SKRIPSI APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT DI PT. ARNOTT’S INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT Oleh : ANDRIANSYAH RHAMADAN F24103054 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
128
Embed
Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit Pada Krim Pengisi Coklat Di PT. Arnott's Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKRIPSI
APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT
PADA KRIM PENGISI COKLAT
DI PT. ARNOTT’S INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT
Oleh :
ANDRIANSYAH RHAMADAN
F24103054
2007
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Andriansyah Rhamadan. F24103054. Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit pada Krim Pengisi Coklat di PT. Arnott’s Indonesia, Bekasi-Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. (2007)
RINGKASAN
Krim pengisi coklat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, bubuk coklat, whey powder, susu full cream, lesitin, dan antioksidan. Jenis minyak yang biasa digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah minyak sawit. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit dapat mengalami beberapa kerusakan fisik yang menurunkan mutu produk, seperti terjadinya pemisahan minyak, fat bloom dan pengerasan krim. Pemisahan minyak atau oiling out adalah peristiwa memisahnya minyak pada permukaan krim sehingga minyak terlihat menggenang dan mengurangi mutu penerimaan terhadap produk. Fat bloom adalah peristiwa timbulnya bintik-bintik putih pada permukaan produk coklat. Pengerasan krim adalah peristiwa perubahan tekstur krim yang semula mudah dioles menjadi keras. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku minyak sawit yang digunakan dengan minyak rapeseed.
Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mempelajari karakteristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dengan melihat komposisi asam lemak dan nilai SFC (Solid Fat Content) minyak. Tahap kedua adalah formulasi krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat dengan bahan baku minyak rapeseed dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar yang menggunakan bahan baku minyak sawit. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebanyak 30%. Krim pengisi coklat yang dibuat dengan minyak rapeseed menggunakan minyak sebanyak 30% dan 28%. Proses pengadukan dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu 45oC dan suhu 55oC. Pengujian yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah nilai SFC krim pengisi coklat, ukuran partikel krim pengisi coklat, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Tahap ketiga adalah penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan krim. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan terhadap kekerasan krim pengisi coklat dan penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan.
Berdasarkan penelitian, minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnott’s Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu.
Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-
48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka kilap permukaan krim pengisi coklat akan semakin rendah dan mendekati fat bloom. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka kilap permukaan krim pengisi coklat juga akan semakin rendah.
Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek bahkan jika dibandingkan dengan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang memiliki viskositas lebih rendah. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek, namun sifat kemudahan dicoleknya dipengaruhi viskositas krim pengisi coklat. Semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed, maka krim akan semakin cepat mengeras. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat juga akan semakin rendah.
Saran dari penelitian ini adalah melakukan pengujian subjektif yang diiringi dengan pengujian objektif sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.
APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT
PADA KRIM PENGISI COKLAT
DI PT. ARNOTT’S INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ANDRIANSYAH RHAMADAN
F24103054
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT
PADA KRIM PENGISI COKLAT
DI PT. ARNOTT’S INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ANDRIANSYAH RHAMADAN
F24103054
Dilahirkan pada tanggal 21 Mei 1985
Di Bogor
Tanggal lulus : 23 November 2007
Menyetujui:
Bogor, Desember 2007
Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Vincentia Martha Ariyanti, STP Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Bogor, 21 Mei 1985 dan memiliki
nama lengkap Andriansyah Rhamadan. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikannya
di TK Melati Bogor, SD Negeri Pengadilan 2 Bogor, SLTP
Negeri Satu bogor, dan SMU Negeri Satu Bogor. Melalui jalur
masuk USMI, penulis menempuh pendidikan terakhirnya di Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernah
menjabat sebagai ketua biro sosial HIMITEPA (Himpunan Minat dan Profesi
Ilmu dan Teknologi Pangan) pada masa jabatan 2005-2006, menjadi anggota
BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Teknologi Pertanian pada masa
jabatan 2004-2005, dan menjadi anggota Badan Struktural Ladang Seni pada
masa jabatan 2003-2007. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam
kegiatan IPB Art 2003, Bakti Sosial BEM-F 2004, Fateta Art 2005, penerimaan
mahasiswa baru IPB 2004 dan penerimaan mahasiswa baru departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan 2004. Pada tahun 2006, penulis ikut ambil bagian dalam
kegiatan NSPC (National Student Paper Competition) yang diselenggarakan oleh
Himpunan Minat dan Keprofesian Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Penulis
pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar pada periode Juli-Agustus 2006.
Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan
melakukan kegiatan magang yang berjudul “Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai
Pengganti Minyak Sawit di PT. Arnott’s Indonesia Bekasi-Jawa Barat”. Kegiatan
Magang ini dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai dengan bulan Juni 2007.
Andriansyah Rhamadan. F24103054. Aplikasi Minyak Rapeseed Sebagai Pengganti Minyak Sawit pada Krim Pengisi Coklat di PT. Arnott’s Indonesia, Bekasi-Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr.Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. (2007)
RINGKASAN
Krim pengisi coklat dibuat dengan mencampurkan minyak nabati, gula, bubuk coklat, whey powder, susu full cream, lesitin, dan antioksidan. Jenis minyak yang biasa digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah minyak sawit. Krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit dapat mengalami beberapa kerusakan fisik yang menurunkan mutu produk, seperti terjadinya pemisahan minyak, fat bloom dan pengerasan krim. Pemisahan minyak atau oiling out adalah peristiwa memisahnya minyak pada permukaan krim sehingga minyak terlihat menggenang dan mengurangi mutu penerimaan terhadap produk. Fat bloom adalah peristiwa timbulnya bintik-bintik putih pada permukaan produk coklat. Pengerasan krim adalah peristiwa perubahan tekstur krim yang semula mudah dioles menjadi keras. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku minyak sawit yang digunakan dengan minyak rapeseed.
Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mempelajari karakteristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dengan melihat komposisi asam lemak dan nilai SFC (Solid Fat Content) minyak. Tahap kedua adalah formulasi krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat dengan bahan baku minyak rapeseed dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar yang menggunakan bahan baku minyak sawit. Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebanyak 30%. Krim pengisi coklat yang dibuat dengan minyak rapeseed menggunakan minyak sebanyak 30% dan 28%. Proses pengadukan dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu 45oC dan suhu 55oC. Pengujian yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah nilai SFC krim pengisi coklat, ukuran partikel krim pengisi coklat, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Tahap ketiga adalah penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan krim. Pada tahap ini, pengamatan dilakukan terhadap kekerasan krim pengisi coklat dan penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan.
Berdasarkan penelitian, minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnott’s Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu.
Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-
48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka kilap permukaan krim pengisi coklat akan semakin rendah dan mendekati fat bloom. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka kilap permukaan krim pengisi coklat juga akan semakin rendah.
Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek bahkan jika dibandingkan dengan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang memiliki viskositas lebih rendah. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek, namun sifat kemudahan dicoleknya dipengaruhi viskositas krim pengisi coklat. Semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed, maka krim akan semakin cepat mengeras. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama penyimpanan sampai enam minggu, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat juga akan semakin rendah.
Saran dari penelitian ini adalah melakukan pengujian subjektif yang diiringi dengan pengujian objektif sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan. Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat-Nya lah skripsi ini dapat penulis selesaikan. Selama mengerjakan tugas
akhir ini, penulis dibantu oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, doa, motivasi,
nasehat, dan dukungan yang tidak ternilai. Bro yang selalu memberikan
inspirasi cara pandang lain dalam menghadapi masalah.
2. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
Terima kasih atas bimbingan, masukan, motivasi, dan saran Bapak selama
ini.
3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih
atas bimbingan, masukan, dan saran Ibu selama penulis menyelesaikan
tugas akhir.
4. Dr. Ir. Sukarno, MSi. Selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan,
saran, dan kesediaan Bapak sebagai penguji.
5. Vincentia Martha Ariyanti, STP. Selaku pembimbing lapang di PT.
Arnott’s Indonesia. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan saran
Mba selama penulis melakukan kegiatan magang.
6. Pak Lili dan keluarga, terima kasih atas kesediaannya menerima penulis
Tabel 3. Asam lemak yang penting dalam minyak dan lemak ........................... 24
Tabel 4. Komposisi asam lemak di dalam trigliserida minyak sawit .................. 27
Tabel 5. Distribusi asam lemak dalam minyak rapeseed komersial ................... 28
Tabel 6. Hubungan antara nilai HLB dengan aplikasinya .................................. 34
Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan ........................................................................................... 44
Tabel 8. Perbandingan ukuran partikel krim pengisi coklat ............................... 57
Tabel 9. Pengaruh jumlah minyak dan suhu proses terhadap viskositas krim pengisi coklat ...................................................................................... 58
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia fosfatidilkolin ......................................................... 35
Gambar 2. Struktur kimia fosfatidiletanolamin ................................................ 35
Gambar 3. Proses pembuatan krim pengisi coklat ........................................... 41
Gambar 4. Perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan ............................................................... 46
Gambar 5. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan krim Nuttela ................. 51
Gambar 6. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan krim pengisi coklat standar ............................................................ 53
Gambar 7. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak rapeseed dan krim pengisi coklat A .............................................................. 54
Gambar 8. Tampak atas hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe ........................................................................................... 60
Gambar 9. Tampak samping hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe .................................................................................. 61
Gambar 10. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC .................. 67
Gambar 11. Pulsed NMR 20 MHz analyzer ...................................................... 96
Gambar 12. Penangas air dengan blok dan tube sampel ..................................... 97
Gambar 13. Tampilan pangkalan data NMR analyzer 20MHz ........................... 97
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Karakteristik SFC minyak sawit dan minyak rapeseed ................ 83
Lampiran 1b. Nilai solid fat content krim pengisi coklat standar dan A ............. 83
Lampiran 2a. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC ...................................... 84
Lampiran 2b. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC ............................... 84
Lampiran 2c. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC .................................... 85
Lampiran 3. Hasil uji anova pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 86
Lampiran 4. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 87
Lampiran 5. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar ................... 88
Lampiran 6a. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC ...................................... 89
Lampiran 6b. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC ............................... 89
Lampiran 6c. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC .................................... 90
Lampiran 7. Hasil uji anova pengaruh viskositas krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan ukuran partikel krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ................................................. 91
Lampiran 8. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh suhu penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ..................................................................................... 92
Lampiran 9. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh lama penyimpanan terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ..................................................................................... 93
Lampiran 10. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh viskositas krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed ................................................................ 94
Lampiran 11. Metode analisis komposisi asam lemak ....................................... 95
Lampiran 12. Metode analisis solid fat content (SFC) ....................................... 96
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Produk pangan semakin berkembang seiring dengan kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan beragamnya permintaan pasar.
Industri-industri pangan terus bermunculan untuk memenuhi permintaan
tersebut. Luasnya pasar dapat meningkatkan parameter penerimaan konsumen
terhadap suatu produk. Kualitas suatu produk menjadi parameter penting yang
dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh sebab itu
peningkatan kualitas harus tetap menjadi prioritas sehingga perusahaan
mampu memenuhi keinginan konsumen dan pada akhirnya dapat
memenangkan pasar penjualan produk.
PT. Arnott’s Indonesia merupakan salah satu produsen produk pangan
yang terus menerus berusaha untuk meningkatkan kualitas. Produk-produk
yang dihasilkan berupa makanan ringan seperti biskuit, cookies, sandwich dan
wafer stick. Beberapa produk menggunakan krim sebagai bahan dasar yang
sangat penting sehingga kualitas krim menjadi sangat penting untuk
menentukan kualitas produk secara keseluruhan. Salah satu krim yang
digunakan di perusahaan adalah krim pengisi atau cream filling.
Krim pengisi adalah krim yang diisikan ke dalam suatu wadah
sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan biskuit. Krim pada dasarnya
merupakan campuran antara lemak dan gula, bahan lain dapat ditambahkan
untuk meningkatkan parameter lain seperti tekstur, rasa, penampakan, dan
umur simpannya. Krim pengisi menggunakan bahan baku berupa lemak cair
atau minyak, sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan mudah dicolek.
Krim pengisi dapat mengalami beberapa kerusakan fisik seperti
pengerasan, fat bloom, dan pemisahan minyak. Kerusakan ini terjadi akibat
perubahan yang dipengaruhi oleh beragamnya kondisi selama proses,
penyimpanan, distribusi, dan pemasaran. Salah satu upaya yang dapat
ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku lemak
atau minyak yang digunakan. Minyak yang digunakan sebagai bahan baku
harus memiliki kestabilan terhadap perubahan kondisi, terutama suhu, mulai
2
dari pasca proses produksi sampai ke tangan konsumen. Salah satu minyak
yang di klaim memiliki kestabilan yang tinggi adalah minyak rapeseed. Hal
ini disebabkan perubahan nilai SFC yang dimiliki minyak ini relatif landai
sehingga tidak terjadi perubahan nilai SFC yang drastis ketika dihadapkan
pada perubahan suhu. Aplikasi minyak rapeseed sebagai bahan baku
diharapkan mampu menghasilkan produk krim pengisi coklat yang dapat
mempertahankan stabilitasnya sampai ke tangan konsumen.
B. TUJUAN
Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak
rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim
pengisi coklat.
3
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan
yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada
tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai
produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk
chips. Pada tahun 1982, secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang
menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.
Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT.
Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang
pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya
berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya
pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.
Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit
Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia.
Arnott’s Biscuit Limited Australia berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini
telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih
dari 134 tahun, menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan
distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan
adanya kerjasama antara PT. BMS dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia
maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s Indonesia (PT.
HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di
Indonesia.
Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di
Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen
lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, sejak 1 April 1998, keseluruhan
fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H.
Wahab Affan no.8 (Jalan Raya Bekasi KM. 28) Medan Satria, Bekasi Barat.
Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998,
PT. Helios Arnott’s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott’s Indonesia
dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah
4
satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan
dikelola dengan baik. PT. Arnott’s Indonesia juga memproduksi biskuit bayi
untuk perusahaan lain. Produk andalan dan biskuit bayi produksi PT. Arnott’s
Indonesia yang ada di pasaran saat ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis produk produksi PT. Arnott’s Indonesia
No. Merk Jenis Produk
1 Nyam-nyam Biskuit + krim
2 Stikko Wafer stick
3 Joddy Wafer stick
4 Prestige Assorted
5 Piroutte Wafer stick
6 Good Time Teddy Cookies
7 Good Time Smiley Cookies
8 Mic Mac Sandwich Crackers Biskuit + krim
9 Tim Tam Wafer Wafer + krim
10 Tim Tam Biscuit Biskuit + krim
11 Milna Baby Biscuit Biskuit bayi
12 Farley’s Baby Biscuit Biskuit bayi
13 Nestle Baby Biscuit Biskuit bayi
14 SGM Baby Biscuit Biskuit bayi
15 Promina Baby Biscuit Biskuit bayi
B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
PT. Arnott’s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan
Raya Bekasi KM 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal
pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk
keperluan industri karena dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga
kerja, dan daerah perusahaan untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga
didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat dengan perusahaan
sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama
untuk distribusi produk ke luar Jakarta. Terdapat beberapa pabrik di sekitar
5
perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif.
Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott’s Indonesia ini
tidak menggangu kegiatan produksi di perusahaan.
Saat ini perusahaan telah melakukan perubahan pada layout sehingga
kegiatan-kegiatan perusahaan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Perubahan
ini juga merupakan salah satu tindakan untuk mencegah banjir yang pernah
melanda kota Bekasi.
C. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi PT. Arnott’s Indonesia terdiri dari beberapa
kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitik
beratkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi. Kendali
perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan.
Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer
departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan
dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-
masing bagian.
1. Presiden Direktur
Presiden direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam
perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertangung jawab atas
maju atau mundurnya perusahaan. Wewenang dan tanggung jawab
presiden direktur antara lain:
a) Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh.
b) Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
mencapai tujuan.
c) Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk
menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban
masing-masing direktur.
6
2. Direktur Keuangan dan Akuntansi
Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah:
a) Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan
sistem keuangan, akuntansi dan administrasi.
b) Melakukan administrasi yang tertib.
c) Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan.
3. Direktur Pemasaran
Tugas wewenang dan tanggung jawab direktur pemasaran adalah:
a) Merumuskan strategi dan program pemasaran
b) Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah
ditentukan
c) Memantau dan menganalisis keadaan ekonomi dan pasar, baik
dalam maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan
pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan
d) Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak
penjualan ekspor.
4. Direktur Penjualan
Tugas wewenang dan tanggung jawab bagian ini meliputi:
a) Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga, dan
promosi, baik untuk produk sendiri maupun produk saingan.
b) Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para
pelanggan
c) Bekerjasama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target
penjualan
d) Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan
wilayahnya untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan
menjalin hubungan baik dengan pelanggan.
e) Menerima informasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota
yang dimiliki perusahaan.
7
5. Manajer Utama (General Manajer)
Manajer utama bertugas mengawasi kegiatan operasional yang
terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti gudang dan
pembelian.
6. Manajer Pabrik (Plant Manager)
Tugas wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi:
a) Mengawasi kerja manajer produksi
b) Memberi laporan kepada presiden direktur mengenai aktivitas
perusahaan dalam hal pengoperasian
c) Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk
d) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan
perusahaan
D. Ketenagakerjaan
Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan
peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT.
Arnott’s Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di
PT. Arnott’s Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan
menjadi dua status, yaitu pekerja kontrak dan pekerja tetap.
1. Pekerja Kontrak
Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja
untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan
menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir.
2. Pekerja Tetap
Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja
untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang
melebihi dua puluh hari dalam satu bulan secara terus menerus dengan
menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka
8
memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan
membagi waktu kerja sebagai berikut :
a. Karyawan kantor
Karyawan kantor adalah pekerja tetap yang bekerja pada
bagian kantor. Kegiatan kerjanya dimulai dari pukul 08.00 sampai
dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit.
b. Karyawan bagian produksi
Karyawan bagian produksi adalah pekerja tetap yang
bekerja di bagian produksi produk-produk perusahaan. Kegiatan
kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara
bergantian setiap minggunya, yaitu :
1. Shift I : Pukul 06.30 - 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit
2. Shift II : Pukul 15.00 - 22.30, dengan waktu istirahat 30 menit
3. Shift III : Pukul 22.30 - 06.30, dengan waktu istirahat 30 menit
Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai
Jum’at kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah
ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam.
PT. Arnott’s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas
tinggi juga memberikan fasilitas terhadap karyawannya. Beberapa fasilitas
yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan
kesejahteraan karyawan dalam bentuk system pemberian upah yang diatur
menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan
jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan
pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan
keluarga berencana.
Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam
bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh
perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata alas, sarung
9
tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan.
Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa
dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla) dan
sarana olah raga.
10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KRIM
Krim merupakan produk yang sangat penting, terutama dalam produk-
produk confectionery. Krim pengisi merupakan salah satu produk krim yang
memiliki komponen utama lemak atau minyak dan gula. Krim merupakan
dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980).
Sedangkan krim pengisi atau cream filler dideskripsikan sebagai krim
teraerasi yang dicampur secara merata dengan gula, shortening, air, perisa,
susu atau subtitusinya (Brody dan Cochran, 1978 yang dikutip oleh Matz,
1992). Menurut Manley (1991), ada persamaan antara krim dengan coklat
yaitu keduanya merupakan campuran lemak dan gula.
Menurut Matz (1992), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
suatu krim antara lain memiliki berat spesifik yang rendah dan memenuhi
standar yang telah ditentukan; memiliki derajat kekerasan yang cukup;
memiliki mouth feel yang baik (tidak terasa tepung, tetapi memiliki flowing
texture yang halus); tahan terhadap sineresis (pemisahan cairan dari gel); cepat
meleleh dan larut dalam mulut; memiliki flavor yang lembut, halus, dan tidak
gritty.
Krim pada dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan
penambahan flavor dan pewarna jika dianggap perlu (Matz, 1992). Dengan
demikian krim mengandung lemak dalam jumlah besar sebagai bahan
bakunya. Jumlah lemak yang digunakan berkisar antara 22-46% dengan rata-
rata sekitar 33% (Manley, 1991). Jika jumlah lemak terlalu rendah, krim akan
menjadi terlalu keras. Sedangkan jika jumlah lemak yang digunakan terlalu
tinggi maka krim akan terlalu bebas mengalir. Selain itu, jumlah lemak yang
tinggi dalam krim pengisi konfensional, baik dalam bentuk minyak atau
shortening, bertujuan untuk memperoleh umur simpan, sifat kemudahan
dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan (Abboud, 1999).
Asal dan jumlah lemak memegang peranan penting dalam menentukan
karakter krim. Krim pengisi umumnya menggunakan minyak nabati sehingga
bentuknya lebih cair dibandingkan dengan krim sandwich yang memiliki
11
tekstur lebih keras. Tingkat viskositas dari krim pengisi dapat diperbesar
dengan memperbanyak jumlah minyak yang digunakan atau dengan
menambahkan lesitin (Bahara, 2003).
Kadar air bahan baku harus dijaga serendah mungkin. Jumlah air
tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam pengisian. Air cenderung
menimbulkan aglomerasi gula, gumpalan gula yang cukup besar akan merusak
pompa dan mesin lain (Matz, 1978).
B. EMULSI
Menurut McClements (1999), emulsi secara umum dapat
dideskripsikan sebagai suatu sistem yang mengandung dua fase larutan yang
tidak tercampurkan, fase yang satu terdispersi di dalam fase yang lain sebagai
droplet yang berdiameter sekitar 0,1 sampai 100 µm. Fase yang muncul dalam
bentuk droplet disebut fase internal atau fase terdispersi, sedangkan fase yang
berfungsi sebagai sebagai matriks tempat droplet-droplet itu terdispersi
disebut fase eksternal atau fase kontinyu.
McClements (1999), menyatakan bahwa dalam makanan, biasanya
emulsi terdiri dari minyak dan air. Suatu emulsi disebut emulsi jenis minyak
dalam air (O/W) jka mengandung minyak sebagai fase terdispersi dan air
sebagai fase kontinyu. Sedangkan jika air merupakan fase terdispersi dan
minyak merupakan fase kontinyu, maka fase ini dinamakan emulsi jenis air
dalam minyak (W/O).
Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil. Banyak emulsi cenderung
terdestabilisasi akibat mekanisme sedimentasi, flokulasi, dan koalesen.
Sedimentasi dapat terjadi karena adanya gaya gravitasi terhadap fase-fase
yang memiliki berat jenis berbeda. Flokulasi adalah pergerakan droplet secara
bersama-sama tanpa pemecahan lapisan permukaan droplet, sehingga ukuran
droplet tidak berubah. Sedangkan koalesen adalah penggabungan droplet dan
pengurangan luas kontak antara dua fase. Untuk menghasilkan emulsi yang
stabil, kecenderungan droplet terkoalisi harus dicegah. Pencegahan biasa
dilakukan dengan penambahan bahan tambahan berupa emulsifier (Nawar,
1996). Kamel (1991) menyatakan bahwa karakteristik suatu emulsi tidak
12
hanya dipengaruhi oleh pemilihan emulsifier, tetapi juga oleh beberapa faktor
lain seperti rasio luas permukaan terhadap volume, agitasi, tingkat pemanasan,
atau pendinginan, pemerangkapan udara dan faktor-faktor lain.
C. PARAMETER MUTU KRIM PENGISI COKLAT
1. Viskositas
Menurut Minifie (1990), krim merupakan suspensi gula dan
padatan lain dalam medium lemak. Kehadiran partikel padat ini
mengakibatkan krim memiliki sifat non-newtonian. Aliran krim sangat
tergantung pada kemudahan gerak partikel padat di dalam fase lemak.
Menurut Manley (1991), viskositas pada dasarnya dipengaruhi oleh kadar
lemak, semakin banyak jumlah lemak yang digunakan maka viskositas
akan semakin rendah.
Menurut Minifie dan Chem (1980), viskositas juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kelembaban partikel gula dan
kehadiran emulsifier. Pada produk coklat, kelembaban yang terdapat pada
permukaan gula dapat meningkatkan friksi antara partikel gula. Akibatnya,
hambatan ketika partikel-partikel tersebut bergerak menjadi lebih besar
dan menimbulkan peningkatan viskositas. Emulsifier seperti lesitin
berpengaruh terhadap kemudahan gerak partikel, bagian hidrofilik dari
lesitin akan mengikat molekul air pada permukaan gula. Pengikatan ini
akan mengurangi friksi, meningkatkan mobilitas partikel, dan pada
akhirnya menurunkan viskositas.
Produk-produk coklat memiliki sifat viskoelastis. Salah satu
penyebab terbentuknya sifat viskoelastis adalah jaringan kompleks yang
dibentuk oleh kristal lemak pada level struktur yang berbeda. Jaringan ini
memerangkap fase cair lemak sehingga sifat tersebut muncul (Narine dan
Marangoni, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).
2. Ukuran Partikel
Ukuran partikel pada krim pengisi coklat mempengaruhi penilaian
dari konsumen, semakin besar ukuran suatu partikel, maka akan semakin
13
terasa adanya rasa berpasir sehingga menurunkan mutu penerimaan krim
pengisi coklat yang dihasilkan. Menurut Minifie (1990), untuk
menghasilkan krim yang halus dan tekstur yang lembut ukuran partikel
coklat susu maksimal adalah 25 �m. Almond et al. (1990), menambahkan
untuk menghasilkan krim dengan tingkat penerimaan yang maksimum,
ukuran gula harus relatif kecil untuk meleleh di mulut, yang berarti harus
kurang dari 40 �m. Ukuran partikel juga mempengaruhi viskositas produk
(Manley, 1991).
Ukuran partikel dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun krim
pengisi coklat seperti gula halus, bubuk coklat, susu full cream dan whey
powder. Untuk mendapatkan krim pengisi coklat dengan tekstur yang
halus maka partikel dari gula, bubuk coklat, dan susu harus kecil. Gula
yang digunakan harus gula yang lolos dari ayakan 200 mesh sebesar 95%
(Manley, 2000). Selain itu ukuran partikel lebih dipengaruhi oleh lamanya
pengadukan, semakin lama waktu yang digunakan untuk pengadukan
maka akan semakin kecil partikel dan semakin halus krim pengisi coklat
yang dihasilkan. Hal ini dapat meningkatkan penerimaan konsumen
terhadap krim pengisi coklat yang dihasilkan.
Ukuran partikel tidak terdistribusi secara merata. Menurut Kleinert
(1970) yang dikutip oleh Aguilera et al. (2004), sebagian besar partikel
(>60%) pada coklat komersial memiliki ukuran antara 1 sampai 5 �m.
Menurut Zielger dan Hogg (1999) yang dikutip oleh Aguilera et al. (2004),
sekitar 10% partikel coklat komersial berukuran antara 20 sampai 37 �m.
Distribusi ukuran partikel menentukan sifat reologi, jumlah minyak
yang dibutuhkan untuk melapisi setiap partikel, dan volume kosong dari
kesatuan produk. Semakin luas distribusi ukuran partikel, semakin banyak
jumlah partikel yang dibutuhkan untuk memenuhi suatu kesatuan volume
tertentu. Partikel berukuran kecil akan mengisi ruang kosong diantara
partikel berukuran besar. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan
yang semakin dekat dapat mengurangi migrasi lemak atau minyak dan
secara bersamaan mengurangi kecepatan terjadinya blooming (Hartel,
1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).
14
3. Solid Fat Content (SFC)
Menurut Kumara (2003), solid fat content (SFC) adalah salah satu
metode standar yang dapat digunakan untuk mengukur persentase lemak
padat dan lemak cair dengan menggunakan pulsed Nuclear Magnetic
Resonance (p-NMR). Nilai SFC dapat menggambarkan perkiraan tingkat
kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung (Timme,
1984 yang dikutip oleh Kumara, 2003). Sifat lemak ini tergantung pada
perlakuan atau tempering contoh yang akan diukur (Kumara, 2003).
SFC juga dapat menentukan kecepatan kristalisasi dan profil leleh
suatu lemak atau minyak (Kristott, 2003). Menurut De Graef et al. (2004),
SFC produk penting untuk memprediksi terjadinya fat bloom. Nilai SFC
juga dapat menunjukkan terjadinya pelunakan pada campuran minyak
yang dapat meningkatkan proporsi lemak cair (Kumara, 2003).
Peningkatan proporsi lemak cair secara tajam pada selang suhu tertentu
menunjukkan peningkatan kecepatan migrasi lemak (Aguilera et al.,
2004).
Kondisi tekstural lemak pada saat dimakan merupakan faktor yang
penting bagi konsumen untuk membeli bahan pangan. Kondisi tekstural
beberapa jenis bahan pangan sangat tergantung pada kandungan lemak
padatnya. Pada krim contohnya, lemak harus meleleh di dalam mulut
sampai menjadi cair selama pengunyahan (Hancock et al., 1999).
Tujuannya agar gula dan komponen lainnya dapat melepaskan rasanya
ketika lemak meleleh dalam mulut (Herzing, 1989 yang dikutip oleh
Kumara, 2003). Hal ini dapat dicapai jika lemak memiliki nilai SFC yang
rendah pada suhu tubuh manusia. Pada suhu ruang krim harus
mengandung lemak padat yang cukup untuk menjaga kekerasan (Manley,
1991). Nuclear Magnetic Resonance banyak digunakan untuk mengukur
jumlah padatan lemak (Solid Fat Content) dalam suatu sampel
(Hasenhuettl, 1997).
15
D. MIGRASI LEMAK
Migrasi lemak atau minyak adalah perpindahan lemak atau minyak
menuju ke permukaan produk. Mekanisme pasti mengenai migrasi lemak dan
minyak sampai saat ini belum dapat dipastikan, namun beberapa hipotesis
untuk menjelaskan terjadinya peristiwa ini telah diuji oleh beberapa ahli.
Migrasi lemak atau minyak antara lain disebabkan oleh formasi kristal lemak
yang tidak mencukupi, terpisahnya lemak cair yang berasal dari kristal yang
tidak stabil menuju permukaan, terjadinya sorret effect, peningkatan volume
ketika lemak meleleh, adanya daya kapiler, dan terjadinya difusi (Aguilera et
al., 2004).
Formasi kristal lemak yang tidak mencukupi menyebabkan tingginya
fraksi cair lemak yang akan terpompa ke permukaan, terutama jika terdapat
celah atau retakan (Hartel, 1998 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).
Mekanisme migrasi lemak cair ini dapat disebabkan oleh fluktuasi suhu
(Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Migrasi lemak atau
minyak juga disebabkan oleh terpisahnya lemak cair yang berasal dari
pelelehan kristal yang tidak stabil menuju permukaan. Kristal ini memiliki
titik leleh yang lebih rendah sehingga lebih mudah meleleh dan terpisah dari
struktur kristal (Bomba, 1993 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).
Hipotesis selanjutnya adalah terjadinya sorret effect, yaitu redistribusi
komponen-komponen dalam produk coklat akibat gradien konsentrasi dalam
campuran fraksi cairan. Gradien konsentrasi ini dapat disebabkan oleh gradien
suhu (Cussler, 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Hipotesis lainnya
adalah pengaruh daya kapiler akibat terdapatnya pori-pori yang saling
berhubungan atau terdapatnya rongga kapiler pada struktur jaringan produk
coklat (Aguilera et al., 2004). Dengan demikian, aliran kapiler dapat terjadi
pada dua skala, yaitu pada saluran interpartikel dan pada saluran kapiler antara
kristal lemak dan lemak cair itu sendiri. Aliran kapiler pada saluran
interpartikel terjadi ketika massa yang bermigrasi merupakan fase total lemak,
yaitu lemak cair dan kristal lemak. Sedangkan aliran pada saluran kapiler
antara kristal lemak dan fase cair lemak terjadi ketika massa yang bermigrasi
hanya berasal dari lemak cair (Aguilera et al., 2004).
16
Peningkatan volume ketika lemak meleleh menyebabkan lemak cair
terdorong ke permukaan melalui pori-pori dan retakan mikro yang terbentuk
selama proses kristalisasi (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh
Aguilera et al., 2004). Pelelehan kristal lemak dapat terjadi akibat transfer
panas eksternal (peningkatan suhu) atau akibat energi yang dilepaskan selama
rekristalisasi lemak. Semakin besar proporsi lemak cair dalam sistem matriks
yang terbentuk, maka semakin tinggi kecepatan migrasi lemak yang terjadi
(Aguilera et al., 2004).
Hipotesis yang lebih disukai untuk menjelaskan migrasi lemak atau
minyak dalam produk coklat adalah terjadinya difusi (Miquel dan Hall 2002;
Ghosh et al., 2002; Miquel et al., 2001; Ziegleder et al., 1996 yang dikutip
oleh Aguilera et al., 2004). Difusi disebabkan oleh terdapatnya gradien
konsentrasi trigliserida pada beberapa bagian produk. Gradien konsentrasi ini
dapat terjadi ketika suatu lemak atau minyak memiliki komposisi trigliserida
yang berbeda dengan lemak atau minyak lain dalam produk (Ghosh et al.,
2002 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004).
Berdasarkan beberapa teori diatas, terlihat bahwa migrasi lemak atau
minyak dipengaruhi oleh beberapa komponen utama yaitu fluktuasi suhu,
kecukupan jaringan kristal lemak dalam produk, struktur mikro dari produk itu
sendiri, dan perbedaan kandungan trigliserida. Migrasi lemak atau minyak
dapat menghasilkan peristiwa yang berbeda pada produk krim atau coklat,
yaitu fat bloom dan pemisahan minyak (oil separation).
1. Fat Bloom
Fat bloom umumnya terjadi pada produk coklat, karena pada
produk milk chocolate yang tidak berwarna coklat, peristiwa ini tidak
terlalu menjadi masalah karena tidak terlihat secara nyata (Kumara, 2003).
Fat bloom ditandai dengan terdapatnya garis-garis atau bintik-bintik putih
pada permukaan produk coklat (Anonim, 2004). Tanda lainnya adalah
terbentuknya lapisan putih pada permukaan dengan kemungkinan
rapuhnya tekstur pada bagian dalam produk (Anonim, 2007a). Fat Bloom
17
dapat dengan jelas terdeteksi sekitar 24-36 bulan setelah produksi
(Anonim, 2006a).
Menurut Hammond (2005), fat bloom dapat dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu bloom bentuk beta dan bloom bentuk VI. Fat bloom
bentuk beta terjadi pada permukaan produk akibat migrasi minyak dan
rekristalisasi. Sedangkan fat bloom bentuk VI umumnya terjadi di seluruh
bagian produk coklat sehingga selain kilap permukaan produk coklat
hilang, tekstur produk menjadi grainy dan crumbly. Fat bloom bentuk beta
secara khusus sering terjadi jika komponen minyak yang bermigrasi
berasal dari minyak sawit. Fat bloom tipe beta juga dapat terjadi pada
produk lemak semi-solid seperti mentega dan fat spread.
Fat bloom muncul akibat perubahan pada struktur lemak pada
coklat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fat bloom
yaitu metode pendinginan yang tidak tepat, kondisi penyimpanan yang
hangat, dan penambahan lemak yang tidak sesuai satu sama lain
(Rimando, 2004). Secara khusus, fat bloom disebabkan oleh migrasi lemak
ke permukaan yang diikuti oleh proses rekristalisasi. Migrasi tersebut
dipercepat oleh suhu yang hangat dan lamanya penyimpanan (Anonim,
2007b). Fat bloom juga dapat terjadi jika produk dihadapkan pada
perubahan suhu yang cepat. Lemak akan memisah dari produk dan
terakumulasi di permukaan. Hasilnya, produk akan terasa berpasir saat
disentuh (Anonim, 2007c). Menurut Hammond (2005), perubahan suhu
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan selama penyimpanan
untuk mencegah terjadinya fat bloom.
Menurut Lees dan Jackson (1975), fat bloom dapat disebabkan
oleh tidak adanya proses pelelehan lemak secara sempurna dalam proses
pemasakan, terdapatnya jarak yang masih cukup jauh antara pengaduk dan
ketel pengaduk, terlalu cepat mendinginkan produk coklat, terdapatnya hot
dan cold spots dalam ketel pengaduk, menggunakan lemak pengganti yang
tidak sesuai dengan lemak coklat, dan kondisi penyimpanan yang buruk.
Peristiwa fat bloom dapat dicegah dengan penyimpanan yang
sesuai. Penyimpanan sebaiknya dilakukan pada tempat yang sejuk, gelap,
18
kering dan terhindar dari bau yang menyengat. Suhu penyimpanan
berkisar antara 15-21oC (Anonim, 2007c) atau sekitar 18-20oC (Anonim,
2007f). Menurut Andrae dan Engeseth (2003), tidak ada kondisi
penyimpanan yang tidak mempengaruhi kualitas tekstural dan visual
produk. Menurut Lees dan Jackson (1975), fat bloom dapat diatasi dengan
melelehkan coklat secara sempurna, melakukan proses pendinginan secara
perlahan dan terus menerus, memperkecil jarak antara pengaduk dan
dinding ketel seminimum mungkin, dan menggunakan lemak yang sesuai.
Walaupun fat bloom memberikan penampilan yang tidak menyenangkan,
namun peristiwa ini tidak mempengaruhi eating quality produk tersebut
(Rimando, 2004).
Menurut Hammond (2005), metode yang digunakan oleh produsen
fat spreads dan produsen coklat untuk mencegah terjadinya fat bloom
adalah memproduksi produk pada suhu optimum untuk membentuk kristal
lemak yang tepat. Kristal yang diperlukan untuk fat spreads adalah kristal
�’. Kemudian produk diberikan waktu yang cukup untuk mengalami
proses tempering pada suhu penyimpanan yang terkontrol sebelum
dikemas dan dikirimkan. Metode ini mengasumsikan bahwa produk tidak
akan mengalami fluktuasi suhu yang sangat besar selama transportasi,
pemasaran, sampai penggunaan oleh konsumen. Namun metode tersebut
membutuhkan biaya yang besar. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan oleh pihak produsen produk coklat adalah menggunakan
penghambat perubahan kristal lemak seperti lemak susu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anonim (2006a) dan Aguilera et al (2004), yang
menyatakan bahwa fat bloom dapat dicegah dengan menambahkan susu
full cream atau fat powder ke dalam produk.
Menurut Kumara (2003), mekanisme penghambatan terjadinya fat
bloom akibat pengunaan lemak susu belum dapat dijelaskan. Namun,
menurut Hammond (2005), lemak susu memiliki komposisi trigliserida
dan berat molekul yang sangat beragam karena memiliki asam lemak
mulai dari C4 sampai C14 dalam jumlah yang signifikan. Salah satu
aplikasi yang paling sering untuk metode ini adalah pada produk coklat
19
susu. Ketika terjadi co-kristalisasi antara kristal dari lemak susu dengan
lemak coklat pada coklat susu, densitas kristal yang terbentuk mampu
mencegah perubahan bentuk kristal akibat perubahan suhu sehingga
peristiwa fat bloom bentuk VI dapat dicegah. Namun penambahan lemak
susu dapat menyebabkan produk berbasis lemak mengalami pelunakan.
Dengan demikian penambahan lemak susu dapat dilakukan pada jumlah
yang tidak menimbulkan pelunakan produk secara signifikan, namun efek
untuk menahan perubahan bentuk kristal lemak sangat signifikan.
Menurut Hammond (2005), pencegahan fat bloom bentuk beta
yang dapat terjadi pada fat spread lebih sulit diatasi karena fat bloom
bentuk beta merupakan akibat rekristalisasi dan pertumbuhan kristal dari
kristal lemak �’. Faktor yang paling penting untuk mencegah fat bloom
bentuk beta adalah penggunaan jenis lemak dengan tingkat kesesuaian
yang saling berdekatan antar lemak jika produk terdiri lebih dari satu
komponen. Lemak yang saling tidak sesuai akan menimbulkan perubahan
pada keseimbangan fase lemak dalam produk sehingga menghasilkan
rekristalisasi di permukaan produk. Lemak yang digunakan sebaiknya
mampu membentuk banyak kristal berukuran kecil dalam jumlah besar
daripada kristal berukuran besar namun jumlahnya sedikit pada saat proses
pendinginan. Tujuannya adalah untuk membentuk struktur tiga dimensi
yang sangat efektif untuk menahan lemak cair sehingga mampu
mengurangi kecepatan migrasi. Selain itu lemak yang digunakan harus
stabil dalam bentuk �’. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah
proses pendinginan produk pada kecepatan pendinginan yang tepat
sehingga mampu membentuk kristal yang stabil.
2. Pemisahan Minyak
Pemisahan minyak adalah permasalahan umum terutama pada
fluktuasi suhu yang ekstrim seperti di Indonesia. Pada suhu 45oC,
pemisahan minyak terjadi saat tidak terdapat emulsifier yang cukup atau
penggunaan emulsifier yang tidak tepat. Akibatnya, terjadi penurunan
dalam penampilan, peningkatan kemungkinan oksidasi lemak (ketengikan
20
dan off flavor), dan penurunan mutu makan (Weyland, 1997). Mekanisme
pemisahan minyak serupa dengan fat bloom, perbedaannya terletak pada
hasil akhir lemak yang bermigrasi ke permukaan (Ziegleder, 2007). Jika
lemak cair yang telah bermigrasi ke permukaan tidak mengalami
rekristalisasi, peristiwa ini dinamakan pemisahan minyak. Sedangkan jika
lemak cair yang telah bermigarasi ke permukaan mengalami rekristalisasi,
peristiwa ini dinamakan fat bloom.
Menurut Hammond (2005), pada lemak yang telah terkristalisasi,
komponen lemak cair akan terdispersi di dalam dan di sekitar kristal
lemak. Kemudahan gerak lemak cair ini sangat tergantung pada struktur
tiga dimensi jaringan kristal lemak. Semakin tinggi suhu penyimpanan,
jumlah lemak cair akan semakin meningkat sehingga lemak cair semakin
mudah bergerak ke permukaan. Ketika lemak cair bermigrasi ke
permukaan, terjadi pencampuran dengan fase lemak cair dari bahan lain
sehingga komposisi trigliseridanya berubah. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan pada produk seperti pelunakan akibat jumlah lemak padat yang
larut semakin besar. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah terjadinya
fluktuasi suhu yang terus-menerus (temperature cycling) karena komposisi
lemak cair akan ikut bervariasi seiring perubahan suhu.
E. PENGERASAN KRIM PENGISI COKLAT
Pengerasan krim pengisi coklat adalah proses perubahan krim pengisi
coklat yang semula mudah dicolek menjadi keras dan sulit dicolek. Sulitnya
krim pengisi coklat untuk dicolek dapat disebabkan oleh tingginya viskositas
krim. Tingginya viskositas dapat disebabkan oleh adanya penambahan
kelembaban bebas diluar kelembaban alami produk coklat (Minifie dan Chem,
1980). Penambahan kelembaban tersebut dapat berasal dari bahan baku
lainnya seperti gula. Kelembaban pada permukaan partikel gula dapat
meningkatkan friksi diantara partikel-partikelnya sehingga hambatan gerak
yang ditimbulkan lebih besar dan viskositasnya meningkat (Minifie dan
Chem, 1980).
21
Pengerasan krim juga dapat disebabkan oleh sifat post hardening yang
dimiliki oleh lemak yang digunakan. Menurut Kristott (2003), setiap lemak
dan minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses kristalisasi
setelah proses produksi. Proses ini dinamakan post hardening. Produk pangan
yang memiliki matriks lemak akan mengalami peningkatan kekerasan selama
penyimpanan akibat proses ini. Sifat post hardening setiap lemak berbeda-
beda, tergantung dari jenis lemak dan suhu penyimpanannya.
F. KRISTAL LEMAK
Kristal lemak merupakan sifat fisik yang berguna dalam menentukan
mutu lemak dan penggunaannya dalam industri pangan. Kristal lemak adalah
radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak yang tersusun berjajar dan
saling bertumpuk. Ketika suatu lemak didinginkan, hilangnya panas akan
memperlambat gerakan molekul-molekul dalam lemak sehingga jarak antara
molekul-molekul lebih kecil. Jika jarak antara molekul tersebut mencapai 5
Ao, maka akan timbul gaya tarik menarik antar molekul yang disebut gaya
Van der Waals. Gaya inilah yang menyebabkan kristal lemak terbentuk
(Winarno, 1980). Gaya Van Der Waals adalah gaya non kovalen yang
terbentuk diantara molekul yang berdekatan akibat redistribusi sementara
elektron di dalam molekul. Redistribusi sementara elektron ini menimbulkan
interaksi elektromagnetik yang saling tarik menarik diantara molekul.
Kekuatan ikatan Van Der Waals lebih lemah dibandingkan ikatan kimia yang
lain, sehingga mudah terlepas (Anonim, 2007g). Hal inilah yang menyebabkan
kristal lemak mudah meleleh.
Menurut Clark (2004), kristalisasi merupakan fenomena yang menarik
dan membingungkan, dipengaruhi banyak faktor yang belum dapat dimengerti
dengan baik. Hal ini serupa dengan pernyataan Breitschuch dan Windhab
(1998) yang dikutip oleh Kumara (2003), bahwa kristalisasi merupakan sistem
lemak yang sangat kompleks karena lemak alami merupakan campuran
berbagai macam trigliserida. Setiap minyak memiliki sifat yang berbeda-beda.
Bentuk polimer yang khas dari suatu lemak tergantung pada kondisi dimana
22
kristal terbentuk, perlakuan terhadap lemak setelah kristalisasi, dan
komponen-komponen asam lemaknya (Winarno, 1980).
Menurut Kumara (2003), lemak dan minyak dapat mengkristal
menjadi empat bentuk polimorphik yaitu sub-�, �, �’, dan �. Bentuk �’ juga
dikenal memiliki beberapa bentuk peralihan. Bentuk-bentuk ini memiliki
perbedaan pada kumpulan rantai dan stabilitas thermalnya. Bentuk �
merupakan bentuk kristal lemak yang paling tidak stabil terhadap perubahan
suhu sedangkan bentuk � merupakan bentuk yang paling stabil terhadap
perubahan suhu. Kestabilan bentuk �’ terhadap perubahan suhu berada
diantara kestabilan bentuk � dan �. Lemak yang terkristalisasi pada bentuk
yang tidak stabil akan berubah menuju kristal yang lebih stabil seiring
berjalannya waktu dan berubahnya suhu. Sifat-sifat bentuk polimorphik kristal
lemak dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Breitschuch dan Windhab (1998)
yang dikutip oleh Kumara (2003), bentuk � dan �’ akan berubah menjadi
bentuk � yang stabil seiring bertambahnya waktu.
Tabel 2. Sifat-sifat kristal lemak
Bentuk Polimer Sifat Ukuran (�m) � Rapuh, tranparan, pipih 5 �’ Berbentuk jarum halus 1
� Berukuran besar dan berkelompok
25-50, terkadang mencapai 100
*Sumber : Fennema, 1976 yang dikutip oleh Winarno, 1980
Kristal-kristal ini berbeda sifat dan titik cairnya, mengakibatkan lemak
memiliki beberapa titik cair yang merupakan suatu selang suhu. Perlakuan
dengan suhu berperan dalam pembentukan kristal yang halus atau kasar sesuai
dengan tujuan dalam industri makanan. Kekuatan ikatan antara radikal asam
lemak mempengaruhi pembentukan kristal lemak, yang berarti juga
mempengaruhi titik cair lemak (Winarno, 1980). Dimick dan Manning (1987)
yang dikutip oleh Kumara (2003) menyatakan bahwa karakteristik dan titik
leleh kristal lemak dipengaruhi oleh komposisi lemak itu sendiri.
Menurut Kumara (2003), selain kandungan kristal, ukuran kristal, dan
bentuk kristal, faktor penting dalam proses solidifikasi lemak adalah
23
polimorphisme, yaitu keberadaan bentuk kristal lebih dari satu macam.
Hoffmann (1989) yang dikutip oleh Kumara (2003) menyatakan bahwa
polimorphisme berasal dari pola kumpulan molekuler kristal lemak yang
berbeda-beda. Proses ini disebabkan oleh perubahan kristal lemak menuju
bentuk yang lebih stabil. Menurut Kumara (2003), setelah bentuk kristal
lemak dengan titik leleh rendah terbentuk, perubahan menuju bentuk kristal
lemak dengan titik leleh tinggipun terjadi.
Kristalisasi merupakan proses yang berlangsung secara terus-menerus
sejak dari pabrik. Kristal yang terbentuk ini kemudian akan berfungsi sebagai
seed untuk pertumbuhan kristal selanjutnya. Selama pendinginan, sejumlah
besar trigliserida menumpuk pada seed, membentuk kristal, dan pada akhirnya
membentuk jaringan kristal lemak. Setelah produk keluar dari pabrik,
rekristalisasi berjalan kembali selama penyimpanan membentuk polymorph
yang lebih stabil. Pertumbuhan kristal didukung oleh Ostwald ripening, yaitu
pertumbuhan kristal berukuran besar dari kristal kecil yang telah terbentuk
sebelumnya. Minor lipid seperti monogliserida, digliserida, phospolipid dan
sebagainya mampu mempengaruhi kinetika kristalisasi dan struktur jaringan
kristal yang terbentuk (Dimick, 1991; Tietz dan Hartel, 2000 dalam Aguilera
et al., 2004).
G. MINYAK
Minyak adalah senyawa kimia yang tidak larut dalam air namun larut
dalam pelarut organik seperti heksana, karbon tetraklorida, petroleum eter, dan
etil eter (Lawson, 1995). Minyak dan lemak dapat larut dalam pelarut organik
seperti ester dan kloroform serta memiliki nilai densitas kurang dari satu.
Minyak terdiri dari trigliserida yang terbentuk dari kombinasi molekul gliserol
dengan tiga molekul asam lemak (Hancock et al., 1999). Menurut Ketaren
(1986), minyak dan lemak tidak berbeda pada bentuk umum trigliseridanya
dan hanya berbeda dalam wujud. Jika berbentuk cair pada suhu kamar maka
disebut minyak sedangkan jika berbentuk padat pada suhu kamar maka
disebut lemak.
24
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, tergantung dari komposisi
asam lemak penyusunnya. Asam lemak pada umumnya merupakan rantai
yang tidak bercabang dan jumlah atom karbonnya selalu genap. Asam-asam
lemak yang ditemukan di alam dapat dibagi menjadi asam lemak jenuh dan
tidak jenuh. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap, sedangkan
asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Asam
lemak tidak jenuh biasanya berkonfigurasi cis (Winarno, 1997). Komponen
asam lemak yang biasanya terdapat dalam minyak dan lemak dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Asam lemak yang penting pada minyak dan lemak
Sekitar lima gram sampel dimasukkan ke dalam suntikan plastik
(syringe), kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven bersuhu
45oC selama dua jam. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam
refrigerator dan dibiarkan selama dua jam. Proses ini terus dilakukan
sampai tiga kali keluar masuk oven dan refrigerator. Sampel lalu disimpan
dalam oven bersuhu 45oC selama satu minggu kemudian diamati ada
tidaknya pemisahan minyak pada krim pengisi coklat.
6. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat
Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya
kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Kemasan
krim dibuka, lalu analisis dilakukan dengan cara melihat penampakan
permukaan krim secara visual. Analisis yang dilakukan adalah melihat ada
tidaknya pemisahan minyak atau fat bloom pada permukaan krim pengisi
coklat. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu
minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam
minggu.
7. Pengerasan Krim Pengisi Coklat
Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya
kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Analisis
kekerasan krim pengisi coklat dilakukan setelah pengamatan penampakan
permukaan krim pengisi coklat selesai. Analisis kekerasan krim dilakukan
secara subjektif dengan cara mencolek krim pengisi coklat yang telah
disimpan menggunakan biskuit. Sampel diamati secara duplo dengan
waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai
penyimpanan selama enam minggu.
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK MINYAK YANG DIGUNAKAN
1. Kandungan Asam Lemak
Minyak sawit yang digunakan memiliki tiga asam lemak dominan.
Secara berurutan dari asam lemak dengan jumlah terbanyak yaitu asam
lemak oleat, palmitat dan linoleat. Asam-asam lemak lainnya terdapat
dalam jumlah kecil. Jumlah asam lemak stearat yang rendah, jumlah asam
lemak tidak jenuh yang tinggi, dan warna minyak yang jernih kuning
keemasan menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan
berasal dari fraksi olein. Secara lengkap komposisi asam lemak minyak
sawit yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan*
Komponen Asam Lemak
Persentase Asam Lemak dari Total Asam Lemak
Minyak Sawit Minyak Rapeseed Terhidrogenasi Sebagian
C 12:0 0,3 0,1 C 14:0 1,0 0,1 C 16:0 35,9 6,0 C 16:1 0,2 0,2 C 17:0 0,1** 0,1** C 18:0 3,9 4,3 C 18:1 trans 0,0 11,6 C 18:1 cis 45,1 61,7 C 18:2 trans 0,5** 3,0 C 18:2 cis 12,3 9,5 C 18:3 0,2 1,9 C 20:0 0,4 1,0 C 22:0 0,2 0,6
* Data dari salah satu suplier PT. Arnott’s Indonesia ** Data tidak sesuai dengan dugaan profil asam lemak sampel,
kemungkinan berasal dari carry over kolom kromatografi gas
Berdasarkan Tabel 7, asam lemak dominan yang terdapat pada
minyak rapeseed yang digunakan berupa asam lemak oleat dengan jumlah
lebih dari 73%. Asam lemak kedua yang terbesar jumlahnya pada minyak
rapeseed yang digunakan adalah asam lemak linoleat dengan jumlah lebih
45
dari 12%. Sedangkan asam lemak-asam lemak lainnya hanya terdapat
dalam jumlah kurang dari 10%.
Tabel 7 juga menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan
hanya memiliki kandungan asam lemak trans sebesar 0,5%. Sedangkan
minyak rapeseed terhidrogenasi sebagian memiliki total kandungan asam
lemak trans sebesar 14,6%. Asam lemak trans sebenarnya tidak terdapat
pada minyak sawit secara alami. Kandungan asam lemak trans yang
terdeteksi pada minyak sawit yang digunakan mungkin berasal dari kolom
kromatografi gas yang kotor sehingga masih terdapat residu asam lemak
dari minyak lain dan terbawa ketika menganalisis minyak sawit.
Sedangkan asam lemak trans yang terdapat pada minyak rapeseed yang
digunakan berasal dari proses hidrogenasi yang tidak dilakukan secara
menyeluruh, sehingga rantai asam lemak pada minyak ini tidak jenuh
seluruhnya. Proses hidrogenasi sebagian ini mengakibatkan konfigurasi
cis, yang merupakan konfigurasi asam lemak yang umum ditemukan pada
minyak nabati tidak jenuh, berubah menjadi trans. Menurut U.S. Food and
Drug Administration (2006), asam lemak trans diduga memiliki peranan
terhadap peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat
serta peningkatan resiko penyakit jantung koroner sehingga
penggunaannya dalam produk pangan kini dibatasi. Dengan demikian,
penggunaan minyak rapeseed yang terhidrogenasi sebagian perlu
dipertimbangkan kembali.
Selain itu, minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan
memiliki asam margarat (C 17:0) seperti terlihat pada Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5, asam lemak margarat tidak terdapat
pada minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Kemungkinan besar, asam
lemak ini berasal dari standar internal yang sengaja ditambahkan ketika
melakukan analisis asam lemak menggunakan kromatografi gas. Asam
lemak ini seharusnya tidak turut dicantumkan dalam hasil analisis karena
tidak terdapat dalam minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Selain itu
pencantuman asam margarat pada hasil analisis asam lemak dapat
46
menyebabkan perhitungan persentase asam lemak yang terdapat dalam
sampel menjadi tidak tepat.
2. Solid Fat Content Minyak yang Digunakan
Gambar 4 menunjukan bahwa minyak sawit memiliki karakteristik
SFC yang curam sehingga dapat menyebabkan produk krim pengisi coklat
berbahan baku minyak sawit ini rentan terhadap migrasi minyak terutama
pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Berdasarkan penelitian Aguilera
et al. (2004), karakteristik SFC yang curam dapat meningkatkan kecepatan
migrasi minyak ke permukaan produk coklat. Selain itu, nilai SFC minyak
sawit yang digunakan juga telah mencapai 0% pada suhu 25oC. Hal ini
menambah kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim
pengisi coklat karena tingginya kandungan minyak cair dan tidak adanya
fase minyak padat yang dapat menahan minyak cair yang bermigrasi ke
permukaan krim pengisi coklat. Peristiwa migrasi minyak ke permukaan
krim pengisi coklat dapat menurunkan mutu penerimaan produk dimata
konsumen dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak
perusahaan.
0
2
4
6
8
10
12
5 10 15 20 25 30 35 40 45Suhu (°C)
Nila
i SFC
(%)
Minyak Sawit Minyak terhidrogenasi sebagian
Gambar 4. Perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan
Rapeseed
47
Minyak rapeseed yang digunakan memiliki karakteristik
penurunan nilai SFC yang cukup landai seperti terlihat pada Gambar 4.
Penurunan nilai SFC yang lebih landai menunjukkan bahwa minyak
rapeseed yang digunakan tetap memiliki padatan lemak yang cukup untuk
mencegah terjadinya migrasi minyak ketika dihadapkan pada suhu yang
tinggi. Karakteristik SFC inilah yang menyebabkan minyak rapeseed yang
digunakan diklaim mampu bertahan terhadap pemisahan minyak sehingga
umur simpan produk dapat lebih lama.
Perbedaan karakteristik penurunan nilai SFC ini dipengaruhi oleh
komposisi asam lemak dari minyak yang bersangkutan. Minyak sawit
menghasilkan karakteristik perubahan nilai Solid Fat Content (SFC) yang
curam karena mengandung asam lemak-asam lemak dengan perbedaan
titik leleh yang sangat jauh seperti asam lemak palmitat, oleat dan linoleat.
Asam lemak oleat memiliki titik leleh pada suhu 14oC, asam lemak
palmitat memiliki titik leleh pada suhu 63oC, dan asam lemak linoleat
memiliki titik leleh pada suhu -5oC (Lawson, 1995). Selain itu, komposisi
asam lemak minyak sawit juga mungkin menimbulkan efek eutectic yang
dapat menurunkan titik leleh minyak. Efek eutectic disebabkan oleh
ketidakcocokan jenis asam lemak yang berada di dalam minyak. Asam
lemak palmitat merupakan rantai C 16 yang jenuh, sedangkan asam lemak
oleat merupakan rantai C 18 tidak jenuh. Menurut Bailey (1950),
perbedaan panjang rantai karbon dapat menurunkan titik leleh trigliserida
yang dihasilkan. Dengan demikian, walaupun minyak sawit memiliki asam
lemak palmitat yang cukup dominan, nilai SFC yang dihasilkan akan
mengalami penurunan yang curam akibat rendahnya titik leleh trigliserida
yang terbentuk.
Minyak rapeseed yang digunakan didominasi oleh asam lemak
dengan rantai C:18 tidak jenuh, namun penurunan nilai SFCnya lebih
landai dibandingkan minyak sawit dan belum mencapai 0% sampai 40oC,
seperti terlihat pada Gambar 4. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
asam lemak trans seperti asam lemak elaidat (C 18:1 trans) dan asam
lemak elaidolinoleat (C 18:2 trans). Asam lemak elaidat memiliki titik
48
leleh pada 43,68oC sedangkan asam lemak ealidolinoleat memiliki titik
leleh pada 29oC (Bailey, 1950). Panjang rantai karbon dan jumlah ikatan
rangkap asam lemak oleat dan elaidat sama, demikian pula dengan
panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak linoleat dan
elaidolinoleat. Keseragaman inilah yang mungkin memperkecil
kemungkinan terjadinya efek eutectic pada minyak rapeseed sehingga
penurunan nilai SFCnya lebih landai. Sedangkan nilai SFC minyak
rapeseed yang belum mencapai 0% sampai 40oC mungkin disebabkan
oleh terdapatnya asam lemak trans dengan titik leleh tinggi yang lebih
stabil akibat kecilnya kemungkinan terjadi efek eutectic pada minyak
rapeseed.
Secara keseluruhan, nilai SFC minyak rapeseed berada di bawah
10% karena sebagian besar terdiri dari asam lemak dengan titik leleh
rendah seperti asam lemak oleat dan asam lemak linoleat seperti terlihat
pada lampiran 1a. Berdasarkan nilai SFC tersebut, minyak ini cocok
digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat. Menurut Kristott
(2003), minyak terhidrogenasi dengan nilai SFC sampai dengan 50% pada
suhu ruang digolongkan sebagai soft dan medium soft fats. Golongan
minyak ini cocok digunakan sebagai fase lemak pada krim pengisi.
B. FORMULASI KRIM PENGISI COKLAT
Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar
sebesar 30% dari total berat bahan baku lain. Jumlah minyak rapeseed yang
digunakan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar
30%, 30%, 28%, dan 28% dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu
full cream, whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A,
B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak
dan suhu prosesnya saja. Utari (2006) telah melakukan penelitian dengan
hanya mengganti minyak sawit dengan minyak rapeseed pada formula krim
pengisi coklat standar, namun krim yang dihasilkan tetap mengalami
penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan. Sehingga formula
krim pengisi coklat standar tetap menggunakan minyak sawit karena dinilai
49
lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak rapeseed yang harganya
lebih mahal namun tetap mengalami masalah pengerasan krim.
Penggunaan minyak rapeseed sebesar 30% didasarkan pada
pengalaman bagian pengembangan produk baru (R&D) perusahaan bahwa
pada jumlah tersebut, standar viskositas krim pengisi coklat dapat tercapai.
Jumlah penggunaan minyak rapeseed sebesar 28% bertujuan melihat
pengaruh pengurangan jumlah minyak terhadap karakteristik krim yang
dihasilkan. Jika jumlah penggunaan minyak rapeseed sebesar 28% tetap dapat
menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai standar perusahaan, maka
jumlah minyak tersebut dapat menjadi salah satu alternatif jumlah minyak
rapeseed yang akan digunakan. Menurut (Abboud, 1999), jumlah minyak
yang tinggi dalam krim pengisi konvensional bertujuan untuk memperoleh
umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan.
Dengan demikian jumlah minyak yang digunakan dalam pembuatan krim
pengisi coklat ini diharapkan mampu menciptakan produk yang sesuai dengan
kriteria krim pengisi konvensional.
Pencampuran bahan baku dilakukan pada dua suhu, yaitu pada suhu
standar 45oC dan pada suhu pengujian 55oC. Suhu standar 45oC merupakan
suhu pencampuran krim pengisi coklat standar. Sedangkan suhu 55oC berasal
dari saran suplier minyak rapeseed, dengan tujuan melelehkan seluruh fase
padat minyak rapeseed. Proses pencampuran dilakukan dalam dua tahap
seperti terlihat pada Gambar 3. Tahap pertama adalah pencampuran minyak,
lesitin, dan antioksidan. Proses ini bertujuan meratakan distribusi emulsifier
lesitin di dalam minyak. Pencampuran ini akan membantu pembentukan
ikatan antar molekul lemak dan gula pada tahap kedua sehingga emulsi yang
baik dapat terbentuk. Tahap kedua adalah penambahan gula halus, coklat
bubuk, susu full cream, dan whey powder ke dalam campuran awal. Semua
bahan tersebut kemudian diaduk menggunakan ballmill sampai ukuran
partikel standar krimnya tercapai, yaitu kurang dari 20 �m. Ukuran partikel
krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit dicapai setelah
pengadukan selama tiga jam. Waktu ini kemudian menjadi standar waktu
pengadukan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang diuji.
50
Setelah proses pengadukan, krim pengisi coklat lalu dikemas
menggunakan cup untuk menyesuaikan kondisi krim pengisi coklat yang
diproduksi dengan krim pengisi coklat yang ada di pasaran. Krim pengisi
coklat yang telah dikemas kemudian didinginkan pada suhu 20oC selama tiga
hari. Proses pendinginan merupakan salah satu proses yang penting untuk
membentuk kristal lemak yang stabil sehingga diperoleh tekstur dan
kestabilan krim yang diinginkan. Menurut Vazquez et al. (2002), sifat
fungsional yang berhubungan dengan penggunaan minyak nabati seperti
mouth-feel, dan spreadibility dalam produk-produk coklat, butter, dan low-fat
spreads tergantung dari kemampuan trigliseridanya untuk membentuk fase
padat, profil kristalisasi atau pelelehan, keadaan polymorph, dan sifat
kemudahan patah kristal trigliserida dari minyak tersebut.
Keterangan pihak suplier menyatakan bahwa proses pendinginan krim
pengisi coklat dapat dilakukan dalam rentang suhu 15-25oC, dengan suhu
pendinginan paling optimal adalah pada 20oC. Minyak sawit dan minyak
rapeseed yang digunakan memiliki asam lemak oleat dalam jumlah besar.
Penelitian oleh Chen et al. (2002), menunjukkan bahwa kristal �’ minyak
sawit terbentuk pada suhu di bawah 22oC, kristal ini kemungkinan berasal dari
fraksi olein minyak tersebut. Kristal �’ merupakan kristal yang diharapkan
terbentuk pada produk-produk krim pengisi karena berbentuk jarum halus
yang kecil. Dengan demikian produk krim pengisi coklat yang berbahan baku
minyak sawit dan minyak rapeseed ini dapat didinginkan pada suhu 20oC
untuk membentuk kristal �’. Karakteristrik krim pengisi coklat yang diuji pada
tahap ini antara lain nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas
emulsi.
1. Solid Fat Content Krim Pengisi Coklat
Nilai Solid Fat Content (SFC) dapat menggambarkan perkiraan
tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung.
Tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat
dengan nilai SFC. Nilai SFC yang rendah menunjukkan bahwa produk
coklat lebih lunak karena memiliki fase cair yang lebih banyak (Kumara,
51
2003). Dengan demikian, nilai SFC yang tinggi akan menunjukkan bahwa
produk tersebut memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Hasil
pengujian nilai SFC krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A
yang dibandingkan dengan nilai SFC krim Nutella dapat dilihat pada
Gambar 5. Krim Nutella merupakan krim coklat komersial yang berada di
pasaran. Nilai SFC krim Nutella diperoleh berdasarkan penelitian Utari
(2006).
0
5
10
15
20
25
5 10 15 20 25 30 35 40 45Suhu (°C)
SFC
(%)
Krim Pengisi Coklat Standar Krim Pengisi Coklat A Nutella*
*Sumber data SFC Nutella: Utari (2006)
Gambar 5. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan krim Nutella
Krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A
menunjukkan nilai SFC yang rendah pada suhu 35oC seperti terlihat pada
Lampiran 1b. Nilai SFC dibawah 10% pada suhu 35oC diperlukan untuk
melelehkan produk secara keseluruhan di dalam mulut sehingga tidak
meninggalkan lapisan waxy di langit-langit mulut (Kristott, 2003). Selain
itu produk diharapkan meleleh dengan baik di dalam mulut agar flavor
produk dapat dilepaskan secara sempurna. Berdasarkan Gambar 5, krim
pengisi coklat A memiliki tingkat kemudahan dicolek yang serupa dengan
krim Nutella karena memiliki nilai SFC yang hampir sama. Sedangkan
krim pengisi coklat standar akan sedikit lebih keras karena memiliki nilai
52
SFC yang lebih tinggi dibandingkan krim Nutella. Namun, tingkat
kekerasan krim pengisi coklat standar ini tidak akan terlalu mempengaruhi
penilaian organoleptiknya karena nilai SFC krim ini masih berada di
bawah 10%.
Krim Nutella memiliki nilai SFC yang rendah karena dibuat dari
minyak kacang tanah (Utari, 2006). Minyak kacang tanah memiliki asam
lemak dominan oleat (40-45%) dan linoleat (30-35%) yang memiliki titik
leleh rendah. Berdasarkan Tabel 7, minyak rapeseed juga didominasi oleh
asam lemak oleat dan linoleat sehingga karakteristik nilai SFC krim
pengisi coklat yang dihasilkan serupa. Sedangkan minyak sawit memiliki
asam lemak palmitat yang cukup dominan sehingga karakteristik nilai SFC
krim pengisi coklat yang dihasilkan lebih tinggi daripada krim pengisi
coklat A ataupun krim coklat Nutella pada suhu rendah. Dengan
menggunakan krim coklat Nutella sebagai pembanding, sebenarnya nilai
SFC krim pengisi coklat pada suhu 10oC cukup sekitar 6%.
Gambar 5 juga menunjukan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat
standar lebih tinggi dibandingkan dengan krim pengisi coklat A dan krim
coklat Nutella. Nilai SFC krim pengisi coklat standar yang lebih tinggi
menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki kemungkinan
untuk lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat
A. Total padatan yang berada dalam krim pengisi coklat akan semakin
meningkat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat selama
penyimpanan. Jika nilai SFC awal krim pengisi coklat sudah tinggi, maka
pengerasan krim pengisi coklat akibat penambahan padatan dari fraksi
minyak padat akan lebih cepat terjadi.
Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebagai
bahan bakunya. Menurut Kristott (2003), minyak sawit dapat mengeras
secara alami. Minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah
yang cukup besar dibandingkan minyak rapeseed dan minyak kacang
tanah. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga akan
meningkatkan total padatan lemak pada suhu di bawah titik lelehnya.
Minyak rapeseed yang digunakan dan minyak kacang tanah memiliki
53
asam lemak dengan titik leleh tinggi dalam jumlah sedikit, sehingga nilai
SFC produk lebih rendah. Namun, nilai SFC krim pengisi coklat yang
diperoleh berbeda dengan nilai SFC minyak yang digunakan.
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat
standar lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang digunakan. Minyak
sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada krim pengisi coklat standar
sangat rentan terhadap sifat post hardening yaitu meningkatnya kekerasan
produk akibat proses kristalisasi yang terjadi pasca proses produksi. Sifat
post hardening sebenarnya dimiliki oleh setiap minyak, namun minyak
sawit tergolong minyak yang sangat rentan terhadap sifat ini (Kristott,
2003). Selang waktu antara proses produksi dan pengujian nilai SFC di
suplier cukup lama sehingga proses rekristalisasi terjadi. Akibatnya
produk kemungkinan telah mengalami post hardening dan nilai SFC krim
pengisi coklat standar menjadi lebih tinggi dibandingkan minyak sawit.
0
5
10
15
20
25
5 10 15 20 25 30 35 40 45Suhu (°C)
Nila
i SFC
(%)
Krim pengisi coklat standar Minyak sawit
Gambar 6. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak sawit dan krim pengisi coklat standar
Gambar 7 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A memiliki
nilai SFC yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed yang
digunakan sebagai bahan bakunya. Faktor yang mempengaruhi rendahnya
nilai SFC krim pengisi coklat A dibandingkan nilai SFC minyak rapeseed
54
adalah terjadinya efek eutectic. Efek eutectic adalah kecenderungan
campuran dua jenis minyak atau lebih untuk memadat pada suhu yang
lebih rendah dibandingkan dengan salah satu komponennya. Campuran
minyak ini juga cenderung untuk meleleh pada suhu yang lebih rendah
dibandingkan salah satu komponennya. Efek eutectic ini dapat dilihat
dengan membandingkan nilai SFC minyak murni dan nilai SFC campuran
minyak (Kumara, 2003). Contohnya berdasarkan Lampiran 1a dan 1b,
krim pengisi coklat A yang dibuat dengan minyak rapeseed memiliki SFC
sebesar 1,8% pada suhu 20oC, sedangkan minyak rapeseed sendiri
memiliki nilai SFC sebesar 8% pada suhu yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang berada di dalam krim pengisi
coklat A telah lebih banyak meleleh dibandingkan minyak rapeseed
sendiri pada suhu 20oC akibat efek eutectic.
0
2
4
6
8
10
12
5 10 15 20 25 30 35 40 45Suhu (°C)
Nila
i SFC
(%)
Krim pengisi coklat A Minyak
Gambar 7. Diagram perbandingan karakteristik nilai SFC minyak
rapeseed dan krim pengisi coklat A
Menurut Bigalli (1988) yang dikutip oleh Kumara (2003), efek
eutectic menggambarkan kecocokan jenis-jenis minyak untuk saling
bercampur. Minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku krim
pengisi coklat A memiliki tingkat kecocokan dengan lemak dari bahan
Rapeseed
55
baku lain yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Tingkat
kecocokan minyak juga dapat diperkirakan dari komposisi asam lemak
bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Tabel 7, asam lemak pada
minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat dengan
titik leleh rendah sedangkan asam lemak dengan titik leleh tinggi seperti
palmitat hanya terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit yang digunakan
memiliki asam lemak dominan berupa asam lemak palmitat, oleat dan
linoleat. Menurut Evans (1986), asam lemak dominan pada lemak susu
adalah asam lemak oleat dan asam lemak palmitat. Menurut Jewel (1986),
asam lemak dominan yang terkandung dalam lemak coklat adalah asam
lemak stearat, asam lemak oleat, dan asam lemak palmitat. Berdasarkan
kandungan asam lemak pada bahan-bahan tersebut, terlihat bahwa minyak
sawit memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dan titik leleh rendah
yang cukup berimbang sehingga lebih cocok dengan kompleksitas lemak
yang berasal dari bahan baku lain. Sedangkan minyak rapeseed memiliki
jumlah komposisi asam lemak yang sangat berbeda dengan lemak dari
bahan baku lain sehingga tingkat kecocokannya lebih rendah.
Ketika minyak rapeseed bercampur dengan lemak yang berasal
dari bahan baku lain di dalam krim pengisi coklat, minyak ini mengalami
efek eutectic yang menyebabkan turunnya nilai SFC dibandingkan nilai
SFC awal minyak ini pada suhu yang sama. Sedangkan minyak sawit
memiliki tingkat kecocokan yang lebih tinggi terhadap lemak yang berasal
dari bahan baku lain, sehingga penurunan nilai SFC minyak ini
kemungkinan tidak sebesar minyak rapeseed. Namun karena nilai SFC
krim pengisi coklat standar yang diperoleh pada Gambar 6 kemungkinan
telah dipengaruhi sifat post hardening, maka pengaruh efek eutectic akibat
pencampuran minyak pada minyak sawit yang digunakan tidak dapat
terlihat. Menurut Kumara (2003), pencampuran minyak dapat terjadi
dengan sengaja pada formulasi, namun juga dapat terjadi akibat migrasi
minyak diantara bahan baku pada sistem multi-komponen.
Menurut Aguilera et al. (2004), kemungkinan terjadinya migrasi
minyak akan semakin besar seiring meningkatnya fraksi cair pada produk
56
coklat. Krim pengisi coklat standar yang memiliki nilai SFC yang lebih
tinggi seharusnya memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula sehingga lebih
tahan terhadap fat bloom. Namun hasil pengamatan krim pengisi coklat
selama penyimpanan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar
lebih cepat mengalami fat bloom dibandingkan krim pengisi coklat A
seperti terlihat pada lampiran 2c. Rentang waktu antara produksi krim
pengisi coklat dan pengujian nilai SFC krim pengisi coklat di suplier
terlalu besar. Krim pengisi coklat yang diuji nilai SFCnya kemungkinan
telah mengalami post hardening dan pencampuran minyak antar bahan
baku yang menimbulkan efek eutectic dalam rentang waktu tersebut
sehingga nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh tidak dapat
digunakan untuk memprediksikan migrasi minyak atau fat bloom. Menurut
De Graef et al. (2004), analisis SFC pada satu jam dan empat jam setelah
proses produksi yang dilengkapi pengujian kekerasan krim dan pengujian
DSC (Differential Scanning Calorimetry) dapat digunakan untuk
memprediksi terjadinya fat bloom.
2. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat
Ukuran partikel krim pengisi coklat memegang peranan penting
dalam menentukan tekstur, viskositas, dan kestabilan krim pengisi coklat
selama penyimpanan. Ukuran partikel standar perusahaan untuk krim
pengisi coklat adalah <20 �m. Standar perusahaan ini masuk ke dalam
ukuran partikel maksimal krim yang halus dan lembut yaitu 25 �m
(Minifie, 1990) dan dapat menghindari efek gritty di dalam mulut karena
masih berada di bawah 30 �m (Becket, 2000 dan Padley, 1997 yang
dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Menurut Aguilera et al. (2004), ukuran
partikel pada produk-produk coklat tidak terdistribusi secara merata.
Dengan demikian, ukuran partikel yang diuji diperoleh dari hasil rata-rata
pengujian ukuran partikel seperti terlihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel
8, ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar adalah 19 �m,
sedangkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lain cukup
57
bervariasi, namun seluruhnya masih dibawah 20 �m sehingga tetap masuk
ke dalam standar ukuran partikel perusahaan.
Ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat A dan C lebih kecil
dibandingkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar dengan
jumlah minyak dan waktu pengadukan yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun lamanya waktu pengadukan sama, ukuran partikel rata-
rata yang dihasilkan dapat berbeda. Jumlah minyak yang lebih sedikit pada
krim pengisi coklat C dan D menghasilkan ukuran partikel rata-rata yang
lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat A dan B yang sama-sama
menggunakan minyak rapeseed. Jumlah minyak yang lebih sedikit
mungkin menyebabkan partikel padat sulit bergerak, sehingga proses
pengadukan dengan ballmill lebih efektif memperkecil ukuran partikel-
partikel padat.
Tabel 8. Perbandingan ukuran partikel krim pengisi coklat
Krim Pengisi Coklat Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat (µm) 1 2 3 Rata-rata
Standar 20 19 18 19 A 18 17 19 18 B 19 16 16 17 C 18 13 14 15 D 14 14 17 15
Pengukuran ukuran partikel hanya dilakukan tiga kali sehingga
mungkin tidak menggambarkan keadaan ukuran partikel krim pengisi
coklat yang sebenarnya. Namun berdasarkan lampiran 7, ukuran partikel
krim pengisi coklat yang terukur tidak mempengaruhi sifat kemudahan
dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan karena memiliki nilai
P>0,05.
3. Viskositas Krim Pengisi Coklat
Viskositas krim pengisi coklat diukur untuk melihat kesesuaiannya
dengan standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan.
Pengukuran viskositas dilakukan setelah krim pengisi coklat selesai
diaduk. Viskositas menjadi salah satu parameter penting yang harus
58
diperhatikan dalam pembuatan krim pengisi coklat karena krim pengisi
coklat diharapkan memiliki sifat kemudahan dicolek yang baik. Selain itu
viskositas juga penting untuk memudahkan krim pengisi coklat melewati
proses pasca produksinya seperti proses pengaliran krim pengisi coklat
melalui pipa dan proses pengisian krim ke dalam kemasan. Komponen
utama pada krim pengisi coklat adalah minyak dan gula. Bahan baku lain
yang digunakan hampir seluruhnya berupa padatan yang terdispersi di
dalam medium minyak. Viskositas krim pengisi coklat ditentukan oleh
kemudahan partikel padat tersebut untuk dapat bergerak dalam fase
minyak.
Standar viskositas krim pengisi coklat perusahaan adalah 75-105
dPa.s. Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 9 menunjukkan bahwa
viskositas krim pengisi coklat standar, A, dan B yang dibuat telah
memenuhi standar viskositas milik perusahaan. Sedangkan krim pengisi
coklat C dan D memiliki viskositas diluar rentang viskositas standar. Krim
pengisi coklat standar memiliki viskositas sebesar 100 dPa.s, krim pengisi
coklat A memiliki nilai viskositas sebesar 75 dPa.s, dan krim pengisi
coklat B memiliki viskositas sebesar 90 dPa.s.
Tabel 9. Pengaruh jumlah minyak dan suhu proses terhadap viskositas
krim pengisi coklat
Krim Pengisi Coklat
Jumlah minyak (%)
Suhu Proses (oC)
Viskositas (dPa.s)
Standar 30 45 100 A 30 45 75 B 30 55 90 C 28 45 110 D 28 55 115
Krim pengisi coklat A memiliki viskositas yang lebih rendah
dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar. Data tersebut
menunjukkan bahwa dengan jumlah minyak yang sama, sebesar 30%,
formula baru yang diterapkan pada krim pengisi coklat A mampu
menurunkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan sebesar 25
dPa.s dari viskositas krim pengisi coklat standar. Penerapan suhu proses
59
yang lebih tinggi pada krim pengisi coklat B, sebesar 55oC, menghasilkan
viskositas yang lebih tinggi dari krim pengisi coklat A, namun nilai
tersebut tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas krim
pengisi coklat standar.
Penggunaan jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi
coklat C dan D menghasilkan viskositas yang terlalu tinggi sehingga
keluar dari standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan.
Penurunan jumlah minyak sebesar 2% menyebabkan fase pendispersi pada
krim menjadi berkurang sehingga partikel padat di dalam krim pengisi
coklat menjadi sulit bergerak. Dengan demikian, jumlah minyak yang
sebaiknya digunakan sebesar 30% agar viskositas krim pengisi coklat
cukup rendah dan memenuhi standar viskositas krim pengisi coklat milik
perusahaan.
Pengadukan dengan suhu proses sebesar 55oC selalu meningkatkan
viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan. Pada suhu yang lebih
tinggi, lemak akan menjadi lebih cair sehingga fraksi cair pada krim
pengisi coklat akan meningkat. Namun suhu yang lebih tinggi juga
menimbulkan perubahan-perubahan pada bahan baku lain yang digunakan.
Gula merupakan salah satu komponen utama pada krim pengisi coklat.
Semakin tinggi suhu pemanasan, gula invert yang terbentuk semakin
banyak. Gula invert yang terlalu banyak akan mengakibatkan lengket
(stickyness) yang menyebabkan produk dapat sulit dicolek
(Lawrence,1991 yang dikutip oleh Lees, 1999).
Menurut De Wit (1989), protein whey mampu mengikat berbagai
macam molekul hidrofobik. Sampai sekitar suhu 60oC, struktur protein
whey mengalami perubahan reversible yang berhubungan dengan transisi
pre-denaturasi. Akibatnya, semakin banyak residu-residu hidrofobik yang
dihadapkan pada suhu tinggi, maka kecenderungan protein mengalami
agregasi hidrofobik semakin besar. Selain itu, protein whey mampu
membentuk kompleks yang sangat kuat dengan minyak dan gula sehingga
mobilitas komponen padat dalam krim pengisi coklat semakin sulit.
Dengan demikian, suhu pengadukan krim pengisi coklat pada 45oC
60
Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi coklat standar coklat A coklat B coklat C coklat D
mampu menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai dengan viskositas
standar perusahaan. Sedangkan suhu 55oC terlalu tinggi untuk
memproduksi krim pengisi coklat.
4. Uji Stabilitas Emulsi
Uji stabilitas emulsi dilakukan untuk melihat kemungkinan
terjadinya pemisahan minyak selama penyimpanan. Pemisahan minyak
pada krim pengisi coklat diuji dengan mengkondisikan krim pengisi coklat
pada fluktuasi suhu yang sangat besar. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa krim pengisi coklat standar mengalami pemisahan minyak
sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D tidak mengalami pemisahan
minyak seperti terlihat pada Gambar 8. Jumlah minyak yang memisah
pada krim pengisi coklat standar sangat sedikit sehingga tidak dapat
terukur oleh skala pada syringe yang digunakan seperti terlihat pada
Gambar 9. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan
sebagai bahan baku krim pengisi coklat standar lebih rentan terhadap
pemisahan minyak dibandingkan minyak rapeseed.
Minyak sawit yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang
curam sehingga fase minyak cair pada krim pengisi coklat standar
meningkat ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hal ini menyebabkan
minyak mudah bermigrasi ke permukaan. Minyak rapeseed yang
digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang relatif lebih landai
sehingga mampu mempertahankan fase padatnya.
Gambar 8. Tampak atas hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe
61
Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi Krim pengisi coklat standar coklat A coklat B coklat C coklat D
Gambar 9. Tampak samping hasil uji stabilitas emulsi krim pengisi coklat pada syringe
Perbedaan penurunan nilai SFC dipengaruhi oleh komposisi asam
lemak yang terdapat dalam minyak. Perbedaan panjang rantai asam lemak
antara asam lemak palmitat dengan oleat dan linoleat kemungkinan
menyebabkan timbulnya efek eutectic pada minyak sawit yang digunakan.
Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon pada trigliserida
menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk
kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan
kristal lebih mudah mencair. Selain panjang rantai karbonnya, asam lemak
oleat merupakan asam lemak tidak jenuh, sedangkan asam lemak palmitat
merupakan asam lemak jenuh. Hal ini mungkin menambah perbedaan
struktur diantara kedua jenis minyak sehingga efek eutectic yang terjadi
semakin besar. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan
panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat,
elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal
yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan
elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal
lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah
meleleh.
Kestabilan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
mungkin juga didukung oleh ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat
yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat standar seperti terlihat
pada Tabel 8. Fase padat pada krim pengisi coklat terbentuk dari kristal-
62
kristal lemak dan partikel padat bahan baku yang saling berhubungan
membentuk suatu jaringan. Kemungkinan besar ruang kosong diantara
partikel padat pada krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
memiliki jarak yang lebih kecil karena terisi oleh partikel padat berukuran
kecil. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan yang semakin dekat
dapat mengurangi migrasi minyak dan secara bersamaan mengurangi
kecepatan terjadinya blooming (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et
al., 2004). Jaringan yang terbentuk oleh fase padat dapat menghambat
migrasi minyak ketika krim pengisi coklat dihadapkan pada suhu yang
tinggi. Hasil uji stabilitas emulsi ini dapat menjadi gambaran bahwa krim
pengisi coklat standar akan mengalami pemisahan minyak dan fat bloom
lebih cepat selama penyimpanan, terutama pada rentang suhu yang besar
seperti terlihat pada Lampiran 4b.
C. PENYIMPANAN KRIM PENGISI COKLAT
Krim yang telah selesai diproduksi kemudian disimpan pada tiga
tempat dengan fluktuasi suhu yang berbeda yaitu pada tempat bersuhu rendah
dengan rentang suhu 8-11oC, tempat dengan suhu ruang dengan rentang suhu
29,3-29,8oC, dan tempat dengan fluktuasi suhu yang sangat besar dengan
rentang suhu 28-48oC. Tempat bersuhu rendah cenderung lebih stabil
mempertahankan suhu karena berupa ruangan tertutup yang dilengkapi dengan
alat pendingin. Perubahan suhu pada tempat bersuhu rendah hanya terjadi
ketika ruangan dibuka. Pada suhu ruang, suhu 29,3oC terjadi sekitar pukul 6
pagi sedangkan suhu 29,8oC terjadi sekitar pukul 12 siang. Pada tempat
dengan flukutasi suhu yang besar, suhu 28oC terjadi sekitar pukul 2 pagi,
sedangkan suhu 48oC terjadi sekitar pukul 11 siang. Menurut Hammond
(2005), perubahan suhu merupakan faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam penyimpanan produk coklat. Selama penyimpanan,
krim pengisi coklat yang telah diproduksi mengalami pengerasan krim dan
perubahan pada penampakan permukaannya.
63
1. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat
Permukaan krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan
minyak rapeseed tetap mengkilap sampai enam minggu penyimpanan
pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC dan 28-48oC seperti terlihat pada
Lampiran 2a, 2b, dan 2c. Berdasarkan hasil tersebut, penampakan
permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed tidak
dipengaruhi viskositas, ukuran partikel krim pengisi coklat, suhu
penyimpanan, dan lama penyimpanan sampai enam minggu. Sedangkan
krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami
penurunan kilap permukaan ketika disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-
29,8oC dan mengalami fat bloom ketika disimpan pada fluktuasi suhu 28-
48oC.
Lampiran 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata penampakan
permukaan krim pengisi coklat standar dipengaruhi oleh suhu
penyimpanan dengan nilai P<0,05. Lampiran 4 menunjukkan bahwa
selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
berbeda nyata pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 28-48oC, dan
29,3-29,8oC dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan
permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu
8-11oC dan 29,3-29,8oC sebesar 0,3333. Selisih nilai rata-rata penampakan
permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu
8-11oC dan 28-48oC sebesar 1,5833, sedangkan selisih nilai rata-rata
penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada
fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 1,2500. Semakin kecil
selisih nilai rata-rata penampakan permukaan, maka krim pengisi coklat
standar semakin kehilangan sifat kilap permukaannya dan mendekati fat
bloom.
Hasil ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar yang
disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki permukaan yang lebih
mengkilap dibandingkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada
fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim pengisi coklat
standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC memiliki
64
penampakan permukaan yang lebih baik dibandingkan krim pengisi coklat
standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC namun kurang
mengkilap dibandingkan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada
fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi
coklat standar pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan
kilap permukaan krim pengisi coklat standar sampai enam minggu
penyimpanan.
Lampiran 2a menunjukkan bahwa penampakan permukaan krim
pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC tetap
mengkilap selama penyimpanan sampai enam minggu. Lampiran 2b
menunjukkan bahwa kilap permukaan krim pengisi coklat standar yang
disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dapat hilang seiring
bertambahnya waktu penyimpanan. Lampiran 2c menunjukkan bahwa
krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC
dapat mengalami fat bloom ringan seiring bertambahnya waktu
penyimpanan. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk mempertahankan kristal lemak
sehingga dapat menahan migrasi minyak ke permukaan krim pengisi
coklat standar. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC memiliki
kemungkinan untuk mencairkan kristal lemak yang lebih besar
dibandingkan penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC sehingga
kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat
standar lebih besar. Pada fluktuasi suhu yang lebih tinggi dari 28-48oC
kemungkinan terjadinya migrasi minyak bertambah besar sehingga kilap
permukaan krim pengisi coklat standar akan semakin semakin cepat
menghilang.
Penampakan permukaan krim pengisi coklat standar selama
penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai
P<0,05 seperti terlihat pada lampiran 5. Berdasarkan lampiran 5, nilai rata-
rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang telah
disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai
rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang
65
disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata
penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan selama
satu minggu dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi
coklat standar yang disimpan lebih lama selalu menghasilkan nilai yang
positif. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat
standar juga semakin kecil seiring dengan bertambahnya lama
penyimpanan. Semakin kecil selisih nilai rata-rata penampakan
permukaan, maka krim pengisi coklat standar semakin kehilangan kilap
permukaannya. Namun nilai rata-rata penampakan permukaan pengisi
coklat standar yang telah disimpan selama dua dan tiga minggu secara
statistik tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim
pengisi coklat setelah disimpan selama empat minggu juga secara statistik
berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi
coklat yang disimpan dengan waktu penyimpanan lainnya. Nilai rata-rata
penampakan permukaan lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik
dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05.
Hasil pengamatan penampakan permukaan ini juga sesuai dengan
hasil pengujian stabilitas emulsi krim pada Gambar 8 yang menunjukkan
bahwa krim pengisi coklat A, B, C, dan D lebih stabil terhadap perubahan
suhu dibandingkan krim pengisi coklat standar. Hasil pengamatan ini
menunjukkan bahwa formula baru yang diaplikasikan pada krim-krim
pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed lebih tahan terhadap
migrasi minyak sampai enam minggu penyimpanan dibandingkan formula
yang diaplikasikan pada krim pengisi coklat standar yang menggunakan
minyak sawit. Seperti halnya hasil pengujian stabilitas emulsi,
kemungkinan besar krim pengisi coklat standar yang menggunakan
minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan, pemisahan minyak
dan fat bloom karena memiliki penurunan nilai SFC minyak yang curam
seperti terlihat pada Gambar 4.
Penurunan nilai SFC yang curam pada minyak sawit yang
disebabkan komposisi asam lemak dominan yang menyusun minyak sawit
66
seperti asam lemak palmitat, oleat, dan linoleat berbeda dalam panjang
rantai dan ikatan rangkapnya sehingga terjadi efek eutectic. Menurut
Bailey (1950), perbedaan panjang rantai pada trigliserida menghasilkan
struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur
yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah
mencair. Akibatnya ketika dihadapkan pada fluktuasi suhu yang besar,
kristal lemak pada krim pengisi coklat standar lebih banyak mencair dan
bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat. Minyak rapeseed
didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama
seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga
kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu,
asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh
yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan
lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh.
Lampiran 2c menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar
mengalami penurunan kilap permukaan setelah disimpan selama dua
minggu, kemudian mulai terlihat kasar dan muncul bintik-bintik kecil
minyak setelah disimpan selama empat minggu pada fluktuasi suhu 28-
48oC. Munculnya bintik-bintik kecil minyak ini mengindikasikan bahwa
krim pengisi coklat standar akan mengalami fat bloom. Menurut Hodge
dan Rousseau (2002), produk coklat yang telah mengalami perubahan
suhu yang berulang-ulang akan mulai menunjukkan terjadinya fat bloom
yang ditandai oleh perubahan struktur permukaan dari halus menjadi
kasar. Hal ini disebabkan oleh proses rekristalisasi minyak yang telah
bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar.
Rekristalisasi juga menghasilkan bintik-bintik putih dan keretakan
pada permukaan krim pengisi coklat standar. Peristiwa ini menunjukkan
bahwa minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat
standar kemungkinan besar mengalami rekristalisasi membentuk kristal �
yang paling stabil akibat fluktuasi suhu yang besar dan lamanya waktu
penyimpanan. Bintik-bintik putih dan keretakan yang muncul setelah krim
pengisi coklat standar disimpan selama lima minggu pada rentang suhu
67
Krim pengisi Krim pengisi coklat standar coklat A
28-48oC menjadi tanda bahwa krim pengisi coklat standar mulai
mengalami fat bloom (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh
Aguilera et al., 2004). Perbandingan krim pengisi coklat standar yang telah
mengalami fat bloom dan krim pengisi coklat A yang masih mengkilap
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC
Gambar 10 menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar
mengalami fat bloom yang ditunjukkan oleh terdapatnya bintik-bintik
putih kecil di permukaan krim. Menurut Hammond (2005), fat bloom pada
produk seperti fat spreads merupakan hasil migrasi minyak ke permukaan
produk yang diikuti oleh rekristalisasi kristal lemak yang telah bermigrasi
tersebut. Fat bloom seperti ini dinamakan fat bloom bentuk � karena
kemungkinan rekristalisasi yang terjadi pada minyak yang telah bermigrasi
membentuk kristal lemak bentuk �. Fat bloom bentuk � ditunjukkan oleh
bintik-bintik kecil di permukaan produk. Fat bloom bentuk � tidak dapat
dihentikan dengan menggunakan penghambat pertumbuhan kristal namun
dapat dicegah dengan menjaga suhu lingkungan agar tidak terlalu tinggi,
mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang besar (temperature cycling)
pasca proses produksi, dan menggunakan lemak yang mampu membentuk
kristal kecil seperti kristal �’ dalam jumlah besar. Pembentukan kristal
68
kecil dalam jumlah besar dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang
cukup agar dapat menahan migrasi lemak cair ke permukaan.
Menurut Nawar (1996), minyak sawit dan minyak rapeseed
cenderung membentuk kristal �’ yang berukuran kecil. Namun, minyak
sawit menunjukkan penurunan nilai SFC yang tajam pada suhu yang
tinggi. Selain itu salah satu asam lemak yang mendominasi komposisi
minyak sawit adalah asam lemak palmitat yang memiliki titik leleh tinggi,
sehingga lebih mudah mengkristal kembali dan membentuk kristal
berukuran besar setelah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat
standar. Hal ini menyebabkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak
sawit cenderung lebih mudah mengalami fat bloom pada suhu
penyimpanan yang tinggi dan rentang suhu yang besar.
2. Pengerasan Krim Pengisi Coklat
Setiap minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses
kristalisasi setelah proses produksi yang menjadikan produk mengalami
pengerasan selama penyimpanan (Kristott, 2003). Berdasarkan lampiran 7,
suhu penyimpanan mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi
coklat selama penyimpanan pada nilai P<0,05. Semakin tinggi suhu
penyimpanan dan semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 28-
48oC, maka nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat
akan semakin rendah. Hal ini dapat dilihat dari lampiran 8 yang
memperlihatkan bahwa selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim
pengisi coklat pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan
28-48oC secara statistik berbeda nyata dengan nilai P<0,05. Selisih nilai
rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada
fluktuasi suhu 8-11oC dan 29,3-29,8oC sebesar 0,300. Selisih nilai rata-rata
sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi
suhu 8-11oC dan 28-48oC sebesar 0,988, sedangkan selisih nilai rata-rata
sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi
suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 0,6833. Semakin kecil selisih nilai
rata-rata sifat kemudahan dicolek, maka krim pengisi coklat semakin sulit
69
dicolek. Hasil ini menunjukkan bahwa krim yang disimpan pada fluktuasi
suhu 8-11oC lebih mudah dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang
disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim
pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC lebih mudah
dicolek daripada krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu
28-48oC namun lebih keras dibandingkan krim pengisi coklat yang
disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan
krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih
mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai
enam minggu penyimpanan.
Lampiran 6a menunjukkan hasil pengamatan tingkat kekerasan
krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Krim
pengisi coklat berbahan baku minyak sawit maupun minyak rapeseed
yang disimpan pada fluktuasi suhu tersebut tidak mengalami pengerasan
krim sampai enam minggu penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa
kristal lemak yang terbentuk tetap stabil. Krim pengisi coklat telah
mengalami proses pendinginan untuk membentuk kristal �’ yang
berukuran kecil. Kristal ini tetap mempertahankan bentuknya pada
fluktuasi suhu 8-11oC yang tergolong suhu rendah. Bentuk kristal yang
kecil menghasilkan jaringan yang rapuh sehingga mudah hancur, dengan
demikian krim pengisi coklat menjadi mudah untuk dicolek. Sedangkan
krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan
28-48oC tetap mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama
penyimpanan.
Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan
juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05 seperti
terlihat pada lampiran 7. Berdasarkan lampiran 9, nilai rata-rata sifat
kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama satu
minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata sifat
kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama dengan
nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi
coklat yang disimpan selama satu minggu dengan nilai rata-rata
70
kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama selalu
menghasilkan nilai yang positif. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan
dicolek krim pengisi coklat juga semakin kecil seiring dengan
bertambahnya lama penyimpanan. Semakin kecil selisih nilai rata-rata
sifat kemudahan dicolek, maka krim pengisi coklat menjadi semakin sulit
dicolek. Namun nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat
yang telah disimpan selama lima minggu tidak berbeda nyata secara
statistik dengan nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat
yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa penyimpanan krim pengisi coklat sampai lima
minggu dapat menurunkan sifat kemudahan dicoleknya.
Lampiran 6b menunjukkan bahwa pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC,
krim pengisi coklat standar mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek
setelah disimpan selama empat minggu, sedangkan krim pengisi coklat C
dan D mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah disimpan
selama lima minggu. Krim pengisi coklat mengalami pengerasan akibat
sifat post hardening yang dimiliki oleh minyak yang digunakan. Sifat ini
timbul akibat terjadinya proses rekristalisasi dan pertumbuhan kristal
lemak di dalam krim pengisi coklat. Pada fluktuasi suhu penyimpanan
29,3-29,8oC, kristal �’ kemungkinan akan mencair dan membentuk kristal
lemak yang lebih besar dan paling stabil yaitu kristal �. Hal ini juga
didukung oleh lamanya penyimpanan yang memungkinkan kristal
berukuran kecil untuk tumbuh menjadi kristal berukuran lebih besar yang
lebih stabil (Bahara, 2003). Kristal lemak berukuran besar ini
menyebabkan jaringan padatan dalam krim pengisi coklat menjadi lebih
kuat, akibatnya krim pengisi coklat menjadi lebih sulit dicolek.
Berdasarkan lampiran 7, sifat kemudahan dicolek krim pengisi
coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh viskositasnya dengan
nilai P<0,05. Lampiran 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata sifat
kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100
dPa.s secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat yang
memiliki viskositas 75, 95, 110, dan 115 dPa.s. Krim pengisi coklat yang
71
memiliki viskositas 100 dPa.s adalah krim pengisi coklat standar yang
menggunakan minyak sawit. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas
75, 95, 110 dan 115 dPa.s secara berturut-turut adalah krim pengisi coklat
A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed. Selisih nilai rata-rata
sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100
dPa.s dengan krim pengisi coklat lainnya selalu bernilai negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami
penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan bahkan
dibandingkan krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas lebih
tinggi. Berdasarkan data tersebut, secara statistik krim pengisi coklat
berbahan baku minyak sawit lebih cepat mengalami pengerasan
dibandingkan krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak rapeseed.
Namun hasil pengamatan pada lampiran 6c menunjukkan bahwa
krim pengisi coklat standar terlihat mulai mengalami pengerasan pada
pengamatan ulangan kedua setelah disimpan selama lima minggu.
Sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D sudah terlihat mengalami
pengerasan setelah disimpan selama lima minggu pada kedua ulangan
pengamatan. Perbedaan ini disebabkan oleh terjadinya migrasi minyak
dari dalam ke permukaan krim pengisi coklat standar yang berbahan baku
minyak sawit yang ditunjukkan oleh hilangnya kilap permukaan dan
munculnya bintik-bintik minyak di permukaan krim seperti terlihat pada
lampiran 2c. Hal ini dapat mengindikasikan awal terjadinya fat bloom
pada krim pengisi coklat standar.
Menurut Anonim (2007a), peristiwa fat bloom dapat menyebabkan
pelunakan tekstur pada bagian dalam produk. Peristiwa ini didukung oleh
rentang suhu penyimpanan yang terlampau tinggi yaitu 28-48oC. Pada
rentang suhu ini kristal lemak yang mencair semakin banyak, sehingga
fase padat dalam krim pengisi coklat berkurang. Hal ini menyebabkan
jumlah jaringan kristal lemak yang menahan fase cair minyak menurun
sehingga memicu minyak cair untuk bermigrasi ke permukaan dan
nantinya akan mengkristal kembali. Pelunakan tekstur di bagian dalam
produk menyebabkan krim pengisi coklat standar mudah dicolek dan
72
menunjukkan bahwa pengerasan krim pengisi coklat standar terhambat
oleh awal indikasi terjadinya fat bloom.
Lampiran 10 juga memperlihatkan bahwa kemudahan dicolek krim
pengisi coklat A dan B yang memiliki viskositas 75 dPa.s dan 95 dPa.s
secara statistik tidak berbeda nyata. Kemudahan dicolek krim pengisi
coklat C dan D yang memiliki viskositas 110 dPa.s dan 115 dPa.s juga
tidak berbeda nyata secara stastistik. Namun krim pengisi coklat A dan B
secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat C dan D. Selisih
nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D dengan krim pengisi coklat A
atau B bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A
atau B memiliki nilai rata-rata kemudahan dicolek yang lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D. Berdasarkan
hasil tersebut, krim pengisi coklat C atau D yang memiliki viskositas lebih
tinggi akan lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek
dibandingkan krim pengisi coklat A atau B.
Viskositas krim pengisi coklat A dan B yang lebih rendah
menunjukkan bahwa fase pendispersi yang dimiliki juga lebih tinggi
sehingga partikel padat lebih mudah bergerak. Walaupun krim pengisi
coklat A dan B memiliki jumlah minyak yang lebih besar dibandingkan
krim pengisi coklat C dan D, namun jumlah ini tidak menyebabkan
pemisahan minyak seperti terlihat pada Lampiran 2a, 2b, dan 2c. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah minyak rapeseed sebesar 30% pada krim
pengisi coklat A dan B lebih mampu mencegah pengerasan krim
dibandingkan krim pengisi coklat standar, C, dan D namun masih berada
dalam jumlah yang belum menyebabkan pemisahan minyak.
Minyak sawit mengalami pengerasan lebih cepat mungkin
disebabkan kandungan asam lemak palmitat yang cukup dominan. Asam
lemak palmitat memiliki titik leleh tinggi sehingga memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk membentuk kristal berukuran besar selama
penyimpanan. kristal berukuran besar kemungkinan dapat menyebabkan
jarak antar partikel padat dalam krim pengisi coklat menjadi semakin kecil
73
sehingga krim menjadi sulit dicolek, dengan kata lain krim pengisi coklat
menjadi lebih keras.
Menurut Full et al. (1996) yang dikutip oleh Kumara (2003),
tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat
dengan nilai SFC. Gambar 6 dapat menggambarkan terjadinya
peningkatan kekerasan akibat post hardening pada minyak sawit yang
ditunjukkan oleh lebih tingginya nilai SFC krim pengisi coklat standar
dibandingkan nilai SFC minyak sawit yang digunakan. Gambar 5
menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi
dibandingkan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC
yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar
memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Pengujian SFC krim pengisi
coklat ini dilakukan pada rentang waktu yang cukup jauh dari waktu
produksi sehingga kemungkinan nilai yang ditunjukkan pada Gambar 5
merupakan hasil pengukuran SFC krim pengisi coklat standar yang telah
mengalami post hardening. Dengan menggunakan krim pengisi coklat A
dan krim Nutella sebagai pembanding, maka nilai SFC krim pengisi coklat
standar perlu dikurangi agar memiliki tingkat kekerasan yang serupa.
Menurut Kristott (2003), salah satu cara untuk menyerupai nilai SFC dan
mengurangi pengaruh post hardening adalah mencampurkan minyak sawit
dengan minyak atau lemak lain yang memiliki asam lemak tidak jenuh
lebih banyak secara cermat.
74
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit
dalam krim pengisi coklat di PT. Arnott’s Indonesia dan dapat meningkatkan
stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai
enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh
nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim
pengisi coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang
menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu.
Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap
memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-
29,8oC, dan 28-48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak
sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan
penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan
secara statistik dengan nilai P<0,05. Fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC tetap
mempertahankan kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan
minyak sawit sampai enam minggu penyimpanan. Fluktuasi suhu
penyimpanan 29,3-29,8oC menghilangkan kilap permukaan krim pengisi
coklat yang menggunakan minyak sawit setelah disimpan selama lima
minggu. Semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 28-48oC, kilap
permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit hilang
setelah disimpan selama dua minggu, bintik-bintik kecil minyak muncul
setelah disimpan selama empat minggu, dan fat bloom terjadi setelah disimpan
selama lima minggu. Semakin lama penyimpanan, maka kilap permukaan
krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit akan semakin rendah
dan terjadi fat bloom.
Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik
lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim
pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dengan nilai P<0,05. Dengan
bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak
mempengaruhi sifat kemudahan dicolek dengan nilai P>0,05. Namun sifat
75
kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
dipengaruhi viskositas dengan nilai P<0,05. Viskositas krim pengisi coklat
sebesar 110-115 dPa.s lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan
dicolek dibandingkan krim pengisi coklat dengan viskositas 75-95 dPa.s.
Dengan demikian dengan bahan baku minyak rapeseed, semakin tinggi
viskositas krim pengisi coklat dari 110-115 dPa.s maka pengerasan krim
semakin cepat terjadi.
Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama
penyimpanan dengan nilai P<0,05. Semakin tinggi fluktuasi suhu
penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat
kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Semakin lama
penyimpanan, maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan
semakin rendah. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat
mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai enam
minggu penyimpanan. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC selama
empat minggu menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang
menggunakan minyak sawit. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC
selama lima minggu menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat
yang menggunakan minyak rapeseed dengan viskositas 110-115 dPa.s,
sedangkan krim pengisi coklat dengan viskositas 75-95 dPa.s tetap mudah
dicolek sampai enam minggu penyimpanan. Semakin besar fluktuasi suhu dari
28-48oC, maka krim pengisi coklat mengalami penurunan sifat kemudahan
dicolek setelah dua minggu penyimpanan dan mulai mengeras setelah lima
minggu penyimpanan.
Secara keseluruhan, minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi
coklat yang lebih stabil mempertahankan kilap permukaan dan sifat
kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang menggunakan
minyak sawit. Faktor-faktor yang mendukung minyak rapeseed dapat
menghasilkan krim yang lebih stabil adalah komposisi asam lemak yang lebih
seragam dan penurunan nilai SFC yang lebih landai. Dengan demikian minyak
rapeseed dapat menggantikan minyak sawit dalam pembuatan krim pengisi
coklat.
76
B. SARAN
Pengujian subjektif sebaiknya diiringi dengan pengujian objektif
sehingga diketahui nilai optimum faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
krim pengisi coklat. Pengujian objektif sebaiknya dilakukan langsung oleh
pihak perusahaan atau perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak yang
telah tersertifikasi sehingga hasil pengujian objektif dapat lebih meyakinkan.
Selain itu melakukan eksplorasi dan mencari karakteristik minyak lokal
dengan pola SFC mirip dengan minyak rapeseed namun dengan jumlah asam
lemak trans yang lebih sedikit atau tanpa asam lemak trans sama sekali. Untuk
itu studi karakteristik fisik minyak lokal perlu dilakukan secara cermat.
77
DAFTAR PUSTAKA Abboud, A.M. 1999. Fat free and low fat cookie cream fillings.
http://www.patentstorm.us/patents/5939127-fulltext.html. [7 April 2007] Aguilera, J.M., M. Michel, dan G. Mayor. 2004. Fat Migration in Chocolate:
Diffusion or Capillary Flow in a Particulate Solid?-A Hypothesis Paper. Journal of Food Science. 69: R167-174.
Almond, N., Michael, H.G., Paul, R. dan Peter, W. 1990. Biscuits, Cookies, and
Crackers volume 3 : Composite Products, Elsevier Applied Science, New York dan London.
American Palm Oil Council, 2004, Palm Oil Food Products.
http://www.americanpalmoil.com/foodproducts/palm olein.html. [15 Agustus 2007].
Andrae, L.M. dan N.J. Engeseth. 2003. Quality Changes in Chocolate During
crops/21.genetically_modified_rapeseed.html. [12 Maret 2007] Anonim. 2007a. Chocolate Glossary. www.chocolate_glossary.htm [12 Maret
2007] Anonim. 2007b. What is This White Stuff on My Chocolate?.
http://www.thechocolatestore.com/candyfact-12.aspx.htm. [12 Maret 2007]
Anonim. 2007c. FAQs about Chocolate. http://www.facts-about-chocolate.com/
about-chocolate.html [12 Maret 2007] Anonim. 2007d. Rapeseed. http://en.wikipedia.org/wiki/Rapeseed. [12 Maret
2007] Anonim, 2007e. Physical Status of Milk. http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/
Fulldocs/ILCA_Manual4/Milkchemistry.htm. [18 April 2007]
78
Anonim. 2007f. Why does chocolate turn gray sometimes? Is it still safe to eat? http://science.howstuffworks.com/physical-science-channel/question711. [12 Maret 2007]
Anonim. 2007g. Van Der Waals Force. http://en.wikipedia.org/wiki/
Van_der_Waals_force. [26 September 2007] Anonim. 2007h. Trans Fat. http://en.wikipedia.org/wiki/ Trans_fat. [26 September
2007] AOAC. (1995). Official Methods of Analysis. (4th ed.) Oils and Fat. Chapter 41,
18-18d. AOAC International. USA. Bahara, R. 2003. Aplikasi Fat Hardener pada Krim Biskuit di PT. Arnott’s
Indonesia. Skripsi pada JurusanTeknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bailey, A. E. 1950. Melting and Solidification of Fats. Interscience Publisher, Inc.
New York Basiron, Y. 1996. Palm Oil. Di dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products 5th
edition, volume 2. Y. N. Hui (ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York. Belitz, H.D. dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Springer-
Verlag. Berlin. Burdock, G.A. (1997). Encyclopedia of Food and Colour Additives. Volume 3.
CRC Press. New York. Chen, C.W., O.M. Lai, H.M. Ghazali, dan C.L. Chong. 2002. Isothermal
Crystallization Kinetics of Refined Palm Oil. J. Am. Oil. Chem. Soc vol 79, 403-410.
Clark, J.P. 2004. Crystallization is Key in Confectionery Processes. J. Food. Tech
vol 58 no12. De Graef, V., I. Foubert, E. Agache, I. Nopens, P.A. Vanrolleghem, dan K.
Dewettinck. 2004. Predictive Modelling of Migration Fatbloom. http://www.fte.ugent.be/index.php?var=presentations. [17 Juni 2007]
De Wit, J.N. 1989. Functional Properties of Whey Proteins. Di Dalam.
Developments in Dairy Chemistry Volume 4 : Functional Milk Proteins. Fox, P. F (ed.). Elsevier Applied Science, London.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Syarat Mutu Coklat Bubuk (SNI 01-3747-
1995). Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
79
Evans, E.W. 1986. Interactions of Milk Components in Food Systems. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London.
Hammond, E. 2005.Fat Bloom. http:/www.britaniafood.com/invite_07.htm. [27
Mei 2007] Hancock, J.N.S., R. Early, dan P.D. Whithead. 1999. Oils and Fats: Milk and Milk
Products. Di dalam Sugar Confectionary Manufacture. Jackson, E. B. (ed.). Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
Hanssen, M dan J. Marsden. 1991. E for Additives. Harper Collins Publishers. Hasenhuettl, G.L. 1997. Analysis of Food Emulsifiers. Di dalam Food Emulsifiers
and Their Application. Hasenhuettl, G. L. dan R. W. Hartel (ed.). chapman & Hall. New York.
Hasan, M.D.A. 2006. Penerangan Instrumen.
http://202.185.33.70/instrumen/PULSE%20NMR-MAKANAN.pdf. [16 November 2007]
Hodge, S.M. dan D. Rousseau. 2002. Fat Bloom and Characterization in Milk
Chocolate Observed by Atomic Force Microscopy. J. Am. Oil. Chem. Soc. Vol 79, 1115-1121.
IUPAC. 1982. Standard Methods for The Analysis of Oils, Fats, and Derivatives.
6th edition. http://www.iupac.org/publications/pac/1982/pdf/5412x2759. pdf. [16 November 2007]
Jewel, G.G. 1986. Interactions of Confectionery Components. Di dalam
Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London.
Kakuda, Y. 2003. Stabilization of Low Fat Spreads Using Polar Fats.
http://www.omafra.gov.on.ca/eng/research/new_directions/projects/2002/sr9102.htm. [31 Mei 2007].
Kamel, B.S. 1991. Emulsifiers. Di dalam Food Additive User’s Handbook. Smith,
Jim (ed.). Van Nostrand Reinhold. New York. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kristott, J. 2003. New Trans-Free Fat for The Replacement of Hydrogenated Fats
in Confectionary Products. Brittania Food Ingredients Ltd. Technical Communication 14.
80
Kumara, B. 2003. Effects of Cocoa Butter, Palm Fraction and Emulsifier mixtures on The Quality Parameters of Different Chocolate Formulations. Tesis. Universiti Putra Malaysia.
Lees, R., dan E.B. Jackson. 1975. Sugar Confectionary and Chocolate
Manufacture. Chemical Publishing CO., In., New York. Lees, R. 1999. General Technical Aspects of Industrial Sugar Confectionery
Manufacture. Di dalam Jackson, E.B. (Ed.), Sugar Confectionery Manufacture Second Edition, Blackie Academic and Professional, Cambridge, Great Britain.
Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition.
Chapman and Hall, New York. Manley, D.J.R. 1991. Technology of Biscuit, Cookie and Crackers. Second
Edition. Ellis Horrwood limited, England. Manley, D.J.R. 2000. Biscuit, Crackers, and Cookies: Technology, Production
and Management. Applied Science Publisher Ltd, USA. Matz, S.A. 1978. Cookie and Cracker Technology. Second Edition. AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering. Third Edition. Pan-Tech
International, Inc. McAllen, Texas. McClements, D.J. 1999. Food Emulsions: Principles, Practice, and Techniques.
CRC Press, New York. Minifie, B.W. 1980. Chocolate, Cocoa an Confectionary. Second Edition. The
AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Minifie, B.W. 1990. Chocolate, Cocoa an Confectionary. Third Edition. The AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Minifie, B.W dan C. Chem., F.R.I.C., F.I.F.S.T. 1980. Chocolate, Cocoa and
Confectionary: Science and Technology 2nd edition. AVI Publishing Company. Inc. West Port, Connecticut.
Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam Food Chemistry. Second Edition. Fennema
(ed.). Marcel Dekker, Inc. New York. Niewiadomski, H. 1990. Rapeseed, Chemistry and Technology. Elsevier Applied
Science, New York. Pomeranz, Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press,
Inc. London.
81
Potter, N.N. dan J. H. Hotckiss. 1995. Food Science 5th edition. Chapman and Hall. New York.
Rimando, N.B. 2004. White Bloom and Lecithin in Chocolate.
http://www.gftc.ca/ baker03.cfm.htm. [12 Maret 2007] Smith, W.H. 1972. Biscuits, Crackers and Cokies vol 1. Magazines for Industry,
Inc. New York. Sovero, M. 1993. Rapeseed, a new oilseed crop for the United States. p. 302-307.
Di dalam: J. Janick and J.E. Simon (eds.), New crops. Wiley, New York. Timme, 1984. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/proceedings1993/v2-toc.html. [25 Maret 2007]
Speer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker Inc, New
York. Swern. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 2. Jhon Wiley and
Sons, Inc., New York. U.S. Food and Drug Administration. 2006. Question and Answers about Trans Fat
Nutrition Labeling. http://www.cfsan.fda.gov/ FDA-CFSAN - Questions and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling.htm. [28 Oktober 2007]
Utari, V. 2006. Formulasi Serta Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap
Karakteristik Coklat Cream Spread. Skripsi. Fakulas Teknik. Universitas Pasudan, Bandung.
2002. Induction time of Crystallization in vegetable Oils, Comparative Measurements by Differential Scanning Calorimetry and Diffusive Light Scattering. J. Food Sci vol 67. 1057-1064.
Weyland, M. 1997. Emulsifier in Confectionary. Di dalam Food Emulsifiers and
Their Application. Hassenhuettl, G. L. dan W. Hartel (eds.). Chapman and Hall, New York
Weiss, T.J. 1983. Food Oil and Their Uses. The Avi Publishing Company, Inc.
Westport, Connecticut. Winarno, F. G. 1980. Kimia Pangan. Pusbangtepa, Food Technology
Development Center. Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum,
Jakarta. Wong, N.P., R. James, M. Kenney dan E.H. Marth. 1988. Fundamentals of Dairy
Chemistry 3rd Edition. Van Nostrand Reinhold, New York.
82
Ziegleder, G. 2007. Fat Migration. http://www.britanniafood.com/
Articles_Guest-Publications.php. [20 Juni 2007]
83
Lampiran 1a. Karakteristik SFC minyak sawit dan minyak rapeseed
Suhu (oC)
Solid Fat Content (%) Minyak Sawit Minyak Rapeseed
Standar A 10 21,3 10,2 20 6,5 1,8 25 3,7 0,7 30 2,2 0 35 0,8 0 40 0 0
84
Lampiran 2a. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat
selama penyimpanan pada suhu 8-11oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Nilai Penampakan Permukaan Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Keterangan: 1 = fat bloom ringan 3 = kilap permukaan mulai hilang 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak 4 = mengkilap Lampiran 2b. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat
selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Nilai Penampakan Permukaan Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4
6 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4
Keterangan: 1 = fat bloom ringan 3 = kilap permukaan mulai hilang 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak 4 = mengkilap
85
Lampiran 2c. Perbandingan nilai penampakan permukaan krim pengisi coklat
selama penyimpanan pada suhu 28-48oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Nilai Penampakan Permukaan Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4
3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4
4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4
5 2 4 4 4 4 1 4 4 4 4
6 1 4 4 4 4 1 4 4 4 4
Keterangan: 1 = fat bloom ringan 3 = kilap permukaan mulai hilang 2 = muncul bintik-bintik kecil minyak 4 = mengkilap
86
Lampiran 3. Hasil uji anova pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penampakan permukaan krim pengisi coklat standar
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
Based on observed means.The mean difference is significant at the ,05 level.*.
89
Lampiran 6a. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 8-11oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek Lampiran 6b. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat
selama penyimpanan pada suhu 29,3-29,8oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3
5 1 3 3 2 2 1 3 3 2 2
6 1 3 3 2 2 1 3 3 2 2
Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek
90
Lampiran 6c. Perbandingan tingkat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada suhu 28-48oC
Lama Penyimpanan
(minggu)
Tingkat Kemudahan Dicolek Krim Pengisi
Coklat Standar
Krim Pengisi
Coklat A
Krim Pengisi
Coklat B
Krim Pengisi
Coklat C
Krim Pengisi
Coklat D
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2
3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2
4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: 1 = mulai mengeras namun masih dapat dicolek 2 = sifat kemudahan dicolek berkurang 3 = mudah dicolek
91
Lampiran 7. Hasil uji anova pengaruh viskositas krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan ukuran partikel krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
Based on observed means.The mean difference is significant at the ,05 level.*.
94
Lampiran 10. Hasil uji lanjut Tukey pengaruh viskositas krim pengisi coklat terhadap kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound95% Confidence Interval
Based on observed means.The mean difference is significant at the ,05 level.*.
95
Lampiran 11. Metode analisis komposisi asam lemak
Berasarkan AOAC (1995), sampel minyak dilarutkan ke dalam 2-3 mL
kloroform dan 2-3 mL diethyl ether lalu ditambahkan standar internal. Standar
yang digunakan adalah C11:0-undecanoic methyl ester. Campuran tersebut
kemudian dipindahkan ke dalam gelas vial, lalu dievaporasi dengan suhu 40oC di
penangas air dan dialirkan nitrogen. Selanjutnya campuran tersebut di tambah
dengan 2 ml reagen BF3 dan 1 mL toluen. Vial kemudian ditutup dan dipanaskan
di dalam oven pada suhu 100oC selama 45 menit. Vial kemudian dikocok
perlahan setiap 10 menit. Selanjutnya vial didinginkan pada suhu ruang. Setelah
dingin, sampel dalam vial ditambah dengan 5 mL H2O, 1 mL hexane, dan 1 g
Na2SO4. Vial ditutup kembali lalu dikocok selama satu menit. Setelah itu vial
didiamkan sampai tebentuk dua lapisan. Lapisan paling atas lalu dipindahkan ke
dalam vial lainnya yang telah diisi 1 g Na2SO4. Selanjutnya, 2µl larutan standar
FAME disuntikan kedalam kolom kromatografi gas, disusul sampel yang akan
diuji. Program suhu kromatografi gas yang dapat digunakan berdasarkan Bahara
(2003) dimulai pada 115oC, kecepatan pemanasan 6oC/menit, dan suhu akhir
200oC.
96
Lampiran 12. Metode analisis solid fat content (SFC) (IUPAC, 1982)
Sampel dilelehkan pada suhu 80oC menggunakan penangas air sampai
sekitar 15 menit, lalu di filtrasi jika perlu. Selanjutnya 2 ml sampel diisikan ke
dalam tabung yang memiliki diameter 10 mm. Selanjutnya tabung ditutup dan di
temper dengan menyimpan sampel pada suhu 60oC selama 5 menit,
mendinginkannya pada 0oC selama 60 menit. Sampel lalu dipindahkan ke
penangas air dengan suhu 5, 10, 15, 20, 25, 30, dan 35oC secara bersamaan selama
30 menit. Setelah itu, tabung segera dimasukkan ke dalam tempat sampel NMR.
Nilai SFC dapat dibaca langsung pada display. Analisis SFC dilakukan dengan
menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Salah satu NMR yang dapat
digunakan adalah Bruker Minispec 110 yang memiliki frekuensi 20 Mhz.
Gambar 11. Pulsed NMR 20 MHz analyzer * Hasan (2006)
97
Gambar 12. Penangas air dengan blok dan tube sampel *Hasan (2006)
Gambar 13. Layar display dan tampilan pangkalan data NMR analyzer 20MHz *Hasan (2006)
Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
APLIKASI MINYAK RAPESEED SEBAGAI PENGGANTI MINYAK SAWIT PADA KRIM PENGISI COKLAT
DI PT. ARNOTT’S INDONESIA BEKASI - JAWA BARAT
Andriansyah Rhamadan
Sarjana Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Abstrak
Chocolate cream filling made from palm oil can experience several physical damages that could reduce its quality, like oil separation, fat bloom, and cream hardening. One effort to overcome this problem is replacing palm oil with rapeseed oil.
The objective of this research is to study rapeseed oil usage as palm oil replacement to improve chocolate cream filling stability. The research was conducted in three stages. The first stage was studying rapeseed oil and palm oil characteristic by its fatty acids composition and it’s SFC (Solid Fat Content). The second stage was formulating chocolate cream filling. The third stage was storing the chocolate cream filling in 8-11oC, 29,3-29,8oC, and 28-48oC to see storage influence in chocolate cream filling stability.
Result obtained showed that rapeseed oil is effective to replace palm oil in chocolate cream filling and can increase chocolate cream filling’s stability up to six week of storage. The indicators are showed by surface appearances average value and chocolate cream filling’s spreadibility which better than palm oil based chocolate cream filling during storage until six week.
I. PENDAHULUAN Latar Belakang
Produk pangan semakin
berkembang seiring dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan beragamnya permintaan pasar. Industri-industri pangan terus bermunculan untuk memenuhi permintaan tersebut. Luasnya pasar dapat meningkatkan parameter penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Kualitas suatu produk menjadi parameter penting yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Oleh sebab itu peningkatan kualitas harus tetap menjadi prioritas sehingga perusahaan mampu memenuhi keinginan konsumen dan pada akhirnya dapat memenangkan pasar penjualan produk.
PT. Arnott’s Indonesia merupakan salah satu produsen produk pangan yang terus menerus berusaha untuk meningkatkan kualitas. Produk-produk yang dihasilkan berupa makanan ringan seperti biskuit, cookies, sandwich dan wafer stick. Beberapa produk menggunakan krim sebagai bahan dasar yang sangat penting sehingga kualitas
krim menjadi sangat penting untuk menentukan kualitas produk secara keseluruhan. Salah satu krim yang digunakan di perusahaan adalah krim pengisi atau cream filling.
Krim pengisi adalah krim yang diisikan ke dalam suatu wadah sehingga dapat dikonsumsi dengan menggunakan biskuit. Krim pada dasarnya merupakan campuran antara lemak dan gula, bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan parameter lain seperti tekstur, rasa, penampakan, dan umur simpannya. Krim pengisi menggunakan bahan baku berupa lemak cair atau minyak, sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan mudah dicolek.
Krim pengisi dapat mengalami beberapa kerusakan fisik seperti pengerasan, fat bloom, dan pemisahan minyak. Kerusakan ini terjadi akibat perubahan yang dipengaruhi oleh beragamnya kondisi selama proses, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini adalah mengganti bahan baku lemak atau minyak yang digunakan. Minyak yang digunakan sebagai bahan baku harus
memiliki kestabilan terhadap perubahan kondisi, terutama suhu, mulai dari pasca proses produksi sampai ke tangan konsumen. Salah satu minyak yang di klaim memiliki kestabilan yang tinggi adalah minyak rapeseed. Hal ini disebabkan perubahan nilai SFC yang dimiliki minyak ini relatif landai sehingga tidak terjadi perubahan nilai SFC yang drastis ketika dihadapkan pada perubahan suhu. Aplikasi minyak rapeseed sebagai bahan baku diharapkan mampu menghasilkan produk krim pengisi coklat yang dapat mempertahankan stabilitasnya sampai ke tangan konsumen.
Tujuan
Kegiatan magang ini bertujuan mempelajari penggunaan minyak rapeseed sebagai pengganti minyak sawit dalam meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan krim pengisi coklat adalah gula halus, minyak sawit, minyak rapeseed, bubuk coklat, susu full cream, whey powder, lesitin, dan antioksidan. Bahan yang digunakan dalam analisis ukuran partikel adalah parafin.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan krim pengisi coklat antara lain timbangan, ballmill, cup, cup sealer, filler, spatula, dan baskom. Alat yang digunakan untuk analisis adalah inkubator, termometer, mikrometer, dan viskometer. Metode Penelitian Penentuan Karakteristik Minyak Rapeseed dan Minyak Sawit
Penentuan karateristik minyak rapeseed dan minyak sawit yang digunakan dilakukan oleh salah satu suplier untuk PT. Arnott’s Indonesia. Karakteristik minyak yang diuji adalah kandungan asam lemak dan nilai SFCnya. Formulasi Krim Pengisi Coklat
Penelitian dilakukan langsung pada skala produksi karena proses pembuatan krim pada skala laboratorium tidak mewakili kondisi sebenarnya pada skala produksi. Krim pengisi coklat standar dibuat dengan menggunakan minyak sawit, sedangkan krim pengisi coklat lainnya dibuat dengan menggunakan minyak rapeseed. Krim
pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dinotasikan sebagai krim pengisi coklat A, B, C, dan D.
Jumlah minyak sawit yang digunakan pada krim pengisi coklat standar sebesar 30% dari total berat bahan baku lain. Jumlah minyak rapeseed yang digunakan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 30%, 30%, 28%, dan 28% dari total berat bahan baku lain. Jumlah gula, susu full cream, whey powder, lesitin dan antioksidan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D sama, sehingga perbedaannya hanya terdapat pada jumlah minyak dan suhu prosesnya saja. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat standar sebesar 45oC. Suhu proses yang diterapkan pada krim pengisi coklat A, B, C, dan D secara berurutan sebesar 45oC, 55oC, 45oC, dan 55oC. Waktu pengadukan disesuaikan dengan waktu pengadukan krim pengisi coklat standar untuk mencapai ukuran partikel standar perusahaan, yaitu selama tiga jam. Setelah itu krim pengisi coklat dikemas menggunakan cup dan didinginkan pada suhu 20oC selama tiga hari. Proses pembuatan krim pengisi coklat secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tahap ini, pengujian dilakukan terhadap nilai SFC, ukuran partikel, viskositas, dan stabilitas emulsi krim pengisi coklat. Penyimpanan Krim Pengisi Coklat
Krim pengisi coklat yang telah selesai diproduksi kemudian disimpan pada tiga tempat dengan flukutuasi suhu yang berbeda yaitu pada tempat bersuhu rendah dengan rentang suhu 8-11oC, tempat dengan suhu ruang dengan rentang suhu 29,3-29,8oC, dan tempat dengan fluktuasi suhu yang sangat besar dengan rentang suhu 28-48oC. Rentang suhu pada tempat bersuhu rendah diperoleh dari perubahan suhu yang tercatat pada pengukur suhu alat pendingin ruangan. Rentang fluktuasi suhu ruang dan fluktuasi suhu yang besar diperoleh dengan mengukur perubahan suhu menggunakan data logger. Data logger adalah alat yang mampu mengukur suhu setiap waktu dengan rentang waktu tertentu sesuai program yang diberikan. Suhu diukur setiap sepuluh menit sekali selama satu hari. Pengamatan krim pengisi coklat yang telah disimpan dilakukan terhadap penampakan permukaan dan tingkat kekerasan krimnya.
Pengamatan Kandungan Asam Lemak
Penentuan jenis dan jumlah asam lemak yang terkandung di dalam minyak sawit dan minyak rapeseed dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnott’s Indonesia. Pengiriman sampel minyak untuk diuji kandungan asam lemaknya dilakukan bersamaan dengan pengujian nilai SFC minyak yang digunakan
Uji Solid Fat Content (SFC)
Uji SFC dilakukan oleh salah satu supplier untuk PT. Arnott’s Indonesia. Sampel yang dikirim adalah minyak rapeseed, minyak sawit, krim pengisi coklat standar dan salah satu krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed yang mendekati standar krim pengisi coklat perusahaan. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat
Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Analisis ukuran partikel dilakukan dengan mencampurkan sampel krim pengisi coklat sekitar satu gram dengan parafin sekitar tiga gram. Campuran tersebut kemudian diaduk secara perlahan sampai rata. Sedikit campuran tersebut diteteskan pada mikrometer yang sudah dinolkan terlebih dahulu. Lalu ujung mikrometer ditutup kembali dan ukuran partikel dapat langsung dibaca pada layar mikrometer. Pengukuran dilakukan secara triplo, dan nilai rata-ratanya lalu dibandingkan dengan standar ukuran partikel krim pengisi coklat milik perusahaan. Viskositas (Minifie, 1990)
Sampel yang akan dianalisis diambil dari krim pengisi coklat yang keluar dari alat sirkulasi pada ballmill setelah proses pengadukan selesai. Suhu pengukuran viskositas disesuaikan dengan suhu proses pengadukan krim pengisi coklat. Krim pengisi coklat kira-kira 50-80 ml dimasukkan ke dalam wadah sampel viskometer, kemudian spindel digantungkan pada pemutar viskometer. Jenis spindel yang digunakan adalah spindel no 1. Spindel dicelupkan ke dalam sampel sampai kedalaman tertentu. Viskometer lalu dinyalakan dan viskositas krim pengisi coklat dapat dilihat pada skala yang ada dengan satuan dPa.s.
Sekitar lima gram sampel dimasukkan ke dalam suntikan plastik (syringe), kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45oC selama dua jam. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator dan dibiarkan selama dua jam. Proses ini terus dilakukan sampai tiga kali keluar masuk oven dan refrigerator. Sampel lalu disimpan dalam oven bersuhu 45oC selama satu minggu kemudian diamati ada tidaknya pemisahan minyak pada krim pengisi coklat. Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat
Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Kemasan krim dibuka, lalu analisis dilakukan dengan cara melihat penampakan permukaan krim secara visual. Analisis yang dilakukan adalah melihat ada tidaknya pemisahan minyak atau fat bloom pada permukaan krim pengisi coklat. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu. Pengerasan Krim Pengisi Coklat
Sampel yang akan dianalisis diambil dari tempat penyimpanannya kemudian didiamkan sekitar satu jam pada suhu ruang (27oC). Analisis kekerasan krim pengisi coklat dilakukan setelah pengamatan penampakan permukaan krim pengisi coklat selesai. Analisis kekerasan krim dilakukan secara subjektif dengan cara mencolek krim pengisi coklat yang telah disimpan menggunakan biskuit. Sampel diamati secara duplo dengan waktu pengamatan satu minggu sekali. Sampel diamati sampai penyimpanan selama enam minggu.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak yang Digunakan Kandungan Asam Lemak
Minyak sawit yang digunakan memiliki tiga asam lemak dominan. Secara berurutan dari asam lemak dengan jumlah terbanyak yaitu asam lemak oleat, palmitat dan linoleat. Asam-asam lemak lainnya terdapat dalam jumlah kecil. Jumlah asam lemak stearat yang rendah, jumlah asam
lemak tidak jenuh yang tinggi, dan warna minyak yang jernih kuning keemasan menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan berasal dari fraksi olein.
Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak
sawit dan minyak rapeseed yang digunakan*
Komponen Asam Lemak
Persentase Asam Lemak dari Total Asam Lemak
Minyak Sawit
Minyak Rapeseed
Terhidrogenasi Sebagian
C 12:0 0,3 0,1 C 14:0 1,0 0,1 C 16:0 35,9 6,0 C 16:1 0,2 0,2 C 17:0 0,1** 0,1** C 18:0 3,9 4,3 C 18:1 trans 0,0 11,6 C 18:1 cis 45,1 61,7 C 18:2 trans 0,5** 3,0 C 18:2 cis 12,3 9,5 C 18:3 0,2 1,9 C 20:0 0,4 1,0 C 22:0 0,2 0,6
* Data dari salah satu suplier PT. Arnott’s Indonesia
** Data tidak sesuai dengan dugaan profil asam lemak sampel, kemungkinan berasal dari carry over kolom kromatografi gas
Asam lemak dominan yang terdapat
pada minyak rapeseed yang digunakan berupa asam lemak oleat dengan jumlah lebih dari 73%. Asam lemak kedua yang terbesar jumlahnya pada minyak rapeseed yang digunakan adalah asam lemak linoleat dengan jumlah lebih dari 12%. Sedangkan asam lemak-asam lemak lainnya hanya terdapat dalam jumlah kurang dari 10%.
Minyak sawit yang digunakan memiliki kandungan asam lemak trans sebesar 0,5%. Sedangkan minyak rapeseed terhidrogenasi sebagian memiliki total kandungan asam lemak trans sebesar 14,6%. Asam lemak trans sebenarnya tidak terdapat pada minyak sawit secara alami. Kandungan asam lemak trans yang terdeteksi pada minyak sawit yang digunakan mungkin berasal dari kolom kromatografi gas yang kotor sehingga masih terdapat residu asam lemak dari minyak lain dan terbawa ketika menganalisis minyak sawit. Sedangkan asam lemak trans yang terdapat pada minyak
rapeseed yang digunakan berasal dari proses hidrogenasi yang tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga rantai asam lemak pada minyak ini tidak jenuh seluruhnya. Proses hidrogenasi sebagian mengakibatkan konfigurasi cis, yang merupakan konfigurasi asam lemak yang umum ditemukan pada minyak nabati tidak jenuh, berubah menjadi trans. Menurut U.S. Food and Drug Administration (2006), asam lemak trans diduga memiliki peranan terhadap peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) atau kolesterol jahat serta peningkatan resiko penyakit jantung koroner sehingga penggunaannya dalam produk pangan kini dibatasi. Dengan demikian, penggunaan minyak rapeseed yang terhidrogenasi sebagian perlu dipertimbangkan kembali.
Selain itu, minyak sawit dan minyak rapeseed yang digunakan memiliki asam margarat (C 17:0). Sebenarnya, asam lemak margarat tidak terdapat pada minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Kemungkinan besar, asam lemak ini berasal dari standar internal yang sengaja ditambahkan ketika melakukan analisis asam lemak menggunakan kromatografi gas. Asam lemak ini seharusnya tidak turut dicantumkan dalam hasil analisis karena tidak terdapat dalam minyak sawit dan minyak rapeseed alami. Selain itu pencantuman asam margarat pada hasil analisis asam lemak dapat menyebabkan perhitungan persentase asam lemak yang terdapat dalam sampel menjadi tidak tepat.
Solid Fat Content Minyak yang Digunakan
Minyak sawit memiliki karakteristik SFC yang curam sehingga dapat menyebabkan produk krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit ini rentan terhadap migrasi minyak terutama pada kondisi tropis seperti di Indonesia. Berdasarkan penelitian Aguilera et al. (2004), karakteristik SFC yang curam dapat meningkatkan kecepatan migrasi minyak ke permukaan produk coklat. Selain itu, nilai SFC minyak sawit yang digunakan juga telah mencapai 0% pada suhu 25oC. Hal ini menambah kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat karena tingginya kandungan minyak cair dan tidak adanya fase minyak padat yang dapat menahan minyak cair yang bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat.
Tabel 2. Nilai solid fat content minyak sawit, minyak rapeseed, krim pengisi coklat standar, krim pengisi coklat A, dan Nutella
memiliki karakteristik penurunan nilai SFC yang cukup landai seperti terlihat pada Tabel 2. Penurunan nilai SFC yang lebih landai menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang digunakan tetap memiliki padatan lemak yang cukup untuk mencegah terjadinya migrasi minyak ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Karakteristik SFC inilah yang menyebabkan minyak rapeseed yang digunakan diklaim mampu bertahan terhadap pemisahan minyak sehingga umur simpan produk dapat lebih lama.
Perbedaan karakteristik penurunan nilai SFC ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dari minyak yang bersangkutan. Minyak sawit menghasilkan karakteristik perubahan nilai Solid Fat Content (SFC) yang curam karena mengandung asam lemak-asam lemak dengan perbedaan titik leleh yang sangat jauh seperti asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Asam lemak oleat memiliki titik leleh pada suhu 14oC, asam lemak palmitat memiliki titik leleh pada suhu 63oC, dan asam lemak linoleat memiliki titik leleh pada suhu -5oC (Lawson, 1995). Selain itu, komposisi asam lemak minyak sawit juga mungkin menimbulkan efek eutectic yang dapat menurunkan titik leleh minyak.
Efek eutectic disebabkan oleh ketidakcocokan jenis asam lemak yang berada di dalam minyak. Asam lemak palmitat merupakan rantai C 16 yang jenuh, sedangkan asam lemak oleat merupakan rantai C 18 tidak jenuh. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon dapat menurunkan titik leleh trigliserida yang dihasilkan. Dengan demikian, walaupun minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan, nilai SFC yang dihasilkan akan mengalami
penurunan yang curam akibat rendahnya titik leleh trigliserida yang terbentuk.
Minyak rapeseed yang digunakan didominasi oleh asam lemak dengan rantai C:18 tidak jenuh, namun penurunan nilai SFCnya lebih landai dibandingkan minyak sawit dan belum mencapai 0% sampai 40oC. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya asam lemak trans seperti asam lemak elaidat (C 18:1 trans) dan asam lemak elaidolinoleat (C 18:2 trans). Asam lemak elaidat memiliki titik leleh pada 43,68oC sedangkan asam lemak ealidolinoleat memiliki titik leleh pada 29oC (Bailey, 1950). Panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak oleat dan elaidat sama, demikian pula dengan panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap asam lemak linoleat dan elaidolinoleat. Keseragaman inilah yang mungkin memperkecil kemungkinan terjadinya efek eutectic pada minyak rapeseed sehingga penurunan nilai SFCnya lebih landai. Sedangkan nilai SFC minyak rapeseed yang belum mencapai 0% sampai 40oC mungkin disebabkan oleh terdapatnya asam lemak trans dengan titik leleh tinggi yang lebih stabil akibat kecilnya kemungkinan terjadi efek eutectic pada minyak rapeseed.
Secara keseluruhan, nilai SFC minyak rapeseed berada di bawah 10% karena sebagian besar terdiri dari asam lemak dengan titik leleh rendah seperti asam lemak oleat dan asam lemak linoleat. Berdasarkan nilai SFC tersebut, minyak ini cocok digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat. Menurut Kristott (2003), minyak terhidrogenasi dengan nilai SFC sampai dengan 50% pada suhu ruang digolongkan sebagai soft dan medium soft fats. Golongan minyak ini cocok digunakan sebagai fase lemak pada krim pengisi.
dapat menggambarkan perkiraan tingkat kekerasan suatu produk berbasis minyak secara tidak langsung. Tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Nilai SFC yang rendah menunjukkan bahwa produk coklat lebih lunak karena memiliki fase cair yang lebih banyak (Kumara, 2003). Dengan demikian, nilai SFC yang tinggi akan menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Hasil pengujian nilai SFC krim
pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A yang dibandingkan dengan nilai SFC krim Nutella dapat dilihat pada Tabel 2. Krim Nutella merupakan krim coklat komersial yang berada di pasaran. Nilai SFC krim Nutella diperoleh berdasarkan penelitian Utari (2006).
Krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A menunjukkan nilai SFC yang rendah pada suhu 35oC. Nilai SFC dibawah 10% pada suhu 35oC diperlukan untuk melelehkan produk secara keseluruhan di dalam mulut sehingga tidak meninggalkan lapisan waxy di langit-langit mulut (Kristott, 2003). Selain itu produk diharapkan meleleh dengan baik di dalam mulut agar flavor produk dapat dilepaskan secara sempurna. Berdasarkan Tabel 2, krim pengisi coklat A memiliki tingkat kemudahan dicolek yang serupa dengan krim Nutella karena memiliki nilai SFC yang hampir sama. Sedangkan krim pengisi coklat standar akan sedikit lebih keras karena memiliki nilai SFC yang lebih tinggi dibandingkan krim Nutella. Namun, tingkat kekerasan krim pengisi coklat standar ini tidak akan terlalu mempengaruhi penilaian organoleptiknya karena nilai SFC krim ini masih berada di bawah 10%.
Krim Nutella memiliki nilai SFC yang rendah karena dibuat dari minyak kacang tanah (Utari, 2006). Minyak kacang tanah memiliki asam lemak dominan oleat (40-45%) dan linoleat (30-35%) yang memiliki titik leleh rendah. Berdasarkan Tabel 1, minyak rapeseed juga didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan serupa. Sedangkan minyak sawit memiliki asam lemak palmitat yang cukup dominan sehingga karakteristik nilai SFC krim pengisi coklat yang dihasilkan lebih tinggi daripada krim pengisi coklat A ataupun krim coklat Nutella pada suhu rendah. Dengan menggunakan krim coklat Nutella sebagai pembanding, sebenarnya nilai SFC krim pengisi coklat pada suhu 10oC cukup sekitar 6%.
Tabel 2 juga menunjukan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan dengan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC krim pengisi coklat standar yang lebih tinggi menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki kemungkinan untuk lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat A. Total padatan yang berada dalam krim pengisi coklat akan
semakin meningkat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat selama penyimpanan. Jika nilai SFC awal krim pengisi coklat sudah tinggi, maka pengerasan krim pengisi coklat akibat penambahan padatan dari fraksi minyak padat akan lebih cepat terjadi.
Krim pengisi coklat standar menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya. Menurut Kristott (2003), minyak sawit dapat mengeras secara alami. Minyak sawit memiliki asam lemak palmitat dalam jumlah yang cukup besar dibandingkan minyak rapeseed dan minyak kacang tanah. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh yang tinggi sehingga akan meningkatkan total padatan lemak pada suhu di bawah titik lelehnya. Minyak rapeseed yang digunakan dan minyak kacang tanah memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dalam jumlah sedikit, sehingga nilai SFC produk lebih rendah. Namun, nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh berbeda dengan nilai SFC minyak yang digunakan.
Nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang digunakan. Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku pada krim pengisi coklat standar sangat rentan terhadap sifat post hardening yaitu meningkatnya kekerasan produk akibat proses kristalisasi yang terjadi pasca proses produksi. Sifat post hardening sebenarnya dimiliki oleh setiap minyak, namun minyak sawit tergolong minyak yang sangat rentan terhadap sifat ini (Kristott, 2003). Selang waktu antara proses produksi dan pengujian nilai SFC di suplier cukup lama sehingga proses rekristalisasi terjadi. Akibatnya produk kemungkinan telah mengalami post hardening dan nilai SFC krim pengisi coklat standar menjadi lebih tinggi dibandingkan minyak sawit.
Krim pengisi coklat A memiliki nilai SFC yang lebih rendah dibandingkan minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan bakunya. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai SFC krim pengisi coklat A dibandingkan nilai SFC minyak rapeseed adalah terjadinya efek eutectic. Efek eutectic adalah kecenderungan campuran dua jenis minyak atau lebih untuk memadat pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan salah satu komponennya. Campuran minyak ini juga cenderung untuk meleleh pada suhu yang lebih rendah dibandingkan salah satu komponennya. Efek eutectic ini dapat dilihat dengan membandingkan nilai SFC minyak
murni dan nilai SFC campuran minyak (Kumara, 2003). Contohnya, berdasarkan Tabel 2, krim pengisi coklat A yang dibuat dengan minyak rapeseed memiliki SFC sebesar 1,8% pada suhu 20oC, sedangkan minyak rapeseed sendiri memiliki nilai SFC sebesar 8% pada suhu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa minyak rapeseed yang berada di dalam krim pengisi coklat A telah lebih banyak meleleh dibandingkan minyak rapeseed sendiri pada suhu 20oC akibat efek eutectic.
Menurut Bigalli (1988) yang dikutip oleh Kumara (2003), efek eutectic menggambarkan kecocokan jenis-jenis minyak untuk saling bercampur. Minyak rapeseed yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat A memiliki tingkat kecocokan dengan lemak dari bahan baku lain yang lebih rendah dibandingkan minyak sawit. Tingkat kecocokan minyak juga dapat diperkirakan dari komposisi asam lemak bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Tabel 1, asam lemak pada minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat dengan titik leleh rendah sedangkan asam lemak dengan titik leleh tinggi seperti palmitat hanya terdapat dalam jumlah kecil. Minyak sawit yang digunakan memiliki asam lemak dominan berupa asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Menurut Evans (1986), asam lemak dominan pada lemak susu adalah asam lemak oleat dan asam lemak palmitat. Menurut Jewel (1986), asam lemak dominan yang terkandung dalam lemak coklat adalah asam lemak stearat, asam lemak oleat, dan asam lemak palmitat. Berdasarkan kandungan asam lemak pada bahan-bahan tersebut, terlihat bahwa minyak sawit memiliki asam lemak dengan titik leleh tinggi dan titik leleh rendah yang cukup berimbang sehingga lebih cocok dengan kompleksitas lemak yang berasal dari bahan baku lain. Sedangkan minyak rapeseed memiliki jumlah komposisi asam lemak yang sangat berbeda dengan lemak dari bahan baku lain sehingga tingkat kecocokannya lebih rendah.
Ketika minyak rapeseed bercampur dengan lemak yang berasal dari bahan baku lain di dalam krim pengisi coklat, minyak ini mengalami efek eutectic yang menyebabkan turunnya nilai SFC dibandingkan nilai SFC awal minyak ini pada suhu yang sama. Sedangkan minyak sawit memiliki tingkat kecocokan yang lebih tinggi terhadap lemak yang berasal dari bahan baku lain, sehingga penurunan nilai SFC minyak ini
kemungkinan tidak sebesar minyak rapeseed. Namun karena nilai SFC krim pengisi coklat standar yang diperoleh pada Tabel 2 kemungkinan telah dipengaruhi sifat post hardening, maka pengaruh efek eutectic akibat pencampuran minyak pada minyak sawit yang digunakan tidak dapat terlihat. Menurut Kumara (2003), pencampuran minyak dapat terjadi dengan sengaja pada formulasi, namun juga dapat terjadi akibat migrasi minyak diantara bahan baku pada sistem multi-komponen.
Menurut Aguilera et al. (2004), kemungkinan terjadinya migrasi minyak akan semakin besar seiring meningkatnya fraksi cair pada produk coklat. Krim pengisi coklat standar yang memiliki nilai SFC yang lebih tinggi seharusnya memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula sehingga lebih tahan terhadap fat bloom. Namun hasil pengamatan krim pengisi coklat selama penyimpanan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami fat bloom dibandingkan krim pengisi coklat A. Rentang waktu antara produksi krim pengisi coklat dan pengujian nilai SFC krim pengisi coklat di suplier terlalu besar. Krim pengisi coklat yang diuji nilai SFCnya kemungkinan telah mengalami post hardening dan pencampuran minyak antar bahan baku yang menimbulkan efek eutectic dalam rentang waktu tersebut sehingga nilai SFC krim pengisi coklat yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk memprediksikan migrasi minyak atau fat bloom. Menurut De Graef et al. (2004), analisis SFC pada satu jam dan empat jam setelah proses produksi yang dilengkapi pengujian kekerasan krim dan pengujian DSC (Differential Scanning Calorimetry) dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fat bloom. Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat
Ukuran partikel krim pengisi coklat memegang peranan penting dalam menentukan tekstur, viskositas, dan kestabilan krim pengisi coklat selama penyimpanan. Ukuran partikel standar perusahaan untuk krim pengisi coklat adalah <20 �m. Standar perusahaan ini masuk ke dalam ukuran partikel maksimal krim yang halus dan lembut yaitu 25 �m (Minifie, 1990) dan dapat menghindari efek gritty di dalam mulut karena masih berada di bawah 30 �m (Becket, 2000 dan Padley, 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Menurut Aguilera et al. (2004), ukuran partikel pada
produk-produk coklat tidak terdistribusi secara merata. Dengan demikian, ukuran partikel yang diuji diperoleh dari hasil rata-rata pengujian ukuran partikel seperti terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar adalah 19 �m, sedangkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lain cukup bervariasi, namun seluruhnya masih dibawah 20 �m sehingga tetap masuk ke dalam standar ukuran partikel perusahaan.
Tabel 3. Perbandingan ukuran partikel krim
pengisi coklat
Krim Pengisi Coklat
Ukuran Partikel Krim Pengisi Coklat (µm)
1 2 3 Rata-rata Standar 20 19 18 19
A 18 17 19 18 B 19 16 16 17 C 18 13 14 15 D 14 14 17 15
Ukuran partikel rata-rata krim
pengisi coklat A dan C lebih kecil dibandingkan ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat standar dengan jumlah minyak dan waktu pengadukan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun lamanya waktu pengadukan sama, ukuran partikel rata-rata yang dihasilkan dapat berbeda. Jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan ukuran partikel rata-rata yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat A dan B yang sama-sama menggunakan minyak rapeseed. Jumlah minyak yang lebih sedikit mungkin menyebabkan partikel padat sulit bergerak, sehingga proses pengadukan dengan ballmill lebih efektif memperkecil ukuran partikel-partikel padat.
Pengukuran ukuran partikel hanya dilakukan tiga kali sehingga mungkin tidak menggambarkan keadaan ukuran partikel krim pengisi coklat yang sebenarnya. Namun berdasarkan hasil pengamatan, ukuran partikel krim pengisi coklat yang terukur tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan. Viskositas Krim Pengisi Coklat
Viskositas krim pengisi coklat diukur untuk melihat kesesuaiannya dengan standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Viskositas menjadi salah satu parameter penting yang harus diperhatikan
dalam pembuatan krim pengisi coklat karena krim pengisi coklat diharapkan memiliki sifat kemudahan dicolek yang baik. Selain itu viskositas juga penting untuk memudahkan krim pengisi coklat melewati proses pasca produksinya seperti proses pengaliran krim pengisi coklat melalui pipa dan proses pengisian krim ke dalam kemasan. Komponen utama pada krim pengisi coklat adalah minyak dan gula. Bahan baku lain yang digunakan hampir seluruhnya berupa padatan yang terdispersi di dalam medium minyak. Viskositas krim pengisi coklat ditentukan oleh kemudahan partikel padat tersebut untuk dapat bergerak dalam fase minyak.
Standar viskositas krim pengisi coklat perusahaan adalah 75-105 dPa.s. Hasil pengukuran viskositas pada Tabel 4 menunjukkan bahwa viskositas krim pengisi coklat standar, A, dan B yang dibuat telah memenuhi standar viskositas milik perusahaan. Sedangkan krim pengisi coklat C dan D memiliki viskositas diluar rentang viskositas standar. Krim pengisi coklat standar memiliki viskositas sebesar 100 dPa.s, krim pengisi coklat A memiliki nilai viskositas sebesar 75 dPa.s, dan krim pengisi coklat B memiliki viskositas sebesar 90 dPa.s. Tabel 4. Pengaruh jumlah minyak dan suhu
proses terhadap viskositas krim pengisi coklat
Krim Pengisi Coklat
Jumlah minyak
(%)
Suhu Proses
(oC)
Viskositas (dPa.s)
Standar 30 45 100 A 30 45 75 B 30 55 90 C 28 45 110
D 28 55 115
Krim pengisi coklat A memiliki
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan krim pengisi coklat standar. Data tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah minyak yang sama, sebesar 30%, formula baru yang diterapkan pada krim pengisi coklat A mampu menurunkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan sebesar 25 dPa.s dari viskositas krim pengisi coklat standar. Penerapan suhu proses yang lebih tinggi pada krim pengisi coklat B, sebesar 55oC, menghasilkan viskositas yang lebih tinggi dari krim pengisi coklat A, namun
nilai tersebut tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas krim pengisi coklat standar.
Penggunaan jumlah minyak yang lebih sedikit pada krim pengisi coklat C dan D menghasilkan viskositas yang terlalu tinggi sehingga keluar dari standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan. Penurunan jumlah minyak sebesar 2% menyebabkan fase pendispersi pada krim menjadi berkurang sehingga partikel padat di dalam krim pengisi coklat menjadi sulit bergerak. Dengan demikian, jumlah minyak yang sebaiknya digunakan sebesar 30% agar viskositas krim pengisi coklat cukup rendah dan memenuhi standar viskositas krim pengisi coklat milik perusahaan.
Pengadukan dengan suhu proses sebesar 55oC selalu meningkatkan viskositas krim pengisi coklat yang dihasilkan. Pada suhu yang lebih tinggi, lemak akan menjadi lebih cair sehingga fraksi cair pada krim pengisi coklat akan meningkat. Namun suhu yang lebih tinggi juga menimbulkan perubahan-perubahan pada bahan baku lain yang digunakan. Gula merupakan salah satu komponen utama pada krim pengisi coklat. Semakin tinggi suhu pemanasan, gula invert yang terbentuk semakin banyak. Gula invert yang terlalu banyak akan mengakibatkan lengket (stickyness) yang menyebabkan produk dapat sulit dicolek (Lawrence,1991 yang dikutip oleh Lees, 1999).
Menurut De Wit (1989), protein whey mampu mengikat berbagai macam molekul hidrofobik. Sampai sekitar suhu 60oC, struktur protein whey mengalami perubahan reversible yang berhubungan dengan transisi pre-denaturasi. Akibatnya, semakin banyak residu-residu hidrofobik yang dihadapkan pada suhu tinggi, maka kecenderungan protein mengalami agregasi hidrofobik semakin besar. Selain itu, protein whey mampu membentuk kompleks yang sangat kuat dengan minyak dan gula sehingga mobilitas komponen padat dalam krim pengisi coklat semakin sulit. Dengan demikian, suhu pengadukan krim pengisi coklat pada 45oC mampu menghasilkan krim pengisi coklat yang sesuai dengan viskositas standar perusahaan. Sedangkan suhu 55oC terlalu tinggi untuk memproduksi krim pengisi coklat. Uji Stabilitas Emulsi
Uji stabilitas emulsi dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya pemisahan minyak selama penyimpanan.
Pemisahan minyak pada krim pengisi coklat diuji dengan mengkondisikan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu yang sangat besar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar mengalami pemisahan minyak sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D tidak mengalami pemisahan minyak. Jumlah minyak yang memisah pada krim pengisi coklat standar sangat sedikit sehingga tidak dapat terukur oleh skala pada syringe yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku krim pengisi coklat standar lebih rentan terhadap pemisahan minyak dibandingkan minyak rapeseed.
Minyak sawit yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang curam sehingga fase minyak cair pada krim pengisi coklat standar meningkat ketika dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hal ini menyebabkan minyak mudah bermigrasi ke permukaan. Minyak rapeseed yang digunakan memiliki penurunan nilai SFC yang relatif lebih landai sehingga mampu mempertahankan fase padatnya.
Perbedaan penurunan nilai SFC dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak. Perbedaan panjang rantai asam lemak antara asam lemak palmitat dengan oleat dan linoleat kemungkinan menyebabkan timbulnya efek eutectic pada minyak sawit yang digunakan. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai karbon pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Selain panjang rantai karbonnya, asam lemak oleat merupakan asam lemak tidak jenuh, sedangkan asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh. Hal ini mungkin menambah perbedaan struktur diantara kedua jenis minyak sehingga efek eutectic yang terjadi semakin besar. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh.
Kestabilan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed mungkin
juga didukung oleh ukuran partikel rata-rata krim pengisi coklat yang lebih kecil dibandingkan krim pengisi coklat standar. Fase padat pada krim pengisi coklat terbentuk dari kristal-kristal lemak dan partikel padat bahan baku yang saling berhubungan membentuk suatu jaringan. Kemungkinan besar ruang kosong diantara partikel padat pada krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed memiliki jarak yang lebih kecil karena terisi oleh partikel padat berukuran kecil. Telah diperkirakan bahwa jarak partikel padatan yang semakin dekat dapat mengurangi migrasi minyak dan secara bersamaan mengurangi kecepatan terjadinya blooming (Hartel, 1999 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Jaringan yang terbentuk oleh fase padat dapat menghambat migrasi minyak ketika krim pengisi coklat dihadapkan pada suhu yang tinggi. Hasil uji stabilitas emulsi ini dapat menjadi gambaran bahwa krim pengisi coklat standar akan mengalami pemisahan minyak dan fat bloom lebih cepat selama penyimpanan, terutama pada rentang suhu yang besar.
Penampakan Permukaan Krim Pengisi Coklat
Permukaan krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed tetap mengkilap sampai enam minggu penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Berdasarkan hasil tersebut, penampakan permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak rapeseed tidak dipengaruhi viskositas, ukuran partikel krim pengisi coklat, suhu penyimpanan, dan lama penyimpanan sampai enam minggu. Sedangkan krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan ketika disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan mengalami fat bloom ketika disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC.
Hasil pengukuran statistik menunjukkan bahwa nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar berbeda nyata pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 28-48oC, dan 29,3-29,8oC dengan nilai P<0,05. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 29,3-29,8oC
sebesar 0,3333. Selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC dan 28-48oC sebesar 1,5833, sedangkan selisih nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC sebesar 1,2500. Semakin kecil selisih nilai rata-rata penampakan permukaan, maka krim pengisi coklat standar semakin kehilangan sifat kilap permukaannya dan mendekati fat bloom. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat standar pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan kilap permukaan krim pengisi coklat standar sampai enam minggu penyimpanan.
Penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mempertahankan kristal lemak sehingga dapat menahan migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar. Penyimpanan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC memiliki kemungkinan untuk mencairkan kristal lemak yang lebih besar dibandingkan penyimpanan pada fluktuasi suhu 8-11oC sehingga kemungkinan terjadinya migrasi minyak ke permukaan krim pengisi coklat standar lebih besar. Pada fluktuasi suhu yang lebih tinggi dari 28-48oC kemungkinan terjadinya migrasi minyak bertambah besar sehingga kilap permukaan krim pengisi coklat standar akan semakin semakin cepat menghilang.
Penampakan permukaan krim pengisi coklat standar selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat standar yang disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Namun nilai rata-rata penampakan permukaan pengisi coklat standar yang telah disimpan selama dua dan tiga minggu secara statistik tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat setelah disimpan selama empat minggu juga secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim pengisi coklat yang disimpan dengan waktu penyimpanan lainnya. Nilai rata-rata penampakan permukaan lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata penampakan permukaan krim
Krim pengisi Krim pengisi coklat standar coklat A
pengisi coklat standar yang telah disimpan selama enam minggu.
Hasil pengamatan penampakan permukaan ini juga sesuai dengan hasil pengujian stabilitas emulsi krim yang menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A, B, C, dan D lebih stabil terhadap perubahan suhu dibandingkan krim pengisi coklat standar. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa formula baru yang diaplikasikan pada krim-krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed lebih tahan terhadap migrasi minyak sampai enam minggu penyimpanan dibandingkan formula yang diaplikasikan pada krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Seperti halnya hasil pengujian stabilitas emulsi, kemungkinan besar krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit mengalami penurunan kilap permukaan, pemisahan minyak dan fat bloom karena memiliki penurunan nilai SFC minyak yang curam.
Penurunan nilai SFC yang curam pada minyak sawit yang disebabkan komposisi asam lemak dominan yang menyusun minyak sawit seperti asam lemak palmitat, oleat, dan linoleat berbeda dalam panjang rantai dan ikatan rangkapnya sehingga terjadi efek eutectic. Menurut Bailey (1950), perbedaan panjang rantai pada trigliserida menghasilkan struktur yang tidak kompak sehingga ketika membentuk kristal, struktur yang tidak kompak ini mudah lepas dan menyebabkan kristal lebih mudah mencair. Akibatnya ketika dihadapkan pada fluktuasi suhu yang besar, kristal lemak pada krim pengisi coklat standar lebih banyak mencair dan bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat. Minyak rapeseed didominasi oleh asam lemak dengan panjang rantai karbon yang sama seperti asam lemak oleat, linoleat, elaidat, dan elaidolinoleat sehingga kemungkinan dapat membentuk kristal yang lebih kompak. Selain itu, asam lemak trans seperti elaidat dan elaidolinoleat memiliki titik leleh yang cukup tinggi sehingga kristal lemak yang terbentuk kemungkinan lebih stabil dan tidak akan mudah meleleh.
Krim pengisi coklat standar mengalami penurunan kilap permukaan setelah disimpan selama dua minggu, kemudian mulai terlihat kasar dan muncul bintik-bintik kecil minyak setelah disimpan selama empat minggu pada fluktuasi suhu 28-48oC. Munculnya bintik-bintik kecil minyak ini mengindikasikan bahwa krim
pengisi coklat standar akan mengalami fat bloom. Menurut Hodge dan Rousseau (2002), produk coklat yang telah mengalami perubahan suhu yang berulang-ulang akan mulai menunjukkan terjadinya fat bloom yang ditandai oleh perubahan struktur permukaan dari halus menjadi kasar. Hal ini disebabkan oleh proses rekristalisasi minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar.
Rekristalisasi juga menghasilkan bintik-bintik putih dan keretakan pada permukaan krim pengisi coklat standar. Peristiwa ini menunjukkan bahwa minyak yang telah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar kemungkinan besar mengalami rekristalisasi membentuk kristal � yang paling stabil akibat fluktuasi suhu yang besar dan lamanya waktu penyimpanan. Bintik-bintik putih dan keretakan yang muncul setelah krim pengisi coklat standar disimpan selama lima minggu pada rentang suhu 28-48oC menjadi tanda bahwa krim pengisi coklat standar mulai mengalami fat bloom (Kleinert, 1961; Loisle et al., 1997 yang dikutip oleh Aguilera et al., 2004). Perbandingan krim pengisi coklat standar yang telah mengalami fat bloom dan krim pengisi coklat A yang masih mengkilap dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampakan krim pengisi coklat standar dan krim pengisi coklat A setelah enam minggu penyimpanan di suhu 28-48oC
Gambar 1 menunjukkan bahwa
krim pengisi coklat standar mengalami fat bloom yang ditunjukkan oleh terdapatnya bintik-bintik putih kecil di permukaan krim. Menurut Hammond (2005), fat bloom pada produk seperti fat spreads merupakan hasil migrasi minyak ke permukaan produk yang diikuti oleh rekristalisasi kristal lemak yang telah bermigrasi tersebut. Fat bloom seperti
ini dinamakan fat bloom bentuk � karena kemungkinan rekristalisasi yang terjadi pada minyak yang telah bermigrasi membentuk kristal lemak bentuk �. Fat bloom bentuk � ditunjukkan oleh bintik-bintik kecil di permukaan produk. Fat bloom bentuk � tidak dapat dihentikan dengan menggunakan penghambat pertumbuhan kristal namun dapat dicegah dengan menjaga suhu lingkungan agar tidak terlalu tinggi, mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang besar (temperature cycling) pasca proses produksi, dan menggunakan lemak yang mampu membentuk kristal kecil seperti kristal �’ dalam jumlah besar. Pembentukan kristal kecil dalam jumlah besar dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang cukup agar dapat menahan migrasi lemak cair ke permukaan.
Menurut Nawar (1996), minyak sawit dan minyak rapeseed cenderung membentuk kristal �’ yang berukuran kecil. Namun, minyak sawit menunjukkan penurunan nilai SFC yang tajam pada suhu yang tinggi. Selain itu salah satu asam lemak yang mendominasi komposisi minyak sawit adalah asam lemak palmitat yang memiliki titik leleh tinggi, sehingga lebih mudah mengkristal kembali dan membentuk kristal berukuran besar setelah bermigrasi ke permukaan krim pengisi coklat standar. Hal ini menyebabkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit cenderung lebih mudah mengalami fat bloom pada suhu penyimpanan yang tinggi dan rentang suhu yang besar.
Pengerasan Krim Pengisi Coklat
Setiap minyak memiliki karakteristik untuk melanjutkan proses kristalisasi setelah proses produksi yang menjadikan produk mengalami pengerasan selama penyimpanan (Kristott, 2003). Berdasarkan hasil pengujian statistik, suhu penyimpanan mempengaruhi sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan pada nilai P<0,05. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin besar fluktuasi suhu penyimpanan dari 28-48oC, maka nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah. Selisih nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu penyimpanan 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC secara statistik berbeda nyata dengan nilai P<0,05. Krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC lebih mudah dicolek dibandingkan
krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC lebih mudah dicolek daripada krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 28-48oC namun lebih keras dibandingkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 8-11oC. Dengan demikian, penyimpanan krim pengisi coklat pada fluktuasi suhu 8-11oC dapat lebih mempertahankan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat sampai enam minggu penyimpanan.
Hal ini menunjukkan bahwa kristal lemak yang terbentuk tetap stabil. Krim pengisi coklat telah mengalami proses pendinginan untuk membentuk kristal �’ yang berukuran kecil. Kristal ini tetap mempertahankan bentuknya pada fluktuasi suhu 8-11oC yang tergolong suhu rendah. Bentuk kristal yang kecil menghasilkan jaringan yang rapuh sehingga mudah hancur, dengan demikian krim pengisi coklat menjadi mudah untuk dicolek. Sedangkan krim pengisi coklat yang disimpan pada fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dan 28-48oC tetap mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan.
Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama satu minggu secara statistik berbeda nyata dengan nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang disimpan lebih lama dengan nilai P<0,05. Namun nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama lima minggu tidak berbeda nyata secara statistik dengan nilai rata-rata kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang telah disimpan selama enam minggu dengan nilai P>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan krim pengisi coklat sampai lima minggu dapat menurunkan sifat kemudahan dicoleknya.
Fluktuasi suhu 29,3-29,8oC dapat menurunkan sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat standar setelah disimpan selama empat minggu, sedangkan krim pengisi coklat C dan D mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek setelah disimpan selama lima minggu. Krim pengisi coklat mengalami pengerasan akibat sifat post hardening yang dimiliki oleh minyak yang digunakan. Sifat ini timbul akibat
terjadinya proses rekristalisasi dan pertumbuhan kristal lemak di dalam krim pengisi coklat. Pada fluktuasi suhu penyimpanan 29,3-29,8oC, kristal �’ kemungkinan akan mencair dan membentuk kristal lemak yang lebih besar dan paling stabil yaitu kristal �. Hal ini juga didukung oleh lamanya penyimpanan yang memungkinkan kristal berukuran kecil untuk tumbuh menjadi kristal berukuran lebih besar yang lebih stabil (Bahara, 2003). Kristal lemak berukuran besar ini menyebabkan jaringan padatan dalam krim pengisi coklat menjadi lebih kuat, akibatnya krim pengisi coklat menjadi lebih sulit dicolek.
Sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh viskositasnya dengan nilai P<0,05. Nilai rata-rata sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110, dan 115 dPa.s. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 100 dPa.s adalah krim pengisi coklat standar yang menggunakan minyak sawit. Krim pengisi coklat yang memiliki viskositas 75, 95, 110 dan 115 dPa.s secara berturut-turut adalah krim pengisi coklat A, B, C, dan D yang menggunakan minyak rapeseed. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek selama penyimpanan bahkan dibandingkan krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut, secara statistik krim pengisi coklat berbahan baku minyak sawit lebih cepat mengalami pengerasan dibandingkan krim pengisi coklat yang berbahan baku minyak rapeseed.
Namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar terlihat mulai mengalami pengerasan pada pengamatan ulangan kedua setelah disimpan selama lima minggu. Sedangkan krim pengisi coklat A, B, C, dan D sudah terlihat mengalami pengerasan setelah disimpan selama lima minggu pada kedua ulangan pengamatan. Perbedaan ini disebabkan oleh terjadinya migrasi minyak dari dalam ke permukaan krim pengisi coklat standar yang berbahan baku minyak sawit yang ditunjukkan oleh hilangnya kilap permukaan dan munculnya bintik-bintik minyak di permukaan krim pengisi coklat. Hal ini dapat mengindikasikan awal
terjadinya fat bloom pada krim pengisi coklat standar.
Menurut Anonim (2007), peristiwa fat bloom dapat menyebabkan pelunakan tekstur pada bagian dalam produk. Peristiwa ini didukung oleh rentang suhu penyimpanan yang terlampau tinggi yaitu 28-48oC. Pada rentang suhu ini kristal lemak yang mencair semakin banyak, sehingga fase padat dalam krim pengisi coklat berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah jaringan kristal lemak yang menahan fase cair minyak menurun sehingga memicu minyak cair untuk bermigrasi ke permukaan dan nantinya akan mengkristal kembali. Pelunakan tekstur di bagian dalam produk menyebabkan krim pengisi coklat standar mudah dicolek dan menunjukkan bahwa pengerasan krim pengisi coklat standar terhambat oleh awal indikasi terjadinya fat bloom.
Kemudahan dicolek krim pengisi coklat A dan B yang memiliki viskositas 75 dPa.s dan 95 dPa.s secara statistik tidak berbeda nyata. Kemudahan dicolek krim pengisi coklat C dan D yang memiliki viskositas 110 dPa.s dan 115 dPa.s juga tidak berbeda nyata secara stastistik. Namun krim pengisi coklat A dan B secara statistik berbeda nyata dengan krim pengisi coklat C dan D. Hal ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat A atau B memiliki nilai rata-rata kemudahan dicolek yang lebih besar dibandingkan nilai rata-rata krim pengisi coklat C atau D. Berdasarkan hasil tersebut, krim pengisi coklat C atau D yang memiliki viskositas lebih tinggi akan lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat A atau B.
Viskositas krim pengisi coklat A dan B yang lebih rendah menunjukkan bahwa fase pendispersi yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga partikel padat lebih mudah bergerak. Walaupun krim pengisi coklat A dan B memiliki jumlah minyak yang lebih besar dibandingkan krim pengisi coklat C dan D, namun jumlah ini tidak menyebabkan pemisahan minyak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah minyak rapeseed sebesar 30% pada krim pengisi coklat A dan B lebih mampu mencegah pengerasan krim dibandingkan krim pengisi coklat standar, C, dan D namun masih berada dalam jumlah yang belum menyebabkan pemisahan minyak.
Minyak sawit mengalami pengerasan lebih cepat mungkin disebabkan
kandungan asam lemak palmitat yang cukup dominan. Asam lemak palmitat memiliki titik leleh tinggi sehingga memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk membentuk kristal berukuran besar selama penyimpanan. kristal berukuran besar kemungkinan dapat menyebabkan jarak antar partikel padat dalam krim pengisi coklat menjadi semakin kecil sehingga krim menjadi sulit dicolek, dengan kata lain krim pengisi coklat menjadi lebih keras.
Menurut Full et al. (1996) yang dikutip oleh Kumara (2003), tingkat kekerasan produk coklat memiliki hubungan yang sangat erat dengan nilai SFC. Tabel 2 dapat menggambarkan terjadinya peningkatan kekerasan akibat post hardening pada minyak sawit yang ditunjukkan oleh lebih tingginya nilai SFC krim pengisi coklat standar dibandingkan nilai SFC minyak sawit yang digunakan. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai SFC krim pengisi coklat standar lebih tinggi dibandingkan krim pengisi coklat A dan krim coklat Nutella. Nilai SFC yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa krim pengisi coklat standar memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Pengujian SFC krim pengisi coklat ini dilakukan pada rentang waktu yang cukup jauh dari waktu produksi sehingga kemungkinan nilai yang ditunjukkan pada Tabel 2 merupakan hasil pengukuran SFC krim pengisi coklat standar yang telah mengalami post hardening. Dengan menggunakan krim pengisi coklat A dan krim Nutella sebagai pembanding, maka nilai SFC krim pengisi coklat standar perlu dikurangi agar memiliki tingkat kekerasan yang serupa. Menurut Kristott (2003), salah satu cara untuk menyerupai nilai SFC dan mengurangi pengaruh post hardening adalah mencampurkan minyak sawit dengan minyak atau lemak lain yang memiliki asam lemak tidak jenuh lebih banyak secara cermat.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Minyak rapeseed efektif digunakan untuk mengganti minyak sawit dalam krim pengisi coklat di PT. Arnott’s Indonesia dan dapat meningkatkan stabilitas krim pengisi coklat yang dihasilkan selama penyimpanan sampai enam minggu. Indikator kinerja keefektifan minyak rapeseed ditunjukkan oleh nilai rata-rata penampakan permukaan dan sifat kemudahan dicolek krim pengisi
coklat yang lebih baik daripada krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit selama penyimpanan sampai enam minggu.
Minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang tetap memiliki penampakan permukaan yang mengkilap pada suhu 8-11oC, 29,3-29,8oC, dan 28-48oC sampai enam minggu penyimpanan. Sedangkan minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang dapat mengalami perubahan penampakan permukaan karena dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan secara statistik dengan nilai P<0,05. Semakin lama penyimpanan, maka kilap permukaan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit akan semakin rendah dan terjadi fat bloom.
Minyak sawit menghasilkan krim pengisi coklat yang secara statistik lebih cepat mengalami penurunan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dengan nilai P<0,05. Dengan bahan baku minyak rapeseed, ukuran partikel krim pengisi coklat tidak mempengaruhi sifat kemudahan dicolek dengan nilai P>0,05. Namun sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat berbahan baku minyak rapeseed dipengaruhi viskositas dengan nilai P<0,05. Dengan bahan baku minyak rapeseed, semakin tinggi viskositas krim pengisi coklat dari 110-115 dPa.s maka pengerasan krim semakin cepat terjadi. Pengerasan krim pengisi coklat juga dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan dengan nilai P<0,05. Semakin tinggi fluktuasi suhu penyimpanan dari 8-11oC, 29,3-29,8oC, sampai 28-48oC maka sifat kemudahan dicolek krim pengisi coklat akan semakin rendah.
Secara keseluruhan, minyak rapeseed menghasilkan krim pengisi coklat yang lebih stabil mempertahankan kilap permukaan dan sifat kemudahan dicolek dibandingkan krim pengisi coklat yang menggunakan minyak sawit. Faktor-faktor yang mendukung minyak rapeseed dapat menghasilkan krim yang lebih stabil adalah komposisi asam lemak yang lebih seragam dan penurunan nilai SFC yang lebih landai. Dengan demikian minyak rapeseed dapat menggantikan minyak sawit dalam pembuatan krim pengisi coklat.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilera, J.M., M. Michel, dan G. Mayor.
2004. Fat Migration in Chocolate:
Diffusion or Capillary Flow in a Particulate Solid?-A Hypothesis Paper. Journal of Food Science. 69: R167-174.
Anonim. 2007. Chocolate Glossary.
www.chocolate_glossary.htm [12 Maret 2007]
Bahara, R. 2003. Aplikasi Fat Hardener
pada Krim Biskuit di PT. Arnott’s Indonesia. Skripsi pada JurusanTeknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bailey, A. E. 1950. Melting and
Solidification of Fats. Interscience Publisher, Inc. New York
De Graef, V., I. Foubert, E. Agache, I.
Nopens, P.A. Vanrolleghem, dan K. Dewettinck. 2004. Predictive Modelling of Migration Fatbloom. http://www.fte.ugent.be/index.php?var=presentations. [17 Juni 2007]
De Wit, J.N. 1989. Functional Properties of
Whey Proteins. Di Dalam. Developments in Dairy Chemistry Volume 4 : Functional Milk Proteins. Fox, P. F (ed.). Elsevier Applied Science, London.
Evans, E.W. 1986. Interactions of Milk
Components in Food Systems. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied Science Publishers. New York dan London.
Hammond, E. 2005.Fat Bloom.
http:/www.britaniafood.com/invite_07.htm. [27 Mei 2007]
Hodge, S.M. dan D. Rousseau. 2002. Fat
Bloom and Characterization in Milk Chocolate Observed by Atomic Force Microscopy. J. Am. Oil. Chem. Soc. Vol 79, 1115-1121.
Jewel, G.G. 1986. Interactions of
Confectionery Components. Di dalam Interactions of Food Components. Birch, G. G. dan M. G. Lindley. (eds.). Elsevier Applied
Science Publishers. New York dan London.
Kristott, J. 2003. New Trans-Free Fat for
The Replacement of Hydrogenated Fats in Confectionary Products. Brittania Food Ingredients Ltd. Technical Communication 14.
Kumara, B. 2003. Effects of Cocoa Butter,
Palm Fraction and Emulsifier mixtures on The Quality Parameters of Different Chocolate Formulations. Tesis. Universiti Putra Malaysia.
Lees, R. 1999. General Technical Aspects of
Industrial Sugar Confectionery Manufacture. Di dalam Jackson, E.B. (Ed.), Sugar Confectionery Manufacture Second Edition, Blackie Academic and Professional, Cambridge, Great Britain.
Lawson, H. 1995. Food Oil and Fats :
Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York.
Minifie, B.W. 1990. Chocolate, Cocoa an
Confectionary. Third Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam Food
Chemistry. Second Edition. Fennema (ed.). Marcel Dekker, Inc. New York.
U.S. Food and Drug Administration. 2006.
Question and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling. http://www.cfsan.fda.gov/ FDA-CFSAN - Questions and Answers about Trans Fat Nutrition Labeling.htm. [28 Oktober 2007]
Utari, V. 2006. Formulasi Serta Pengaruh
Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Coklat Cream Spread. Skripsi. Fakulas Teknik. Universitas Pasudan, Bandung.