7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
1/33
6
LAPORAN FARMAKOLOGI
OBAT ANTIPSIKOSIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2010
Disusun oleh : Kelompok II
Afdhalia Khairunnisa Sy. (0708015030)
Dewi Puspita Ayu (0708015019)
Febrian Juventianto (0708015058)
Fredy Setyawan (0708015057)
Ira Karlina (0708015021)
Lawani Meri (0708015003)
Siti Muawanah (0708015011)
Yunistira Sylvia (0708015037)
Zara Pilar K.A (0708015020)
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
2/33
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah laporan praktikum farmakologi dengan judul Obat Anti
Psikosis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari
berbagai sumber ilmiah. Laporan ini secara garis besar berisikan tentang
penjelasan mengenai obat anti Psikosis, termasuk di dalamnya definisi, klasifikasi
serta mekanisme kerja dari obat ini.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dosen-dosen tim farmakologi yang telah mengajarkan materi
kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan
praktikum farmakologi ini.
2. Teman-teman kelompok II yang telah mencurahkan pikiran,
tenaga dan waktunya sehingga diskusi sehingga dapat berjalan dengan baik
dan dapat menyelesaikan laporan praktikum farmakologi ini.
3. Teman-teman mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2007 khususnya yang telah bersedia untuk sharing bersama
mengenai materi yang kita bahas.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan praktikum
farmakologi ini.
Hormat Kami,
Penyusun
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
3/33
6
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .2
Daftar Isi .3
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang .4
B. Tujuan .5
Bab II Tinjauan Pustaka.. 6
Bab III Penutup
A. Kesimpulan ... 32
B. Saran ..32
Daftar Pustaka ... 33
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
4/33
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat anti psikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun
kronik, suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis
ialah : (1) berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas,
hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis; (2) dosis besar
tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia; (3) dapat
menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel; (4) tidak
ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.
Antipsikotika biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat
typis atau klasik dan obat atypis. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal
mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah
yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat
golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap
dopamin 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4,
serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik.
Golongan antipsikosis tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala positif.
Antipsikosis sangat bermanfaat mengatari keadaan gaduh gelisah.
Efektivitas obat ini samgat membantu orang-orang yang memelihara pasien
psikosis. Indikasi lainnya adalah Tourette's syndrome dan untuk mengontrol
gangguan perilaku pada pasien demensia Alzheimer. Kebanyakan antipsikosis
lama, kecuali tioridazin memiliki efek antiemetik.
Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam CCS(Cairan cerebrospinal) dan obat-obat ini melakukan kegiatannya secara
langsung terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf biokimiawi
belum diketahui dengan pasti, tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini
berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar-
keseimbangannya.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
5/33
6
Antipsikotik memiliki sejumlah kegiatan fisiologi, yakni : antipsikotik,
anxiolitis, antiemesis, dan analgetik.
Obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikosis,
seperti schizophrenia, mania, dan depresi psikosis. Disamping itu
antipsikotika digunakan untuk menangani ganguan perilaku serius pada pasien
dengan handicap rohani dan pasien demensia, juga untuk keadaan gelisah akut
dan penyakit lata.
Obat ini mampu meniadakan rasa bimbang, takut, gelisah, dan agresi yang
berat. Oleh karena itu adakalanya obat ini digunakan dalam dosis rendah
sebagai minor tranquilizer pada kasus-kasus serius, dimana benzodiazepinn
kurang efektif, misalnya pimozida dan thioridiazin. Berhubung efek
sampingnya penggunaan antispikotika dalam dosis rendah sebagai anxiolitika
tidak dianjurkan.
Berdasarkan perintangan neurotransmisi dari CTZ (Chemo Trigger Zone)
ke pusat muntah dengan jalan blockade reseptor dopamine. Karena sifat inilah
obat ini sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat. Obat
dengan daya antiemesis kuat adalah proklperazin dan thietilperazin. Obat lain
dengan daya antimual yang baik dalam dosis rendah adalah klorpromazin,
perfrenazin, triflupromazin, flufenazin, dan haloperidol.
Beberapa antipsikotik memiliki khasiat analgesic kuat, antara lain
levomepromazin, haloperidol, dan droperidol. Tetapi obat ini jarang digunakan
sebagai obat antinyeri, kecuali droperidol. Obat lainnya dapat memperkuat efek
analgetik dengan jalan meningkatkan ambang-nyeri, misalnya klorpromazin.
Klorpromazin dan haloperidoladakalanya juga digunakan pada sedu yang tak
henti-henti dan gangguan keseimbangan bila obat lain tidak ampuh.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan laporan farmakologi ini adalah mempelajari
tentang obat anti psikosis. Selain itu juga kita dapat mempelajari dari definisi,
klasifikasi, mekanisme kerja, efek dan manfaat, interaksi, dll.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
6/33
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANTIPSIKOTIKA
Bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa
yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : (1) berefek antipsikosis, yaitu
berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien
psikosis; (2) dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anestesia;
(3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel; (4)
tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi
dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada
umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga
memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor
muskarinik dan reseptor alfa adrenergik. Golongan antipsikosis tipikal umumnya
hanya berespons untuk gejala positif.
Antipsikotika biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis
atau klasikdan obat atypis.
1. Antipsikotika klasik atau typis, terutama efektif mengatasi symptom positif,
pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai
berikut:
a. Derivat-fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin dan triflupromazin
(Siquil), thioridazin dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin
(Taxillan), trifluoperazin, dan prklorperazin (Stemetil)
b.Derivat-thioxanthen : klorprotixen (Tuxal) dan zuklopentixol (Cisordinol)
c. Derivat-butirofenon : haloperidol, bromperidol, pipamperon, dan
droperidol.
d.Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
7/33
6
2. Antipsikotika atypis (sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan
quetiapin) bekerja efektif melawan symptom negatif, yang praktis kebal
terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya
gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda. Obat atypis lainnya yang
sudah tersedia di negara lain sejak 1998 adalahzotepin, dan ziprasidon.
Indikasi
Antipsikosis sangat bermanfaat mengatari keadaan gaduh gelisah.
Efektivitas obat ini samgat membantu orang-orang yang memelihara pasien
psikosis. Indikasi lainnya adalah Tourette's syndrome dan untuk mengontrol
gangguan perilaku pada pasien demensia Alzheimer. Kebanyakan antipsikosis
lama, kecuali tioridazin memiliki efek antiemetik.
Khasiat dan penggunaan
Antipsikotik memiliki sejumlah kegiatan fisiologi, yakni :
a. Antipsikotis
Obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikosis,
seperti schizophrenia, mania, dan depresi psikosis. Disamping itu antipsikotika
digunakan untuk menangani ganguan perilaku serius pada pasien dengan
handicap rohani dan pasien demensia, juga untuk keadaan gelisah akut dan
penyakit lata.
b. Anxiolitis
Obat ini mampu meniadakan rasa bimbang, takut, gelisah, dan agresi yang
berat. Oleh karena itu adakalanya obat ini digunakan dalam dosis rendah
sebagai minor tranquilizer pada kasus-kasus serius, dimana benzodiazepinnkurang efektif, misalnya pimozida dan thioridiazin. Berhubung efek
sampingnya penggunaan antispikotika dalam dosis rendah sebagai anxiolitika
tidak dianjurkan.
c. Antiemesis
Berdasarkan perintangan neurotransmisi dari CTZ (Chemo Trigger Zone)
ke pusat muntah dengan jalan blockade reseptor dopamine. Karena sifat inilah
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
8/33
6
obat ini sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat. Obat
dengan daya antiemesis kuat adalah proklperazin dan thietilperazin. Obat lain
dengan daya antimual yang baik dalam dosis rendah adalah klorpromazin,
perfrenazin, triflupromazin, flufenazin, dan haloperidol.
d. Analgetis
Beberapa antipsikotik memiliki khasiat analgesic kuat, antara lain
levomepromazin, haloperidol, dan droperidol. Tetapi obat ini jarang digunakan
sebagai obat antinyeri, kecuali droperidol. Obat lainnya dapat memperkuat efek
analgetik dengan jalan meningkatkan ambang-nyeri, misalnya klorpromazin.
Klorpromazin dan haloperidoladakalanya juga digunakan pada sedu yang tak
henti-henti dan gangguan keseimbangan bila obat lain tidak ampuh.
Mekanisme kerja
Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam CCS
(Cairan cerebrospinal) dan obat-obat ini melakukan kegiatannya secara langsung
terhadap saraf otak. Mekanisme kerjanya pada taraf biokimiawi belum diketahui
dengan pasti, tetapi ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini berhubungan erat
dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar-keseimbangannya.
Antipsikotika menghambat (agak) kuat reseptor dopamine (D2) di system
limbis otak dan disamping itu juga menghambat reseptor D1/D4, 1 (dan 2)-
adrenerg, serotonin, muskarin, dan histamine. Akan tetapi pada pasien yang kebal
bagi obat-obat klasik telah ditemukan pula blockade tuntas dari reseptor D2
tersebut. Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blockade D 2 saja
tidak selalu cukup menanggulangi schizophrenia secara efektif. Untuk ini
neurohormon lainnya seperti serotonin (5HT2) , glutamate, dan GABA perludipengaruhi.
Mulai kerjanya blockade- D2 cepat, begitu pula efeknya pada keadaan
gelisah. Sebaliknya, kerjanya terhadap gejala psikosis lainnya, seperti waham,
halusinasi, dan gangguan pikiran baru nyata setelah beberapa minggu. Mungkin
efek lambat ini disebabkan system reseptor dopamine menjadi kurang peka.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
9/33
6
Antipsikosis atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor-D1 dan
D2, sehingga lebih efektif daripada obat-obat klasik untuk melawan symptom
negative. Lagi pula obat ini lebih jarang menimbulkan GEP dan dyskinesia tarda.
a. Sulpirida, terutama menghambat reseptor- D2 dan praktis tanda afinitas bagi
reseptor lain. Pada dosis rendah (dibawah 600mg/ hari) terutama bekerja
antagonistis terhadap reseptor presinaptis, dan pada dosis lebih tinggi (diatas
800mg/hari) juga terhadap reseptor-D2 postsinaptis, seperti obat-obat klasik.
Efek antipsikosis terutama dicapai pada dosis lebih tinggi dan dosis rendah
berguna pada psikosis dengan terutama symptom negatif.
b. Klozapin : ikatannya pada reseptor D2 agak ringan dibandingkan obat-obat
klasik. Namun efek antipsikosisnya kuat, yang bisa dianggap paradoksal. Juga
afinitasnya pada reseptor lain dengan efek antihistamin, antiserotonin,
antikolinergis, dan antiadrenergis adalah relative tinggi. Menurut perkiraan
efek baiknya dapat dijelaskan oleh blockade kuat dari reseptor D2, D4, dan
5HT2. Blockade resptor muskarin dan D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan
blockade 5HT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamine di otak. Hal ini
meniadakan sebagai blockade D2, tetapi mengurangi resiko GEP.
c. Risperidon juga terutama menghambat reseptor D2 dan 5HT2, dengan
perbandingan afinitas 1 : 10, juga dari reseptor 1, 2 dan H1. Blokade 1 dan 2
dapat menimbulkan masing-masing hipotensi dan depresi sedangkan blockade
H1 berikatan dengan sedasi.
d. Olanzapin menghambat semua reseptor dopamine (D1 s/d D4) dan reseptor H1,
5HT2, adrenergic, dan kolinergis, dengan afinitas lebih tinggi untuk reseptor 5-
HT dibandingkan D2.
e. Reboxetin yang secara selektif menghambat reuptake noradrenalin pada tahun1997 dipasarkan di Inggris.
Efek samping
Sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotika
dan yang paling sering terjadi adalah :
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
10/33
6
a. Gejala ekstrapiramidal (GEP), yang bertalian dengan daya antidopaminnya
dan bersifat lebih ringan pada senyawa butirofenon, butilpiperidin, dan obat
atypis. GEP dapat berbentuk banyak macam, yaitu sebagai :
- Parkinsonisme dengan gejala hipokinesia dan kekauan anggota tubuh,
terkadang tremor tangan, dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya rabbit
syndrome (mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci) yang dapat
muncul setelah beberapa minggu atau bulan. Terutama pada dosis tinggi
dan lebih jarang pada obat dengan kerja antikolinergis. Insidensinya 2-
10%.
- Distonia akut yakni kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring,
gangguan menelan, sukar bicara dan kejang rahang. Untuk
menghindarkannya dosis dinaikkan dengan perlahan atau diberi
antikolinergik sebagai profilaksis.
- Akathisia yakni selalu ingin bergerak, tidak mampu diam tanpa
menggerakkan kaki, tangan, atau tubuh. Ketiga GEP diatas dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis dan dapat diobati dengan antikolinergik.
Akathisia juga dapat diatasi dengan propanolol atau benzodiazepine.
- Diskinesia tarda yakni gerakan abnormal tak sengaja khususnya otot-otot
muka dan mulut, yang dapat menjadi permanen. Gejala ini sering muncul
setelah 0,5-3 tahun dan berkaitan antara lain dengan dosis kumulatif yang
telah diberikan. Resiko efek samping ini meningkat pada penggunaan lama
dan tidak tergantung dari dosis juga sering terjadi pada lansia. Insidennya
tinggi sekitar 10-15%. Gejala ini lenyap dengan menaikkan dosis, tetapi
kemudian timbul kembali secara lebih hebat. Antikolinergik juga dapat
memperhebat gejala tersebut. Pemberian vitamin E dapat mengurangi efeksamping ini.
- Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP
lain, kesadaran menurun dan kelainan-kelainan SSO (takikardi, berkeringat,
fluktuasi tekanan darah, inkontinensia). Gejala ini tidak tergantung pada
dosis. Gejala ini terutama terjadi pada pria muda dalam waktu 2 minggu
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
11/33
6
dengan insiden 1%. Diagnosanya sukar, tetapi bila tidak ditangani bisa
berakhir fatal.
b. Galaktorrea (banyak keluar air susu). Hal ini diakibatkan blockade dopamine
yang identik denga PIF (Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi prolaktin tidak
dirintangi lagi, kadarnya meningkata dan produksi air susu bertambah banyak.
c. Sedasi, yang bertalian dengan khasiat antihistamin, khususnya klopromazin,
thioridazin, dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat
difenilbutilamin.
d. Hipotensi ortostatis, terjadi akibat blockade reseptor 1-adrenergis, misalnya
klopromazin, thioridazin, dan klozapin.
e. Efek antikolinergis, terjadi akibat blockade resepto muskarin, yang bercirikan
antara lain mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih, dan
takikardia terutama pada lansia. Efek khusus kuat pada klopromazin,
thioridazin, dan klozapin
f. Efek antiserotonin, terjadi akibat blockade reseptor-5HT, yang berupa
stimulasi nafsu makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.
g. Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif.
Bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit kepala, sukar
tidur, mual, muntah, anorexia, dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat
dengan kerja antikolinergis. Oleh karena itu penghentiannya selalu perlu secara
berangsur.
h. Efek lainnya. Akhirnya masih ada beberapa efek samping yang karakteristik
bagi obat-obat tertentu, yakni :
- Fenotiazin : seringkali reaksi imunologis, seperti fotosensibilitas, hepatitis,
kelainan darah, dan dermatitis alergi. Efek lainnya berupa kelainan mataberupa endapan pigmen di lensa dan kornea serta retinopati pada
thioridazin (dosis diatas 800mg/hari).
- Klozapin : dapat menimbulkan agranulositosis, bradikardi, hipotensi
ortostatis dan berhentinya jantung.
- Olanzapin dan risperidon pada lansia yang menderita Alzheimer dapat
mengakibatkan kerusakan cerebrovaskuler, yang meningkatkan
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
12/33
6
mortalitasnya dengan lebih dari dua kali, tidak tergantung dari lama dan
dosisnya penggunaan.
Kehamilan dan laktasi. Penggunaan obat-obat ini selama kehamilan dan
laktasi sedapat mungkin harus dihindari berhubungan toksisitasnya bagi janin
dan bayi. Karena psikosis yang tidak ditangani dengan tepat dapat sangat
merusak kesehatan ibu dan janin, maka resiko penggunaan antipsikotika perlu
dipertimbangkan per pasien secara individual. Bila sangat perlu hendaknya
diberikan dalam dosisserendah mungkin dalam masa yang singkat. Pecan-
pekan kehamilan dengan resiko tinggi adalah minggu ke-4 sampai ke-10 dan 2-
4 minggu terakhir. Selama periode tersebut hendaknya jangan diberikan
medikasi. Obat pilihan pertama untuk keadaan darurat adalah haloperidol.
Interaksi. Beta bloker dan antidepresiva trisiklik dapat saling memperkuat
efek antipsikotika dengan jalan menghambat masing-masing metabolisme.
Levadopa dan bromokriptin dapat dikurangi kerja dopaminergiknya. Barbital
menurunkan kadar darah antipsikotikanya berdasarkan induksi enzim.
Klorpromazin dan garam-garam litium saling menurunkan kadar darahnya
masing-masing
Obat-obat tambahan
Bila penggunaan antipsikotik kurang menghasilkan efek yang diinginkan
adakalanya ditambahkan adjuvansia, seperti :
- Benzodiazepine dengan kerja agak panjang seperti diazepam, dapat untuk
sementara ditambahkan pada antipsikotika dengan efek sedative ringan guna
menanggulangi rasa takut dan gelisah. Penggunaannya tidak boleh dihentikandengan mendadak, melainkan harus secara berangsur untuk menghidarkan
psikosis dan konvulsi reaktif.
- Litium berguna sebagai obat tambahan bila terdapat komponen mania.
Efeknya yang baik berupa berkurangnya gejala psikosis, kegelisahan dan
perbaikan kontak social dapat tercapai setelah 2-4 minggu. Dosis
antipsikotikum biasanya dapat dikurangi.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
13/33
6
- Antidepresiva trisiklik, misalnya amitriptilin, adakalanya dapat ditambahkan
pada depresi yang timbul sesudah psikosis. Berhubung kombinasi saling
memperkuat daya kerja dan toksisitas kedua obat, harus diwaspadai
meningkatnya efek antikolinergik.
- Karbamazepin adakalanya berguna sebagai adjuvant bila terdapat kegelisahan
dan gangguan kelakuan hebat. Obat epilepsy ini menurunkan kadar darah
antipsikotika.
KLORPROMAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN
Prototip kelompok ini adalah klorpromazin (CPZ). Sampai sekarang obat
ini masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan
harganya yang murah.
Farmakodinamik
Efek farmakologik terjadi karena antipsikosis menghambat reseptor
diantaranya dopamin, reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda.
Klorpromazin misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga
memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor -adrenergik, sedangkan
risperidon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2.
Susunan Saraf Pusat
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsamg dari lingkungan. Klorpromazin berefek antipsikosis terlepas dari efek
sedasinya. CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik
maupun rangsang oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi gangliabasal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme. CPZ dapat mengurangi atau
mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada chemoreceptor trigger
zone. Fenotiazin terutama yang. potensinya rendah menurunkan ambang
bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien epilepsi harus sangat hati-hati.
Derivat piperazin dapat digunakan secara aman pada pasien epilepsi bila dosis
diberikan bertahap dan bersama antikonvulsan.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
14/33
6
Neurologik
Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala
ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6 gejala
sindrom neurologik yang karakteristik obat ini : distonia akut, akatisia,
parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignat, tremor perioral(jarang) dan
diskinesia Tardif.
Otot Rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan
spastik.
Efek Endokrin
CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping
terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan
peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan adanya penurunan libido dan
ginekomastia.
Kardiovaskular
Hipotensi ortostatik, dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya
sering terjadi dengan derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer,
curah jantung menurun dan frekuensi denyut jantung meningkat.
Farmakokinetik
Kebanyakan antipsikosis diabsorbsi sempurna, sebagian diantaranya
mengalami metabolismd lintas pertama.
Efek Samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Gejala
idiosinkrasi mungkin timbul berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini
disertai eosinofilia dalam darah perifer.
HALOPERIDOL
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis
yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
15/33
6
Farmakodinamik
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon
memperlihatkan banyak sifat fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol
mirip fenotiazin piperazin.
Susunan Saraf Pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami eksitasi.
Sistem Saraf Otonom
Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek
antipsikotik lain; walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan
kabur.
Sistem Kardiovaskular dan Respirasi
Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat
akibat CPZ.
Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dalam saluran cerna. Kadar puncaknya dalam
plasma tercapai dalam 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan
masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu.
Efek Samping dan Intoksikasi
Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang
tinggi, terutama pada pasien muda. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan
mania atau sebagai efek samping sebenarnya. Haloperidol sebaiknya tidak
diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak
menimbulkan efek teratogenik.
IndikasiIndikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Selain itu juga merupakan obat
pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
16/33
6
DIBENZODIAZEPIN
KLOZAPIN
Merupakan antipsikosis atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut
atipikal karena obat ini hampir tidak memiliki efek ekstrapiramidal dan kadar
prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Klozapin efektif untuk
mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofernia baik yang positif (iritabilitas)
maupun yang negatif.
Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif maupun negatif. Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar.
Efek Samping dan Intoksikasi
Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada
pengobatan dengan klozapin. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah
pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak boleh lebih dari 6 minggu
kecuali bila terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat terjadi antara
lain hipertemia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi.
Farmakokinetik
Klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral;
kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Obat
ini dimetabolisme hampir sempurna sebelum disekresi lewat urin dan tinja.
RISPERIDON
FarmakodinamikRisperidon yang merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin, dan aktivitas menengah terhadap
reseptor dopamin, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin
Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Risperidon
dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
17/33
6
Indikasi
Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala
negatif maupun positif. Di samping itu diindikasikan pula untuk gangguan
bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan Tourette syndrome.
Efek Samping
Secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang
dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah,
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekrtra piramidal terutama
tardiv diskinesia.
OLANZAPIN
Fardmakodinamik
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip
dengan klozapin.
Farmakokinetik
Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar
plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme di hepar, dan disekresi
lewat urine.
Indikasi. Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif
skizofrenia dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada
pasien depresi dengan gejala psikotik.
Efek Samping
Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak
menyebabkan agranulositosis seperti klozapin.
QUETIAPIN
Farmakodinamik
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, serotonin, dan bersifat
agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
18/33
6
Farmakokinetik
Absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai
setelah 1-2 jam pemberian.
Indikasi
Quetiapin diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif.
Efek Samping
Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dan dizziness.
ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL
DIBENZODIAZEPIN-KLOZAPIN
Merupakan antipsikosis atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut
atipikal karena obat ini hampir tidak memiliki efek ekstrapiramidal dan kadar
prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia tardif belum pernah
dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat ini. Dibandingkan terhadap
psikotropik yang lain, klozapin merupakan efek dopaminergik lemah, tetapi dapat
mempengaruhi fungsi saraf dopamin neuron di daerah nigrostriatal (daerah gerak)
dan tuberoinfundibular (daerah neuroendokrin).
Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif maupun negatif. Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat standar. Selain
itu, karena risiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkanantipsikosis lain, maka penggunannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten
atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi klozapin
perlu dipantau setiap minggu.
Efek Samping dan Intoksikasi
Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada
pengobatan dengan klozapin. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
19/33
6
pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak boleh lebih dari 6 minggu
kecuali bila terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat terjadi antara
lain hipertemia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi.
Farmakokinetik
Klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral;
kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Obat
ini dimetabolisme hampir sempurna sebelum disekresi lewat urin dan tinja.
Sediaan
Klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg.
RISPERIDON
Farmakodinamik
Risperidon yang merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin(5HT2), dan aktivitas menengah
terhadap reseptor dopamine(D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor
histamine. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melaui hambatan terhadap reseptor
serotonin dan dopamin.
Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Di plasma
risperidon terikat dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma
sekitar 90%. Risperidon secara ekstensif di metabolisme di hati oleh anzim CYP
2D6 menjadi metabolitnya 9-hidroksirisperidon. Risperidon dan metabolitnya
dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.
IndikasiIndikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala
negatif maupun positif. Di samping itu diindikasikan pula untuk gangguan
bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan Tourette syndrome.
Efek Samping
Secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang
dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah,
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
20/33
6
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekrtra piramidal terutama
tardiv diskinesia. Efek samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan dibanding
antipsikosis tipikal.
Sediaan
Risperidon tersedia dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg dan 3 mg, sirup dan
injeksi (long-lasting injection) 50 mg/mL.
OLANZAPIN
Fardmakodinamik
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip
dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3,
D4 dan D5), dan reseptor serotonin (5HT2), muskarinik, histamin (H1) dan
reseptor alfa 1.
Farmakokinetik
Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar
plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme di hepar oleh enzim CYP
2D6, dan disekresi lewat urine.
Indikasi
Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif skizofrenia
dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada pasien depresi
dengan gejala psikotik.
Efek Samping
Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak
menyebabkan agranulositosis seperti klozapin. Olanzapin dapat ditoleransi denganbaik dengan baik dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama
tardiv diskinesia yang minimal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah
peningkatan berat badan dan gangguan metabolik yaitu intoleransi glukosa,
hiperglikemia, dan hiperlipidemia.
Sediaan
Olanzapin tersedian dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg, dan vial 10 mg.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
21/33
6
QUETIAPIN
Farmakodinamik
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine(D2),
serotonin(5HT2), dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A
yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun
skizofrenia.
Farmakokinetik
Absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai
setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 83%. Metabolismenya lewat hati
oleh enzim CYP 3A4. Ekskresi sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat
feses.
Indikasi
Quetiapin diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif. Obat ini dilaporkan juga meningkatkan kemampuan kognitif pasien
skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berpikir, berbicara dan kemampuan
mengingat membaik. Masih diperlukan penelitian lanjut untuk membuktikan
apakah manfaat klinisnya berarti. Di samping itu obat ini diindikasikan pula untuk
gangguan depresi dan mania.
Efek Samping
Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dan dizziness.
Seperti antipsikosis atipikal umumnya, quetiapin juga memiliki efek samping
peningkatan berat badan, gangguan metabolik dan hiperprolaktinemia, sedangkan
efek samping ekstra piramidalnya minimal.
ZIPRASIDON
Farnakodinamik
Obat ini dikembangkan dengan harapan memiliki sprektum skizofrenia
yang luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala afektif dengan efek samping
yang minimal terhadap prolaktin, metabolik, gangguan seksual dan efek
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
22/33
6
antikolinergik. Obat ini memperlihatkan afinitas terhadap reseptor serotonin
(5HT2A) dan dopamin (D2).
Farmakokinetik
Absorbsinya cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya di hati dan
diekskresi sebagian kecil lewat urin dan sebagian besar lewat feses. Ikatan protein
plasmanya kuat berkisar lebih dari 99%. Obat ini juga tersedia dalam sediaan
injeksi IM yang digunakan untuk mendapatkan efek yang cepat pada keadaan akut
(agitasi).
Indikasi
Indikasi adalah untuk mengatasi keadaan akut (agitasi) dari skizofrenia
dan gangguan skizoafektif, terapi pemeliharaan pada skizofrenia kronik, serta
gangguan bipolar.
Efek Samping
Efek sampingnya mirip dengan antipsikosis atipikal lainnya. Yang perlu
menjadi perhatian adalah studi yang menunjukkan ziprasidon memiliki gangguan
kardiovaskular yakni perpanjangan interval QT yang lebih besar dibanding
antipsikosis lainnya. Pasien dengan gangguan elektrolit, sedang minum obat yang
memiliki efek perpanjangan interval QT, atau gangguan kardiovaskular perlu
berhati-hati dalam penggunaan obat ini.
Sediaan
Tablet 20 mg, ampul 10 mg.
SULPIRIDA
Indikasi Penyakit psikosomatis, ulkus peptikum, kolitis ulserativa, penyakit Crohn,
gangguan fungsi kolik, migren perut.
Skizofrenia, neurosis, kondisi psikopatologikal umum, gangguan pola
hidup, sindroma setelah gegar otak, vertigo; migren.
Kontra indikasi
Feokromositoma
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
23/33
6
Efek Samping
Galaktore, ginekomastia (pembesaran payudara pria), impotensi atau
frigiditas, amenore (tidak haid), reaksi ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
diskinesia tardive, sedasi, somnolen (kelenaan tidur, mengantuk terus)
FENOTIAZINE
Ketiga subfamili phenothiazine yang terutama berdasarkan paqda rantai
samping molekul, dahulu merupakan antipsikosis yang paling banyak digunakan.
Derivat alifatik (misalnya chlorpromazine) dan turunan piperidine (misalnya
thioridazine ) merupakan obat-obat yang paling rendah potensinya. Derivate
piperazine sangat poten pada kesadaran dan efektif pada dosis rendah. Derivat
piperazine juga sedikit efektif pada efek farmakologis mereka.
Absorpsi dan Distribusi
Kebanyakan obat antipsikosis dapat diabsorpsi namun tidak sepenuhnya
terabsorpsi. Terlebih lagi, banyak dari obat-obat ini mengalami metabolisme lintas
pertama yang signifikan. Karena itu, dosis oral chlorpromazine dan thioridazine
memiliki availibilitas sistemik 25% - 35%. Kebanyakan antipsikosis mempunyai
sifat kelarutan lipid tinggi dan ikatan protein tinggi (92% - 99%). Mereka
mempunyai volume distribusi yang besar (biasanya > 7 L/kG). Mungkin oleh
karena obat-obatan tersebut cenderung tersebar dibagian-bagian lipid tubuh dan
memiliki afinitas yang amat tinggi pada reseptor neurotransmitter tertentu pada
sistem saraf pusat, obat-obat tersebut umumnya mempunyai masa kerja klinis
yang lebih lama daripada yang diperkirakan dari waktu plasmanya. Metabolit
chlorpromazine dapat dieksresi di dalam urine beberapa minggu sesudahpemberian dosis terakhir pada penggunaan kronis. Selain itu, kekambuhan tidak
akan terjadi sampai enam minggu atau lebih setelah berhentinya pemberian obat-
obat antipsikosis.
Metabolisme
Kebanyakan antipsikosis dimetabolisme hampir lengkap melalui
serangkaian proses.Mesoriadzine, metabolite thioriadzine yang utama, yang lebih
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
24/33
6
poten dari komponen aslinya dan lebih banyak menimbulkan efek. Komponen ini
telah banyak dijual sebagi unsur terpisah.
Eksresi
Sedikit sekali dari obat ini yang dieksresikan tanpa ada perubahan, karena
obat-obat tersebut hampir sepenuhnya dimetabolisme menjadi substansi yang
lebih polar. Waktu eliminasinya beragam, dari 10 sampai 24 jam.
Efek Farmakologis
Obat-obat antipsikosis phenothiazine yang pertama, dengan
chlorpromazine sebagai prototipenya, terbukti memiliki serangkaian efek-efek
sistem saraf pusat, otonom, dan endokrin yang beragam. Aksi ini diakibatkan oleh
efek penyekatan yang kuat pada sistem reseptor. Reseptor tersebut termasuk
dopamine dan adrenoreseptor-alpha, muskarinik, histamine H1,dan serotonin (5-
HT2). Dari reseptor-reseptor ini, efek reseptor dopamine segera menjadi focus
utama minat penelitian.
Walaupun semua obat antipsikosis efektif menyakat reseptor D2, kekuatan
penyakatan yang berkaitan dengan daya kerja lain resdeptor tersebut berbeda pada
masing-masing obat. Sejumlah eksperimen terhadap ikatan reseptor- ligan telah
dilakukan untuk menemukan satu kerja reseptor yang dapat memprediksi efikasi
obat-obat antipsikosis. Misalnya, studi invitro tentang ikatan menunukkan bahwa
Chlorpromazine dan Thioridazine ternyata lebih efektif dalam menyakat -1-
adrenoseptor dari pada reseptor D2 . kedua unsur tersebut juga relatif kuat
menyakat reseptor 5-HT2 . bagaimanapun juga, afinitas reseptor D1, sebagaimana
diukur dengan penggantian ligan D1, selektif, SCH23390 relatif lemah.
Efek Psikologis
Kebanyakan obat-obat antipsikosis mengakibatkan efek subyektif dantidak menyenangkan pada pasien non-psikosis; kombinasi rasa kantuk, lelah, dan
efek otonom yang menimbulkan pengalaman tidak seperti yang dikaitkan dengan
sedativa atau hipnotika yang lebih dikenal. Pasien non-psikosis juga akan
mengalami gangguan performa sebagaimana ditunjukkan oleh tes-tes psikomotor
dan psikometrik. Akan tetapi, pasien psikosis kemungkinan menunjukkan
tingkatan dalam hal performa saat tingkat psikosisnya diturunkan.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
25/33
6
Efek Neurofisiologis
Obat-obat antipsikosis mengakibatkan pergeseran pola frekuensi
elektroensefalografi, biasanya menurunkan frekuensi dan meningkatkan
sinkronisasinya. Penurunan (hipersinkronisasi) tersebut fokal atau unilateral, yang
dapat mengarah kepada interpretasi diagnosis yang salah. Perubahan perubahan
amplitudo dan frekuensi yang diakibatkan oleh obat-obat psikotropika sudah jelas
tampak dan dapat dihitung dengan teknik elektrofisiologis yang canggih
Perubahan ensefalografi yang berkaitan dengan obat-obat antipsikosis
pertama kali tampak pada elektroda suportikal, dan mendukung asumsi kalau
obat-obat tersebut bekerja lebih banyak pada daerah subkortikal.
Hipersinkronisasi yang ditimbulkan oleh obat-obat ini dapat berakibat pada
pengaktifan EEG pada pasien epilepsi, dan juga mengakibatkan kelumpuhan
diwaktu-waktu tertentu pada pasien yang tidak pernah mengalami kelumpuhan
sebelumnya.
Efek Endokrin
Obat-obat antipsikosis menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan pada
sistem reproduksi. Amenore galaktore, tes kehamilan yang salah (false positif),
dan peningkatan libido dilaporkan telah terjadi. Pada wanita, sedangkan pada pria
penurunan libido dan ginekomasti. Beberapa dampak bersifat sekunder dala
menyakat penghambatan tonik dopamine pada sekresi prolaktin; yang lainnya
mungkin berhubungan kepada konfersi perifer androgen ke estrogen.
Efek Kardiovaskuler
Hipotensi orthostatik dan denyut nadi tinggi seringkli ditimbulkan oleh
peggunaan phenothiazine (potensi rendah) kemudian dosis tinggi. Tekanan
arteri rata-rata, resistensi perifer, dan volume sekuncup menurun, dan denyut nadimeningkat. Efek-efek ii dapat diprediksi dari daya kerja otonom obat-obat ini.
ECG yang abnormal telah dicatat, khususnya dengan Thioridazine. Perubahan
perubahan tersebut mencakup perpanjangan interval QT dan konfigurasi abnormal
dari unsur ST dan gelombang T. Gelombang tersebut melingkar, mendatar, atau
tidak rata. Perubahan ini dapat dibalik dengan hanya menghentikan obat-obat
terebut.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
26/33
6
Cara Penggunaan
Dalam memilih pertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat, contohnya chlorpromazine dan thiaridazine yang efek samping
sedatifnya kuat terutama digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejla dominan
gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku,
dll. Sedangkan trifluoperazine danfluphenazine yang memiliki efek sedatif lemah
digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominant apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dan
lain-lain.
Obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjurannya yaitu 1
atau 2mg. Dinaikkan dosisnya 2 sampai 3 hari sampai mencapai dosis efektif
(Mulai timbul perbedaan gejala), beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari
yang efektif antara 5 - 20 mg. Evaluasi dilakukan tiap 2 minggu dan bila perlu
dosis dinaikkan, sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan sekitar 8
- 12 minggu (stabilisasi) kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai
dosis pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi masa bebas
obat 1 - 2 hari /minggu ). Kemudian tappering off, dosis diturunkan tiap 2 - 4
minggu dan dihentikan. Pada anak-anak atau usia lanjut dosis haloperidol
diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5 1,5 mg/ hari dengan pemberian 2 atau
3 kali perhari.
Penggunaan chlorpromazine injeksi sering menimbulan hipotensi
orthostatik bila terjadi atasi dengan injeksi noradrenalin (effortil, IM). Efek
samping ini dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah suntik atau
tiduran selama 5-10 menit.
Lama PemberianUntuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multi episode,
terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun,
pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali
Efek obat antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa
hari setelah dosis terakhir. Masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya 1 bulan kemudian
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
27/33
6
baru gejala psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkann metabolisme dan
eksresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai efek
antipsikosis.
Pada umumnya pemberian antipsikosiss sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 3 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya dalam
gejala kurun waktu 2 minggu sampai 2 bulan. Obat antipsikosis tidak meimbulkan
gejala lepas obatyang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak yang dapat timbul kolinergik
rebound: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian antikolinergic agent (injeksi sulfas
atropin 0,25 mg IM), tablet trihexylphenidil (3 x 2mg/hari) oleh karena itu pada
penggunaan bersama obat antipsikosis plus antiparkinson, bila sudah tiba waktu
penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, baru meyusul obat
antiparkinson.
Pemakaian Khusus
Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan
hiperaktif, emosional labil, dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada
pasien usia lanjut dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi) dengan
dosis 20 - 200mg/hari. Hal ini disebabkan thioridazine lebih cenderung ke
blokade reseptor dopamine di sistem limbik daripada di sistem ekstrapiramidal
pada SSP.
Sindrom neuroleptik maligna (SNM) merupakan kondisi yang mengancam
kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat antipsikosis (khususnya padalong acting) dimana resiko ini lebih besar. Semua pasien yang diberikan obat
antipsikosis mempunyai resiko untuk terjadinya SNM tetapi dengan kondisi
dehidrasi, kelelahan, atau malnutrisi, resiko ini akan menjadi lebih tinggi.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
28/33
6
CHLORPROMAZINE
Chlorpromazine adalah neuroleptik derivat fenotiazine yang digunakan
untuk mengontrol psikosis. Chlorpromazine juga digunakan pada kasus mual-
muntah dan memiliki efek sedasi yang sering muncul pada terapi awal.
Chlorpromazine bekerja pada sistem saraf pusat dan beberapa organ tubuh.
Berperan kuat sebagai anti adrenergic dan berefek lemah sebagai anti kolinergik
perifer. Memiliki potensi yang lemah, dan merupakan obat pembanding bagi obat
lainnya. Tersedia dalam bentuk tablet untuk oral dan larutan suntik.
Dosis yang digunakan untuk kasus skizofrenia dan psikosis lainnya
adalah: dosis dewasa dengan permerian I.M. untuk mengurangi gejala akut
dengan 25 50 mg setiap 6 8 jam; dosis anak-anak 1 5 tahun I.M. 0,5
mg/KgBB setiap 6 8 jam; anak usia 6 12 tahun 0,5 mg/KgBB setiap 6 8 jam
dan jangan melebihi 75 mg/hari; sedangkan pada lansia dosis yang digunakan
adalah 25 mg setiap 8 jam.
Endapan yang terjadi pada bagian depan mata (kornea dan lensa mata)
merupakan komplikasi yang umum terjadi pada terapi chlorpromazine. Endapan
tersebut dapat menonjolkan proses normal penuaan lensa mata. Selain itu,
hipertensi ortostatik atau gangguan ejakulasi juga merupakan komplikasi yang
sering terjadi sehingga sebaiknya dikelola dengan beralih ke obat-obat yang
mempunyai sedikit efek penyakatan-adenoreseptor.
Fluphenazine
Fluphenazine memiliki efek samping yang lebih ringan dari
Chlorpromazine dalam hal sedasi dan efek muskariniknya, tetapi efek samping
kejang otot dan sulit istirahat lebih berat. Hal ini dapat menyebabkan depresi.
Tersedia dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 5 mg.Kontraindikasi penggunaan fluphenazine adalah kerusakan subkortikal
otak, pasien yg mendapat hipnotis, koma atau penurunan kesadaran berat,
diskrasia darah, kerusakan hati & ginjal, insufisiensi jantung berat; aterosklerosis
serebral. Efek samping penggunaan fluphenazine adalah reaksi SSP, sistem saraf
otonom, metabolik, endokrin, hematologi, hati dan alergi; diskinesia tardive
persisten, dan sindrom neuroleptik maligna.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
29/33
6
Levomepromazine/methotrimeprazine
Merupakan senyawa dimetilaminopropil yang mempunyai potensi rendah
dengan efek samping sedasi lebih besar dibanding Chlorpromazine. Pada pasien
berumur lebih dari 50 tahun harus diperhatikan tekanan darahnya.
Prochlorperazine
Prochlorperazine merupakan derivat Fenotiazin yang bekerja dengan cara
memblok reseptor Dopamin di otak. Penyakit kejiwaan terutama Skizoprenia
menurut penelitian disebabkan oleh overaktivitas dari Dopamin di otak.
Prochlorperazine digunakan untuk jangka panjang pada gangguan jiwa seperti
Skizoprenia. Obat ini juga dapat untuk jangka pendek untuk mengatasi rasa cemas
dan mania yang akut.
Dosis yang digunakan adalah 25 mg oral atau suppositoria dengan dosis
maksimal 3 dosis per 24 jam. Kontraindikasi penggunaan prochlorperazine adalah
depresi sistem saraf pusat. Efek samping penggunaan adalah hipotensi, aritmia,
pseudo-parkinsonism, distonia, pusing, retensi urin, dan kongesti nasal.
Thioridazine
Thioridazine merupakan turunan dari Fenotiazin yang dapat menyebabkan
detak jantung tak menentu sehingga perlu pengawasan dokter dalam
pemakainnya. Penderita harus menjalankan ECG dan tes darah sebelum
menggunakan obat ini. Obat ini digunakan bila penderita Skizoprenia tidak
merespon dengan obat lainnya. Ikuti cara pemakaian seperti yang diresepkan
dokter, tanyakan ke dokter atau farmasis segala hala yang anda perlu tahu. Minum
obat sesuai dengan resep tidak lebih tidak kurang.
Thioridazine adalah satu-satunya obat antipsikosis yang menyebabkan
endapan di retina, yang dapat berlanjut sehingga menyerupai retinitis pigmentosa.Endapan tersebut erat kaitannya dengan perubahan pandangan menjadi
kecoklatan. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi ini,
pemberian dosis thioridazine telah dibatasi menjadi 800 mg/hari.
Pemberian thioridazine dengan dosis melebihi 300 mg/hari hampir dapat
dipastikan akan menyebabkan ketidaknormalan minor gelombang T yang
reversibel dengan mudah. Overdosis thioridazine dapat menyebabkan aritmia
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
30/33
6
ventrikuler, penyakatan konduksi jantung, dan kematian tiba-tiba; masih belum
dipastikan apakah thioridazine dapat menyebabkan gangguan yang sama apabila
digunakan dengan dosis terapi yang tepat.
Trifluoperazine (Stelazine)
Trifluoperazine (Eskazinyl, Eskazine, Jatroneural, Modalina, Stelazine,
Terfluzine, Trifluoperaz) adalah antipsikosis tipikal yang merupakan derivat
Fenotiazine. Trifluoperazine tersedia dalam bentuk tablet 1 mg dan 5 mg.
GOLONGAN BUTIROFENON
BROMPERIDOL (Impromen )
Adalah turunan brom sebagai ganti klor (1981) dengan khasiat khusus terhadap
halusinasi dan pikiran khayal. Bromperidon kurang efektif terhadap kegelisahan
dan mania. Plasma-t1/2-nya panjang, kira-kira 24 jam.
Dosis : oral,i.m,iv. 1 dd 1,5 mg, bila perlu berangsur dinaikkan sampai maks. 15
mg sehari, pemeliharaan 5-10 mg/hari. Diatas 8 mg sehari selalu timbul GEP!
DROPERIDOL (dehidrobenzperidol,*Thalamonal)
Adalah derivate dengan khasial analgetic kuat (1963). Digunakan sebagai
antipsikotum pada keadaan gelisah akut, sebagai pramedikasi pada induksi
anastesia dan sebagai adjuvans pada nyeri infark jantung (bersama zat narkotik
Fentanyl)
Dosis : kelisahan akut im/iv 5-10 mg, pada infark iv perlahan 2,5 mg
(bersama fentanyl 0,05 mg ).
PIMOZIDA
Derivate butilpiperidin yang dikenal dengan nama Orep ini diturunkan
dari droperidol (1969)dan memiliki khasiat antipsikosis kuat dan panjang. Efek
terapi baru nyata sesudah beberapa waktu, tetapi bertahan lama (1-2 hari). Obat
ini tidak layak diberikan pada keadaa eksitasi dan kegelisahan akut atau keadaan
dimana dibutuhkan efek sedasi langsung. Lagipula efek sedasinya lebih ringan
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
31/33
6
daripada obat lain. Pimozida ini digunakan pada kasus psikosis jangka panjang.
Resorpsinya diusus halus lambat da variabel. Waktu paruhnya panjang
yaitu sekitar 55-150 jam. Pada pasien skizofrenia rata-rata 55 jam. Sifatnya sangat
lipofilik dan hanya sedikit dirombak didalam hati. Ekskresinya sangat lambat
karena selalu diresorbsi di tubulus. Akhirnya k.l nya 40% dikeluarkan lewat
urin.terutama berbentuk metabolit dan 15% dikeluarkan lewat tinja secara utuh.
Efek sampingnya berupa umum. GEP sering terjadi, adakalanya tampak
perubahan di EKG dan aritmia.
Dosis oral 1 dd 1-2 minggu, dinaikkan secara berangsur setiap 2 minggu
sampai maksimal 6 mg perhari.
PENFLURIDOL
Derivate butilpiperidin yang dikenal dengan nama Semap ini adalah
derivat piperidin pula dengan kerja sangat panjang (k.l 7 hari) dan terutama
berkhasiat sebagai antidopaminergik yang kurang. Efek dimulai relatif cepat,
dimulai 1-2 hari. GEP sering terjadi. Dosisnya 1 kali seminggu 20-30 mg
berangsur dinaikkan sampai maksimal 60 mg perminggu.
FLUSPIRILEN
Derivate butilpiperidin yang dikenal dengan nama Imap ini bersifat long
acting juga. Obat ini harus diberikan secara parenteral i.m 1 kali seminggu 1-10
mg
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
32/33
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat anti psikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik,
suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : (1)
berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan
labilitas emosional pada pasien psikosis; (2) dosis besar tidak menyebabkan
koma yang dalam ataupun anestesia; (3) dapat menimbulkan gejala
ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel; (4) tidak ada kecenderungan
untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.
Antipsikotika biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni obat typis
atau klasik dan obat atypis. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal
mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah
yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat
golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap
dopamin 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin 4,
serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik.
Golongan antipsikosis tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala positif.
Antipsikosis sangat bermanfaat mengatari keadaan gaduh gelisah.
Efektivitas obat ini samgat membantu orang-orang yang memelihara pasien
psikosis. Indikasi lainnya adalah Tourette's syndrome dan untuk mengontrol
gangguan perilaku pada pasien demensia Alzheimer. Kebanyakan antipsikosis
lama, kecuali tioridazin memiliki efek antiemetik.
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2007,
dan dari berbagai pihak termasuk kakak tingkat di FK UNMUL ini.
7/30/2019 Antipsikosis Kel 2
33/33
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.
354-356
Mycek, MJ dkk. 2001.Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta,
hal. 90; 149
Tjay, HT., Rahardja, K. 2003. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo :
Jakarta.