-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 1
APLIKASI METODE ANALITIS DAN PEMODELAN NUMERIK UNTUK
PREDIKSIINTRUSI AIR LAUT DI KABUPATEN JENEPONTO
Sugiarto Badaruddin1), Akhmad Azis1), Indra Mutiara1)1) Dosen
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar
ABSTRACTIn the last decade, there has been a rapid growth in
population which leads to a large increase of clean water
demand and groundwater has finally taken an important role in
meeting these needs. There are negative effects that arisewhen
exploitation of groundwater becomes excessive and one is the
occurrence of seawater intrusion (SWI) which damagesthe quality and
quantity of groundwater. This study purposes to determine the
current extent of SWI that occurred inJeneponto Regency using
analytical sharp-interface approach and numerical-dispersive
solution of SEAWAT, based on thedata obtained from the field. From
the results of this study, it was found that the maximum SWI extent
occurs in the aquiferof Binamu2, where the analytical solution and
numerical simulation produced SWI extent of 850.4 m and 510
m,respectively. In general, the extents of SWI obtained from the
analytical solution for four aquifers are larger relative to
theresults of numerical solutions. This is due to the "pushing
seaward effect" due to the influence of circulation flow in
themixing zone which is considered in numerical solution but
neglected in the analytical solution. Further field research
isrequired in the form of boring log and geophysical data to
validate the results obtained in this research.
Keywords: Saltwater intrusion, numerical modelling, analytical
solution
1. PENDAHULUANSecara topografi kawasan pantai merupakan kawasan
dataran rendah dan dilihat secara morfologi
berupa dataran pantai. Secara geologi batuan penyusun dataran
umumnya berupa endapan aluvial yang terdiriatas lempung, pasir, dan
kerikil hasil pengangkutan dan erosi batuan di bagian hulu sungai.
Pada umumnya,batuan di dataran bersifat kurang kompak sehingga
potensi air tanahnya cukup baik. Akuifer di dataran pantaiyang baik
umumnya berupa akuifer tertekan, tetapi akuifer bebas pun dapat
menjadi sumber air tanah yang baikterutama pada daerah-daerah tepi
pantai. Permasalahan pokok pada kawasan pantai adalah keragaman
sistemakuifer, posisi dan penyebaran air laut baik secara alami
maupun secara buatan yang diakibatkan adanyapengambilan air tanah
untuk kebutuhan domestik, nelayan, dan industri. Pada akuifer
pantai, perubahanhidrogeologi daerah pantai bisa menyebabkan
pergerakan air laut ke arah daratan yang mencemari air tanahdalam
aquifer dan dikenal dengan nama intrusi air laut (IAL).
Secara historis, terjadinya IAL pada umumnya disebabkan oleh
pemompaan air tanah yang berlebihanatau pengambilan air tanah di
daratan dan hal ini bisa meyebabkan kehilangan yang signifikan
padaketersediaan air tanah di dalam aquifer pantai di seluruh dunia
(Badaruddin et al., 2015; FAO, 2007). Meskipundemikian, efek
perubahan iklim (misalnya kenaikan muka air laut dan penurunan
jumlah imbuhan air tanah)bisa juga menyebabkan terjadinya IAL
(Post, 2005). Oleh sebab itu, kerentanan akuifer pantai
terhadapperubahan iklim, peningkatan volume pemompaan air tanah dan
kenaikan muka air laut harus dipertimbangkansecara integral dalam
investigasi manajemen air tanah.
IAL pada dasarnya adalah sebuah proses yang kompleks yang
melibatkan aliran dengan kepadatanyang bervariasi (variable-density
flow), transportasi larutan, dan proses hidrokimia (Werner et al.,
2012), yangmembuat penilaian air tanah menjadi relative sulit dan
mahal. Sebagai akibatnya, penilaian kerentanan aquiferpantai
terhadap IAL dalam skala besar umumnya hanya menggunakan metode
kualitatif seperti GALDIT(Lobo-Ferreira et al., 2007) dan CVI
(Ozyurt, 2007), yang hanya mempertimbangkan sebagian faktor
yangdianggap berdampak pada IAL. Selain itu, metode-metode ini pada
umumnya kurang dalam dasar teori dansecara subyektif lebih terfokus
pada pemilihan satu elemen saja yang berhubungan dengan IAL.
Baru-baru ini,sebuah alternatif prediksi IAL skala besar telah
dikembangkan oleh Werner et al. (2012). Metode iniberdasarkan pada
kondisi aliran tetap (steady-state), persamaan Strack (1976) yang
berasumsi bahwa pertemuanantara air laut dan air tawar di dalam
aquifer adalah berupa garis tipis (sharp-interface), sehingga
metode inimelibatkan mekanika fisik IAL meskipun dalam kondisi yang
sangat ideal. Sedangkan untuk mendapatkankondisi yang mendekati
kondisi ril dalam memprediksi IAL, diperlukan pemodelan numerik
yang berasumsibahwa pertemuan antara air laut dan air tawar dalam
aquifer adalah berupa daerah pencampuran (mixing zone).
1 Korespondensi penulis: Sugiarto Badaruddin, Telp:
082291300808, [email protected]
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 2
Pada satu dekade terakhir ini telah terjadi pertumbuhan penduduk
yang sangat pesat di seluruh duniatermasuk di Indonesia, dan hal
tersebut menyebabkan eksploitasi air bawah tanah terus meningkat
denganpesat. Fenomena ini telah menyebabkan dampak negatif terhadap
kuantitas maupun kualitas air tanah, antaralain penurunan muka air
tanah, fluktuasi yang semakin besar serta penurunan kualitas air
tanah, serta terjadinyaintrusi air laut (IAL) di beberapa wilayah.
Dengan demikian perlu dilakukan upaya nyata dan terpadu
untukmeminimalkan dampak negatif tersebut, baik oleh pemerintah,
masyarakat maupun swasta.
Dalam penelitian ini, kami mengaplikasikan metode analitis dari
Werner et al. (2012) dan metodepemodelan numerik dalam memprediksi
IAL di dua kecamatan di Kabupaten Jeneponto. Untuk pertamakalinya,
metode analitis dan metode numerik 2 dimensi diaplikasikan dalam
menentukan panjang intrusi air lautdi Kabupaten ini. Kabupaten
Jeneponto adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan Indonesia
yangposisinya berada di tepi laut dan sangat memungkinkan untuk
mengalami proses IAL karena air tanah dikabupaten tersebut sudah
lama digunakan untuk keperluan domestik dan irigasi. Dengan melihat
kondisi yangada di Kabupaten Jeneponto yang sudah lama menggunakan
air tanah (khususnya untuk keperluan pertaniandan domesik)
(Syamsuddin et al., 2009), maka dibutuhkan pelaksanaan penilaian
permulaan mengenai kondisiIAL di daerah ini dan dianggap perlu
mengetahui faktor penyebab terjadinya intrusi air laut dan
membuatkeputusan mengenai tindakan yang perlu dilakukan dalam
memproteksi sumber daya air tanah di kabupatentersebut.
2. METODE PENELITIANPelaksanaan penelitian ini meliputi tahap
persiapan, pengambilan data primer dan data sekunder,
pengolahan data, dan pembahasan. Penelitian dilakukan di 2 (dua)
Kecamatan (Kec. Binamu dan Kec.Arungkeke) di Kabupaten Jeneponto.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer
dandata sekunder. Data primer berupa data hasil pengukuran muka air
tanah dan foto-foto singkapan tanah di lokasipenelitian, sedangkan
data sekunder berupa data-data penelitian terdahulu yang mendukung
tercapainya tujuanpenelitian ini, antara lain data hidrologi dan
hidrogeologi di daerah penelitian. Setelah mendapatkan data
yangdiperlukan, langkah selanjutnya adalah mengolah data
tersebut.
Pada tahap mengolah atau menganalisis data dilakukan dengan
memasukkan data-data ke dalampersamaan analitis dan kemudian
memprediksi panjang IAL. Dalam menganalisis IAL, untuk aquifer
tidaktertekan, digunakan Persamaan (1) (Gambar 1a) dan (2) (Gambar
1a) seperti di bawah ini:
Zona 1 (x ≥ xt) (1)
Dan,
Zona 2 (x ≤ xt) (2)
Dan dari Cheng and Ouazar (1999), diperoleh posisi terjauh IAL
(xt [L]) seperti yang ditunjukkanoleh Persamaan (3):
(3)
Untuk aquifer tertekan, digunakan Persamaan (4) (Gambar 1b) dan
(5) (Gambar 1b) seperti dibawah ini:
Zona 1 (x ≥ xt) (4)
Dan,
Zona 1 (x ≤ xt) (5)
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 3
Dan dari Cheng and Ouazar (1999), diperoleh posisi terjauh IAL
(xt [L]) seperti yang ditunjukkanoleh Persamaan (6)
(6)
Gambar 1. Deskripsi parameter hydrogeology untuk (a) aquifer
tidak tertekan dan (b) aquifer tertekan,berdasarkan teori dari
Strack (1976) (Werner et al., 2012)
Sebagai pembanding dalam memperkirakan panjang IAL, dalam
penelitian ini digunakan jugapemodelan 2D (dua dimensi) dengan
menggunakan program SEAWAT yang dikhususkan untuk aliran
denganvariasi kepadatan dan transportasi larutan. Program ini
menggunakan metode beda hingga yang dapatdipergunakan hanya untuk
aliran dengan kondisi jenuh air. Deskripsi metode numerik dan
persamaan yangdipakai dalam SEAWAT dapat dilihat di Guo and
Langevin (2002) dan Langevin et al. (2008).
3. HASIL DAN PEMBAHASANData Geologi dan Hidrogeologi Daerah
Penelitian
Pada Tabel 1 berikut disajikan data tinggi muka air di 4 (empat)
titik pengamatan di masing-masingkecamatan Binamu dan Kecamatan
Arungkeke di Kabupaten Jeneponto. Berdasarkan data pengamatan
mukaair, diketahui bahwa muka air tanah di lokasi pengamatan cukup
variatif yang kemungkinan disebabkan olehkondisi tanah yang
heterogen.
Tabel 1. Tinggi muka air di lokasi pengamatan (muka air
tanah/MATdihitung dari muka air laut/MAL)
Kode Kecamatan KoordinatElevasi MAT
dari MAL(m)Lintang Bujur
Binamu1/SDJP273 Binamu 539’25’’ 11943’52’’ 3.6Binamu2/SDJP54
Binamu 539’33.5’’ 11943’46’’ 2.0Arungkeke1/AK1/TP1 Arungkeke
539’28.7’’ 11947’42’’ 9.5Arungkeke2/AK2/TP2 Arungkeke 539’2.4’’
11948’10’’ 8.7
Konseptualisasi dan Parameterisasi Model Daerah Penelitian
Dalam penelitian ini, penentuan panjang IAL dilakukan hanya pada
4 (empat) potongan melintangpada lokasi-lokasi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. dan hanya pada kondisi steady-state.
Karenaketerbatasan data hidrologi dan hidrogeologi yang tersedia
(misalnya tebal aquifer, stratigraphi tanah,recharge dan tampungan
spesifik), maka penyederhanaan dilakukan pada beberapa data
hidrogeologi tetapitetap mempertimbangkan data-data sekunder dari
penelitian terdahulu. Karena belum ada data boring logdetail yang
bisa memberikan deskripsi kondisi stratigrafi lapsan tanah di
daerah lokasi penelitian secarakomprehensif, maka diasumsikan bahwa
tipe aquifer di lokasi penelitian adalah aquifer tidak
tertekan(unconfined aquifer). Tabel 2 memberikan data-data
hidrogeologi yang digunakan dalam analisa IAL padapenelitian
ini.
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 4
Gambar 2. Peta garis pengamatan IAL (garis pengamatan
ditunjukkan dengan garis kuning)
Tabel 2. Data hidrogeologi lokasi penelitian yang digunakan
dalam pemodelan
Parameter KasusBinamu1 Binamu2 Arungkeke1 Arungkeke2K (m/d) 5.80
5.80 5.80 5.80hs (m) 68 68 64 64
MAT hf (m) 3.6 2.0 9.5 8.7xf (m) 5000 4800 3300 3200n (-) 0.46
0.46 0.46 0.46Sy (-) 0.32 0.32 0.32 0.32L (m) 4 4 4 4T (m) 0.4 0.4
0.4 0.4
Dm (m2/d) 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5 8.6 x 10-5
(-) 0.025 0.025 0.025 0.025Wnet (mm/y) 56.70 56.70 56.70
56.70
IAL Dari Metode Analitis
Parameter hidrogeologi yang tertera pada Tabel 3 bersama dengan
Persamaan (1), (2), (3), dan (6)digunakan dalam memperkirakan
besaran debit aliran air tanah ke laut dan juga panjang teoritis
IAL dalamkondisi ‘steady-state’ pada setiap akuifer yang diteliti,
yang ditunjukkan pada tabel 3. Hasil ini mewakilikondisi teoritis
IAL dalam waktu yang sangat lama (steady-state) berdasarkan pada
parameter hidrologi andhidrogeologi saat ini.
Tabel 3. Hasil perhitungan IAL berdasarkan solusi analitis
Kode KecamatanKoordinat
Panjang IALdari garis pantai
(xT)(m)Lintang Bujur
Binamu1/SDJP273 Binamu 539’25’’ 11943’52’’ 607.0Binamu2/SDJP54
Binamu 539’33.5’’ 11943’46’’ 850.4Arungkeke1/AK1/TP1 Arungkeke
539’28.7’’ 11947’42’’ 234.8Arungkeke2/AK2/TP2 Arungkeke 539’2.4’’
11948’10’’ 250.6
AL Dari Metode Numerik
Konseptualisasi aquifer dari keempat lokasi penelitian yang
digunakan dalam model numerikdikonfigurasikan sebagai aquifer
terpisah untuk aquifer Binamu1, Binamu2, Arungkeke1 dan Arungkeke2
dan
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 5
dimodelkan dalam dua dimensi dan potongan melintang tegak lurus
ke arah pantai. Dalam penelitian ini,semua representasi model
numerik (kondisi batas) diasumsikan sebagai kondisi “head
controlled” (kondisibatas Dirichlet) (Werner and Simmons, 2009) dan
tinggi energinya dianggap tetap meskipun terdapat efekpemompaan air
tanah.
Domain model didiskritisasi secara seragam dalam melakukan
simulasi “steady-state” untuk keempataquifer, di mana untuk aquifer
Binamu1 menggunakan 500 kolom vertikal dengan lebar 10 m dan 76
lapisanhorizontal dengan tebal 1 m, aquifer Binamu2 menggunakan 480
kolom vertikal dengan lebar 10 m dan 76lapisan horizontal dengam
tebal 1 m, aquifer Arungkeke1 menggunakan 330 kolom vertikal dengan
lebar 10m dan 78 lapisan horizontal dengan tebal 1 m, sementara
aquifer Arungkeke2 menggunakan 320 kolomvertikal dan 78 lapisan
horizontal dengan tebal 1 m. Diskritisasi ini konsisten dengan
Peclet number lebihkecil dari 4, yang direkomendasikan oleh Voss
and Souza (1987) untuk mereduksi osilasi numerik. Kondisi“tinggi
energy tertentu” diasumsikan pada kondisi batas muka air tanah di
daratan dan kondisi “konsentrasikonstan” diasumsikan pada kondisi
batas daerah pantai, dengan konsentrasi air laut sebesar 35
kg/m3.Preconditioned Conjugate-Gradient 2 (PCG2) and General
Conjugate Gradient (GCG) berturut-turutdigunakan sebagai solusi
untuk persamaan aliran dan transportasi larutan. Skema differensial
hinggadigunakan untuk solusi adveksi dengan nomor Courant sebesar
0.75. Penggunaan nomor Courant lebih kecilatau sama dengan 1
biasanya dibutuhkan untuk membatasi terjadinya disperse numerik
dalam rangkamencapai hasil yang lebih akurat (Zheng and Bennet,
2002).
Untuk nilai parameter yang tertera pada Tabel 2, kondisi
“steady-state” untuk aquifer Binamu1,Binamu2, Arungkeke1 dan
Arungkeke2 dicapai dengan menggunakan waktu yang sangat lama (300
tahun),sampai ujung IAL berada pada posisi stabil (tidak mengalami
perubahan posisi selama durasi pengamatan).Untuk keempat aquifer
yang diamati, nilai xT yang diperoleh lebih kecil dibandingkan
dengan hasil yangdiperoleh dari solusi analitis. Prediksi IAL yang
lebih besar oleh solusi analitis (metode garis pertemuan
tipis)sudah diperkirakan akan terjadi (misalnya dari kasus Pool and
Carrera, 2011), karena garis batas intrusi akantertekan ke arah
laut akibat adanya sirkulasi aliran dalam zona pertemuan antara air
tawar dan air laut akibatpencampuran antara air laut dan air tawar
yang dalam hal ini dipertimbangkan dalam metode numerik
tetapidiabaikan dalam solusi analitis.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa nilai-nilai parameter
yang digunakan dalam simulasinumerik SEAWAT ditunjukkan pada Tabel
2. Untuk keperluan penentuan jarak intrusi dan perbandingandengan
solusi analitis, ujung IAL (xT) didefenisikan sebagai garis
perpotongan antara garis 50% konsentrasiisochlor dengan dasar
aquifer, akan tetapi garis 5% dan 95% konsentrasi isochlor tetap
ditampilkan sebagaitambahan informasi. Seperti yang terlihat pada
Gambar 3, besar nilai xT yang diperoleh untuk aquiferBinamu1,
Binamu2, Arungkeke1 dan Arungkeke2 adalah 390, 510, 160, dan 190 m
berturut-turut. Berbedadengan Arungkeke1 dan Arungkeke 2 yang nilai
panjang IALnya hampir sama, untuk Binamu1 dan Binamu2,meskipun
lokasi pengamatannya hanya terpisah sekitar ratusan meter, akan
tetapi nilai xT yang diperoleh darisolusi numerik dan solusi
analitis cukup berbeda. Hal ini berkorelasi dengan hasil pengamatan
tinggi muka airyang cukup berbeda antara aquifer Binamu1 dan
Binamu2 (sekitar 1.6 m) yang diperoleh dari surveylapangan, yang
kemungkinan besar hal ini diakibatkan oleh pengaruh heterogenitas
tanah yang tidakdiperhitungkan dalam penelitian ini.
Gambar 3. Hasil simulasi numerik SEAWAT untuk prediksi IAL pada
(a) aquifer Binamu1, (b) aquiferBinamu2, (c) aquifer Arungkeke1,
dan (d) aquifer Arungkeke2, dalam kondisi ‘steady-state’.
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-6)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 6
4. KESIMPULANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat tinggi muka air yang variatif pada lokasi-
lokasi yang cukup berdekatan di daerah penelitian yaitu misalnya
tinggi MAT di Binamu1 dan Binamu2 yangjaraknya hanya sekitar
ratusan meter tetapi memiliki deviasi MAT berkisar 1.6 m. Hal ini
kemungkinan besardisebabkan oleh heterogenitas lapisan tanah di
lokasi penelitian yang datanya belum diketahui secara detail.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai IAL maksimum
terjadi pada akuifer Binamu2 di manasolusi analitis dan simulasi
numerik menghasilkan panjang IAL sebesar 850.4 m and 510 m,
berturut-turut.Secara umum dari hasil penelitian diperoleh hasil
prediksi IAL yang cukup berbeda antara solusi analitis dansolusi
numerik di mana nilai IAL dari solusi analitis lebih besar
dibandingkan dengan nilai IAL dari solusinumerik. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan peninjauan dari kedua metode tersebut,
yaitu keberadaan zonapencampuran antara air laut dan air tawar yang
diperhitungkan dalam metode numerik (diabaikan dalamsolusi
analitis) memberikan “efek dorong” ke arah laut (akibat pengaruh
sirkulasi aliran dalam zonapencampuran) terhadap batas IAL.
Meskipun ada perbedaan antara solusi analitis dan numerik, namun
darihasil penelitian ini dapat diketahui bahwa hasil dari solusi
analitis dapat tetap digunakan dalam penilaian awalIAL karena mampu
memberikan hasil secara cepat. Berbeda dengan solusi numerik,
dibutuhkan waktu yanglebih lama untuk menyiapkan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan simulasi pemodelan dalamrangka prediksi
IAL (misalnya software dan penyiapan domain model).
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan
beberapa parameter yang berbeda denganyang digunakan dalam
penelitian ini, misalnya heterogenitas tanah dan vegetasi dan
demikian pula dengandata penggunaan air tanah di daerah penelitian
agar memungkinkan untuk melakukan prediksi IAL sampaibeberapa ratus
tahun ke depan dengan berdasarkan pada kondisi eksisting yang
ada.
DAFTAR PUSTAKABadaruddin, S. and A. D. Werner. 2015. Water Table
Salinization Due to Seawater Intrusion. Water
Resources Research.Cheng, A.H.D. and D. Ouazar 1999. Analytical
Solutions in: Bear, J., Cheng, A.H.D., Sorek, S., Ouazar, D.,
Herrera, I. (Eds.), Seawater Intrusion in Coastal Aquifers:
Concepts, Methods, and practices. TheNetherlands: Kluwer Academic
Publishers, Dordrecht.
FAO. 1997. Seawater Intrusion in Coastal Aquifers: Guidelines
for Study, Monitoring and Control, FAOWater Reports no. 11. Italy:
Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations,
Rome.
Guo, W. and C. Langevin. 2002. User's Guide to SEAWAT: A
Computer Program for the Simulation ofThree-Dmensional
Variable-Density Ground-Water Flow: USGS Techniques of Water
ResourcesInvestigations, Book 6, Chapter A7.
Langevin, C.D. at al. 2008. SEAWAT Version 4: A Computer Program
for Simulation of Multi-Species Soluteand Heat Transport: USGS
Techniques and Methods, Book 6, Chapter A22.
Ozyurt, G. 2007. Vulnerability of Coastal Areas to Sea Level
Rise: A Case Study on Goksu Delta, MastersThesis. Ankara, Turkey:
Department of Civil Engineering, Middle East Technical
University.
Pool, M. and J. Carrera. 2011. A Correction Factor to Account
for Mixing in GhybenHerzberg and CriticalPumping Rate
Approximations of Seawater intrusion in Coastal Aquifers. Water
Resources Research,47.
Post, V. 2005. Fresh and Saline Groundwater Interaction in
Coastal Aquifers: Is Our Technology Ready forthe Problems Ahead?
Hydrogeology Journal, 13: 120—123.
Strack, O.D.L. 1976. Single-Potential Solution for Regional
Interface Problems in Coastal Aquifers. WaterResources Research ,
12: 1165—1174.
Syamsuddin, dkk. 2009. Simulasi Fluktuasi Muka Air Tanah di
Daerah Pesisir Jeneponto. Thesis. Makassar:Universitas
Hasanuddin.
Werner, A. D. et al. 2012. Vulnerability Indicators of Sea Water
Intrusion. Ground Water, 50 (1): 48-58.Zheng, C. and G.D Bennett.
2002. Applied Contaminant Transport Modeling. 2nd Edition. New
York: Wiley
Interscience,
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 7
PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PENENTUAN UJUNG DERMAGA DAN POSISITIANG
PANCANG PADA RENCANA DERMAGA PLTMG SELAYAR
Indra Mutiara1)1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Ujung Pandang, Makassar
ABSTRACT
This research aims to obtain the position of the front line of
the jetty and obtain the coordinate position of thepile caps.The
jetty front line is determined based on the characteristics of the
ship design. The jetty plan is plotted on abathymetric map made to
determine the coordinate position of the pile caps. The jetty front
line is located at a depth of -5.4 meters LWS. Jetty construction
is supported by 54 pile caps consisting of 14 pile caps for single
pile at the front ofthe jetty, 2 pile caps for single pile and 12
pile caps for double pile in the middle of the jetty, 14 pile caps
for a single pileat the back of the jetty. The position of the pile
cap is defined as X, Y coordinates based on the Universal
TransverMercator coordinate system, with the ellipsoidal WGS 84
datum.
Keywords: batimetri, dermaga, tiang pancang
1. PENDAHULUANPembangunan sebuah dermaga memerlukan data-data
pendukung seperti data kapal, data oseanografi
(angin, pasang surut dan gelombang), data pembebanan struktur
yang bekerja, data daya dukung tanah, dataketersedianan lahan darat
dan kondisi morfologi perairan. Data kondisi morfologi perairan
digambarkandalam bentuk peta batimetri.
Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan kedalaman laut dan
disajikan dengan menggunakangaris kontur kedalaman. Garis kontur
adalah garis abstrak yang menghubungkan beberapa lokasi atau
daerahyang memiliki ketinggian atau kedalaman yang sama. Peta
batimetri sebenarnya tidak sedetail peta rupa bumiyang menyajkan
data ketinggian dan kenampakan permukaan bumi. Untuk pengukuran
topografi, surveyormembutuhkan sejumlah titk-titik kontrol yang
dipakai sebagai titik patokan. Titik kontrol tersebut dikatakanpada
stasiun pasang surut untuk mendapatkan referensi ketinggian
terhadap muka laut rata-rata (Setiawan,2015).
Peta batimetri diperoleh dari hasil survey batimetri. Survei
batimetri adalah survei yang dilaksanakanuntuk mengetahui nilai
kedalaman suatu perairan yakni jarak permukaan air dengan dasar.
Dalam istilahhidrografi, pengukuran kedalaman disebut Pemeruman
(Fatoni, 2017). Dari peta batimetri yang diperolehdapat dilakukan
plot layout dermaga.
Penentuan layout dermaga ditentukan oleh kondisi morfologi
peraian dan data kapal yang akansandar. Karakteristik kapal terdiri
dari panjang kapal (LOA, length over all), lebar kapal (beam)
dankedalaman sarat (draft) kapal. Draft kapal akan menentukan
kedalaman pada ujung rencana dermaga.Berdasarkan kondisi morfologi
dasar laut pada peta batimerti juga dapat ditentukan tipe dermaga.
Kondisidasar laut yang curam cocok untuk dermaga tipe wharf,
sedangkan kondisi dasar laut yang landai cocok untuktipe dermaga
jetty yang dihubungkan oleh jembatan penghubung berupa trestle,
causeway atau kombinasikeduanya. Dermaga tipe jetty biasanya dibuat
berupa struktur deck on pile dengan menggunakan tiangpancang.
Beberapa penelitian tentang batimetri untuk perencanaan pelabuhan
sudah banyak dilakukan.
Nugraha dkk (2013) melakukan pemetaan batimetri dan analisis
pasang surut untuk menentukanelevasi lantai dan panjang Dermaga 136
di Muara Sungai Mahakam, Sanga-Sanga, Kalimantan Timur. Alatperum
yang digunakan adalah singlebeam echosounder merk Garmin. Hasil
dari peta batimetri yang dibuatdiperoleh kedalaman antara -1,3
meter hingga -8,6 meter terhadap nilai MSL sebagai nilai ±0,00 m.
ElevasiDermaga 136 yang dianjurkan adalah +2,76 meter dihitung dari
nilai elevasi Zo sebagai nilai ± 0,00 meter dansebesar +2,04 meter
apabila menggunakan nilai elevasi MSL sebagai nilai ±0,00 meter.
Panjang dermaga hasilperhitungan adalah sebesar 114,84 meter untuk
memenuhi standar keamanan dermaga tersebut. Untukkedalaman di depan
dermaga adalah sebesar -5 meter.
Ismail (2014) meneliti dinamika batimetri alur pelayaran
Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat yangmengalami pendangkalan alur kapal
sebagai akibat dari adanya sedimentasi. Data yang digunakan adalah
data
1 Korespondensi penulis: Indra Mutiara, Telp 085244703579,
[email protected]
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 8
pengukuran batimetri dan arus laut yang dilakukan oleh PT.
Pelabuhan Indonesia II di daerah perairanPelabuhan Cirebon pada
tahun 2006 dan tahun 2007. Pembuatan peta batimetri menggunakan
program Surferversi 8. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedalaman
alur pelayaran Pelabuhan Cirebon sangat bervariasidengan kisaran
sebesar 0,36 m sampai 6,97 m pada tahun 2006 dan 0,79 m sampai 6,87
m tahun 2007. Selamaperiode tahun 2006 sampai tahun 2007 terjadi
sedimentasi di alur pelayaran Pelabuhan Cirebon denganpenambahan
volume sedimen permukaan sebesar 6.818 m3.
Indrayani dkk (2015) menggambarkan batimetri Danau Sentani,
Papua dalam penelitiannya.Pembuatan batimetri danau dilakukan
dengan metode akustik. Perekaman data menggunakan GarminGPSmap
76CSx dan Garmin Echo 100 Fishfinder. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kedalaman perairanDanau Sentani terdiri dari 9 variasi yang
umumnya berkisar 15-23 m. Perairan danau terdalam berada diwilayah
timur danau yaitu lebih dari 70 m dan kedalaman terendah antara 0-7
m berada di wilayah Sentanitengah.
Saputra dkk (2016) meneliti kedalaman perairan, profil perairan,
kelerengan serta jenis sedimen dasardi Perairan Karangsong,
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam
penelitian adalahmetode kuantitatif. Metode pengambilan data
kedalaman dan sedimen dasar dilakukan di wilayah yangdianggap
mewakili kerakteristik wilayah seluruhnya. Hasil penelitian
menunjukkan kedalaman PerairanKarangsong, Kabupaten Indramayu
berkisar antara 1 meter sampai 11 meter dengan nilai kelerengan
berkisarantara 0,250 hingga 0,277 dengan rata-rata kelerengan
adalah hampir datar. Jenis Sedimen Dasar di PerairanKarangsong,
Kabupaten Indramayu adalah pasir (silt) dan pasir lanauan (silty
sand).
Wijayanto dkk (2017) meneliti pemetaan batimetri untuk
perencanaan pengerukan kolam PelabuhanBenoa, Bali. Pemeruman
dilakukan dengan multibeam echosounder di Perairan Teluk Benoa
serta dilakukanpengukuran pasang surut di dermaga timur. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa nilai kedalaman areakeruk kolam
pelabuhan depan dermaga selatan berkisar antara -8,44 mLWS hingga
-11,59 mLWS dan areakeruk kolam pelabuhan depan dermaga timur
berkisar antara -4,83 mLWS hingga -10,53 mLWS. Desainkedalaman
rencana berdasarkan nilai draft kapal terbesar yaitu -10 mLWS.
Volume pengerukan berdasarkandesain kedalaman, slope, penambahan
siltation rate dan luas area pada kolam depan dermaga selatan
dankolam depan dermaga timur yaitu 29.207,717 m3 dan 59.941,409
m3.
Kabupaten Selayar yang secara geografis merupakan wilayah
kepulauan, saat ini menggunakanPembangkit Listrik Tenaga Diesel
(PLTD) untuk melayani kebutuhan listrik. Pembangkit Listrik
TenagaMinyak dan Gas (PLTMG) direncanakan akan dibangun untuk
menambah suplai listrik di Kabupaten Selayar.Suplai minyak dan gas
sebagai sumber pembangkit listrik memerlukan sarana dan prasarana
yang salahsatunya berupa dermaga. Dermaga tersebut dipakai untuk
sandar kapal-kapal yang memuat minyak dan gas.
Dari kondisi tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti
Pemetaan Batimetri untuk PenentuanUjung Dermaga dan Posisi Tiang
Pancang pada Rencana Dermaga PLTMG Selayar.
2. METODE PENELITIANMetode pelaksanaan penelitian meliputi
pengambilan data dan analisis data.
1). Pengambilan dataData yang digunakan adalah data sekunder
yang terdiri dari data titik-titik kedalaman dasar laut
yangdiperoleh dari hasil pengukuran kedalaman laut menggunakan alat
echosounder. Data pengamatan pasangsurut juga akan digunakan untuk
menghitung elevasi muka air rencana dan untuk mengoreksi
databatimetri agar semua data kedalaman laut mengacu pada muka air
rencana. Sumber data diperoleh daridokumen laporan Site
Investigation Distributed Mobile Power Plant and Gas Engine Power
PlantLocation : Cluster Sulawesi-1 (Final Report), LP2M-Unhas.
2). Analisis dataAnalisis data yang dilakukan yaitu koreksi data
batimetri terhadap data pengamatan pasang surut,pembuatan peta
batimetri menggunakan perangkat lunak pemetaan, perhitungan elevasi
lantai dermagadan elevasi ujung dermaga, plot denah dermaga pada
peta batimetri dan penentuan posisi koordinat tiangpancang
dermaga.
3. HASIL DAN PEMBAHASANData batimetri merupakan data titik dasar
laut dengan koordinat horisontal dengan sistem koordinat
UTM dan kedalaman air laut pada saat itu, disertai data waktu
pengukuran titik yang dinyatakan dalam jammenit dan detik
pengukuran. Data kedalaman yang merupakan data kedalaman terhadap
muka air laut perlu
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 9
dihitung dengan mengoreksi ketinggian air laut akibat pengaruh
pasang surut. Muka surutan yang dijadikanreferensi adalah muka air
terendah selama pengamatan (LWS). Selain pengaruh pasang surut,
data kedalamanjuga dikoreksi terhadap sarat transducer (jarak
posisi tenggelam alat ke permukaan air laut).
Proses penggambaran peta bathimetri dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan. Data hasilpemeruman ditransfer kedalam komputer
melalui perangkat lunak mapsource, data koordinat dan
kedalamankemudian ditransfer ke perangkat Ms. Excel untuk dikoresi
kedalaman menurut surutan LWS. Data XYZ dariprogram Ms. Excel
kemudian diolah menggunakan perangkat lunak Autodesk Civil 3D
dan/atau Surfer 13untuk menggambar garis kontur berdasarkan
interpolasi nilai-nilai kedalaman yang berdekatan
Gambar 1. Peta batimetri
1). Karakteristik Kapal RencanaKonstruksi dermaga di lokasi
penelitian dimaksudkan untuk sarana tempat berlabuhnya kapal-kapal
jenisLCT (Landing Craft Tanker).
Tabel 1. Ukuran kapal rencana
Jenis Kapal KapasitasMuatDimensi (meter)
L B DLCT 831 GT 850 ton 70,5 13,7 3,6
2). Elevasi Lantai Dermaga
2170
00m
T
2171
00m
T
2172
00m
T
2173
00m
T
2174
00m
T
2175
00m
T
2176
00m
T
2177
00m
T
2178
00m
T
2179
00m
T
2180
00m
T
2181
00m
T
9329700 mU
9329800 mU
9329900 mU
9330000 mU
9330100 mU
9330200 mU
9330300 mU
9330400 mU
9330500 mU
9330600 mU
9330700 mU
9330800 mU
9330900 mU
9331000 mU
-25.0-24.0-23.0-22.0-21.0-20.0-19.0-18.0-17.0-16.0-15.0-14.0-13.0-12.0-11.0-10.0-9.0-8.0-7.0-6.0-5.0-4.0-3.0-2.0-1.00.01.0
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 10
Tunggang pasang surut (HWS-LWS) sebesar 1,67 meter. Tunggang
pasang surut tersebut termasuk kecilsehingga menguntungkan dalam
penentuan lantai dermaga. Elevasi lantai dermaga direncanakan
sebesar :+1,50 m diatas HWS = 1,67 + 1,50 = 3,17 m LWS ≈ +3,20 m
LWS.
3). Penempatan Ujung DermagaBerdasarkan data kapal rencana, maka
dapat ditentukan kedalaman perairan tempat sandar kapal
ataukedalaman ujung dermaga. Draft dalam keadaan sarat muat untuk
kapal LCT 831 GT adalah 3,6 meter.Kedalaman ujung dermaga
direncanakan sebesar -5.4 m (draft + free space) dibawah LWS =
(-3,6) + (-1,80) = 5,4 m LWS.
Gambar 2. Elevasi lantai dan ujung dermaga
4). Pemilihan Tipe DermagaKondisi pantai di lokasi studi relatif
landai, untuk mendapatkan kedalaman yang disyaratkan berdasarkapal
rencana (-5,4 m LWS) berjarak ±480 m dari garis pantai surut.
Karena garis kedalaman jauh daripantai maka jenis dermaga yang
cocok adalah tipe Pier (posisi dermaga menjorok ke laut).
Antaradermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung
(trestle) yang berfungsi sebagai penerusdalam lalu lintas
barang.
5). Jenis Struktur yang DigunakanDengan memperhatikan kondisi
fisik dan lingkungan yang ada di lokasi penelitian, maka jenis
strukturdermaga yang digunakan adalah Deck on Pile. Struktur Deck
on Pile menggunakan tiang pancang sebagaipondasi bagi lantai
dermaga. Seluruh beban lantai dermaga (termasuk gaya akibat
sandaran kapal)diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang
tersebut.
6). Posisi Tiang Pancang DermagaPosisi tiang pancang dermaga
diperoleh dengan terlebih dahulu memplot denah dermaga dan trestle
padapeta batimetri menggunakan software Autodesk Civil 3D.
Selanjutnya posisi tiang pancang dapat diperolehdengan
mendefinisakan koordinat X,Y sesuai sistem peta.
HWS=+1,67 m
+3,20 m
LWS=±0,00 m
-5,40 m
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 11
Gambar 3. Denah penamaan tiang pancang
Tabel 2. Koordinat tiang pancang pada bagian depan dermaga (Kode
A)KodeTiang
Posisi KodeTiang
PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)
A1 217730,638 9330559,475 A8 217723,364 9330539,775A2 217729,592
9330556,663 A9 217722,325 9330536,961A3 217728,553 9330553,849 A10
217721,286 9330534,147A4 217727,521 9330551,032 A11 217720,247
9330531,332A5 217726,482 9330548,218 A12 217719,214 9330528,516A6
217725,442 9330545,404 A13 217718,175 9330525,701A7 217724,403
9330542,590 A14 217717,129 9330522,890
Tabel 3. Koordinat tiang pancang pada bagian tengah dermaga
(Kode B)KodeTiang
Posisi KodeTiang
PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)
B1 217733,453 9330558,436 B8.a 217725,876 9330538,913B2.a
217732,230 9330555,322 B8.b 217726,481 9330538,560B2.b 217732,583
9330555,927 B9.a 217725,202 9330536,266B3.a 217731,023 9330552,872
B9.b 217725,077 9330535,577B3.b 217731,712 9330552,748 B10.a
217723,798 9330533,284B4.a 217730,159 9330549,691 B10.b 217724,402
9330532,931B4.b 217730,512 9330550,296 B11.a 217723,123
9330530,638B5.a 217728,952 9330547,241 B11.b 217722,999
9330529,949B5.b 217729,640 9330547,117 B12.a 217721,726
9330527,653B6.a 217728,080 9330544,062 B12.b 217722,331
9330527,300B6.b 217728,433 9330544,667 B13.a 217721,052
9330525,007B7.a 217726,873 9330541,613 B13.b 217720,927
9330524,318
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.7-12)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 12
B7.b 217727,562 9330541,488 B14 217719,943 9330521,850
Tabel 4. Koordinat tiang pancang pada bagian belakang dermaga
(Kode C)KodeTiang
Posisi KodeTiang
PosisiX (meter) Y (meter) X (meter) Y (meter)
C1 217736,267 9330557,397 C8 217728,993 9330537,697C2 217735,221
9330554,585 C9 217727,954 9330534,883C3 217734,182 9330551,771 C10
217726,914 9330532,068C4 217733,149 9330548,954 C11 217725,875
9330529,254C5 217732,110 9330546,140 C12 217724,843 9330526,437C6
217731,071 9330543,326 C13 217723,804 9330523,623C7 217730,032
9330540,511 C14 217722,758 9330520,811
4. KESIMPULANBerdasarkan kapal rencana maka ujung dermaga
didesan berada pada kedalaman -5,4 meter LWS
yang berjarak ±480 meter dari garis pantai ke arah laut sehingga
tipe dermaga yang cocok adalah struktur deckon pile dengan jembatan
penghubung (trestle). Konstruksi dermaga ditopang oleh 54 tiang
pancang yangterdiri dari 14 buah kepala tiang untuk tiang tunggal
tegak pada bagian depan dermaga (Kode A), 2 buahkepala tiang untuk
tiang tunggal tegak dan 12 buah kepala tiang untuk tiang miring
ganda pada bagian tengahdermaga (Kode B), 14 buah kepala tiang
untuk tiang tunggal tegak pada bagian belakang dermaga (kode
C).Posisi tiang pancang didefinisikan dalam koordinat X,Y
berdasarkan sistem koordinat UTM (UniversalTransver Mercator),
dengan elipsoid WGS 84 yang ditabulasikan pada Tabel 2 sampai
dengan Tabel 4.
5. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2015. Site Investigation Distributed
Mobile Power Plant and Gas Engine Power Plant Location :
Cluster Sulawesi-1 (Final Report), LP2M-UNHAS. Makassar.Fatoni,
KI. 2017. Pasang Surut Sebagai Kontrol Vertikal Survei Batimetri,
(Online),
(https://pushidrosal.id/assets/filemanager/pdf/ Artikel_Pasut_
to_Batimetri.pdf , diakses 16 Februari 2018).Indrayani, Ervina.
dkk. 2015. Peta Batimetri Danau Sentani Papua, (Online), Vol. 4,
No. 3,
(http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/download/
2723/2748, diakses 16 Februari 2018).Ismail, Muhammad F. A. 2014.
Dinamika Batimetri Alur Pelayaran Pelabuhan Cirebon, Provinsi
Jawa
Barat, (Online), Vol. 3, No. 1,
(http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/download/1356/1237,
diakses 16Februari 2018).
Nugraha, Adiguna Rahmat. Saputro, Siddhi. dan Purwanto. 2013.
Pemetaan Batimetri dan Analisis PasangSurut untuk Menentukan
Elevasi Lantai dan Panjang Dermaga 136 di Muara Sungai Mahakam,
Sanga-Sanga, Kalimantan Timur, (Online), Vol. 16, No. 1,
(http://journal.umy.ac.id/index.php/st/article/download/429/579,
diakses 16 Februari 2018).
Saputra , Angga Dwi. Setiyono, Heryoso. Saputro, Agus Anugroho
Dwi. 2016. Pemetaan Batimetri danSedimen Dasar di Perairan
Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, (Online), Vol. 5, No.
1,(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma/article/download/11294/8837,
diakses 16 Februari 2018).
Setiawan, Agnas. 29 Juli 2015. Apa itu Peta Batimetri,
(online),(https://geograph88.blogspot.co.id/2015/07/apa-itu-peta-batimetri.html,
diakses tanggal 12 Februari 2018).
Wijayanto, Agustinus Wahyu. Saputro, Siddhi. dan Muslim. 2017.
Pemetaan Batimetri untuk PerencanaanPengerukan Kolam Pelabuhan
Benoa, Bali, (Online), Vol. 6, No. 1,
(https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/joce/article/download/16211/15639,
diakses 16 Februari 2018).
6. UCAPAN TERIMA KASIHTerimakasih disampaikan kepada UPPM
Politeknik Negeri Ujung Pandang dan semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 13
PENGEMBANGAN MODEL GEOMETRIK DAN PENGATURAN SIMPANG
SEBIDANGRAMAH LINGKUNGAN WILAYAH PERKOTAAN
Abdul Kadir Salim1) Lambang Basri Said 1) Rani Bastari Alkam1)1)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia
Makassar
ABSTRACT
This activity is to inventory several crossing locations that
are arterial crossroads in the city of Makassar and analyze
thegeometric and intersection arrangements of an environmentally
friendly plot in the urban area as well as the planneddaily traffic
volume at the arterial crossroads in the Makassar City. The
expected output or product of this activity is adescription of
traffic performance at various major arterial road intersections in
Makassar City, which will be the maininput / consideration in
taking and establishing a Road Junction Management System in
Makassar City. already existingand engineering markers, signs and
direction of vehicle movement in the area of Geometric Model and
Arrangement ofIntersection of Urban Area Friendly Environments and
can be published in accredited national journals and
internationaljournals.
Keywords: Geometric Model, Cross Section, Environmentally
Friendly, Urban Area, Traffic Volume
1. PENDAHULUANKota Makassar menyandang fungsi utama sebagai
lbukota Propinsi Sulawesi Selatan dan pusat
pelayanan Kawasan Timur Indonesia (KTI), berkembang menjadi kota
metropolitan dengan jumiah penduduk± 1,7 juta jiwa dengan tingkat
pertumbuhan 2,72% per tahun. Keadaan ini mendorong aktivitas dan
dinamikapenduduk semakin tinggi dan cepat. Namun dengan berbagai
keterbatasan yang dimiliki, Pemerintah KotaMakassar tidak dapat
mengimbangi dan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat terutama
penyediaanprasarana jalan. Pertumbuhan penduduk mendorong pula
pertumbuhan jumlah kendaraan baik roda duamaupun roda empat yang
tidak seimbang dengan kapasitas jalan sehingga mengakibatkan
kemacetanlalulintas terutama pada jam-jam sibuk.
Di sisi lain, Kota Makassar diharapkan dapat meyediakan berbagai
fasilitas infrastruktur dalammenunjang berbagai aspek kegiatan
tempat berinvestasi yang kondusif, tempat tujuan wisata yang
menarikbahkan tempat berbelanja dan rekreasi yang menyenangkan.
Penyediaan infrastruktur yang prima jugamendorong tumbuh dan
berkembangnya perekonomian masyarakat yang selanjutnya akan
mendorongpartisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumny.
Rumusan MasalahBerdasarkan dari uraian latar belakang daiatas,
maka akan dirumuskan masalah yang memungkinkan
untuk memecahkan persoalan ini seperti :a. Bagaimana Model
Geometrik pada Simpang Sebidang di Kawasan Pusat Kotasepanjang
jalan arterib. Bagaimana dampak yang ditimbulkan seperti kemacetan
dan keselamatan lalulintas pada simpang
sebidang ramah lingkungan wilayah perkotaanc. Bagaimana
mengevaluasi Kinerja Pergerakan Lalulintas yang terjadi pada
kawasan wilayah perkotaand. Bagaimana Mengevaluasi Pertambahan
Kapasitas Persimpangan pada kawasan wilayah perkotaan
dari pembentukan geometrik
2. METODE PENELITIANProsedur Penelitian Produk Terapan :A.
Penelitian Tahun I :
a. Penelitian tahun pertama untuk melakukan pengembangan wilayah
Model Geometrik sertapeningkatan Kinerja Simpang Ramah Lingkungan
pada wilayah Perkotaan yang telah ditetapkan
b. Untuk mengetahui berapa pertambahan kapasitas dan tingkat
pelayanan, penurunan derajatkejenuhan serta jumlah antrian dan
peluang antrian yang terjadi pada simpang tersebut,
termasukpenurunan waktu tempuh dan delay.
Penelitian Tahun II : Optimalisasi Pengendalian Simpang
1 Korespondensi penulis: Abdul Kadir Salim, Telp 081355723977,
[email protected]
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
14
Penelitian tahun kedua akan dilakukan dengan
mempadukanpengendalian simpang dengan mempadukansiatem kanalisasi
dengan berbagai bukaan pada median dengan pengambilan data lapangan
yang dapatdiperoleh langsung, dan data sekunder melalui instansi
terkait baik pada tatanan pemerintakan Kota Makassarmaupun tingkat
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Data lapangan dilakukan dalam
dua bentuk yaitu bentukmanual counting dan survey jarak langsung
dan waktu tempuh.Penelitian Tahun III : Manajemen Geometrik dan
Simulasi Kinerja Simpang Ramah Lingkungan padaKawasan
PerkotaanPenelitian tahun ketiga akan dilakukan dengan mempadukan
pengendalian Geometrik dan Kinerja SimpangRamah Lingkungan pada
Kawasan Perkotaan dengan system control terpadu dan terkoordinasi,
pengambilandata lapangan yang dapat diperoleh langsung dan data
sekunder melalui instansi yang terkait, sebagai produkakhir studi
akan memberikan gambaran simulasi pergerakan lalulintas di wilayah
studiD. Tempat dan Waktu Penelitian :Penelitian ini dilaksanakan di
Kota Makassar pada ruas utama dan simpang , mencakup pada
wilayahkawasan Perkotaan yang meliputi Simpang dan ruas Jalan
S.Saddang Baru, Veteran Utara dan VeteranSelatan, S.Saddang Lama,
S.Walanae, G.Latimojong, Bulukunyi, G.Merapi, S.Tangka, Sudirman,
Ratulangi,Karunrung, Dr.Sutomo, Lasinrang, Bontolempangan,
St.Hasanuddin dan Arif Rate dalam kurun waktu 3(tiga) tahun dimulai
dari tahap perancangan, survey dan data yang diperlukan (baik data
primer maupun datasekunder) serta instansi yang terkait di Kota
Makassar.E. Output Penelitian Produk TerapanKelayakan secara
teknis/rekayasa lalulintas pada kawasan Perkotaan denganSistem
Kontrol Manajemen padaKawasan Terpadu dan Terkordinasisebagai
unsurutama dalam analisis peningkatan kapasitas ruas jalan
dansimpang, serta sistemkanalisasi dan berbagaibukaan pada median
yang diperlukan, efisiensi nilai waktu,tundaan dan selisih waktu
tempuh dalam persfektif layanan hingga tahun 2027.3. HASIL
SURVEIKondisi Sistem Jaringan JalanA. Nomenklatur Jaringan
JalanKondisi sistem jaringan jalan pada Kawasan Pettarani yang
menjadi lokasi survai pada kegiatan ini disajikanpada Gambar 5.1.
berikut :
Dimana :A = Ruas Jl. S. Saddang Baru – Pelita RayaB = Ruas Jl.
S. Saddang Baru – Pelita Raya – Veteran Utara-SelatanC = Ruas Jl.
S. Saddang – Veteran Utara-Selatan – S. WalanaeD = Ruas Jl. S.
Saddang – S. Walanae – G. Latimojong-BulukunyiE = Ruas Jl. S.
Saddang – G. Latimojong-Bulukunyi – KijangF = Ruas Jl. S. Saddang –
Kijang – G. MerapiG = Ruas Jl. S. Saddang –G. Merapi – S. TangkaH =
Ruas Jl. S. Saddang – S. Tangka – Sudirman-RatulangiI = Ruas Jl.
Karunrung – Sudirman-Ratulangi – dr. Sutomo-LasinrangJ = Ruas Jl.
Karunrung –dr. Sutomo-Lasinrang – BotolempanganK = Ruas Jl.
Karunrung – Botolempangan – Arif Rate1 = Simpang Jl. S. Saddang
Baru Timur – Pelita Raya
B. Panjang Jaringan JalanPanjang jaringan jalan di Kawasan
tersebut disajikan pada Tabel 5.1. berikut :
Tabel 5.1. Panjang Jaringan Jalan di Kawasan PerkotaanNo Kode
Ruas Nama Jalan Panjang (m)1 A Jl. S. Saddang Baru Timur 452 B Jl.
S. Saddang Baru Barat 1100
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
15
3 C Jl. S. Saddang Timur 1204 D Jl. S. Saddang Timur 2905 E Jl.
S. Saddang Timur 1806 F Jl. S. Saddang Barat 2307 G Jl. S. Saddang
Barat 1208 H Jl. S. Saddang Barat 1609 I Jl. Karunrung Timur
130
10 J Jl. Karunrung Barat 10011 K Jl. Karunrung Barat 72
KONDISI ARAH PERGERAKAN LALU LINTAS DI PERSIMPANGANKondisi arah
pergerakan lalu lintas di setiap persimpangan yang ada di Kawasan
Perkotaan yang
menjadi lokasi studi disajikan pada Gambar 5.2. berikut : 2 =
Simpang Jl. S. Saddang Baru Barat – PelitaRaya
3 = Simpang Jl. S. Saddang Baru-S. Saddang – Veteran Utara-
Veteran Selatan4 = Simpang Jl. S. Saddang Timur – S. Walanae5 =
Simpang Jl. S. Saddang Timur – S.Saddang Barat - G.
Latimojong-Bulukunyi6 = Simpang Jl. S. Saddang Barat – Kijang7 =
Simpang Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi8 = Simpang Jl. S. Saddang
Barat – S. Tangka9 = Simpang Jl. S. Saddang Barat -Karunrung –
Sudirman-Ratulangi10 = Simpang Jl. Karunrung – dr.
Sutomo-Lasinrang11 = Simpang Jl. Karunrung – Botolempangan12 =
Simpang Jl. Karunrung – Arif Rate
VOLUME LALU LINTAS HARIAN DI PERSIMPANGAN1. SIMPANG JL.
S.SADDANG BARU BARAT – JL. PELITA RAYAVolume lalu lintas di
persimpangan Jl. S.Saddang Baru Barat – Jl. S.Saddang Baru Timur –
Jl. Pelita Rayadisajikan pada Tabel berikut :Tabel 5.2. Volume
Lalin di Simpang Jl. S.Saddang Baru Brt – Jl. S.Saddang Baru Tmr –
Jl. Pelita Raya
Dimana :LT = Left Turn (Belok Kiri)RT = Right Turn (Belok Kanan)
ST = Straight Turn (Arah Lurus)Tabel 5.2 di atas memperlihatkan
bahwa total volume lalu lintas yang melintasi persimpangan tersebut
secararerata dari pagi hari hinggga sore hari adalah sebesar
1.446,22 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang terjadisebesar
2.155,1 smp/jam dan volume terkecil sebesar 665,8 smp/jam. Secara
keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi pergerakan
kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Baru Timur menuju
keJl.Pelita Raya dan pendekat Jl. S.Saddang Baru Barat menuju Jl.
A.P.Pettarani serta pendekat Jl. S.SaddangBaru Timur lurus ke Jl.
Veteran
C - LT C - ST C - RT H - LT D - LT D - ST E - LT E - ST E - RT
JUMLAH07.00 - 08.00 51.30 114.50 152.40 38.50 13.00 125.20 138.40
51.30 67.10 751.7008.00 - 09.00 46.00 108.30 78.00 38.50 13.00
125.20 138.40 51.30 67.10 665.8009.00 - 10.00 59.50 147.50 85.00
192.00 18.00 206.60 170.90 76.60 97.60 1,053.7010.00 - 11.00 51.30
114.50 152.40 131.00 8.00 282.60 185.70 99.60 67.80 1,092.9011.00 -
12.00 51.10 106.20 64.30 225.20 19.50 252.60 268.50 123.40 118.00
1,228.8012.00 - 13.00 55.50 178.30 153.60 307.50 50.00 287.80
325.40 222.60 233.60 1,814.3013.00 - 14.00 39.80 174.20 61.50
309.80 40.00 350.00 331.00 177.50 230.30 1,714.1014.00 - 15.00
92.50 180.50 123.00 282.00 29.00 330.60 236.90 140.60 191.60
1,606.7015.00 - 16.00 105.50 204.80 153.60 253.30 30.00 256.00
205.00 165.50 169.30 1,543.0016.00 - 17.00 140.00 309.10 207.70
193.00 28.50 218.30 221.90 187.30 176.50 1,682.3017.00 - 18.00
182.50 438.00 239.50 261.80 30.50 242.10 342.80 125.60 292.30
2,155.1018.00 - 19.00 113.00 252.30 165.60 363.40 39.50 364.40
278.30 164.20 151.50 1,892.2019.00 - 20.00 35.00 143.50 272.50
309.80 32.00 303.90 203.00 149.50 151.00 1,600.20
RERATA 78.69 190.13 146.85 223.52 27.00 257.33 234.32 133.46
154.90 1,446.22MAX 182.50 438.00 272.50 363.40 50.00 364.40 342.80
222.60 292.30 2,155.10MIN 35.00 106.20 61.50 38.50 8.00 125.20
138.40 51.30 67.10 665.80
WAKTU ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
16
SIMPANG JL. S. SADDANG BARU BARAT - S. SADDANG TIMUR – VETERAN
UTARA -VETERAN SELATANVolume lalu lintas di persimpangan Jl.
S.Saddang Baru Barat – S.Saddang Barat – Veteran Utara –
VeteranSelatan disajikan pada Tabel berikut :Tabel 5.3. Volume
Lalin di Simpang Jl. S.Saddang Baru Brt – S.Saddang Brt -Veteran
Utr – VeteranSlt
Keterangan :LT = Left Turn (Belok Kiri) RT = Right Turn (Belok
Kanan)ST = Straight Turn (Arah Lurus) TR = Arah BerputarTabel 5.3
di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang
melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga
sore hari adalah sebesar 2.608,42 smp/jam, dimana nilai tertinggi
yang terjadisebesar 3.344,6 smp/jam dan volume terkecil sebesar
1.916,6 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi
konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl.
S.Saddang Baru Barat yang bergeraklurus menuju Jl. S.Saddang
Barat
SIMPANG JL. S. SADDANG TIMUR – S.SADDANG BARAT - G.LATIMOJONG –
BULUKUNYIVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang Timur –
Jl.S.Saddang Barat -G. Latimojong - Bulukunyi disajikan pada Tabel
5.4.adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4. Volume Lalin di SimpangJl. S. Saddang Timur –
Jl.S.Saddang Barat G. Latimojong -Bulukunyi
Tabel 5.4 di atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas
yang melintasi persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari
hinggga sore hari adalah sebesar 2.218,12 smp/jam, dimana nilai
tertinggi yang terjadisebesar 3.034,94 smp/jam dan volume terkecil
sebesar 1.796,1 smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi
konsentrasi pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl.
S.Saddang Timur yang bergerak lurus.
F - LT F - ST F - RT I - LT I - ST I - RT07.00 - 08.00 57.00
60.30 53.30 119.00 127.10 131.3008.00 - 09.00 66.00 70.80 59.65
145.50 152.60 159.3009.00 - 10.00 91.30 55.50 67.25 182.60 111.00
153.5010.00 - 11.00 79.60 48.00 47.80 139.20 88.00 110.3011.00 -
12.00 94.10 56.00 54.80 186.20 106.00 123.8012.00 - 13.00 113.10
64.50 64.40 226.20 129.00 151.3013.00 - 14.00 142.40 55.00 90.15
284.80 110.00 180.3014.00 - 15.00 64.30 42.50 51.00 113.80 76.50
92.0015.00 - 16.00 74.80 49.00 60.50 138.30 91.50 111.0016.00 -
17.00 88.30 58.00 71.00 167.80 110.50 135.0017.00 - 18.00 102.90
66.75 82.75 205.80 133.50 60.5018.00 - 19.00 106.65 50.25 81.05
213.30 100.50 162.1019.00 - 20.00 109.40 58.00 88.65 218.80 98.50
177.30
RERATA 91.53 56.51 67.10 180.10 110.36 134.44MAX 142.40 70.80
90.15 284.80 152.60 180.30MIN 57.00 42.50 47.80 113.80 76.50
60.50
ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)WAKTU
I - LT I - RT L - LT L - ST L - TR K - ST K - RT K - TR
JUMLAH07.00 - 08.00 166.7575 189.0175 252.36 563.604 25.236 479.296
89.868 29.956 1,796.1008.00 - 09.00 227.5 243.53 331.98 741.422
33.198 481.792 90.336 30.112 2,179.8709.00 - 10.00 292.565 258.5975
252.21 563.269 25.221 410.496 76.968 25.656 1,904.9810.00 - 11.00
205.4325 228.2175 251.73 562.197 25.173 419.2 78.6 26.2
1,796.7511.00 - 12.00 247.52 268.03 274.14 612.246 27.414 391.168
73.344 24.448 1,918.3112.00 - 13.00 303.2575 317.6425 341.37
762.393 34.137 559.872 104.976 34.992 2,458.6413.00 - 14.00
307.8075 333.5675 310.17 692.713 31.017 620.864 116.412 38.804
2,451.3614.00 - 15.00 199.0625 256.6375 285.99 638.711 28.599
488.192 91.536 30.512 2,019.2415.00 - 16.00 237.7375 299.5125
281.22 628.058 28.122 495.424 92.892 30.964 2,093.9316.00 - 17.00
286.65 355.25 318.54 711.406 31.854 586.496 109.968 36.656
2,436.8217.00 - 18.00 371.39375 454.78125 390.54 872.206 39.054
725.568 136.044 45.348 3,034.9418.00 - 19.00 253.09375 305.94375
345.51 771.639 34.551 377.408 70.764 23.588 2,182.5019.00 - 20.00
268.45 291.55 313.44 700.016 31.344 765.888 143.604 47.868
2,562.16
RERATA 259.02 292.48 303.78 678.45 30.38 523.20 98.10 32.70
2,218.12MAX 371.39 454.78 390.54 872.21 39.05 765.89 143.60 47.87
3,034.94MIN 166.76 189.02 251.73 562.20 25.17 377.41 70.76 23.59
1,796.10
ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)WAKTU
1 2
3
4
5
6
7
8
A
C
B
D J P
H N
E KQ
ROL
M
I
G
F
E - LT E - ST E - RT E - TR G - LT G - ST G - RT G - TR
JUMLAH585.00 95.40 114.00 114.00 72.50 389.00 17.50 2.00
1,937.40723.50 112.40 140.00 140.00 76.00 520.60 37.30 7.50
1,916.60962.90 61.60 194.10 194.10 63.50 562.50 48.30 3.00
2,243.50679.30 66.50 209.00 209.00 71.00 692.00 53.80 3.00
2,093.90730.30 76.50 220.00 220.00 79.50 855.00 60.30 3.00
2,368.40898.30 93.00 272.50 272.50 69.10 1,160.20 47.30 8.50
2,972.70862.50 144.00 320.50 320.50 69.10 1,160.20 47.30 8.50
3,112.90788.80 76.50 308.00 308.00 63.50 599.30 53.60 4.00
2,293.70647.00 97.50 252.00 252.00 72.50 738.80 59.10 4.00
2,233.90880.50 117.50 311.00 311.00 86.00 910.80 66.10 4.00
2,821.90
1,046.60 145.00 385.50 385.50 102.50 1,130.30 78.10 4.00
3,338.00818.60 158.00 347.50 347.50 105.80 1,222.90 61.00 8.50
3,231.90959.70 145.00 389.50 389.50 83.00 1,139.60 55.00 6.00
3,344.60814.08 106.84 266.43 266.43 78.00 852.40 52.67 5.08
2,608.42
1,046.60 158.00 389.50 389.50 105.80 1,222.90 78.10 8.50
3,344.60585.00 61.60 114.00 114.00 63.50 389.00 17.50 2.00
1,916.60
ARUS LALU LINTAS (SMP/JAM)
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
17
SIMPANG JL. S. SADDANG BARAT – G. MERAPI UTARA – S.SADDANG BARAT
– G.MERAPISELATANVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang
Barat – G. Merapi Utara - Jl. S. Saddang Barat – G.MerapiSelatan
disajikan pada Tabel 5.5 berikut :Tabel 5.5. Volume Lalin di
Simpang Jl. S. Saddang Barat – G. Merapi Utara - Jl. S. Saddang
Barat – G. Merapi Selatan
Dimana :LT = Left Turn (Belok Kiri) ST = Straight Turn (Arah
Lurus)TR = Arah Berputar RT = Right Turn (Belok Kanan)Tabel 5.5 di
atas memperlihatkan bahwa total volume lalu lintas yang melintasi
persimpangan tersebut secararerata dari pagi hari hinggga sore hari
adalah sebesar 3.095,9 smp/jam, dimana nilai tertinggi yang
terjadisebesar 3.986,3 smp/jam dan volume terkecil sebesar 2.195,6
smp/jam. Secara keseluruhan terlihat bahwaakumulasi konsentrasi
pergerakan kendaraan terjadi pada pendekat Jl. S.Saddang Barat dan
Jl. S.SaddangBarat yang bergerak lurus dan membelok ke Jl.
G.Merapi
SIMPANG JL. S. SADDANG BARAT -KARUNRUNG –
SUDIRMAN-RATULANGIVolume lalu lintas di persimpangan Jl. S. Saddang
Barat -Karunrung – Sudirman-Ratulangi disajikan padaTabel 5.6
berikut :
Tabel 5.6. Volume Lalin di Simpang Jl. S. Saddang Barat
-Karunrung – Sudirman-Ratulangi
Jenis Kendaraan
Volume Lalu Lintas Kendaraan Rata-Rata (Kend/jam)Selama Waktu
Pengamatan 12 Jam
Barat (B) Utara (U) Timur (T)ST LT RT LT ST RT
HV 291 125 57 153 249 132LV 2314 1606 1928 485 2132 459MC 3912
2085 2456 896 3345 914UM 473 188 140 25 302 248
Rerata arah gerakan(Kendaraan/jam) 6990 4004 4081 1559 6128
1553
Rerata arah gerakan (smp/jam) 3836.8 2381.5 2733.2 937.4 3434.3
891.6
Tabel 56 memperlihatkan bahwa jumlah volume lalu lintas yang
melintas pada persimpangan ini adalahsebesar 3.836,8 smp/jam yang
bergerak lurus pada pendekat Jl. Ratulangi ke Jl.Sudirman
4. KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Perkotaan
dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut :1. Volume lalulintas
terpada pada kawasan Perkotaan terjadi pada Simpang Veteran –
S.Saddang dengan
volume lalulintas rerata pada pagi sampai sore hari sebesar
3,095.9 smp/jam dengan volume tertinggiyang terjadi sebesar
4,195.50 smp/jam dan volume terendah sebesar 2,133.40 smp/jam
2. Komposisi kendaraan terbesar didominasi oleh kendaraan sepeda
motor dengan komposisi antara 42 – 72%, sedangkan kendaraan dengan
komopsisi antara 20 – 25 %
3. Kapasitas Persimpangan dikawasan Perkotaan dengan rerata
6,875.48 smp/jam dengan kapasitasmaksimum sebesar 7,589.19 smp/jam
dan kapasitas minimum sebesar 2,990.16 smp/jam
N - LT N - RT R - LT R - ST R - TR Q - ST Q - RT Q - TR
JUMLAH07.00 - 08.00 99.8 205.4 675.1 674.8 76.2 884.3 443.3 148.1
3,207.008.00 - 09.00 132.2 269 647.9 890 99 1167.8 585.3 195.1
3,986.309.00 - 10.00 102.3 169.2 427.1 793.3 89.2 721.9 361.7 121.6
2,786.310.00 - 11.00 86.8 175.7 371.3 673.9 76.7 485.2 243.1 82.9
2,195.611.00 - 12.00 114.8 226.1 438.2 790 88.7 638.9 320.2 107.6
2,724.512.00 - 13.00 131 259.6 506.6 1041.1 117 842.9 421.7 141.6
3,461.513.00 - 14.00 114.3 255.2 518.1 953.6 107.5 858.4 430.1
143.7 3,380.914.00 - 15.00 73.6 188.5 438.3 641 72.2 563.6 282.3
94.1 2,353.615.00 - 16.00 68.5 182.7 417.6 689.2 78.2 585.8 294.3
98.6 2,414.916.00 - 17.00 82 214.4 547.9 781.6 87.4 652.2 327.5
109.6 2,802.617.00 - 18.00 106.5 281.9 613.3 1028 115.7 859.2 431
144.1 3,579.718.00 - 19.00 102.8 249.8 438.1 900.2 100.3 1084.6
542.3 182.3 3,600.419.00 - 20.00 105 253 458.5 912.3 102.8 1151.9
576.2 193.6 3,753.3
RERATA 101.5 225.4 499.8 828.4 93.1 807.4 404.5 135.6 3,095.9MAX
132.2 281.9 675.1 1,041.1 117.0 1,167.8 585.3 195.1 3,986.3MIN 68.5
169.2 371.3 641.0 72.2 485.2 243.1 82.9 2,195.6
VOLUME LALU LINTAS (Smp/Jam)WAKTU
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.13-18)
978-602-60766-4-9
18
4. Derajat Kejenuhan pada persimpangan Kawasan Perkotaan dengan
rerata 0,811 dengan derajatmaksimum sebesar 1,019 dan derajat
kejenuhan minimum 0,104
5. Tundaan lalulintas pada persimpangan Kawasan Perkotaan
tertinggi adalah 32,31 detik dengan rerata38,18 detik, untuk
kondidis yang terjadi pada simpang Jl.Veteran – Jl.S.Saddang
6. Peluang antrian terbesr terjadi pada simpang tak bersinyal di
Kawasan Perkotaan antara 42 – 83 % yangterjadi pada simpang
Jl.Veteran – Jl.S.Saddang
SaranBerdasarkan hasil penelitian, diusulkan beberapa saran
sebagai berikut :1. Agar memperlebar geometrik pada kawasan
Perkotaan terutama pada Jl.Veteran –Jl.S.Saddang2. Mengurangi
hambatan samping dengan meniadakan parkIr pada bahu jalan terutama
pada sepanjang
jalan S.Saddang dan Jl.G.Latimojong3. Memperbanyak marka jalan
sepanjang jalan .Saddang dan jalan G.Latimojong
5. DAFTAR PUSTAKAAnonimus, 1993, Indonesian Highway
CapacityManual, Part I, Urban Road No. 09/T/BNKT/1993,
Directorate General of Highways, Ministry of Public Works,
JakartaAnonimus, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ),
Direktorat Jenderal Bina Marga DPU,
Jakarta.Ahmad Munawar,2006, Manajemen Lalulintas Perkotaan,
Penerbit Beta Offset, Cetakan kedua, 2006C.Jotins Khisty, B.Kent
Lall,2005,Transportation Engineering, Third Edition,Prentice Hall,
New JerseyEdward K. Morlok,1987,Pengantar Teknik dan Perencanaan
Transportasi, Penerbit Erlangga (Editor Yani
Sianipar), Cetakan kedua,Jakarta.Henan Branch, 2013, Signal
timing at Newark intersection, The News Journal, The cross of
Sanquan Road
and Huayuan Road, Zhengzhou, China, AprilJohn Fleck,
2012,Underpasses Smooth Bike Route Perils, Roberto E. Rosales
Journal, JulyLambang B.Said, 2003, Penentuan Sistem Angkutan Umum
Massal dalam Mengatasi Kemacetan Lalulintas
pada Koridor Jalan Utama Kota Makassar, Laporan Riset,Pusat
Studi Transportasi,Lembaga Penelitian UMI, Makassar
Lambang B.Said, 2006, Studi Sensitivitas Pengguna Moda Angkutan
Umum Massal Kota Makassar, LaporanRiset,Pusat Studi Transportasi,
Lembaga Penelitian UMI, Makassar.
Ofyar Z. Tamin, 2000, Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi,
Penerbit ITB, Edisi Kedua, BandungPignataro,L.J, 1993, Traffic
Engineering Theory and Practice, Prentice Hall, New YorkRichard
Lake, 2013, Roundabout called safer than other intersections,
writes about traffic and transportation.
The Road Warrior appears Sunday and Wednesday in Nevada News,
January
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 19
ANALISA UMUR LAYANAN EMBUNG BEROANGIN KABUPATEN JENEPONTO
Hasdaryatmin Djufri1), Indra Mutiara1)1)Dosen Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar
ABSTRACT
One of the performance degradation in retention basin is caused
by sedimentation, as is the case with theBeroangin retention basin
in Jeneponto District which was built in 2015, which if no
maintenance is carried out, theservice life of the retention basin
will continue to decrease and will not function properly.
Sedimentation rate isinfluenced by the condition of the retention
basin catchment area including: rainfall, slope, soil type and land
cover byanalysis of the USLE method and direct measurements. The
retention basin sedimentation rate with the USLE method is492.34
m3/yr and direct measurement is 435.38 m3/yr Therefore the
retention basin service life is based on the USLEmethod after the
retention basin has been operating for three years with an initial
dead storage volume of 1307.49 m3, sothe sedimentation in the weir
pond has covered the intake or predicted its useful life is only
around 2.65 years. Directmeasurement results obtained the remaining
volume of dead storage is 1.33 m3, the remaining service life of
Beroanginretention basin is around 0.0031 years.
Keywords: Beroangin retention basin, Sedimentation, Service
life
1. PENDAHULUANEmbung Beroangin merupakan salah satu bangunan air
yang dibangun oleh Pemerintah pusat melalui
Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang pada tahun 2015
yang dimaksudkan untuk pemenuhankebutuhan air baku masyarakat Desa
Beroangin Kabupaten Jeneponto sebesar 4.956 jiwa dan
pemenuhankebutuhan air irigasi di Beroangin dengan luas areal 115
Ha (BBWS Pompengan Jeneberang, Laporan AkhirPembangunan SID Air
Baku Kab. Jeneponto, 2013). Seiring berjalannya waktu terjadi
perubahan fisikmaupun finansial pada embung dan daerah disekitar
embung. Hal ini akan berdampak pada umur layananEmbung Beroangin
yang di proyeksikan sampai tahun 2024, sehingga perlu adanya
perhatian yang lebihterhadap bangunan tersebut. Hal ini dapat
diwujudkan dengan dilakukannya kegiatan pemeliharaan
embungmengingat terbatasnya sumber daya modal untuk mengganti asset
yang dimaksud. Namun seringkali kegiatanpemeliharaan hanya
dilakukan bila terdapat masalah pada bangunan tersebut saja.
Tidaklah heran bilabangunan yang mulanya indah dan megah, akan
rusak hanya dalam beberapa tahun saja, dan kerugian bagimasyarakat
yang bergantung pada pemanfaatan embung.
Berdasarkan data yang dihimpun CV. Emtiga Konsultan pada tahun
2014 terdapat 12 (dua belas)embung yang dibangun di Kabupaten
Jeneponto melalui Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan
Jeneberangrusak dan tidak beroperasi. Permasalahan yang terjadi
pada umumnya adalah degradasi fungsional, ditandaidengan
berkurangnya kapasitas tampungan air, akibat sedimentasi yang tidak
terkontrol. Pendangkalan sungaidan kolam embung berimbas pada
tumbuhnya tanaman liar yang dapat merusak tubuh embung.
Permasalahanini harus mendapat perhatian serius sebab jika tidak
ditangani lama kelamaan akan menyebabkan kegagalanstruktur embung
sehingga berdampak pada tidak terpenuhinya sistem irigasi yang
optimal dan menurunkannilai efisien dari embung.
Secara alamiah, tidak ada benda yang dibuat oleh manusia yang
tidak bisa rusak, tetapi umurlayanannya dapat diperpanjang dengan
melakukan perbaikan secara berkala yang bisa diterima denganmerujuk
pada standar yang ditentukan oleh organisasi yang melakukan
pemeliharaan. Umur layanan EmbungBeroangin dapat diprediksi dengan
memperhitungkan laju sedimentasi yang terjadi pada Daerah
AliranSungai (DAS) Embung Beroangin. Salah satu metode yang umum
digunakan adalah metode Universal SoilLoss Equation (USLE) yang
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1978. Dalam
penggunaanmetode ini dibutuhkan identifikasi dan pemetaan kondisi
lahan. Pengolahan peta dilakukan untukmenghasilkan informasi
mengenai kondisi lahan pada DAS Embung Beroangin seperti kemiringan
lereng,curah hujan, jenis tanah, dan data penggunaan lahan. Selain
metode USLE, laju sedimentasi dapat dihitungdengan melakukan
pengukuran langsung pada kolam embung. Data dari hasil pengukuran
langsung diolahdengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
menggambarkan penampang kolam embung saat ini.
1 Korespondensi penulis: Hasdaryatmin Djufri, Telp 0811465724,
[email protected]
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 20
Perbandingan volume kolam embung saat ini dan saat setelah
pembangunan digunakan untuk memprediksilaju sedimentasi Embung
Beroangin.
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian terhadap umur
layanan Embung Beroangin diharapkandapat memberikan informasi yang
akurat mengenai laju sedimentasi yang terjadi pada Embung
Beroanginuntuk memprediksi sisa umur layanan Embung Beroangin
sebagai acuan dalam menyusun rekomendasipemeliharaannya.
Kajian tentang analisa umur layanan embung yang berkaitan dengan
pengurangan kapasitas tampungoleh beberapa peneliti, diantaranya
adalah S. Imam Wahyudi (2004), melakukan penelitian
mengenaisedimentasi dan kapasitas operasional Waduk Cacaban di
Kabupaten Tegal dengan membandingkan hasilpengukuran elevasi dasar
waduk menggunakan alat echosounding. Wilhelmus Bunganaen (2013),
melakukanpenelitian mengenai volume sedimentasi yang terjadi pada
Embung Bimoku di Lasiana Kota Kupang padakondisi tataguna lahan
baik dan kondisi tataguna lahan buruk dengan kalah ulang 12 tahun.
Suseno Darsono,dkk. (2016), melakukan penelitian mengenai umur
layanan Waduk Sanggeh di Kabupaten Grobogan,penelitian dilakukan
dengan menganalisa laju erosi dan sedimentasi serta pengukuran
bathimetri.
2. METODE PENELITIANObjek penelitian adalah Embung Beroangin,
terletak di Desa Beroangin, Kecamatan Bangkala Barat,
Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jarak
tempuh mencapai ±80 km dari Kota Makassar.Secara geografis Embung
Beroangin terletak pada koordinat 5o28’41.87”LS dan
119o35’39.26”BT
Untuk memperoleh informasi data yang baik dan benar dengan
asumsi agar tujuan penelitian dapatdicapai, maka pengumpulan data
dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan penelitian,
berupa:a) Data curah hujan bulanan Kabupaten Jeneponto dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Tabel 1.Curah Hujan Kawasan pada Stasiun
Tahun Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm)Jan Peb Mar Apr Mei Juni
Juli Agt Sep Okt Nop Des2010 306 158 74 158 146 108 127 19 140 14
142 1272011 405 452 529 301 119 35 27 - - 163 319 5402012 522 419
822 318 93 32 53 - 5 410 225 5252013 1840 698 353 229 186 340 107 -
- 21 66 6252014 991 443 91 224 81 82 6 - - - 173 4892015 1118 451
196 166 93 40 - - - - 77 7362016 281 330 268 297 91 119 156 9 168
338 352 3132017 810 520 258 139 112 91 91 36 46 74 250 862
b) Peta rupa bumi indonesia (RBI) Lembar Sapaya skala 1:50.000
lembar 2010 – 61 Edisi I tahun 1991c) Peta tata guna lahan/tutupan
lahan Kabupaten Jeneponto skala 1:50.000 diperoleh dari Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Jenepontod) Peta jenis tanah Kabupaten Jeneponto skala 1:50.000
diperoleh dari Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jeneponto
Gambar 1. Peta Pendukung (a. Peta Rupa Bumi; b. Peta Tutupan
Lahan; c. Peta Jenis Tanah)
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 21
e) Data kelerengan diperoleh dari pengolahan data ASTER GDEM
resolusi 30 meter. ASTER DEMdisediakan oleh United State Geological
Survey (USGS) dan diunduh pada
websitehttp://earthexplorer.usgs.gov.
f) Data Berat Jenis Tanah, untuk menampilkan laju sedimentasi
dalam satuan m3/tahun, diperoleh daripengujian sampel tanah/sedimen
yang diambil lokasi penelitian dan uji pada laboratorium
mekanikatanah
g) Data pembangunan Embung Beroangin berupa gambar dan laporan
pembangunan diperoleh BalaiBesar Wilayah Sungai Pompengan.
Gambar 2. Peta Situasi dan Potongan Melintang Kolam Embung
Beroangin (kondisi sebelum operasi)
2) Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung dilokasi
penelitian untuk memperoleh data primerberupa bentuk penampang
kolam Embung Beroangin saat ini.
Dalam penelitian ini, dilakukan dua metode analisis
lajusedimentasi yaitu menghitung sedimen delivery ratio (SDR)
darihasil laju erosi metode USLE dan menghitung laju sedimentasi
darihasil pengukuran langsung dengan membandingkan elevasi
kolamtampungan kondisi awal dan kondisi saat ini
selanjutnyadigunakan sebagai dasar dalam menghitung umur layanan
embung.Jadi pada dasarnya model yang digunakan dalam penelitian
iniadalah model perbandingan (komparisasi) antara hasil
pengukuransecara langsung dengan secara analitis. Erosi dan laju
sedimentasidengan metode USLE dengan persamaan sebagai berikut:
E = R.K.Ls.C.P
Spot = SDR . E
SDR = 0,41 A-0,3
E = Erosi lahan/ jumlah tanah yang hilang rata-rata setiaptahun
(ton/ha/tahun)
Spot = Hasil sedimen yang diperoleh di outlet DAS (ton/thn)SDR =
Sediment Delivery Ratio (SDR)A = luas daerah tangkapan air (ha)
Pendugaan umur layanan embung dihitung berdasarkanhubungan
antara volume sedimen yang mengendap dengan sisavolume dead storage
(volume tampungan mati) embung (Lewis et
al., 2013 dalam Darsono dkk, 2016). Hubungan tersebut
dapatdilihat berdasarkan persamaan di bawah ini:
Sisa umur layanan embung =
Gambar 3. Bagan alir penelitian
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 22
3. HASIL DAN PEMBAHASAN3. 1 Hasil Penelitian
Berdasarkan data-data sekunder dan data primer yang telah
diperoleh, selanjutnya dianalisissehingga diperoleh hasil-hasil
sebagai berikut:
1) Erosivitas Hujan (R); Karena data hujan yang tersedia berupa
data hujan bulanan, maka digunakanpersamaan yang dikemukakan
Lenvain (1989) dalam Lubis (2016:31), dan diperoleh nilai
erosivitas hujansebagai berikut:
Rm = 2,21 Pm1,36Tabel 2. Nilai Erosivitas Hujan DAS Embung
Beroangin
Dari Hasil analisis data, menunjukkan bahwa nilai erosivitas
pada DAS Embung Beroangin 2662.2untuk luas DAS 589,36 ha.
2) Luas DAS (A); Berdasarkan peta rupa bumi, ditentukan lokasi
Embung Beroangin dan selanjutnyadituntakan batas Daerah Aliran
Sungai atau tangkapan embung. Luas tangkapan Embung Beroangin
adalah589,36 Ha
3) Faktor Erodibilitas (K); Berdasarkan peta jenis tanah, lokasi
penelitian atau daerah tangkapan EmbungBeroangin secara keseluruhan
adalah tanah jenis Dystropepts dengan nilai erodibilitas (K) adalah
0,21.
4) Nilai pengaruh tutupan lahan terhadap erosi lahan (CP);
Berdasarkan peta tutupan lahan, lokasi penelitianatau daerah
tangkapan Embung Beroangin terdiri atas hutan 70%, semak 19% dan
tegalan 11% dengannilai CP bervariasi dari 0.01 sampai dengan
0.07.
5) Nilai kelerengan terhadap erosi (LS); Kelas kelerengan pada
DAS Embung Beroangin dibagi dalam 5kelompok dengan nilai LS yang
berbeda, yaitu: datar 4%; landai 16%; agak curam 34%; curam 37%
dansangat curam 8% dengan nilai LS berkisar 0,40 s/d 9,50.
Gambar 4. Peta-peta hasil pengolahan data (Peta DAS; Tutupan
Lahan, Jenis Tanah dan Kelerengan)
Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 132010 231.7 94.3 33.6 94.3 84.7 56.2 70.1
5.3 80.0 3.5 81.6 70.1 905.42011 339.3 393.9 487.9 226.6 64.1 12.1
8.5 - - 98.4 245.2 501.7 2377.72012 479.1 355.3 888.4 244.2 45.9
10.7 21.4 - 0.9 345.0 152.5 482.8 3026.22013 2657.9 711.3 281.4
156.2 117.7 267.4 55.5 - - 6.1 28.8 612.1 4894.42014 1145.7 383.3
44.5 151.6 38.0 38.7 1.1 - - - 106.7 438.4 2347.92015 1349.8 392.7
126.4 100.9 45.9 14.6 - - - - 35.5 764.4 2830.22016 206.4 256.8
193.5 222.5 44.5 64.1 92.7 1.9 102.5 265.3 280.3 239.0 1969.52017
870.8 476.6 183.7 79.2 59.1 44.5 44.5 12.6 17.6 33.6 176.0 947.7
2946.1
Rata-Rata 2662.2
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 23
6) Berat Jenis (Gs); Pengujian berat jenis sedimen dilakukan
terhadap 3 sampel sedimen dari titik yangberbeda di lokasi
tampungan Embung Beroangin, hasil pengujian diperoleh berat jenis
sampel A = 2,509gr/cm3, B = 2.488 gr/cm3; C = 2.398 gr/cm3,
sehingga Berat jenis rata-rata (A,B,C) = 2.465 gr/cm3
7) Tampungan Mati Awal Embung; Tampungan mati awal Embung
Beroangin dihitung berdasarkan gambarpasca konstruksi sebelum
embung beroperasi (as built drawing), total tampungan mati awal
EmbungBeroangin adalah 1.307,49 m3
8) Tampungan mati Embung Beroangin saat ini; Berdasarkan hasil
analisa gambar pengukuran/pemetaankondisi kolam embung saat ini,
diperoleh total sisa tampungan mati Embung Beroangin adalah 1,33
m3
3. 2 Pembahasan1) Laju Erosi dan sedimentasi USLE;
Besarnya nilai laju erosi yang terjadi pada DAS Embung Beroangin
dengan analisa metode USLE dihitungpersegmen/perkelompok
berdasarkan tingkat kemiringan lahannya. Besarnya sedimentasi yang
terjadi padaDAS Embung Beroangin yang akan terangkut kedalam kolam
tampungan embung merupakan hasil kalidari besarnya erosi yang
terjadi pada DAS dengan rasio pengangkutan sedimen (SDR), dimana
nilai SDRDAS Embung Beroangin adalah:
SDR = 0,41 A-0,3= 0,41 (589,36)-0,3= 0,06
Dengan berat jenis sedimen adalah 2.465 gr/cm3, maka potensial
sedimen yang terjadi pada EmbungBeroangin sebesar 492,34 m3/thn,
sebagaimana diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Potensi Sedimen Embung Beroangin
TopografiKelas
Lereng(%)
Luas (ha)Persegmen
ErosiTotal
ton/thnSDR SedimenPotensial
2 3 4 5 6 7Datar 0-8 25.51 163.58 0.06 9.86
Landai 8-15 93.36 1901.79 0.06 116.21Agak curam 15-25 200.81
6377.92 0.06 385.07
Curam 25-40 220.74 9049.38 0.06 548.81Sangatcuram > 40 48.94
2616.62 0.06 157.91
Total sedimen potensial ton/thn 1213.55Total sedimen potensial
m3/thn 492.34
2) Laju Sedimentasi Metode Pengukuran Langsung
Perkiraan laju sedimentasi dengan pengukuran langsung dilakukan
dengan membandingkan volumetampungan mati Embung Beroangin sebelum
beroperasi dan setelah beroperasi selama periode waktuselang
pengukuran yang dilakukan. Embung Beroangin mulai dioperasikan pada
tahun 2015 dalam hal iniEmbung Beroangin telah beroperasi sekitar 3
tahun. Dengan demikian laju sedimentasi dapat dihitungsebagai
berikut:
Laju Sedimentasi
Tamp. Mati Awal – Tamp. Mati AkhirLama Operasi Embung
= 1307.49 m3 - 1,33 m33 Tahun
= 435,39 m3/thn
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.19-24)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 24
3) Umur Layanan Embung
Sisa umur layanan Embung Beroangin dihitung berdasarkan volume
tampungan mati saat ini dengan lajusedimentasi yang masuk ke kolam
embung setiap tahun. Dari hasil perhitungan laju sedimentasi
denganmetode Universal Soil Loss Equation (USLE) diketahui laju
sedimentasi sebesar 492.34 m3/tahun.Berdasarkan metode USLE, jika
Embung Beroangin telah beroperasi selama tiga tahun dengan
volumetampungan mati awal sebesar 1307.49 m3 maka sedimentasi pada
kolam embung telah menutupi intakeatau diprediksi usia gunanya
hanya sekitar 2.65 tahun.
Hasil pengukuran langsung didapatkan laju sedimentasi sebesar
435.38 m3/tahun dengan sisa volumetampungan mati saat ini sebesar
1.33 m3. Sisa umur layanan Embung Beroangin dihitung
denganpersamaan:
Sisa umur embung =
1.33 m3= 435.38 m3/tahun
= 0.0031 tahun
Dari kedua metode yang digunakan yaitu pengukuran berdasarkan
erosi yang terjadi dan berdasarkan datapengukuran langsung tidak
terjadi perbedaan laju sedimentasi yang terlalu besar. Sisa umur
layananEmbung Beroangin digunakan data hasil pengukuran langsung
sebesar 0.0031 tahun karena dianggapmendekati kondisi sebenarnya
Embung Beroangin.
4. KESIMPULAN1) Laju sedimentasi Embung Beroangin dengan
analisis metode USLE sebesar = 492.34 m3/tahun dan Laju
sedimentasi dengan pengukuran langsung sebesar = 435.38
m3/tahun
2) Berdasarkan metode USLE, jika Embung Beroangin telah
beroperasi selama tiga tahun dengan volumetampungan mati awal
sebesar 1307.49 m3 maka sedimentasi pada kolam Embung telah
menutupi intakeatau diprediksi usia gunanya hanya sekitar 2.65
tahun. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran langsungsisa volume
tampungan mati saat ini sebesar 1.33 m3 sehingga sisa umur layanan
Embung Beroanginsekitar 0.0031 tahun.
5. DAFTAR PUSTAKAAsmoro A. T., 2015, Analisis Volume Sedimen
Waduk Wonogiri di Muara Sungai Keduang, Naskah Publikasi
Program
Studi Megister Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Surakarta.Bunganaen, W., 2013, Perubahan Kondisi Tataguna Lahan
Terhadap Volume Sedimentasi Pada Embung Bimoku di
Lasiana Kota Kupang, Jurnal Teknik Sipil Univ. Petra, Vol 1, No
2 (2011),43-56Darsono S., Afifah R. C., Pujiastuti R., 2016,
Evaluasi Umur Layanan Waduk Sanggeh, Institutional Repository
(UNDIP-IR), Universitas Diponegoro.Sasongko D., Linsley K.L,
Franzini J.B, 1985. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga:
JakartaSosrodarsono S., Takeda K., 1989, Bendungan Type Urugan, PT.
Pradya Paramita, JakartaUlfa A., 2016, Perhitungan Kinerja Waduk
Dan Evaluasi Kapasitas Waduk Ngancar, Batuwarno, Wonogiri, Jawa
Tengah,
Skripsi Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas
Geografi Universitas Gajah Mada.Wahyudi, S. I., 2004, Pengaruh
Sedimentasi Terhadap Kapasitas dan Operasional Waduk: Studi Kasus
Waduk Cacaban,
Proseding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2004,
Universitas Muhammadiyah Semarang, ISBN979.704.250-2
6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kami ucapakan kepada
KEMENRISTEKDIKTI atas pendanaan penelitian yang
diberikan, serta kepada Unit Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (UPPM) Politeknik Negeri UjungPandang atas dukungan
pelaksanaan penelitian ini.
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 25
ANALISA KEBISINGAN DAN VOLUME LALULINTAS JALAN DENGAN
PERKERASANKAKU DI KOTA MAKASSAR
Aisyah Zakaria1), Syahlendra Syahrul1)1) Dosen Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar
ABSTRACT
Increasing the growth of motorized vehicles on the road makes
the composition of traffic flow change. AbdullahDg. Sirua, Batua
Raya and Adyaksa are longitudinal and continuous road connections
so that the traffic volume is highalong with the speed of vehicles
passing through solid. The high traffic volume on the road is also
influenced by severalcenters such as education, offices. which can
cause noise. The tool used to measure traffic noise is SLM. The
data takenis data on traffic volume, traffic noise level data. Data
processing is done by analyzing the relationship between
trafficvolume and the level of noise that occurs on the road with
rigid pavement. The results of the analysis get the
modelrelationship of vehicle volume with traffic noise
Jl.Abd.Dg.Sirua Y = -0,001x + 73,97, Jl. Batua Raya Y = 0,0015x
+74,363 and Jl. Adyaksa Y = 0,000005x + 76,578.
Keywords: Noising, Trafic Volume, Rigid Pavement
1. PENDAHULUANPertumbuhan suatu negara akan berbanding lurus
dengan pertumbuhan di bidang transportasi, dimana
transportasi mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu
sebagai fasilitas penunjang dan pendorongpembangunan.Pertumbuhan
suatu negara akan berbanding lurus dengan pertumbuhan di bidang
transportasi,dimana transportasi mempunyai fungsi yang sangat
strategis yaitu sebagai fasilitas penunjang dan
pendorongpembangunan.
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat di kota Makassar akan
moda transportasi, pertumbuhanjumlah kendaraan bermotor yang
beroprasi di jalan menjadi lebih besar dibanding pertumbuhan jumlah
jalanyang dibangun. Hal tersebut menimbulkan permasahan pada sektor
transportasi. Selain masalah kemacetan,masalah juga timbul dari
kerusakan permukaan jalan akibat semakin bertambahnya beban
laluintas yang harusdipikul oleh permukaan jalan. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, beberapa ruas jalan strategis di
kotamakassar kemudian dirancang dengan menggunakan perkerasan kaku
yang memiliki kekuatan lebih besardalam memikul beban. Masalah lain
yang muncul akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor
yangberoprasi di jalan lebih besar dibanding pertumbuhan jumlah
jalan yang dibangun adalah semakin tingginyatingkat polusi suara
atau kebisingan lalulintas. Ruas jalan Abdullah Dg. Sirua, Batua
Raya dan Adyaksamerupakan ruas jalan memanjang dan berkesinambungan
serta merupakan salah satu alternatif menuju jalanA.P. Pettarani,
sehingga volume lalu lintas yang tergolong tinggi disertai
kecepatan kendaraan yang melintaspadat. Tingginya volume lalu
lintas pada ruas jalan tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa
pusat kegiatanseperti pendidikan, perkantoran, perdagangan serta
kegiatan masyarakat lainnya. Besar volume lalu lintas dankecepatan
kendaraan yang melintas pada ruas jalan tersebut yang mengakibatkan
kemunculan beberapakemacetan yang berimplikasi pada kebisingan.
Kebisingan bersumber dari bunyi mesin kendaraan dan gesekan
antara ban kendaraan denganpermukaan jalan. Sehingga jalan dengan
lapis permukaan perkerasan kaku yang memiliki tekstur
permukaanlebih kasar, berpotensi menimbulkan tingkat kebisingan
yang lebih tinggi.Dari setiap kendaraan bermotormenghasilkan suara
bising yang bervariasi . Kebisingan ini memiliki dampak yang besar
terhadap ketenangandi wilayah yang berhadapan dengan jalan
raya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya kebisinganyang ditimbulkan pada ruas jalan
yang menggunakan perkerasan kaku di Kota Makassar, dalam hal
inikondisi volume lalulintas, kemudian untuk mengetahui seberapa
besar tingkat kebisingan yang terjadi di ruasjalan yang menggunakan
perkerasan kaku di kota makassar.
Ruas jalan yang ditinjau antara lain Jl. Abd. Dg. Sirua, Jl.
Batua Raya dan Jl. Adhyaksa. Alat yangdigunakan untuk mengukur
kebisingan lalulintas adalah Sound Level Meter (SLM). Survey
dilakukan selama1 hari untuk masing-masing ruas jalan yang
ditinjau. Data yang diambil adalah data volume lalulintas, data
1 Korespondensi penulis: Aisyah Zakaria, Telp 085242821065,
[email protected]
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 26
tingkat kebisingan lalulintas. Pengolahan data dilakukan dengan
menganalisa hubungan antara volume lalulintas dengan tingkat
kebisingan yang terjadi pada ruas jalan dengan perkerasan
kaku.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi besarnyakebisingan serta memberikan
informasi tentang seberapa besar kebisingan yang timbul di ruas
jalan yangmenggunakan perkerasan kaku pada ruas jalan yang ditinjau
di kota makassar.
2. METODE PENELITIANLokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan yang menggunakan
perkerasan kaku di kota makassar. Ruasjalan yang ditinjau adalah
Jl. Abd. Dg. Sirua, Jl. Batua Raya dan Jl. Adhyaksa.
Populasi dan SampelSurvey dilakukan selama3 hari dari jam
06.00-18.00, survey ini meliputi survey volume yang diagi
dengan klasifikasi kendaraan yakni MC,LV dan HV ; tingkat
kebisingan dengan menggunakan SLM, surveydengan alat roughmeter
untuk mengetahui ketidakrataan ruas jalan serta survey geometrik
jalan yaknipengukuran jalan dan pengamatan terhadap kondisi titik
pengamatan.
Metode Pengambilan DataDalam penelitian ini, alat yang digunakan
antara lain handy camera , alat penghitung , SLM,
Stopwatch. Metode yang digunakan terbagi dalam dua tahap, tahap
yang pertama adalah tahap pengukuranvolume lalulintas. Pengukuran
volume lalulintas kendaraan dilakukan berdasarkan pada MKJI 1997
dandilakukan pada tiap ruas jalan yang ditinjau. Metode yang
digunakan dalam pengukuran volume lalulintasadalah metode
pengukuran langsung dengan menggunakan counter yang dikontrol
dengan metode perekamandengan menggunakan kamera.
Tahap yang kedua adalah tahap pengukuran kebisingan, pengukuran
kebisingan lalulintas dilakukandengan menggunakan alat sound level
meter (SLM). Pengukuran dilakukan pada tiap ruas jalan yang
ditinjau,pada titik ruas yang sudah ditentukan sebelumnya pada
survey pendahuluan. Pengukuran dilakukan mulaipukul 07.00 - 18.00.
Data kebisingan yang diambil adalah selama 10 menit untuk setiap
jamnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASANPengukuran Tingkat Kebisingan1) Tingkat
Kebisingan Jalan Abdullah Dg. Sirua
Kondisi pengukuran kebisingan pada titik 1 selama penelitian
berlangsung berjalan normal, berartitidak adanya gangguan yang
dapat menambah nilai tingkat kebisingan yang ditangkap oleh Sound
LevelMeter (SLM). Cuaca pada saat pengukuran dalam keadaan cerah.
Ruas jalan merupakan kawasanperdagangan dan jasa. Grafik tingkat
kebisingan untuk titik 1 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perhitungan Tingkat Kebisingan Titik 1
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa Leq yang didapatkan
untuk setiap jamnya selama 12 jamdiatas 70 dB, dimana pada pukul
07.00-08.00, memiliki tingkat kebisingan yang paling tinggi dari
jam-jamyang lain yaitu 73,73 dB dan pada pukul 09.00-10.00 memiliki
tingkat kebisingan yang paling rendah yaitu71.95 dB. Hal ini
terjadi dikarenakan aktifitas disekitar ruas jalan Abdullah Dg.
Sirua yang padat. Aktifitas iniberupa bengkel, pertokoan dan
restauran yang hampir dapat ditemukan disepanjang jalan. Selain itu
akseskendaraan dari jalan AP. Pettrani juga menjadi penyebab
padatnya lalu lintas.
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.25-30)
978-602-60766-4-9
Bidang Ilmu Teknik Sipil & Keairan, Transportasi, Dan
Mitigasi Bencana 27
Setelah didistribusikan dan didapatkan nilai L90, L50, L10, L1
dan Leq, maka akan didapatkan nilaiLeqday dengan tingkat kebisingan
yang diperoleh untuk lokasi penelitian Jalan Abdullah Dg. Sirua
adalah73.19 dBA yang berarti sudah melebihi sedikit dari Standar
Baku Mutu Tingkat Kebisingan berdasarkanKepMenLH nomor 48 Tahun
1996 untuk kawasan perdagangan dan jasa yang hanya 70 dB.
2) Tingkat Kebisingan Jalan Batua RayaKondisi pengukuran
kebisingan pada titik 2 selama penelitian berlangsung berjalan
normal, berarti
tidak adanya gangguan yang dapat menambah nilai tingkat
kebisingan yang ditangkap oleh Sound LevelMeter (SLM). Cuaca pada
saat pengukuran dalam keadaan cerah. Ruas jalan merupakan
kawasanperdagangan dan jasa. Grafik tingkat kebisingan untuk titik
2 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Tingkat Kebisingan Titik 2
Berdasarkan Gambar 2. dapat dilihat bahwa Leq yang didapatkan
untuk setiap jamnya selama 12 jamdiatas 75 dB, dimana pada pukul
15.00 – 16.00, memiliki tingkat kebis