Apa yang dimaksud dengan Bog? Rawa (Bog) adalah lahan dengan kemiringan relatif datar disertai adanya genangan air yang terbentuk secara alamiah yang terjadi terus-menerus atau semusim akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri fisik: bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-kadang bergambut, ciri kimiawi: derajat keasaman airnya terendah dan ciri biologis: terdapat ikan-ikan rawa, tumbuhan rawa, dan hutan rawa. Rawa dibedakan kedalam 2 jenis, yaitu: rawa pasang surut yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga oleh pasang surutnya air laut dan rawa non pasang surut atau rawa pedalaman atau rawa lebak yang terletak lebih jauh jaraknya dari pantai sehingga tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Rawa atau tanah basah adalah Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis Bogs terjadi di mana air di permukaan tanah adalah acidic, baik dari acidic tanah air, atau tempat air yang seluruhnya berasal dari hujan, ketika mereka diistilahkan ombrotrophic. Air mengalir dari bogs memiliki karakteristik warna coklat, dari larut turf tannins. Bogs sangat sensitif habitat, yang tinggi penting untuk keanekaragaman hayati. Definisi yang lain dari bog (rawa) adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain- lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya. Distribusi dan cakupan Bogs didistribusikan secara luas dalam cuaca dingin, sedang climes, terutama di belahan utara bumi. Terbesar di dunia adalah Wetlands bogs dari Barat Siberian Lowlands di Rusia, yang mencakup lebih dari 600.000 km persegi. Sphagnum bogs telah meluas di utara Eropa. Irlandia telah lebih dari 15% turf; Achill Island off Irlandia 87% adalah rawa. Ada banyak bogs di Kanada dan Alaska (disebut rawang danau), Skotlandia, Denmark, Estonia (20% lahan rawa), Finlandia (26%), utara Jerman, Belanda, Irlandia, dan Swedia. Ada juga bogs di Kepulauan Falkland di belahan bumi selatan. Ombrotrophic Wetlands (yang bogs adalah contoh) juga ditemukan di daerah tropis, dengan tokoh daerah yang didokumentasikan di Kalimantan ini adalah habitat hutan sehingga akan lebih baik disebut acidic rawa-rawa. Di Indonesia, lahan rawa diperkirakan seluas 33,4 juta ha, sekitar 60 % (20 juta Ha) diantaranya merupakan lahan rawa pasang surut dan 40 persen selebihnya (13,4 juta Ha) adalah lahan rawa non pasang surut. Sampai saat ini, sekitar 3,9 juta Ha dari lahan rawa dengan lokasi yang sebagian terbesarnya tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Perjanjian Ramsar Perjanjian Ramsar adalah perjanjian tentang tempat rawa-rawa yang dianggap penting secara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Daerah rawa dapat didefinisikan sebagai daerah dengan kemiringan relatif datar yang
secara permanen atau temporal tergenang air karena tidak adanya sistem drainase alami serta
mempunyai ciri-ciri khas secara fisik (bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-kadang bergambut), kimiawi (derajat keasaman airnya terendah) dan biologis (terdapat ikan-ikan rawa,
tumbuhan rawa, dan hutan rawa). Menurut jenisnya lahan rawa di bagi menjadi rawa pasang
surut (RPS) dan rawa non pasang surut (RNPS).
A. RAWA PASANG SURUT
Lahan Rawa Pasang Surut adalah Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang
genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadidua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
Jika di tinjau dari jangkauan luapan air pasang, sebagai akibat terjadinya pasang surut airlaut, lahan rawa dibedakan menjadi empat tipe luapan, yaitu:
1. Rawa Tipe Luapan A, rawa dalam klasifikasi ini merupakrawa yang selalu terluapi oleh air
pasang tertinggi karena pengaruh variasi elevasi pasang surut air sungai, baik pasang tertinggi
Lahan basah yang permukaan tanahnya relatif kering, sedangkan di dalam tanah bersifat basah
dan jenuh air. Genangan yang dangkal hanya terlihat di beberapa tempat.
d. Rawa pasang surut
Rawa pasang surut ini, sumber airnya berasal dari pasang surut air laut. Tumbuhan yang hidupsubur di jenis rawa pasang surut adalah bakau. Di Indonesia, luas rawa di perkirakan lebih dari
23 juta hektare. Hutan rawa memiliki manfaat bagi manusia maupun lingkungan di sekitarnya.
Manfaat hutan rawa antara lain sebagai berikut :
1.
Merupakan sumber cadangan air;
2.
Mencegah terjadinya banjir;
3.
Mencegah terjadinya intrusi air laut ke dalam air tanah dan air sungai;
4.
Sebagai sumber makanan nabati maupun hewani;
Pengertian Rawa
Agustus 18, 2011
Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk. Lahan rawa
di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surutmerupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Lahan rawa pasang surut jika
dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi
lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut
berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi.
Tata air atau pengelolaan air sangat baik dalam memperbaiki kualitas tanah dan menanggulangi
atau mengurangi degradasi tanah akibat salah pengelolaan. Konsep dasar strategi tata air
didasarkan pada sifat tanah dan tipe luapan pasang surut. Pada daerah rawa pasang surut terdapatempat tipe luapan yaitu tipe A, B, C, dan D. Namun pada daerah penelitian Delta Telang
Sumatera Selatan, blok sekunder P8-12S memiliki tipe luapan A, sedangkan pada blok sekunder
P17-6S memiliki tipe luapan B. Masing-masing tipe luapan terdapat perbedaan terhadap
ketinggian genangan air.
Pada pengembangan lahan rawa pasang surut untuk sawah, karena kondisi tergenang dan kering
silih berganti mengakibatkan adanya perubahan kondisi reduktif dan oksidatif yang silih berganti juga. Pada keadaan tergenang (reduktif) mengakibatkan kation-kation seperti K, Ca, Mg
menjadi terjerap koloid tanah yang bermuatan negatif. Sedangkan dalam keadaan kering yang
lama (oksidatif) mengakibatkan teroksidasinya pirit yang dapat meracuni tanaman. Untukmengatasinya yaitu dengan pengelolaan air yang baik sehingga dapat mengurangi unsur-unsur
yang bersifat racun dan menghindari proses pemasaman lanjut.
Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh kondisi infrastruktur pengendali air
yang kurang memadai. Dan juga karena terjadinya pengikisan tanggul serta sewaktu-waktu tidak
ada pergerakan air maka terjadinya pengendapan yang menghasilkan lumpur, dalam waktusemakin lama pengendapan itu akan semakin tebal.
Selain itu, teknik pengelolaan air yang diterapkan juga masih bergantung pada pengamatan mukaair tanah secara langsung di lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur pengamatan.
Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu,
tenaga, dan biaya, serta terbatas pada titik pengamatan dan jangka waktu pengamatan tertentu(Ngudiantoro et al, 2009).
Melalui pengelolaan lahan dan air yang tepat, maka produksi dan indeks pertanaman (IP) padalahan rawa pasang surut akan dapat ditingkatkan. Aspek utama pengelolaan air pada lahan rawa
pasang surut yaitu pengendalian muka air tanah yang berfluktuasi sehingga dicapai kondisi muka
air tanah di petak lahan yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Ngudiantoro et al, 2009).
Susanto (2010) menjelaskan bahwa, hasil penelitian di Delta Telang I menunjukkan optimalisasilahan rawa pasang surut untuk produksi pangan misalnya terbukti telah mampu meningkatkan
produksi dari 3-4 ton GKP/ha/musim menjadi 7-8 ton GKP/ha/musim, bahkan jugameningkatkan indeks pertanaman.
Sistem jaringan reklamasi rawa pasang surut mencangkup pengelolaan air di tingkat makro danmikro. Pengelolaan air ditingkat makro merupakan air yang dimulai sungai, saluran primer
hingga sekunder. Sedangkan pengelolaan air ditingkat mikro mencangkup pengelolaan air
tersier, kuarter hingga lahan usaha tani. Salah satu aspek usaha tani yang erat kaitannya dengantingkat produksi pertanaman per areal musim tanam ataupun intensitas pertanaman selama satu
tahun adalah tata air mikro di lahan usaha tani (Susanto, 2010).
Dengan pengelolaan air yang baik, maka dapat melakukan pengaturan pola tanam dan waktu
tanam yang sesuai. Sehingga dapat meningkatkan indeks pertanaman (per musim tanam). Hal ini
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani.
Dari uraian diatas, menunjukkan bahwa jaringan dan sistem tata air merupakan aspek yang
sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan produksi dan lahan pertanian serta sifatfisik tanah berpengaruh dalam pertumbuhan dan produksi tanaman.
Rawa air asin terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tengah untuk lintang tinggi. Di Amerika
Serikat, rawa air asin dapat ditemukan di setiap pantai. Sekitar setengah dari rawa air asin yang
terletak di sepanjang Gulf Coast.
b. Rawa Air Payau
Rawa Air Payau adalah rawa yang airnya campuran antara air tawar dan air asin.Banyak terjadi si
muara sungai ,karena terjadi pasang surut air tawar dan air asin,ketika air tawar pasang maka air
akan terasa tawar ,tetapi jika air tawar surut ,maka akan di isi air asin,tetapi air tawar dan asin juga
dapat tercampur .Sifatnya tidak asam ,karena terjadi pergantian air .contoh rawa air payau adalah
hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar
Teluk Bintuni.
c. Rawa Air Tawar
Rawa air tawar menurut Irwan (2007) adalah ekosistem dengan habitat yang sering digenangi airtawar yang kaya mineral dengan pH sekitar 6 dengan kondisi permukaan air yang tidak tetap,
adakalanya naik atau adakalanya turun, bahkan suatu ketika dapat pula mengering. Rawa terbentuk
karena proses pendangkalan dari danau, waduk, atau proses lain seperti gempa yang
mengakibatkan suatu daerah turun tetapi tidak dalam.Contoh rawa ini adalah Rawa Jombor terletak
di wilayah Klaten, sekitar 1 jam dari Yogyakarta dan Rawa Bento, Kerinci, Sumatra.
Pengertian RawaAgustus 18, 2011
Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk. Lahan rawa
di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surutmerupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Lahan rawa pasang surut jika
dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi
lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut
berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomi.
Tata air atau pengelolaan air sangat baik dalam memperbaiki kualitas tanah dan menanggulangiatau mengurangi degradasi tanah akibat salah pengelolaan. Konsep dasar strategi tata air
didasarkan pada sifat tanah dan tipe luapan pasang surut. Pada daerah rawa pasang surut terdapat
empat tipe luapan yaitu tipe A, B, C, dan D. Namun pada daerah penelitian Delta TelangSumatera Selatan, blok sekunder P8-12S memiliki tipe luapan A, sedangkan pada blok sekunder
P17-6S memiliki tipe luapan B. Masing-masing tipe luapan terdapat perbedaan terhadap
Proses Pembentukan Tanah 14. Pencemaran Tanah 15. Manfaat Tanah
16. Unsur Hara Nitrogen (N)
17. Unsur Hara Fosfor (P) 18. Unsur Hara Kalium (K)
19. Bahan Organik Tanah
20. Kemasaman Tanah (pH Tanah)
21. Lengas Tanah 22. Tekstur dan Struktur Tanah
23. Pemupukan Tanaman
24.
Ekosistem .:: HUTAN GAMBUT ::.
25. 26.
27. Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam
keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin
hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan asam dan di
dalamnya terdapat penumpukan bahan bahan tanaman yang telah mati.
28. Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik karena
tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada umumnya
mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air tawar.
29. 30. Arief (1994) mengemukakan bahwa gambut itu terjadi pada hutan-hutan yang pohonnya
tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung sedikit oksigen,
sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan tidak mampu melakukan tugasnyasecara baik. Akhirnya bahon-bahan organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang
tertumpuk dan lambat laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20 m.
31. Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisatumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai kandungan
bahan organik yang sangat tinggi. Permukaan gambut tampak seperti kerak yang
berserabut, kemudian bagian dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya. Anwar dkk.(1984 dalam Irwan, 1992) mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bentuk, yaitu gambut ombrogen dan gambut topogen.
32.
33. 1. Gambut ombrogen
34. Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat pantai dengan
kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam dan sangat miskin hara(oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat hara yang masuk dari sumber lain,
sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari
gambut dan dari air hujan.35.
36. 2. Gambut topogen
37. Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan di daerah pedalaman yang
drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat agak asam dan mengandung zat hara agak
banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen masihmendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan.
38.
39. Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe iklim A dan B
(tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), pada tanah organosol yangmemiliki lapisan gambut setebal lebih dari 50 cm (Santoso,1996; Direktorat Jenderal
Kehutanan, 1976). Hutan gambut itu pada umumnya terletak di antara hutan rawa dan
hutan hujan.40.
41. Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-spesies tumbuhan
yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang banyak dijumpai di dalamekosistem hutan gambut antara lain Alstonia spp., Dyera spp., Durio carinatus,
glabra, Dactyloeladus stenostachys, Diospyros spp., dan Myristica spp. Khusus di
Kalimantan dan Sumatra Selatan, pada ekosistem hutan gambut banyak dijumpaiGonystylus spp.
Tanah gambut atau sering disebut sebagai tanah organosol merupakan tumpukan bahan organikyang berasal dari sisa-sisa tanaman yang sudah melapuk, dan terjadi dalam jangka waktu yang
lama dan selalu tergenang (rawa). Penguraian bahan organiknya dilakukan oleh bakteri aerob
dan sangat dipengaruhi oleh sifat vegetasi asal, iklim, topografi dan sifat kimia.
Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang
tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Karena variabilitas lahan ini sangat tinggi,
baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambutlayak untuk dijadikan areal pertanian.
Berdasarkan taksonomi tanah komprehensif USDA tahun 1975, tanah gambut masuk ke dalamordo tanah. Ordo histosol memiliki empat subordo, yaitu fibrik, folik, hemik, dan saprik.
1. Histosol fibrik merupakan tanah gambut (organik) yang sangat sedikit atau baru mulaiterdekomposisi. Tanah ini tersusun atas beragaman vegetasi, cenderung memiliki
kerapatan dan kandungan endapan yang rendah serta memiliki kapasitas menahan air
yang tinggi.
2. Histosol folik merupakan tanah organik yang tergenang dan sudah mulai terdekomposisi.3. Histosol hemik merupakan tanah organik yang sudah mengalami dekomposisi sebagian.
4. Histosol saprik merupakan tanah organik yang telah mengalami dekomposisi sempurna.
Tanah ini memiliki kerapatan yang relatif tinggi dan memiliki kapasitas menahan air
yang rendah. Histosol jenis fibrik dan hemik akan melapuk menjadi saprik jika digenangiair.
Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral,
ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut.
Secara kimiawi gambut bereaksi masam (pH di bawah 4). Gambut dangkal pH lebih tinggi
(4,0-5,1), gambut dalam (3,1-3,9). Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi
tanaman karena rasio C/N yang tinggi. Kandungan unsur mikro khususnya Cu, B dan Zn
sangat rendah.
Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsurharanya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun
bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang
menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam
Ketebalan gambut pada setiap bentang lahan adalah sangat tergantung pada:
1). proses penimbunan yaitu jenis tanaman yang tumbuh, kerapatan tanaman dan lama pertumbuhan
tanaman sejak terjadinya cekungan tersebut,
2). proses kecepatan perombakan gambut,
3). proses kebakaran gambut, dan
4). Perilaku manusia terhadap lahan gambut.
Gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih termasuk kategori kawasan lindung sebagai kawasan yang
tidak boleh diganggu. Kebijakan ini dituangkan melalui Keppres No. 32 tahun 1990 yang merupakan
kebijakan umum dalam reklamasi dan pemanfaatan lahan gambut di Indonesia.
Berdasarkan besarnya potensi sumberdaya, kendala biofisik dan peluang pengembangan, makarawa khususnya gambut pedalaman perlu mendapatkan perhatian serius. Gambut dikategorikan
sebagai lahan marjinal, karena kendala biofisiknya sukar diatasi. Prodiktifitas gambut sangat
beragam, ketebalan gambut juga menentukan kesuburannya (Barchia, 2006).
Tingkat Kematangan Gambut
Menurut Soil Survey Staff (1990), bahwa tingkat kematangan atau tingkat pelapukan tanah gambut
dibedakan berdasarkan tingkat dekomposisi dari bahan atau serat tumbuhan asalnya. Tingkat
kematangan terdiri dari tiga katagori yaitu fibrik, hemik dan saprik.
Tingkat kematangan tanah gambut dalam pengamatan di lapangan dapat dilakukan dengan cara
mengambil segenggam tanah gambut dan memersnya dengan tangan. Kriteria mentah atau matang
dari gambut dapat ditunjukkan dengan melihat hasil cairan dan sisa bahan perasan.
Ketentuan dalam menentukan kematangan gambut untuk masing-masing katagori adalah sebagai
berikut:
1. Tingkat kematangan fibrik yaitu apabila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan
setelah pemerasan adalah tiga per empat bagian atau lebih (>3/4).
2. Tingkat kematangan hemik yaitu apabila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan
setelah pemerasan adalah antara kurang dari tiga per empat sampai seperempat bagian atau lebih
Papandayan, dan Pangrango. Vegetasi utama di Gambut Pengunungan tersebut adalah Hydrophyta
dan Cyperaceae.
Klasifikasi gambut berdasarkan bahan induk dapat digolongkan menjadi Gambut Endapan, Gambut
Berserat dan Gambut Berkayu.
Gambut Endapan adalah akumulasi bahan organik diperairan dalam sehingga pada umumnya
dijumpai dibagian bawah dari suatu profil organik. Gambut endapan dibentuk dari bahan tanaman
yang mudah dihumifikasikan. Gambut endapan tidak disenangi sebagai tanah karena sifat fisiknya
yang tidak menguntungkan sehingga gambut ini tidak diusahakan. Gambut endapan berasal dari
campuran tanaman leli air, rumputan air, hornworth, plankton, dan lainnya.
Gambut Berserat adalah akumulasi bahan organik berbagai sedge, lumut-lumutan, hepnum, reeddan rumpulan lainnya, latifolia dan angustifolia. Sejumlah gambut berserat sering dijumpai pada
rawa dimana gembut endapan berada. Gambut ini mempunyai sifat fisik yang baik akibat sifat serat
dan filamennya. Gambut berserat dapat juga dijumpai dipermukaan dari akumulasi bahan organik.
Gambut Berkayu adalah gambut dengan bahan penyusun utamanya adalah pohon-pohonan
desidius, konifer dan tumbuhan dibawahnya. Pohon-pohonan banyak tumbuh di daerah rawa,
sehingga gambut ini banyak dijumpai di lahan rawa. Gambut berkayu berwarna coklat atau hitam
bila basah, dan warna ini sangat tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut berkayu
terbentuk dari sisa pohon, semak dan tumbuhan lainnya
Pengertian Gambut: Apa itu Gambut? | Istilah gambut diambil alih dari kosa kata bahasadaerah Kalimantan Selatan. Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang
tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau
hanya sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini, tidak berarti bahwa setiap timbunan
bahan organik yang basah adalah gambut. Pengertian gambut di sini sebagai bahan onggokandan secara umum diartikan sebagai bahan tambang, bahan bakar (non-minyak), bahan industri,
bahan kompos, dan lain sebagainya. Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa
Inggris, antara lain disebut peat, bog, moor, mire, atau fen.
Menurut Andriesse, gambut adalah tanah organik (organik soils), tetapi tidak berarti bahwa
tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah
hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Tanah gambut yang telahmengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan asilnya tidak dikenali lagi
dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani
Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuksering diidentikkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah gambut secara
umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk.
Pengertian tentang gambut yang lebih menitikberatkan sebagai medium pertumbuhan tanaman
sama sekali berbeda dengan pengertian gambut untuk tujuan industri atau energi. Dalam konteks
ini, gambut diartikan sebagai suatu bentukan menurut konsep pedologi, yang morfologi dan sifat-
sifat bentukan tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang dikandungnya.Pengertian gambut yang lebih luas mencakup aspek kendala lahan dan lingkungan spesifik bagi
pengembangan pertanian. Dalam hal ini, seringkali digunakan istilah lahan gambut. Penggunaan
istilah lahan dalam konteks gambut untuk menunjukkan kendala dan peluang jika dimanfaatkan
sebagai wilayah pengembangan pertanian.
Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomy), tanah gambut dikelompokkan ke dalam ordo histosol
atau sebelumnya dinamakan organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenistanah mineral umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal,