Top Banner
Antara Dzikir 1 dari 31
38

Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Jan 23, 2016

Download

Documents

Husnul Waizin

Nafi-itsbath
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah 1 dari 31

Page 2: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-1

Maret 28, 2015 oleh Murid Dalam Sikap Bertuhankan Allah SWT.

Sekarang kita sudah bisa melihat dengan jelas bahwa HATI mempunyai PERAN yang sangat SENTRAL dalam

kehidupan setiap diri manusia. Kita juga sudah paham bahwa HATI yang dimaksud itu adalah HATI yang HALUS

(FU’AAD) atau HATI NURANI, seperti yang dikatakan juga oleh Iman Al Ghazali. HATI  yang dimaksudkan ini adalah

HATI yang berhubungan erat dengan OTAK. Ia bukanlah HATI yang berhubungan dengan JANTUNG (HEART) dan

bukan pula HATI yang berhubungan dengan LIVER.

 

Dengan memahami HATI yang seperti ini, maka dengan mudah kita juga akan bisa mementahkan dan mematahkan

anggapan hampir SEMUA MANUSIA saat ini yang memercayai bahwa LETAK HATI yang HALUS itu adalah Di DALAM

DADA, yang disebut dengan JANTUNG (Heart).

 

Sebab fungsi JANTUNG itu hanyalah untuk memompakan DARAH dan NUTRISI keseluruh tubuh selama kita masih

HIDUP. Melalui darah yang dipompakan itu mengalir pulalah zat-zat pembangun tubuh dan juga dzat yang berguna

bagi pertahanan tubuh dari penyakit, serta suplai energi yang kita perlukan untuk beraktifitas.

 

LIVER (HATI) berfungsi untuk: Menyaring darah, Membuat empedu, Memproses dan mengikat lemak termasuk

kolesterol, Memetabolisme obat-obatan, Membuat protein-protein penting, Mengurai dan mendaurulang sel-sel

darah merah, dan sebagainya.

 

Sedangkan HATI yang dimaksudkan Al Qur’an di dalam surat As Sajdah (32): 9 adalah HATI yang HALUS (HATI

NURANI) yang berhubungan dengan RUH. Fungsi dari Hati yang Halus ini adalah UNTUK MENGINGAT, BERPIKIR.

HATI, dan BERTAQWA (Al An’am  (6): 151-153). Hati yang HALUS itu juga mempunyai mata yang disebut dengan

MATA HATI yang berfungsi untuk MELIHAT dan MENDENGAR.

 

Tidak ada satu dalilpun yang menyatakan bahwa JANTUNG (HEART) kita punya kemampuan UNTUK MENGINGAT

dan BERPIKIR, misalnya untuk MENGINGAT ALLAH (DZIKRULLAH), dan mengingat hal-hal yang lainnya, apalagi

untuk berpikir.

 

Ada memang HADIST Nabi yang yang bercerita tentang HATI yang sering dinamakan orang dengan QALBU. Abu

Nu`aym menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: “Sesungguhnya DI DALAM JASAD ada MUDGHAH; jika ia

baik maka baiklah JASAD SELURUHNYA, jika ia rusak maka rusaklah JASAD SELURUHNYA;MUDGHAH itu

adalah QALBU”.

 

MUDGHAH secara bahasa artinya adalah BONGKAHAN atau GUMPALAN (LUMP) yang bentuknya SEPERTI DAGING,

tapi ia bukanlah daging. Dalam bahasa Inggris ia disebut juga seperti chewed-like form (suatu yang telah kita

kunyah-kunyah). Ia adalah bentuk PERTENGAHAN antara Gumpalan DARAH seperti LINTAH (LEECH atau ‘ALAQAH)

dengan  gumpalan DAGING (LAHMAN). Sebab DAGING yang sudah berbentuk SEMPURNA yang membungkus tulang

dalam  bahasa Arab disebut dengan LAHMAN (atau MUSCLE, MEAT dalam bahasa INGGRIS), lihat surat Al Mukminun

ayat 14.

 

Dengan ciri-ciri seperti itu, maka MUDGHAH itu secara fisik ia TIDAK cocok disebut dengan JANTUNG. Sebab

JANTUNG lebih cocok dengan ciri-ciri bagi LAHMAN atau MUSCLE. Ciri-ciri MUDGHAH itu lebih cocok secara fisik

dengan ciri-ciri yang ada pada OTAK.

 

Dengan begitu kita dapat memahami suatu hubungan yang sangat erat antara HATI dan OTAK. Bahwa dalam

keadaan NORMAl, HATI berkedudukan di dalam OTAK. Dengan kata lain Hati adalah entitas Yang Halusnya dan

Otak adalah entitas yang Kasarnya.

 

2 dari 31

Page 3: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Sekarang marilah kita lihat apa FUNGSI dari OTAK ini dalam kehidupan kita.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-2

FUNGSI INTERFACE

 

Sebelumnya mari kita kenal dulu bahwa istilah HATI = AKAL = MINDA = MIND, dan satu dengan yang lainnya bisa

dipakai secara acak dengan arti yang tetap sama.

 

Kalau kita lihat fungsi dari OTAK ini bagi kehidupan kita, maka OTAK hanyalah sebuah jaringan INTERFACE super

cepat tempat dimana terjadinya pertukaran INFORMASI antara HATI  (MIND) dengan RAGA (BODY). Apa-apa yang

tergores dihati, akan dihantarkan melalui otak kepada raga, agar raga segera meresponnya dalam berbagai bentuk

GERAKAN (MOTION), yang bisa berupa tindakan fisik, dan bisa pula dalam rupa perkataan-perkataan, baik yang

tertulis maupun yang verbal.

 

Fungsi dari OTAK ini adalah sebagai sebuah ALAT PENGHUBUNG antara TUBUH BATIN dengan TUBUH DZAHIR.

Penghubung antara JIWA dan RAGA, sehingga JIWA dan RAGA itu bisa saling berinteraksi secara baik. Kalau alat

penghubung atau OTAK ini baik, maka  JIWA yang baik akan membuat RAGA juga menjadi baik. Begitupun

sebaliknya, OTAK yang baik akan membuat RAGA yang prima juga akan menjadikan JIWA yang prima  pula.

 

Entitas yang menggerakkan RAGA (BODY) ini disebut dengan RUH. Tanpa peran dari RUH, maka RAGA tidak akan

bisa BERGERAK. Jadi RUH adalah MOTOR PENGERAK yang akan MENGANTARKAN RAGA untuk memenuhi atau

merealisasikan segala PERINTAH dari HATI. Dan disepanjang pergerakan RAGA beraktifitas itu, RUH akan menerima

UMPAN BALIK berupa RASA dari aktifitas yang dilakukan RAGA itu. Rasanya tuh DISINI…, seperti berada di dalam

DADA.

 

Kalau dibadingkan dengan sebuah Komputer, HATI adalah ibarat CPU sedangkan RAGA adalah ibarat PRINTER atau

MONITOR yang akan memperlihatkan apa yang diproses oleh CPU. Sedangkan OTAK adalah ibarat PORT USB yang

bisa menghubungkan antara CPU dengan PRINTER atau MONITOR. Hasil dari informasi atau data yang diproses

atau digoreskan oleh CPU akan mengalir melalui Port USB ke MONITOR atau PRINTER.

 

Untuk memudahkan kepahaman saja, data atau informasi yang mengalir itu diantarkan oleh ARUS LISTRIK yang

mengisi CPU maupun MONITOR dan PRINTER. Arus listrik ini bolehlah diumpamakan sebagai RUH dari sistem

komputer itu, walau itu tidak sama betul. Sebab Arus listrik itu lebih pas disebut sebagai NYAWA dari sebuah sitem

komputer. Arus listriknya mati, maka mati pulalah sitem komputer itu.

 

Jadi HATI atau MIND adalah SANG PENANGGUNG JAWAB, DRIVER, PILOT, KUSIR  atas segala hal yang akan TERJADI

dan TERLAKSANA pada RAGA. Hatilah yang bertanggung jawab untuk membentuk PERSONALITY, MEMILIH

keputusan-keputusan, MENGINGAT-INGAT (memory), membentuk EMOSI, MELIHAT, dan MENDENGAR.

 

Sedangkan RAGA berfungsi sebagai tempat penzhahiran dari apa-apa yang telah diproses dan diputuskan oleh

HATI atau MIND. Dengan begitu, maka RAGA tak ubahnya hanya seperti ROBOT atau MESIN BIOLOGIS bagi SPIRIT

(JIWA) untuk beraktifitas di Alam Materi.

 

Sementara itu RUH berfungsi untuk menggerakkan MESIN BIOLOGIS atau ROBOT JIWA itu sesuai dengan kehendak

HATI. RUH pulalah yang akan menerima UMPAN BALIK dari kerja dan aktiftas RAGA itu dalam bentuk RASA yang

akan diterima kembali oleh RUH.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-3

3 dari 31

Page 4: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Oleh sebab ketika seseorang beraktifitas, maka yang beraktifitas itu sebenarnya adalah JIWA, yaitu HATI dan RUH.

Misalnya saat  ia BERBICARA, maka yang berbicara itu sebenarnya adalah JIWA. Sedangkan RAGA hanya berfungsi

sebagai sekedar mesin biologis yang ikut BERKOMAT-KAMIT saja.

 

HATILAH yang akan menentukan pembicaraan jenis apa yang akan diucapkan. Apa-apa yang dibicarakan itu

menentukan KUALITAS ISI HATI dari orang yang berbicara itu. OTAK akan menyambungkan informasi dari HATI itu

kepada RAGA atau bagian-bagiannya yang bertanggung jawab sebagai robot-robot biologis untuk berbicara, yaitu

Mulut, Hidung, Lidah, Pita Suara, dan Paru-Paru. Lalu RUH akan mengantarkan DAYA atau GERAK sehingga semua

instrumen dari robot biologis itu akan bekerja sebagaimana mestinya.

 

Dengan begitu dengan mudah kita dapat MEMAHAMI apa ISI HATI dari seorang PIMPINAN  atau PEJABAT yang selalu

berkata-kata tentang TOILET, COMBERAN, dan perkataan-perkataan KASAR lainnya ketika dia berbicara kepada

orang lain atau kepada rakyat dan bawahannya. Tentu saja isi hatinya tidak lebih dari apa-apa yang dia katakan

dan ucapkannya itu.

 

Kalau perkataannya adalah tentang TOILET, maka kualitas JIWANYA juga akan seperti itu. HATINYA berisi serba-

serbi TOILET, RUHNYA akan merasakan rasa TOILET, dan RAGANYA akan diantarkan oleh RUH untuk berperilaku

seperti orang yang sedang berada di dalam TOILET. Apalagi kalau TOILETNYA itu mampet dan tidak ada airnya,

pintunya terkunci pula dari luar. Sehingga isinya adalah marah…, marah…, marah… dan memaki-maki saja.

 

Begitu juga dengan aktifitas-aktifitas lainnya. Misalnya shalat, yang takbir, yang membaca ayat-ayat, yang rukuk,

yang sujud, yang berdo’a, yang salam, pelakunya adalah JIWA. Sedangkan RAGA hanyalah ROBOT BIOLOGIS yang

mengikuti PERGERAKAN JIWA di dalam shalat itu.

 

Informasi tentang gerakan-gerakan dan bacaan shalat sudah kita pelajari sejak dari kita kecil. Informasi itu masuk

ke dalam HATI kita melalui saluran di dalam OTAK KIRI kita. Informasi itu menjadi pengetahuan bagi HATI kita untuk

melakukan SHALAT. Makanya begitu kita berniat untuk shalat, misalnya shalat subuh, maka semua gerakan,

bacaan, dan jumlah rakaat shalat subuh itu bisa kita lakukan tanpa kita berpikir sedikitpun. Semuanya bisa berjalan

seperti “ban berjalan” di dalam sebuah pabrik otomatis. Begitu HATI menginginkan atau berniat untuk shalat, RUH

akan mengantarkan RAGA untuk melakukan gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan shalat secara otomatis sampai

SALAM.

 

Lalu selesaikah sampai disitu?.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-4

Ternyata TIDAK. Sebab pada kegiatan shalat ini sebenarnya ada sebuah aktifitas luar biasa lainnya yang sangat

bermanfaat sekali bagi ketenteram JIWA kita, yaitu aktifitas HATI yang MENGINGATI ALLAH (DZIKRULLAH).

“Dirikanlah SHALAT untuk MENGINGAT AKU”, kata Allah.

 

Jadi shalat itu sebenarnya bukanlah sebuah aktifitas yang semata-mata hanya untuk MENGAMALKAN ILMU SHALAT

saja. Bukan. Tapi di dalam SHALAT itu ada sebuah PROSES PEMBELAJARAN secara TERUS MENERUS yang akan

sangat berguna bagi kita untuk memasuki kembali SUASANA kedekatan dan kemesraan kita dengan ALLAH.

 

Tapi, walaupun hampir semua orang juga sudah punya ilmu yang berbicara tentang KHUSYU, tentang keutamaan

KHUSYU, dan bahkan ada ilmu pula tentang bagaimana cara-cara untuk mendapatkan KHUSYU itu, namun rasa

bahagia (Aflaha), apalagi rasa TENTERAM (MUTHMAINNAH), masih sangat jarang  kita jumpai di dalam shalat yang

kita lakukan itu. Ada memang beberapa diantara kita yang bisa merasakan rasa tenang, menangis, dan bahagia di

dalam shalat itu. Akan tetapi sayangnya keadaan itu tidak bisa bertahan lama untuk kita rasakan dan nikmati.

 4 dari 31

Page 5: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Oleh sebab itu banyak pula orang yang sudah belajar shalat khusyu atau yang serupanya mulai mencari dan

mencari lagi cara-cara lain yang barangkali bisa membuat HATINYA menjadi TENTERAM. Kebanyakan cara-cara lain

itu sangat bersentuhan dengan ALAM-ALAM GETARAN dan ALAM-ALAM PERASAAN. Kalau badannya sudah bisa

BERGETAR dan ada pula RASANYA, maka ada yang menamakannya itu sudah KHUSYU. Atau kalau pikirannya sudah

tenang yang di dapat baik dengan cara INDUKSI HIPNOSA maupun dengan cara-cara MEDITASI lainnya, maka ada

juga yang menamakan bahwa itu sudah KHUSYU.

 

Hanya saja banyak sekali umat Islam yang tidak paham bahwa sebenarnya ada sebuah KETENTERAM PUNCAK (the

Ultimate Tranquility) yang bisa dirasakan oleh JIWA semata-mata karena Jiwa itu MENGINGAT ALLAH, DZIKRULLAH.

Akan tetapi, karena JIWA itu belum sampai mendapatkan ketenteraman puncak, maka HATI akan lebih sering

berada dalam keadaan terbolak balik. Hati yang terbolak balik itu (QALBU) memerintahkan RAGA untuk kadangkala

berbuat kebaikan dan dilain kesempatan berbuat keburukan.

 

Kalau perintah HATI kepada RAGA berbolak balik antara BAIK dan BURUK, maka RUH akan merasakan hal yang

berbolak balik pula antara BAHAGIA dan PEDIH secara silih berganti. Keadaan HATI yang terbolak balik ini disebut

sebagai HATI yang bersifat QALBU. Hati yang tidak menetap, Hati si Katak Lompat. Keadaan HATI dan RUH yang

bolak balik seperti itu disebut juga dengan NAFSUL AMMARAH, NAFSUL LAWWAMAH, NAFSUL SUFFIAH, dan

sebaginya.

 

Sedangkan kalau HATI sudah menetap untuk memerintahkan KEBAIKAN demi KEBAIKAN, maka RUH juga akan

menetap pula merasakan KEBAHAGIAAN demi KEBAHAGIAAN. HATI dan RUH yang sudah menetap dalam kebaikan

dan kebahagiaan seperti ini disebut dengan JIWA YANG TENTERAM (AN NAFSUL MUTHMAINNAH).

 

Yaitu, Jiwa yang sudah SIAP untuk menjadi orang-orang Allah. Jiwa yang akan sering bertemu dengan sesama

Orang-orang Allah,  baik bertemu secara JASMANI maupun bertemu secara ROHANI. Jiwa yang sudah tenteram ini

pulalah yang akan mudah untuk menjalani proses MATI SEBELUM MATI. JIWA yang sudah bebas untuk keluar masuk

RAGA untuk mengalami HAL demi HAL. Rasulullah SAW mengalami keadaan HAL ini lebih dari 100 kali dalam

sehari.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH,   Bagian-6

HATI (Spiritual Hearth) mempunyai ALAT untuk MELIHAT, MENDENGAR, dan MERASAKAN. Alat itu

disebut dengan MATA HATI (Spiritual Eyes). Disamping itu, HATI juga mempunyai ALAT untuk

BERGERAK, yang disebut dengan RUH.

 

RUH ini punya POWER yang sangat Menakjubkan untuk mengantarkan HATI dalam MENGARUNGI,

MELIHAT, MENDENGAR, dan MERASAKAN berbagai hal dan keadaan, baik di Alam Lahiriah maupun di

Alam Rohaniah.

 

Hanya saja, untuk mengarungi serba-serbi Alam Lahiriah, Hati membutuhkan KENDARAAN lain, yaitu

BADAN atau BODY. Kendaraan Lahiriah. RUH akan menggerakkan BADAN ini sesuai dengan apa-apa

yang diingini oleh HATI.

 

RUH juga akan mengantarkan UMPAN BALIK kembali ke dalam HATI atas setiap  keadaan dan serba-

serbi dari Alam Lahiriah yang diarungi oleh HATI bersama BADAN dan RUH, dan serba-serbi Alam

Rohaniah yang diarungi oleh HATI bersama RUH saja.

 

Sedangkan OTAK hanyalah PORT INTERKONESI DUA ARAH yang menghubungan antara HATI dan

BADAN.

 

5 dari 31

Page 6: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Kalau HATI ingin melihat MATERI, maka HATI akan mengirimkan informasi ke RAGA melalui jaringan OTAK

agar MATA bisa menyiapkan diri untuk dipakai oleh MATA HATI sebagai CORONG untuk melihat.

Kalau HATI ingin mendengar SUARA-SUARA, maka HATI akan mengirimkan informasi ke RAGA melalui

jaringan OTAK agar TELINGA bisa menyiapkan diri untuk dipakai oleh MATA HATI sebagai CORONG untuk

mendengar.

Begitu juga kalau HATI ingin merasakan bermacam RASA, maka HATI akan mengirimkan informasi kepada

RAGA melalui jaringan OTAK agar Lidah, atau Kulit, Hidung, dan DADA bisa menyiapkan diri untuk dipakai

oleh MATA HATI sebagai CORONG untuk merasakan.

Kalau HATI sudah melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu, termasuk terhadap sesuatu YANG GHAIB,

maka HATI itu disebut HATI yang SUDAH TAHU atau HATI yang sudah BERSAKSI. Hati yang seperti ini bisa

pula di sebut sebagai BASHIRAH. Si TAHU, Si SYAHID.

 

RUH akan memberi atau menyuplai DAYA atau POWER agar Corong mata, corong telinga dan Corong Rasa

bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

 

Hasil penglihatan, pendengaran, dan perasaan itu akan disimpan oleh HATI di dalam HATI itu sendiri

sebagai MEMORI atas penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Jadi memori itu BUKAN di simpan di dalam

SEL-SEL OTAK. Bukan. Sebab sel-sel otak itu berfungsi hanyalah sebagai PORT tempat mengalirnya data

atau informasi dari HATI ke RAGA atau sebaliknya dari RAGA ke HATI.

 

Kalau HATI ingin MENGINGAT sesuatu, maka HATI akan melihat ke DALAM dirinya sendiri, yaitu HATI itu

sendiri, tentang sesuatu yang harus DIINGAT itu. Kalau sesuatu itu bisa diingat kembali oleh HATI, maka

HATI tersebut disebut sebagai HATI YANG INGAT (DZIKIR).

 

Kalau HATI sudah melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu, termasuk terhadap YANG GHAIB, dan Ia

juga sudah MENGERTI, sudah BERPIKIR, sudah BERTAQWA, maka HATI yang seperti itu disebut sebagai Si

Ulul Albab, Si Ta’qilun dan Tafakkarun, dan si Tattaaqun.

 

Kalau HATI sudah melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu, termasuk terhadap YANG GHAIB, akan

tetapi Ia belum mau MENGERTI, belum mau BERPIKIR, belum mau BERTAQWA, maka HATI yang seperti itu

disebut sebagai Si Bodoh, Si Jahil, Si Kafir, Si Syirik.

 

Kalau HATI masih diliputi KERAGU-RAGUAN, maka HATI itu disebut sebagai SI QALBU. HATI yang seperti ini

kadang-kadang Ia merasa BISA melihat, mendengar, merasakan, dan tahu, tapi kadang-kadang Ia merasa

TIDAK melihat, tidak mendengar, tidak merasakan, dan tidak tahu. Makanya si Qalbu seperti ini kadang-

kadang  Ia menjadi Baik dan kadang-kadang  ia menjadi Jahat. Kadang Ia menjadi Taqwa dan kadang Ia

menjadi Fujur atau Fasiq.

 

Kalau HATI Belum bisa melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu, termasuk terhadap sesuatu YANG

GHAIB, maka HATI itu disebut sebagai Si Buta, Si Tuli, Si Hati Mati, Si Hati Batu, Si Tidak punya Perasaan, Si

Tidak Tahu, Si Tidak Bersaksi.

 

HATI itu bisa ANGKUH dan MENGAKU-NGAKU, dan HATI itu bisa pula MENYERAH dan TIDAK MENGAKU. HATI

yang angkuh dan mengaku-ngaku akan selalu berkata: “aku, milikku”.

 

Sebaliknya HATI yang menyerah dan tidak mengaku-ngaku, mulutnya akan diam, bibirnya seperti dijahit,

dia akan tidak berkata-kata untuk mengaku. Karena dia sudah tahu bahwa sebenarnya dia tidak wujud.

 

Semua kemungkinan keadaan HATI diatas yang dikatakan oleh banyak orang sebagai PILIHAN-PILIHAN, akan

melahirkan EMOSI di dalam HATI itu sendiri. Jadi yang akan menuai hasilnya adalah HATI itu sendiri. HATI akan

mempertanggungjawabkan keadaannya sendiri. Sedangkan OTAK tidak akan dimintakan pertanggungjawabannya

6 dari 31

Page 7: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

terhadap emosi-emosi dan pilihan-pilihan yang terlaksana pada suatu waktu. Dengan kata lain, yang akan

dimintakan pertanggungjawaban atas semua yang dilakukan RAGA dan apa-apa yang DIINGAT oleh HATI adalah

HATI itu sendiri.

 

RUH akan mengantarkan HATI untuk mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah dilakukan oleh RAGA, baik 

semasa masih di kehidupan DUNIA ini maupun kelak di kehidupan AKHIRAT. Tentu saja pertanggungjawaban HATI

itu sesuai dengan keadaan RAGA dan OTAK. Sebab saat otak kita RUSAK dan RAGA kita tidak bisa menjalankan

aktifitasnya secara normal, maka HATI juga tidak akan dimintakan pertanggungjawabannya. Bagi anak-anak,

hatinya juga tidak dikenai pertanggungjawaban. Untuk pema’afan-pema’afan dari perbuatan-perbuatan seperti ini

ada hukum SYARIATNYA tersendiri. Silahkan lihat ILMU FIKIHNYA.

 

Akan tetapi, kalau paradigma berpikir ini kita tingkatkan lagi dengan memakai Paradigma Berpikir Makrifatullah,

maka kejadian yang melibatkan RAGA, NYAWA, RUH, dan HATI seperti diatas tidaklah berhenti sampai di situ saja.

Karena dalam pandangan Kacamata Makrifatullah Raga, Nyawa, Ruh, dan Hati itu masih termasuk dalam kategori

SIFAT-SIFAT saja. Jadi kalau ada perbedaan pandangan dan paradigma tentang sifat-sifat tersebut, ya wajar-wajar

saja. Tidak ada masalah.

 

Kacamata Makrifatullah akan membawa kita untuk bisa memandang bahwa disebalik semua sifat-sifat itu – Raga,

Nyawa, Ruh, dan Hati – ada DZAT yang menjadi HAKEKAT dari semua sifat-sifat itu. Jadi apapun yang dilakukan dan

dialami oleh Raga, Nyawa, Ruh, dan Hati itu, pada Hakekatnya Dzatlah yang melakukan dan mengalaminya.

 

Raga, Nyawa, Ruh, dan Hati itu hanyalah pendzahiran dari Dzat,

Aktifitas Raga, Nyawa, Ruh dan Hati itu adalah Aktifitas dari Dzat.

Pengalaman Raga, Nyawa, Ruh, dan Hati itu adalah Pengalaman dari Dzat.

Dzat juga hanyalah sebagai Pelaksana yang sangat patuh atas apa-apa yang sudah dituliskan oleh Allah,

yang sudah ditetapkan oleh Allah, yang sudah diijinkan oleh Allah, yang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk

terdzahir.

Dzat itu akan sangat patuh kepada Allah.

Dzat akan menjalankan apa-apa yang sudah dituliskan untuknya di Lauhul Mahfuz.

Dzat akan mengikuti semua yang diinginkan oleh Allah.

Karena memang Dzat itu adalah bagian yang sedikit dari Keseluruhan Dzat-Nya yang Maha Indah.

 

Dengan begitu, maka setiap MATA FISIK kita melihat Sifat (CIPTAAN), maka MATA HATI kita akan selalu terpandang

kepada Hakekat (DZAT), sedangkan HATI kita akan berhenti di Makrifat kepada Allah.

 

Lalu masihkah kita berani untuk berkata “aku dan milikku ?”…

 

Gambar Hubungan Antara Body dengan Spirit

7 dari 31

Page 8: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-7

MENAPAKI JALAN KEHIDUPAN…

 

Saat kita baru DILAHIRKAN, kita atau TIDAK TAHU apa-apa. Hati kita dikatakan HATI yang SUCI dan BERSIH.

Dikatakan bersih dan suci, karena memang BELUM ada INFORMASI apa-apa yang tersimpan di dalam HATI kita

yang akan kita alirkan kepada RAGA melalui OTAK kita untuk dilaksanakan oleh RAGA.

 

Begitu juga dengan apa-apa yang ada DI LUAR tubuh kita, yang terlihat oleh mata kita, terdengar oleh telinga kita,

dan terdeteksi oleh alat indera kita yang lain, juga BELUM ada asosiasi apa-apa di dalam HATI kita. Sebab di dalam

HATI kita belum ada informasi tentang bentuk, warna, rupa, suara, huruf, dan angka-angka.

 

HATI kita seperti kosong begitu saja. HATI yang tidak berkocak. Keadaan HATI yang seperti inilah yang disebut

sebagai HATI bagi orang-orang yang INGAT kepada Allah. HATI orang Dzikrullah. Karena saat kita ingat kepada

Allah, memang tidak ada sesuatu apapun yang bisa menyerupai-Nya. Tidak ada rupa, tidak ada warna, tidak ada

huruf, tidak ada suara, tidak ada cahaya, tidak ada apa-apa sama sekali. GHAIB. Keadaannya persis sama dengan

keadaan yang dialami bayi yang baru lahir itu. MATA HATI kita tidak melihat apa-apa…

 

Karena HATI kita sedang KOSONG dari bayangan-bayang atau sensasi-sensasi apapun juga, maka HATI sedang

berada pada keadaan AWAL seperti saat seorang manusia dilahirkan. HATI yang tidak berisikan apa-apa. HATI yang

seperti ini akan menjadi TENTERAM, TENANG, HENING, SENTOSA karena ia memang tidak menemukan apa-apa

yang harus dikhawatirkan dan ditakutkan. Karena Hati kita sudah tenteram, maka RUH yang mengisi seluruh RAGA

juga akan mengikuti KEADAAN dari HATI yang seperti itu.

 

Kalau HATI dan RUH telah menjadi TENTERAM, maka ia disebut dengan JIWA yang TENANG dan TENTERAM, An

Nafsul Muthmainnah. Jiwa yang persis sama dengan JIWA seorang Bayi Yang Baru lahir. Hanya saja, keadaan Jiwa

yang seperti jiwa seorang BAYI ini, hanya dan hanya bisa kita Alami kalau kita hanya punya SATU INGATAN saja,

yaitu INGATAN kepada Allah. Karena saat lahir itu, seorang bayi memang hanya membawa satu ingatan saja, yaitu

ingatan kepada Allah. Sebab saat masih di Alam Rohani, Sang Bayi yang masih dalam rupa JIWA itu memang

pernah bertegur sapa dengan Allah. “Alastu birabbikum, bukankah Aku Tuhan kamu?”, tanya Allah, dan Sang Jiwa

menjawabnya dengan mantap: “bala Syahidna, benar ya Allah, kami telah bersaksi”.

 

Ingatan AWAL kita yang berupa kesaksian kita kepada Allah inilah ingatan yang kita bawa saat kita lahir kedunia

ini. Ingatan kita kepada Allah itu tetap TERPATRI KUAT di dalam HATI kita. Semua manusia yang lahir PASTI

membawa ingatan kepada Allah ini saat ia dilahirkan. Artinya semua manusia dilahirkan sebenarnya adalah dalam

keadaan ISLAM, karena memang semua kita membawa ingatan kepada Allah itu sejak awal kelahiran kita ke alam

dunia ini.

 

8 dari 31

Page 9: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Ingatan kepada Allah itu akan menjadi CAHAYA YANG MENERANGI bagi semua umat manusia, tanpa kecuali.

Sehingga kita semua selalu punya NALURI yang sama pula, yaitu untuk kembali mencari Allah selama dalam

menjalani kehidupan kita di dunia ini, apalagi saat kita menghadapi permasalahan hidup yang berat. Tidak ada satu

orang manusiapun yang tidak ingin kembali mencari ketenangan dan ketenteraman awal atau keadaan azali

seperti yang dipunyai oleh seorang bayi itu.

 

Setiap kali kita punya permasalahan, seperti ada sebuah kerinduan yang sangat dalam yang mengaduk-aduk HATI

kita untuk merasakan kembali INGATAN AWAL yang kita bawa ke alam dunia ini, yaitu Ingatan kepada Allah. Yang

mana saat itu, kita tidak punya masalah apa-apa yang membebani kita.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-8

 

POKOK PERMASALAHAN KITA…

 

Masalah yang kita hadapi semua adalah, TERNYATA sejak kita lahir, dari hari  ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke

tahun, berbagai  informasi dan data-data yang ada di LUAR, apa-apa yang ada disekitar kita, satu persatu MASUK

melalui PANCA INDERA menuju HATI kita. Informasi itu tersalur melalui OTAK, yang berfungsi sebagai PORT

penghubung antara KEADAAN DI LUAR  dengan HATI yang berada di DALAM. Berbagai data dan Informasi itu lalu

TEREGISTRASI di DALAM HATI kita membentuk PARADIGMA BERPIKIR yang akan menentukan kemana RAGA kita

akan bergerak dan aktifitas apa yang akan dilakukan oleh RAGA.

 

Keberadaan OTAK kita yang terdiri dari dua belahan, yaitu belahan KIRI dan belahan KANAN, ternyata bukan hanya

terbelah secara kebetulan saja, atau tanpa makna sama sekali. Tetapi, ternyata masing-masing belahan otak itu

punya tugasan masing-masing, yaitu untuk menyalurkan informasi yang berbeda SIFATNYA yang terdeteksi oleh

RAGA ke dalam HATI, maupun sebaliknya dari HATI kepada RAGA.

 

Informasi atau data yang sifatnya logik, serial, linier, detail demi detail, kategori-kategori,

pengelompokan, asosiasi, perbandingan, proyeksi dan kemungkinan masa depan, masa lalu dan masa

depan, definisi-definisi, bahasa-bahasa, akan masuk ke dalam HATI melalui belahan OTAK KIRI.

 

Kalau sepanjang hidup informasi dan data yang masuk ke dalam hati kita SEBAGIAN BESAR adalah melalui saluran

otak KIRI ini, maka paradigma berpikir kita akan menjadi paradigma khas bagi orang-orang yang katanya Otak

Kirinya Aktif.

 

Ciri-cirinya adalah, HATI kita akan cenderung menjadi FULL of CHATTING dan dipenuhi dengan SUARA-SUARA yang

hiruk pikuk tentang berbagai hal. Semua hal seperti menjadi masalah. Kita merasa bahwa kita adalah sebuah diri

yang solid yang dibatas oleh KULIT dan DAGING. Kehidupan kita seperti sebuah gerakan panthomim yang patah-

patah dan tertegun-tegun. Kita merasa mempunyai KEPEMILIKAN dan akan sering mengatakan ini AKU, ini

KEAHLIANKU, ini INTELEKTUALKU. Kita akan menjadi orang-orang yang merasa terpisah dengan orang lain walau

kita sedang berada ditempat yang ramai. Ini aku dan itu dia atau mereka.

 

Sedangkan saluran informasi yang berada di dalam OTAK KANAN kita seperti menjadi TUMPUL, kalau tidak mau

dikatakan tidak berfungsi lagi. Karena ia JARANG dilalui oleh informasi dan data yang sesuai dengan karakternya

yang penuh persahabatan. Akibatnya kita akan menjalani kehidupan kita dengan HATI yang penuh dengan

paradigma hitung-hitungan dan aku-akuan, seperti yang biasanya dipunyai oleh orang-orang SEKOLAHAN.

 

Kalau sudah begini, kita akan sulit sekali untuk keluar dari Zona NYAMAN yang sedang kita tempati. Kita akan tiap

sebentar merasa terusik dengan berbagai kejadian disekitar kita. Kita akan mudah marah…, marah…, dan marah.

Dimana-mana kita akan selalu mencari perbedaan. Kita menjadi orang yang pendendam dan sulit untuk

memaafkan. Kita akan berusaha sekuat tenaga menjaga dan melanggengkan keadaan STATUS QUO yang sedang 9 dari 31

Page 10: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

kita jalani. Dalam bermasyarakat kita merasa menjadi orang lama yang perlu dihormati orang-orang baru. Kita

jadinya lebih cenderung bertindak sebagai seorang ADMINISTRATOR ketimbang  sebagi seorang INOVATOR.

 

Dan sayangnya dengan model pendidikan dan pengajaran yang berkembang seperti saat ini, hampir sebagian

besar kita berada dalam paradigma berpikir seperti ini, tak terkecuali untuk orang-orang yang bergerak dalam

bidang keagamaan dan spiritualitas sekalipun.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-9

 

 SEBALIKNYA, kalau informasi dan data-data yang sering kita lihat, baca, dan dengarkan cocok dengan karakter

atau fungsi kerja dari jaringan OTAK KANAN kita, maka HATI kita akan di isi dengan informasi dan data yang

bersifat paralel, saat ini dan disini, gambaran utuh atau sintesis dari sebuah keadaan, bau-bauan, rasa

di lidah dan di kulit, energi dan getaran, keindahan, serasa satu dengan yang lain, terhubung dengan

energi-energi.

 

Ciri-cirinya adalah, HATI kita menjadi SILENT atau TENANG dari CHATTING atau PERBUALAN-PERBUALAN yang

saling bertentangan. Kita akan bisa merasakan bahwa alam semesta ini adalah sebuah aliran energi yang

mempersatukan semua makhluk yang ada. Jadi kita bisa merasakan bahwa tubuh kita tidak lagi hanya sebatas

daging dan kulit saja. Kita bisa merasa bahwa diri kita telah menjadi sangat luas dan besar. Kita merasa telah

bersatu dengan atom-atom dan molekul yang ada di Alam.

 

Kita juga bisa merasakan bahwa keberadaan kita sudah tidak ada lagi awal dan akhirnya, tidak ada batasnya, tidak

ada ujung pangkalnya. Karena kemanapun kita menghadap, disitu ada diri kita yang telah menjadi luas dan bahkan

menjadi energi pula. Kita merasa seperti sedang melayang-layang di angkasa, karena diri kita telah menjadi begitu

ringan. Kadangkala kita bisa pula merasa bahwa kita sedang DIKUASAI oleh sebuah “KEADAAN” tertentu. Gerakan

energi dan daya yang bergerak melingkar-lingkar seperti bisa masuk, mengangkat, dan menimang-nimang diri kita.

 

Kalau sudah seperti itu, kita akan merasakan berbagai perasaan seperti rasa DAMAI, MELUAS, MEMBESAR, CANTIK.

Hati kita jadi mudah TERHARU dan kadangkala juga EUFORIA atau KEGEMBIRAAN yang berlebih-lebihan. Kita bisa

tersenyum-senyum dan tertawa-tawa sendiri menikmati sensasi getaran dan gelombang yang bisa kita rasa-

rasakan. Karena saat itu kita seperti terlepas dari berbagai tekanan dan permasalahan Hidup. Malah kita bisa

merasa bahwa kita adalah titik pusat dari kehidupan di alam semesta ini. Dan pada akhirnya kita bahkan bisa

merasa bahwa kita seperti telah hidup dan berada di ALAM SYURGAWI.

 

Perbedaan fungsi otak kiri dan otak kanan ini dalam memberikan informasi dari RAGA ke HATI dan juga sebaliknya

dari HATI ke RAGA telah di dokumentasikan dengan sangat apik sekali oleh JILL BOLTE TAILOR dalam buku atau

videonya yang berjudul “My Stroke Insight”. Ia menceritakan apa-apa yang dialaminya ketika dia mengalami

STROKE di belahan otak kirinya. Lalu fenomena aktifnya belahan otak kanannnya seperti diatas bisa dia rasakan.

Dia akhirnya merasakan seperti sedang berada di ALAM SYURGAWI.

 

Padahal fenomena alam syurgawi itu hanyalah masalah biasa saja bagi orang-orang yang sudah berhasil

mengalirkan dan mengakses sebanyak mungkin informasi yang cocok dengan karakter otak kanan kita seperti

informasi tentang GETARAN dan ENERGI, yang memang memenuhi Alam Semesta ini. Jadi untuk merasakan

keadaan seperti itu, kita tidak usah mengalami stroke terlebih dahulu.

 

Disamping itu, dengan banyaknya belahan otak kanan kita dialiri oleh informasi, maka dalam kehidupan sehari-

hari, kita akan mempunyai banyak ide baru walau untuk hal-hal kecil sekalipun. Karena cara berpikir kita bukan lagi

berpikir secara serial yang selalu menjaga urut-urutan proses dari awal sampai akhir. Disini kita sudah bisa berpikir

secara paralel dan holistik, sehingga kita sudah bisa melihat dari ujung akhir untuk kemudian melihat berbagai

kemungkinan yang ada, dan kemudian melakukannya dengan semangat empat lima.

 10 dari 31

Page 11: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Dengan memahami hal seperti ini, kita akan mudah mengerti tentang perbedaan personality orang-orang yang ada

disekitar kita. Bahwa perbedaan itu hanyalah karena berbedanya informasi dan data yang kita masukkan kedalam

HATI kita. Ada kita yang lebih banyak memasukkan informasi dan data yang hanya bisa melewati saluran OTAK

KIRI, dan ada kita yang lebih banyak memasukkan informasi dan data yang hanya bisa melewati saluran OTAK

KANAN ke dalam HATI kita. Akhirnya kita semua hanya akan berbeda dalam PARAGDIGMA BERPIKIR saja

sebenarnya.

 

Apa-apa informasi yang MASUK kedalam HATI kita, maka itu pulalah yang akan KELUAR membentuk tindakan dan

aktifitas pada RAGA kita. Tidak bisa tidak. Karena apapun tindakan dan aktifitas LAHIRIAH yang kita lakukan, itu

DIAWALI oleh aktifitas dan tindakan RUHANIAH yang berada di dalam  JIWA kita. Saat HATI menginginkan sesuatu,

dan RUH akan memastikan bahwa keinginan itu bisa TERLAKSANA.

 

Misalnya, kalau informasi yang kita masukkan kedalam HATI kita adalah informasi tentang HIPNOTERAPI, maka

yang keluar dari HATI membentuk tindakan RAGA juga adalah apa-apa yang berbau-bau HIPNOTERAPI.  Begitu juga

dengan informasi-informasi lainnya seperti informasi tentang GETARAN (VIBRASI), NLP, AURA, TENAGA DALAM,

TENAGA HIKMAH, TENAGA QUANTUM, dan informasi-informasi lain yang menyiratkan kehebatan lainnya.

 

RUH akan mengantarkan kita untuk MELAKUKAN apa-apa yang diinginkan oleh HATI itu. Disamping itu, RUH juga

akan mengantarkan UMPAN BALIK ke dalam HATI kita, tentang pelaksanaan atas keinginan HATI itu, dalam bentuk

berbagai RASA yang akan dirasakan kembali oleh HATI. Kekuatan dan Daya RUH itu sangat-sangat Luar Biasa.

Makanya orang sering berkata bahwa “apa yang dia pikirkan seperti bisa terlaksana”. Sebenarnya RUH itulah yang

mengantarkan kita kepada apa-apa yang tercetus di dalam HATI atau MIND kita.

 

Demikianlah, segala informasi yang kita masukkan ke dalam hati kita melalui kedua belahan otak kita akan

membentuk PARADIGMA BERPIKIR kita yang sangat sulit untuk kita UBAH-UBAH. Kita akan menjunjung,

mendukung, membela, dan membesar-besarkan paradigma berpikir kita itu kemanapun kita pergi. Jadi perbedaan-

perbedaan yang sangat tajam diantara kita sebenarnya hanyalah karena berbedanya informasi yang kita jejalkan

ke dalam hati kita saja. Perbedaan sifat-sifat saja sebenarnya.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-10

 

Namun di sini pulalah bermulanya kepedihan demi kepedihan yang kita alami di dalam hidup kita. Sebab

perbedaan itu telah membuat kita tidak bisa lagi merasa TENTERAM dan TENANG dalam setiap langkah yang kita

lalui. Dan dari sini pulalah munculnya berbagai metoda atau cara yang ditawarkan orang agar kita bisa kembali

mendapatkan ketenteraman dan ketenangan itu. Sebab mereka melihat bahwa ini adalah PASAR yang sangat

potensial sekali. Siapa sih yang tidak ingin mendapatkan ketenangan dan ketenteraman yang seakan-akan

membawa kita kembali kemasa-masa dimana kita merasa sangat tenteram dan tenang ketika kita dahulu masih

menjadi bayi ?.

 

Akan tetapi yang diajarkan mereka hanyalah bagaimana caranya agar OTAK KIRI kita bisa menjadi SILENCE buat

beberapa jenak. Yaitu dengan cara memberikan informasi sebanyak-banyaknya yang bisa diakses oleh OTAK

KANAN kita. Makanya kalau mereka berbicara, bicaranya adalah mengenai GETARAN, ENERGI, IMAJINASI, dan

usaha merasa-rasakan pengaruh dari KALIMAT-KALIMAT POSITIF yang kita ucapkan.

 

Sebenarnya untuk merasakan GETARAN dan ENERGI itu mudah saja. Syaratnya hanyalah dengan membuat TUBUH

kita RILEKS dan LUNAK. Semakin tubuh kita rileks dan lunak, akan semakin mudah pula kita untuk merasakan

getaran dan energi itu. Kemudian PINTU MASUK Informasi yang akan melalui otak kiri kita juga haruslah ditutup.

Cara yang paling mudah untuk itu adalah dengan MENUTUP MATA kita. Tutuplah mata dengan tidak terlalu keras.

Cukup asal kedua kelopak mata kita tertutup saja. Tidak ada terasa tekanan di kedua kelopak mata kita itu.

 

Kemudian angkat tangan kita dengan lembut dan gerak-gerakkan sampai kita merasakan adanya aliran energi di

telapak tangan kita. Atau bisa pula kita berdiri dan mulai menggerak-gerakkan tubuh kita sedikit. Tidak berapa 11 dari 31

Page 12: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

lama kemudian, kita akan merasakan adanya aliran energi yang berputar-putar disekitar kita. Kalau kita ikuti aliran

energi itu, maka tubuh kita akan ikut berputar-putar mengalir bersama energi itu.

 

Biasanya, kalau kita belum terbiasa membuat tubuh kita rileks, gerakan energi itu akan bisa membanting-banting

tubuh kita sampai terguling-guling di tanah. Kalau saat itu kita memanggil nama “sesuatu yang kita yakini” berada

di tempat yang sangat tinggi dan sangat besar, maka gerakan tubuh kita akan semakin menggila. Biasanya, kalau

Umat kita Islam kita akan diminta untuk memanggil-manggil Nama Allah saat itu. Akan tetapi sebenarnya dengan

tidak menyebut nama Allah pun keadaan yang seperti itu juga akan bisa kita dapatkan.  Misalnya, dengan

menyebut “hak…, atau hu” saja kita juga akan mengalami hal tersebut. Jadi menyebut nama Allah atau tidak,

untuk hal-hal seperti ini, lebih bersifat untuk sebagai fungsi PLACEBO saja bagi otak kita.

 

Kalau kita sudah mahir merasakan aliran energi ini, maka putaran energi itu akan tidak menggoncangkan tubuh

kita lagi. Kita akan bisa mengikuti aliran energi itu seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang berlatih TAICHI.

Bahkan dalam keadaan DIAM pun energi itu masih dapat kita rasakan. Objek pikir kita seperti ikut mengalir

mengikuti aliran energi-energi itu, sehingga menimbulkan efek MEDITATIF. Tapi sebenarnya apa-apa yang kita

rasakan itu adalah akibat RUH mengantarkan kita kepada apa yang kita yakini. Ini yang tidak banyak diketahui

orang.

 

Dibawah tingkatan pengaruh Energi dan Getaran ini adalah permainan Imajinasi dan kata-kata atau kalimat-kalimat

bernada Positif. Misalnya, kita diminta untuk berimajinasi tentang pantai dan gunung, lalu kita diminta pula untuk

mengucapkan kata-kata TENANG, DAMAI, LOVE, berkali-kali. Singkat kata, kemudian kita memang seperti bisa

merasa tenang, damai, dan berkelimpahan dengan cinta. Tapi kualitasnya hanya sebatas rasa-rasa yang pernah

kita rasakan sebelumnya, dan rasa-rasa itu tidak akan bertahan lama. MEMBOSANKAN…

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-11

 

BERTASAWUF DAN BERSPIRITUAL..

Nah…, sekarang banyak orang menganggap bahwa kalau OTAK KANAN kita sudah banyak mengirimkan INFORMASI

seperti diatas ke dalam HATI kita, dan kita sudah merasakan pula fenomena-fenomenanya yang bisa menguras

RASA dan AIRI MATA, maka kita disebut sebagai orang yang sudah BERSPIRITUAL. Makanya di dalam berbagai buku

dan pengajaran spiritual yang ada sekarang ini, termasuk dalam spiritual ISLAM sekalipun, cerita-ceritanya hampir

saja. Yaitu sama dengan keadaan atau ciri-ciri yang dialami oleh orang-orang yang OTAK KANANNYA sudah aktif

dilalui oleh berbagai informasi dari dan ke HATINYA seperti yang telah diterangkan diatas.

Akibatnya, ketika orang-orang berbicara tentang Spiritual, maka kita akan sulit membedakan antara Spiritual Islam

dengan Spiritual Hindu, Budha, Kejawen, TAO, Kabbala, dan aliran-aliran KEBATINAN atau MISTIK lainnya. Tokoh

yang dijadikan bahan referensipun selalu saja orang-orang yang berkecimpung di dunia METIDASI, apakah itu

Hindu, Budha, atau meditasi-meditasi lainnya. Jarang sekali yang menjadi referensi itu adalah ulama-ulama Islam

masa kini.

Mungkin ulama-ulama Islam dianggap mereka tidak mempunyai sama sekali sisi KEBATINAN yang menarik untuk

dikupas atau dieksplorasi. Karena pada kenyataannya, atau paling tidak yang tersiar ke ranah umum, adalah

bahwa diantara ulama-ulama Islam ataupun diantara sesama umat Islam sendiri memang selalu terlihat RAMAI dan

SUKA BERANTAM satu dengan yang lainnya, paling tidak berkelahi secara kata-kata atau kalimat-kalimat.

Seakan-akan umat Islam ini dianggap mereka tidak punya sikap MEDITATIF sedikitpun. Yaitu sikap orang-orang

yang OTAK KIRINYA sudah bisa SILENCE (DIAM) dan tidak penuh lagi dengan CHATING (berbalas kata) untuk

beberapa saat. Memang pikiran umat Islam terkesan sangat RAMAI SEKALI walau di dalam SHALAT sekalipun.

Makanya orang Islam yang ikut berlatih meditasi akan lebih bisa bercerita tentang pengalaman bermeditasinya

dibandingkan dengan pengalaman bershalatnya. Aneh memang.

Jadilah jalan cerita dari spiritalitas itupun nyaris sama saja, begitu juga cara-cara untuk menjalankannya. Kesamaan

itu terjadi karena memang sejak 400 tahun setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat, dan berakhir pula zaman

Tabi’it Tabi’in, pengajaran Spiritual Islam dan spiritual-spiritual lainnya itu sudah saling bersinggungan sangat dekat

sekali. Tapi pada kenyataannya ternyata cara-cara berspiritual Islamlah yang banyak mengadopsi cara-cara 12 dari 31

Page 13: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

berspiritual diluar ajaran Islam. Cara-cara baru berspiritual di dalam Islam inilah kemudian yang lebih dikenal

dengan TAREKAT.

Contoh kesamaannya adalah, OBJEK PIKIR saat berdzikir di dalam TAREKAT sudah tidak ada bedanya lagi dengan

objek pikir saat BERMEDITASI atau di dalam berbagai aliran MISTIK lainnya. Tarekat memakai objek pikir yang

disebut LATHAIF, dan Meditasi atau aliran MISTIK lainnya memakai objek pikir yang disebut CAKRA. Hanya letak

atau posisi dari beberapa Lathaif dan Cakra itu saja yang sedikit berbeda-beda.

Kalau Cakra mengambil tempat mulai dari Cakra Dasar, yaitu di wilayah tulang ekor paling bawah, dan bergerak

keatas sepanjang tulang belakang kita menuju ke ubun-ubun (Cakra Mahkota). Diantara kedua cakra itu ada cakra-

cakra lain yang mereka namakan: Cakra Ajna (mata ketiga), Cakra Tenggorokan, Cakra Jantung, Cakra Solar Plexus,

dan Cakra Sex.

Sedangkan Lathaif-lathaif kebanyakannya mengambil tempat mulai dari sekitar wilayah Cakra Jantung, naik keatas

sampai ke ubun-ubun dan kemudian ke seluruh tubuh (kullu jasad). Hanya saja di TAREKAT Cakra jantung ini dibuat

lebih sedikit rumit dengan menambahkan beberapa Cakra kecil lainnya, sehingga jadilah diwilayah sekitar jantung

itu penuh dengan lathaif-lathaif seperti: Lathifatul QALB, Lathifatul ROH, Lathifatul SIRR, Lathifatur KHAFI, Lathifatul

AKHFA, Lathifatul NATIQAH. Dan setelah itu baru Lathifatul KULLU JASAD.

Perbedaannya dengan CAKRA adalah bahwa di dalam Tarekat, Objek Dzikir dan Objek Pikir yang dilakukan adalah

Pembersihan Lathaif-lathaif itu. Karena setiap Lathaif dianggap sebagai pusat dari berbagai perbuatan BURUK.

Misalnya, LATHIFAH QALB dianggap sebagai pusat dari keberadaan sifat kemusyrikan, ketahayulan, kekafiran, dan

sifat-sifat iblis lainnya. Membersihkan Lathaif-lathaif itu dengan Dzikir dianggap dapat membersihkannya dari sifat-

sifat Buruk tersebut. Begitulah seterusnya dengan lathaif-lathaif yang lainya. Masing-masing dibersihkan agar kita

dapat dengan mudah melakukan perbuatan-perbuatan baik. Inilah kemudian yang dikenal dengan proses

Tadzkiyatunnafs ala Tarekat.

Sedangkan pada meditasi Cakra, Objek Meditasi dan Objek Pikirnya adalah pembersihan cakra-cakra yang tadinya

gelap dan tidak bergetar menjadi terang benderang dengan berbagai warna, dan juga bergetar dengan berbagai

frekuensi. Di dalam meditasi Cakra ini, kita akan dapat merasakan berbagai fenomena warna, getaran, dan daya

yang berada disetiap cakra yang kita bersihkan dengan cara BERIMAJINASI.

Walaupun Bacaan dan Objek Pikir antara Dzikir dan Meditasi itu berbeda, akan tetapi pencapaian saat BERDZIKIR di

dalam berbagai cara berdzikir Umat Islam yang ada sekarang ini hampir sama saja dengan pencapaian saat

BERMEDITASI di dalam agama-agama dan kepercayaan lainnya. Misalnya, ada fenomena bergetar-getar, menangis,

rasa dipengaruhi oleh daya-daya tertentu, dan sebagainya.

Pada akhirnya, semuanya bisa pula sama-sama merasa bahagia, merasa tenang, merasa dapat jawaban-jawaban

dalam dzikir atau meditasinya, terbukanya MATA BATIN sehingga bisa melihat hal-hal yang Ghaib (Kasyaf), dan

dapat melakukan perjalanan Astral, serta terbukanya MATA KETIGA. Setelah pencapaian itu biasanya juga akan

dibarengi dengan status yang sama, yaitu kita akan terbawa-bawa untuk bersikap dan berperilaku sebagai seorang

PARANORMAL kalau tidak mau dikatakan DUKUN.

Ya…, DUKUN… Itu lho orang-orang yang mengaku PINTAR dan HEBAT, yang katanya bisa mengubah-ubah dan

menukar-nukar Cuaca dan Nasib. Atau paling tidak ada orang lain yang percaya dengan kehebatan dan

kepintarannya sehingga dia didatangi oleh orang lain yang meminta bantuan atas penyelesaian masalah-

masalahnya.

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-12

 

Saat ini, memang sangat sedikit sekali buku dan referensi yang bisa menceritakan bahwa sebenarnya Spiritual

Islam, yang bisa disebut TASAWUF, sangatlah berbeda dengan Spiritual ala ajaran-ajaran MISTIK lainnya itu.

Kalaupun ada buku-buku karangan ulama-ulama besar seperti Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziah,

Syech Abdul Qadir Al Jilani, dan lain-lain sebagainya, namun buku-buku tersebut tidak serta merta bisa mengangkat

penghargaan orang orang terhadap TASAWUF ke tingkat yang seharusnya.

 

Hal itu terjadi karena memang sangat jarang sekali orang yang bisa memahami buku-buku Ulama Besar tersebut

dengan pengertian dan sekaligus prakteknya yang utuh seperti TASAWUF yang dijalankan oleh NABI, Sahabat,

Tabi’in dan Tabiut Tabi’in, serta beberapa orang yang berhasil menjalankannya setelah itu. Sehingga banyak orang

yang kemudian mencoba memahami dan menjalankan ketasawufan itu dengan menyentuhkannya dengan 13 dari 31

Page 14: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

pemahaman-pemahaman dan latihan-latihan ala TARIQAT dan juga ala NEW AGE MOVEMENT (NAM) yang bermuara

kepada HIPNOTIS dan NLP.

 

Akibatnya, walaupun dalam segi pengamalan SYARIAH memang ada PERBEDAAN yang cukup signifikan antara

Umat Islam dan ajaran-ajaran Mistik lainnya itu, namun dari segi keadaan BATINIAH atau JIWA dari masing-masing

pengamal ajaran itu hampir sama saja. Tidak ada perbedaan  sama sekali.

 

Sehingga sekarang ini banyak sekali kita lihat orang-orang yang secara fisik dan pakaian bercirikan penganut Islam

(seperti kerudung dan peci haji), tapi mereka sedang asyik masyuk duduk berdzikir atau bermeditasi mengikuti

cara, sikap tubuh, bacaan, dan objek pikir yang dipakai pada ajaran-ajaran Mistik lainnya. Sehingga timbul kesan

bahwa semua agama dan kepercayaan itu seakan-akan pada akhirnya sudah menjadi SAMA SAJA.

 

Padahal Tasawuf adalah adalah sebuah laku batin TINGKAT TINGGI yang sudah ada semenjak zaman Nabi

Muhammad SAW masih hidup. Pernah suatu ketika, setelah mengetahui bahwa Nabi sudah berada di Madinah,

sebanyak 400 orang ahli Sufi datang dari pegunungan dan lembah-lembah ke Madinah untuk berjumpa dengan

Rasulullah dan memeluk Agama Islam ditangan Rasulullah. Rasulullah meletakkan mereka di Masjid Beliau dan

mereka diberi gelar Ahli Sufah.

 

Kalau dilihat secara sekilas, hasil yang ingin kita dapatkan melalui semua jalan Mistik atau Jalan Rohani itu memang

nyaris sama. Yaitu bagaimana caranya agar HATI kita, yang sudah sangat lama kita ISI dan PENUHI dengan

berbagai Data dan Informasi, bisa menjadi BERSIH dan SUCI kembali seperti HATI seorang BAYI yang baru lahir.

Atau paling tidak, kita ingin agar HATI kita yang kita rasakan telah menjadi KOTOR, SEMPIT, dan SUMPEK oleh

berbagai Informasi dan Data itu. Kita ingin agar hati kita bisa menjadi BERSIH, LAPANG, NYAMAN kembali seperti

HATI kita waktu kita kecil dulu. Kita seperti ingin MENJADI BAYI DEWASA atau DEWASA YANG BAYI.

 

Masalahnya adalah, HATI kita di waktu bayi yang tadinya BERSIH, SUCI, dan LAPANG  karena hanya memuat SATU

ingatan saja, yaitu ingatan kepada Allah, kemudian mulai dikotori oleh adanya BERCAK-BERCAK hitam, kuning,

merah, dan sebagainya. Setiap bercak-bercak warna itu mewakili sebuah INGATAN kita terhadap sesuatu yang baru

dan sudah teregistrasi di dalam HATI kita. Akibatnya HATI kita lalu menjadi KOTOR, TERNODA, dan SEMPIT.

 

Suasananya sungguh menyiksa sekali. Karena kekotoran, noda, dan kesempitan di dalam HATI kita itu terasa

semakin hari semakin bertambah. Hati kita seperti menarik-narik kekotoran, noda dan kesempitan yang baru untuk

masuk ke dalam HATI kita. Tetapi sebenarnya bukan begitu. RUH lah yang MENGANTARKAN kita memasuki

kekotoran, noda, dan kesempitan yang berikutnya, karena memang di dalam HATI kita saat itu yang ada adalah

INGATAN yang bukan kepada ALLAH.

 

Kita semua INGIN agar HATI kita ini bisa kembali menjadi SUCI, BERSIH, dan LAPANG. Tapi tampaknya kita semua

nyaris terbentur kepada cara-cara pembersihannya. Al Qur’an menyatakan bahwa yang dibersihkan itu adalah

NAFS, makanya namanya adalah TADZKIYATUNNAFS. Tapi anehnya yang dibersihkan malah LATHAIF atau CAKRA,

sehingga cara-caranyapun pasti akan berbeda pula.

 

Padahal tujuan utama dari Tadzkiyatunnafs ini sebenarnya adalah agar kita bisa kembali MENGENAL ALLAH seperti

pengenalan kita kepada Allah saat di Alam Azali dulu. Inilah yang disebut sebagai proses BERTASAWUF. Sebab

dengan berbagai informasi yang telah kita masukkan ke dalam HATI kita, ditambah dengan sentuhan-sentuhan

SYAITAN ke dalam hati kita, maka kita telah menjadi LUPA dengan ALLAH. Lupa yang benar-benar lupa. Hanya saja

naluri untuk ingat kepada Allah itu tetap ada di dalam HATI kita sepanjang masa. Makanya setiap kita punya

masalah, ada kecenderungan kita untuk mencari pertolongan kepada Allah, walaupun kadangkala kita tidak tahu

siapa yang akan kita mintakan pertolongan itu.

 

Setelah mengetahui berbagai hal yang berkenaan dengan HATI kita seperti diatas, sudah saatnya kita mulai

membedah proses Tadzkiyatunnafs (pembersihan jiwa) ini agar kita bisa melihat bahwa proses pembersihan jiwa

14 dari 31

Page 15: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

itu sebenarnya SEDERHANA saja. Tambahan-tambahan karena ketidaktahuan kitalah yang menyebabkan proses itu

kemudian menjadi sulit dan ribet untuk kita jalankan dan praktekkan.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-13

 

 TADZKIYATUNNAFS

 

Tadzkiyatunnafs artinya adalah sebuah proses untuk membersihkan kembali NAFS atau JIWA kita yang sudah sudah

kotor atau dikotori oleh berbagai sampah yang kita kasukkan ke dalam HATI kita sepanjang Hidup kita.

 

Kita sudah tahu bahwa yang disebut dengan JIWA itu adalah HATI bersama RUH. Kalau HATI saja itu bukanlah JIWA,

begitu juga kalau RUH saja itu bukan pula disebut JIWA. Kalau RUH dan HATI sudah bersama, barulah itu disebut

sebagai JIWA atau SPIRIT.

 

Kita juga sudah tahu bahwa RUH adalah anasir Diri kita yang SUCI. Ia akan selalu PATUH kepada AMR Allah. RUH

adalah KENDARAAN atau DAYA yang telah disiapkan oleh Allah bagi HATI untuk menjalankan dan mencapai apa-

apa yang diinginkan oleh HATI. Nanti kita akan sampai pula kepada kajian bahwa sebenarnya apa-apa yang

diinginkan oleh hati itu sebenarnya DIILHAMKAN oleh ALLAH sesuai dengan TAKDIR yang harus kita jalankan

masing-masing. Tapi itu pada bagaian nanti…

 

Karena RUH adalah Anasir diri kita yang SUDAH SUCI, maka satu-satunya cara untuk menyucikan JIWA itu tanggal

hanya dengan jalan MEMBERSIHAN HATI. Kita juga sudah tahu bahwa HATI yang dimaksud disini adalah HATI

SPIRITUAL yang berkedudukan di DALAM OTAK kita. Bukan hati yang berada di dalam DADA kita seperti yang

banyak diyakini orang selama ini.

 

Kalau HATI kita sudah BERSIH, maka RUH akan mengantarkan kita untuk bisa melakukan berbagai perbuatan BAIK.

Dan RUH juga akan memberikan pula umpan balik ke dalam  HATI kita atas perbuatan baik yang kita lakukan itu.

Umpan balik itu adalah dalam bentuk berbagai RASA yang nyaman dan membahagiakan yang dirasakan oleh HATI.

 

Sebaliknya, kalau HATI kita masih KOTOR, maka RUH akan tetap setia mengantarkan dan memberi kita DAYA untuk

melakukan berbagai perbuatan BURUK dan JAHAT. RUH juga akan mengirimkan umpan balik ke dalam HATI kita

berupa RASA yang tidak nyaman, sempit, hambar, dan mengecewakan, yang akan dirasakan oleh HATI.

 

BERSIH atau KOTORNYA HATI kita itu bisa kita lihat dengan mudah dari apa-apa yang sedang kita PIKIRKAN atau

kita INGAT-INGAT di setiap waktu. HATI yang BERSIH adalah ibarat HATI seorang BAYI yang baru lahir. Hati sang

bayi tidak sedang mengingat dan tidak sedang memikirkan apa-apa. Hatinya begitu tenteram, hening, diam, dan

tidak berkocak. TRANQUIL kata Barack Obama. Kalaupun sang bayi menangis, atau tersenyum, atau bahkan

tertawa, semua itu dia lakukan bukan karena hatinya sedang berkocak, atau dia sedang ingat dan memikirkan

sesuatu.

 

Sedangkan HATI yang KOTOR adalah HATI yang di dalamnya sudah dipenuhi dengan berbagai INGATAN dan

PIKIRAN. Hati yang seperti itu akan selalu berkocak, akan berubah, akan gelisah, akan bergerak dari satu ingatan

kepada ingatan yang lain, akan berubah dari satu pikiran kepada pikiran yang lain. Kalau kita menangis dan

tertawa, menangis dan tertawa kita itu berasal dari ingatan dan pikiran yang sedang kita ingat-ingat dan pikir-

pikirkan.

 15 dari 31

Page 16: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Dan apa-apa yang kita pikirkan dan ingat-ingat itu akan ada pula sekaligus RASA-RASA yang mengikutinya. RUH

akan mengantarkan RAGA kita untuk merealisasikan apa-apa yang kita pikirkan dan ingat-ingat itu menjadi sebuah

TINDAKAN atau AKTIFITAS yang kita lakukan tepat pada WAKTUNYA. Dan Rasa dari setiap TINDAKAN dan AKTIFITAS

yang dilakukan oleh RAGA itupun kemudian dikembalikan oleh RUH kedalam HATI kita agar kita tahu bahwa

tindakan dan aktifitas kita itu adalah BAIK atau BURUK. Rasa-rasa inilah yang akan membuat kita menangis atau

tertawa gembira.

 

Kita juga sudah tahu bahwa proses perpindahan Informasi berupa Pikiran dan Ingatan dari Hati kepada RAGA untuk

dilaksanakan, dan perpindahan informasi umpan balik berupa RASA dari RAGA ke HATI atas apa-apa yang kita

lakukan itu adalah melalui sebuah Port Interkoneksi yang disebut dengan OTAK. Dimana otak kita ini terbagi

menjadi dua belahan, belahan kiri dan belahan kanan, yang masing-masingnya hanya bisa dilalui oleh Informasi

yang sesuai dengan karekaternya masing-masing. Sederhana sekali sebenarnya…

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-14

Hanya saja selama ini banyak kita yang KELIRU tentang HATI ini, dan juga tentang proses BERPIKIR dan MERASA

ini. Kita menganggap bahwa BERPIKIR dan MERASA itu dilakukan oleh dua entity yang berbeda di dalam diri kita.

Banyak kita yang tertipu dengan menganggap bahwa yang BERPIKIR itu adalah OTAK dan yang MERASAKAN itu

adalah DADA. Entah sejak kapan kekeliruan itu bermula. Tapi yang pasti kekeliruan itu telah menyengsarakan kita

semua begitu lamanya.

 

Padahal yang berpikir dan yang merasakan itu tetap hanya satu saja, yaitu HATI yang berkedudukan di dalam OTAK

kita. Di dalam otak kita itulah ADA ANASIR DIRI KITA YANG MELIHAT, YANG MENDENGAR, dan YANG MERASAKAN,

yang tidak lain dan tidak bukan adalah HATI kita sendiri. HATI pulalah anasir diri kita yang bisa BERPIKIR

(TAFAKUR), MENGINGAT. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bahwa HATI kita pulalah tempat Allah menurunkan

ILHAM agar kita bisa menjadi orang yang BERTAQWA atau orang yang FAJUR/FASIK sesuai dengan TAKDIR yang

akan kita jalankan.

 

Dengan begitu jelas sekali terlihat bahwa yang harus dibersihkan itu adalah HATI ini. Sehingga hati yang tadinya

buta bisa menjadi melihat, hati yang tadinya tuli bisa menjadi mendengar, hati yang tadinya keras bisa menjadi

lembut, hati yang tadinya lupa bisa menjadi ingat, hati yang tadinya bodoh bisa menjadi berpikir, hati yang tadinya

lupa bisa menjadi ingat, hati yang tadinya dilalui oleh ilham FUJUR bisa dilalui oleh Ilham TAQWA.

 

Akan tetapi karena kita sudah SALAH KAPRAH tentang HATI,   dengan mengatakan bahwa yang berpikir adalah

OTAK, dan yang merasa adalah DADA, maka banyak pulalah muncul ungkapan-ungkapan SALAH KAPRAH

seperti: “jangan gunakan pikiran, gunakanlah hati yang ada di dalam dada; bekerja atau beribadahlah dengan hati,

jangan bekerja dan beribadah dengan otak atau pikiran; bersihkanlah hatimu yang berada di dalam dadamu

sehingga hatimu itu bisa menjadi TAJAM untuk mendengarkan Ilham-ilham dari Allah”; dan ungkapan-ungkapan

lainnya yang serupa.

 

Karena sudah dimulai dengan pemahaman yang Salah Kaprah seperti itu, maka langkah untuk membersihkan HATI

itupun juga menjadi aktifitas yang Salah Kaprah pula. Perintah Allah agar kita membersihkan JIWA kita

(Tadzkiyatunnafs),  yang dalam hal ini adalah HATI SPIRITUAL kita, telah kita ubah menjadi membersih-bersihkan

PIKIRAN yang kita anggap berada di dalam OTAK, dan menyucikan HATI (QALB) yang kita anggap berada di dalam

DADA kita. Lain yang diperintahan, lain pula yang kita kerjakan.

 

16 dari 31

Page 17: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-15

 

MEMBERSIHKAN PIKIRAN dan HATI (QALB)

 

Sekarang coba bayangkan, betapa sulitnya kalau kita harus membersihkan PIKIRAN dan INGATAN yang sudah

mengendap sekian lama di dalam OTAK kita, agar ia bisa bersih kembali seperti keadaan otak BAYI. Untuk itu

lahirlah berbagai paradigma yang diantaranya adalah:

 

1. MENINGGALKAN sama sekali apa-apa yang bisa menjadi pikiran dan ingatan kita. Misalnya, untuk itu

kita harus meninggalkan dan menolak untuk punya harta benda, punya keluarga, punya kekayaan,

punya kehidupan dunia. Biasanya kita akan hidup di goa-goa, di tempat-tempat sepi dan jauh dari

kehidupan normal. Praktek seperti ini banyak dilakukan oleh pemuka-pemuka agama tertentu seperti

Pandita, Bikhu, Empu, Resi, Biarawan-biarawati, Rahib, dan sebagainya. Orang-orang yang seperti Itu

kemudian yang disebut sebagai orang suci. 

 

2. MENYIKSA BADAN atau Melakukan AKTIFITAS EKSTRIM yang tujuannya adalah untuk menimbulkan

aliran ADRENALIN yang sangat deras di dalam pembuluh darah kita. Sehingga buat sejenak kita

memang bisa lupa dengan berbagai PIKIRAN dan INGATAN yang sangat mengganggu kita pada

keadaan normal. Misalnya seperti yang dilakukan oleh meditator-meditor di pegunungan Himalaya atau

di Dataran Tinggi Tibet.

 

3. MENIADAKAN PIKIRAN-PIKIRAN dan INGATAN-INGATAN, yang sudah bercokol sekian lamanya di dalam

OTAK kita, dengan cara kita HANYA memikirkan dan mengingat SATU pikiran dan ingatan tertentu saja

pada suatu waktu tertentu.

Cara ketiga ini mirip sekali dengan proses NAFI-ISBATH yang pada awalnya dulu dipraktekkan oleh Nabi Ibrahim

dalam mencari Allah. Akan tetapi sekarang proses Nafi-Isbath ini sudah berubah menjadi berbagai macam ragam

teknik yang tujuan utamanya adalah untuk mengalihkan ingatan dan pikiran kita dari berbagai pikiran dan ingatan

yang mengganggu kita selama ini.

  

Cara-cara yang mirip dengan proses Nafi-Isbath inilah yang banyak beredar disekitar kita sekarang ini dengan

berbagai nama, misalnya, Meditasi Cakra, Dzikir Lathaif, Wirid-wirid, Dzikir Nafas, Patrap, Dzikir Cahaya, Meditasi

Gerak, permainan Energi dan Getaran, dan sebagainya.

 

Kemiripan dari berbagai cara diatas bisa kita lihat dari kemiripan dalam OBJEK PIKIR dan OBJEK INGATAN yang kita

pakai selama kita melakukan aktifitas diatas. Semuanya masih memakai objek-objek yang BISA DIBAYANGKAN,

atau BISA DIRUPAKAN, atau BISA DIUMPAMAKAN, atau BISA DIRASA-RASAKAN, atau BISA DIARAH-ARAHKAN, atau

BISA DIWUJUD-WUJUDKAN, atau bisa DISUARA-SUARAKAN, atau bisa DIHURUF-HURUFKAN.   

Disini kita tidak memandang kepada KATA-KATA dan KALIMAT-KALIMAT yang kita ucapkan atau SIKAP-SIKAP tubuh

yang kita lakukan dalam melakukan  berbagai cara diatas. Sebab ucapan dan sikap tubuh itu hanyalah bentuk

LUAR atau KULIT saja dari cara-cara tersebut yang boleh jadi berbeda antara satu sama lainnya.

 

Hanya saja pada cara ketiga ini sudah diikutkan pula cara untuk membersihkan HATI (QALB), terutama dalam

proses berbagai Dzikir yang dilakukan oleh Umat Islam, yang tujuannya adalah untuk MENIADAKAN sifat-sifat HATI

(QALB) yang buruk untuk mendapatkan sifat-sifat HATI (QALB) yang baik.

 

4. DZIKR…, atau mengingat SESUATU yang TIDAK bisa dibayang-bayangkan, atau TIDAK bisa dirupa-

rupakan, atau TIDAK bisa diumpama-umpamakan, atau TIDAK bisa dirasa-rasakan, atau TIDAK bisa

diarah-arahkan, atau TIDAK bisa diwujud-wujudkan, atau TIDAK bisa dipikir-pikirkan, atau tidak bisa

disuara-suarakan, atau tidak bisa dihuruf-hurufkan.

17 dari 31

Page 18: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Dan untuk itu hanya SATU SAJA yang bisa kita lakukan, yaitu dengan jalan MENGINGAT ALLAH…, DZIKRULLAH…!.

Namun cara ini pulalah yang telah nyaris hilang dalam KHASANAH praktek Sprititual ajaran Islam sejak berbilang

zaman yang lalu.

 

Akan tetapi alhamdulillah, ternyata Allah telah berkenan mengirimkan orang yang akan menjadi LANTARAN bagi

umat manusia di masa sekarang ini agar bisa kembali mengenal keajaiban dan keistimewaan cara Dzikrullah ini

melalui Arif Billah Ustad Hussien BA Latiff.

 

Sekarang marilah kita fokuskan pembahasan kita pada konsep pembersihan jiwa yaitu proses NAFI-ISBATH dan

proses DZIKRULLAH. Kita akan lihat beda caranya ada dimana, dan hasilnya masing-masing seperti apa.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-16

 

 NAFI-ISBATH.

Sejarah awal Proses pengenalan Allah dengan cara Nafi-Isbath ini ternyata bermula ketika Nabi Ibrahim AS ingin

mengenal Allah. Dalam Surat Al An’am ayat 75 sd 79, Allah menceritakan bagaimana Allah mengajari Ibrahim

untuk memahami tanda-tanda keagungan Allah di langit dan di bumi dalam rangka untuk memantapkan

ketauhidan Beliau.

Pada awalnya Beliau melihat kearah Bintang, dan menyatakan bahwa Bintang itu adalah Tuhan Beliau. Akan tetapi

ketika Beliau melihat bahwa bintang itu tenggelam oleh sinar Bulan, lalu Beliau Menafikan Bintang itu sebagai

Tuhan Beliau dan mengsibathkan bahwa Bulanlah sebagai Tuhan Beliau.

Akan tetapi ketika Bulan juga tenggelam oleh sinar Matahari, maka Beliau kembali menafikan Bulan sebagai Tuhan

Beliau dan mengisbathkan Matahari Sebagai Tuhan Beliau.  Namun begitu Matahari ternyata juga tenggelam

diujung cakrawala, maka Beliau kembali menafikan Matahari itu sebagai Tuhan Beliau, dan akhirnya

mengisbathkan bahwa Tuhan Beliau bukanlah semua yang bisa hilang lenyap seperti itu. Beliau memastikan bahwa

Beliau hanya akan menghadapkan diri Beliau kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi…

Proses Nafi-Isbath yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dalam mencari Tuhan ini sebenarnya adalah sebuah proses

ilmiah yang masih sangat relevan untuk kita lakukan sampai sekarang ini. Proses yang Beliau lakukan itu sama saja

dengan proses yang dilakukan oleh semua Ilmuan yang bergerak di bidang Ilmu Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi,

dan ilmu-ilmu lain yang bertujuan untuk menguak berbagai rahasia Alam semesta yang memang SUDAH

DITULISKAN di dalam Lauhul Mahfuz sejak Firman KUN pertama kali Disabdakan oleh Allah.

Dalam hal ini Nabi Ibrahim memulainya dengan melihat melalui ilmu Astronomi, dan yang beliau amati itupun

hanya SIFAT dari tiga objek pikir astronomi saja, yaitu Bintang, Bulan, dan Matahari. Beliau menafikan SIFAT dari

objek pikir yang satu dan kemudian mengisbathkan SIFAT dari objek pikir yang berikutnya.. Tidak Berhala sebagai

Tuhan tapi Bintang. Tidak Bintang Bintang Sebagai Tuhan, tapi Bulan. Tidak Bulan sebagai Tuhan, tapi Matahari.

Beliau bergerak dari satu SIFAT kepada SIFAT yang lain.

Karena tidak ada sedikitpun bedanya antara SIFAT dari Bulan, Bintang, dan Matahari, maka Beliau lengsung

menafikan SIFAT itu untuk kemudian masuk kepada Alam HAKEKAT. Bahwa disebalik SIFAT bintang, bulan, dan

matahari itu ada DZAT yang tidak pernah tenggelam, sehingga dengan mudah Beliaupun kemudian mengakhiri

pencarian Beliau di Alam MAKRIFAT. Beliau berhenti mencari. Beliau berhenti bergerak dari memadang satu sifat

kepada sifat yang lain. Beliau sudah menemukan KEBENARAN bahwa Beliau hanya akan menghadapkan Wajah

Beliau kepada Dzat Yang menciptakan Langit dan Bumi.

Siapa saja bisa melakukan proses Nafi-Isbath seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS itu. Sebab, dilihat dari

sisi ilmu apapun juga, maka kita akan tetap terpesona dengan kesempurnaan SIFAT dari objek apapun yang kita

lihat itu. Namun kita tidak perlu berlama-lama dalam mengagumi kesempurnaan SIFAT-SIFAT itu. Kita cukup masuk

melalui dua atau tiga SIFAT saja, untuk kemudian kita bergegas masuk ke Alam HAKEKAT. Alam yang berada

DISEBALIK semua SIFAT-SIFAT itu. Yaitu Alam DZAT. Sebuah Alam yang tidak bisa dirupakan, tidak bisa

diumpamakan, tidak bisa dihurufkan, tidak bisa dibunyikan, tidak bisa dibayangkan. Kita hanya bisa sebutkan

18 dari 31

Page 19: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

bahwa DZAT yang berada disebalik semua SIFAT-SIFAT itu besarnya hanyalah sebesar sebiji PASIR di padang pasir

dibandingkan dengan DZAT ALLAH yang keseluruhan.

Setelah kita melihat kebenaran Hakekat Dzat ini, maka kita akhirnya akan berhenti di Alam Makrifat. Begitu kita

menyebut Allah, maka tidak ada lagi PERBUALAN kita tentang Allah. Kita selesai sampai disitu. Allah…, maka kita

tinggal MENGINGATNYA saja lagi. DZIKRULLAH. Mata hati kita tidak melihat apa-apa. Sebab Dia tidak bisa

dirupakan, tidak bisa diumpamakan. Mata hati kita tidak mendengarkan apa-apa. Sebab dia tidak bisa dibunyikan

dan dihurufkan.

Saat memanggil nama Allah itu, MATA kita dan MATA HATI kita tidak harus kita arahkan-arahkan untuk melihat

keatas menembus ketinggian cakrawala setinggi apapun juga. Sebab KETINGGIAN dan KEBESARAN ALLAH tidak

akan seperti yang kita bayangkan itu.

Jadi Nafi-Isbath yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS itu adalah dengan menafikan SIFAT dan mengisbathkan

HAKEKAT (DZAT yang sedikit). Kemudian Beliau Nafikan pula Dzat Yang Sedikit itu untuk kemudian Mengisbathkan

DZAT Keseluruhan Yang Maha Indah sebagai Tuhan Beliau. Dzat yang akan menjadi alamat BERGANTUNG Beliau

dalam keadaan apapun juga. Dzat yang Maha Indah itu menamakan Diri-Nya sendiri sebagai Allah…

Sederhana sekali sebenarnya yang Beliau lakukan itu. Tapi bagi kita sekarang ini, untuk sampai kesana kita masih

membutuhkan Ilmu Makrifatullah. Tanpa ini, kita boleh dikatakan akan sangat sulit untuk menempuh jalan yang

sesederhana Nabi Ibrahim diatas. Dan kesulitan itu telah dijalani oleh Umat Islam sejak 400 Tahun setelah

kewafatan Nabi Muhammad SAW. Sejak masa itu, Umat Islam mulai terperangkap untuk menjalankan proses Nafi-

Isbath seperti yang dilakukan oleh orang-orang HINDU dalam membersihkan jiwa mereka.

Bersambung…

Membaca Maha Senda Gurau 

 

Allah bergurau senda dengan SEDIKIT Dzat-Nya, SEJUMPUT KECIL Diri-Nya, seperti kita bersenda gurau dengan jari-

jari tangan kita sendiri. Tetapi senda gurau Allah dengan SEJUMPUT KECIL Diri-Nya itu telah membentuk Drama

Kehidupan dan Kematian Yang Maha Dahsyat dan Maha Kolosal kalau dilihat dari sisi kita sebagai seorang manusia.

Drama itu:

Durasi Waktu tayangnya adalah milrayan tahun.

Panggung pergelarannya adalah seluas Lauhul Mahfuz.

Para Pelakonnya adalah Semua Ciptaan yang memenuhi Lauhul Mahfuz.

Skenarionya sudah direncanakan, dituliskan, dan ditetapkan oleh Allah saat Firman KUN tersabda.

Skenario itu:

* sudah sangat sempurna,

* sudah sangat detail,

* sudah tidak ada yang terlupakan,

* sudah ada aturan main, ukuran-ukuran, besaran-besaran, hukum-hukum, peristiwa-peristiwa, sebab-akibat,

* sudah ada apa – berapa – kenapa – siapa – bagaimana – dan kapan,

* sudah ada rangkaian keadaan awal, perubahan-perubahan yang harus terjadi, dan keadaan akhir yang mengikuti

perubahan-perubahan itu sesuai dengan waktunya.

* sudah tidak ada perubahan dan revisi lagi walau hanya sebesar titik dan koma sekalipun.

Setiap Peran selalu mengandung hikmah atau bahan pelajaran.

Setiap Pelakon selalu hanya akan menjalankan sebuah Peranan yang juga hanya dan hanya cocok dan pas untuk

dijalankan oleh sang Pelakon itu sendiri pada slot waktu yang telah ditentukan untuknya. Peran itu tidak pernah

tertukar antara satu pelakon dengan pelakon yang lainnya.

Karena Dzat-Nya yang sejumput itu adalah bagian yang sangat kecil dari Diri Allah, maka tentu saja Dzat itu akan

patuh kepada Allah seperti patuhnya jari-jari tangan kita kepada kita. Oleh sebab itu Dzat-Nya yang sejumput itu

akan memastikan bahwa semua PELAKON akan menjalankan peranannya masing-masing sesuai dengan skenario

yang telah dituliskan baginya untuk kemudian membentuk Lakonan atau Tontonan yang akan melahirkan Sifat-

Sifat.

Jadi kita masing-masing sebenarnya adalah salah satu saja dari sifat-sifat itu. Kalau ada diantara kita yang sudah

ditakdirkan untuk memerankan Si LUPA terhadap KEBENARAN HAKIKI ini, maka kitapun, tanpa kita sadari, akan

mengakui habis-habisan bahwa sifat-sifat itu adalah kita.

19 dari 31

Page 20: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

“Aku dan milikku”, kata kita dengan sangat jumawanya. Dan dari sini pulalah pangkal mula dari segala penderitaan

yang akan kita lalui. Karena kita mengakui sebagai milik kita apa-apa yang sebenarnya bukan hak kita untuk

mengakuinya.

Akan tetapi kalau diantara kita ada yang sudah ditakdirkan untuk memerankan Si Ingat, si Dzikr akan Kebenaran

Hakekat ini, maka kitapun akan segera saja menyadari bahwa ternyata kita adalah TIDAK MEMPUNYAI KEWUJUDAN

atas diri kita sendiri Karena kita sudah bisa melihat KEBENARAN yang JATI bahwa yang Wujud sebenarnya adalah

Dzat-Nya Yang sedikit.

Dzat-Nya Yang Sedikit itulah yang menjadi Wajibul Wujud bagi semua Ciptaan yang akan melahirkan Sifat-sifat. Jadi

semua Sifat yang terzhahir itu pada hakekatnya adalah penzhahiran dari Dzat-Nya yang sedikit itu saja. Tidak ada

yag perlu kita aku-aku sebagai atribut kepemilikan kita.

Dan dari sinilah awal mula dari segala ketenteraman yang akan kita jalani. Karena kita sudah ditakdirkan untuk

bisa mendudukan diri kita pada tempat yang seharusnya. Duduk dalam ketiadaan Wujud. Sebab yang Wujud

ternyata adalah Dzat-Nya Yang sedikit. Dan tidak terpisah Dzat-Nya yang sedikit itu dengan Dzat-Nya atau Diri-Nya

Yang Keseluruhan Yang Maha Indah, seperti tidak terpisahnya jari tangan kita dengan diri kita.

Paradigma seperti inilah yang menjadi syarat utama yang akan kita perlukan kalau kita mau beriman dengan

Rukun Iman ke-6.

Wallahu a’lam…

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-17

 

Agama Hindu ini adalah sebuah agama yang menyimpang dari Agama Hanif (LURUS) yang dibawa oleh Nabi

Ibrahim AS. Penyimpangan itu dimulai oleh SHAMIRI yang karena kebingungan untuk mengkaji dan menjelaskan

Dzat Tuhan kepada kaumnya, akhirnya dia terperosok kepada sikap yang menganggap SAPI adalah Wujud dari

TUHANNYA. Mereka akhirnya menjadi umat yang menyembah sapi. Keturunan mereka lalu sampai ke India dan

beranak pinak di sana.

Walaupun saat itu mereka menyembah Sapi sebagai Tuhannya, atau paling tidak sekarang ini mereka menganggap

sapi adalah hewan yang Suci, namun secara samar-samar mereka masih ingat terhadap ajaran Nabi Ibrahim AS

yang berlandaskan Tauhid. Mereka masih ingat bahwa Nabi Ibrahim menyembah Tuhan yang tidak bisa dirupakan

dan diserupakan, serta tidak bisa diumpamakan. Mereka menyebut Tuhan dari NABI IBRAHIM AS itu dengan nama

BRAHMAN.

Sebagai manusia yang telah dibekali oleh Allah ingatan kepada Allah sejak kita semua lahir, mereka juga masih

punya naluri untuk bisa kembali mengingat-ingat Allah sebagai alamat tempat bergantung mereka dalam keadaan

apapun juga. Mereka ingin bisa kembali mengingat BRAHMAN, Tuhan dari Nabi Ibrahim AS. Akan tetapi karena apa-

apa yang mereka lakukan saat itu sudah sangat lama dan sangat jauh menyimpang dari cara-cara Nabi Ibrahim AS

mengenal Allah, maka merekapun menjadi bingung sendiri untuk melakukannya.

Mereka bingung bagaimana caranya untuk mengosongkan PIKIRAN mereka dari berbagai Objek Pikir yang telah

memenuhi HATI mereka. Sementara untuk,  memahami BRAHMAN, mereka tahu bahwa BRAHMAN itu tidak bisa

DIPIKIRKAN, tidak bisa DIRUPAKAN, tidak bisa KHAYALKAN. Ada konflik di dalam Hati mereka.

Entah bagaimana awalnya, maka muncullah kemudian konsep KHAYALAN tentang pembersihan PIKIRAN dengan

jalan berkonsentrasi atau menumpukan Pandangan Mata Hati mereka kepada beberapa bagian tubuh mereka yang

ada di sepanjang Tulang Belakang. Mulai dari bawah (di Tulang Ekor) sampai ke ubun-ubun (di atas kepala).

Tempat-tempat tersebut mereka sebut dengan CAKRA, yang menjadi TITIK KONSENTRASI atau tempat

MENGHENTIKAN PIKIRAN mereka untuk sesaat dari begitu banyaknya Objek Pikir  yang sebelumnya sudah ada di

dalam Hati Mereka.

Cakra itu bukan hanya sekedar objek konsentarasi saja, tetapi juga kemudian menjadi Objek Khayal bahwa di

dalam Cakra-cakra tertentu ada pula warna-warna dan energi-energi tertentu yang sedang bergetar disana. Jadi

ketika mata hati ditumpukan kepada Cakra-cakra tertentu, maka mata hati mereka mengkayalkan warna-warna

tertentu, bentuk-bentuk tertentu, dan getaran-getaran tertentu. Mereka mulai dari Cakra Dasar dan bergerak terus

sampai ke Cakra Mahkota.

Karena sudah ada objek pikirnya, yaitu Cakra-cakra, dan sudah ada pula khayalannya yang harus dilihat oleh mata

hati, yaitu warna-warna dan getaran-getaran, maka RUH akan memastikan semua yang dikhayalkan itu akan

TERWUJUD dan TERLAKSANA. Begitu mereka berkonsentarasi kepada sebuah cakra, maka RUH akan mengantarkan 20 dari 31

Page 21: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

agar mata hati mereka akan melihat warna-warna tertentu, dan hati akan merasakan pula getaran-getaran

tertentu. Dengan begitu, maka mereka akan lupa dengan berbagai objek pikir lainnya yang selama ini telah

menyengsarakan mereka.

Mereka menafikan pikiran-pikiran mereka yang selama ini sangat banyak, dan mengisbathkan warna, bentuk, dan

getaran-getaran dengan cara berkonsentrasi kepada sebuah pikiran saja yang berkenaan dengan cakra. Bagitulah,

mereka akan mengolah Cakra Dasar terlebih dahulu, lalu kemudian mereka menafikan cakra dasar itu untuk

mengisbathkan cakra berikutnya yaitu cakra sex dengan segala warna dan getarannya pula. Setelah itu mereka

akan menafikan cakra sex untuk mengisbathkan cakra solar plexus. Begitulah seterusnya sampai akhirnya mereka

mengishbatkan cakra mahkota dengan segala fenomenanya tentunya.

Perjalanan yang mirip dengan proses nafi-isbath Nabi Ibrahim AS itu, yang dimulai dari mengolah cakra dasar

sampai kepada cakra mahkota, akan memakan waktu yang sangat lama dan dengan praktek-praktek yang tidak

mudah. Ia akan menyita waktu dan tenaga kita, sehingga fungsi kita dalam kehidupan di dunia ini akan menjadi

terbengkalai, Kita jadi sibuk bermeditasi siang dan malam. Kita akan meninggalkan kehidupan normal untuk

menjadi seorang PERTAPA, yang kalau di India sana identik dengan orang-orang  yang rambutnya awut-awutan,

pakaian tidak terurus, dan tidak punya keluarga. Tetapi, seperti juga mereka, kita bisa menjadi sakti. Kita bisa

berbuat sesuatu yang tidak bisa diperbuat oleh orang-orang biasa yang tidak terlatih.

Kita seperti sudah tidak bermain di tingkatan alam materi lagi. Kita seperti telah menafikan alam materi dan

mengisbathkan alam energi sebagai objek konsentrasi kita. Kita sudah mengeksplorasi alam energi dan alam

vibrasi sehingga menimbulkan daya-daya yang bisa mengubah peran dan sifat materi menjadi permainan-

permainan yang sangat mengasyikkan. Perginya selalu ke situ. Dan inilah cikal bakal kita akan berperilaku seperti

DUKUN-DUKUN, TOK BOMOH, SHAMAN, PENYEMBUH berbagai PENYAKIT dengan memakai energi dan vibrasi, dan

sebagainya.

Kenapa bisa hampir selalu begitu?.

Memandang Sebuah Kesempurnaan Permainan

Sempurna…, Maha Sempurna…!.

ILHAM…, demikianlah cara Allah memaksakan kepada setiap jiwa untuk melakukan segala sesuatu, dalam bentuk

sifat-sifat yang terbaca dan terlihat, yang akan membuat jiwa itu sempurna pula dalam menjalankan peran dan

tugas yang sudah ditakdirkan untuknya.

Dengan ilham itulah:

Mau tidak mau, Malaikat akhirnya harus mau menjalankan takdirnya sebagai makhluk yang selalu berdzikir kepada

Allah.

Mau tidak mau, Adam AS harus memakan buah Khuldi agar Beliau bisa turun ke bumi untun menjalankan tugas

Beliau, karena Bumi memang sudah disiapkan untuk Beliau dan keturunan Beliau. Dan mau tidak mau, Beliau serta

keturunan Beliau akan selalu pula menghadapi godaan demi godaan dari Iblis.

Mau tidak mau, Iblis juga harus mau menjalankan tugasnya yang akan selalu menggoda manusia untuk berbuat

tidak baik.

Kalaulah semua itu bukan karena ILHAM dari Allah tentang sesuatu yang sudah ditetapkan dan dituliskan-Nya di

Lauhul Mahfuz, siapakah kalau begitu yang menggoda Malaikat untuk pada awalnya mempertanyakan penciptaan

Adam AS ?. Dan siapa pula yang menggoda Iblis untuk berani menolak perintah Allah agar sujud kepada Adam AS?.

Akan tetapi, selalu ada jiwa-jiwa yang kemudian diberikan sebentuk kesadaran oleh Allah untuk bisa melihat

Hakekat dari peran atau takdir yang sedang dijalankan oleh masing-masing pelakon itu. Sehingga bagi mereka

sudah tidak ada lagi kekaguman ataupun kebencian terhadap peran-peran dan pemeran-pemeran dari peran-peran

itu. Karena ternyata Allah sendirilah  yang TELAH mengilhamkan kepada sedikit dari Dzat-Nya sendiri. Sehingga

dari Dzat-Nya yang sedikit itu bermunculanlah berbagai peran sebagai bentuk pendzahiran dari Ilham itu.

Karena itu dari Dzat-Nya sendiri, Makanya Allah MENEGASKAN:

Akulah yang Dzahir dalam bentuk peran-peran itu.

21 dari 31

Page 22: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Akulah yang Batin disebalik Yang Dzahir itu.

Akulah yang membunuh,

Akulah yang memanah,

Akulah yang mengilhamkan kebaikan.

Akulah yang mengilhamkan kejahatan.

Daripada Akulah yang baik-baik terdzahir, dan

Daripada Akupulalah yang jahat-jahat terdzahir.

Ada masalah…?

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-18

 

Jawabannya juga sangat logis sekali.

Ketika kita bermain-main dengan khayalan dan imaginasi kita tentang seluk beluk cakra, warna, bentuk, dan

getaran-getaran, maka berarti saat itu kita sedang mengalirkan data dan informasi dari luar ke dalam Hati kita

melalui port atau terminal Otak Kanan kita. Dengan begitu, maka otomatis pula informasi yang melalui terminal

Otak Kiri kita menjadi terhenti. Makanya selama pengolahan cakra demi cakra itu, kita seperti bisa terbebas dari

keramaian Logika Bahasa dan Matematis yang memang salurannya adalah melalui Otak Kiri kita. Otak kiri kita itu

sekarang menjadi Silent dan tidak gaduh lagi dengan berbagai inner ataupun outer chatting.

 

Karena saat itu kita sedang mengkhayalkan warna, bentuk, dan getaran-getaran, maka RUH akan memastikan

khayalan dan imaginasi kita itu terwujud seperti apa yang kita khayalkan. RUH akan patuh mengantarkan kita

untuk merasakan warna, bentuk, dan getaran-getaran itu sesuai dengan khayalan yang kita punyai. Sekarang

khayalan-khayalan kita itu akan menjadi Objek Ingatan kita yang akan kita ingat-ingat setiap saat. Setiap kali kita

ingat cakra, maka Ruh akan mengantarkan umpan balik dari cakra itu kedalam Hati kita dalam bentuk rasa yang

berubah-ubah.

 

Tidak hanya itu, RUH juga akan mengantarkan kita untuk mengujudkan kalau kita kemudian ingin mengolah

getaran-getaran itu lebih lanjut untuk berbagai penggunaan. Kalau kita ingin menggunakan getaran itu sebagai

Power atau kekuatan, maka RUH akan mengantarkan kita kepada power atau kekuatan itu untuk kita gunakan.

Kalau kita ingin menggunakan getaran itu untuk pengobatan, atau untuk keperluan lain, maka RUH juga akan

mengantarkan kita untuk bisa melakukannya.

 

Hanya saja banyak yang tidak tahu dan tidak percaya bahwa ketika kita bermain-main dengan alam khayalan itu,

maka kita akan segera saja ditemani oleh iblis atau syaitan. Karena setiap kali INGATAN kita melenceng dari INGAT

kepada Allah Yang Maha Rahman, maka seketika itu juga Allah akan mengirimkan syaitan sebagai teman kita.

Syaitan itulah yang akan menambah-nambah khayalan kita, sehingga kita akan bergerak dari satu khayalan ke

khayalan lain. Karena memang syaian sudah ditakdirkan oleh Allah untuk tugas yang seperti itu.

 

RUH, dengan setia, akan mengantarkan kita mengujudkan khayalan-khayalan itu, sehingga kitapun merasa BISA ini

dan itu. Karena merasa bisa, maka kitapun akan merasa ADA dan WUJUD. Kita akan mudah sekali untuk

mengucapkan kata-kata sebagai penanda akan beradaan dan kewujudan kita itu. Ungkapan pengakuan, “Aku…,

milikku…, pendapatku”, segera saja mengalir dengan deras keluar dari mulut kita. Pengakuan-pengakuan kita itu

akan langsung bertabrakan dengan pengakuan orang lain yang juga sedang mengaku-ngaku. Akibatnya, terjadilah

tabrakan pengakuan yang menimbulkan kegaduhan. Gaduh dan ramai sekali…

 

Walaupun RUH mengantarkan kita kepada alam-alam khayalan seperti itu, akan tetapi Sang RUH akan sangat

menderita dan tersiksa sekali. Karena semua alam khayal itu punya getarannya masing-masing yang sangat kasar,

dan ditambah pula adanya resonansi dengan getaran yang dipunyai oleh syaitan. Padahal RUH mempunyai

kedekatan yag amat sangat dengan Allah. Oleh sebab itu, karena RUH dibawa kepada alam-alam getaran yang

22 dari 31

Page 23: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

sangat rendah, maka RUH yang tersiksa itu akan menggetarkan tubuh kita, bahkan kadangkala kita sampai

terguling-guling dan muntah-muntah.

 

Dulu saya tidak tahu kenapa bisa tubuh saya dan juga teman-teman saya bisa bergetar-getar dan bahkan sampai

kelojotan ketika BERDZIKIR mengikuti cara sebuah TAREKAT dan juga ketika mengikuti dzikir dengan cara PATRAP.

Walaupun setelah beberapa saat getaran itu memang menghilang dan diganti dengan suasana tenang dan luas,

tapi itu tetap membuat saya terheran-heran dan bertanya-tanya. Dulu Nabi Muhammad SAW dan Sahabat-sahabat

Beliau juga mengalami hal yang seperti inikah?.

 

Pertanyaan dan keheranan itu tetap saya pendam cukup lama. Saya menghibur-hibur diri dengan anggapan bahwa

Nabi saat menerima wahyu pertama kali di Gua Hiro juga bergetar dan merasa kedinginan sehingga Beliau minta

diselimuti oleh Istri Beliau, Bunda Khadijah. Apalagi setelah merasakan diam, tenang, dan luas itu saya disuruh

untuk membaca sesuatu yang turun. Ada memang getaran-getaran yang terasa turun dan mengalir ke dalam

tubuh, dan kadang ada pula bahasa-bahasa dalam bentuk pengertian yang datang bersama getaran itu. Namun

getaran itu tidak membawa RASA DINGIN seperti yang dirasakan oleh Rasulullah sehingga Beliau minta diselimuti

oleh istri Beliau.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-19

 

Selama beberapa tahun, 1999-2001, saya mendawamkan praktek Dzikir menerusi sebuah Tarekat yang saya ikuti

itu. Karena sebelumnya saya juga sudah sering berlatih mengolah cakra-cakra ala meditasi Hindu di sebuah

perguruan silat, maka ketika melakukan Dzikir melalui beberapa Cakra di dalam dada, yang disebut Lathaif, saya

tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk melakukannya. Kalau dulu, saat melatih cakra-cakra, saya

mengkhayalkan bulatan cahaya dan merasa-rasakan getaran pada setiap cakra, maka di tarekat yang saya ikuti itu

saya hanya mengganti objek pikirnya itu dengan huruf Allah yang dihunjamkan ke dalam lathaif-lathaif yang

sedang saya dzikiri.

Kalau dalam meditasi cakra dikenal adanya proses Attunement (penyelarasan getaran) antara guru dan murid.

Proses ini adalah pembukaan atau Inisiasi sebelum murid bisa melakukan meditasi. Guna inisiasi ini katanya adalah

untuk membuka aliran energi dipanjang cakra-cakra, sehingga dengan begitu murid akan lebih mudah untuk

merasakan aliran energi dan getaran disetiap cakra yang akan dibersihkan dalam meditasi itu. Attunement ini bisa

dilakukan dalam jarak dekat ataupun dalam jarak jauh. Salah satu persyaratannya kalau ingin dari jarak jauh

adalah dengan MEMBAYANGKAN wajah sang Inisiator atau Attuner sambil kita merasa-rasakan getaran pada cakra

tertentu. Setelah itu barulah sang murid dianggap bisa melakukan meditasi dari cakra terbawah (dasar) sampai ke

cakra Mahkota.

Puncak pencerahan dalam meditasi Cakra ini adalah naiknya Kundalini dari cakra dasar sampai mencapai Cakra

Mahkota yang berada diatas Ubun-ubun. Dan setelah itu sang murid sudah bisa pula disebut menjadi orang yang

suci. Orang yang katanya punya berbagai kelebihan dibandingkan dengan orang-orang biasa.

Dalam dzikir Tarekat yang saya ikuti, proses attunement ini disebut dengan ber-Bai’at dan ber-Rabithah kepada

Mursyid yang Kamil Mukamil. Yaitu mursyid yang katanya punya silsilah keilmuan sampai kepada Rasulullah SAW,

Malaikat Jibril, dan Nur Muhammad. Salah satu persyaratan untuk bisa mulai berdzikir adalah juga dengan

membayangkan wajah Guru Mursyid. Dengan Rabithah itu, membayang wajah Mursyid, dikhayalkan adanya

keselarasan rohani antara murid dengan gurunya, dan dengan guru-guru sebelumnya sampai kepada Nabi

Muhammad SAW, Malaikat Jibril, dan Nur Muhammad. Harapannya dengan begitu adalah, kalau kita sudah sampai

melihat Nur Muhammad, maka setelah itu barulah kita bisa melihat Allah, karena Nur Muhammad itu adalah

setengah dari Nur Allah.

Saya telah mencoba mencari dalil-dalil tentang proses Rabithah ini di dalam Hadist-Hadist. Tapi tidak pernah saya

temukan satupun hadist yang menyatakan bahwa Abu Bakar Siddiq Ra, Umar bin Khattab Ra, Usman bin Affan Ra,

dan Ali bin Abi Thalib Ra membayangkan wajah Rasulullah dulu sebelum Beliau-beliau itu berdzikir. Tidak pernah.

Begitu juga dalam sejarah Tabi’in dan Tabiut Tabi’in, mereka juga TIDAK melakukannya. Proses Rabithah ini baru

muncul 400 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Yaitu semenjak maraknya praktek tasawuf tarekat dilakukan umat

Islam.23 dari 31

Page 24: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Kan aneh sekali sebenarnya, suatu aktifitas yang sangat penting dan sangat mendasar sekali, yaitu Dzikrullah

(mengingati Allah), malah kita mulai dengan mengingati suatu objek pikir yang bukan Allah, yaitu wajah orang yang

kita jadikan sebagai mursyid kita. Saya sangat setuju dengan pendapat Ustad Hussien BA. Latiff yang menyatakan

bahwa membayang wajah guru mursyid seperti itu adalah sebuah SYIRIK YANG SANGAT BESAR.

Karena proses Dzikrullah itu, yang seharusnya mengingati Allah, malah dimulai dengan sebuah kesyirikan, maka

hasilnya ternyata juga telah menyulitkan umat Islam sendiri. Semenjak proses rabithah yang dipraktekkan dalam

tasawuf Tarekat mulai menyebar luas ke berbagai penjuru dunia, ditambah lagi dengan peristiwa dendam

mendendam antara Sunni dan Syi’ah, maka sejak itu mulailah zaman kegelapan menyelimuti peradaban umat

Islam. Walaupun Islam menyebar luas keberbagai benua, namun umat Islam tidak serta merta berhasil

mendapatkan penghormatan masyarakat dunia seperti yang seharusnya.

Sejak itu, Allah telah memperlihatkan bagaimana jadinya kalau umat Islam tidak lagi mengingati Allah (SYIRIK).

Sehingga akibatnya Umat Islam tidak bisa lagi menjadi Umat yang berkualitaskan Ulul Albab, yaitu umat yang bisa

membaca hikmah-hikmah dari setiap ciptaan dan setiap peristiwa. Umat Islam juga telah berubah dari umat yang

seharusnya menjadi rahmatan lil ‘alamin menjadi umat yang saling salah menyalahkan, umat yang saling bunuh-

bunuhan.

Sebagian besar Umat Islam malah menjadi asyik sendiri berdzikir membersihkan lathaif-lathaif. Untuk itu sang

murid diwajibkan melakukan berbagai dzikir yang jumlahnya bisa puluhan bahkan sampai ratusan ribu kali dalam

sehari semalam. Sebelum berdzikir, murid harus rabithah dengan membayangkan wajah guru terlebih dahulu.

Kemudian barulah berdzikir. Saat berdzikir itu sang murid harus pula memasukkan objek pikir berupa kalimat

ALLAH kedalam setiap lathaif yang harus didzikirinya. Kalau dzikir itu dilakukan dalam sebuah prosesi SULUK, maka

“penyiksaan” terhadap tubuh lebih berat lagi. Tidur, makan, berdzikir dilakukan di dalam kelambu diruangan yang

kurang cahaya. Makanan yang mengandung daging juga dikurangi. Saya pernah menjalaninya selama 15 hari.

Puncak pencapaian di dalam tasawuf Tarekat ini sungguh merupakan sebuah maqam yang sangat-sangat sulit

untuk dicapai. Sang Murid akan merasa dianugerahkan oleh Allah berupa Ruh Al Quds dalam bentuk Nur

Muhammmad yang akan berfungsi sebagai guru sejati bagi sang murid. Di sini pulalah nantinya akan muncul

perasaan tentang Wahdatul Wujud, Hulul, Fana Fillah, Baqa Billah, dan sebagainya, seperti yang telah diterangkan

dalam artikel-artikel sebelumnya.

Karena cara, objek pikir, dan aktititas yang dilakukan antara Meditasi Cakra (misalnya Reiki), dan Tasawuf Tarekat

itu nyaris sama saja, maka hasilnya pun tidak akan banyak berbeda pula. Yang membedakannya hanyalah istilah-

istilah atau bahasa keagamaannya saja. Tapi mengenai perasaan, kesaktian, dan kehebatannya tidak bayak

perbedaan sama sekali. Ada kemampuan OBE, ada kemampuan untuk melihat hal-hal yang gaib (khasyaf), bahkan

sampai kepada terbukanya mata ketiga.

Semuanya itu mempunyai keasyikan tersendiri, sehingga kadangkala itu malah MELUPAKAN kita untuk INGAT

kepada ALLAH, membuat kita malas untuk beribadah seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya. Sebab

berdzikir dan bermeditasi terasa jauh lebih enak dari pada shalat, puasa, membaca Al qur’an, dan ibadah-ibadah

lainnya. Aneh memang…, tapi nyata.

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-20

 

Karena ketidakmampuan saya untuk mengamalkan dzikir Tarekat tersebut, maka kemudian pada tahun 2001 saya

tinggalkan semua praktek Dzikir Tarekat tersebut untuk kemudian masuk ke dalam Jamaah PATRAP yang pada saat

itu dibina oleh H. Slamet Utomo dan Ustad Abu Sangkan. Dalam Jamaah ini saya juga diajarkan untuk berdzikir dan

sekaligus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dzikir yang diajarkan di dalam Jamaah Patrap ini sudah

tidak melalui objek pikir cakra-cakra atau lathaif-lathaif lagi.

 

Sebenarnya dzikir ini sudah cukup bagus, lebih cepat, dan lebih mudah untuk melakukannya dibandingkan dengan

dzikir lathaif ataupun meditasi cakra. Kita cukup memulainya dengan memanggil-manggil Allah saja dan kemudian

mengikuti saja fenomena-fenomena yang muncul setelah itu. Ada menangis, berteriak-teriak, tubuh bergetar-getar,

berguling-guling, berputar-putar, bergerak mengikuti getaran, diam, hening, dan sebagainya menjadi sebuah

permainan mengasyikkan yang saya lakukan sampai dengan tahun 2012. Lapangan bola di sebelah rumah dan

24 dari 31

Page 25: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

juga Bumi Perkemahan Cibubur adalah tempat favorit bagi kami untuk melakukan aktifitas yang disebut dengan

Patrap Gerak.

 

Tapi akhirnya praktek patrap itu kembali menyeret-nyeret saya untuk “memiliki” segudang pengakuan. Sebab

terlalu banyak yang bisa diakui sebagai hasil dari latihan patrap itu yang bisa dianggap sebagai kelebihan saya dari

orang-orang yang tidak melakukannya. Tetapi anehnya semakin banyak pula berkurangnya gairah saya untuk

bersyariat, misalnya shalat-shalat sunnah (terutama tahajud), puasa sunnah, membaca Al Qur’an, berdo’a, dan

ibadah-ibadah sederhana lainnya. Pertanyaan saya tentang rasa dingin yang mengaliri tubuh saat berdzikir dulu,

seperti yang dialami Rasulullah saat menerimam wahyu pertama di Goa Hira, juga belum terjawab sama sekali.

 

Akhirnya pada tahun 2012 saya mohon pamit langsung kepada H. Slamet Utomo. Saya akan meninggalkan latihan

Patrap dan kemudian saya bergabung total, yang sebelumnya setengah-setengah, dengan Ustad Abu Sangkan

yang telah terlebih dahulu keluar dari Jamaah Patrap sejak beberapa tahun yang lalu.

 

Dengan Ustad Abu Sangkan, saya belajar dari beliau tasawuf melalui buku Madarijus Salikin, dan beberapa buku

lainnya. Fokus utama yang diajarkan beliau kepada saya sungguh menarik sekali. Dengan Beliau saya mengenal

apa yang disebut dengan RIQQAH, yaitu rasa dingin yang sangat sejuk yang mengalir di dalam Dada ketika saya

berdzikir. Dan itu memang terasa. Ada riqqah, ada ilham, dan khusyu, dan sebagainya yang memang bisa

dirasakan. Apa yang menjadi pertanyaan-pertanyaan saya selama ini mulai terjawab dan terasakan.

 

Hanya saja tetap rasanya ada yang belum saya dapatkan, saya ingin merasakan semua itu dimana saja dan kapan

saja. Selama ini saya mendapatkan fenomena-fenomena itu hanya kalau berdekatan dengan beliau, sehingga

beliau selalu dan selalu menyalahkan saya dalam berbagai pertemuan. Buku Madarijus Salikin itupun terasa sangat

berat untuk saya pahami. Rasanya ada satu konci ilmu yang belum saya dapatkan. Dan itu entah apa…

 

Ustad Abu Sangkan berkali-kali mengatakan bahwa syarat untuk mendapatkan ilmu khusyu, riqqah, ilham, dan

sebagainya itu syaratnya adalah: PERTAMA, percaya total kepada RUKUN IMAN KE-6,  dan KEDUA, selalu

melakukan TADZKIYATUNNAFS (pembersihan jiwa) dengan terus-menerus Dzikir kepada Allah.

 

Akan tetapi ternyata dua syarat ini pulalah yang menjadi beban terberat bagi umat manusia untuk memenuhinya.

Sebab Rukun Iman ke-6 akan membawa kita untuk tidak bergaduh lagi dengan Allah maupun dengan sesama

manusia. Karena Rukun Iman ke-6 ini akan membawa kita kepada paradigma berpikir bahwa apapun yang BAIK

dan yang BURUK yang terjadi kepada kita dan kepada orang lain, semuanya itu 100% datang dari Allah. Sehingga

tidak ada lagi yang perlu kita pergaduhkan. Semua sudah ditakdirkan, sudah dituliskan, dan sudah diizinkan oleh

Allah untuk terjadi. Semua yang terjadi memang sudah harusnya begitu. Ini yang berat. Sangat berat sekali.

 

Sedangkan Dzikir kepada Allah telah menjadi beban berat yang tidak berkesudahan bagi umat manusia dalam

mempelajari dan menjalaninya. Dzikir melalui ajaran Tarekat dan juga beralihnya sebagian umat Islam masa

sekarang kepada ajaran Hipnoterapi, NLP, dan metoda-metoda New Age Movement lainnya dalam menemukan

ketenangan dan kebahagiaan adalah sebagai bukti bahwa Dzikir kepada Allah dianggap orang bukanlah sebuah

cara yang paling bagus untuk menyucikan Jiwa.

 

Kalau begitu, mungkinkah Dzikir kepada Allah ini hanya akan bisa dilakukan oleh segelintir orang saja?, yaitu Wali-

Wali Allah saja?.  Dan kita sebagai umat kebanyakan ini hanya bisa meneguk air liur saja menyaksikan orang-orang

yang dianggap sebagai Wali-Wali Allah itu menikmati Dzikir mereka kepada Allah…

Pada bulan Februari tahun 2014, dengan sebuah cara yang tidak terduga, saya bertemu dengan Arif Billah, Ustad

Hussien BA. Latiff di Singapore. Awalnya saya “terklik” sebuah video di Youtube yang berjudul “Syarahan

Makrifatullah”. Setelah itu saya telah terbang saja ke Singapore untuk mengikuti seminar Beliau tentang Ilmu Dasar

yang diperlukan kalau kita ingin mengikuti Tasawuf Jalan Nabi-Nabi. Dan sejak itulah paradigma berpikir dan

beribadah saya menjadi berubah dengan sangat drastis.

 

25 dari 31

Page 26: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Pelajaran Makrifatullah ternyata telah membuat saya menjadi percaya penuh kepada Rukun Iman ke-6. Bahwa

apapun yang baik dan buruk yang menimpa kita dan orang lain, semuanya itu datang dari Allah. Paradigma itu

begitu CLEAR dan tak terbantahkan, sehingga satu syarat yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh umat manusia

alhamdulillah sudah bisa terpenuhi. Tinggal satu syarat lagi, yaitu Dzikir kepada Allah.

 

Pelajaran tentang Hati dan Mata Hati, dan Dzikrullah dari Ustad Hussien BA Latiff, telah melengkapi Pelajaran

Makrifatullah yang telah saya dapatkan sebelumnya. Sehingga dengan sangat menakjubkan hal itu, alhamdulillah,

telah membawa saya pula menjadi sangat mudah untuk MENGINGATI ALLAH. Saya mencoba mengkonfirmasi apa

yang saya rasakan dan dapatkan itu kepada beberapa orang teman yang juga telah melakukannya. Jawaban

mereka sungguh melegakan. Mereka mendapatkan hal sama dengan apa yang saya dapatkan, bahkan ada banyak

orang yang mendapatkan lebih baik lagi dari apa yang saya dapatkan.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-21

 

Ternyata selama ini saya, dan barangkali hampir sebagian besar umat Islam, tidak patuh kepada apa yang

dikatakan oleh Al Qur’an dan Al Sunnah. Misalnya, “awaluddin makrifatullah”, bahwa awal dari agama itu adalah

Makrifatullah, mengenal Allah. Sederhana sekali untuk mengawali agama Islam itu. Mengenal Allah…!. Tapi itu

tidak kita laksanakan sama sekali. Padahal mengenal Allah itu bisa kita berikan kepada anak kecil sekalipun, dan

juga kepada orang yang paling awam.

Hal berikutnya yang tidak kita patuhi adalah tentang Dzikrullah, MENGINGATI ALLAH. Dengan sederhana Al Qur’an

mengatakan bahwa mengingat Allah itu adalah seperti kita mengingat ayah kita (abaa akum), Al Baqarah 200.

Mengingat Allah itu juga dikatakan Al Qur’an adalah di dalam JIWA kita, Al A’raaf 205. Dengan mengingat Allah di

dalam jiwa kita, seperti kita mengingat ayah kita, maka sikap tadarruk dan takut kita kepada Allah ternyata lahir

dengan sendirinya. Rasa tadarruk dan takut itu seperti dihadiahkan oleh Allah ke dalam hati kita, sehingga kitapun

tidak perlu lagi memanggil-manggil Allah sambil berteriak-teriak.

Kita juga tidak perlu lagi menyediakan waktu-waktu khusus untuk berdzikir seperti yang saya lakukan dulu di dalam

praktak Tarekat. Sebab, ternyata kita bisa ingat kepada Allah kapan saja dan di mana saja. Mau berdiri, mau duduk,

mau tiduran, mau pagi, mau petang, mau malam, di dalam shalat dan di luar shalat, insyaalah kita ternyata bisa

mengingati Allah. Bahkan saat kita dikamar mandipun kita bisa mengingati Allah.

Akan tetapi petunjuk Al Qur’an inipun juga tidak kita patuhi dan lakukan. Kita mengingat Allah malah di dalam

Jantung, di dalam dada, di dalam Cakra-cakra atau lathaif-lathaif. Ia nggak bisa. Wong jantung, dada, cakra, dan

lathaif itu TIDAK BISA mengingat apa-apa kok, apalagi kalau hanya di dalam gerakan keluar masuknya nafas kita.

Semua itu tidak bisa MENGINGAT ALLAH. Jadilah dengan itu kita hanya bisa menyebut dan menyebut, wirid dan

wirid, komat dan kamit, tanpa kita bisa mengingat Allah sedikitpun.

Tentang kepatuhan dan ketidakpatuhan ini, saya punya pengalaman yang menarik. Suatu ketika saya harus pergi

kesuatu tempat di Jakarta. Alamatnya, kalau dicari di peta, akan sangat sulit sekali menemukannya. Jalannya kecil,

masuk gang, dan lingkungannya juga sangat padat sekali. Istri saya sudah khawatir kalau-kalau kami tidak sampai

kealamat yang akan dituju. Tapi saya tenang-tenang saja, karena saya punya peta interaktif yang bisa menuntun,

yaitu W..E, yang ada di Ip.d saya. Alamat tujuan tinggal saya ketik, lalu Go…

Saya tinggal hanya mengikuti saja arahan dari W..E. Disuruh ke kiri, saya kekiri, disuruh kekanan saya kekanan,

disuruh berputar saya berputar. Ada juga yang tidak saya ikut arahannya. Saya melawan dan mencari jalan lain.

W..E langsung mengingatkan bahwa saya salah jalan dan mengkalkulasi ulang arah yang harus lewati. Cuma saja

jaraknya agak menjadi lebih jauh, tapi saya tetap sampai di tujuan.

Kepada petunjuk yang dibuat oleh manusia saja, kalau kita patuhi, kita akan mendapatkan manfaat yang sangat

besar di dalam kehidupan kita. Apalagi kepada petunjuk yang telah disiapkan oleh Allah untuk kita dalam menjalani

kehidupan ini, yaitu Al Qur’an dan Sunnah. Tentu manfaatnya akan sangat besar sekali bagi kesejahteraan hidup

kita.

Akan tetapi Al Qur’an dan As Sunnah itu mempunyai nilai khusus yang sangat mencengangkan. Ia akan berbicara

kepada siapa saja sesuai dengan keadaan HATI kita masing-masing. Karena ia memang adalah gambaran keadaan

HATI seluruh Umat Manusia dan bahkan gambaran dari seluruh seluk beluk Ciptaan dalam menjalani takdirnya

masing-masing.26 dari 31

Page 27: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Hampir seluruh isi Al Qur’an dan As Sunnah itu bercerita tentang seluk-beluk Lauhul Mahfuz dan Perlakuan Allah

terhadap segala sesuatu yang ada di Lauhul Mahfuz itu. Perlakuan Allah terhadap sedikit Dzat-Nya yang telah Dia

sabda dengan Firman KUN, sehingga Dzat-Nya yang sedikit itu kemudian berubah menjadi Lauhul Mahfuz, tempat

dimana segala peristiwa, segala ciptaan, dan segala keadaan terzhahir menurut Takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Begitu Allah berfirman KUN kepada Dzat-Nya yang sedikit itu, maka Dzat-Nya yang sedikit itu langsung dilindungi-

Nya dengan 70 lapis cahaya. Sebab Dzat-Nya yang sedikit itu telah berubah SIFAT menjadi Bahan Dasar bagi

terciptanya semua yang berkenaan dengan Ciptaan. Kalau tidak dilindungi-Nya dengan 70 tabir cahaya, maka

pastilah semua Ciptaan akan kembali hancur musnah karena terpandang kepada Keagungan Dzat-Nya Yang Maha

Indah.

Saat firman KUN itu juga selesailah tergambar sebuah rencana yang Maha Lengkap yang tidak melupakan satu hal

sekecil dan sesepele apapun juga. Semua sudah lengkap. Untuk kita masing-masing, juga telah ditentukan pula

takdir yang akan kita lalui. Apakah kita akan menjadi orang yang berjalan di jalan ketaqwaan ataukah sebaliknya di

jalan kefasikan, semua sudah dituliskan. Untuk mengantarkan kita berjalan di jalan ketaqwaan atau kefasikan itu,

sejak firman KUN itu, telah disiapkan pula ILHAM oleh Allah untuk kita masing-masing. Ilham itu akan TURUN pada

saatnya ke dalam HATI kita, sehingga mau tidak mau kita akan menjalani takdir kita, sesuai dengan apa-apa yang

telah dituliskan itu.

Kalau kita sudah ditakdirkan untuk menjadi orang yang taqwa, maka Ilham yang akan turun kepada kita adalah

juga Ilham yang akan mengantarkan kita untuk berbuat taqwa. Sebaliknya, kalau kita sudah ditakdirkan pula oleh

Allah menjadi orang yang fasiq atau fujur, maka Ilham yang akan turun kedalam Hati kita adalah ilham tentang

bagaimana cara berbuat fasiq.

Ilham yang turun itu akan BERUBAH pada saatnya. Setiap perubahan dari ilham yang turun itu, maka akan berubah

pulalah apa yang akan kita perbuat. Akan tetapi perubahan-perubahan itu tetap tidak akan keluar dari apa-apa

yang sudah dituliskan untuk kita masing-masing. Hanya saja, sebagai misteri yang agung, kita tidak diberitahu oleh

Allah kapan perubahan itu akan terjadi dan apa akhir dari perubahan itu yang akan kita hadapi, kecuali hanya

sedikit yang Dia berikan pengetahuan kepada orang-orang yang telah ditetapkan-Nya..

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-22

 

Ilham itu akan tetap menjadi misteri yang Agung, yang dengan itu kita akan selalu hidup dalam keadaan harap-

harap cemas dan rindu yang membara kepada Allah. Sehingga dengan begitu, mau tidak mau kita akan selalu

menggantungkan segala harapan kita kepada Allah agar Allah berkenan memberikan kepada kita ilham tentang

ketaqwaan. Sebab kalau kita tidak mendapatkan Ilham Taqwa, berarti saat itu kita sedang mendapatkan ilham

fasiq atau fujur. Sesederhana itu…

 

Dengan adanya misteri itulah ternyata Allah akan berkenan untuk menuntun kita. Allah sendiri akan menuntun kita

untuk merasakan nikmatnya beribadah kepada-Nya. Sahabat saya, Ustadz AS menggambarkan keadaan itu dengan

sangat menakjubkan:

 

“Alhamdulillah, nikmatnya seperti hari-hari di bulan Ramadhan dan seperti di Mekkah dan Medinah. Karena yang di

pikirkan dan yang dikerjakan hanya ibadah untuk memperoleh Ridha-Nya”.

 

“Selalu ingat kepada-Nya sampai Rindu yang tak tertahankan. Persis seperti yang dinyanyikan Evi Tamala,

kemanapun…, dimanapun…, sedang apapun…, rindu pada-Nya. Nggak apa-apa sudah menjadi orang sinting”.

 

“Kok bisa ya?. Apa gerangan yang memenuhi pikiran dan ingatan ini, sampai rela bangun tengah malam dan

bergegas shalat 23 rakaat…, puasa…, duduk termenung merindukan berhari-hari, berminggu-minggu?. Ada ada

dengan diri ini?”.

 

Ternyata keadaan seperti yang dialami Nabi SAW dan para shalihin pada masa yang lalu bisa pula kita rasakan saat

sekarang ini. Walaupun kadar yang kita dapatkan itu tidak seujung kukupun dari apa yang beliau-beliau dapatkan,

namun ternyata itu sudah sangat menenteramkan. Siang kita bekerja seperti biasa, tapi malam kita bisa beribadah 27 dari 31

Page 28: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

dengan sepuas hati. Puasa dan ibadah-ibadah sunnah jadinya menjadi sebuah kebiasaan yang kalau tidak

dilakukan akan membawa diri kita merana. Aneh memang. Tapi mau bagaimana lagi…?.

 

Begitulah cara ilham bekerja. Kita akan melakukan apa-apa yang diilhamkan oleh Allah kepada kita. Dan itu akan

menentukan masa depan kita. Boleh jadi kita pada awalnya dilahirkan sebagai orang Islam dan dikeluarga yang

Islam pula. Akan tetapi kalau di akhir hidup kita sudah ditakdirkan bahwa kita akan menjadi penghuni neraka, maka

pada akhir-akhir kehidupan kita, Ilham tentang kefasikan dan kefujuran akan mengantarkan dan memaksa kita

untuk masuk ke neraka itu. Kita akan berbuat fasik dan fujur menjelang ajal menjemputa kita.

 

Boleh jadi juga, kita dilahirkan di dalam keluarga yang beragama lain yang bukan Islam, akan tetapi kalau akhir

kehidupan kita sudah ditulis bahwa kita akan menjadi penghuni syurga, maka pada saatnya Ilham akan

mengantarkan kita untuk beramal dengan amalan-amalan penghuni syurga.

 

Artinya, tidak ada satupun perbuatan kita yang tidak tertulis di Lauhul Mahfuz. Semuanya sudah ditulis, dan bahkan

sudah disiapkan pula ILHAM untuk menzhahirkan perbuatan kita itu. Kita tidak akan bisa marah tanpa adanya ilham

marah yang turun ke dalam hati kita. Kita tidak akan bisa korupsi kalau tidak ada ilham, untuk kita melakukan

korupsi itu, turun ke dalam hati kita. Kita tidak akan bisa berzina, bermaksiat, menganiaya orang, mencuri, iri,

dengki, memakan makanan yang haram, dan perilaku negatif lainnya tanpa itu didahului dengan turunnya ILHAM

FUJUR kedalam hati kita. Tidak bisa.

 

Sama halnya juga, kita tidak akan pernah bisa beriman, khusyu dalam beribadah, bersedekah, berbuat baik,

memakan makanan yang halal, tidak iri dan dengki, sabar, tidak mencuri, dan berbagai perbuatan positif lainnya

tanpa itu didahului dengan turunnya ILHAM TAQWA ke dalam hati kita. Tidak bisa.

 

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-23

 

Akan tetapi untuk sampai kepada pemahaman seperti ini, terlebih dahulu memang diperlukan pengenalan kepada

Allah dengan pengenalan yang JATI, Makrifatullah, sehingga setelah itu tidak ada lagi keraguan-raguan kita

terhadap kebenaran Allah dengan segala atribut-Nya. Sebab bagaimana kita akan percaya kepada Rukun Iman

yang ke-6 kalau kita tidak mengenal hakekat dari semua Ciptaan dengan segala perilakunya.

Bahwa semua ciptaan ini tak lain dan tak bukan adalah penzhahiran dari sedikit Dzat-Nya. Sehingga apapun yang

terzhahir, yang membentuk segala sifat-sifat, sebenarnya itu adalah senda gurau dan permainan Allah sendiri

terhadap sedikit Dzat-Nya itu. Sedangkan bagi kita yang menjalankannya, sebagai penzhairan Dzat-Nya, mau tidak

mau kita akan menjalani peran kita sampai kita ampun-ampunan, berdarah-darah, dan berurai air mata.

Namun begitu, tatkala kita bisa memandang apapun yang menimpa kita itu pada HAKEKATNYA adalah karena Dzat-

Nya yang berperan, maka kita akan RIDHA untuk menerima dan melakukan peran kita, sehingga semua masalah

yang kita hadapi akan berubah menjadi TANPA MASALAH apa-apa. Masalahnya memang tetap masih ada, tapi

masalah itu sudah menjadi tidak TIDAK masalah lagi bagi kita. Karena dengan Makrifatullah itu, kita diberi tahu

tentang rahasia dari semua kejadian dan peristiwa.

MATA kita memandang kepada peristiwa-peristiwa dengan segala sifat-sifatnya, MATA HATI kita memandang

kepada Dzat-Nya yang menjadi HAKEKAT dari semua peristiwa-peristiwa itu, dan HATI kita tetap terjaga dan

berpaut erat dengan Allah dalam bentuk INGATAN kita yang tak pernah terputus dari Mengingat-Nya, Dzikrullah.

Jadi, kalau kita tidak mengenal Allah terlebih dahulu, bagaimana kita akan bisa MENGINGATI ALLAH, Dzikrullah?,

bagaimana kita akan bisa menyembah Allah?, bagaimana kita akan bisa sujud dan rukuk kepada Allah?, bagaimana

kita akan bisa berdo’a dan memohon langsung kepada Allah?, bagaimana kita akan tahu bahasa Allah (Ilham)?.

Dan yang paling penting adalah bagaimana kita akan bisa menjadi orang yang IHSAN kepada Allah?.

Sebab ketika kita mencuri, korupsi, berzina, minum arak, dan berbuat jahat / maksiat kepada sesama, sebenarnya

saat kita melakukannya kita sedang tidak menyadari bahwa Allah melihat kita. Ya…, saat itu kita telah kehilangan

perasaan IHSAN kepada Allah di dalam hati kita. Sebuah perasaan bahwa kita sedang dilihat oleh Allah secara terus

menerus.

28 dari 31

Page 29: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

Siapa saja, orang awam kek, orang berpendidikan kek, aparat pemerintahan kek, aparat penegak hukum dan

keadilan kek, selama kita tidak menyadari bahwa Allah melihat kita, maka kita PASTI akan mudah sekali untuk

tergelincir kepada perbuatan fujur dan fasik seperti diatas. Dan pasti, ketika kita melakukannya, kita 100% sedang

tidak ingat kepada Allah, dan saat itu kita juga sedang berteman akrab dengan syaitan. Pasti.

Itulah yang menyebabkan adanya seorang pimpinan Daerah yang ingin melegalkan pelacuran, ingin membangun

apartemen untuk tempat mangkalnya para pelacur, ingin melakukan sertifikasi kepada pelacur. Karena memang ia

sudah ditakdirkan untuk menjadi orang yang tidak mengenal Allah. Ia sudah ditakdirkan untuk tidak bisa mengingat

Allah. Ia tidak bisa merasa IHSAN. Namun semua yang diperbuatnya itu tetaplah tidak sia-sia. Ada hikmah yang

bisa kita ambil. Diantaranya, Allah ingin membuktikan bahwa ayat-Nya tentang bagaimana jadinya umat Islam

kalau dipimpin oleh orang yang tidak beriman kepada Allah adalah nyata.

Padahal, perasaan Ihsan inilah yang nantinya akan menyebabkan kita akan merinding-rinding dan merasa dingin

disekujur tubuh kita, yang oleh Nabi SAW dinamakan Riqqah. Kita benar-benar merasakan bahwa kita sedang

dilihat, diamati, diawasi oleh Allah, Dzat Yang Maha Jamal dan Maha Jalal. Dzat yang tak terlawan…!.

Ketika Allah memperlihat keadaan Jamal dan Jalal-Nya ini pulalah yang akan membuat airmata kita jatuh berderai-

derai. Saat Allah merasakan ke dalam hati kita Maha Kasih Sayang-Nya, maka airmata kita jatuh bercucuran

menahan bahagia. Saat Allah merasakan ke dalam Hati kita Maha Perkasa-Nya, tubuh kita akan menggigil-gigil

ketakutan. Takut yang sebenar-benar takut. Bukan takut yangsekedar diucapan bibir saja. Air mata kita juga akan

jatuh berguguran dengan sangat deras. Semua itu silih berganti dan bergelombang turun ke dalam hati kita.

Air mata itu seakan membasuh HATI kita, menyelup hati kita, menyuci hati kita. Sehingga hati kita yang tadinya

gelap, mati, buta, tuli, dan keras membatu menjadi Hati yang jernih dan bercahaya, Hati yang lunak dan lembut,

hati yang melihat dan mendengar. Hati kita yang sudah dibasuh bersih itu menjadi dimampukan untuk melihat

akan KEBENARAN ALLAH.

Bersambung ke bagian akhir…

Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH, Bagian-24,  SELESAI…

Mei 6, 2015 oleh Murid Dalam Sikap Bertuhankan Allah SWT.

 

Bagian Penutup…

 

Demikianlah artikel ini dirangkai…

Kita sudah bahas tentang MUDGHAH yang sering diterjemahkan orang sebagai HATI atau JANTUNG yang ada di

dalam dada. Dan kita sudah bahas bahwa Mudghah itu kelihatannya lebih cocok kepada keadaan yang dipunyai

oleh OTAK. Kita juga sudah bahas apa yang disebut dengan RAGA dan apa pula yang dimaksud dengan JIWA.

Bahwa JIWA adalah gabungan antara HATI/MINDA dengan RUH.

 

Begitu juga, kita telah membahas tentang fungsi Otak sebagai terminal interface yang menghubungkan Jiwa

dengan Raga. Bagaimana jadinya hati kita kalau informasi tentang SUATU HAL yang masuk ke dalam hati kita

adalah melalui otak kiri dan bagaimana pula kalau itu melalui melalui otak kanan kita. Hasilnya akan berbeda

walau untuk satu hal yang sama. Inilah kemudian yang kita sebut sebagai persepsi atau paradigma versi otak kiri

dan versi otak kanan terhadap satu hal yang sama. Akan tetapi dari kedua versi itu tidak ada mana yang salah dan

tidak ada mana yang benar. Yang menjadi berbeda hanyalah karakter dan cara bertindak kita saja terhadap satu

hal yang sama.

 

Dalam menghadapi sebuah masalah, ada kita yang kuat di logika serial dan kerja administratif karena kita lebih

banyak memakai Otak KIRI kita sebagai saluran informasi yang masuk ke dalam hati kita, dan ada pula kita yang

kuat di logika Holistik dan kerja penuh Inovasi karena informasi yang masuk dan keluar dari hati kita adalah melalui

Otak KANAN kita. Paradigma yang manapun yang kita punyai, kalau kita melakukannya dengan bersungguh-

sungguh insyaallah hasilnya akan 11-12 saja. Sama atau paling tidak mirip-miriplah.

 

Kita juga sudah membahas pula tentang bagaimana perkembangan dari proses Nafi-Isbath yang bermula sejak

zaman Nabi Ibrahim AS yang ingin mengenal Allah, yang kemudian ternyata telah bermetamorposis menjadi proses

pembersihan Cakra-cakra yang dilakukan oleh penganut agama Hindu dan agama-agama bumi lainnya.

29 dari 31

Page 30: Antara Dzikr Ataukah Nafi - Isbath

Antara Dzikir ataukah

 

Kemudian Allah memurnikan kembali proses Nafi-Isbath semasa Nabi Ibrahim itu, yang sudah banyak melenceng

sesuai dengan perjalanan waktu, melalui syariat Nabi Muhammad SAW. Beliau dengan, dasar-dasar yang ada di

dalam Al Qur’an, mengenalkan Dzikrullah (Ingat kepada Allah) sebagai aktifitas puncak bagi umat manusia. Di

dalam shalat kita ingat Allah. Aqimishhalati lidzikri. Di dalam pelaksanaan ibadah Haji dan Umrah, semua

aktifitasnya mengisyaratkan bahwa kita harus ingat kepada Allah (dzikrullah). Begitu juga di dalam pelaksanaan

ibadah puasa, sedekah, zakat, dan sebagainya. Saat mengucapkan kalimat “laa ilaha illallah” sekalipun, atau

panggilan-panggilan kita kepada Allah melalui Nama-nama-Nya Yang Agung, ingatan kita juga sudah tidak lari

kemana-mana lagi. Hanya ingat kepada Allah.

 

Empat generasi kemudian Ajaran Rasulullah SAW kembali terkontaminasi dengan ajaran-ajaran meditasi Hindu

dengan memunculkan konsep pembersihan Lathaif-lathaif, dan kemudian berlanjut dengan proses-proses mencari

ketenangan dan kebahagiaan lainnya yang hampir sama, yang sangat menjamur sekarang ini.

 

Ajaran Islam yang tadinya mudah dan sederhana kemudian berubah menjadi ajaran yang sulit, rumit, dan aneh-

aneh. Itu terjadi karena Dzikrullah sudah menjadi barang yang langka dan sulit untuk diterangkan , apalagi untuk

dilaknasakan.

 

Tetapi, atas takdir yang telah dirancang oleh Allah, sekarang muncul kembali kesederhanaan dan kemudahan

dalam dzikrullah yang sangat menyejukkan, seperti munculnya semburan mata air di tanah yang dulunya kering

kerontang. LANTARAN untuk kemudahan dalam dzikrullah itu ternyata adalah Ustad Hussien BA. Latiff, yang

dengan Beliaulah saya menimba ilmu yang belum pernah saya terima, baca, dan mimpikan selama hidup saya.

 

Dengan kapasitas Beliau sebagai Lantaran bagi munculnya kembali Tasawuf Jalan Nabi-Nabi pada abad ini, maka

proses Nafi-Isbath yang sangat meletihkan itu ternyata bisa dituntaskan dalam sebuah praktek Dzikr (mengingat)

yang sangat sederhana, yaitu proses MENGINGATI ALLAH (DZIKRULLAH). Disinilah kami, murid-murid Beliau,

MENYADARI bahwa selama ini kami ternyata telah berdzikir dengan cara yang salah, dan dengan memakai alat

yang salah pula. KESADARAN akan kesalahan masa lalu dan kesadaran bahwa tidak mungkinlah Nabi mengajarkan

kesulitan bagi umat Beliau, itulah yang telah membuat kami, murid-murid Beliau, merasa tidak bisa lagi

meninggalkan lakuan untuk selalu INGAT Kepada Allah.

 

Sekarang kemanapun kami pergi, sedang apapun kami, maka kami, alhamdulillah, selalu merasa sedang

MENJUNJUNG DAN MEMIKUL INGATAN KEPADA ALLAH. Apapun masalah yang kami hadapi, ingatan kami tetap

berpaut erat dengan Allah. Tidak ada lagi tempat di dalam hati atau minda kami untuk ingatan kepada yang lain

selain dari Allah. Kalaupun kadang-kadang ingatan itu lepas juga, kami kembali masuk ke dalam “base camp”

untuk berkhalwat membina diri…

 

Sampai disini berakhirlah Artikel Antara DZIKR ataukah NAFI-ISBATH ini. Mohon diperbanyak maaf…

 

Kita akan berjumpa kembali, insyaallah, dalam artikel dan frekuensi yang lain.

 

Wallahu a’lam…

Selesai…

30 dari 31