Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Antifosfolipid Sindrom (APS) adalah suatu kelainan trombofilia yang didapat. 1 Selain terjadinya peningkatan resiko kejadian trombosis, pada wanita APS juga dapat menimbulkan penigkatan resiko komplikasi dalam kehamilan serta resiko abortus rekuren. Komplikasi-komplikasi dalam kehamilan yang diduga berhubungan dengan APS antara lain, pre-eklamsia, eklamsia, persalinan pre-term serta pertumbuhan janin terhambat. 2 APS dapat diketahui dengan adanya suatu antibodi antifosfolipid pada plasma darah orang yang menderita. Diperkirakan sebanyak 1%-5 % orang usia muda memiliki antibodi antifosfolipid baik berupa Lupus anticoagulant ataupun Anticardiolipin antibodi. Prevalensi APS pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria dimana terdapat perbandingan 5:1. Usia rata-rata timbulnya manifestasi dari APS adalah usia 31 tahun. 2 1
25

Anti Phospholipid Syndrome

Sep 27, 2015

Download

Documents

Edwin Sirait
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Antifosfolipid Sindrom (APS) adalah suatu kelainan trombofilia yang didapat.1 Selain terjadinya peningkatan resiko kejadian trombosis, pada wanita APS juga dapat menimbulkan penigkatan resiko komplikasi dalam kehamilan serta resiko abortus rekuren. Komplikasi-komplikasi dalam kehamilan yang diduga berhubungan dengan APS antara lain, pre-eklamsia, eklamsia, persalinan pre-term serta pertumbuhan janin terhambat. 2APS dapat diketahui dengan adanya suatu antibodi antifosfolipid pada plasma darah orang yang menderita. Diperkirakan sebanyak 1%-5 % orang usia muda memiliki antibodi antifosfolipid baik berupa Lupus anticoagulant ataupun Anticardiolipin antibodi. Prevalensi APS pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria dimana terdapat perbandingan 5:1. Usia rata-rata timbulnya manifestasi dari APS adalah usia 31 tahun. 2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSindroma antifosfolipid (APS) pertama kali dijelaskan pada tahun 1986 oleh Hughes, Harris dan Gharavi. Sindroma antifosfolipid merupakan kelainan trombofilia yang didapat. Pada sindroma ini ditemukan autoantibodi yang dihasilkan untuk varietas fosfolipid dan protein yang terikat fosfolipid.1 Sindroma antifosfolipid dapat disebabkan oleh lupus anticoagulant (LA), anticardiolipin antibodies (ACA), dan antibodi antifosfolipid lainnya.2Sindroma antifosfolipid merupakan kelainan protrombotik yang mempengaruhi aliran vena maupun arterial. Sindroma ini dapat menyebabkan trombosis pada vena dan arteri, daerah yang paling sering terkena adalah vena dalam daerah tungkai maupun sirkulasi arterial otak.3 Namun, pada pembuluh darah organ dan jaringan lainnya juga dapat terpengaruhi. Sindroma antifosfolipid dapat sangat mematikan bila menyebabkan sumbatan pada pembuluh-pembulah darah kecil yang memicu terjadinya kegagalan multiorgan, keadaan ini dinamakan juga sindroma antifosfolipid katastropik. Pada situasi dimana pemeriksaan histopatologi dilakukan, trombosis harus tampak tanpa adanya tanda-tanda peradangan pada dinding pembuluh darah.32.2 PrevalensiPada orang usia muda, dengan kontrol subjek yang tampak sehat, prevalensi untuk ACA dan LA sekitar 1%-5%. Prevalensi meningkat seiring pertambahan usia, terutama pada orang usia tua dengan penyakit kronik. Resiko thrombosis pada pasien dengan APS diperkirakan berada pada rentang 0.5%-30%. Berdasarkan pada analisis pada 1000 pasien yang dilaporkan oleh multicenter Euri-Phospolipid Project, APS lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria dengan rasio 5:1. Pada wanita manifestasi klinis yang paling sering tampak adalah arthritis, Livedo reticularis, dan migrane, sedangkan pada pria adalah infark miokardial, epilepsi dan deep vein thrombosis. Umumnya usia rata-rata onset dari manifestasi klinis terjadi pada usia 31 tahun, kelainan juga dapat tampak pada anak-anak dan pasien usia tua juga. Trombosis terkait ACA lebih sering terjadi dibandingkan dengan trombosis terkait LA, dengan rasio 5:1. 22.3 Kriteria Klasifikasi Sindroma Antifosfolipid (APS)Seseorang dikatakan APS bila setidaknya bila memiliki satu kriteria klinis dan satu kriteria laboratorium dari kriteria-kriteria dibawah ini2:A. Kriteria Klinis:1. Trombosis VaskularSatu atau lebih episode klinis kejadian trombosis vena, arterial, ataupun pembuluh darah kecil pada jaringan ataupun organ. Trombosis harus dikonfirmasi dengan kriteria objektif yang tervalidasi (contohnya, studi pencitraan maupun histopatologi) Secara histopatologi trombosis harus tampak tanpa bukti signifikan adanya peradangan pada dinding pembuluh darah.2. Gangguan kehamilana. Satu atau lebih kematian yang tidak dapat dijelaskan dari fetus dengan morfologi normal pada atau setelah minggu kesepuluh kehamilan. Morfologi normal fetus dapat didokumentasikan pada pemeriksaan USG ataupun pengamatan langsung pada fetus.b. Satu atau lebih kelahiran premature dimana neonatus secara morfologi normal sebelum usia kehamilan 34 minggu akibat (i)eklamsi ataupun preeklamsi beratberdasarkan definisi standar ataupin (ii) insfisiensi plasentac. Tiga atau lebih dari abortus spontan berurutan yang tidak dapat dijelaskan sebelum usia kehamilan 10 minggu. Dengan kelainan anatomik serta hormonal ibu dan kelainan kromosom ayah dan ibu telah disingkirkan.B. Kriteria laboratorium:1. Lupus anticoagulant (LA) terdeteksi dalam plasma.*2. Anti Cardiolipin (aCL) dari isotype IgG dan atau IgM dalam serum ataupun plasma terdeteksi3. Anti-2-GP I isotype IgG dan atau IgM dalam serum atau plasma terdeteksi.*pada dua atau lebih pemeriksaan setidaknya dengan jarak 12 minggu

Gambar 2.1 Thrombosis intra-arterial. Tanda panah menunjukan luman arterial yang penuh terisi darah.4 Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari 2 jenis4 :1. Sindroma antifosfolipid primerAdanya antibodi antifosfolipid pada penderita dengan trombosis idiopatik tanpa adanya penyakit autoimun atau faktor lain seperti infeksi, keganasan, antibodi antifosfolipid yang diinduksi oleh obat-obatan.2. Sindroma antifosfolipid sekunderAdanya antibodi antifosfolipid dan trombosis pada penderita dengan keadaan penyerta berupa:a. Penyakit autoimunSLE adalah penyakit autoimun yang umumnya berhubungan dengan APS sekunder. Sekitar 40% dari pasien SLE akan berkembang menjadi APS sekunder. Penyakit autoimun lainnya yang dapat menyebabkan APS sekunder antaralain rheumatoid athrithis, Sjorgens syndrom. Scleroderma, vasculitis, Chrons disease.Prevalensi dari aCL diantara pasien dengan SLE adalah 16%-51%, dan LAC dapat ditemukan pada 11%-30% diantara mereka. Sekitar 40% dari pasien SLE akan berkembang menjadi APS, oleh karena itu pasien SLE disertai aPL memiliki faktor resiko terjadinya APS, thrombosis dan aborsi4.

Gambar 2.2 Terdapat tumpang tindih antara Lupus dan APS dimana sekitar 40% pasien akan memiliki APS sekunder. Sebagian kecil dari APS primer akan memiliki lupus.4

b. KeganasanBeberapa manifestasi klinis dari APS dapat menyertai beberapa keganasan. Beberapa keganasan berhubungan dengan kecenderungan pro-trombotic. Hal ini mungkin dapat dijelasakan oleh adanya aPL. Keganasan yang paling sering dikaitkan dengan APS sekunder adalah Lymphoma, leukimia, Thymoma, kanker paru, ovarium, ginjal, serviks, dan prostat.c. InfeksiBanyak agen infeksius dapat berhubungan dengan menstimulasi aPL, terutama aCL. Agen infeksius tersebut antara lain virus hepatitis C, virus varicella, parvovirus B19, HIV, cytomegalovirus dan beberapa bakteri dan leptospira. Kebanyakan agen infeksius tersebut tidak menyebabkan APS sebagaimana mereka menstimulasi aPL yang tidak berikatan pada 2GPI dan hal itu tidak menyebabkan thrombosis. Walaupun begitu pada beberapa kasus APS katastropik, penyakit infeksi mengawali manifestasi klinisnya. d. Penggunaan obat-obatanBeberapa obat-obatan dapat menyebabkan munculnya aPL. Obat-obatan tersebut antaralain kontrasepsi oral, procainamide, phenothiazin, ethosuximide, phenytoin, quinine, chlorothiazide, hydralazin dan interferon-alpha. Beberapa obat-obatan tersebut juga menstimulasi autoantibodi dan lupus-like disease.2.4 Autoantibodi pada Antifosfolipid Sindrom (APS)APS disebabkan oleh beberapa autoantibodi, dimana terdiri dari grup antifosfolipid antibodi (aPL). Walaupun hanya anticardiolipin antibody (aCL) dan lupus anticoagulant (LAC) yang digunakan sebagai kriteria diagnostik dari APS, autoantibodi lainnya juga dapat dideteksi dalam plasma pasien, dan hal ini juga memiliki hubungan yang jelas dengan manifestasi dari APS. Tes primer untuk mendiagnosis APS termasuk aCL dan LAC, namun bila antibodi ini belum dapat ditemukan namun secara gambaran klinis sangat mencurigakan untuk APS, autoantibodi lainnya harus dicari seperti anti-2GPI dan aPL lainnya. 5

Gambar 2.3 Distribusi bermacam autoantibodi pada 500 pasien APS.

2.5 PatofisiologiPenelitian pada hewan percobaan menunjukan bahwa tikus dan hamster yang disuntikan dengan antibodi yang telah diisolasi dari pasien dengan APS mengalami peningkatan resiko terjadinya trombosis dan abortus. Meskipun begitu, bagaimana cara aPL memicu resiko-resiko tersebut masih belum diketahui secara jelas. Sebuah kemajuan yang didapat dari penelitian mengenai APS (LA,aCL, a2GPI) adalah semuanya memerlukan 2GPI untuk menghasilkan dampak yang optimal. Berdasarkan penelitian 2GPI memiliki peran penting pada patofisiologi APS namun peran tersebut masih belum diketahui secara pasti. 2GPI adalah sebuah protein plasma yang fungsinya masih belum diketahui secara jelas, baik pada manusia maupun tikus tanpa protein tersebut tidak menunjukan kelainan hemostatik apapun. Penjelasan terbaik yang sekarang dimiliki mengenai 2GPI adalah autoantibodi yang muncul pada APS menyebabkan fungsi yang baru pada glikoprotein ini5.Adapun hipotesis-hipotesis penelitian yang diajukan sebagai mekanisme aPL memicu terjadinya thrombosis dan abortus adalah5:a. Menghambat protein C-axisb. Meningkatkan pembentukan thrombinc. Gangguan dalam mekanisme perlindungand. Gangguan fibrinolisise. Ketidakseimbangan komplemenf. Adisi plateletg. Aktivasi plateleth. Aktivasi sel endoteliali. Aktivasi monositj. Aktivasi neutrofilk. Aktivasi trofoblastl. Angiogenesism. Peningkatan aterosklerosis

Teori yang paling populer menjelaskan aksi protrombotik pada aPL adalah efek dari antibodi ini dapat mempengaruhi banyak sel-sel yang berbeda. Pada awalnya diketahui bahwa aPL secara langsung mempengaruhi fosfolipid anionik, oleh karena itu dimulailah studi logis mengenai interaksi 2GPI dengan mebran sel dan sel itu sendiri. 2GPI merupakan protein plasma yang disintesis di hati. Protein yang matang terdiri dari 5 SCR ( Short Consensus Repeat ) domain. Setelah mengalami interaksi dengan permukaan anionik 2GPI mengalami perubahan besar dimana akan terjadi pemaparan dari epitope yang normalnya tersembunyi didalam protein. Interaksi dengan permukaan anionik menyebabkan conformasi 2GPI dalam bentuk lingkaran dimana domain I berinterakasi dengan domain 5. Antibodi pada pasien APS dapat menstabilkan 2GPI dalam Konformasi terbuka. Terdapat hipotesis yang menarik menyatakan bahwa paparan epitope yang berkepanjang dari antibodi memiliki peran dalam korelasi terhadap terjadinya trombosis serta abortus.Dalam penelitian secara in vitro dan in vivo diketahui bahwa kompleks 2GPI dengan antibodi dapat berikatan dan mengaktivasi bermacam sel termasuk endotel, monosit dan platelet. Berikatannya protein ke fosfolipid di membran sel tidaklah menyebabkan pengaktivan sel secara langsung namun, akan segera memicu pengeluaran berbagai macam sinyal terhadap reseptor-reseptor di membran sel. Keterlibatan berbagai reseptor yang diketahui antara lain: Toll- like reseptor (TLR) 2 dan 4, annexin-A2, glycoprotein GPIba dan kelompok reseptor low density lipoprotein. Yang menjadi menarik bahwa defisiensi respetor pada tikus percobaan dengan APS menunjukan hasil pengurangan dalam pembentukan trombus, hal ini mengarahkan bahwa seluruh reseptor tersebut memainkan peran dalan sindrom ini.

Gambar 2.4 Model aktivasi oleh autoantibodi terhadap 2GPI2.6 Manifestasi KlinisManifestasi Klinis dari Antifosfolipid sindrom sangat beragam dan dapat mempengaruhi seluruh organ pada tubuh manusia. Walaupun dalam penegakan diagnosisnya antifosfolipid sindrom hanya memerlukan ditemukannya thrombosis serta morbiditas kehamilan, namun pasien dengan antifosfolipid sindrom dapat memiliki gangguan pada berbagai macam sistem tubuh termasuk setiap organ pada tubuh manusia.4

Gambar 2.5 Diagram yang menggambarkan manifestasi klinis pada 1000 pasien dengan APS.

2.7 Antifosfolipid sindrom dengan gangguan kehamilan.Selama ini kasus-kasus infertilitas masih banyak yang belum dapat dijelaskan. Diperkirakan bahwa APS merupakan penyebab dari kasus-kasus yang tak dapat dijelaskan ini. Beberapa wanita dengan APS tidak memiliki permasalahan sama sekali pada kehamilannya, walaupun begitu komplikasi kehamilan sebagai tambahan akibat dari thrombosis maternal dapat terjadi kapan saja pada masa kehamilan Diketahui bahwa APS dapat menyebabkan aborsi yang rekuren, kematian janin pada kehamilan lanjut Pertumbuhan janin terhamabat, preeklamsia, solusio placenta4,6.2.7.1 Aborsi rekuren2-5% dari wanita dalam usia reproduktif mengalami dua atau lebih kejadian aborsi. Keguguran selama kehamilan mungkin merupakan gejala pertama yang muncul dan juga mungkin gejala satu-satunya dari APS. Karakteristik dari lepasnya kehamilan pada berbagai artikel penelitian sangat beragam, namun seluruh aPL berhubungan dengan lepasnya kehamilan pada awal kehamilan ataupun akhir kehamilan. Kebanyakan kasus lepasnya kehamilan terjadi pada awal kehamilan. Terdeteksinya aPL sangat penting dalam penegakan diagnosis, tetapi juga memiliki signifikansi prognosis. Sebanyak 10% - 20% wanita dengan abortus rekuren (setidaknya mengalami tiga kali atau lebih lepasnya kehamilan) memiliki kadar aPL yang terdeteksi. Abortus yang berurutan pada perempuan dengan aPL sangat tinggi sekitar 90%. Hal ini merupakan dampak dari APS, namun ketika pasien mendapatkan terapi profilaksis kemungkinan mereka untuk melahirkan anak yang sehat meningkat secara signifikan4.

Gambar 2.6 Percobaan mengenai APS pada tikus (20). Antibodi yang berasal dari serum pasien disuntikan pada tikus percobaan.(21). Uterus pada tikus yang disuntikan dengan antibodi yang berasal dari serum subyek yang sehat (embrio berkembang dengan baik) (22). Uterus tikus yang disuntikan dengan anticardiolipin antibodi, uterus tampak mengalami perubahan (23). Hiperkoagulopati di 2 tempat yang berbeda pada embrio tikus yang dipengaruhi antikardiolipin.

2.7.2 Morbiditas dalam kehamilanKehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, namun mungkin dapat disertai dengan beberapa komplikasi patologis. Beberapa komplikasi tersebut sering terjadi pada pasien dengan APS. Pre-eklamsia merupakan komplikasi yang terjadi selama kehamilan dengan karakteristik hipetensi dan proteinuria. Fenomena ini memiliki resiko pada wanita hamil dan dapat berkembang menjadi eklamsia dengan kejang, dan hal ini juga dapat mempengaruhi janin. Pre-eklamsia bukan merupakan kejadian yang langka pada kehamilan, namun pada pasien dengan APS frekuensinya meningkat. Pada pasien dengan APS pre-ekalmsia sangat sering terjadi pada awal kehamilan dan lebih berat daripada wanita tanpa APS. Kelahiran pre-term juga sangat sering ditemukan pada wanita dengan APS (diperkirakan sebanyak 20% dari kasus) dan seringkali akibat dari induksi persalinan oleh dokter karena pre-eklamsia dan pertumbuhan janin terhambat. Komplikasi ini seringkali disebabkan oleh disfungsi plasenta pada pasien dengan APS, dan dilaporkan 10%-30% dari kehamilan oleh wanita dengan APS. aPL juga dapat menyebabkan trombosis selama kehamilan pada 5% wanita yang berdampak negatif pada kesehatan ibu dan janin4.

Gambar 2. Gambaran mikroskopik yang menunjukan kerusakan pada APS. Vili plasenta tidak berkembang dengan baik dan tampak trombosis pada pembuluh darah plasenta. Patofisiologi timbulnya morbiditas pada masa kehamilan melalui banyak mekanisme, melibatkan fenotip thrombosis maupun non-thrombosis pada plasenta. Hal ini juga tampaknya dipengaruhi faktor genetik serta lingkungan. Pada studi awal secara histologi menunjukan adanya suatu decidual vasculopathy dan thrombosis plasenta. Kelainan pada annexin V dari throphoblast menyebabkan keadaan prokoagulan melalui percepatan reaksi koagulasi. Sebagai tambahan pada percobaan tikus menunjukan adanya suatu aktivasi sistem komplemen yang menyebabkan inflamasi yang dimediasi oleh cidera plasenta dimana keadaan tersebut menyebabkan kematian janin ataupun pertumbuhan janin yang terhambat. Hal ini didukung oleh percobaan dalam penggunaan heparin dimana pengobatan heparin pada komplikasi kehamilan oleh APS menyebabkan penghambatan aktivasi komplemen, dari pada efek primernya menyebabkan efek antikoagulan6.Pada penelitian terbaru, dimana kerusakan secara langsung pada trofoblas akibat aPL, tergantung pada mekanisme yang terlibat baik thrombosis maupun aktivasi komplemen, menunjukan adanya interksi dari aPL dengan 2GPI selama pembentukan sycitium trophoblast menunjukan hambatan pada invasi trofoblas. Mekanisme ini juga diajukan sebagai hipotesis dalam kejadian lepasnya kehamilan. 2.8 Tatalaksana APS pada wanita hamilIntervensi antithrobotik digunakan untuk mengurangi insidensi komplikasi kehamilan. Pada APS penanganan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kutteth dan Ermel dimana dilaporkan bahwa unfractioned heparine (UFH) dalam kombinasi dengan aspirin dosis rendah (LDA) mengurangi insidensi abortus pada wanita dengan riwayat abortus berulang. Walaupun data sangat terbatas, penelitan juga menyimpulkan bahwa meningkatkan dosis UFH dengan kombinasi LDA tidak mengurangi faktor resiko lebih lanjut. Terapi tunggal LDA tidak menunjukan pengurangan rerata abortus bila dibandingkan dengan pemberian plasebo. Low molecular weight heparin (LMWH) sekarang sudah digunakan menggantikan UFH karena tingkat keamanan penggunaan serta dosis tunggal perhari. Penggunaan LMWH dengan LDA sama baiknya dengan penggunan UFH dengan LDA dalam pencegahan abortus.7 Low dose aspirin (LDA) digunakan dalam pencegahan dari FGR dan pre-eklamsia dan juga sesuai digunakan pada wanita dengan APS disertai riwayat komplikasi tersebut. Masih kurangnya bukti yang menunjukkan penambahan LMWH ataupun UFH memberikan keuntungan tambahan dalam pencegahan komplikasi tersebut pada wanita hamil dengan APS.7Sebuah guideline yang dikeluarkan Royal Collage of Obstetricians and Gynaecologist merekomendasikan wanita dengan kejadian trombisis dan APS harus diberikan thromboprofilaksis selama masa antenatal dan 6 minggu post-partum. Wanita dengan aPL persisten namun tanpa ada riwayat kejadian trombosis vena serta resiko lainnya ataupun indikasi janin untuk penggunaan LMWH dapat dilakukan tatalaksana berupa pengawasan ketat masa antenatal namun dapat juga dipertimabangkan untuk penggunaan LMWH selama 7 hari setelah melahirkan.Rekomendasi guideline tahun 2012 pada wanita hamil dengan APS adalah8:1. wanita dengan abortus rekuren ( >3 kali abortus) sebelum usia 10 minggu harus diskrining untuk aPL(1B)2. Untuk wanita dengan APS dengan abortus rekuren ( >3 kehamilan) pemberian heparin dikombinasikan dengan Aspirin dosis rendah antenatal direkomendasikan selama kehamilan. (1B) pada umumnya, penatalaksanaan harus dimulai sesegera mungkin begitu kehamilan telah dikonfirmasi.3. Pada wanita dengan APS dan riwayat pre-eklamsia atau FGR, LDA direkomendasikan.4. Wanita dengan aPl harus dipertimbangkan pemberian tromboprofilaksis.(1b)

Rangkuman

Sindroma antifosfolipid merupakan kelainan trombofilia yang didapat. Pada sindroma ini ditemukan autoantibodi yang dihasilkan untuk varietas fosfolipid dan protein yang terikat fosfolipid. Seseorang dikatakan APS bila setidaknya bila memiliki satu kriteria klinis dan satu kriteria laboratorium yang telah ditentukan. Secara umum APS dibagi menjadi primer dan sekunder, dimana pada APS primer tidak ditemukan adanya penyakit autoimun atau faktor lain seperti infeksi, keganasan, antibodi antifosfolipid yang diinduksi oleh obat-obatan. APS sekunder adalah ditemukannya aPL dan trombosis dengan keadaan penyerta berupa penyakit autoimun, keganasan, infeksi, penggunaan obat-obatanAPS disebabkan oleh beberapa autoantibodi, dimana terdiri dari grup antifosfolipid antibodi (aPL yang terdiri atas anticardiolipin antibody (aCL) lupus anticoagulant (LAC), anti-2GPI dan aPL lainnya. Mekanisme pasti dalam terjadinya APS masih belum diketahui namun berdasarkan peneliti-penelitianan yang telah dilakukan kompleks antibodi dengan 2GPI memicu serangkaian reaksi yang dapat menimbulkan manifestasi berupa trombosis dan abortus.Pada wanita hamil APS dapat berdampak pada kejadian abortus rekuren, serta peningkatan morbiditas selama masa kehamilan antara lain, preklamsia, eklamsia, persalinan preterm, dan pertumbuhan janin terhambat. Panduan yang berlaku untuk tatalaksana ibu dengan APS adalah (1). wanita dengan abortus rekuren ( >3 kali abortus) sebelum usia 10 minggu harus diskriningg untuk aPL (2). Untuk wanita dengan APS dengan abortus rekuren ( >3 kehamilan) pemberian heparin dikombinasikan dengan Aspirin dosis rendah antenatal direkomendasikan selama kehamilan. pada umumnya, penatalaksanaan harus dimulai sesegera mungkin begitu kehamilan telah dikonfirmasi (3) Pada wanita dengan APS dan riwayat pre-eklamsia atau FGR, LDA direkomendasikan. (4) Wanita dengan aPl harus dipertimbangkan pemberian tromboprofilaksis.(1b)

Daftar Pustaka

1. Oehadiyan A. Sindroma Antifosfolipid: Pendekatan Diagnostik dan Terapi. Fakultas kedokteran Unpad. 2009.2. Saigal R, Kansal A, Mitaal M, et al. Antiphospholipid Antibody Syndrome. JAPI. 2010 Vol 583.Giannakopoulus B, Krillis SA. The Pathogenesis of the Phospholipid Antobodi Syndrome. NEJM. 2013 Mar 14; 368:114.

5.Sherer Y. Shoenfeld Y. The Antiphospholipid Syndrome. 1st Ed. USA: Bio-Rad Laboratories. 2004.6. Review Diagnosis andmanagement of antiphospholipidsyndrome in pregnancy7. Management of AntiphospholipidSyndrome in PregnancyMichelle Petri, MD, MPH*, Umair Qazi, MD, MPHDepartment of Medicine, Division of Rheumatology, Johns Hopkins UniversitySchool of Medicine, 1830 E. Monument 7500, East Baltimore Campus,Baltimore, MD 21205, USAAntiphospholipid8. Keeling D, Mackie I, Moore GW, et al. Guideline on Investigation and Management of Antiphospholipid Syndrome. BJH 2012 Feb 8; 157 :47-58

17