APLIKASI KOMBINASI TRICHODERMA, MIKORIZA, DAN FUNGISIDA NABATI PADA TANAH STERIL UNTUK MENEKAN INTENSITAS PENYAKIT KARAT DAUN JAGUNG (Zea mays L.) Skripsi Oleh Desty Aulia Putrantri FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018
APLIKASI KOMBINASI TRICHODERMA, MIKORIZA, DAN FUNGISIDA
NABATI PADA TANAH STERIL UNTUK MENEKAN INTENSITAS
PENYAKIT KARAT DAUN JAGUNG (Zea mays L.)
Skripsi
Oleh
Desty Aulia Putrantri
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
APLIKASI KOMBINASI TRICHODERMA, MIKORIZA, DAN FUNGISIDA
NABATI PADA TANAH STERIL UNTUK MENEKAN INTENSITAS
PENYAKIT KARAT DAUN JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
DESTY AULIA PUTRANTRI
Pengendalian penyakit karat daun dapat dikendalikan salah satunya adalah dengan
menggunakan fungisida propineb. Penggunaan fungisida sintesis secara intensif
ternyata dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu pencemaran tanah, air, dan
tanaman yang kita budidayakan, sehingga perlu alternaif lain yaitu menggunakan
Trichoderma, mikoriza, dan fungisida nabati.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi dan kombinasi
Trichoderma sp., mikoriza, dan fungisida nabati dalam menekan intensitas
(jumlah pustul) penyakit karat jagung dan meningkatkan bobot tongkol dan tinggi
tanaman. Hipotesis penelitian ini adalah Trichoderma sp., mikoriza, dan fungisida
nabati pada tanah steril dapat menekan intensitas (jumlah pustule) penyakit karat
jagung dan meningkatkan tinggi tanaman dan bobot tongkol dan terdapat
kombinasi Trichoderma sp., fungisida nabati, dan mikoriza yang daya tekannya
sinergis terhadap intensitas (jumlah pustule) penyakit karat jagung dan
meningkatkan bobot tongkol dan tinggi tanaman. Penelitian ini dilakukan pada
Desember 2017 hingga Maret 2018 di Laboratorium Hama dan Penyakit
Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah pustule, bobot
tongkol, dan tinggi tanaman. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan perlakuan Kontrol (T0), Trichoderma (T1),
Trichoderma dan Mikoriza (T2), Mikoriza (T3), fungisida nabati yang digunakan
yaitu mimba (F1), kunyit (F2), sirih (F3), serai wangi (F4), dan fungisida
berbahan aktif propineb (F5). Data diolah menggunakan Duncan Multiple Range
Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi
Trichoderma, mikoriza dengan fungisida nabati tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata dalam menekan jumlah pustule dan
Desty Aulia Putrantri
meningkatkan bobot tongkol dan Kombinasi kunyit dengan Trichoderma, sirih
dengan mikoriza, dan propineb dengan Trichoderma sp. merupakan kombinasi
yang terbaik yang dapat menekan intensitas penyakit karat daun jagung dan
meningkatkan bobot tongkol tetapi perlakuan kombinasi tersebut tidak
meningkatkan tinggi tanaman.
Kata Kunci : Fungisida nabati, mikoriza, Puccinia sp., Trichoderma.
APLIKASI KOMBINASI TRICHODERMA, MIKORIZA, DAN FUNGISIDA
NABATI PADA TANAH STERIL UNTUK MENEKAN INTENSITAS
PENYAKIT KARAT DAUN JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
Desty Aulia Putrantri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Juftl Slripsi
Nma Mahasisura
Nmor Pokok Malmsiswa
.hnsan
Fatuttas
NIP 19590214r
: APLIKASI KOMBINASI TRICHODERIII{MIKORTZA'' DAI\[ FttNcISIDA NABAfiPADA TANAH STERIL UNTIJK MENtrKANINTENSITAS PENYAIilT IqNAT DAT]NJAGT NG (Z.co nt*ysL)
: DESTY AULIA PUTNAhITRI
:1414121064
urdin,M.St1986031001'w'i
2" K*ua Jrrusan Agroteknologi
lrof. Dr.In Sri Yusndni M"StNIP 1963050819881 12001
MENGESAHKAN
l- Tim Peng,uji
Fcmbinbing Utama : Ir. Joko Prroetyo, M.P.
Ang8ob Pembimbing Nurdln, M.Si.
hsqiihtu fulrryT
I
LInIl11020
Tr;jd Lulus Ujian'Skipsi : 2l Agushrs 2018
SURAT PERITYATAAN
tryelmg bertandatangan di bawatr ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang
hrjlftl : Aplikasi Kombinasi Trichodema, Mikoriza, dan Fungisida Nabati
B Tlnil Steril Untuk Menekan rntensitas Penyakit Karat Daun Jegung
@ -ys L/ merupakan hasil saya sendiri dan bukan hasil karya orang lain.
{rrn hasil yang tertuang dalaur skripsi ini telatr mengikuti kaidah penulisan
trrn it'miah Universitas Lampung. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa
&iFd ini menrpakan hasil salinan atau dibuat oleh orang lain" maka saya
turcdiamenerima sanksi sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Bandar Lampung, Agustus 2018
NPM t414121064
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Nono
Tarsono Ganefianto dan Ibu Tri Umi Sularsih. Penulis dilahirkan di Bandar
Lampung pada 5 Desember 1995. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah
Dasar di SDN 2 Rawa Laut pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di
SMPN 4 Bandar Lampung 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 10
Bandar Lampung pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Agroteknologi pada tahun
2014 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi. Adapun
organisasi yang pernah dilakuni yaitu LS-Mata bidang Penelitian dan
Pengembangan 2015/2016. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten dosen
pada mata kuliah Fisiologi Tumbuhan tahun ajaran 2017/2018.
Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sri Kencono
Baru, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Januari
– Februari 2017. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Karantina
Pertanian Kelas 1 Bandar Lampung pada bulan Juli – Agustus 2017 dengan judul
“Identifikasi Cendawan Pada Biji Kedelai (Glycine max) Impor di Balai Karantina
Pertanian Kelas 1 Bandar Lampung”. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan
Desember 2017 – Maret 2018 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada
Kedua orangtuaku tercinta
Papa Drs. Nono Tarsono, M.M.P dan Mama Tri Umi Sularsih, S.Pd., M.M.
Yang selalu memberi motivasi, doa dan mengorbankan segalanya untukku, serta
menjadi sumber semangat dalam hidupku
Kakak kakakku
Oktafiansyah Windar Perdana dan Dr. Septafiansyah Dwi Putra, M.T. yang selalu
membantu, menghibur dan memberi semangat dikala penulis lelah.
Dosen Pembimbing dan Penguji,
Keluarga Agroteknologi 2014,
Almamater tercinta, Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Aplikasi Kombinasi Trichoderma, Mikoriza, dan Fungisida
Nabati Pada Tanah Steril Untuk Mengendalikan Karat Daun Pada Jagung (Zea
mays L.)” salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari
Universitas Lampung. Selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
4. Ir. Joko Prasetyo, M.P. dan Ir. Muhammad Nurdin, M.Si,. selaku
pembimbing dalam penelitian dari awal sampai akhir.
5. Dr. Ir. Suskandini Ratih Dirmawati, M.P. selaku pembahas yang telah
memberikan kritik dan saran, nasihat dalam penyelesaian skripsi ini dan
bimbingan serta arahan selama penyelesaian skripsi ini.
6. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku dosen pembimbing akademik
atas motivasi dan dukungannya.
7. Kedua orang tua tersayang Papa Drs. Nono Tarsono, M.M.P. dan Mama Tri
Umi Sularsih, S.Pd., M.M. atas doa, kasih sayang, motivasi serta
dukungannya selama ini.
8. Reza Adi Wijaya, S.P. sebagai “best partner” yang senantiasa mendukung,
menemani, dan memberi motivasi yang cukup kepada penulis.
9. Genk yang selalu setia mendengar curahan hati penulis (Charenina, Anggita,
Chatya, Anissa, Ayu, dan Clara), teman teman HPT 2014 khususnya Desryan
dan Made yang telah setia membantu penulis. Kakak-kakak HPT 2013 yang
telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi khususnya Catur
Riyan Nugraha,S.P., Saiful Anwar,S.P., dan Farish Faisol, S.P.
10. Mang Jeni, Mba Uum, dan Pak Paryadi yang telah membantu selama penulis
melaksanakan penelitian.
11. Keluarga Besar AGT A 2014 dan semua pihak yang telah membantu penulis
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan mereka, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
kita semua.
Bandar Lampung, Agustus 2018
Penulis
Desty Aulia Putrantri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 3
1.4 Hipotesis ....................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
2.1 Bioekologi Tanaman Jagung......................................................... 8
2.2 Penyakit Karat Daun Jagung ......................................................... 10
2.2.1 Gejala Penyakit Karat Daun ................................................ 10
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ..................... 11
2.2.3 Siklus Penyakit .................................................................... 12
2.3 Pestisida Nabati ............................................................................. 13
2.3.1 Kunyit .................................................................................. 14
2.3.2 Daun Mimba ........................................................................ 14
2.3.3 Daun Sirih ............................................................................ 15
2.3.4 Serai Wangi ......................................................................... 16
2.3.5 Fungisida Berbahan Aktif Propineb .................................... 17
2.3.6 Trichoderma ........................................................................ 17
2.3.7 Mikoriza .............................................................................. 18
III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 20
3.1 Waktu dan Tempat Peneltian ........................................................ 20
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 20
3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 20
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 22
3.4.1 Persiapan Media Tanam ...................................................... 22
3.4.2 Penanaman ........................................................................... 22
ii
3.4.3 Pembuatan Fungisida Nabati ............................................... 23
3.4.4 Perbanyakan isolat Trichoderma sp. ................................... 23
3.4.5 Aplikasi Trichoderma sp. Pada Media Tanam .................... 23
3.4.6 Aplikasi Mikoriza Pada Media Tanam ................................ 24
3.4.7 Penyiapan suspensi Puccinia sp. ......................................... 24
3.4.8 Aplikasi Puccinia sp. dan fungisida .................................... 24
3.4.9 Pengamatan dan Pengumpulan Data ................................... 25
3.5 Analisis Data ................................................................................. 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 26
4.1 Hasil .............................................................................................. 26
4.1.1 Gejala Penyakit Karat Daun Jagung .................................... 26
4.1.2 Tinggi Tanaman................................................................... 26
4.1.3 Jumlah pustule ..................................................................... 28
4.1.4 Bobot tongkol ...................................................................... 30
4.2 Pembahasan................................................................................... 32
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 38
5.1 Simpulan ....................................................................................... 38
5.2 Saran ............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39
LAMPIRAN ............................................................................................... 45
Tabel 4-21 ............................................................................................ 46-54
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai tengah tinggi tanaman pada berbagai kombinasi perlakuan
fungisida dan Trichoderma, mikoriza. .................................................. 27
2. Nilai tengah jumlah pustule (per tanaman) pada berbagai kombinasi
perlakuan fungisida dan Trichoderma, mikoriza. ................................. 29
3. Bobot tongkol pada berbagai kombinasi perlakuan fungisida,
Trichoderma, dan mikoriza. .................................................................. 31
4. Data tinggi tanaman (cm) 1 mst ............................................................ 46
5. Analisis ragam tinggi tanaman 1 mst .................................................... 46
6. Data tinggi tanaman (cm) pada 2 mst ................................................... 47
7. Analisis ragam tinggi tanaman 2 mst .................................................... 47
8. Data tinggi tanaman (cm) pada 3 mst ................................................... 48
9. Analisis ragam tinggi tanaman 3 mst .................................................... 48
10. Data tinggi tanaman (cm) pada 4 mst ................................................... 49
11. Analisis ragam tinggi tanaman 4 mst .................................................... 49
12. Data tinggi tanaman (cm) pada 5 mst ................................................... 50
13. Analisis ragam tinggi tanaman 5 mst .................................................... 50
14. Data bobot tongkol (gram) pada 110 hst ............................................... 51
15. Analisis ragam bobot tongkol 110 hst ................................................... 51
16. Data jumlah pustule pada 42 hst ........................................................... 52
17. Analisis ragam jumlah pustule pada 42 hst ........................................... 52
iv
18. Data jumlah pustule pada 45 hst ........................................................... 53
19. Analisis ragam jumlah pustule pada 45 hst ........................................... 53
20. Data jumlah pustule pada 48 hst ........................................................... 54
21. Analisis ragam jumlah pustule pada 48 hst ........................................... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gejala serangan Puccinia sp. ................................................................ 11
2. Tata letak percobaan (F) fungisida nabati dan (T) Trichoderma,
mikoriza ................................................................................................. 21
3. Penyakit karat daun jagung ................................................................... 26
4. Perkembangan jumlah pustule karat pada berbagai kombinasi
perlakuan ............................................................................................... 30
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komoditas jagung memiliki peranan penting dan strategis dalam pembangunan
pertanian secara nasional maupun regional serta terhadap ketahanan pangan dan
perbaikan perekonomian. Tanaman jagung merupakan komoditas strategis dan
bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pengolahan pangan,
maka kebutuhan jagung dan penggunaannya sebagai bahan pangan akan semakin
meningkat. Selain itu terjadi kekurangan 1,3 juta ton tiap tahunnya dan untuk
menutupi kekurangannya pemerintah harus mengimpor jagung dari beberapa
negara produsen (Bakhri, 2007).
Lampung merupakan salah satu provinsi penghasil jagung, namun produksi
jagung di Lampung masih tergolong rendah dibanding provinsi lain di Indonesia
karena perluasan areal dan produksi jagung tidak menunjukkan angka yang cukup
berarti. Pada tahun 2015 produksi jagung di Provinsi Lampung 1.502.800 ton,
luas panen 293.521 ha dengan produktivitas 51,2 kw/ha. Jika dibandingkan
dengan produktivitas jagung nasional sebesar 51,79 kw/ha dan produktivitas
jagung Provinsi Lampung sebesar 51,2 kw/ha, sehingga nilai produktivitas jagung
Provinsi Lampung 98,86% (Badan Pusat Statistik, 2017).
2
Penyebab rendahnya produktivitas jagung adalah faktor fisik (iklim, jenis tanah,
dan lahan) dan faktor biologis (varietas, hama, penyakit, dan gulma), serta faktor
sosial ekonomi. Hama dan penyakit merupakan kendala dalam peningkatan
produksi jagung.
Salah satu rendahnya produktivitas jagung di Provinsi Lampung yang disebabkan
oleh faktor biologis berupa penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah karat
daun jagung yang disebabkan oleh patogen Puccinia sp. Penyakit karat daun
(Puccinia sp.) menyebabkan nekrosis atau matinya jaringan pada daun. Akibat
adanya kematian jaringan pada daun, menyebabkan terganggunya proses
fotosintesis pada daun yang terserang. Serangan patogen Puccinia sp. terjadi pada
fase setelah pembungaan yang menyebabkan terganggunya fase generatif.
Konsekuensi serangan karat daun menyebabkan pertumbuhan tanaman jagung
menjadi terhambat. Proses sintesis karbohidrat (fotosintesis) menjadi terganggu
sebab rusaknya bagian daun. Hal ini berpengaruh terhadap hasil produksi jagung.
Pada wilayah sentra pertanaman jagung dan tergolong daerah endemik penyakit
karat, dengan intensitas serangan yang tinggi, kehilangan hasil dapat mencapai
45% (Jackson, 2002). Di Indonesia penyakit karat telah dilaporkan menyebar luas
di wilayah-wilayah sentra pertanaman jagung, terutama pada lokasi dengan
kelembaban yang tinggi. di Sulawesi Tengah, Bali, Jawa Barat dan Jawa Tengah
yang merupakan sentra produksi jagung.
Serangan Puccinia sp. pada jagung dapat menyebabkan penurunan produksi
sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis. Dengan demikian perlu
dilakukan pengendalian untuk menekan kehilangan hasil tanaman jagung.
3
Pengendalian penyakit karat daun yang telah dilakukan oleh petani adalah dengan
menggunakan fungisida sintetis. Penggunaan fungisida sintesis secara intensif
ternyata dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu pencemaran tanah, air, dan
tanaman yang kita budidayakan. Selain itu penggunanaan fungisida sintesis secara
intensif juga dapat mengakibatkan resistensi patogen terhadap aplikasi fungisida
tersebut. Penggunaan fungisida sintesis juga membutuhkan biaya yang cukup
besar. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif pengendalian lainnya yaitu
dengan penggunaan Trichoderma, mikoriza. Penggunaan Trichoderma, mikoriza
berpotensi tinggi menghambat serangan patogen, mampu beradaptasi dan
berkolonisasi pada perakaran tanaman dan perlu adanya usaha untuk mencari
alternatif pengendalian yang lebih murah dan ramah lingkungan, yang salah
satunya adalah penggunaan fungisida nabati (Mirin, 1997).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh aplikasi kombinasi Trichoderma sp., mikoriza, dan
fungisida nabati dalam menekan intensitas (jumlah pustule) penyakit karat
jagung dan meningkatkan bobot tongkol dan tinggi tanaman.
2. Mengetahui kombinasi terbaik yang dapat menekan intensitas (jumlah pustule)
penyakit karat jagung dan meningkatkan bobot tongkol dan tinggi tanaman.
1.3 Kerangka Pemikiran
Fungisida nabati merupakan fungisda yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.
Fungisida nabati terbuat dari bahan alami yang bersifat mudah terurai di alami
sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi makhluk hidup karena
4
residunya mudah hilang. Penggunaan fungisida nabati merupakan salah satu cara
alternatif dalam mengendalikan penyakit tanaman dan juga dapat mengurangi
ketergantungan penggunaan fungisida sintetis sehingga kerusakan lingkungan
dapat dikurangi. Bahan aktif yang terkandung dalam jaringan tumbuhan atau
tanaman baik pada daun, bunga, buah, kulit kayu, maupun akar dapat berfungsi
sebagai racun atau pembunuh, penangkal untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (Sitepu, 1997).
Widawati dan Sulisih (1999) dalam Risnawati (2013) menyatakan bahwa
mikoriza berperan dalam meningkatkan kapasitas tanaman dalam menyerap unsur
hara dan air. Selain itu, Setiadi (1989) menambahkan bahwa mikoriza juga
mampu memperluas permukaan area serapan unsur hara dan CO2 pada tanah-
tanah yang kurang subur (tanah marginal) serta menyerap unsur hara P berbentuk
terikat menjadi tersedia bagi tanaman.
Menurut Lamdan et al. (2015), Trichoderma sp. dan mikroorganisme bermanfaat
lainnya tidak menyebabkan penyakit, namun menghasilkan respon kekebalan
yang lebih kuat pada tantangan berikutnya oleh patogen. Menurut Ariyantha et al.
(2015), aplikasi jamur Trichoderma dan penyambungan secara tunggal dapat
menurunkan intensitas penyakit utama hawar daun tomat serta meningkatkan
produksi tanaman tomat. Menurut Sudantha (2010),aplikasi jamur saprofit T.
harzianum isolat SAPRO-07, jamur endofit T. viride isolat ENDO-06 dan
campuran keduanya, pemberian serasah daun gamal, serasah daun lamtoro dan
serasah daun kopi efektif mengendalikan penyakit busuk batang serta dapat
meningkatkan ketahanan terinduksi tanaman vanili terhadap penyakit busuk
batang Fusarium.
5
Mimba mengandung beberapa komponen yang berasal dari produksi metabolit
sekunder yang diduga bermanfaat dalam bidang pertanian. Senyawa yang
terkandung pada daun mimba adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin,
dan nimbidin. Senyawa tersebut berfungsi sebagai pengganggu pertumbuhan sel
yang mengakibatkan kematian sel jamur (Syamsudin, 2007). Metabolit sekunder
utama yang berfungsi sebagai pestisida adalah azadirachtin. Senyawa
azadirachtin terbentuk secara alami dan termasuk dalam kelompok senyawa
triterpenoid yang merupakan biopestisida terbaik. Azadirachtin dimanfaatkan
sebagai bahan aktif fungisida nabati yang dapat menghambat pertumbuhan jamur
(Mirin, 1997).
Serai wangi memiliki kandungan senyawa flavonoid, tanin, saponin dan tripenoid.
Senyawa - senyawa tersebut diketahui berpotensi sebagai anti jamur. Menurut
Pasya (1997) pemberian ekstrak daun serai wangi sebanyak 0,05 % dan 0,1 % dari
berat kering tanah mempunyai kemampuan yang baik dalam menekan
perkembangan penyakit rebah kecambah pada bibit cabai yang disebabkan oleh
Sclerotium rolfsii, selanjutnya Gusti et al. (2014) menunjukkan bahwa serai wangi
dapat menekan pertumbuhan koloni Rigidoporus microporus penyebab penyakit
jamur akar putih pada tanaman karet. Hasil penelitian Budiyanti (2006)
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun serai wangi sebanyak 5%
mempunyai kemampuan untuk menekan perkembangan Scolerotium rolfsii Sacc
penyebab rebah kecambah pada tanaman cabai.
6
Menurut Prayogo dan Sutaryadi (1992) kavikol, kavibetol, dan etanol pada daun
sirih diketahui sebagai komponen aktif anti jamur. Daun sirih diketahui
mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, fenol, alkaloid, eugenol, dan
tannin yang mampu merusak komponen sel jamur. Hasil penelitian Barus (2007)
menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih efktif dalam mengendalikan Phakopsora
pachyrizi penyebab penyakit karat daun kedelai dengan cara menekan intensitas
serangan patogen tersebut.
Menurut Darmawan dan Anggraeni (2012), ekstraksi sederhana dari bahan
rimpang lengkuas, kencur, dan kunyit memiliki kemampuan mengendalikan
pertumbuhan Pythium sp. penyebab penyakit lodoh pada persemaian tanaman
hutan secara in-vitro. Hal tersebut dikarenakan salah satu kandungan yang
terdapat didalamnya yaitu saponin. Saponin dalam jumlah yang cukup menjadi
faktor penting dalam pertahanan tanaman dari serangan patogen.
Hasil penelitian Yendi (2015), secara in-vitro menunjukkan bahwa pemberian
ekastrak rimpang jahe (Zingiberaceae) berpengaruh dalam menekan pertumbuhan
koloni C. musae dan perkembangan sporanya. Salah satu kandungan zat aktif
yang terkandung di dalam tanaman Zingiberaceae yaitu tanin yang memiliki
kemampuan mengganggu proses terbentuknya komponen struktur dinding sel
jamur. Struktur dinding sel jamur yang dihambat adalah sintesis kitin sel jamur.
Selain itu ada juga kandungan sineol dan saponin dalam rimpang kencur memiliki
efek antifungi dalam merusak membran sel jamur.
7
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kombinasi Trichoderma sp., mikoriza, dan fungisida
nabati pada tanah steril yang dapat menekan intensitas (jumlah pustule)
penyakit karat jagung dan meningkatkan tinggi tanaman dan bobot tongkol.
2. Terdapat kombinasi terbaik dari Trichoderma sp., fungisida nabati, dan
mikoriza yang dapat menekan intensitas (jumlah pustule) karat jagung dan
meningkatkan bobot tongkol dan tinggi tanaman.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioekologi Tanaman Jagung
Menurut Purwono dan Hartono (2004), jagung diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Akar yang tumbuh relatif dangkal merupakan akar adventif dengan percabangan
yang amat lebat, yang menyerap hara pada tanaman. Akar layang penyokong
memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan
unsur hara. Akar layang ini tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh rapat pada
buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998). Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri
dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang
berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan
tempat penanaman, umumnya berkisar 60 – 300 cm (Purwono dan Hartono,
2006).
9
Daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis, mempunyai ibu tulang daun yang
terletak tepat di tengah-tengah daun. Tangkai daun merupakan pelepah yang
biasanya berfungsi untuk membungkus batang tanaman jagung. Daun pada
tanaman jagung mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman
utamanya dalam penentuan produksi (Warisno, 2009).
Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang
terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis
mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang
(temperate) (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoceous) karena bunga jantan dan
bunga betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina (tongkol) muncul dari
axillary apical tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal
diujung tanaman. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar
ovary yang matang pada tongkol. Hampir 95 % dari persariannya berasal dari
serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5 % yang berasal dari serbuk sari tanaman
sendiri. Karena itu disebut juga tanaman bersari bebas (cross pollinated crop)
(Sunarti et al., 2009).
Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji
jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seedcoat), endosperm dan
embrio (Rukmana, 2009).
10
2.2 Penyakit Karat Daun Jagung
Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi dari patogen penyebab karat
ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Mycetae
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Basidiomycotina
Kelas : Basidiomycetes
Subkelas : Teliomycetidae
Ordo : Uredinales
Famili : Pucciniaceae
Genus : Puccinia
Spesies : Puccinia polysora
Jamur mempunyai uredium pada kedua sisi daun dan upih daun, rapat atau jarang,
tersebar tidak menentu. Urediospora bulat atau jorong 24-29 x 22-29 mikron,
berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Jamur membentuk telium
terbuka (Semangun, 1993). Tebal dinding spora 1-1,5 mikron dengan 4-5 lubang
ekuator, ukuran 18- 27 x 29-41 mikron, mudah lepas, dua sel, timbul pada tangkai
pendek ukuran 10- 30 mikron. Teliospora berwarna coklat, halus, elips, kedua
ujungnya membulat (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
2.2.1 Gejala Penyakit Karat Daun
Puccinia polysora membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadang-
kadang epidermis tetap mempunyai urediosorus sampai matang. Tetapi ada
kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak.
Setelah terbuka urediosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk
banyak urediosorus pada daun dan kadang-kadang pada upih daun. Karena adanya
11
sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit
karat menyebakan mengeringnya bagian-bagian daun.
Gejala pada tanaman jagung yang terinfeksi penyakit karat adalah adanya bisul,
terutama pada daun. Bisul terbentuk pada kedua permukaan daun bagian atas dan
bawah. Bisul dengan warna coklat kemerahan tersebar pada permukaan daun dan
berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang. Bisul ini
dapat terlihat jelas dan bila dipegang akan terasa kasar. Pada saat terjadi penularan
berat, daun menjadi kering (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Di lapang kadang-kadang epidermis tetap menutupi urediosorus sampai matang.
Tetapi adakalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi
tampak (Semangun, 1993).
Gambar 1. Gejala serangan Puccinia sp.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Urediospora Puccinia polysora paling banyak dipencarkan menjelang tengah hari.
Perkecambahan spora adalah 27-28º C. Puccinia sorghi terutama terdapat pada
12
suhu agak rendah di daerah pegnnungan, berkembang pada suhu 16- 23 ºC
(Semangun, 1993).
Menurut Puspawati (2016), tiga faktor utama yang berinteraksi untuk
mempengaruhi wabah epidemi karat pada jagung manis:
1. Jumlah urediospora tersedia untuk memulai epidemi karat,
2. Faktor lingkungan, dan
3. Tingkat kerentanan karat dalam varietas jagung manis digunakan
Urediniospora dapat bertahan musim dingin. Setiap musim semi urediniospora
bergerak ke utara dari Amerika Serikat barat daya dan Meksiko, setelah
penanaman jagung berurutan dari selatan sampai ke Kanada. Suhu 60°F sampai
75°F (16-24 ° C) dan kelembaban relatif tinggi (mendekati 100%) mendukung
pengembangan karat. Kondisi cuaca saat ini pengaruh perkecambahan spora dan
tingkat di mana epidemi karat berkembang. Kelembaban diperlukan untuk
perkecambahan spora. Infeksi akan terjadi bila daun basah selama minimal 3
sampai 6 jam.
Perbedaan ras masing-masing spesies telah diketahui dari reaksi beberapa varietas
jagung. Puccinia polysora tidak berkembang pada ketinggian 1200 m dan
diketinggian kurang dari 900 m cocok bagi perkembangan penyakit karat
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
2.2.3 Siklus Penyakit
Pada P. sorghi, teliospora berkecambah membentuk basidia yang memproduksi
basiodiospora kecil, berdinding tipis, hialim, haploid. Basidiospora berkecambah
13
dan mengadakan penetrasi pada daun Oxalis spp. membentuk spermagonia
dengan spermatia kecil pada permukaan atas daun. Spermatia mengadakan fusi
dengan hipa lentur untuk memasuki stadia aecia di permukaan bawah daun
Oxalis, selanjutnya terbentuk aeciospora. Aeciospora berinti dua dan mudah
diterbangkan oleh angin sampai jatuh pada daun jagung dan menginfeksinya.
Pada daun jagung uredospora terbentuk. Pada P. polysora, teliospora jarang
ditemukan dan tidak diketahui perkecambahannya. Uredospora berfungsi sebagai
inokulum primer dan sekunder. Penyebarannya melalui angin. Belum diketahui
inang lainnya. Hanya stadia uredia dan telia yang diketahui. Pada P. zeae,
siklusnya seperti pada P. polysora (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
2.3 Pestisida Nabati
Efek residu dari penggunaan pestisida dapat mencemari tanah disertai dengan
matinya beberapa mikroorganisme perombak tanah, mematikan serangga dan
binatang lain yang bermanfaat, sehingga terputus mata rantai makanan bagi hewan
pemakan serangga. Efek negatif yang berkepanjangan pada suatu areal pertanian,
akan menurunkan produktivitas lahan. Residu yang tertinggal pada tanaman, akan
meracuni manusia bila terkonsumsi, yang akhirnya akan menimbulkan gejala
berbagai macam penyakit. Tujuan yang semula untuk meningkatkan
produktivitas, justru akan menjadi bumerang bagi kehidupan manusia (Kardiman,
2000).
Pestisida nabati disebut juga pestisida hayati atau bio-pestisida. Pestisida nabati
adalah pestisida yang dibuat dari bagian tanaman dengan tujuan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Beberapa kelebihan
14
pestisida nabati menurut Harjono (1999), daya kerjanya selektif, residu cepat
terurai dan tidak beracun, tidak menimbulkan pencemaran air, tanah, udara dan
tanaman, serangga-serangga berguna/predator tidak ikut musnah, tidak
menimbulkan kekebalan serangga, murah dan mudah di dapat Oleh sebab itu,
penggunaan pestisida nabati adalah solusi untuk tujuan tersebut di atas. Dalam
sistem pertanian organik, penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu
langkah bijak yang harus ditumbuhkembangkan terutama keyakinan petani dalam
menggantikan pestisida kimia sintesis.
2.3.1 Kunyit
Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan yang dapat
dimanfaatkan sebagai fungisida nabati karena mengandung senyawa kimia yang
berfungsi sebagai fungisida. Secara umum tanaman jenis temu-temuan
mengandung senyawa metabolit sekunder terutama dari golongan flavonoid,
fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Asmaliyah et al. (2010) melaporkan bahwa
beberapa jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin,
polifenol, minyak atsiri, dan steroid berpotensi sebagai pestisida nabati. Senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan temu-temuan ini umumnya dapat
menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan seperti Neurospora sp.,
Rhizopus sp. dan Penicillium sp. (Nursal et al., 2006).
2.3.2 Daun Mimba
Tanaman mimba merupakan tanaman obat yang memiliki berbagai macam
kegunaan untuk dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida
15
nabati. Daun nimba mengandung bahan aktif yang disebut azadirachtin dan
salanin (Balfas, 1994). Mimba dapat menghasilkan lebih dari 20 jenis metabolit
sekunder. Daun dan bijinya mengandung beberapa metabolit sekunder yang aktif
sebagai pestisida nabati diantaranya azadirachtin salanin, meliontriol, dan nimbin.
Azadirachtin dimanfaatkan sebagai bahan aktif fungisida nabati yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit tanaman (Mirin, 1997).
Syamsudin (2007) melaporkan bahwa senyawa yang terkandung pada daun
mimba yaitu azadirachtin salanin, nimbin dan nimbidin dimana senyawa terebut
berfungsi sebagai pengganggu pertumbuhan sel yang dapat mengakibatkan
kematian sel jamur. Hasil penelitian Ningsih (2013) ekstrak daun mimba fraksi
alkohol 90% dapat menekan diameter koloni dan menghambat jumlah spora
Colletotrichum capcsici.
2.3.3 Daun Sirih
Sirih digunakan sebagai tanaman obat (fitofarmaka); sangat berperan dalam
kehidupan. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang
(betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang
memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Menurut
Prayogo dan Sutaryadi (1992) minyak atsiri yang berasal dari daun sirih
mengandung senyawa fenol, seskuiterpen, dan kavikol yang bersifat anti jamur.
Ningtyas (2013) melaporkan baha fraksi n-heksan 10%, 50%, dan 90% dari
ekstrak daun sirih efektif menekan perkembangan Colletotrichum capsici
penyebab penyakit antraknosa buah cabai pada percobaan in vitro. Menurut Wang
16
dkk. (2010) senyawa eugenol yang terdapat pada daun sirih dapat menghambat
pertumbuhan B. Cinerea secara in vitro. Eugenol masuk diantara rantai lemak
yang membentuk membran lipid sehingga mengubah fluiditas dan permeabilitas
membran sel jamur. Hasil penelitian Wati (2014) fraksi ekstrak daun
sirih+heksana 10%, 50%, dan 90% efektif menekan keterjadian penyakit dan
keparahan penyakit antraknosa pada buah cabai.
2.3.4 Serai Wangi
Kandungan komponen utama dari tanaman serai wangi adalah sitronella sebesar
30-40%, diikuti komponen lainnya antara lain geraniol, sitral, nerol, metil
heptenon dan diptena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak serai wangi
dapat berperan sebagai fungisida dan bakterisida (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 2012).
Minyak serai wangi mempunyai potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan
dalam pengendalian penyakit tanaman. Adapun senyawa aktif yang mempunyai
potensi sangat besar sebagai antifungal dalam minyak serai wangi adalah
sitronellal dan linalool, diikuti oleh α pinen β pinen dan menthone. Sedangkan
geraniol, sitral, dan terpen mempunyai aktivitas antifungal sedang. Nurmansyah
dan Syamsu (2001) melaporkan bahwa minyak serai wangi dan fraksi sitronellal
efektif dalam menekan pertumbuhan diameter koloni dan biomassa koloni
Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao. Minyak serai
wangi pada konsentrasi 2000 ppm mampu menekan pertumbuhan Sclerotium
rolsii dan Fusarium oxysporum jamur penyebab penyakit layu dan busuk pangkal
batang tanaman cabai (Nurmansyah dan Syamsu, 2001).
17
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Chrisnawati (1994) kemampuan ekstrak
daun serai wangi dalam menghambat pertumbuhan Rhizoctonia solani pada
tanaman tomat lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak daun cengkeh,
cinamon, dan nilam yang kesemuanya merupakan tanaman penghasil minyak
atsiri yang mengandung eugenol. Eugenol yang dikandungnya dapat melarutkan
lemak pada dinding sel sehingga dinding sel rusak dan akan mengganggu
permeabilitas. Akibatnya sel jamur tersebut tidak selektif dan dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan kematian.
2.3.5 Fungisida Berbahan Aktif Propineb
Fungisida merupakan bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk memberantas dan mencegah perkembangan jamur (Wudianto,
2007). Menurut Sudirman (2009), penggunaan fungisida menimbulkan pengaruh
buruk terhadap lingkungan, namun pengguna fungisida enggan beralih ke jenis
pengendali hayati. Permasalahan tersebut disebabkan oleh hambatan pertumbuhan
dan perkembangan fungi patogen yang dikendalikan menggunakan fungisida lebih
cepat dapat diamati hasilnya daripada menggunakan pengendali hayati, dan para
pengguna fungisida tidak memahami akibat buruk dari penggunaan fungisida
tersebut.
2.3.6 Trichoderma
Spesies Trichoderma sp. di samping sebagai organisme pengurai, dapat pula
berfungsi sebagai Trichoderma, mikoriza. Trichoderma sp. dalam peranannya
sebagai Trichoderma, mikoriza bekerja berdasarkan mekanisme antagonis yang
18
dimilikinya (Wahyuno dan Manohara., 2009). Purwantisari (2009), mengatakan
bahwa Trichoderma sp. merupakan jamur parasit yang dapat menyerang dan
mengambil nutrisi dari jamur lain. Kemampuan Trichoderma sp. yaitu mampu
memarasit jamur patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki
kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan jamur lain.
2.3.7 Mikoriza
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) merupakan salah satu pupuk hayati yang
didefenisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi
untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah
bagi tanaman. Penyediaan hara ini dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis.
Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan
cendawan mikoriza. Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan
pupuk buatan terhadap lingkungan maka sebagian kecil petani beralih dari
pertanian konvensional ke pertanian organik (Simanungkalit et al., 2006).
Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis
mutualisme antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi.
Sedikitnya terdapat lima manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang
menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai
penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan
inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh, dan menjamin
terselenggaranya siklus biogeokimia. Dalam hubungan simbiosis ini, cendawan
mendapatkan keuntungan nutrisi (karbohidrat dan zat tumbuh lainnya) untuk
keperluan hidupnya dari akar tanaman (Noli et al., 2011).
19
Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sangat tergantung pada kesesuaian
antara faktor-faktor jenis FMA, tanaman dan tanah serta interaksi ketiga faktor
tersebut. Jenis tanaman berpengaruh dalam hal perbedaan tingkat ketergantungan
pada mikoriza karena terdapat tanaman tertentu yang sangat membutuhkan
keberadaan mikoriza seperti ubi kayu sedangkan tanaman lobak tidak
membutuhkan mikoriza (Rainiyati et al., 2009).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Peneltian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 hingga Maret 2018 di
Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah F2 benih tanaman
jagung P35, isolat Trichoderma sp., mikoriza, pupuk kandang kotoran kambing,
aquades, media PDA, kunyit, mimba, sirih, serai wangi, dan fungisida berbahan
aktif propineb. Sedangkan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
mikroskop majemuk, erlenmeyer, kertas saring, pipet tetes, polybag, cawan petri,
rotary mixer, beaker glass, autoclave, cangkul, sentrifus, meteran, karet, plastik
tahan panas, dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan
F0T0: kontrol, F0T1: Trichoderma, F0T2: Trichoderma + mikoriza, F0T3:
Mikoriza, F1TO: mimba, F1T1: mimba + Trichoderma, F1T2: mimba +
Trichoderma + mikoriza, F1T3: mimba + mikoriza, F2T0: kunyit, F2T1: kunyit +
21
Trichoderma, F2T2: kunyit + Trichoderma + mikoriza, F2T3: kunyit + mikoriza,
F3T0: sirih, F3T1: sirih + Trichoderma, F3T2: sirih + Trichoderma + mikoriza,
F3T3: sirih + mikoriza, F4T0: serai wangi, F4T1: serai wangi + Trichoderma,
F4T2: serai wangi + Trichoderma + mikoriza, F4T3: serai wangi + mikoriza,
F5T0: propineb, F5T1: propineb + Trichoderma, F5T2: propineb + Trichoderma
+ mikoriza, F5T3: propineb + mikoriza.
U1 U2 U3
F0T2 F3T1 F1T3
F2T0 F2T1 F3T0
F0T0 F5T1 F4T0
F4T3 F0T1 F5T0
F1T2 F3T0 F5T1
F5T2 F5T0 F4T1
F3T2 F2T3 F0T1
F4T1 F0T3 F3T3
F3T1 F4T3 F0T3
F3T0 F0T0 F3T1
F0T1 F1T3 F2T1
F5T0 F2T2 F4T3
F2T1 F4T2 F0T2
F3T3 F1T4 F2T2
F5T1 F4T1 F5T3
F4T2 F1T1 F5T2
F1T1 F3T3 F1T1
F5T3 F2T4 F0T0
F2T2 F0T2 F2T3
F2T3 F5T3 F2T0
F0T3 F4T4 F3T2
F1T0 F5T2 F1T2
F4T0 F1T2 F4T2
F1T3 F3T2 F1T4
Gambar 2. Tata letak percobaan (F) fungisida nabati dan (T)
Trichoderma, mikoriza
22
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil di sekitar Laboratorium
Hama dan Penyakit, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. F0T0: kontrol, F0T1: Trichoderma, F0T2: Trichoderma + mikoriza,
F0T3: Mikoriza, F1TO: mimba, F1T1: mimba + Trichoderma, F1T2: mimba +
Trichoderma + mikoriza, F1T3: mimba + mikoriza, F2T0: kunyit, F2T1: kunyit +
Trichoderma, F2T2: kunyit + Trichoderma + mikoriza, F2T3: kunyit + mikoriza,
F3T0: sirih, F3T1: sirih + Trichoderma, F3T2: sirih + Trichoderma + mikoriza,
F3T3: sirih + mikoriza, F4T0: serai wangi, F4T1: serai wangi + Trichoderma,
F4T2: serai wangi + Trichoderma + mikoriza, F4T3: serai wangi + mikoriza,
F5T0: propineb, F5T1: propineb + Trichoderma, F5T2: propineb + Trichoderma
+ mikoriza, F5T3: propineb + mikoriza. Selanjutnya tanah disterilkan dengan
autoklaf dengan tujuan supaya tanah steril dari bahan-bahan lain. Selanjutnya
dimasukan kedalam polybag yang berukuran 10 kg.
3.4.2 Penanaman
Benih jagung yang digunakan adalah benih jagung varietas P35. Benih tersebut
ditanam pada 72 polybag dengan masing-masing polybag berisi 10 benih dan
dipilih tanaman yang terbaik sebanyak 4 tanaman. Kemudian dilakukan tindakan
pemeliharaan yaitu berupa penyiraman serta pengendalian gulma yang tumbuh.
23
3.4.3 Pembuatan Fungisida Nabati
Mimba, serai wangi, sirih, dan kunyit masing-masing ditimbang sebanyak 500 g
kemudian dibersihkan dengan air steril dan dipotong kecil-kecil kemudian
dikeringanginkan. Selanjutnya dioven pada suhu 50°C selama 36 jam. Masing-
masing bahan pestisida nabati kemudian diblender untuk mendapatkan tepung
yang halus. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan induk fungisida yaitu
dengan cara melarutkan tepung pestisida nabati sebanyak 10 g ke dalam 100 ml
air steril kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya
disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 300 rpm kemudian diambil
supernatannya (Sekarsari et al., 2012).
3.4.4 Perbanyakan isolat Trichoderma sp.
Perbanyakan isolat Trichoderma sp. dilakukan di Laboratorium Politeknik Negeri
Lampung. Isolat tersebut diperoleh dari Laboraturium Produksi Tanaman II,
Politeknik Negeri Lampung. Jamur tersebut dilakukan reisolasi ke dalam media
PDA (Potato Dextrose Agar) baru dalam cawan petri. Perbanyakan isolat
Trichoderma sp. dilakukan dengan mengambil biakan dengan jarum ose yang
kemudian dipindahkan ke media PDA baru dan diinkubasikan selama tujuh hari.
3.4.5 Aplikasi Trichoderma sp. Pada Media Tanam
Trichoderma sp. yang telah berumur tujuh hari disuspensikan dengan
menggunakan air steril sebanyak 100 ml dan dihitung kerapatan spora. Kerapatan
spora yang diperoleh sebesar 2,9x106
sel/ml. Inokulasi dilakukan dengan cara
24
menuangkan suspensi Trichoderma sp. ke tanah dengan dosis 10 ml per lubang
tanaman.
3.4.6 Aplikasi Mikoriza Pada Media Tanam
Setelah media tanam diaplikasikan dengan Trichoderma, pada hari itu juga
dilakukan aplikasi mikoriza ke media tanam. Mikoriza diperoleh dari
Laboratorium Agronomi dalam keadaan bubuk. Kandungan mikoriza tersebut
adalah Glomus sp., Gigaspora sp., dan Entrospora, dan Acaulospora. Jumlah
spora sebanyak 1000 spora/50g. Dosis aplikasi mikoriza sebesar 5 gram/lubang
tanam.
3.4.7 Penyiapan suspensi Puccinia sp.
Spora jamur Puccinia sp. diambil dengan cara meneteskan air steril pada
permukaan daun yang bergejala kemudian diserut dengan menggunakan spatula
agar spora yang terbawa air tersebut langsung masuk ke beker glass yang telah
disiapkan, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan rotary mixer.
Kemudian dihitung kerapatan sporanya. Kerapatan sporanya sebesar
4,6 x 106
sel/ml
3.4.8 Aplikasi Puccinia sp. dan fungisida
Suspensi Puccinia sp. yang telah disiapkan kemudian dicampurkan dengan
dengan masing-masing fungisida nabati dengan perbandingan 1:1. Aplikasi
dilakukan dengan cara disemprotkan ke atas daun menggunakan hand sprayer
kepada tanaman uji yang berumur 22 HST.
25
3.4.9 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Variabel yang diamati adalah intensitas penyakit (jumlah pustule), tinggi
tanaman, dan bobot tongkol.
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada 1
mst, 2 mst, 3 mst, 4 mst, dan 5 mst. Dipilih satu tanaman dari setiap polybag.
Sehingga jumlah sampel sebanyak 72 tanaman dari 288 tanaman.
2. Jumlah pustule
Jumlah pustule dihitung sebanyak 3 kali yaitu pada saat 42 hst, 45 hst, dan 48
hst. Jumlah pustule dihitung dengan menggunakan hand counter. Dipilih satu
tanaman dari setiap polybag. Sehingga jumlah sampel sebanyak 72 tanaman
dari 288 tanaman.
3. Bobot tongkol
Pengukuran bobot tongkol diukur pada saat tanaman berumur 110 hari. Pada
saat jagung dipanen, tongkol jagung yang dilepas kelobotnya dimasukkan ke
dalam kertas amplop yang selanjutnya dimasukan ke dalam oven dengan suhu
80oC selama 3 hari. Semua tongkol jagung tanpa kelobot ditimbang setiap
perlakuan.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diuji kehomogenannya dengan uji Barlett
kemudian dianalisis ragam, jika perlakuan menunjukan pengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
taraf nyata 5%.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlakuan kombinasi Trichoderma, mikoriza dan fungisida nabati tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi berpengaruh nyata dalam
menekan jumlah pustule karat dan meningkatkan bobot tongkol.
2. Kombinasi kunyit dengan Trichoderma, sirih dengan mikoriza, dan propineb
dengan Trichoderma sp. merupakan kombinasi yang terbaik yang dapat
menekan intensitas penyakit karat daun jagung dan meningkatkan bobot
tongkol tetapi perlakuan kombinasi tersebut tidak meningkatkan tinggi
tanaman.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk mencoba beberapa
taraf konsentrasi fungsida nabati dan Trichoderma, mikoriza yang paling efisien
untuk digunakan menekan intensitas (jumlah pustule) penyakit karat pada
tanaman jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos, C.J. & C.W. Mims. 1979. Introductory Mycologi Third Edition.
John Wiley And Sons. New York, Chichester, Brisbane, Toronto. 631p.
Arfallah. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Singkong (Manihot
esculenta Crantz) di Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi.
UMY Yogyakarta. Yogyakarta. 59 hlm.
Ariyantha,I.P.B., Sudiarta, I.P., Widaningsih, D., Sumiartha, I.K., Wirya, G.A.S.,
& Utama, M.S., 2015. Penggunaan Trichoderma sp. dan Penyambungan
Untuk Mengendalikan Penyakit Utama Tanaman Tomat (Lycopersicum
esculantum Mill.) di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Tabanan. E-Jurnal
Agroteknologi Tropika. 4 (1):1-15.
Arsensi I. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun sirih Terhadap Penyebab
Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays L. Sacaracharata).
Ziraa’ah. 33(1):17-21.
Asmaliyah, E. W. H. Etik, U. Sri, M. Kusdi, Yudhistira, & W. S. Fitri. 2010.
Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya
secara Tradisional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Pelembang. 16p.
Badan Pusat Statistik, 2017. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 1993-
2015. https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 18 September 2017.
Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi
Tengah. 17hlm.
Balfas, R. 1994. Pengaruh Ekstrak Air Dan Etanol Biji Mimba Terhadap
Mortalitas dan Pertumbuhan Ulat Pemakan Daun Handeuleum,
Doleschaliapolibete. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati. Jakarta. 15 Oktober 2011.
Barus, A. 2007. Uji Efektifitas Beberapa Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan
Penyakit Karat Daun (Phakopsora Pachyrizi) Pada Tanaman Kacang
Kedelai (Glycine max L., Merril). Skripsi. USU. Medan. 26 hlm.
40
Budiyanti, S. 2006. Pengaruh waktu pemberian ekstrak daun serai wangi
(Andropogon nardus L) terhadap perkembangan penyakit rebah kecambah
(Sclerotium rolfsii Sacc.) pada persemaian cabai. Skiripsi. Fakultas
Pertanian Unand. Padang. 45 hlm.
Chrisnawati. 1994. Pengujian beberapa tanaman penghasil minyak atsiri terhadap
jamur Rhizoctonia solani penyebab rebah kecambah pada tomat sukarami.
Makalah Seminar Sehari Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Komisarat
Sumbar, Riau, Jambi. 20 September 2014.
Darmawan, U.W., & Anggraeni, I., 2012. Pengaruh ekstrak rimpang kunyit
(Curcuma domesticaVol.) Stunz, lengkuas (Languas galanga L.), dan
kencur (Kaempera Galanga L.) terhadap Pythium sp. Secara in vitro.
Dwiastuti, ME. 2014. Selektivitas Pestisida Terhadap Perkembangan Cendawan
Entomopatogen Hirsutella citriformis. Jurnal Hortikultura 24(2): 162-170.
Estuningsih, S.P. & H. Widjajadi. 2005. Pengaruh inokulasi Cendawan Mikoriza
Vesikula Arbuskula (CMVA) dan Rhizobium dengan pemupukan N dan P
terhadap nodulasi akar, kadar N dan P tanaman serta pertumbuhan kedelai.
Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Vesikula
Arbuskula (CMVA) untuk meningkatkan produksi tanaman pada lahan
marjinal. Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia Jambi dan Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi. Jambi. 9 Mei 2005.
Gusti, R.I., R. Linda, & C. Uswatun. 2014. Fungisida nabati dari tanaman serai
wangi (Cymbopogon nardus) untuk menghambat pertumbuhan jamur pada
batang karet (Hevea brasillensis Mueli, Arg). Jurnal Sains dan Terapan
Politeknik Hasnur. Banjarmasin. 3(1): 1-7
Harjono, I. 1999. Pestisida Nabati. Penerbit Aneka. Solo. 63 hlm.
Harman, G. E. 2000. Changes in Perceptions Derived from Research on
Trichoderma harzianum T-22. Plant Disease / April 2000. Publication
No. D-2000-0208-01F.
Jackson, TA. 2002. Rust disease of corn in Nebraska. Univ of Nebraska-Lincoln
Extension. Journal Intitute of Agriculture and Natural Resources.
www.ianrpubs.unl.edu/.../publicationD.js. Nebraska Publication. Diakses
pada 5 Desember 2017.
Kardiman, A. 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta. 80 hlm.
Koul, P., S. Walia, & G.S. Dhawalia. 2008. Essential Oil As Green Pesticides
Potential and Constrains. Biopestic. Int. 4(1): 63– 84.
41
Kranz J., H. Schmutterrer, and W. Kock. 1977. Disease, Pest, and Weeds in
Tropical Crops. Paul Parey, Berlin. 666p.
Lamdan, Netta-Li., Shalaby, Samer., Ziv, Tamar., & H, Benjamin. 2015.
Secretome of Trichoderma Interacting With Maize Roots: Role in Induced
Systemic Resistance. http://www.mcponline.org/content/14/4/1054. Diakses
pada 20 Oktober 2017.
Mahbub, I.A. 2005. Pengaruh Cendawan Mikoriza dan Kaptan Superfosfat
terhadap P tanah , serapan P tanaman dan hasil jagung pada Ultisol.
Prosiding Seminar Nasional pemanfaatan Cendawan Mikoriza Vesikula
Arbuskula (CMVA) untuk meningkatkan produksi tanaman pada lahan
marjinal. Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia Jambi dan Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi. Jambi. 9 Mei 2005.
Mirin, A. 1997. Percobaan Pendahuluan Pengaruh Ekstrak Daun Mimba Terhadap
Pertumbuhan Jamur Colletotrichum Capsici. Risalah kongres nasional XII
dan seminar ilmiah perhimpunan fitopatologi Indonesia. Mataram. 25-27
September 1997.
Ningsih, Y. 2013. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A.)
dan Daun Jarak (Jatropha curcas L.) Terhadap Diameter dan Jumlah Spora
Jamur Colletotrichum capsici Penyakit Antraknosa Pada Cabai (Capsicum
annum L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 31 hlm.
Ningtyas, I.R. 2013. Pengaruh Berbagai Tingkat Fraksi Ekstrak Daun Sirih (Piper
bettle L.) dan Daun Babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap
Colletotrichum capsici Penyebab Penyakit Antraknosa Pada Cabai
(Capsicum annum L.) secara in vitro. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 32 hlm.
Niswati, A., Sri Yusnaini, & M.A. Syamsul Arif. 2005. Pemanfaatan Cendawan
Mikoriza Vesikula Abuskula (CMVA) Asal Pertanaman Singkong Untuk
Meningkatkan Serapan P Tanaman Kedelai Yang Dipupuk P. Prosiding
Seminar Nasional Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Vesikula Arbuskula
(CMVA) Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pada Lahan Marjinal.
Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia Jambi dan Dinas Kehutanan
Propinsi Jambi. Jambi. 9 Mei 2005.
Noli, Z. A., Netty, W.S., & E.M. Sari. 2011. Eksplorasi Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) Indigenous yang Berasosiasi dengan Begonia resecta di
Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB). Prosiding Seminar
Nasional Biologi : Meningkatkan Peran Biologi dalam Mewujudkan
National Achievment with Global Reach. Departemen Biologi FMIPA
Universitas Sumatera Utara, Medan. 22 Januari 2011.
42
Nurmansyah & H. Syamsu. 2001. Pengaruh Minyak Atsiri Beberapa Klon Unggul
Serai Wangi Terhadap Patogen Penyebab Penyakit Layu Dan Busuk
Pangkal Batang Tanaman Cabai. Jurnal Agrotek 4(4): 362-367.
Nursal, W., Sri & Wilda S. 2006. Bioaktivitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale
Roxb.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli
dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.
Pasya, I. 1997. Pengaruh Pemberian Banyaknya Daun Serai Wangi (Andoropogon
nardus L.) Terhadap Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah Yang
Disebabkan Oleh Sclerotium rolfsii Sacc pada persemaian cabai (Capsicum
annuum). Skripsi. Fakultas Pertanian Unand. Padang. 36 hlm.
Prayogo, B.E.W., & Sutaryadi. 1992. Pemanfaatan Sirih Untuk Pelayanan
Kesehatan Primer. Jurnal Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1(1): 1-9
Purwantisari S. 2009. Isolasi Dan Identifikasi Cendawan Indigenous Rhizosfer
Tanaman Kentang Dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis.
Magelang. Jurnal BIOMA. 11(2): 45-47.
Purwono, R & Hartono., 2004. Produktivitas Jagung Unggul. Bayumedia
Publishing. Malang. 86 hlm.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2012. Pestisida Nabati.
Kementerian Pertanian. Bogor.
Puspawati, Made. Epidemiologi Penyakit Karat pada Tanaman Jagung (Zea mays
L.). UNUD Press. Denpasar. 63 hlm.
Rainiyati., Chozin., Sudarsono., & Mansur. 2009. Pengujian Efektivitas Beberapa
Isolat Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) terhadap Bibit Pisang Asal
Kultur Jaringan. Berk. Penel. Hayati 15:63–69
Risnawati. 2013. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula dan Nutrisi Organik
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annuum
L.). Jurnal Agroteknos. 3(3):133-138.
Rubatzky,V.E & Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan
Gizi, alih bahasa Catur Herison. ITB. Bandung.
Rukmana, R., 2009. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Jakarta. 72 hlm.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. (Food
crop diseases in Indonesia). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
721 hlm.
43
Sekarsari, R.A., Prasetyo, J. Maryono, T. 2012. Pengaruh Beberapa Fungisida
Nabati Terhadap Keterjadian Penyakit Bulai Pada Jagung Manis (Zea mays
saccharata). J. Agrotek Tropika. 1(10): 98-101.
Setiadi, 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. 82 hlm.
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini & W.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. IPB Press. Bogor. 43
hlm.
Sitepu, D. 1997. Prospek Pestisida Nabati di Indonesia. Balittro. Bogor.
Sudantha, I.M., 2010. Pengaruh Aplikasi Jamur Trichoderma Spp. dan Serasah
Dalam Meningkatkan Ketahanan Terinduksi Tanaman Vanili Terhadap
Penyakit Busuk Batang Fusarium. Jurnal Agrotek. 20 (1):9-18.
Sudirman. 2009. Pengaruh Penggunaan Fungisida terhadap Perkecambahan Spora
Fungi Mikoriza Arbuskula. Tesis. Jurusan Biologi FMIPA. Universitas
Sumatera Utara. Medan. 64 hlm.
Sunarti.S., A.S. Nuning., Syarifuddin & R. Efendi, 2009. Morfologi Tanaman dan
Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Maros.
Suprapto H.S. dan A. R. Marzuki. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya.
Jakarta. 89 hlm.
Syamsudin. 2007. Pengendalian Penyakit Terbawa Benih Pada Tanaman Cabai
Mengunakan Biokontrol Dan Ekstrak Botani. Makalah Falsafah Sains. IPB
http://pasca.ipb.ac.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&
id=15&Itemid=418 Diakses pada 7 Januari 2018.
Wahyuno dan Manohara D. 2009. Pembentukan oospora Phytophthora capsici
pada jaringan lada. J. Hayati 2(1): 46–48.
Waid, Abdul. 2011. Dasyatnya Khashiat daun obat di pekarangan. Laksana.
Jakarta. 98 hlm.
Wakman dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung.
Puslitbangtan. Bogor. 88 hlm.
Wang, C., J. Zhang, H. Chen, Y. Fan dan Z. Shi. 2010. Antifungal activity of
eugenol againts Botrytis cinerea. Tropical Plant Pathology. 35(3): 137-143
Warisno, 2009. Jagung Hibrida. Kanisius. Jakarta. 60 hlm.
44
Wati, Indah Fajar. 2014. Keefektifan Ekstrak Daun Sirih dan Daun Babadotan
Mengendalikan Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai (Capsicum annum
L.). Jurnal Agrotek Tropika. 2(3): 6-12
Wiralaga, A. Y. A. 2003. Pengaruh inokulasi fungi mikoriza arbuskular terhadap
ketersediaan hara P dan produksi jagung. Jurnal Tanaman Tropika. 6(6):
11-15. Program Pasca Sarjana UNSRI. Palembang.
Wudianto, R., 2007. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta. 76 hlm.
Yendi, T.P., 2015. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tanaman Famili Zingiberaceae
Terhadap Penyakit Antraknosa Pada Buah Pisang. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. 49 hlm.