2005-2016 wilayah
pejagalan tidak lagi terdapat mangrove karena adanya pembuatan lahan
terbangun. Wilayah ini berbatasan dengan teluk Jakarta yang merupakan
lokasinya di pesisir pantai.
Perubahan yang terjadi kebanyakan merupakan berkurangnya
mangrove menjadi lahan terbangun dibandingkan dengan pertambahan
mangrove. Selain menjadi lahan terbangun menurut Data Dinas Kehutanan
juga mangrove hutan lindung angke kapuk yang berhadapan sebelah barat
mengalami degradasi akibat proses alam yaitu yang dinamakan abrasi
sehingga luasan mangrove menjadi berkurang.
78 Risalah Pengolahan Data (RPD) Kawasan Hutan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta.
76
Posisi hutan lindung yang terabrasi berhadapan persis dengan
pulau reklamasi yang akan dibangun oleh PT. Kapuk Naga Indah sebagai
pengembang pulau reklamasi di pantau utara Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
juga di dukung oleh hasil wawancara dengan Bapak Hanafi selaku
Pengelola di ekowisata mangrove yang mengemukakan bahwa:
“Luas mangrove terdiri dari beberapa tanah daratan yang ada cuma
luas keseluruhannya 320,27 ha, awal pertamanya termasuk TWA,
arboretum. kemudian diambil oleh pengembang, sutet, aliran
listrik, memang katanya ini lahan di tukar guling dan dipindahkan
ke daerah jawa barat, disana nanti di buat lagi. Jadi lahan yang ada
untuk penanaman mangrove sampai sekarang kemungkinan juga
akan terus berkurang dan berkurang karena perkembangan zaman
dan semakin banyak pembangunan”79
Selain itu di dukung juga oleh pendapat dari Bapak Ade Djuhana
selaku Pengelola ekowisata mangrove yaitu:
”Perubahan luasan lahan mangrove berubah bukan makin luas ada
beberapa kali perubahan untuk membuat tol sedyatmo tetapi maaf
masalah angka kami tidak ada. dulu Jalur Tol Sedyatmo yang ke
bandara kan banjir dan juga diperluas jalurnya nya dan mengurangi
mengambil luasan hutan mangrove tapi ada konvensasinya dari
wilayah lain. Jadi mengurangi dari tahun 2000-2016 setalah
keambil jalan tol dan aslinya ini sebelum ada perumahan luas
banget lahan mangrovenya”80
Menurut masyarakat setempat yang asli Kecamatan Penjaringan
dan bertempat tinggal di Penjaringan sejak tahun 1986 mengatakan bahwa
perkembangan mangrove semakin tahun semakin meningkat mulai dari
tadinya tidak terurus dan sekarang menjadi terjaga kebersihannya dan juga
menjadi terawat tetapi dulu ini hutan mangrove dan perumahan baru ada
sekitar tahun 1996 dan masih sedikit, menurut Bapak Budi Yaitu:
“yaa setau saya perkembangan sih bagus semakin kesini semakin
meningkat, kalau dulu kan ini hutan belantara dan tidak terlalu
terurus oleh pemerintah, dan sehingga dikelola hingga sekarang
menjadi tempat ekowisata mangrove. Dulunya ini hutan mangrove
79 Hasil Wawancara oleh Bapak Hanafi selaku pengelola di Ekowisata Mangrove wawancara
ppada tanggal 8 Agustus 2018 pada pukul 16:00. 80 Hasil Wawancara dengan Bapak Ade Djuhana selaku pengelola di Ekowisata Mangrove pada
wawancara tanggal 8 Agustus 2018 pada pukul 14:30.
77
dan belum ada perumahan dan mulai ada pada tahun 1996 tetapi
masih sedikit”81
Gambar 4.10 Peta Perubahan mangrove di daerah Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara dari tahun 2000 sampai 2016.
Gambar 4.6 Overlay Peta Perubahan Mangrove di Jakarta Utara
tahun 2000-2016
Berdasarkan Gambar 4.6 terlihat bahwa perubahan mangrove di
Pesisir Jakarta Utara di Kecamatan Penjaringan ada 4 kelurahan yang
terdapat mangrove yaitu kelurahan kamal muara, kelurahan kapuk muara,
kelurahan pluit dan terakhir kelurahan pejagalan. Rincian luasan perubahan
mangrove per kelurahan di kecamatan penjaringan yang terdapat mangrove
periode 2000 sampai dengan 2016 terlihat pada Tabel 4.13. Berikut ini
Tabel 4.13 luasan perubahan mangrove di kecamatan Penjaringan yang
terdapat mangrove.
81 Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Raharjo selaku penduduk yang asli daerah Penjaringan
Jakarta Utara, wawancara pada tanggal 24 Agustus 2018 pada pukul 11:00.
78
Tabel 4.13
Rincian luasan perubahan mangrove per kelurahan di kecamatan
penjaringan yang terdapat mangrove tahun 2000-2016
No Kelurahan
Luas perubahan mangrove (ha)
Tahun 2000-
2005
Tahun 2005-
2010 Tahun 2010-2016
1. Kamal
Muara
+ 17,192 -19,361 -6.014
2. Kapuk
Muara
-64,155 -12,297 -53,102
3. Pluit -27,356 -3.638 -16,54
4. Pejagalan -21,802 0 0
Keterangan : + Bertambah - Berkurang
Berdasarkan Tabel 4.13 luas lahan yang deforestasi adalah pada
periode 2000-2005 menurut hasil wawancara pada tahun ini mulai
penggalakan untuk membuat pemukiman di daerah Pantai Indah Kapuk
(PIK) karena adanya jumlah penduduk yang meningkat sehingga berubah
alih fungsi lahan mengurangi luasan mangrove seluas -64,155, selain itu
deforestasi juga terjadi lagi pada tahun 2010-2016 hal ini di dukung oleh
data dari Dinas Kehutanan yaitu pada tahun 2010 hutan lindung mangrove
mengalami pengurangan luasan akibat degradasi akibat proses alam yaitu
abrasi sehingga luasannya menjadi berkurang. Selain itu juga posisi hutan
lindung berhadapan dengan pulau reklamasi hutan lindung mangrove
inilah sebagian lahannya dipakai untuk pulau reklamasi tersebut.
5. Analisis Perubahan Luasan Mangrove tahun 2000-2016
Analisis ini dilakukan untuk mengamati perubahan lahan
mangrove dengan menggunakan data multitemporal dimana
membandingkan dua citra/data hasil klasifikasi, dengan penggabungan
antara klasifikasi penutup lahan tahun 2000, 20005,2010 dan 2016 akan
dapat diketahui perubahan penutup lahan.
79
Tabel 4.14
Total luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan 2016.
No Tahun Luas Perubahan (ha)
1. 2000 452,141
2. 2005 356,02
3. 2010 328.000
4. 2016 252,344
Sumber: Hasil Pengolahan Citra tahun 2000,2005,2010 dan 2016
252,344
328,000356,02
452,141
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2000 2005 2010 2016
Grafik 4.1
Total luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan 2016.
Berdasarkan hasil pengolahan citra perubahan luasan mangrove
tahun 2000 sampai 2005 mengalami penurunan sebesar 30% yaitu seluas
452,141 ha, perubahan tahun 2005 sampai tahun 2010 penurunan luas
mangrove mencapai 25% yaitu mencapai 356,02 dan tahun 2010 sampai
tahun 2016 luas mangrove mengalami penurunan yang sedikit yaitu seluas
328,000 ha dengan presentase mencapai 23%, pada tahun 2016 penurunan
mangrove sangat drastis yaitu mencapai 252,344 ha dengan presentase 22%.
a. Perubahan Luasan mangrove tahun 2000-2005
Setelah diketahui total luasan mangrove tahun 2000 dan 2005
kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa perubahan
luasan mangrove selama 5 tahun terakhir. Sehingga jika dimasukkan
angka luasan tahun 2000 dan 2005 yaitu menjadi:
80
ΔL = 356,02-452,141
5
= -96,121
5
= -19,2 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2000-2005 yaitu seluas
-19,2 ha dan terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2000-2005
seluas -19,2 ha. Sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -19,2
5
= -3,84 ha.
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -3,84
ha.
b. Perubahan Luasan mangrove dari tahun 2005-2010
Dari Tabel 4.15 diketahui total luasan mangrove tahun 2005
dan 2010 kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa
perubahan luasan mangrove selama 5 tahun terakhir berikut ini adalah
perhitungan luas perubahan mangrove tahun 2000-2005.
Sehingga jika dimasukkan angka luasan tahun 2005 dan 2010
yaitu menjadi:
ΔL = 328.-356,02
5
= -28,02
5
= -5,60 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2005-2010 yaitu seluas
-5,60 ha dan terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2005-2010
seluas -5,60 ha sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -5,60
5
= -1,12 ha
81
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -1,12
ha.
c. Perubahan Luasan mangrove tahun 2010-2016
Dari Tabel 4.15 diketahui total luasan mangrove tahun 2010
dan 2016 kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa
perubahan luasan mangrove selama 5 tahun terakhir.
Sehingga jika dimasukkan angka luasan tahun 2005 dan 2010
yaitu menjadi:
ΔL = 252,344-328.
5
= -75,656
5
= -15,131 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2010-2016 yaitu seluas
-15,131 sehingga terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2010-2016
seluas -15,131 ha sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -15,131
6
= -2,52 ha
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -2,52
ha.
d. Perubahan luasan Mangrove Tahun 2000-2016
Setelah melakukan penghitungan perubahan luasan mangrove
tahun 2000-2005, 2005-2010, 2010-2016 kita dapat mengetahui berapa
luasan mangrove yang terjadi selama kurun waktu 16 tahun
perhitungan yang diperoleh adalah sebagai berikut. Perubahan luasan
mangrove tahun 2000-2016 terlihat pada Tabel 4.15.
82
Tabel 4.15
Perubahan Luasan mangrove yang terjadi selama kurun waktu 16
tahun
No Tahun Perubahan
luas (ha)
Perubahan
luas
pertahun
Presentase
(%)
1. 2000-2005 -19,2 -3,84 48%
2. 2005-2010 -5,60 -1,12 15%
3. 2010-2016 -15,131 -2,52 37%
Jumlah -39,931 -7,48 100 Sumber: Pengolahan Data Tahun 2000, 2005, 2010, 2016
Menurut interpretasi citra setiap lima tahun mangrove di pesisir
Jakarta Utara mengalami perubahan yaitu berkurangnya habitat
mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove seluas -19,2
ha dan pada tahun 2005-2010 pengurangan juga terjadi tetapi lebih
sedikit yaitu -5,60 ha dan yang terakhir pada tahun 2016 pengurangan
yang terbesar karena untuk lahan terbangun yaitu seluas -15,131 ha
jadi selama kurun waktu 16 pengurangan mangrove yaitu seluas
-39,931 ha. setelah mengetahui perubahan luasan mangrove perlima
tahun kemudian dapat diketahui perubahan tiap tahunnya yaitu pada
tahun 2000-2005 perubahan terjadi seluas -3,84 ha dan pada tahun
2005-2010 perubahan tiap tahunnya terjadi yaitu -1,12 ha dan pada
tahun 2010-2016 perubahan tiap tahunnya yaitu -7,48 ha. jadi total
perubahan setiap tahunnya yaitu -7,48 ha.
6. Analisis Kerapatan Vegetasi Berdasarkan Nilai NDVI
Sebaran nilai kerapatan vegetasi di DKI Jakarta diperoleh dengan
menggunakan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
NDVI sensitif terhadap aktivitas fotosintesis oleh klorofil sehingga nilai
NDVI dapat digunakan untuk membuat klasifikasi vegetasi. Semakin
banyak daun dan semakin tebal daun pada tumbuhan maka akan sangat
berpengaruh pada hasil pantulannya. Jika terdapat lebih banyak
dipantulkan dari radiasi panjang gelombang NIR daripada RED, maka
tumbuhan pada area tersebut dapat dikatakan padat dan mungkin berupa
hutan. Jika terdapat perbedaan yang sangat kecil antara kecerahan panjang
gelombang RED dan NIR yang dipantulkan, maka tumbuhan mungkin
jarang atau tipis dapat berupa padang rumput atau sawah masa vegetasi
83
berdasarkan dominasi tumbuhan. Untuk melihat Ilustrasi perubahan NDVI
tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.7.
NDVI Tahun 2000 NDVI Tahun 2005
n
NDVI tahun 2010 NDVI tahun 2016
NDVI Tahun 2010 NDVI Tahun 2016
Gambar 4.7
Ilustrasi perubahan NDVI tahun 2000,2005,2010 dan 2016.
Berdasarkan hasil transformasi NDVI yang bersumber pada citra
landsat 8 OLI/TRS perekaman pada tanggal 1 Agustus 2016 yang
ditunjukkan gambar 4.3 menghasilkan nilai spektral antara -0,0632 sampai
dengan 0,4958. Nilai negatif memperlihatkan objek yang berada pada
piksel tersebut memiliki nilai pantulan yang lebih tinggi pada band 3
(merah) jika dibandingkan dengan pantulan pada band 4 (inframerah
dekat), hal ini mengindikasikan kerapatan vegetasi yang rendah karena
pada dasarnya terjadi penyerapan cahaya merah oleh pigmen tanaman.
Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dapat dijadikan
sebagai dasar pengklasan sesuai dengan dominasi tumbuhan. Menurut
beberapa penelitian, permukaan vegetasi yang memiliki rentang nilai
NDVI 0,1 menunjukkan padang rumput dan semak belukar, dan nilai lebih
Lebat
Sedan
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
84
tinggi hingga 0,8 menunjukkan hutan hujan tropis atau tutupan vegetasi
lebat cenderung mempunyai nilai NDVI mendekati +1.
Indeks vegetasi tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Peta NDVI Kecamatan Penjaringan Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai NDVI yang
dimiliki oleh kecamatan Penjaringan sangat beragam. Indeks kerapatan
vegetasi di Penjaringan diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu, kerapatan
jarang, kerapatan sedang dan kerapatan lebat.
Adapun luasan masing-masing kelasan indeks kerapatan vegetasi
dapat dilihat pada Tabel 4.16
85
Tabel 4.16
Luas kelas NDVI
No Interval Nilai
Spektral Klasifikasi
Luas
(km2)
Presentase
(%)
1. -0,0632-0,1034 Kerapatan Vegetasi
Jarang
55,94 41,48
2. 0,1034-0,2261 Kerapatan Vegetasi
Sedang
228,41 46,98
3. 0,2261-0,4958 Kerapatan Vegetasi
Lebat
201,65 11,54
Total 4.860 100 Sumber: Analisis data berdasarkan Citra tahun 2016
Jadi luas kelas NDVI yang tertinggi yaitu pada klasifikasi sedang
dengan luas 228,41 interval nilai spekral yaitu 0,1034-0,2261 dan
presentase yaitu 46,98 %. Sedangkan pada luas terendah yaitu
pada klasifikasi jarang dengan luas yaitu 55,94 dan nilai spektral yaitu
-0,0632-0,1034 dan presentasenya yaitu 41,48. Jadi kesimpulannya yaitu
NDVI di daerah Kecamatan Penjaringan memiliki tingkat indeks vegetasi
yang berkategori sedang dan lebat.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian perubahan lahan mangrove yaitu berkurangnya
habitat mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove terbesar yaitu
seluas -19,2 ha terjadi karena adanya lahan terbangun seperti pemukiman dan
jalan tol Prof Sedyatmo. Pada tahun 2005-2010 pengurangan juga terjadi
tetapi lebih sedikit yaitu -5,60 ha terjadi karena adanya pembangunan
restaurant, lapangan golf, dan pemukiman. Pada tahun 2016 pengurangan
luasan mangrove yaitu seluas -15,131 ha pengurangan ini dikarenakan karena
adanya pembangunan untuk perumahan elite, pembangunan mall, dan juga
adanya perluasan jalur untuk jalan tol Prof Sedyatmo jadi selama kurun waktu
16 tahun pengurangan mangrove yaitu seluas -39,931 ha. berkurangnya habitat
mangrove menjadi lahan pembangunan perumahan elite, pembangunan mall,
lapangan golf, restaurant, Jalan Tol Prof Sedyatmo di Pantai Indah Kapuk
(PIK) Jakarta Utara didukung oleh teori pembangunan yang digagas oleh
Bryant & White pembangunan adalah salah satu diantara konsep-konsep
paling mendesak di zaman kita sekarang ini. Menurutnya, pembangunan
86
memancing pertanyaan-pertanyaan sulit tentang nilai-nilai, Teknik-teknik dan
pilihan-pilihan. Pembangunan memunculkan kembali pertanyaan klasik
tentang hakikat “masyarakat yang baik”.82
Perubahan lahan yang terjadi terhadap jalur hijau (green belt) berupa
mangrove menjadi lahan terbangun berupa perumahan elite, merupakan hal
yang tidak asing lagi di zaman kita saat ini, meskipun lahan mangrove sangat
penting yaitu untuk menahan abrasi, tetapi pembangunan perumahan juga
penting bagi masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal, banyaknya
masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk setiap tahunnya salah satunya di Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara. Menurut Muh Aris Marfa’i tekanan penduduk terhadap kawasan hutan
mangrove semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Pertumbuhan populasi juga merupakan salah satu yang tidak bisa dihindari.
Semakin bertambah jumlah manusia, semakin tinggi pula kebutuhan akan
tempat tinggal.
Menurut Bengen kerusakan hutan mangrove disebabkan adanya fakta
bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan cara
mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih
fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan
sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan
Kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-
satunya cara untuk mempertahankan peran, fungsi, serta keseimbangan
ekosistem kehidupan di wilayah pesisir.
Hutan mangrove terindikasi terus mengalami perubahan dari tahun ke
tahunnya untuk peralihan fungsi lahan seperti penelitian yang telah dilakukan
oleh Hansen Marcello dalam Skripsinya yaitu hutan mangrove di pesisir
kebupaten Indramayu mengalami perubahan dari tahun 1989 sampai tahun
2015. Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan mangrove dan
penurunan jumlah spesies mangrove pada periode tahun 1989-2015 sebesar
26,6% dan pada periode 2002-2010 sebesar 22,1%. Selama 21 tahun, total
pengurangan luasan mangrove terbesar di kecamatan losarang yaitu 29,9% 82 Nia K Pontoh, Iwan Kustiwan, Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung, ITB, 2008),
hlm. 162
87
dari seluruh pengurangan mangrove yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten
Indramayu sebesar 99,2% pengurangan ini terjadi karena peralihan fungsi
menjadi tambak.83
Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Sodikin dalam disertasinya
yaitu perubahan mangrove di Kabupaten Indramayu pada tahin 1989 sampai
dengan 2015 terjadi hampir di seluruh Kecamatan yang berbatasan langsung
dengan laut Kabupaten Indramayu. Perubahan yang terjadi kebanyakan
merupakan kerusakan atau berkurangnya mangrove dibandingkan dengan
pertambahan mangrove, deforestasi terparah rentang waktu tahun 1989 sampai
dengan 2002 adalah kecamatan losarang yang mengalami deforestasi
mangrove seluas 32,8 ha selama kurun waktu 13 tahun. Adapun deforestasi
terkecil yaitu di Kecamatan Karangampel yaitu seluas 4,94 ha.84
Penelitian tentang perubahan luasan mangrove juga dilakukan oleh
Nana Suwargana dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Perubahan Hutan
Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Muara Gembong,
Bekasi dengan hasil penelitian yaitu potensi hutan mangrove di Muara
Gembong sudang berkurang karena pengembangan lahan tambak sudah
meluas, hutan mangrove nyaris habis berubah fungsi selain menjadi lahan
pertambakan banyak hutan mangrove rusak karena abrasi. Hal tersebut
menyebabkan fungsi hutan mangrove sebagai perlindungan hewan sudah tidak
berdaya lagi, sehingga menyebabkan penurunan hasil penangkapan ikan bagi
nelayan tangkap. Maka kondisi keberadaan hutan mangrove di Pantai Bahagia
dengan populasi yang semakin berkurang telah berpengaruh terhadap
pendapatan wilayah.
83 Hansen Marcello, Skripsi: “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu” (Depok:
Universitas Indonesia, 2012) hlm 67. 84 Sodikin, Disertasi:”Pemodelan Spasial dan Dinamis Perubahan Hutan Mangrove Dan
Strategi Rehabilitasnya Di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.” Institut Pertanian
Bogor.2018.
88
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan penelitian.
Diantaranya dalam proses pembuatan peta perubahan mangrove lahan Kecamatan
Penjaringan, dimana bahan citra landsat 7 ETM+ tahun 2005 terdapat banyak gap
seperti garis potongan-potongan pada citra, jadi peneliti menggunakan citra
landsat 5 ETM+ untuk penggunaan peta perubahan mangrove. Peneliti juga
membutuhkan waktu yang lama untuk mendownload citra landsat 5 dan 8 di usgs
explore.
Peneliti juga mengalami keterbatasan dalam hal pembuatan peta
penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan karena membutuhkan waktu yang
lama jadi peneliti langsung menentukan peta perubahan mangrove tidak
menggunakan peta perubahan lahan terlebih dahulu. Tetapi peneliti memperkuat
hasil peta perubahan mangrove tersebut dengan melakukan groundcheck yang
mana hasilnya menunjukkan bahwa yang pinggir pantai adalah mangrove.
89
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perubahan lahan mangrove yaitu
berkurangnya habitat mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove
terbesar yaitu seluas -19,2 ha terjadi karena adanya lahan terbangun seperti
pemukiman dan jalan tol Prof Sedyatmo. Pada tahun 2005-2010 pengurangan
juga terjadi tetapi lebih sedikit yaitu -5,60 ha terjadi karena adanya
pembangunan restaurant, lapangan golf, dan pemukiman. Pada tahun 2016
pengurangan luasan mangrove yaitu seluas -15,131 ha pengurangan ini
dikarenakan karena adanya pembangunan untuk perumahan elite,
pembangunan mall, dan juga adanya perluasan jalur untuk jalan tol Prof
Sedyatmo jadi selama kurun waktu 16 tahun pengurangan mangrove yaitu
seluas -39,931 ha. Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dibagi
menjadi 3 klasifikasi yaitu Jarang, Sedang dan Lebat interval nilai spektral
jarang yaitu -0,0632-0,1034 dengan luas 55,94 ha dan sebesar 41,48%
sedangkan kerapatan vegetasi sedang yaitu dengan nilai spektral 0,1034-
0,2261 dengan luas 228,41 dan 46,98% sedangkan klasifikasi lebat yaitu
dengan nilai spectral 0,2261-0,4958 dan luas 201,65 ha. sebesar 22,54%. Jadi
total seluruh klasifikasi yaitu 4,860.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan implikasi
sebagai berikut:
1. Pengurangan luasan mangrove selama beberapa tahun dapat berpengaruh
pada abrasi di wilayah pesisir Jakarta Utara sehingga dapat mengancam
keberadaan wilayah pesisir.
2. Luas mangrove berkurang juga dapat mempengaruhi kualitas perairan di
sekitar wilayah pesisir pantai
90
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat Kecamatan Penjaringan
a. Perlu adanya penanaman mangrove yang berkelanjutan supaya
ekosistem mangrove terus berkembang.
b. Perlu meningkatkan kelestarian mangrove yang sudah ada supaya tidak
terjadi kerusakan dan tetap terjaga.
2. Bagi Lembaga Pemerintah
a. Perlu meningkatkan kegiatan sosialisasi pemahaman akan dampak
kerusakan hutan mangrove pada wilayah pesisir kepada masyarakat
setempat dan masyarakat luas
b. Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya
keberadaan hutan mangrove.
c. Perlu dibangun area perlindungan laut di pesisir Jakarta Utara sebagai
wilayah buffer (penyangga) bagi keberlanjutan eksositem mangrove
d. Perlu adanya aturan dan regulasi yang jelas dalam hal pemanfaatan dan
pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara
3. Bagi peneliti lain
a. Hendaknya menggunakan citra yang lebih beresolusi tinggi yang
ukuran pikselnya besar sehingga akurat dalam menggambarkan
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
b. Perlu juga pengambilan data untuk survey lapangan yang lebih banyak
dan merata pada lokasi survey.
91
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amran, Saru. 2014.Potensi Biologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di