J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017 272 J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017 APLIKASI MEMBRAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN SARI BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis) (Application of Membrane Chitosan from Windu Shrimp Shell (penaeus monodon) to Extend The shelf Life of Sweet Orange Juice) Sri Wahyuni 1* , Andi Khaeruni. R 2 , Hamidah 3 1 Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FakultasTeknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo 2 Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo 3 Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo, *Email: [email protected](Telp: +6281341656438) ABSTRACT Chitosan can be used in food preservation to extend the shelf life of orange juice instead of chemical preservatives. The purpose of this research were to know the quality of chitosan used as membrane that serves as an anti-microbial in order to extend the shelf life of sweet orange juice. Determination of molecular weight of chitosan using viscosity method. Determining of the degree of deacetylation of the chitosan using infrared spectroscopy method. This study uses two treatments, the concentration of chitosan membrane (1%, 1.5%, 2%) and storage time (7 days, 14 days, 21 days, 28 days). The results showed that the water and ash content of chitosan from Windu shrimp (Penaeus monodon) are 3.347% and 0.167 %, respectively. Chitosan is insoluble in water, ethanol, and n-hexane, slightly soluble in HCl 5 N and dissolved in 1M acetic acid with a molecular weight of 2.3 x 10 5 Da and degree of deacetylation of chitosan approximately 68.59%. The results showed that, orange juice after addition of chitosan membrane has shelf life up to 14 days with optimal concentrations of chitosan membrane to inhibit microbial growth at 1.5%. Keywords: Chitin, chitosan, membrane, sweet orange juice. ABSTRAK Kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan untuk memperpanjang masa simpan sari buah jeruk sebagai pengganti pengawet kimia. Tujuan Penelitian untuk mengetahui kualitas kitosan yang digunakan sebagai membran yang berfungsi sebagai anti mikroba guna memperpanjang umur simpan sari jeruk manis. Penentuan berat molekul kitosan menggunakan metode viskositas. Penentuan derajat deasetilasi kitosan menggunakan metode spektroskopi inframerah. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yaitu konsentrasi membran kitosan (1%, 1,5%, 2%) dan lama penyimpanan (7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari). Hasil penelitian menunjukkan kadar air dan kadar abu kitosan dari udang windu (Penaeus monodon) berturut-turut adalah 3,347% dan 0,167%. Kitosan tidak larut dalam air, etanol, dan n-heksan, sedikit larut dalam HCl 5 N dan larut dalam asam asetat 1M dengan berat molekul 2,3 x 10 5 Da dan derajat deasetilasi kitosan sebesar 68,59%. Hasil penelitian menunjukkan, sari buah jeruk setelah ditambahkan membran kitosan memiliki umur simpan sampai hari ke-14 dengan konsentrasi membran kitosan yang optimal untuk menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 1,5%. Kata Kunci : Kitin, kitosan, membran, sari buah jeruk manis Kata kunci: Kitin, kitosan, membran, sari buah jeruk.
13
Embed
APLIKASI MEMBRAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG WINDU ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
272
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
APLIKASI MEMBRAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG WINDU (Penaeus monodon) UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN SARI BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis)
(Application of Membrane Chitosan from Windu Shrimp Shell (penaeus monodon) to Extend The shelf Life of
Sweet Orange Juice)
Sri Wahyuni1*, Andi Khaeruni. R2, Hamidah3
1Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FakultasTeknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo 2Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo
3Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo, *Email: [email protected] (Telp: +6281341656438)
ABSTRACT
Chitosan can be used in food preservation to extend the shelf life of orange juice instead of chemical preservatives. The
purpose of this research were to know the quality of chitosan used as membrane that serves as an anti-microbial in order to
extend the shelf life of sweet orange juice. Determination of molecular weight of chitosan using viscosity method.
Determining of the degree of deacetylation of the chitosan using infrared spectroscopy method. This study uses two
treatments, the concentration of chitosan membrane (1%, 1.5%, 2%) and storage time (7 days, 14 days, 21 days, 28 days).
The results showed that the water and ash content of chitosan from Windu shrimp (Penaeus monodon) are 3.347% and
0.167 %, respectively. Chitosan is insoluble in water, ethanol, and n-hexane, slightly soluble in HCl 5 N and dissolved in 1M
acetic acid with a molecular weight of 2.3 x 105 Da and degree of deacetylation of chitosan approximately 68.59%. The
results showed that, orange juice after addition of chitosan membrane has shelf life up to 14 days with optimal
concentrations of chitosan membrane to inhibit microbial growth at 1.5%.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang menggunakan
2 parameter yaitu konsentrasi membran kitosan (1%, 1,5% dan 2%) dan lama penyimpanan (7 hari, 14 hari, 21
hari, dan 28 hari)
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
275
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Prosedur Analisis
1. Isolasi kitosan dari cangkang udang windu
a. Demineralisasi
Sebanyak 120 gram sampel cangkang udang yang telah dihaluskan ditambahkan 1200 mL HCl 1,5 M
(perbandingan 1:10 b/v, berat sampel : HCl 1,5 M) dan diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu kamar selama
24 jam. Kemudian disaring dan residunya dicuci dengan menggunakan air hingga mencapai pH netral kemudian
dikeringkan pada suhu 60°C selama 4 jam dalam oven atau sampai kering.
b. Deproteinasi
Sampel hasil demineralisasi kemudian ditambahkan larutan NaOH 3,5% (1:10 b/v, berat sampel : NaOH
3,5% ), diaduk dengan magnet stirrer selama 30 menit pada suhu 60oC. kemudian disaring dan dicuci dengan
menggunakan air hingga pH netral.
c. Dekolorisasi Proses penghilangan warna dilakukan dengan cara ekstraksi soklet menggunakan pelarut aseton (1:10
b/v). Setelah itu disaring dan dicuci dengan air hingga pH netral. Residunya dikeringkan dalam oven pada suhu
60°C selama 4 jam.
d. Deasetilasi Proses deasetilasi dilakukan dengan merebus kitin sebanyak 50 gram dalam 500 mL larutan NaOH 50%
(1:10 b/v, berat sampel : NaOH 50%) diaduk dengan pengaduk magnet berdasarkan waktu dan suhu yang
divariasikan, yakni pada suhu 80-100ºC salama ±6 jam. Residunya dicuci dengan air hingga mencapai pH netral,
kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60ºC selama 4 jam.
2. Karakterisasi Kitosan a. Kadar Air (AOAC, 1999)
Analisis kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri yaitu menimbang cawan kosong. Kemudian
dimasukkan cuplikan kitosan 0,5 gram, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam atau sampai
beratnya tetap. Kadar air ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
Kadar air (%)= x 100%
Keterangan : W1 = Bobot cawan kosong W2 = Bobot cawan + sampel W3 = Bobot cawan + sampel setelah di oven
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
276
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
b. Kadar Abu (AOAC, 1999)
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang cawan kosong. Kemudian dimasukkan 0,5
gram sampel kitosan k edalam cawan tersebut, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 700oC sampai diperoleh
abu warna putih atau sampai beratnya tetap. Selanjutnya didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Kadar
abu ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
%100(g) SampelBerat
(g)Abu Berat AbuKadar x
c. Kelarutan ( Agusnar, 2007)
Uji kelarutan kitosan dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut, yaitu: air, etanol, n-heksan, HCl
10 N, dan CH3COOH 1M masing-masing dengan volume 5 mL dan kitosan masing-masing sebanyak 0,1 gram
dilarutkan dalam larutan tersebut. Setelah dilarutkan diamati kelarutan kitosan dalam masing-masing pelarut
tersebut.
d. Penentuan Berat Molekul (Cervera et al., 2004)
Penentuan berat molekul (Mv) dapat dilakukan dengan menggunakan metode viskoskopik. Larutan
kitosan dibuat dengan cara menimbang kitosan sebanyak 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, dan 0,4 g. Kitosan tersebut
dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat 1 M. Sebanyak 10 mL asam asetat dimasukkan ke dalam
viskometer. Waktu alir diukur 3 kali sampai diperoleh nilai konstan.
Nilai Mv ditentukan dengan persamaan Mark-Houwink-Sakurada: [ή] = Km x Mva
Dimana nilai Km = 1, 81 x 10-3 dan a= 0,93 [ή] = viskositas intrinsik (mL/g)
Mv = Berat Molekul Polimer (molecular weight).
e. Analisis FTIR dan Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan (Khan et al., 2002)
Penentuan derajat deasetilasi kitosan dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi inframerah.
Sampel dibuat pellet dengan 1% KBr kemudian dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1
sampai dengan 400 cm-1. Derajat deasetilasi dilakukan dengan metode “base line” Nilai absorbans dihitung dengan menggunakan persamaan :
A = p
plog o
(A = absorbans; Po = % transmitans pada garis dasar; P = % transmitans pada puncak minimum)
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
277
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Perbandingan antara absorbans pada = 1650-1700 cm-1 dengan absorbans pada = 3200-3500 cm-1
dihitung. Untuk N-deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh nilai A1655 = 1,33. Pengukuran derajat
deasetilasi dihitung dengan cara :
% N deasetilasi = x100%1,33
1x
A
A1
3540
1655
3. Pembuatan Membran kitosan
Membran kitosan dibuat dengan cara melarutkan 1 gram kirosan dalam 100 ml larutan asam asetat 1 M,
larutan tersebut kemudian disebar di atas kaca objektif dan dibiarkan hingga kering melalui proses penguapan
pada suhu kamar. Membran yang terbentuk kemudian direndam dalam larutan NaOH 0,1 M selama 5 menit..
selanjutnya dicuci dengan aquades lalu dikeringkan pada suhu kamar. Membran kitosan yang diperoleh memiliki
ketebalan 0,02 mm untuk membran kitosan 1% dan 0,04 mm untuk membran kitosan 1,5% dan 0,06 mm untuk
membran kitosan 2%, dengan panjang 6 cm dan lebar 1,8 cm serta berwarna agak kuning.
4. Pembuatan Sari Buah Jeruk dan Aplikasi Membran Kitosan
Pembuatan sari buah jeruk manis dengan cara 1 Kg buah jeruk yang telah masak dicuci bersih,
kemudian diperas airnya dan disaring. Setelah itu ditambahkan air sebanyak 250 ml dan ditambahkan gula pasir
sebanyak 45,8 gram. Sari buah kemudian dipanaskan selama 20 menit. Sari buah ini kemudian ditambahkan
membran kitosan dengan konsentrasi 1,0, 1, 5, dan 2,0 % per 100 ml larutan sari buah jeruk dan disimpan dalam
botol yang sudah dipasteurisasi. Sebagai kontrol 100 ml sari buah jeruk tanpa membran kitosan dimasukkan ke
dalam botol. Semua perlakukan kemudian disimpan dengan lama penyimpanan 7, 14, 21, dan 28 hari.
5. Analisis Kadar Vitamin C Sampel Sari Buah Jeruk (Siregar, 2009)
Dipipet 10 mL sari buah jeruk dengan dan tanpa membran kitosan, kemudian sampel sari buah
dimasukan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 1 ml indikator amilum 1% lalu dititrasi dengan larutan
iod 0,01 N sehingga berubah dari tidak berwarna menjadi warna biru. Kadar Vitamin C dapat diukur dengan
menggunakan rumus :
Kadar Vitamin C = volume Iodin x N Iodin x BE vitamin Dimana N = Normalitas larutan Iodin BE = berat ekivalen larutan Iodin
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
278
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
6. Analisis Jumlah Mikroba Sebanyak 100 µL sampel sari buah Jeruk dari setiap perlakuan diencerkan ke dalam 100 mL aquades
steril, lalu dilanjutkan dengan pengenceran berseri hingga 1:1.000.000 (10-6). Sebanyak 1 mL dari pengenceran
10-4, 10-5, dan 10-6 dari setiap perlakuan disebar dicawan petri yang berisi medium Nutrien Agar (NA), dan
selanjutnya diinkubasi selama 3 hari pada suhu 31oC. Setelah akhir masa inkubasi, jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada permukaan medium NA dihitung dengan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC)
Fardiaz (1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Isolasi Kitin dan Transformasi Menjadi Kitosan
Pada penelitian ini dilakukan proses isolasi kitin dari udang windu (Penaeus monodon) dengan
menggunakan metode No dan Meyer (2007) yaitu demineralisasi, deproteinasi, dekolorisasi dan deasetilasi. Data
hasil rendemen selama proses isolasi kitosan pada setiap tahapan disajikan pada Tabel 1 yang memperlihatkan
bahwa dalam dari 75 gram limbah udang terkandung 18,65 % kitosan.
Tabel 1. Data rendemen isolasi kitin menjadi kitosan
Tahapan Berat Awal (g) Berat Akhir (g) % Rendemen
Demineralisasi 75 21,71 28,95
Deprotenasi 21,71 16,73 77,06
Dekolorisasi 16,73 16,66 99,58
Deasetilasi 16,66 13,99 83,97
b. Analisis Kadar Air, Kadar Abu dan Kelarutan Kitosan
Analisis kadar air dan kadar abu merupakan salah satu parameter standar untuk kualitas kitosan. Kadar
air sangat mempengaruhi daya simpan. Sedangkan kadar abu erat kaitannya dengan kadar mineral yang
terkandung dalam kitosan (Tabel 2).
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
279
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Tabel 2 . Data Kelarutan Kitosan
Berdasarkan Tabel 2, kelarutan kitosan dalam larutan asam asetat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya
perendaman dalam larutan NaOH. Asam asetat tergolong asam lemah golongan asam karboksilat yang
mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus
hidroksil yang akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadinya interaksi hidrogen antara gugus karboksil
dengan gugus amina dari kitosan (Dunn et al., 1997).
c. Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam suatu
senyawa. Analisis FTIR pada kitin bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam kitin yang
nantinya akan dijadikan sebagai pembanding untuk mengetahui apakah proses deasetilasi kitin telah berhasil
dilakukan. Hasil analisis kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Berdasarkan spektrum kitin dan kitosan
pada Gambar 3 dan 4, persentase derajat deasetilasi yang diperoleh dari sampel kitin yakni 45,45%. Deasetilasi
terhadap kitin yang dilakukan selanjutnya ternyata menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 68,59%. Hasil
ini menunjukkan proses deasetilasi kitosan yang dihasilkan cukup rendah jika dibandingkan dengan derajat
deasetilasi kitosan dari Protan Laboratories Inc (Nurhayati dan Agusman, 2011 ) yang berkisar 70% lebih, tapi
derajat desetilasi ini telah sesuai dengan penelitian Knorr (1984) yang melaporkan derajat deasetilasi kitosan
yang baik berkisar 50% lebih.
Jenis Pelarut Kelarutan Kitosan
Air Tidak larut
Etanol Tidak larut
n-heksana Tidak larut
HCl 5 N Sedikit larut
Asam asetat 1 M Larut
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
280
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Gambar 1. Spektrum kitin
Gambar 2. Spektrum Kitosan
d. Analisis Kadar Vitamin C Sari Buah Jeruk dengan Penambahan Membran Kitosan
Pengukuran kadar vitamin C dilakukan untuk mengetahui kandungan vitamin C dalam suatu bahan
pangan. Vitamin C merupakan suplemen yang sangat penting bagi tubuh manusia dimana dianjurkan sebesar 30-
60 mg per hari. Kegunaan dari vitamin C yaitu sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai
proses penting mulai dari pembuatan kolagen, pengangkut lemak, sampai dengan pengatuanr tingkat kolesterol.
Kadar vitamin C dalam bahan pada umumnya sangat menentukan mutu bahan tersebut.
Gambar 3 menunjukkan lama penyimpanan dapat menurunkan kadar vitamin C sari buah jeruk manis.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Andarwulan (1992) bahwa semakin lama penyimpanan suatu bahan pangan
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
281
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
maka kadar vitamin C akan semakin rendah. Rendahnya kadar vitamin C ini di sebabkan oleh sifat vitamin C
yang mudah rusak oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, dan katalis baik tembaga ataupun besi.
Gambar 3. Grafik kadar vitamin C sari buah jeruk selama penyimpanan
Pemberian membran kitosan dapat menekan penurunan kadar vitamin C dalam sari buah jeruk akibat
aktivitas kitosan dalam menghambat aktivitas mikroba pengurai atau pembusuk dalam sari buah jeruk. Hasil
perlakuan ini memperlihatkan penggunaan membran kitosan konsentrasi 2% memberi hasil yang lebih baik dalam
mempertahankan kadar vitamin C dibandingkan dengan konsentrasi 1% dan 1,5%. Hasil ini didukung oleh hasil
penelitian Husniati dan Oktarina (2012) bahwa pemberian kitosan pada jus nenas dapat mempertahankan kadar
asam askorbat yang lebih tinggi dari pada jus nenas dengan natrium benzoat.
e. Analisis Jumlah Koloni Bakteri pada Sari Buah Jeruk dengan Penambahan Membran Kitosan
Fungsi bahan pengawet adalah untuk menghentikan atau menurunkan kecepatan berkembangnya
mikroba pembusuk. Senyawa antimikroba sebagai pengawet dapat bersifat bakterisidal yaitu dapat membunuh
bakteri, dan bakteristatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri, dapat berfungsi sebagai fungisidal, fungistatik,
serta menghambat germinasi sporabakteri atau germisidal (Puspitasari et al., 1997).
Analisis jumlah koloni bakteri diperlukan untuk mengetahui keawetan suatu produk pangan, karena
semakin minim jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam bahan pangan, semakin awet pula bahan pangan
tersebut. Gambar 6 memperlihatkan bahwa pada penyimpanan hari ke-7 sampai hari ke-28, terjadi peningkatan
koloni bakteri. Berdasarkan nilai tersebut terlihat bahwa jumlah koloni bakteri sari buah jeruk yang diawetkan
dengan dan tanpa membran kitosan mengalami peningkatan seiring dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal
ini disebabkan karena adanya penambahan gula pada proses pembuatan sari buah yang merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri.
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
282
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Gambar 4. Grafik pertumbuhan bakteri dalam sari buah jeruk selama penyimpanan
Berdasarkan Gambar 4 nampak pemberian membran kitosan, ternyata dapat menurunkan laju
peningkatan jumlah koloni bakteri sari buah jeruk, namun dengan kadar konsentrasi membran kitosan yang
berbeda juga mempengaruhi pembiakan bakteri pada sari buah jeruk. Penambahan membran kitosan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, dalam hal ini sebagai anti bakteri, sedangkan sari buah tanpa pemberian
membran kitosan mengalami pertumbuhan bakteri yang pesat karena tidak adanya senyawa antimikroba yang
menekan jumlah mikroba. Menurut Helander et al. (2001) mekanisme aktivitas antibakteri kitosan bisa dijelaskan
sebagai berikut; muatan positif (NH3+ glukosamin) kitosan berinteraksi dengan muatan negatif (lipoppolisakarida,
protein) membran sel mikroba sehingga menyebabkan kerusakan membran luar sel dan keluarnya konstituen
intraselullar bakteri. Membran kitosan dengan konsentrasi 1%, 1,5%, dan 2% memiliki kemampuan sendiri dalam
menekan pertumbuhan bakteri. Gambar 6 menunjukkan membran kitosan 1,5% optimum menekan jumlah bakteri
hingga penyimpanan hari ke-28, dibandingkan dengan membran kitosan 1% dan 2%. Hasil penelitian ini didukung
oleh hasil penelitian Nuraini et al.(2008) yang menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri larutan kitosan 0,2% lebih
baik dibandingkan larutan kitosan 0,8%. Aktivitas anti bakteri nampak semakin menurun seiring dengan
peningkatan konsentrasi kitosan, hal ini diduga disebabkan karena larutan kitosan 0,8% sudah terlalu kental
sehingga tidak dapat berdifusi secara baik terhadap sel mikroba.
.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan membran kitosan yang dibuat dari kulit udang
windu (Penaeus monodon) yakni pada konsentrasi 1,5% dapat digunakan sebagai antimikroba terhadap sari
buah jeruk dengan rata-rata daya awet sari buah jeruk sampai pada penyimpanan hari ke 14.
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
283
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analyitical Chemists, 14th Edition, The Asociation of Official Analytical Chemists, Arlington. Virginia.
Agusnar H. 2007. Penggunaan kitosan dari tulang rawan cumi-cumi (Lologo Pealli) untuk menurunkan kadar ion logam Cd dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.. Jurnal Sains Kimia 1 (11).: 15-20
Andarwulan N, dan Koswara S. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Cervera M F J, Heinamaki M, Rasenan S, Maunu M dan Karjalainen. 2004. Solid state characterization of
chitosans derrived from lobster chitin. J.Carbohydrates Polymers. 58: 401-408. Dunn ET, Grandmaison EW, Goosen MFA. 1997. Applications and Properties of chitosan. Di dalam MFA. Goosen
(ed). Applications of Chitin and Chitosan. Technomic Pub, Basel, p 3-30. Fardiaz S, 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta Helander IM, Numiaho EL, Ahvenainen R., Rohoades J and Roller S, 2001. Chitosan disrupts the barrier
properties of the outer membrane of Gram negative bacteria. International J. of Food Microbiol. 71: 235-244.
Husniati dan Oktarina E, 2012 Pengaruh penambahan kitosan pada jus Nenas terhadap shelf life, Hasil Penelitian Industri, 1(25) : 11-17
Khan TA Kok K dan Hung D. 2002. Reporting degree of deacetylation valued of chitosan: the influence of analytical methods. J. Pharm. Pharmaceut. Sci. 5: 205-212.
Knorr. 1984. Use chitinous in food. Food Tech. 38(1):85. Meriatna. 2008. Penggunaan Membran Kitosan Untuk menurunkan Kadar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam
Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis. USU. Medan. Nuraini S., Rizal S., Yudiantoro, 2008. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas antibakteri dengan
metode difusi agar sumur. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 2(13) : 117-125, , Nurhayati dan Agusman, 2011. Edible film kitosan dari limbah udang sebagai pengemas ramah lingkungan.,
Squalen 1(6) : 38-44 No HK, Meyer SP, Lee KS. 1997. Isolation and characterization of chitin from crawfish shell waste, J. Agricultural
and Food Chemistry, 37 : 493-575.
No HK, Meyers SP, Prinyawiwatkul W, and Xu Z.. 2007. Applications of Chitosan for Improvement of Quality and shelf Life of Foods: A Review. J. Food Science 5(72.) : 87-98.
Puspitasari N, Rahayu WP, dan Arwijlan. 1997. Sifat Antioksidan dan Antimikroba Rempah-rempah dan Bumbu Tradisional . Seminar sehari khasiat dan keamanan rempah, bumbu dan jamu tradisional. PAU-IPB
Ratnani R. D, 2009, Bahaya bahan tambahan makanan bagi kesehatan, Momentum, 1(5) : 16 - 22 Siregar R. 2009. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan lama penyimpanan terhadap mutu marmalade Sirsak
(Annona muricata L). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Simbolon. 2008. Jeruk. Restu V. Jakarta. Swastawati, F. 2008. Pemanfaatan limbah kulit udang menjadi edible coating untuk mengurangi pencemaran
kitooligomer. Jurnal Teknol dan Industri Pangan, 1(17) : 12-22 Wahyuni S, Khaeruni A, Hartini, 2013 . Kitosan cangkang udang windu sebagai pengawet fillet ikan gabus
(Channa sriata) JPHPI, 3(16) : 233-241 Wahyuni S, Zaeni A, Nurhidayati, 2015. Efektivitas bubuk dan membran kitosan dari cangang udang Windu
(Penaeus monodon) sebagai adsorben cemaran ion logam berat Nikel (Ni2+) dalam air. Paradigma, 2 (19) : 35 – 48
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 2, No. 1, P. 271 - 284, Th. 2017
284
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN: 2527-6271 2017
Wahyuni S, Zaeni A, Samrin W, Asranudin, Holilah, Sani A 2016. The potential of chitosan polymer waste as bioremediation agent of Cu(II) Ions. International Journal of Biochemistry Research, 1(19): 1-6
Widodo, A dan Muslihatin,W. 2005. Kitosan Dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Limbah Cair Industri Tekstil. Karya Tulis Ilmiah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.