Top Banner
BAB I PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELECTORAL
242

ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

Apr 02, 2019

Download

Documents

trinhkiet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

1

BAB I

PARTAI POLITIK:POLITIK ALIRAN DANKONDISI ELECTORAL

Page 2: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

2

KOMPETENSI

Dalam bab ini mahasiswa diharapkan dapat menggambarkan dan memahami kontekssosial, budaya, dan politik masyarakat di tingkat lokal. Dalam konteks sosial, mahasiswadiharapkan mampu menggambarkan dan memahami realitas sosial baik dari sisipendidikan, ekonomi maupun relasi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Lebih jauhmahasiswa diharapkan dapat memahi peran masyarakat sesuai dengan kondisi sosialmasing-masing. Dalam konteks budaya, mahasiswa diharapkan dapat menggam-barkan dan memahami norma, adat, dan kebiasaan masyarakat di tingkat lokal.Selanjutnya, dengan memahami budaya masyarakat, mahasiswa mampu memahamidinamika kehidupan khas masyarakat di tingkat lokal. Dalam konteks politik,mahasiswa dihapkan dapat menggambarkan dan memahami realitas politik di tingkatlokal baik itu pola afiliasi maupun perilaku politik yang terjadi dalam setiap pemilu.

Page 3: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

3

BAB I

PARTAI POLITIK:POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELECTORAL

PETA politik di Indonesia sulit dilepas dari pertarungan kelompokIslam versus nasionalis. Polarisasi Islam-nasionalis ini biasanyamerujuk pada politik aliran yang diteoritisasi Clifford Geertz pada1950-an. Inti dari teori ini adalah adanya kesamaan ideologis yangditransformasikan ke dalam pola integrasi sosial yang komprehensifmengikuti asumsi politik aliran, kelompok abangan yang diidentifikasisebagai penganut muslim kurang taat cenderung memilih partainasionalis. Sedangkan kelompok santri dipercaya akan menyalurkansuaranya pada partai Islam. Warga NU lebih nyaman mencoblos partaiyang dekat dengan NU. Sebaliknya, pendukung Muhammadiyah danorganisasi modernis lain cenderung memilih partai yang berlatarbelakang Islam modernis.

A. Politik AliranPolitik aliran merupakan istilah umum yang dipakai ketika

merujuk pada term “political cleavages”, walau sebenarnya agakkurang tepat namun karena ketiadaan padanan kata yang serupa,politik aliran dipakai untuk memberi arti pada term political cleavagestersebut. Sejak pertama kali konsep politik aliran ini dikemukakanoleh penemunya yaitu Cliford Geertz, walau dengan beragam kritik,sampai sekarang politik aliran terus menjadi alat utama dalam studipolitik Indonesia. Dalam rangka menjelaskan kesinambungan politikaliran ini, hal pertama yang menjadi persoalan adalah bagaimanakita mendefinisikan dan menjelaskan politik aliran secara jernih.Geertz memberi pemahaman secara inplisit pada pola politik aliran

Page 4: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

4

sebagai bentuk pentranlasian pembilahan socio-religy yaitu: santri—abangan—priyayi kedalam bentuk institusi politik berupa partai politikIslam dan Nasionalis. Oleh karena itu juga menjadi penting bagaimanakita menjelaskan karakter partai Islam dan partai Nasionalis: asalusulnya ideologi, isu-isu apa yang diperjuangkannya serta siapa basiskelompoknya.

Sejak pemilu demokratis pertama yang dilaksanakan tahun 1955para ilmuan menganggap bahwa politik aliran tetap menjadi faktorutama yang mempengaruhi perilaku politik pemilih, dan berlangsungsampai pada pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 dibawahrezim represif Orde Baru. Melangkah ke paruh ketiga politik Indonesia(Orde Reformasi) kekuatan politik aliran masih dianggap punyapengaruh terhadap perilaku politik di Indonesia, namun sudah mulaiterjadi polemik antara mereka yang mendukung dan yang membantah.Sebagai contoh kasus, kutub yang tetap mendukung politik alirandirepresentasikan Dwight King (2003), dalam bukunya, “Half-HeartedReform, Electoral Institutions and th Struggle fo Democracy in Indonesia,dan Anis Baswedan (2004), dalam tulisannya yang berjudul “SirkulasiSuara Dalam Pemilu 2004”. Sementara kutub yang berlawanandirepsentasikan William Liddle dan Saiful Mujani dalam karyanya“Leadership, Party and Religion: Explaining Voting Behavior in Indonesia”.

King (2003) menyajikan sebuah diskusi yang menarik, denganmenggunakan analisis statistik berupa teknik analisis bivariate danmultiple regression untuk membandingkan hasil pemilu 1955 danpemilu 1999. Data yang digunakan adalah data agregat nasional hasilpemilu, dan data geografis yang diuji dengan indikator-indikatorseperti urbanisasi, akitivitas pemerintah, keislaman, angka melek hurup,faktor ketidak merataan (inequality), dan program pembangunan.Kesimpulan yang dihasilkan adalah “adanya keberlanjutan politikaliran seperti fenomena pemilu 1955 Orde Lama ke pemilu 1999 OrdeReformasi.” Begitu juga dengan Baswedan (2004), dengan meng-adopsi metodanya King berusaha membandingkan pola dukunganpemilih pada pemilu 1999 dan 2004. Baswedan menemukan adanyakorelasi signifikan antara dukungan untuk partai Islam di setiap Kotadan Kabupaten selama dua pemilu. Secara sama, partai Nasionalisdan Kristen mendapat dukungkan kuat di daerah daerah yangmerupakan basis dukungan PDI-P. Kesimpulan yang dikemukakan

Page 5: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

5

adalah “pada tingkat masyarakat masih ditemukan pola politikberbasis aliran, perubahan politik lintas aliran tidak ditemukan dalampemilu 2004.”

Hasil yang berbeda dengan apa yang ditemukan King danBaswedan, Liddle dan Mujani justru menemukan bahwa pengaruhorienasi keberagamaan atau aliran (pelaksanaan keberagamaanseorang muslim), pada suara hasil pemilu tahun 1999 dan 2004 sangatterbatas. Justru Liddle dan Mujani menemukan bahwa faktor kepe-mimpinan menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi perilakupolitik pemilih. Hal ini dijelaskan oleh Liddle dan Mujani sebagaidampak dari berkembangnya media massa khususnya televisi sampaike pelosok-pelosok daerah. Temuan ini berusaha mematahkan pan-dangan umum yang selama ini berkembang dalam mengkaji Indonesiadari mulai Geertz 1950an sampai dengan King dan Baswedan.Apakah temuan Liddle dan Mujani ini akan menjadi sebuah para-digma baru dalam menjelaskan perilaku politik Indonesia, akan sangatbergantung pada seberapa besar dukungan dari masyarakat, khusus-nya masyarakat akademis sebagaimana yang dikemukakan Khun.

1. Aliran GeertzJika partai politik menginginkan dirinya relevan secara sosial,

dan secara demikian bisa membangun basis sosialnya, maka partaiharus mengaitkan dirinya dengan cleavages yang ada. Secara umumcleavages bisa bersumber dari agama, etnik, bahasa, budaya, maupungeografis. Di Indonesia, tidak seperti di negara Barat, dimana cleavageberdasar kelas tidak begitu berpengaruh, justru cleavage agamalah(aliran) yang paling dominan dibanding dengan cleavages yang lain.1

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

1 Kajian mengenai hubungan anatra cleavage dan partai politik banyak dilakukan oleh parailmuwan politik, seperti Seymour Lipset dan Stein Rokkan, Bartolini, dan Sartori. SeymourLipset dan Stein Rokkan meyakini bahwa partai politik memainkan peran signifikan dalamterbentuknya political cleavages. Karena mereka menganggap bahwa perbedaan struktur sosialtidak serta merta ditranslasi menjadi perbedaan politik yang signifikan. Mobilisasi oleh partai-partai politik justru merupakan bagian yang amat penting dalam transformasi struktur sosialyang berbeda menjadi mengeras dan mendorong terbentuknya political cleavages. Studi Bartoliniyang lebih kontemporer, misalnya, menunjukkan bahwa ketika sebuah cleavage (kelas, agama,atau etnik misalnya) menjadi terorganisasi, maka cleavage ini akan menjelma menjadi kekuatanpolitik yang otonom dan berpengaruh. Studi klasik Sartori juga menunjukkan bahwa partaipolitik (kiri) bukanlah ‘akibat’ dari eksistensi kelas ekonomi. Sebaliknya, partai politik lah yangmengeraskan perbedaan kelas, melalui proses sosialisasi politik yang membentuk kesadaran kelas.

Page 6: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

6

Pengaruh kelas terhadap perilaku politik tidak signifikan karena diIndonesia tidak mengenal stratifikasi kelas berdasarkan pada statussosial ekonomi, dan persepsi kelas secara subjektif tidak dikenal dalammasyarakat desa, khususnya dalam istilah Marxis. Jika dipahami,konteks kelas dalam masyarakat Jawa, mungkin dapat dijelaskandalam kerangka birokrasi, bukan dalam kontek Marxis.2 Orang-oranghanya mengenal dua pembeda mengenai individu dalam masyarakatyaitu wong cilik (orang kecil) dan wong gedhe (orang besar), yaitu orang-orang yang berkerja di birokrasi atau priyayi. Oleh karena itu, istilahseperti “kiri,” “liberal,” tidak dipahami dalam istilah tata bahasa diIndonesia.3

Melalui pendekatan Budaya, Clifford Geertz (1960) dalam pene-litiannya di Mojokuto Jawa Timur, menyusun kategorisasi masyarakatkedalam trikotomi yaitu Santri, Priyayi, dan Abangan. Penelitian jenisantropologi yang dilakukan Geertz di Mojokuto mulai Mei 1953sampai September 19544 ini menghasilkan konstruksi nalar Jawa yangsangat berpengaruh bagi perkembangan sosial, politik, dan budayadi Indonesia. Trikotomi Agama Jawa itulah yang sampai sekarang terusdisebut-sebut dalam wacana sosial, politik, dan budaya di Indonesiadan menjadikannya referensi induk atas upaya ilmuwan sosial dibelakangnya yang membedah tentang Jawa. Kekuatan utama Geertzmengungkap fenomena Agama Jawa adalah kemampuan mendes-kripsikan secara detail ketiga varian tersebut dan menyusun ulangdalam konklusi hubungan konflik dan integrasi yang logis dan utuhatas ketiga varian tersebut.

2 Lihat Afan Gaffar, Javanese Voters, A Case Study of Election Under s Hegemonic PartySystem, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1992. Hlm. 9.3 Hilang nya istilah kiri bisa ditelusuri kebelakang ketika massa Soekarno dan Soeharto. PartaiKomunis Indonesia (PKI) sebagai partai ‘kiri’ hilang di Indonesia setelah dihancurkannya padatahun 1965. Juga dengan ditekannya Partai Sosialis Indonesia (PSI) oleh Sukarno dan jugaSuharto. Dampak dari hilangnya elemen kiri ini, partai dengan ideologi yang programatik menjaditidak ada Karena itu, attachment agama atau attachment yang bersifat primordial lain menjadilebih dominan. Literatur mengenai sistem politik yang mapan, terutama di Eropa, selalumenampakan spektrum ideologis partai-partai politik yang konsisten: kiri-tengah-kanan. ‘Kiri’berarti mendukung peran negara yang dominan dalam ekonomi dan kesejahteraan (bersifatsosialistik, belum tentu sinonim dengan komunis), ‘tengah’ adalah moderat, dan ‘kanan’ adalahkelompok liberal yang berusaha mengeliminir peran negara (singkatnya tidak setuju subsidi danpajak yang tinggi misalnya) dan berusaha mengembalikan kapital lewat aktifitas masyarakat (pasar).4 Pengamatan Geertz tentang Mojokuto terkait profesi penduduk setempat, penggolonganpenduduk menurut pandangan masyarakat Mojokuto berdasarkan kepercayaan, preferensi

Page 7: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

7

Hasil perenungan Geertz sampai pada kesimpulan bahwa santriadalah kelompok muslim yang taat dalam menjalankan perintahagama. Bagi santri pada tahun 1950-an, taat terhadap agama berartimengupayakan agar Islam menjadi landasan atau asas bagi penge-lompokan politik, seperti parpol dan negara. Karena itu, mereka men-dirikan parpol berasas Islam, dan pada tahun 1950-an mereka jugamengupayakan agar Indonesia berasaskan Islam. Sebaliknya, Abanganadalah kelompok Muslim yang tidak taat menjalankan kewajibanagama Islam, apalagi memperjuangkan agar negara berasaskan Islam.Bagi Kelompok Abangan, Islam tidak penting dalam kehidupan sosial-politik. Dengan demikian tidak heran apabila kemudian kelompokAbangan lebih terbuka terhadap ideologi politik lain yang dominandi dunia pada waktu itu, yakni komunisme. Sementara Priyayi adalahkelompok Muslim yang secara kultural dekat dengan Abangan, namunyang membedakan mereka adalah dari cara berperilaku yang lebihhalus dan datang dari pegawai pemerintah.

Dikotomi yang terjadi antara Santri (tradisional) dan Abangan,dalam prakteknya keseharian tidaklah ekstrim, karena ada titik temu

etnis dan pandangan politik, dan ditemukannya tiga inti struktur sosial yakni desa, pasar danbirokrasi pemerintah yang mencerminkan tiga tipe kebudayaan: Abangan, Santri dan Priyayi.Struktur sosial desa biasanya diasosiasikan kepada para petani, pengrajin dan buruh kecil—yang penuh dengan tradisi animisme seperti upacara slametan, kepercayaan terhadap makhlukhalus, tradisi pengobatan, sihir dan magis menunjuk kepada seluruh tradisi keagamaan Abangan.Sementara pasar terlepas dari penguasaan etnis Cina yang tidak menjadi pengamatan Geertz—diasosiasikan kepada petani kaya dan pedagang besar dari kelompok Islam berdasarkan kondisihistoris dan sosial di mana agama Timur Tengah berkembang melalui perdagangan, dan kenyataanyang menguasai ekonomi Mojokuto. Mereka itulah yang memunculkan subvarian keagamaanSantri. Terakhir adalah subvarian Priyayi. Varian ini menunjuk pada elemen Hinduisme lanjutandari tradisi Keraton Hindu-Jawa. Sebagaimana halnya Keraton (simbol pemerintahan birokratis),maka Priyayi lebih menekankan pada kekuatan sopan santun yang halus, seni tinggi, danmistisisme intuitif dan potensi sosialnya yang memenuhi kebutuhan kolonial Belanda untukmengisi birokrasi pemerintahannya. Metode kerja yang dipakai Geertz dalam pengumpulandata-data selama penelitiannya di Mojokuto, kota kecil di Jawa Timur, adalah penguasaanbahasa lokal, pemanfaatan banyak informan lokal, pembagian tugas dengan tim peneliti lain,pendalaman topik-topik tertentu yang membutuhkan detail, dan pengumpulan data-data statistik.Dan bagian terbesarnya digunakan untuk kegiatan observasi-partisipatif. Prinsip kerjanyaberdasarkan proposisi bahwa ahli etnografi itu mampu mencari jalan keluar dari datanya, untukmembuat dirinya sendiri jelas agar para pembaca dapat melihat sendiri bagaimana tampaknyafakta-fakta itu, dan dengan demikian bisa menilai kesimpulan dan generalisasi ahli etnografi itusesuai dengan persepsi aktualnya sendiri (hal. 9). Meskipun Jawa adalah Jawa yang stereotippenunjukannya jelas, namun perhatian Geertz mengungkap adanya varian agama Jawa lebihkepada adanya kompleksitas masyarakat Jawa.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 8: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

8

diantara kedua kutub tersebut. Baik Santri maupun Abangan, kedua-duanya adalah Islam, sehingga dalam kehidupan praktis keagamaanada momen dan aktivitas yang mempersatukan mereka terutama padakelompok Santri Islam Tradisional (warga Nahdliyin).5

=====================================================Ortodoks Ortodoks

Modern Tradisional Sinkretis____________________________________________________________

Santri Abangan

Sumber: Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional, Islam, DanPemberontakan, Kasus Darul Islam Jawa Barat, Jakarta: PustakaUtama Grafiti, 1990.

Lebih Jauh Karl D. Jacktion (1978) menempatkan varian Santrikedalam dikotomi Modernis dan Tradisionalis ortodok, dan varianlainnya ditempatkan sebagai sinkretis. Dalam hal ini kelompokModernis secara politik direpresentasikan oleh Masyumi, PMI (PartaiMuslimin Indonesia), dan Muhammadiyah, sementara Tradisionalisortodok direpresentasikan oleh Nahdatul Ulama.6

Format politik aliran sebagai mana dikemukakan Geertz, bisaditelusuri ketika ia mendiskusikan hubungan antara agama dan politikdengan santri jawa di mojokuto sebagai berikut:

5 Peneliti melakukan observasi kedalam masyarakat yang merepresentasikan dari kelompokAbangan dan Santri. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa baik mereka yang Abanganmaupun yang Santri pada acara ritual keagamaan seperi acara tahlilan, yasinan, kajatan, acarakematian mereka bersatu. Apalagi dalam acara kematian, baik yang Abangan maupun yangSantri melakukan kerja sama dan sebenarnya masyarakat Abangan secara tidak langsung dalamacara-acara seperti kematian dan perkawinan mau tidak mau harus bekerja sama dengan yangSantri untuk mengurus upacaranya. Yang membedakan mereka adalah pada pelaksanaan ajaranIslam seperti shalat, puasa atau naik haji. Bagi yang Abangan, umumnya mereka tidak menjalankanshalat dan puasa dalam bulan Ramadhan, apalagi melakukan ibadah Haji. NU mampumenciptakan mekanisme inklusi sosial yang smooth. Orang Abangan masuk dalam komunitasSantri secara halus tanpa harus melepas identitasnya semula. Sebab pada praktiknya di desa-desa, mereka hampir tidak pernah mempermasalahkan secara vulgar apakah sholat lima waktuatau tidak; puasa penuh di bulan ramadhan atau tidak. Meski hampir selalu ada ceramah agamadi dalam forum tahlilan, namun tidak dalam seruan yang keras.6 Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional, Islam, Dan Pemberontakan, Kasus Darul IslamJawa Barat, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990.

Page 9: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

9

He went on to talk about the ideology and said that Islammeans slamet (well being). Thus Islam means to wish in theheart intensely so as to reach slamet. He said (the Islamic Leader):‘if we want a slamet life we must go by the Islamic ideologywhich is based on the Koran and Hadist. To do this.... westruggle in three arenas in the home, in society, and in politics.Politics concerns with how we will be able to group the state.This must be done both by revolt by election. And if be done notby revolt but by election. And if the state police, the civil service,the national radio, the national news paper...and obviously thiswill be much faster than merely struggling in the home. Thechange one person can make in twenty years of effort in thehome can be made one year through politics”.7

Dengan demikian sangat dipahami apabila orang santri melihathubungan antara agama dan politik bagaikan hubungan manis dangula seperti Kyai Besar Isya Anshari kemukakan.8 Alasan bahwa Islammerupakan petunjuk yang lengkap bagi dunia modern; ini meliputiseluruh aspek kehidupan manusia. Bagi seorang santri untuk menja-lankan Islam secara lengkap mereka harus juga mendukung organisasisosial politik yang dapat mendukung nilai-nilai Islam dalam masyarakat.

Dalam pandangan tersebut diatas kita dapat melihat bahwafaktor relogio-kultural dapat menjadi dasar identifikasi untukseseorang dengan partai politik tertentu. Santri akan mengidentifikasimereka dengan partai politik yang merefleksikan nilai-nilai ajaranagama, atau paling tidak dengan sebuah partai yang memperjuangkanpelaksanaan nilai-nilai keislaman dalam masyarakat, sementaraabangan akan cenderung mengidentifikasikan diri dengan partaipolitik yang punya pandangan sekuler dan paling tidak menunjukkanbudaya abangan atau merefleksikan non-Islam/orientasi politik non-santri.

7 Clifford Geertz, The Religion of Java ( Glencoe, Illiones: The Free Press,1960), p. 368.8 Alan Samson, Religious Beleifs and Political Action in Indonesia Islamic Modernism, in R.William Liddle, ed., Political Participation in Modern Indonesia (Yale University SoutheastAsia Studies, Monograph Series, 1973).

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 10: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

10

2. Potret Aliran Di Tengah Masyarakat MalangDi tinjau dari segi keberagamaan, khususnya pemeluk Islam,

masyarakat Kota dan Kabupaten Malang terbagi ke dalam dua kelom-pok besar yaitu kelompok masyarakat yang tingkat keberagamaannyaminimal (Abangan), dan masyarakat dengan tingkat keberagamaanyang taat (Santri). Lebih jauh, dalam kelompok masyarakat Santriterbagi lagi ke dalam dua kelompok yaitu Santri Modernis dan SantriTradisional. Santri Modernis9 biasanya diidentikan dengan Muham-madiyah, sementara Santri Tradisional diidentikan dengan NU.

Sebagaimana umumnya Daerah di wilayah Provinsi JawaTimur, Malang memiliki banyak pondok pesantren, mulai dari yangtradisional sampai pesantren modern.10 Pesantren tidak hanya tempatuntuk melakukan transfer ilmu keagamaan, namun juga sekaligusmewariskan kultur kepada Santri dan masyarakat dilingkunganpesantren itu. Dalam kultur pesantren, kyai merupakan tokoh sentralsekaligus figure kharismatik yang segala perkataan dan perbuatanmenjadi contoh dan panutan masyarakat. Legitimasi religius yangdimiliki oleh sosok kyai, secara sosial sangat penting dalam menjaminketertiban dalam masyarakat, namun karena sifat kepemimpinannyayang patron-client sangat sulit untuk menumbuhkan kehidupandemokratik yang menjamin adanya independensi dari Pemilih.

Walaupun kultur masyarakat Santri kelihatan semarak, namunsisi lain masyarakat Kota dan Kabupaten Malang masih banyak sekaliperilaku abangan. Bahkan dalam realitasnya, antara mereka yangtergolong Santri dibanding dengan Abangan, secara kuantitatif masihsedikit lebih banyak masyarakat yang teridentifikasi sebagai abangan.

9 Terkait dengan Santri Modernis di Kota dan Kabupaten Malang, yang paling menojol adalahMuhammadiyah, Al-Irsyad, dan Hijbutahrir, sementara Persis tidak begitu menonojol. Namundalam aktivitas politik Hijbutahrir tidak berperan aktif. Hijbutahrir berpendapat bahwa politiksekarang tidak cocok dengan syariat Islam, karena bagi mereka konsep khilafah paling sesuaidengan Islam. Hasil wawancara dengan salah satu anggota Hijbutahrir pada bulan Desember2008, di rumahnya di Taman Embong Anyar I Kabupaten Malang.10 Yang dimaksud dengan pesantren tradisional adalah pesantren yang dalam pengelolaannyasangat sederhana baik dari segi bangunan fisik maupun teknik pengajarannya. Umumnyapesantren tradisional ini sangat mengandalkan pada kyai dalam pengelolaan pesantren, sementarapesantren modern sudah baik dalam sarana dan prasarana maupun dalam sistem pengajaran,akan tetapi kultur pesantren masih melekat. Sebagai contoh Pesantren modern Al-hikam yangada di Jengger Ayam Lowok Kota Malang yang didirikan oleh Ketua Umum PB NU, KH.Hasyim Mujadi.

Page 11: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

11

Bukti nyata dari besarnya kaum Abangan ini, ketika pemilu, mayoritasdari masyarakat memilih partai Nasionalis, khususnya PDIP dalampemilu 1999 maupun 2004. Sementara, kalau dilihat dari sisi kultur,Santri yang banyak di temui di Kota dan Kabupaten Malang adalahSantri Tradisional yang umumnya berafiliasi dengan partai-partaiyang punya kedekatan secara sosiologis maupun historis denganorganisasi Islam Tradisional yaitu NU. 11

Selain punya banyak varian dalam perilaku keberagamaan,masyarakat Kota dan Kabupaten Malang juga punya keragamaandalam etnis, seperti Arab, Cina, Madura, Sunda, Bugis Makasar, ter-masuk etnis utamanya yaitu Jawa. Walaupun pluralitas etnis di Kotadan Kabupaten Malang tergolong tinggi, namun konflik horizontalyang melibatkan etnis boleh dibilang jarang terjadi.12 Walaupundemikian, masih terdapat sekat-sekat yang membatasi komunikasisosial dan politik antar etnis ini, sehingga perlu adanya pengembanganwacana multi-kulturalisme di Kota dan Kabupaten Malang.13

Disamping mempunyai tingkat keragaman sosial, ekonomi,budaya, suku/ras, dan agama yang tinggi, Malang juga mempunyailetak geografis yang upayas bagi pertahanan dan keamanan sertafaktor historis politis yang penting khususnya masa Orde Lama. Oleh

11 Pada pemilu 1999 dan 2004 umumnya kelompok Santri Tradisional di Kota dan KabupatenMalang berafiliasi dengan Partai Kebangkitab Bangsa. Hal ini bisa dibuktikan dari kemenangansignifikan PKB dibanding dengan partai-partai lain yang punya kedekatan dengan NU.12 Menurut hasil observasi penulis, selama tinggal di Malang, etnis pendatang yang palingdominan adalah etnis Madura. Kelompok etnis ini tidak hanya berhasil masuk dan sukses didunia perdagangan, namun juga di bidang politik, birokrasi, dan pendidikan. Di bidang pendidikanmisalnya di Unibraw, pimpinan tertingginya, hampir tidak pernah diganti oleh orang selain darietnis madura, di birokrasi pemerintahan, pada tahun 2002 sampai dengan 2008, dan di KabupatenMalang Wakil Bupati peride 2005-2010 yang sekaligus sebangai Ketua DPD Golkar termasuketnis Madura. Menurut saya, yang menjadikan etnis Madura bisa diterima di Kota danKabupaten Malang, walaupun ada resistensi secara laten akibat perilaku yang sedikit agresif,dikarenakan adanya kesamaan agama dan kesamaan kultur yaitu kultur pesantren yang sangatmenghargai kyai.13 Wacana multikulturalisme, khsusunya mulai pasca reformasi sebenarnya sudah banyakdilakukan baik oleh generasi muda NU maupun Muhammadiyah. Generasi NU dalampengembangan Multikulturalisme ini dilakukan dengan membuat sekolah demokrasi, sementaragenerasi muda Muhammadiyah banyak dilakukan di Kampus-kampus dengan menyelenggarakanberbagai seminar dan diskusi yang melibatkan berbagai tokoh dari beragam agama. Hasil observasiterhadap generasi muda NU yang dimotori aktivis PMI dan pemuda Muhammadiyah di Kotadan Kabupaten Malang.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 12: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

12

karena itu Kota dan Kabupaten Malang menjadi tolak ukur keamanandan ketertiban baik di tingkat regional Jawa Timur maupun Nasional.Kondisi tersebut membawa Malang menjadi tempat bagi lokasipenempatan kekuatan militer dan pemusatan latihan.14

3. Fondasi Sosial Budaya Yang Menopang Berkembangnya PolitikAliran di Malang

Kota dan Kabupaten Malang merupakan bagian dari wilayahprovinsi Jawa Timur. Berdasarkan karakter budaya yang dimilikinya,provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi 10 wilayah kebudayaan,yaitu tlatah kebudayaan besar ada empat; Jawa Mataraman, Arek,Madura kepulauan, Pandalungan. Sementara tlatah yang kecil terdiriatas Jawa Ponoragan, Samin (sedulur Sikep), Tengger, Osing (Using),dan Madura Kangenan (Ayu Sutarto, 2004).15 Masing-masing kelompoketnik tersebut memiliki identitas masing-masing, disamping keung-gulan atau kelebihan baik yang terkait dengan produk maupun kinerjakulturalnya.

Tlatah kebudayaan Jawa Mataraman berada di sebelah barat.Wilayahnya paling luas, membentang dari perbatasan Provinsi JawaTengah hingga kabupaten Kediri. Wilayah ini mendapat pengaruhkuat dari kerajaan Mataram, baik pada masa Hindu-Budha maupunera kesultanan Mataram Islam yang berpusat di Yogyakarta danSurakarta. Karena itu wilayah ini mempunyai kemiripan denganbudaya masyarakat Yogyakarta dan Surakarta. Wilayah BudayaMataraman dibagi lagi menjadi Mataraman Kulon, MataramanWetan, dan Mataraman Pesisir. Pembagian ini didasarkan pada jejaksejarah dan budaya lokal yang berkembang. Ciri yang paling mudahuntuk mengenali ketiga wilayah Mataraman ini bisa dikenali melaluibahasa yang dipergunakan. Dari segi kedekatan budaya dengan Jawa

14 Beberapa instalasi militer yang ada di Kota dan Kabupaten Malang, antara lain Korem 083Baladhika Jaya, Kodim Kota, Kodim Kabupaten, Ajudan Jenderal Kodam, Resimen IndukMilliter Kodam V Brawijaya, Hukum Kodam Brawijaya, Dodik Bela Negara Kodam Brawijaya,Bataliyon Pembekalan dan Angkutan Divisi 2 Kostrad, Bataliyon Infanteri 512/QY, PerhubunganKodam V Brawijaya, Bataliyon Altileri Medan I, Divisi Infanteri 2 Kostrad. Bataliyon KavaleriSerbu, Bataliyon Infanteri 502 Kostrad, Brgadir Infanteri 18 Kostrad. Hasil Observasi selamapenelitian ini dilaksanakan di Kota dan Kabupaten Malang.15 Untuk lebih lengkapnya lihat Ayu Sutarto, Sekilas Tentang Masyarakat Pandalungan, http//catalogue.nla.gov.au

Page 13: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

13

Tengah, Mataraman Kulon lebih kuat. Bahasa jawa yang diperguna-kan lebih halus jika dibanding dengan bahasa Jawa MataramanWetan, yang wilayahnya bekas Keresidenan Madiun.

Samping Timur Mataraman merupakan tlatah budaya Arek.Sisi Timur Kali Brantas menjadi batas antara wilayah Mataramandan Arek. Tlatah budaya Arek membentang dari utara ke Selatan,dari Surabaya hingga Malang. Setelah industrialisasi masuk, menjaditempat tujuan bagi pendatang yang menjadikannya daerah ini sebagaitempat peleburan budaya di Jatim. Meski luas wilayahnya hanya 17%dari keseluruhan luas Jatim, hampir 49% aktivitas ekonomi Jatim adadi wilayah arek. Dengan demikian budaya Arek ini merupakan sentuhandari aneka kultur baik lokal maupun asing, dan membentuklahkomunitas Arek. Masyarakat yang berkultur Arek ini terkenal dengansemangat juang tinggi, mempunyai solidaritas kuat, terbuka terhadapperubahan, mau mendengarkan saran orang lain, dan mempunyaitekad dalam menyelesaikan segala persoalan melalui cara yok opoenake, ( baca: solusi agar sama-sama senang).

Komunitas budaya terbesar ke tiga adalah Madura.16 Wilayah-nya adalah Madura. Karakteristik kultur warganya pun berbedadengan masyarakat di tlatah Mataraman. Menurut Kuntowijoyo(2002), keunikan Madura adalah bentukan ekologis tegal yang khas,yang berbeda dari ekologis sawah di Jawa. Pola pemukiman terpencar,tidak memiliki solidaritas desa, sehingga membentuk ciri hubungansosial terpusat pada individual, dengan keluarga inti sebagai dasarnya.Karakteristik lingkungan dan budaya inilah yang membuat banyakorang madura berimigrasi ke daerah lain, terutama Jawa Timurbagian Timur. Oleh karena itu dari Jawa Timur bagian timur ini bisadikatakan sebagai tanah tumpah darah kedua orang Madura Pulau.Lingkungan bermukim orang Madura yang berdampingan denganorang Jawa, kawasannya disebut Pandalungan. Menurut Prawiroatmojo(1985), kata pandalungan berasal dari kata dasar “dhalung” artinyaperiuk besar. Wadah bertemunya budaya sawah dengan budaya tegalatau budaya Jawa dengan budaya Madura, yang membentuk budaya

16 Orang-orang Madura dikenal sebagai pekerja keras, tekun, dan ulet sehingga menarik perhatianPemerintah Kolonial Belanda (Sutjipto, 1983; Kusnadi, 2001) dalam Ayu Sutarto, SekilasTentang Masyarakat Pandalungan, http//catalogue.nla.gov.au

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 14: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

14

Pandalungan. Hasilnya, masyarakat yang berciri agraris-egaliter,bekerja keras, agresif, ekspansif, dan memiliki solidaritas yang tinggi,tetapi masih menempatkan pemimpin agama Islam sebagai tokohsentral. Daerahnya meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo,Bondowoso, Lumajang, dan Jember.17

Sementara wilayah di ujung Timur, yaitu Banyuwangi. Daerahini merupakan pertemuan tiga budaya yaitu Jawa, Madura, dan Osing.Budaya Osing merupakan warisan kebudayaan Kerajaan Blambangan(abad ke-12) merupakan sentuhan dari budaya Jawa Kuno dan Bali.Orang-orang Osing dikenal sebagai petani rajin dan seniman andal.Tari Gandrung merupakan simbol dari budaya Osing. Komunitasbudaya lainnya adalah Tengger dan Samin. Orang Tengger tinggaldi dataran tinggi Tengger dekat gunung Bromo. Mereka mepertahan-kan adat istiadat Hindunya, sedangkan orang samin tinggal di daerahBojonegoro yang berbatasan dengan Jawa Tengah.

Dalam peta budaya masyarakat Malang masuk dalam wilayah“Mataraman” akan tetapi secara kultural lebih banyak dan dekatdengan budaya “Arek”. Menurut sejarah kerajaan, Malang masukdalam daerah kekuasaan Kerajaan Mataram. 18 Oleh karena itu

17 Dalam konsteks geopolitik dan geokultural, masyarakat pandalungan merupakan bagian darimasyarakat tapal kuda. Masyarakat tapal kuda adalah masyarakat yang bertempat tinggal didaerah tapal kuda, yakni suatu kawasan di Provinsi Jawa Timur yang membentuk lekukanmirip ladam atau kasut besi kaki kuda. Kawasan ini memiliki karakteristik tertentu dan telahlama menjadi kantong pendukung Islam kultural dan kaum abangan. Pendukung Islam kulturaldimotori oleh para kyai dan ulama, sementara kaum abangan dimotori oleh tokoh-tokoh politikdan tokoh-tokoh yang tegabung dalam aliran kepercayaan. Secara garis besar ciri-ciri masyarakatpandalungan adalah sebagai berikut: 1). Sebagian besar agraris tradisional, berada dipertengahanjalan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri; dan tradisi dan mitos mengambiltempat yang dominan dalam kesehariannya. 2). Sebagian besar masih terkungkung tradisi lisantahap pertama (primary orality) dengan ciri-ciri suka mengobrol, ngerasani (membicarakan aiborang lain), takut menyimpang dari pikiran dan pendapat yang berlaku umum. 3). Terbukaterhadap perubahan dan mudah beradaptasi. 4). Ekspresif, transparan, tidak suka memendamperasaan atau berbasa basi. 5). Paternalistik: keputusan bertindaknya mengikuti keputusanyang diambil oleh para tokoh yang dijadikan panutan. 6). Ikatan keluarga sangat solid sehinggapenyelesaian masalah seringkali dilakukan dengan cara keroyokan. 7). Sedikit keras dantemparamental. Lihat Ayu Sutarto, Ibid.18 Oleh karena itu ketika membicarakan budaya arek tidak lepas dari kebudayaan mataraman,karena kerajaan Mataram juga memberikan kontribusi. Di antaranya, munculnya ragam bahasabertingkat karena munculnya raja-raja baru yang mendorong posisi mereka yang berbeda darirakyat jelata -terlepas dari dampak baik atau buruk. Hal itulah yang memunculkan perdebatansekaligus ambiguitas berbahasa dalam wilayah budaya Arek. Mataram berhasil menaklukkanSurabaya pada 1625 Masehi, setelah 30.000 orang Surabaya dihadapkan kepada 70.000 tentara

Page 15: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

15

masyarakat Malang memiliki produk kebudayaan yang tidak jauhberbeda dari komunitas Jawa yang tinggal di Surakarta dan Yogyakartayang juga merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Mataram. Masya-rakat Jawa Mataraman ini pada umumnya masyarakat yang tinggaldi wilayah Kabupaten Ngawi, Kabupaten dan Kota Madiun, KabupatenPacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten dan Kota Kediri, KabupatenNganjuk, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar,Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, danKabupaten Bojonegoro.

Dilihat dari pola kehidupan sehari-harinya masyarakat Malangmempunyai sebagaimana pola kehidupan seperti orang Jawa padaumumnya. Pola bahasa Jawa yang digunakan, meskipun tidak sehalusmasyarakat Surakarta dan Yogyakarta, mendekati kehalusan denganmasyarakat Jawa yang terpengaruh kerajaan Mataram di Yogyakarta.Begitu pula pola cocok tanam dan sistem sosial yang dianut sebagai-mana pola masyarakat Surakarta dan Yogyakarta. Pola cocok tanamdan pola hidup di pedalaman Jawa Timur, di sebagian besar, memberiwarna budaya Mataraman tersendiri bagi masyarakat ini. Sedangkanselera berkesenian masyarakat ini sama dengan selera berkesenianmasyarakat Jawa pada umumnya. Dalam masyarakat Jawa Mataramanini banyak jenis kesenian seperti ketoprak, wayang purwa, campursari, tayub, wayang orang, dan berbagai tari yang berkait dengankeraton seperti tari Bedoyo Keraton. Sementara, sebagai masyarakatyang mempunyai kultur areknya, masyarakat Malang dikenal mem-punyai semangat juang tinggi, terbuka terhadap perubahan, danmudah beradaptasi. Komunitas Arek juga dikenal sebagai komunitasyang berperilaku bandha nekat.19 Malang juga merupakan kota tujuan

Mataram. Di situlah awal hegemoni Kerajaan Mataran dengan segala konsekuensi budayanyadimulai. Pembukaan lahan untuk permukiman maupun untuk penanaman pohon yang bisadiperdagangkan merupakan awal terbentuknya kampung. Pada era kolonialis Belanda, kampungterbentuk sebagai manifestasi segregasi kelompok etnik agar mudah dikendalikan. Untuk lebihjelasnya lihat Autur Abdillah, Perjalanan Panjang Budaya Arek, Jawa Pos, Selasa, 30 Oktober 2007.19 Perilaku bandha nekat ini disatu sisi bisa mendorong munculnya perilaku patriotik, tetapi disisi lain juga menimbulkan sikap destruktif. Semenjak adanya kompetisi sepak bila Nasional(Liga Indonesia), perilaku bonek sangat bisa ditemui pada saat laga sepak bola yang melibatkankesebelasan AREMA. Para suporter Arema dalam mendukung tim kesayangannya sangat tinggi,namun juga kerap menimbulkan masalah karena sering terjadi tawuran bahkan tindakan destruktif.Hasil observasi pada pendukung kesebelasan Arema, ketika melakukan pertandingan di stadionGajayana Kota Malang, pada tahun 2004-2007.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 16: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

16

dari daerah lain seperti Gresik, Mojokerto, Jombang, Sidoarjo, Blitar,Probolinggo, Jember, dan sebagainya.

Melihat kenyataan tersebut di atas, Kerajaan Majapahit danMataram menjadi penting dalam membicarakan masyarakat Malangyang mempunyai kultur “arek”. Kerajaan Majapahit memberikankontribusi pada tiga hal: Pertama, bahasa tunggal yang tidak memilikitingkatan dalam berbahasa yang digunakan dalam wilayah budayaArek. Kedua, pola kekuasaan yang dipimpin atau diserahkan padawarga lokal. Ketiga, wilayah budaya Arek merupakan jangkar bagiMajapahit untuk menguasai wilayah lainnya di Jawa Timur dansekitarnya. Kerajaan Mataram juga memberikan kontribusi, sepertimunculnya ragam bahasa bertingkat karena munculnya raja-raja baruyang mendorong posisi mereka yang berbeda dari rakyat jelata,terlepas dari dampak baik atau buruk.20

Dalam peta wilayah budaya Jawa Timur, budaya Arek terletakdi sisi timur Kali Brantas. Dengan demikian, budaya Arek meliputiSurabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, Malang, termasukKediri dan Blitar yang dibatasi oleh Pare ke timur. Meski tidak bersifatmatematis, kedelapan wilayah tersebut—aliran Kali Brantas ketimur— menentukan lahirnya budaya Arek. Surabaya dan Malangdianggap sebagai pusat pusat budaya Arek, kedua wilayah tersebutmemiliki beberapa kesamaan. Pada masa pemerintahan kolonial,Belanda memperlakukan konstruksi arsitekturnya secara sama dalambeberapa hal, misalnya bentuk-bentuk bangunan dan nama daerah.21

Posisi Kota dan Kabupaten Malang menjadi pintu gerbang bagiarus informasi, pendidikan, perdagangan dari luar Malang, hal inimenyebabkan masyarakat Kota dan Kabupaten Malang relatif terbukadan heterogen. Yang menarik komunitas Arek ini dengan sikapketerbukaaannya itu bisa menerima berbagai model dan jenis kesenianapa pun yang masuk ke wilayah ini. Berbagai kesenian Tradisionalhingga modern cepat berkembang di wilayah ini. Kesenian Tradisional(rakyat) yang banyak berkembang di sini adalah Ludruk, Srimulat,wayang purwa Jawa Timuran (Wayang Jek Dong), wayang Potehi(pengaruh kesenian Cina), Tayub, tari jaranan, dan berbagai kesenian

20 Kompas, 21 Juli 2008.21 Ayu Sutarto, Sekilas Tentang Masyarakat Pandalungan, http//catalogue.nla.gov.au

Page 17: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

17

bercoral Islam seperti dibaan, terbangan, dan sebagainya. Sementarakesenian modern berbagai gaya, corak, dan paradigma berkembangpesat di Kota dan Kabupaten Malang. Seni rupa bergaya realisme,naturalisme, surialisme, ekspresionisme, pointilisme, dadaisme, daninstalasi berkembang pesat di wilayah ini. Begitu pula model teater,tari, musik, dan sastra kontemporer sangat pesat perkembangannyadi wilayah Arek ini. Sikap keterbukaan, egalitarian,22 dan solidaritastinggi itu mendorong berbagai kesenian macam apa pun bisaberkembang di Kota dan Kabupaten Malang sebagai wadah budayaArek.23

Di sisi lain, agama Islam menjadi nilai dasar sosial yang pentingdi Kota dan Kabupaten Malang. Dimana dalam struktur sosialmasyarakat Kota dan Kabupaten Malang, kyai ditempatkan menjadiaktor penting sekali dalam kehidupan masyarakat. Sistem pendidikanpesantren dan tradisi pendidikan pesantren, seperti sorogan dalampelajaran di pesantren menempatkan kyai menjadi agen penting darikehidupan sosial sosio-ekonomi masyarakat Kota dan KabupatenMalang. Oleh karena itu tidak heran apabila kesenian yang berkem-bang di wilayah Kota dan Kabupaten Malang banyak diwarnai nilai-nilai Islam. Mulai dari tari Zafin, Sandur, Dibaan, dan sebagainya.

Karena kyai dan pesantren ditempatkan sebagai posisi upayasdalam sistem sosial masyarakat Kota dan Kabupaten Malang, makakyai dan pesantren seringkali menjadi agen penting dalam masyara-kat. Bahkan dalam banyak hal kyai dan pesantrennya, secara kultural,bisa pula sebagai agen pembaharuan dalam masyarakat Kota danKabupaten Malang. Oleh karena itu banyak sastra modern yangdipengaruhi sastra Timur Tengah berkembang di sekitar pesantrendan kyai ini. Para penyair modern dan sajak-sajak modernnyaberkembang di sekitar komunitas Santri ini.

22 Ketika ditelusuri lebih jauh, budaya arek yang melatar belakangi budaya di kawasan Kota danKabupaten Malang lahir dari perpaduan berbagai aliran budaya: Hindu, Budha, Islam,Mataraman, Kristen, dan Kolonial. Perpaduan budaya tersebut, menurut Ratna IndraswatiIbrahim, cerpenis Malang, membuat orang Malang lebih egaliter, terbuka, toleransi, dan memilikirasa percaya diri yang tinggi. Keterbukaan sikap masyarakat arek semakin terlihat setelah KotaMalang berkembang menjadi kota pendidikan, pariwisata, peristirahatan, dan militer.www.siwah.com23 Kompas, 21 Juli 2008.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 18: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

18

Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila polahubungan sosial politik masyarakat Malang mempunyai corak yangdilandasi magis-religius, hal ini menjadikan wajah politik di wilayahKota dan Kabupaten Malang secara keseluruhan dapat di identikandengan langgam kekuasaan yang cenderung Tradisional, meskipunterjadi transformasi kekuasaan yang berulang akan tetapi mentalitaskultur kekuasaan masih dalam frame kekuasaan hamba–kawula.Kekuasaan yang seharusnya dilihat sebagai relasi antar manusia selaludipandang sebagai hak/nasib adi kodrati sehingga memunculkanbanyak paradoks kekuasaan yang banyak mengadopsi struktur peme-rintahan modern, yang oleh Weber dilukiskan sebagai neo-patrimonial.24

Banyak fenomena pemimpin yang mengklaim memiliki hubungangenetis dengan raja – raja kuno, pemakaian gelar – gelar kuno jugabanyak di lakukan untuk mendapatkan legitimasi kosmologis. Meskipuntidak sekental masyarakat “tapal kuda “ masyarakat Kota dan Kabu-paten Malang juga meletakkan para pemimpin agama dan tokohsebagai pemilik kekuasaan sosial secara informal.

Mayoritas penduduk Kota dan Kabupaten Malang secara riilberagama Islam. Ke-Islaman mereka terbagi ke dalam dua kelompok,pertama adalah kelompok Islam nominal dan kedua Islam yang taat,atau meminjam istilah Geertz (1960) sebagai Islam Abangan dan IslamSantri. Walau kedua kelompok ini sama-sama Islam namun dikarenakultur keberagamaannya berbeda maka dalam afiliasi politiknya puntidak sama. Kelompok Islam Santri memilih partai Islam, sementarakelompok Islam Abangan memilih partai Nasionalis. Dengan katalain, realitas aktualisasi aspirasi politik umat Islam Malang pada tataranempirik memperlihatkan sosok fenomena keberagaman kultur.

24 Konsep neo-patriomonial merujuk pada realitas politik sebuah negara yang telah mengalamitansformasi dalam bidang infra-struktur politik dari yang tradisional ke modern. Perkembanganinnfra struktur politik modern yang dipergunakan dalam kehidupan politik belum diikuti denganlunturnya budaya politik tradisional yang melingkupinya. Antara infra struktur politik modernyang dipakai (seperti partai politik, birokrasi) dan budaya politik tradisional berjalan seiring.Unsur yang menonjol dari beberapa rezim otoriter yang mampu mempertahankan stabilitasadalah bertahannya unsur-unsur tradisional yang tampak diwarisi dari masyarakat politik massapenjajahan. Proses modernisasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik telah membawa perubahanmendasar dalam masyarakat tradisional. Akan tetapi, diakui secara luas bahwa unsur-unsurmodern dari masyarakat yang sedang berkembang tidak selalu menggantikan elemen-elementradisional, dan memang gaya pikir dan perilaku tradisional tetap mempengaruhi bekerjanyainstitusi-institusi sistem tersebut.

Page 19: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

19

Sepanjang perjalanan sejarah perkembangan partai-partai politik danpengalaman pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), realitas ekspresipenyaluran aspirasi politik umat Islam tidak terkosentrasi ke dalamsatu wadah tunggal partai Islam, akan tetapi menyebar secara bervariasike berbagai saluran partai politik yang ada di panggung arena politiknasional.

Dilihat dari segi pendidikan, masyarakat Kota dan KabupatenMalang yang berpendidikan dan yang kurang berpendidikan prosentase-nya kurang berimbang. Masyarakat yang terdidik adalah masyarakatyang berada di kawasan sekitar Kota Malang, sedangkan masyara-kat yang berada di pinggiran umumnya kurang mengetahui tentangapa tujuan serta visi dan misi partai yang dipilihnya terkesan sepertimereka sekedar ikut- ikutan. Kyai dan tokoh masyarakat masih menjadisimpul pengendali terhadap pilihan politik masyarakat. Kondisi inimerupakan bagian dari ciri khas dari kultur masyarakat Jawa yangpatrimonial dengan pola sosial patron-clien.25 Maraknya kultur patrimonialdalam masyarakat Malang telah berimplikasi pada kehidupan politikyang cenderung sentralistik karena kurang ada ruang dari masyarakatuntuk mengekspresikan politiknya secara bebas.

Kyai atau ulama-ulama sebagai Patron yang dihormati dansekaligus menjadi panutan dalam kehidupan spiritualnya, merupakanbentuk pengejawantahan nilai-nilai penting dalam kehidupan pesantren.Hal ini secara tidak langsung diwariskan secara turun temurun, darigenerasi ke generasi yang terus diperkuat oleh berbagai macam ritualyang sekaligus sebagai pembeda dari kelompok lain. Mulai dari acaratahlilan, yasinan, dibaan, maupun acara khusus seperti wali-wali (ziarahke makam wali-wali), istighosa dan khususiya (doa bersama), ataupunkunjungan tetap tiap bulannya ke pesantren tertentu sekedar sowan(baca : bertamu) pada kyai-nya menjadi tradisi yang melembaga darikerajaan kyai. Dilihat dari sisi politik, kondisi ini merupakan lahan yang

25 Hubungan patron-client yang banyak terdapat di beberapa Negara Asia lainnya dan AmerikaLatin yang sangat menitik beratkan aspek material. Sebab dalam sistem bapakisme ini padaprinsipnya “bapak” atau “patron” menanggung pemenuhan kebutuhan sosial, material, spiritual,dan pelepasan pemenuhan kebutuhan emosional untuk para “anak buah” atau client. Faktorutama yang menentukan dalam “bapakisme” adalah hutang budi yang menimbulkan sikaphormat yang begitu tinggi dari “anak buah” kepada “bapak”. Dalam hubungan seperti ini maka“anak buah” tidak akan pernah mau menentang “bapak” sekalipun jelas diketahui bahwa “bapak”tidak benar.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 20: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

20

potensial bagi partai politik untuk menjadikannya sebagai basispendukung partai. Oleh karena itu sering kali menjadikan kyai dan paraulama dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untukmenggiring massanya ke partai politik tertentu.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pola afiliasipolitik seperti apa yang di kemukakan Geertz, dimana pemilih Santrimemilih partai Islam, pemilih Abangan memilih partai Nasionalis, danpemilih priyayi memilih Golkar masih tampak. Golongan masyarakatAbangan di Malang cukup banyak, walaupun Malang ini terkenaldengan masyarakat yang Islamnya cukup besar. PDI-P memilikipendukung yang cukup banyak yang dibuktikan dengan suara PDIPhasil pemilu 1999 dan 2004 yang signifikan dan hampir merata di setiapdaerah (Kabupaten Malang, Kota Malang). Di Daerah KabupatenMalang PDI-P meraih 510.450 suara (38,47%) pada pemilu 1999 dan357.008 suara (28,97%) pada pemilu 2004.26

Dengan demikian, walau kultur pesantren cukup kuatmempengaruhi kehidupan masyarakat Malang, namun tidak serta mertamenjadikan Malang sebagai basis partai Islam. Karakteristik MasyarakatMalang yang heterogen dengan kultur arek yang keras dan egalitariantelah menjadi tembok tebal bagi sebagian warga Malang dalam menahanpengaruh politik Islam yang datang dari kultur pesantren.27 Oleh karenaitu, walaupun mereka dalam kehidupan kesehariannya mereka bersatupadu dalam menjalankan ritual yang bercirikan Islam Tradisional sepertitahlilan, yasinan ataupun yang lainnya, namun dalam hal aspirasi politik

26 Hasil pemilu 2004, walaupun PDIP tetap menempati posisi pertama dalam perolehansuara, namun mengalami penurunan yang cukup besar. Data KPUD Kota dan KabupatenMalang hasil Pemilu 2004, dan data hasil pemilu 1999.27 Oleh karena itu menurut Hotman Siahaan, di wilayah budaya arek, kekuatan lebih egalitarian.Ia menunjuk kenyataan menarik hasil pemilu di Jatim dalam lima pemilu sejak tahun 1971.Hasil yang diperoleh PPP dan Golkar naik turun, tapi PDI menunjukkan garis turun tapimenunjukkan garis terus naik. Pada pemilu 1971, PDI hanya memperoleh 5,83% dan turunmenjadi 5,11% pada pemilu 1977, kemudian naik menjadi 6,58% (1982), dan 7,99% (1987)lalu melejit menjadi 15,97 persen (1992). Hasil yang diperoleh PPP pada pemilu 1971 sebanyak39,25%, kemudian turun menjadi 36,05 persen (1977), lalu naik sedikit menjad 36,64 persen(1982), lalu turun drastis hanya meraih 20,56 persen (1987) karena ada penggembosan olehNU. Kemudian naik lagi menjadi 25,21 persen (1992). Golkar meraih kemenangan besar padapemilu 1987 sebesar 71,45 persen, tapi turun drastis pada pemilu 1992 menjadi 58,82 persen.Hasil pada pemilu sebelumnya adalah 54,92 persen (pemilu 1971), 58,84 persen (1977),56,78 persen (1982). www.hamline.edu.

Page 21: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

21

mereka berbeda. Dalam sisi ritualitas keagamaan, masyarakat Kota danKabupaten Malang, dipermukaan memperlihatkan ciri-ciri masyarakatIslam, khususnya Islam Tradisional. Akan tetapi, dalam realitas politikmereka cenderung mengidentifikasikan dirinya ke partai Nasionalis,khususnya pada pemilu 1999 dan 2004 mereka berafiliasi ke PDIP. 28

Dalam lingkup yang lebih luas, kondisi tersebut dapat dijelaskanbahwa perilaku pemilih di Indonesia masih belum berubah dari polayang berkembang sejak Pemilu 1955. Masyarakat tetap menyalurkanaspirasi politiknya dengan basis ideologi, sedangkan kelompok masya-rakat yang rasional hanya hanya sedikit. Kondisi tersebut menyebab-kan berbagai konsep, visi, dan platform yang ditawarkan menjaditidak punya arti. Pada pemilu legislatif 5 April 2004, sejumlah partaimemperebutkan suara dari kelompok masyarakat pemilih yang sama,seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan PartaiGolkar yang memperebutkan kaum Nasionalis, Partai AmanatNasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) mencarisuara kaum Islam modern, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memperebutkan suarakelompok Islam Tradisional. Hal ini dikuatkan oleh pandanganIchlasul Amal (2004), bahwa hasil pemilu legislatif menunjukkandengan jelas asal-muasal suara yang diperoleh empat besar partaipemenang pemilu, Golkar, PDI-P, PKB, dan PPP. Keempat partai itumendulang suara dari kelompok Islam dan Nasionalis. Masyarakatmasih mencoblos partai berdasarkan aliran, budaya, dan agama.

Di Jawa Timur, termasuk wilayah Kota dan Kabupaten Malang,ciri sosial dan budaya berpengaruh terhadap pola afiliasi politik.Masyarakat Tlatah Mataraman dari sejak 1955 hingga 2004 selaluloyal kepada partai yang Nasionalis. Orang Mataraman tidak sukayang mencolok, misalnya Islam yang terlalu Islam, karena merekaanggap tidak Nasionalis. (Kompas, 21 Juli 2008). Sebaliknya, mayoritastlatah Madura dan Pandalungan lebih loyal kepada partai yangberbasis massa Islam Tradisional, NU (Orla), PPP (Orba), PartaiKebangkitan Bangsa (Orde Reformasi). Daerah dengan kultur Maduradan Pandalungan menempatkan Ulama dan Kyai dalam stratifikasi

28 Kenyataan seperti ini tidak salah apabila Malang dikatakan sebagai daerah “semangka”, yaitudaerah yang dipermukaannya hijau (Islam), namun di dalamnya merah (Nasionalis).

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 22: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

22

sosial tertinggi dan masih sekaligus menjadi panutan yang pengaruh-nya ikut merembes ranah politik. Dalam pemilu 1999 dimenangi olehPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang “merah”, danlima tahun kemudian, dalam pemilu 2004 PKB yang “hijau” unggul.29

B. Profil Umum Partai Politik Yang Lolos TresholdPada pemilu 1999 ada sekita 48 partai politik yang ikut berkompetisi

dalam pemilu, namun hanya ada enam partai yang lolos electoralthreshold 2,5% yaitu PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. PadaPemilu 2004, jumlah partai yang ikut pemilu menurun drastris men-jadi setengahnya (24 partai), dari keenam partai incumbent hanyaPBB yang tidak bisa lolos threshold 3% namun ada 2 partai yangbaru masuk yaitu PKS dan Demokrat. Pada pemilu 2009, partai politikmengalami peningkatan kembali menjadi 38 partai politik yang ikutkompetisi. Dari ke 38 partai ini, ada 9 partai politik yang lolosparliamentary threshold 2,5%, 7 partai incumbent dan 2 partai baruyaitu Gerindra dan Hanura.

1. Partai DemokratDemokrat merupakan partai baru dalam perpolitikan Indonesia.

Partai ini didirikan pada tahun 2001 oleh Soesilo Bambang Yudhoyonountuk memfasilitasi pencalonannya sebagai presiden. Sebagaimanaaturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum, bahwa untukmenjadi calon presiden harus didukung oleh partai politik, oleh karenaitu SBY mendirikan partai politik sendiri, dari pada masuk dalampartai politik yang sudah ada. SBY merupakan figure militer yangdikenal reformis yang mendorong diakhirinya keterlibatan militerdalam politik. Pada masa pemerintahan Megawati, SBY diangkatmenjadi Menteri Pertambangan dan Energi, dan pada masa Pemerin-tahan Gusdur menjadi Menteri Politik dan Keamanan (1999-2001).

SBY termasuk seorang nasionalis, baik dalam karir politik mau-pun militer, oleh karena itu Demokrat juga secara umum merupakanpartai yang tidak berbasis agama. Namun dalam hal pandanganideologi, Demokrat nampaknya ingin memberi ruang bagi semuagolongan agar bisa diakomodir. Oleh karena itu, Demokrat memper-

29 Lebih jelasnya lihat hasil rekapitulasi pemilu 1999 dan 2004 Provinsi Jatim, www.kpu.go.id

Page 23: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

23

kenalkan ideologinya dengan label “nasionalis-religius”. WalaupunSBY berasal dan punya kultur Jawa, namun dukungan terhadapDemokrat menyebar hampir diseluruh provinsi. Banyak dari kaderdan aktifis Demokrat yang berasal dari Golkar. Kinerja electoralDemokrat sejak didirikan dan ikut pemilu pertama kali 2004 sampaipada pemilu 2009 menunjukkan tren yang meningkat. Pada pemilu2004 perolehan suara Demokrat sebesar 7,4% dan pada pemilu 2009meningkat menjadi 20,8%.

2. Partai GolkarGolkar merupakan mesin politik rezim Orde Baru, sebagai

saluran komunikasi dan kontrol antara pemerintah dan rakyat, danjuga sebagai sarana distribusi patronase dan pengembangan sumberdaya. Golkar menjadi partai politik yang perolehan suaranya selalumenjadi mayoritas tertinggi dalam setiap lima tahun pemilu yangdilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto. Jatuhnya rezimSeoharto pada tahun 1998 menimbulkan krisis dalam internal Golkar.Banyak pemimpin teras partai keluar dari Golkar dan mendirikanpartai sendiri seperti Hartono (Partai Karya Peduli Bangsa, PKPB),Edi Sudrajat (Partai Keadilan dan Persatuan, PKP), dan Golkar harusmenerima kenyataan perolehan suaranya pada pemilu 1999 dan 2004hanya se-pertiga dari perolehan suara ketika masa rezim Orde Baru.Walaupun demikian, hal ini merupakan prestasi, mengingat gugatandan tantangan yang besar melanda partai ini menjelang reformasi.Hal yang menjadi keuntungan dari Golkar untuk tetap bertahan adalahkekuatan jaringan organisasinya yang besar dan dengan reputasisebagai partai yang dapat memberikan keuntungan kongkrit bagirakyat.

Golkar merupakan partai Nasionalis, dalam artian bahwa partaiini tidak mendasarkan diri pada agama tertentu. Akan tetapi sejumlahelemen Islam nampak sangat menonjol terutama dikalangan elitnyayang berlatar belakang HMI. Beberapa pimpinan Golkar merupakantokoh yang berlatar belakang pensiunan militer dan partai ini mene-kankan dukungannya pada tolerasi agama dan inklusif. Secara ideo-logis Golkar dapat dikatakan sebagai partai yang berideologi pemba-ngunan, menekankan pada kesuksesan pembangunan sosial danekonomi. Golkar mendapat dukungan yang tersebar diseluruh

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 24: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

24

provinsi, namun yang paling banyak pendukunganya datang dariprovinsi luar Jawa, terutama wilayah timur. Beberapa tokohnya sepertiJusuf Kalla yang merupakan wakil Presiden periode 2004-2009 danAgung Laksono Mantan Ketua DPR merupakan tokoh populer diGolkar yang berlatar luar Jawa bagian Timur.

3. PDIPPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), merupakan

partai yang punya akar historis panjang. Partai ini punya ikatandengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno,Presiden pertama Republik Indonesia. Selama pemerintahan Soeharto,PDI mulai dari tahun 1970an sampai pertengahan 1990an partai inimenjadi salah satu pilar demokrasi yang selalu ikut pemilu dengandua partai lainnya Golkar dan PPP, sebagai partai yang dilegalkanuntuk ikut pemilu. Namun ketika kepemimpinan PDI dipegang olehMegawati yang merupakan anak pertama dari Soekarno, pemerintahmulai resisten dengan PDI, dan pada tahun 1996, Megawatidiberhentikan dengan paksa dari Ketua Umum PDI melalui kudeta,yang terkenal dengan “kuda tuli”.

Seiring dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto, PendukungMegawati mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)dan pada pemilu 1999 menjadi partai terbesar dengan memenangan33,7% suara. Perolehan suara terbesar yang diperoleh PDIP tidak bisamenghantarkan Megawati sebagai Presiden, dan baru bisa menjadiPresiden setelah Gusdur di impeach akibat kasus korupsi. Namunkinerja pemerintahan Megawati tidak menunjukkan progress yangbaik, berbagai kebijakannya dianggap bertolak belakang dengankepentingan wong cilik, oleh karena itu pada pemilu 2004 performapartai ini mengalami penurunan dan harus menelan kekalahandengan perolehan suara 19% dikalahkan oleh Golkar dengan 21%.Dan pada pemilu 2009 PDIP turun lagi perolehan suaranya menjadi16,03%.

PDIP merupakan kelanjutan dari PNI yang didirikan olehSoekarno yang merupakan partai dengan basis ideologi nasionalis.Pandangan politik PDIP menekankan pada tiga hal: menjagapersatuan dan integritas Indonesia dari ancaman dalam dan luarnegeri; toleransi beragama dan kultur yang terbuka; berupaya

Page 25: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

25

memperjuangkan kepentingan masyarakat umum. Namun demikian,semua itu tidak secara jelas ditunjukkan dalam berbagai kebijakan,akan tetapi hanya bisa dilihat dari berbagai respon terhadap isusensitif yang muncul dari waktu ke waktu. Salah satu kebijakankontroversial yaitu Undang-Undang anti pronografi, yang dikeluarkantahuan 2008, dalam posisi ini PDIP menentang.

PDIP menerima dukungan dari hampir semua provinsi, akantetapi paling populer berada di Jawa dan Bali. Kekuatan utama PDIPada di figur Megawati, oleh karena itu dalam pemilihan Ketua Umumselalu terpilih, walau menjelang pemilu 2009 sudah ada faksi yangmenghendaki adanya perubahan kepemimpinan. Setelah SBY,mungkin Megawati merupakan tokoh yang paling populer dalamperpolitikan Indonesia, namun track record ketika Megawati menjadiPresiden dan lemahnya gagasan dan kemampuan intelegensi sertakurangnya generasi muda yang dipersiapkan untuk menjadipemimpin teras PDIP telah mereduksi performa partai. Oleh karenaitu berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan citra PDIP,namun dengan tetap mempertahankan Megawati sebagai KetuaUmum.

4. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)Partai Keadilan Sejahtera merupakan partai Islam yang telah

banyak menarik perhatian karena peningkatan spektakuler dalamperolehan suara. Pada pemilu 1999, partai ini maju dengan namaPartai Keadilan (PK), namun partai ini hanya mendapatkan 1,7%suara, namun pada pemilu berikutnya (2004) bisa meningkatkanperolehan suaranya hampir 4 kali lipat menjadi 7,3%, dan padapemilu 2009 menjadi 7,9%. Partai ini dipimpin oleh kader-kader yangpenuh semangat dan berlatar berpendidikan tinggi yang berasal darikader-kader organisasi mahasiswa Islam. Partai ini sukses mempergu-nakan organisasi dan teknik kampanye yang diperkenalkan demo-krasi Barat. Hal ini mendorong partai Islam lain untuk melakukanupaya serupa dengan merubah upaya kampanye yang lebih modern.Banyak yang memprediksikan bahwa partai ini akan menjadi salahsatu kekuatan partai Islam di Indonesia.

Walaupun dengan berbagai upaya pembaruan dari PKS, namunpartai ini tetap merupakan Partai Islam seperti partai yang telah lahir

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 26: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

26

sebelum pemerintahan Soeharto. PKS diidentikan dengan partai IslamModernis yang merupakan citra dari partai Masyumi yang lahir padatahun 1950an. Akan tetapi PKS juga telah berupaya untuk melakukanperbaikan citra sebagai partai Islam. Sedikit banyak kesuksesan yangdiraih pada pemilu 2004 berasal dari kampanye untuk memenangkanpemilih terdidik perkotaan dengan melontarkan isu korupsi danpemerintahan bersih. PKS banyak mendapat serangan dari lawanpolitiknya, yang dianggap punya agenda tersembunyi, untuk mene-rapkan syariat Islam dibalik citra toleran dan partai inklusif. Besarnyatantangan yang dihadapi dalam menggalang pemilih Islam, PKSberusaha untuk mengembangkan basis konstituennya. Oleh karenaitu, pada pemilu 2009, partai ini tidak lagi kelihatan sangat hijaukarena mengendorkan kampanye yang berbasis kepentingan Islam,bahkan dalam beberapa kasus tertentu menjadikan caleg dari agamalain seperti di Papua. Menjelang pemilu 2009, PKS juga membuat isukontroversial dengan mendukung mantan Presiden Soeharto sebagaipahlawan Nasional.

Pimpinan teras PKS tidak ada yang popoler sebagai mana partai-partai papan tengah atas lain, partai ini sangat menekankan padakinerja organisasi sebagai kekuatan dengan sistem kaderisasi yangbaik dan solid. Satu tokoh paling populuer adalah Hidayat Nurwahid,karena pernah menjadi Ketua MPR.

5. Partai Amanat Nasional (PAN)Partai Amanat Nasional didirikan oleh Amin Rais, seorang

tokoh reformasi dan paling berjasa dalam melakukan perubahankepemimpinan Orde Baru 1998. Amin Rais merupakan akademisi,dosen jurusan Hubungan Internasional UGM, dan juga mantan KetuaUmum PP Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar keduasetelah NU di Indonesia. Walaupun Amin Rais berlatar belakang IslamModernis, namun partai ini tidak di design untuk menjadi partai Islam.PAN berusaha menjangkau seluruh elemen masyarakat, khususnyakelompok menengah perkotaan. PAN pada pemilu 1999, kinerjaelectoralnya cukup menjanjikan dengan perolehan suara 7,1%.

Pada pemilu 2004 kinerja electoral PAN terus mengalamipenurunan, walaupun dari sisi perolehan kursi bertambah. Pada masakepemimpinan Soetrisno Bachir, PAN berusaha menghapus citra PAN

Page 27: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

27

sebagai partainya Muhammadiyah. Oleh karena itu banyak darikalangan kader yang berlatar belakang Muhammadiyah merasakecewa dan mendirikan partai baru yang bernama Partai MatahariBangsa (PMB). Menjelang pencalon presiden 2009, terjadi polemikdiinternal PAN, yang berakibat pada pergantian kepemimpinan dariSoetrisno ke Hatta Rajasa yang sekarang menjadi MenkoPerekonomian.

6. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)Partai Kebangkitan Bangsa didirikan oleh mantan Presiden

Abdurahman Wahid (yang lebih dikenal dengan Gusdur) tahun 1998.Walau didirikan setelah kejatuhan Soeharto, partai ini sebenarnyapunya ikatan historis dan sosiologis dengan partai yang didirikantahun 1950an yaitu Partai Nahdhotul Ulama sebagai representasi darikelompok Islam tradisional. Basis pendukung utama PKB merupakankelanjutan pendukung NU yang tersebar diseluruh Jawa Timur,utamanya di wilayah tapal kuda. Walaupun punya pendukung darikelompok Islam, PKB cenderung lebih di design sebagai partai nonIslam dengan asas Pancasila. Sebagaimana pendirinya yang sangatkonsen dengan pluralisme beragama, partai ini pun menekankanpentingnya keragaman budaya dan agama.

Walaupun PKB punya dukungan kuat di Jawa dan berhasilmendapatkan suara yang mengesankan pada pemilu 1999, namunpartai ini terus mengalami penurunan kinerja electoralnya akibatkonflik internal partai yang melibatkan Gusdur sebagai pendiri partaidengan para ketua umumnya, dan terus berlanjut sampai menjelangwafatnya Gusdur. Perpecahan terjadi mulai dari diberhentikannyaMatori Abdul Jalil, Alwi Sihab, Saefullah Yusuf, sampai MuhaiminIskandar yang merupakan keponakan Gusdur sendiri. Konflik Gusdurdengan Muhaimin sampai berlanjut di pengadilan, dan Gusdurdinyatakan kalah. Pada pemilu 2009 terjadi penggembosan olehGusdur dan putrinya Yeni Wahid yang mengakibatkan PKB kehila-ngan suara signifikan dengan perolehan suara 4,6%.

7. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)Partai Persatuan Pembangunan didirikan pada tahun 1973,

setelah Orde Baru membuat kebijakan fusi partai. Pada pemerintahan

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 28: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

28

Orde Baru dibawah Soeharto, hanya ada tiga partai yang boleh ikutpemilu yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Sebagian pemimpinnya berlatarbelakang Islam Tradisional NU, dan yang lain berasal Islam ModernisMuhammadiyah. Setelah Orde Baru bubar, sebagian konstituennyabanyak yang beralih ke partai lain, utamanya partai yang punyahubungan historis dengan NU seperti PKB. PPP berusaha menunjuk-kan karakter sebagai partai Islam dengan mempertahankan simbolka’bah sebagai lambang partai, mendorong dan mendukung diberla-kukannya piagam Jakarta. Partai ini pada pemilu 1999 cukup populerdengan posisi ke tiga dalam perolehan suara dan menjadikan HamzahHaz sebagai wakil Presiden mendampingi Megawati. Namun kinerjapartai ini terus mengalami kemunduran pada pemilu-pemilu berikutnya.Setelah Hamzah Haz, kepemimpinan PPP di pegang oleh SuryadarmaAli, yang menjadi menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

8. Partai Bulan Bintang (PBB)Partai Bulan Bintang merupakan partai Islam Modernis lain

selain PKS dan PAN. Partai ini punya hubungan historis dengan PartaiMasyumi, hal ini bisa dilacak dari para pendiri partai yang merupakanketurunan dari para tokoh Masyumi seperti Ahmad Sumargono,Yusril Ihza Mahendra. Oleh karena itu basis pendukungan PBB banyakdatang dari pemilih di luar Jawa sebagaimana Masyumi tahun 1955.

Pada pemilu 1999 PBB menjadi salah satu partai yang loloselectoral threshold 2,5%, namun pada pemilu 2004 partai ini dinyata-kan tidak lolos karena tidak memenuhi perolehan suara minimum3% sebagaimana ketentuan baru threshold walau suaranya mengalamipeningkatan. PBB sangat kental dengan ideologi Islam, sebagaimanayang terbaca dalam platformnya yang menjadikan Islam sebagai asaspartai.

9. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)Partai Gerindra didirikan oleh Prabowo tahun 2008 sebagai

sarana pencalonannya menjadi Presiden. Parbowo merupakan figuryang terkenal dan kuat ketika Orde Baru, sebagai mantan DanjenKopasus dan menantu dari Penguasa Orde Baru Soeharto. Namundemikian, Prabowo banyak dikaitkan dengan berbagai kasus HAMyang membuatnya tidak popoler dalam pemilihan Presiden, ketika

Page 29: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

29

mendampingi Megawati pada pemilu 2009. Kinerja electoral Gerindratidak se bagus pendahulunya Demokrat, partai ini pada pemilu 2009hanya memperoleh suara 3,0%. Menjelang pemilu 2009, Gerindrasangat banyak melakukan kampanye lewat media televisi denganmengusung isu kemandirian ekonomi yang banyak menyerangkebijakan SBY yang dianggap terlalu liberal dalam visi ekonominya.

10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)Partai Hati Nurani Rakyat merupakan partai lain yang didirkan

oleh mantan jenderal semasa Orde Baru. Partai ini didirikan olehWiranto yang juga didirikan dalam rangka mendukung pencalonansebagai presiden. Wiranto pernah menjabat sebagai Panglima ABRI,dan Menteri Pertahanan semasa Presiden Soeharto dan Gusdur,Wiranto merupakan rival dari Prabowo ketika menjelang berakhirnyapemerintahan Soeharto, dan juga punya bayang-bayang kasus HAM.Wiranto tidak punya dukungan finansial kuat sebagaimana Prabowo,akan tetapi mempunyai jaringan luas serta koneksi dengan parapensiunan dan para petinggi TNI. Dalam kampanyenya lebih meng-utamakan pemakaian caleg lokal yang potensial dari pada mempergu-nakan media massa. Oleh karena itu, dalam pemilu 2009 partai ini,walaupun lolos Parliamentary Threshold, namun kinerja electoralnyapaling buncit dengan perolehan suara 3,8%.

C. Pembilahan Politik Berbasis Aliran dan Kondisi Electoral1. Fragmentasi Politik Berbasis Aliran

Guna memetakan fragmentasi politik aliran, pertama-tamaperlu dikemukakan beberapa pemikiran yang telah dikemukakan olehpara tokoh politik maupun akademisi mengenai kategorisasi politikdi Indonesia. Dari kalangan politisi, Soekarno (1964) memetakanideologi partai politik ke dalam Nasionalis-Agama-Komunis(Nasakom), dimana kelompok Nasionalis diwakili oleh PNI, Agamaoleh Masyumi dan NU sedangkan Komunis direpresentasi oleh PKI.Dari kalangan akademisi, Feith dan Castles (1970) menyodorkanpembagian yang lebih kompleks untuk Sungai Budaya tahun 1950-an, yaitu, Nasionalisme radikal (PNI), Tradisionalisme Jawa (PNI-PKI-NU), Islam (NU, Masyumi), sosialisme demokratis (PNI-Masyumi) dankomunisme (PKI). Mencoba mengikuti Feith dan Castles, Dhakidae

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 30: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

30

(1999) membagi masyarakat ke dalam empat kelompok, yaitukelompok Nasionalis (PDI-P), Pembangunan (Golkar), Agama (PBB)dan Sosialisme (PRD). Sedangkan Suryadinata (2002) mengkristalkankembali pemikiran dan aliran politik yang ada ke dalam dua kategoribesar, yaitu, Pancasila dan Islam Politik (Political Islam).

Formulasi Feith (1970) yang mengungkap lima kutub aliran.Yaitu, Islam, Nasionalisme radikal, sosialisme, komunisme, danTradisionalisme Jawa. Tumbuhnya kelima aliran itu dipengaruhi olehdua sumber utama, yakni: khasanah Barat (modern) dan domestik(Hindu-Buddha dan Islam). Dari situlah mengejawantah heteroge-nitas partai. Feith melihat kelima aliran itu saling terkait (cross-cutting).Nasionalisme radikal dengan representasi PNI terkait dengan NU;Islam dengan representasi Masyumi bersama NU; TradisionalismeJawa dengan representasi Partindo terkait PNI dan NU; sedangkansosialisme demokrat dengan representasi PSI terkait Masyumi danPNI. Kecuali aliran komunisme yang diwakili PKI menjadi kutubterpisah sendiri. Pola penggolongan Feith tersebut tampaknya men-dobrak kesemerawutan pandangan ideologi yang kaku.30

Sebenarnya kategorisasi politik berbasis aliran seperti modelGeertz, Feith, dan Soekarno itu sudah banyak mendapatkan kritikkarena dianggap hanya mewakili potret masyarakat Jawa dan sejakkeruntuhan Orde Baru, model itu dianggap sudah tertinggal dariperkembangan politik kontemporer. Meski demikian, teori politikaliran bagaimanapun masih tetap dipakai sebagai kerangka perspektifdalam memahami basis pembilahan orientasi politik atau pengelompo-kan religio-sosial, serta hubungan sistem kepercayaan dan realitaspolitik. Begitupun dalam pembahasan disini, penulis akan memper-gunakan penglompokan politik model Geertz yaitu Islam vs Nasionalissebagai alat analisis.

30 Feith membagi tipologi parpol di Indonesia atas dasar ideologi politik. Paling kiri dianutPartai Komunis Indonesia, agak ke tengah (komunis Nasionalis) Partai Murba, ke kanan (sosialdemokrat) Partai Sosialis Indonesia (PSI), di tengah ada Nasionalisme kerakyatan Partai NasionalIndonesia (PNI), agak ke kanan ada partai-partai Islam modern (Masyumi dan Persis), Tradisional(NU), dan yang bertipe solidarity maker bercampur traders (PSII). Ada juga partai-partaiNasionalis kecil, seperti PIR (Partai Persatuan Indonesia Raya), Parindra (Partai IndonesiaRaya), PNI-Merdeka, SKI (Sarekat Kerakyatan Indonesia), Partai Buruh dan lainnya. Duapartai beraliran Kristen, Parkindo dan Partai Katholik, tidak dikategorikan partai agama, karenaKristianitas dan Nasionalisme berbaur hanya untuk menunjukkan eksistensi kaum minoritas.

Page 31: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

31

1.1. Partai Politik Islam31: Asal Usul, Isu, dan Basis KelompokPemilih

Kalau kita menengok ke belakang, sejarah berdirinya partaipolitik Islam di inspirasi oleh adanya keinginan untuk membentukwadah politik tunggal untuk perjuangan ummat Islam pasca kemerde-kaan 1945. Sesuai dengan manifestasi politik pemerintah yangditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta bulan November1945 semua golongan ummat Islam sepakat untuk membentuk suatuwadah politik tunggal yang bernama MASYUMI (Moh. SjafaatMintaredja, 1971).

Partai Politik Masyumi ini didukungan oleh organisasi-organi-sasi Islam besar seperti NU, Muhammadiyah, dan PSII. Akan tetapikebersamaan ketiga ormas Islam ini mengalami perpecahan dalammendukung Masyumi pada tahun 1948 dengan dibentuknya kembaliPartai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dibawah pimpinan ArudjiKartawinata, Abikoesno Tjokrosoejoso dan lain-lain. Kemudian padatahun 1953 disusul dengan keluarnya Nahdlatul Ulama (NU) danmenjadi partai politik sendiri. Sampai pemilu 1955 praktis basis kelompokpendukung Masyumi yang secara formal mendukung adalahMuhammadiyah. Walapun pada akhirnya, Muhammadiyah harusmenyatakan diri mundur dari keanggotaan istimewa Masyumisebelum partai ini dibubarkan pada tahun 1960.32

Isu yang muncul dari partai Islam sering berhubungan denganupaya pembentukan negara Islam dan pelaksanaan syariat. Dalamperiode pasca pemilu 1955, pertarungan ideologis di arena pemilujuga terjadi di arena parlemen ketika bersidang untuk menentukandasar Negara. Kelompok Islam mengajukan Islam sebagai DasarNegara, sementara Kelompok Nasionalis mengajukan Pancasilasebagai Dasar Negara. Guna menunjukkan kedekatan ideologisdengan kelompok Muslim, partai-partai Islam mendesain lambangpartai dengan simbol-simbol yang mencirikan nilai-nilai keislaman.

Dalam Pemilu 1955, secara Nasional, Partai Masyumi (Majelis

31 Yang dimaksud dengan parpol Islam dalam penelitian ini adalah parpol yang secara formalmencantumkan Islam sebagai asas partai dan parpol yang secara sosiologis punya kaitan denganIslam seperti PAN dan PKB.32 Untuk lebih jelasnya bisa dilihat, Moh. Sjfaat Mintaredja, Masyarakat Islam dan Politik diIndonesia, Jakarta, Permata Jakarta, 1971.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 32: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

32

Syuro Muslimin Indonesia) menempati peringkat kedua dalamperolehan suara pemilih (20,9%) dan NU (Nahdatul Ulama) mendu-duki urutan ketiga dengan perolehan suara pemilih (16,68%). Keduapartai ini dikenal sebagai partai politik berbasis Islam yang menonjoldiantara partai-partai Islam yang ada di panggung politik nasionalpada masanya. Partai-partai berbasis Islam lainnya seperti PSII (PartaiSyarikat Islam Indonesia), PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah),AKUI (Aksi Kemenangan Umat Islam) dan PPTI (Partai PersatuanTharekat Indonesia) jauh terpuruk dipapan bawah dan meraih suarasangat sedikit. Keempat partai Islam tersebut adalah partai-partaikecil yang dalam percaturan politik dipentas nasional tidak memilikiperanan dan suara yang signifikan dan posisi mereka berada diarenapinggiran saja.

Masa Demokrasi Terpimpin, kekuatan politik Islam mengalamikemunduran yang salah satunya disebabkan karena dibubarkannyaPartai Masyumi akibat menolak mendungkan ideologi Nasakom.Dengan memudarnya kekuatan politik Islam, menyebabkan partai-partai Islam menjadi terpinggirkan dari arena kekuasaan. Setelahmasa demokrasi terpimpin berakhir, dan Orde Baru tampil memegangkendali kekuasaan, umat Islam mempunyai harapan besar kembaliMasyumi. Harapan itu berubah menjadi kekecewaan karena “RezimOrde Baru tidak memperbolehkan Masyumi tampil kembali sebagaipartai politik. Sebagai gantinya, rezim Orde Baru mengizinkan berdiri-nya Parmusi”. Itu pun dengan catatan, tokoh-tokoh eks-Masyumidilarang terlibat dalam kepengurusan partai. Hal itu menunjukkanadanya niat awal untuk memarginalkan peran politik Islam.

Ternyata proses marginalisasi yang dilakukan rezim Orde Baruterhadap Islam politik terus berlanjut, yaitu dengan mengeluarkandeideologisasi. Dalam kebijaksanaan ini, partai-partai politik tidakdiperbolehkan menggunakan asas lain selain asas Pancasila. Akibatkebijaksanaan itu maka partai-partai politik tidak mempunyai pilihanlain. PPP terpaksa menanggalkan asas Islam dan menggantinyadengan asas Pancasila. Pemerintah Orde Baru mengiring Islam untukmenjadi agama yang hanya mengurusi ibadah dan soal-soalkemasyarakatan dan menanggalkah yang bersifat politik praktis. Halini ditunjukan dengan besarnya dukungan rezim Orde Baru dalamkegiatan umat Islam yang berhubungan dengan masalah ibadah dan

Page 33: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

33

kemasyarakatan, tetapi yang berkaitan dengan politik rezmim OrdeBaru membatasinya, bahkan melarangnya.

Memasuki era reformasi sistem kenegaraan Indonesia menga-lami perubahan yang mendasar, yaitu dari sistem politik otoriterdengan supremasi militer menjadi sistem politik demokrasi. Salah satuciri dari sistem politik demokrasi adalah kebebasan untuk membentukpartai politik. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila pascaOrde Baru partai politik tumbuh bak jamur di musim hujan, tidakhanya partai-partai yang berbasi Islam, tetapi juga partai-partaiberbasis Nasionalis. Dengan beragamnya partai politik yang munculdan berkembang di era reformasi, ada kecenderungan partai-partaitersebut menghadirkan ruh politik yang berkembang pada massa OrdeLama yaitu politik aliran.

Walaupun demikian, diantara elit-elit partai yang tergiur untukmengembalikan romantisme politik masa lalu, masih ada sebagianelit yang tidak merasa perlu untuk menghadirkan politik aliransebagaimana pernah ada. Di antara elit-elit tersebut, sebutlah AminRais dan Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Amin Rais membidanilahirnya Partai Amanat Nasional, sementara Gus Dur mendoronglahirnya Partai Kebangkitan Bangsa. Kedua partai ini walaupunsecara riil kekuatan massa pendukung ada dalam segmen pemilihIslam namun keduanya tidak mencantum kan Islam sebagai dasarPartai, melainkan Pancasila. Dan pada kenyaataannya terbuktibahwa pada pemilu 1999 maupun 2004 baik PAN maupun PKBsebagian besar suaranya diperoleh dari basis sosiologis masing-masing.PAN dari kelompok Islam Modernis, seperti Muhammadiyah danOrmas Islam Modernis lainnya, sementara PKB berasal KelompokIslam Tradisional yaitu NU.

Karena banyaknya partai politik yang mengatasnamakan Islam,atau pun partai politik yang berebut massa Islam. Pada akhrinya partaipolitik Islam tidak ada satu pun yang mempunyai suara signifikanpada pemilu 1999, termasuk PAN dan PKB. Bahkan pada pemilu2004 kedua partai politik ini mengalami kemunduran dalam haljumlah suara. Hal yang menarik dalam pemilu 2004 ini adalah muncul-nya Partai Keadilan Sejahtera yang pada pemilu 1999 bernama PartaiKeadilan. PKS mengalami peningkatan suara yang signifikan. PKS,berbeda dengan PAN dan PKB yang menyatakan dirinya sebagai partai

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 34: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

34

terbuka, dengan tidak menjadikan Islam sebagai dasar ideologi partai,PKS secara formal jelas mencantumkan Islam sebagai dasar ideologi partai.

Partai Islam yang ikut pemilu 1999 terdiri dari partai yang secaraeksplisit dan formal menyatakan diri sebagai partai Islam atau partaiyang didasarkan atas asas Islam, termasuk juga di sini adalah partaipolitik yang mempunyai akar sosiologis berdirinya partai. Dalampemilu 1999, yang secara formal menyatakan diri sebagai partai Islamadalah PPP, PBB, PK, PUI, PSII, PSII 1905, PNU, PKU, Partai PolitikIslam Masyumi, Partai Masyumi Baru, KAMI, PP, dan yang secarasosiologis masuk kedam partai Islam adalah PAN dan PKB.Sementara partai-partai Islam yang secara sosiologis berakar dalamorganisasi sosial keagamaan Islam seperti NU dan Muhammadiyahadalah PKB dan PAN. PKB adalah partai yang didirikan oleh paraelite NU di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid. Walaupunsecara formal NU tidak menyatakan PKB sebagai partai NU, namundi bawah kepengu-rusan Gus Dur, sebagian besar elite dan pengurusNU mendukung dan duduk dalam kepengurusan PKB. Pada pemilu2004 partai Islam, terdiri dari Partai Bulan Bintang, Partai PersatuanPembangunan, partai Keadilan Sejahtera, dan partai BintangReformasi, PAN dan PKB.

Sementara itu PAN didirikan oleh sejumlah aktivis dan intelek-tual dengan latar belakang keagamaan lebih beragam. Karena itusejak awal partai ini mengklaim dirinya sebagai partai terbuka yangpunya komitmen terhadap pluralisme keagamaan. Tapi kepemim-pinan Amien Rais dan sejumlah figur di jajaran elite PAN membuatpartai ini secara sosiologis cukup mudah diidentikan dengan umatIslam yang berafiliasi dengan ormas Islam terbesar kedua, yakniMuhammadiyah. Karena itu cukup beralasan kalau partai ini secarasosiologis juga dimasukkan ke dalam kategori partai Islam.

Partai Islam yang ikut kontes dalam pemilu 2004 berjumlah 7partai, terdiri dari Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional,Partai Bintang Reformasi, Partai Persatuan Pembangunan, PartaiPersatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera,Partai Bulan Bintang.

Memasuki pemilu 2004, terjadi semacam restorasi, di manapartai-partai yang semula dikenal “hijau” mulai mencoba untukmenampilkan wajah Nasionalis dengan mereduksi isu-isu penegakan

Page 35: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

35

Syariat Islam dan Negara Islam dalam kampanyenya, sebagaimanadilakukan PKS. Ketika masih bernama Partai Keadilan (PK), denganmengusung isu Islam partai ini tidak mendapatkan suara yangsignifikan dalam pemilu 1999. Di Parlemen hanya memperoleh 7 kursi.Namun setelah melakukan pembenahan Partai Keadilan Sejahtera(PKS) di mana isu yang diluncurkan lebih riil dan menjadi dambaanmasyarakat, seperti penegakan keadilan dan pemberantasan korupsidengan semboyan “bersih dan peduli”, PKS yang pada pemilu 1999hanya menadapat 7 kursi, pada pemilu 2004 menjadi 45 kursi.

Hasil Pemilu Legislatif 2004, dari 24 partai yang ikut menjadikontestan pemilu, sebanyak 17 partai politik mendapat kursi di DPRRI. Dari tujuh partai Islam yang berlaga pada pemilu kali ini, tigapartai mengalami penurunan dukungan suara (PPP, PKB dan PAN)dan dari tiga partai politik lainnya meningkat, yakni PKS, PBB, danpartai persatuan Nahdatul Ummah Indonesia (PPNUI). Satu partailagi adalah pendatang baru, yaitu Partai Bintang Reformasi (PBR).

Pada pemilu 2004, partai Islam Modernis diwakili oleh PANyang inklusif, sementara yang Konservatif diwakili oleh PBB yangeksklusif. Di sisi lain partai Islam Tradisionalis diwakili oleh PKB yanginklusif dan PNU yang eksklusif. Perkembangan selanjutnya, nampakada kecenderungan partai-partai Islam membuka diri ke segmenmassa yang lebih lebih luas, sebagai contoh PKS yang sudah membukadiri kepada luar yang bukan dari kalangan Santri.

Pada pemilu 2009, yang dapat terdeteksi sebagai partai Islamumumnya merupakan partai yang sudah pernah ikut dan bergantinama, atau partai Islam yang lulus threshold. Diantara partai-partaiIslam yang ikut pemilu 2009 antra lain PBB, PKS, PAN, dan partaibaru PMB merupakan partai berbasis Islam modernis, sementara yangmewakili partai Islam tradisional adalah PKB, PPP, dan PKNU yangmerupakan partai lama dengan baju baru ( the old wine in the new bottle).

1.2. Partai Nasionalis: Asal Usul, Isu, dan Basis Kelompok PemilihPartai politik berbasis ideologi Nasionalis, pada masa Orde Baru

identik dengan PNI. Sementara PNI pada masa Orde Lama meru-pakan representasi dari kelompok priyayi, sementara PKI menjadirepresentasi kelompok abangan. PNI atau Partai Nasional Indonesiamerupa-kan partai politik tertua di Indonesia. Partai ini didirikan

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 36: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

36

pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesiadengan ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo,Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Bung Karnomerupakan simbol dari partai Nasionalis ini.

Dalam perjalanan politiknya Soekarno banyak mengalamibenturan – benturan dengan kalangan Islam, dimana polemik yangpaling tajam adalah seputar dasar negara dengan tokoh paling terke-muka kalangan Islam saat itu, Mr. Mohammad Natsir. Partai NasionalisIndonesia (PNI) cukup mendapat sambutan, hal ini dibuktikan denganhasil pemilu 1955 yang meraih suara signifikan dibanding denganpartai-partai lainnya. Dari empat besar perolehan suara pada pemilu1955 PNI mendapatkan 22,3% suara, Masyumi 20,9% suara, NU18,4% suara, dan PKI mendapat 16,4% suara. Dengan melihat kekua-tan empat besar partai pemenang pemilu menunjukkan adanyakekuatan yang seimbang antara partai Islam berbanding dengan partaiNasionalis plus Komunis, dengan rasio 39,3% berbanding 38,7%,dengan selisih hanya 0,6%. Sementara peroleh kursi di Parlemen, PNImendapat 57 kursi, Masyumi 57 kursi, NU 45 kursi, dan PKI mendapat39 kursi.

Memasuki periode Orde Baru, pemerintah berusaha menyeder-hanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknyaPartai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dandianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintahini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkantumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Dalam pengelompokan ini ada partai yang merasa tidak pasmasuk kedalam kelompok spiritual yaitu Partai katolik dan Parkindo,akhirnya mereka memutuskan untuk bergabung dengan kelompokNasionalis.33 Akhirnya pada tanggal 4 Maret 1970 terbentuk kelompok

33 Situasi pada saat itu tidak memberikan pilihan lain bagi parpol kecuali mempusikan diri.Kelompok Nasionalis yang disebut kelompok Demokrasi Pembangunan menjadi PartaiDemokrasi Indonesia pada tanggal 10 januari 1973. Sedangkan kelompok persatuan menjadiPartai Persatuan Pembangunan. Sejak saat itu Indonesia mempunyai sistem tiga partai, yaitu:Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan partai Golongan Karya.Walaupun dalam komunikasi politiknya Golkar tidak mau menyebutkan dirinya sebagai partaipolitik, dalam setiap pemilu yang dilaksanakan pada masa Orde Baru selalu mencantumkandirinya hanya Golkar tanpa di embel-embeli dengan partai.

Page 37: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

37

Nasionalis yang merupakan gabungan dari PNI, IPKI, Murba,Parkindo, dan Partai katolik. Selanjutnya pada tanggal 14 MaretTahun 1970 terbentuk kelompok spiritual yang terdiri dari NU,Parmusi, PSII, dan Perti. Penyederhanaan (baca: penciutan) barutuntas pada tahun 1972. Partai-partai Islam seperti NU, Parmusi, Perti,dan PSII dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Sedangkan Partai Katolik, Parkindo, IPKI, PNI, dan Murba menjadiPartai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan demikian, organisasi politikyang mengikuti pemilu tahun 1977 tinggal tiga. Bersamaan denganitu, akar partai di tingkat desa dan kecamatan diputus, dan hanyadiizinkan sampai daerah tingkat Kota atau Kabupaten (floating mass).

Pada pemilu 2004, partai Nasionalis berjumlah 16 partai yangterdiri dari Partai Sarikat Indonesia, Partai Golkar, Partai Karya PeduliBangsa, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai PatriotPancasila, Partai Demokrat, Partai Persatuan Daerah, Partai Merdeka,Partai Indonesia Baru, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan. PDI-P, PNBK, Partai Pelopor, PNI Marhaenisme, Partai Penegak DemokrasiIndonesia, Partai Buruh Sosial Demokrat.

Partai-partai tersebut berorientasi Nasionalis lintas agama, danmasing-masing berasas Pancasila. Dilihat dari sosiologi elite partai-partai ini sangat pluralistik dilihat dari kategori Islam versus non-Islam. Secara historis, PDI-P adalah pelanjut Partai Nasional Indonesia(PNI) yang hampir identik dengan figur Bung Karno. Sementara itu,Partai Golkar dan PKP adalah partai yang hadir dari elite Orde Baru,terutama kelompok militer dan birokrasi, yang pada masa Orde Barutelah berhasil membebaskan partai-partai politik dari afiliasinyadengan kelompok keagamaan tertentu, setidaknya secara formal.

Dengan demikian sebanarnya kalau kita kaji genologi daripartai-partai yang tumbuh dan berkembang di era multipartaisekarang ini, kebanyakan merupakan turunan dari partai-partaisebelumnya (era Orde Baru). Baik partai Golkar, maupun, sebagaipartai Nasionalis yang pada masa Orde Baru merupakan fusi daribeberapa partai politik, pada akhirnya harus terjadi pembelahan selpolitik dan berkembang menjadi partai baru. Adapun Golkarwalaupun bukan merupakan gabungan dari beberapa partai, namunkarena berdiri atas dukungan banyak ormas kekaryaan, maka tidakbisa dihindari terjadinya disintegrasi politik dalam partai.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 38: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

38

Partai politik yang berideologi Nasionalis, dalam pemilu 2009menunjukkan adanya perkembangan. Selain PDIP, Golkar, dan PartaiDemokrat, ada dua partai Nasionalis baru yang cukup mendapatapresiasi dari pemilih yaitu partai Hanura dan Partai Gerindra. PartaiHanura merupakan partai yang didirikan oleh Wiranto seorangpensiunan jenderal yang pernah jadi Menkopolkam era pemerintahanGus Dur. Di sisi lain Partai Gerindra didirikan oleh Prabowo Subianto,yang juga seorang pensiunan jenderal.

2. Kondisi Umum Electoral dan Politik AliranDari 48 partai politik pada pemilu 1999, tercatat ada 10 partai

politik yang secara formal berasaskan Islam.34 Sementara yang lainnyaberasaskan Pancasila dan dua partai yang berasaskan gabunganantara Pancasila dan Islam. Pada Pemilu 2004 hanya diikuti oleh 24partai politik, 9 partai yang terkategorikan partai Islam, 14 partaiNasionalis, dan 1 partai Kristen (PDS)

Kategorisasi ideologis, khususnya Islam, yang didasarkan padaasas partai yang secara formal tercantum dalam AD/ART tidak akanmampu mendalami secara substantif dari partai politik yang bersang-kutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa walaupun adapartai yang secara formal mencantumkan asas selain Islam, namundalam praktiknya basis massa mereka adalah pemilih Islam. Di sisilain, figur-figur elit partai dilihat dari latar belakang keagamaannyatermasuk tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi keberpihakannyaterhadap Islam. Sebagai contoh PAN yang didirikan oleh Amin Raisyang punya latar belakang sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah,termasuk PKB, ada Gus Dur yang merupakan tokoh Islam mantanKetua Umum Pimpinan Pusat Nahdlotul Ulama. Begitupun adabeberapa partai yang dibangun, walaupun tidak mengatasnamakanpartai Islam, tapi konstituen yang dibidiknya adalah konstituen Islam.

Kalau dianalisis dari asal usul partai serta basis pemilih, yangmendukung partai-partai peserta pemilu 1999, 2004, 2009 masihsejalan dengan politik aliran,35 sebagaimana yang berkembang pada

34 Secara formal berasas Islam artinya partai tersebut mencantumkan Islam secara formal sebagaiasas partai dalam AD dan ART nya.35 Konsep politik berdasarkan pola aliran menjadi menonjol, tatkala kehidupan politik dalammasyarakat bukan didasarkan pada ideologi politik belaka, melainkan antar hubungan organisasi-

Page 39: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

39

pemilu 1955.36 PDIP yang merupakan representasi dari pemilihAbangan sebagai kelanjutan dari PNI, PKB dan PPP kelanjutan daripartai tradisionalis NU yang merupakan representasi dari pemilihSantri Tradisional, PAN, PBB dan PK kelanjutan dari partai mordernisMasyumi representasi dari pemilih santri Modernis, sementara PartaiGolkar merupakan representasi dari pemilih Priyayi.37 Pada pemilu1955 priyayi merupakan kelompok pemilih yang mendukung PNI.Jika kita bandingkan dengan partai-partai peserta pemilu 1955,dimana PNI dan PKI mewakili kelompok Nasionalis dengan basispemilih Abangan. PNI mendapat dukungan terbesar dari Abangankelas menengah atas dan birokrat (priyayi), sementara PKI kelompokAbangan kelas bawah. Di sisi lain Masyumi dan NU yang mewakilikelompok partai Islam, Masyumi merupakan basis bagi pemilih SantriModernis dan NU merupakan basis pemilih Santri Tradisional. Dengandemikian tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa partai politik padapemilu 1999, 2004, 2009 pasca reformasi ada ada keterkaitan denganpartai politik pemilu 1955.

Namun demikian, ada perbedaan dalam persaingan politik yangdirasakan cukup penting untuk dikemukakan. Pada pemilu 1955Masyumi dan NU sebagai partai pemenang empat besar yang mewakilisegmen pemilih Santri. Di tingkat legislatif (DPR dan Konstituante)kedua partai ini berjuang untuk menggolkan syariat Islam atau negara

organisasi sosial dengan kehidupan dari suatu sistem sosial yang kompleks (dari suatu infrastruktursosial dan kebudayaan di pedesaan dan perkotaan). Karena itu terbentuk suatu aliran politikyang terformulasikan melalui istilah-istilah yang lebih bersifat ideologis. Sebenarnya perumusantentang aliran politik di Indonesia telah dinyatakan di dalam pemikiran Soekarno tentang rumpunideologi utama di Indonesia (Nasionalisme, Islam, dan marksisme). Namun klasifikasi tigakelompok itu dianggap masih mengandung banyak kesulitan. Sebab tiap-tiap kategori sifatnyamasih terlalu heterogen. Contohnya, perbedaan yang tajam antara kaum komunis dengan kaumsosialis, kelompok-kelompok yang radikal dan keningratan di kalangan Nasionalis, di sampingpengaruh dari kehidupan subkultur terhadap kehidupan politik di kalangan Islam.36 Perbandingan pemilu 1955 dan pemilu 1999 dibahas oleh King (2003). Dalam pembahasantersebut King berkesimpulan bahwa pemilu 1999 dan 1955 mempunyai kemiripan, dimanapartai-partai politik yang ikut pentas pada pemilu 1999 masih bercorak aliran karena masihmerepresentasikan cleavages agama sama dengan pemilu 1955. untuk lebih jelasnya lihat DwightY. King, 124-126.37 Patut disampaikan, walaupun PKB dan PAN dalam paltform partai tidak mencantumkanasas Islam, namun dari kacamata sosiologis dan historis kedua partai ini bisa dikategorikanpartai Islam karena mempunyai kedekatan dengan pemilih Islam. PKB didirikan oleh Gus Duryang merupakan mantan Ketua Umum PB NU dan sekaligus cucu pendiri NU yaitu KH.Hasyim Asyari, sementara Amin Rais merupakan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 40: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

40

Islam, dan mereka setuju dengan Piagam Jakarta. Di sisi lain PNIdan PKI yang merupakan representasi dari kaum Abangan yangNasionalis, dan ditingkat legislatif tidak berkehendak untuk menjadi-kan negara Islam, dan berjuang agar Pancasila dipertahankan sebagaiDasar negara.38 Pada pemilu 1999, 2004, 2009 pertarungan politikyang berpusat pada pembentukan jati diri negara dalam hal ideologitidaklah menjadi tema persaingan partai politik. Persaingan antarapartai Islam dan Nasionalis lebih fokus pada bagaimana mengisinegara Republik Indonesia ini dari perspektif ideologisnya masing-masing. Partai Islam berusaha agar Syariat Islam itu dapat teraktua-lisasi dalam kehidupan atau dalam hukum formal, seperti hukumwaris atau ekonomi Islam.39 Lebih jauh, pada pemilu 1955 spektrumideologi kiri dan kanan masih jelas. Kutub terkiri dari garis idologipartai ditempati oleh PKI. Sementara pada pemilu pasca reformasikutub kiri menghilang, yang ada hanya partai-partai yang berideologitengah kanan.

Lebih jauh, sistem kepartaian yang dihasilkan dari pemilu yangdilaksanakan di Indonesia bisa dilacak sebagai berikut: Pada tahun1955, Indonesia mempunyai model sistem kepartaian yangterpolarisasi dari hasil pemilu demokratis pertama sejak Indonesiamemproklamirkan diri sebagai negara merdeka Tahun 1945. Sistemkepartaian selanjutnya adalah sistem tiga partai yang dihasilkan daripemilu yang dilaksanakan secara berturut-turut Tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992, 1997, dengan suasana kehidupan demokrasi yangsedikit banyak terkurangi akibat intervensi dari rezim otoriter OrdeBaru. Setelah terjadi reformasi politik 1988, sistem kepartaian yangdihasilkan kembali terfragmentasi walau tidak menunjukkan adanyapolarisasi ideologis yang akut sebagaiman hasil pemilu 1955. Pemiludemokratis pasca Orde Baru dilaksanakan Tahun 1999, 2004 dan2009. Kembalinya pemilu demokratis, sedikit banyak punya dampak

38 Pertarungan ideology di tingkat legislative pasca pemilu 1955 lihat Herbert Feith, The Declineof Constitutional Democracy in Indonesia, Ithaca London: Cornell Univeristy Press, 1962.39 Argument ini saya kemukakan karena pada pemilu 1999, walaupun partai-partai memberilabel sebagai Nasionalis atau Islam, namun secara ril isu-isu yang dimunculkan tidaklah terlaluekstrim. Walaupun demikian, lompatan ideology terjadi pada PPP yang lebih mengarah kekanan, sementara PKS lebih mengarah ke tengah. Lihat, Kuskridho Ambardhi, MengungkapPolitik Kartel, Jakarta: PT Gramedia, 2009. hal 239.

Page 41: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

41

pada sistem kepartaian, dan sistem politik secara keseluruhan. Pemiluyang dilaksanakan secara reguler, bagi negara yang tengah menjalanipendalaman kehidupan demokrasi, punya pemahaman yang sangatbesar tidak hanya suksesnya penyelengggaraan pemilu namun jugaseberapa besar pemilu tersebut dapat meningkatkan kinerja sistempolitik secara keseluruhan.

Proporsi suara yang diperoleh masing-masing partai politikdalam setiap pemilu yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:Pemilu 1955, secara nasional partai yang meraih suara signifikandibanding dengan partai-partai lainnya adalah PNI dengan 22,3%suara, Masyumi 20,9% suara, NU 18,4% suara, dan PKI mendapat16,4% suara. Dengan melihat kekuatan empat besar partai pemenangpemilu menunjukkan adanya kekuatan yang seimbang antara partaiIslam berbanding dengan partai Nasionalis plus Komunis, denganrasio 39,3% berbanding 38,7%, dengan selisih hanya 0,6%. Sementaraperoleh kursi di Parlemen, PNI mendapat 57 kursi, Masyumi 57 kursi,NU 45 kursi, dan PKI mendapat 39 kursi.

Dari komposisi politik di Parlemen yang terpolarisi secaraideologis berakibat pada pola kerja Parlemen yang tidak sehat akibatekstrimnya perbedaan perspektif untuk menentukan dan menggolkansatu keputusan. Hal yang paling menonjol adalah perdebatan danperselisihan yang menjurus pada dua blok yang sama-sama kuat yaitublok Nasionalis plus Komunis dengan blok Islam. Sumber utamaperdebatan dan perselisihan diantara kedua blok itu berkaitan denganpenentuan dasar negara. Kubu Islam menghendaki agar Islam men-jadi dasar negara, sementara kubu Nasionalis tidak menghendaki-nya. Kenyataan ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presidenpada tanggal 5 Juli 1959,40 untuk kembali ke UUD’45 dan membubar-kan Parlemen dan Konstituante.

Sementara hasil pemilu 1955 di Jatim menunjukkan konfigurasikekuatan politik sebagai berikut: dari enam wilayah keresidenan diJatim (sementara data hasil pemilu di Karesidenan Malang tidak ada),

40 Dekrit Presiden dikeluarkan atas dukungan TNI yang tidak senang dengan keadaan di Parlemenyang terlalu banyak perselisihan dan pertentangan Ideolgi. Hal-hal yang terkait dengan persoalanperan TNI pada masa kemerdekaan, bisa dilihat dalam bukunya Harold Crouch, Army andPilitic in Indonesia.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 42: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

42

partai Nasionalis unggul dibanding dengan partai Islam. DiKaresidenan Basuki, Partai NU mendapat dukungan suara 699.000suara, Masyumi 150.000, PNI 380.000, dan PKI 232.000. DiKaresidenan Madura, Partai NU mendapatkan dukungan suara59.000, Masyumi 134.000, PNI 88.000, dan PKI 3.000. Di KaresidenanSurabaya, Partai NU mendapat dukungan suara 431.000, Masyumi117.000, PNI 265.000, dan PKI 231.000. Di Karesidenan Kediri, PartaiNU mendapat dukungan suara 366.000 suara, Masyumi 155.000, PNI455.000, dan PKI 457.000. Kemudian di karesidenan Madiun, PartaiNU mendapat dukungan suara 92.000, Masyumi 137.000, PNI 254.000,dan PKI 447.000. Di Karesidenan Bojonegoro, Partai NU mendapatdukungan suara 131.000, Masyumi 300.000, PNI 155.000, PNI 455.000,dan PKI 289.000.

Hasil pemilu 1955 di Jawa Timur menunjukkan bahwa: diwilayah Karesidenan Kediri dan Madiun, PKI unggul dibandingdengan ketiga partai lainnya. Sementara Partai NU unggul mutlakdi karesidenan Basuki, dan partai Islam Modernis Masyumi hanyaunggul di Karesidenan Bojonegoro. Walaupun demikian selisih suaraantara Masyumi dan PKI tidak terlalu jauh dengan perbandingan300.000 suara untuk Masyumi dan 289.000 suara untuk PKI. Totalsuara pada pemilu 1955 di Jatim sebesar 9.030.960, dengan akumulasisuara yang diperoleh Partai NU dan Masyumi adalah 4.480.289 suaraatau 49,61 persen. Sementara gabungan suara PNI dan PKI yaitu4.550.671 suara atau 50,39 persen. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa pemilu di Jatim Partai Nasionalis unggul tipis dibanding denganPartai Islam dengan selisih suara 0,39 persen.

Kondisi umum hasil perolehan suara baik tingkat Nasionalmaupun Jawa timur tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi diKaresidenan Malang, khususnya untuk Kabupaten Malang. Pemenangpemilu di Kabupaten Malang adalah PNI, yang menang denganperolehan suara cukup signifikan yaitu 20,6 persen. Namun berbedadengan perolehan yang berskala Nasional di mana peringkat keduapemenang pemilu 1955 diduduki oleh Masyumi dan peringkat ketigaadalah NU, di Kabupaten Malang peringkat kedua diduduki olehPartai Komunis Indonesia (PKI) yang memperoleh suara 19,8 persen.,dan NU berada diperingkat ketiga dengan perolehan suara 12,7persen, sementara partai Islam Masyumi hanya berada di posisi ke

Page 43: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

43

empat dengan perolehan suara 6,8 persen.41

Hasil pemilu-pemilu berikutnya, sistem kepartaian di negerikita baik 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, menunjukkan adanyakestabilan, namun kualitas demokrasinya banyak dipertanyakankarena pelaksanaan pemilu tidak berjalan dengan jujur dan adil.Pemerintah Orde Baru tidak memberikan ruang gerak bagi partaipolitik (PPP dan PDI) untuk meraih dukungan pemilih, sebaliknyaGolkar yang merupakan partai pendukung pemerintah mendapatberbagai kemudahan dan fasilitas. Oleh karena itu pemilu di bawahrezim Orde Baru yang authoritarian,42 telah menempatkan Golkarsebagai pemenang mayoritas. Sementara dua partai lainnya (PPP danPDI) hanya sebagai partai pendamping yang tidak boleh besar namunjuga tidak boleh mati. Kemenangan Golkar dalam setiap pemilu masaOrde Baru tidak lepas dari proses rekayasa pemerintah untuk meng-ekploitasi suara pada setiap pemilu seperti dilakukannya fusi partai,membuat massa mengambang (floating mass), dan penetapan azastunggal Pancasila (monolitik). Disamping itu trauma politik (peristiwaG.30.S/PKI) pada tahun 1965, juga dijadikan senjata oleh rezim OrdeBaru untuk melakukan intimidasi kepada masyarakat sehinggabanyak masyarakat khususnya di pedesaan memilih Golkar karenatakut dicurigai sebagai anggota atau simpatisan PKI.43

Sementara dua partai lain (PPP dan PDI) tidak diberi kebebasanuntuk melakukan manuver politik, karena gerak langkahnya selaludiawasi dan dikendalikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, bagi PPP

41 Soewignyo, 1962, dalam Asfar, 200542 Sejalan dengan pergerakan politik Indonesia pasca tahun 1957 ke arah otoritarianisme, banyakpara sarjana mencoba untuk membuat model bangunan sistem politik Soekarno maupun Soeharto.Fokus perhatian mereka diarahkan pada konflik elit dan budaya politik. Berbagai istilah yangdipergunakan oleh mereka, namun semuanya punya makna sama yang menerangkan sebuahfenomena otoritarian. Mareka memberikan karakter pada rezim Soeharto, dan sebagian lagipada rezim Soekarno, sebagai “Neo-Patrimonial Regime” (Wilner, 1966; Anderson, 1972; Crouch,1979); “Repressive-Developmentalist Regime” (Feith, 1979); “Bureucratic Polity” (Jackson,1978); “Personal Rule” (Liddle, 1985); “Tecnocratic State” (Dougall, 1989); “Beamtenstaat”(Benda, 1966; McVey, 1982); “State Corporatism” (Mas’oed, 1989).43 Dwingt Y. King, menyebut demokrasi era Orde Baru sebagai “semidemocracy” atau “pseusedodemocracy”, yaitu sebuah demokrasi yang mempunyai banyak partai, pemilu, dan institusidemokrasi lain, akan tetapi dalam kenyataannya partai penguasa menentukan keikutsertaaanpartai dan pemilu. Lebih jelasnya lihat, Dwight Y. King, Half-Hearted Reform, Electoral InstitutionAnd The Struggle For Democracy In Indonesia, USA: Praeger Publisher, 2003.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 44: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

44

agar bisa survive hanya bisa mengandalkan sentimen keagamaan(khususnya pemilih Islam), karena PPP merupakan satu-satunya partaiIslam. Begitu pun PDI tidak lebih hanya mengandalkan kharismaBung Karno sebagai pendiri PNI, itu pun selalu direkayasa agarkeluarga Soekarno tidak terlibat dalam pimpinan PDI. Dengandemikian partai ini (PDI) menjadi partai yang paling “tertindas” dimasa Orde Baru, dan ini menjadi berkah tertunda (blessing indisguise)karena masyarakat yang merasa tertindas oleh kebijakan Orde Barumenjadi pendukung bagi PDI-P pada pemilu 1999.44

Bagi PPP yang cenderung berharap dari pemilih Islam, khusus-nya kalangan Islam tradisional (waga NU) mengalami kesulitan, karenaPemerintah dan Golkar juga melakukan ekspansi besar-besaran kedalam pemilih Islam dengan berbagai cara. Pemerintah berupayamemisahkan PPP dari basis pemilihnya dengan cara mengintervensisetiap pergantian pucuk pimpinan PPP adalah orang yang kooperatifdan tidak punya legitimasi kuat di kalangan NU.45

3. Kondisi Electoral Dalam Kultur Politik Aliran Pasca Orde Baru3.1. Kabupaten Malang: Potret Politik Aliran Berbasis

Masyarakat AgrarisKabupaten Malang merupakan Daerah dengan luas wilayah

terbesar di Kota dan Kabupaten Malang, dengan jumlah Kecamatan

44 Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pasca reformasi, dan menjadi pemilu palingdemokratis kedua stelah pemilu 1955. Menurut Data KPU, PDIP merupakan partai tertinggidalam peroleh suara yaitu sebesar 33,7%, diikuti Partai Golkar sebesar 22,4%, PKB sebesar12,6%, PPP sebesar 10,7%, dan PAN sebesar 7,1%. Kalau dibandingkan dengan perolehansuara hasil tahun 1997 era Orde Baru, mendapatkan suara paling kecil yaitu sebesar 3,1%, PPPsebesar 22,4%, dan Golkar sebesar 76,5%. Sumber: Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dalamDwight Y. King, Half-Hearted Reform, Electoral Institution And The Struggle For DemocracyIn Indonesia, USA: Praeger Publisher, 2003, hal. 32 tabel 2.3.45 Pucuk pimpinan PPP dalam beberapa periode dipimpin oleh Idham Chalid yang merupakanpimpinan puncak NU, namun secara geografis dia bukanlah kelahiran Jawa karena dia lahir diSetui, Kalimantan Selatan pada tahun 1921. Setelah itu PPP dipimpin oleh Jaelani Naro, HasanMaterium yang keduanya orang Sumatra. Sampai pada akhirnya terjadi upaya penggembosankepada PPP yang dilakukan oleh tokoh-tokoh NU, khususnya pada tahun 1987. MenurutBruinessen, pengaruh penggembosan NU atas perolehan suara PPP dalam pemilu ternyatadramatis. Pada tiga pemilu sebelumnya, suara PPP tetap kurang lebih stabil. Pada pemilu 1971keempat Partai Islam memperoleh 27,1% (dua pertiga di antaranya untuk NU), pada tahun1977 pun ada pertambahan tipis menjadi 27,8%, dan pada tahun 1982 turun sedikit. Akantetapi, pada tahun 1987, perolehan suara PPP menurun menjadi 16%. Martin van Bruinessen,NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana baru. Yogyakarta : LKIS, 1994.

Page 45: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

45

sebanyak 33 Kecamatan. Dengan demikian untuk menyesuaikanjumlah pemilih dengan jumlah anggota Dewan Perwakilah DaerahKabupaten Malang, maka KPUD menetapkan dapil-dapil denganpenggabungan beberapa Kecamatan dalam satu dapil, dengankeseluruhan berjumlah 7 Daerah Pemilihan. 46

Berdasarkan ketetapan KPUD Provinsi Jatim, untuk KabupatenMalang, Daerah Pemilihan Malang (dapil) 1 meliputi: KecamatanBululawang, Gondanglegi, Pagelaran, Tajinan dan Kepanjen. DaerahPemilihan Malang 2 meliputi: Kecamatan Lawang, Pakis dan Singosari.Daerah Pemilihan 3 meliputi: Kecamatan Jabung, Poncokusumo,Tumpang dan Wajak. Daerah Pemlihan 4 meliputi: KecamatanAmpelgading, Dampit, Tirtoyudo dan Turen. Daerah Pemilihan 5meliputi: Kecamatan Bantur, Donomulyo, Gedangan, Pagak danSumbermanjing Wetan. Daerah Pemilihan 6 meliputi: KecamatanKalipere, Kromengan, Ngajum, Pakisaji, Sumberpucung dan Wonosari.Daerah Pemilihan 7 meliputi: Kecamatan Dau, Karangploso,Kesambon, Pujon, Ngantang dan Wagir.47

3.1.1. Kinerja Electoral Partai PolitikDari hasil perolehan suara yang dikeluarkan KPU Kabupaten

Malang, Dapil 4 merupakan hasil perolehan suara PDIP terbesar, halini menujukan adanya dukungan kuat dari pemilih terhadap PDIP.Dapil 4 terdiri dari Kecamatan Ampelgading, Dampit, Tirtoyudo danTuren. Secara keseluruhan dari keempat wilayah tersebut PDIP men-dapatkan suara sebanyak 81.364 pemilih. Perolehan suara terbesar PDIPberikutnya ada di dapil enam yang meliputi Kecamatan Kalipere,Kromengan, Ngajum, Pakisaji, Sumberpucung dan Wonosari denganjumlah suara sebesar 69.226 pemilih. Sementara dapil satu, dua, tiga,lima dan tujuh perolehan suara PDIP relatif tidak jauh berbeda diantara kisaran 4 ribu dan lima ribuan suara. Walaupun demikian,perolehan suara di kelima dapil tersebut masih di atas rata-rataperolehan suara partai lain kecuali PKB yang menguasai dapil satu,

46 Jumlah Daerah Pemilihan (DP) yang ada di Kabupaten Malang berdasarkan Rakernis yangdiselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Provonsi Jawa Timur pada hari rabu tangggal 1oktober 2003 sebanyak 7 daerah pemilihan dengan alokasi kursi 6 (enam) hingga 7 (tujuh)setiap Daerah Pemilihan (DP).47 Sumber: KPUD Kabupaten Malang

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 46: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

46

dua dan tiga.48

Peringkat kedua peroleh suara terbesar di Kabupaten Malangpada Pemilu 2004 ditempati oleh Partai Kebangkitan Bangsa. Selisihsuara antara PDIP dan PKB hanya sekitar 35.626 atau sikitar 2,6%dari total suara pemilih yang sah. Kantung-kantung suara PKB adadi lima dapil yaitu dapil satu, dua, tiga, empat dan lima. Perolehansuara di kelima dapil tersebut hampir merata, kecuali di dapil enamdan tujuh yaitu masing-masing 36.182 dan 31.225 suara pemilih.Alasan kenapa di kedua dapil tersebut PKB lemah, karena dalamdapil enam merupakan wilayah agak maju dan masyarakatnya punbanyak yang secara ekonomi mapan, sehingga pemilih sedikit punyarasionalitas dan independensi dalam menentukan pilihan politiknya.Dapil 6 terdiri dari Kecamatan Kalipare, Kromengan, Ngajum, Pakisaji,Sumberpucung dan Wonosari dengan jumlah suara sebesar 69.226pemilih. Dari data yang ada menunjukkan bahwa dapil enam merupa-kan wilayah abu-abu yang pilihan politiknya tersebar ke hampirsemua partai politik. Sementara rendahnya suara yang diperoleh PKBdi dapil tujuh, karena dapil ini merupakan basis massa yang terbesardari PDIP. Dapil tujuh terdiri dari Kecamatan Dau, Karangploso,Kesambon, Pujon, Ngantang dan Wagir, wilayah ini merupakan wilayahpaling pinggir di Kabupaten Malang dan secara ekonomi tergolongmenengah ke bawah.49

Secara nasional pada pemilu 2004 partai Golkar mengalamikenaikan, namun kasus di wilayah Kabupaten Malang justru partaiGolkar mengalami penurunan dari 18,32% pada pemilu 1999 menjadi16, 84% pada pemilu 2004. Dengan demikian ada sekitar 1,48% Golkarkehilangan suaranya. Basis suara Golkar ada di wilayah dapil tujuhdan empat, dan paling tinggi ada di dapil tujuh yang meliputi Keca-matan Dau, Karangploso, Kesambon, Pujon, Ngantang dan Wagir.Di wilayah ini Partai Golkar mendapatkan suara sebesar 45.685 pemilih.Daerah ini merupakan daerah yang secara ekonomi maju akibatkebijakan Orde Baru yang mendorong untuk pengembangan budidaya sapi perah dengan dibentuknya koperasi susu yang sangatmembantu perekonomian warga didaerah tersebut. Sementara dapil

48 Data hasil rekapitulasi pemilu KPUD Kabupaten Malang tahun 2004.49 Ibid.

Page 47: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

47

empat yang meliputi Kecamatan Ampelgading, Dampit, Tirtoyudodan Turen perolehan suara Partai Golkar sebesar 37.562 pemilih.50

Sementara Demokrat yang merupakan pendatang baru, justrumengalahkan partai-partai lama yang lulus electoral threshold sepertiPPP dan PAN. Partai Demokrat memperoleh total suara dalam pemilu2004 di Kabupaten Malang sebesar 7,8%. Untuk dapil tertentu sepertidapil dua yang terdiri dari wilayah Kecamatan Lawang, Pakis danSingosari Partai Demokrat mendapatkan 29.184 suara pemilih.Sementara dapil satu, tiga, empat, enam dan tujuh perolehan suaraPartai Demokrat relatif hampir sama yaitu sekitar 14 dan 15 ribuan.Paling rendah Partai Demokrat memperoleh suara di wilayah dapillima yaitu wilayah Kecamatan Bantur, Donomulyo, Gedangan, Pagakdan Sumbermanjing Wetan. Perolehan suara Partai Demokrat diwilayah ini hanya sekitar 6.246 suara pemilih.51

Partai Islam atau yang punya basis pemilih kalangan Islam, diwilayah Kabupaten Malang, selain PKB, hanya PPP yang cukupmendapatkan apresiasi dari pemilihnya. Partai ini mendapatkan suarasekitar 59.748 suara pemilih atau sekitar 4,5% dari total suara sahpemilu 2004 di Kabupaten Malang. Perolehan suara ini mengalahkandua partai Islam lainnya seperti PKS dan PAN. Bahkan di KabupatenMalang karena suara PAN sangat kecil, partai ini tidak mendapatwakil satu pun yang duduk di DPRD. Bahkan PAN harus tertinggaldari PKS dalam perolehan suara, padahal dalam pemilu 1999 suaraPAN jauh melebihi suara PKS (yang masih bernama Partai Keadilan)yaitu 38.891 (PAN) dan 5.261 (PK). Dengan demikian bisa diasumsi-kan bahwa banyak pemilih PAN pada pemilu 1999 yang yang berpindahke PKS pada pemilu 2004.

Perpindahan pilihan politik dari PAN ke PKS sangat cair, halini dikarenakan basis massa di kedua partai ini sama, yaitu masapemilih Islam Modernis. Walaupun demikian, kedua partai ini dalamAD/ART-nya punya asas yang berbeda, PKS mencantumkan asasIslam dan PAN asas Pancasila. Perbedaan ini juga yang menyebabkansebagian kalangan pemilih Islam dari PAN, khususnya yang

50 Ibid.51 Ibid.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 48: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

48

konservatif, menyebrang ke PKS.52

3.1.2. Pola Partisipasi Dalam PemiluDari jumlah penduduk Kabupaten Malang sebanyak 2.338.689

jiwa, jumlah orang yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umumlegislatif yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 lalu sebanyak1.693.181 jiwa. Jumlah pemilih tersebut tersebar dalam 33 Kecamatan.

Dilihat dari segi jumlah penduduk, Kecamatan Singosari meru-pakan wilayah yang paling padat penduduknya dengan jumlahpemilih sebesar 10.330, disusul Kecamatan Dampit 84.387 pemilih,dan Pakisaji 81.008 pemilih. Adapun jumlah pemilih yang paling kecilada di Kecamatan Pagak dengan 33.153 pemilih, Kecamatan Kromengandengan 28.860 pemilih, dan Kasembon dengan 21.193 pemilih.53

Besarnya jumlah pemilih yang ada di masing-masing Kecamatan akanmenentukan jumlah kursi yang diperebutkan di masing-masingdaerah pemilih. Adapun Dapil merupakan gabungan dari beberapaKecamatan yang ada di Kabupaten Malang.

Dari hasil data yang diperoleh dari KPUD, angka non partisipanKabupaten Malang lebih rendah dari Kota Malang. Jumlah angkanon partisipan 334.189 pemilih yang diperoleh dari Jumlah pemilihdikurangi dengan jumlah pemilih yang mempergunakan hak suarayaitu 1.693.181 dikurangi 1.358.992, maka jumlah non partisipan yangada di Kabupaten Malang kalau diprosentasekan yaitu sekitar 27,34persen.54 Dari seluruh Kecamatan yang ada, angka nonpartisipan tertinggiada di Kecamatan Donomulyo yaitu 28,70%.

Sementara yang terendah adalah 11,93 yang ada di KecamatanWagir. Patut di ketahui, jumlah nonpartisan yang ada di Kabupaten

52 Pada pemilu 1999, perolehan suara PAN di Kota dan Kabupaten Malang lebih besar dari PK,namun pada pemilu 2004 yang terjadi sebaliknya, dimana suara PKS lebih besar dari pada PAN.Ada beberapa alasan kenapa konstituen PAN beralih ke PKS: pertama, PKS dianggap lebihjelas secara ideologis dibanding dengan PAN; kedua, kader PKS lebih dapat dipercaya ketimbangkader PAN. Dengan simbol bersih dan peduli, dan sedikitnya kasus korupsi yang melibatkankader PKS telah menjadi nilai tambah sendiri dari pemilih. Ketiga, dalam strategi untuk meraihsimpati pemilih, PKS lebih bisa diterima lewat program sosial yang dilaksanakan sepanjangtahun, tidak hanya mendekati pemilu saja. Hasil observasi di Kota dan Kabupaten Malang, danhasil wawancara dengan beberapa aktivis PAN pada bulan Agustus 2008.53 Sumber: KPUD Kabupaten Malang periode 2004-200954 Hasil rekapitulasi pemilu 2004 KPUD Kabupaten Malang.

Page 49: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

49

Malang, tidak hanya disebabkan oleh ketidakhadiran mereka dalampencoblosan, namun juga akibat dari kesalahan teknis yang dilakukanoleh pemilih sendiri. Banyak dari mereka yang pada saat pemilu 2004terjadi kesalahan atau kekeliruan akibat pemilih mencoblos partaidengan caleg yang tidak sama (antara partai dan caleg yang dicoblosberbeda).55

Rendahnya angka nonpartisan yang ada di Kabupaten Malang,lebih diakibatkan oleh pemahaman sebagian besar pemilih terhadapPemilu. Umumnya mereka menganggap pemilu sebagai sebuahkewajiban, sehingga harus datang ke TPS. Di samping itu, doronganmereka untuk mendatangi TPS, karena adanya faktor sosial, terutamahimbauan kyai yang kadang mendukung partai tertentu.56

3. 2. Kota Malang: Potret Politik Aliran Masyarakat UrbanKota Malang merupakan Kota kedua terbesar di Kota dan

Kabupaten Malang dengan jumlah pemilih mencapai 603,29. Wilayahini terbagi dalam 5 Kecalamtan, yaitu Kecamatan Kedung Kandang,Klojen, Sukun, Blimbing, dan Lowokwaru. Karena wilayah kecamatanhanya ada 5, maka pembagian dapil didasarkan pada wilayahsehingga jumlah kecamatan sama dengan jumlah dapil.

3.2.1. Kinerja Electoral Partai PolitikBerdasarkan hasil rekapitulasi KPUD Kota Malang, delapan

besar peringkat perolehan suara tertinggi pada pemilu 2004 di KotaMalang secara berturut-turut PDIP, PKB, Partai Golkar, PartaiDemokrat, PKS, PAN, PPP, PDS, dan PBB. Dilihat dari sisi geopolitik,yang merupakan basis pemilih dari PDIP dengan perolehan suara diatas 20 ribu berada di Kecamatan Sukun dengan total suara sebesar32.072 pemilih, disusul Kecamantan Blimbing dengan suara 22.983pemilih, dan Kecamatan Lowokwaru dengan suara 21.5633 pemilih.Bagi PKB yang menempati peringkat kedua, basis massanya ada

55 Hasil observasi penulis di beberapa TPS, khusunya di wilayah Dusun Caru Desa Pendem,Kecamatan Junrejo, pada saat penghitungan suara di TPS.56 Selain tersebut di atas, hasil wawancara dengan Tono, 45 tahun, di Ampel Dento KabupatenMalang, rendahnya angka non partisan karena masyarakat masih menganggap bahwa pemilu itumerupakan kewajiban. Oleh karena itu banyak masyarakat yang datang ke TPS untukmenyalurkan aspirasinya.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 50: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

50

disekitar Kecamatan Kedungkandang dengan suara sebesar 21.268pemilih, disusul oleh Kecamatan Sukun dan Kecamatan Blimbingyang memperoleh suara masing-masing sebesar suara 15.178 pemilihdan 14.14.527 pemilih.57

Sementara wilayah yang merupakan basis pemilih Partai Golkarberada di Kecamatan Sukun dengan peroleh suara sebesar 12.597pemilih disusul oleh Kecamatan Kedungkandang sebesar 10.722suara pemilih dan Kecamatan Lowokwaru dengan perolehan suarasebesar 9.442 pemilih. Untuk peringkat keempat perolehan suaraterbesar partai politik di Kota Malang ditempati oleh Partai Demokrat.Partai ini merupakan partai pendatang baru yang mengubah petapolitik secara Nasional. Para pendukung Partai Demokrat beradadisekitar Kecamatan Blimbing dengan total perolehan suara sebesar16.843 pemilih, disusul Kecamatan Lowokwaru dengan total suarasebesar 13.194 pemilih dan Kecamatan Sukun sebesar 12.269 pemilih.58

Peringkat ke lima dan keenam yaitu PKS dan PAN dukunganpemilih pada kedua partai ini cukup berimbang disetiap Kecamatan,kecuali dukungan pemilih yang ada di Kecamatan Lowokwarudimana pemilih pendukung PKS lebih besar dibanding dengan PAN.Dari hasil peroleh suara KPUD Kota Malang menunjukkan bahwaperolehan suara untuk PKS sebesar 10.300 pemilih, sementara untukPAN sebesar 7.156 suara pemilih. Dengan demikian ada selisih sekitar3.144 suara pemilih.59

Perolehan suara PKS dan PAN untuk wilayah-wilayah lainnya,baik itu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, maupunBlimbing jumlah perolehan suara kedua partai itu relatif seimbang,walaupun ada selisih namun tidak melebihi jumlah ribuan. Hal inimenunjukkan bahwa kedua partai ini mempunyai pendukung yangrelatif seimbang.

3.2.2. Pola Partisipasi Dalam PemiluDari data yang ada tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

pemilu legislatif tahun 2004 di empat kecamatan bisa diketahui

57 Hasil rekapitulasi pemilu 2004 KPUD Kota Malang.58 Ibid.59 Ibid.

Page 51: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

51

sebagai berikut: Kecamatan Lowokwaru 86.349 dari total 141.727pemilih (60,93%), Sukun 95.062 dari total 127.080 pemilih (74,80%),Kedungkandang 87.541 dari total 117.608 pemilih (74,43%), Blimbing91.750 dari total 123.488 pemilih (74,29%) dan Klojen 63.733 daritotal 93.129 pemilih (68,44%). Secara keseluruhan, rata-ratapartisipasi dalam pemilu di Kota Malang adalah 424.435 dari totalpemilih 603.029 pemilih (70,38%).60

Sebaliknya, jika diketahui tentang data tingkat partisipasi dalamvoting masyarakat kota pada pemilu legislatif tahun 2004 maka datatentang non-voting juga bisa diketahui, berikut ini tingkat pemilihgolput di Kota Malang : Kecamatan Kedungkandang sebesar 25,57%,kecamatan Sukun 25,20%, Kecamatan Blimbing 25,71%, kecamatanklojen 31,56% dan Kecamatan Lowokwaru 39,07%. Secara akumulatifnon-voting di Kota Malang sebesar 29,62%.61

Surat suara yang rusak atau tidak dicoblos saat pemilu di KotaMalang sangat besar. Wilayah yang mempunyai pemilih dengantingkat pendidikan yang cukup besar ini menunjukkan punya potensinon partisipan dalam pemilu cukup besar. Salah satu alasan merekatidak mau ikut dalam aktivitas pemilu adalah ketidak percayaanmereka kepada partai. Hal ini bisa dipahami karena mereka relatif lebihbanyak menerima informasi dan sangat sadar akan pilihan yang merekalakukan. Dengan kinerja partai politik yang tidak memuaskan termasukpara anggota dewan telah melegitimasi mereka untuk tidak memilih.62

Berbagai kebijakan kontroversial ini terjadi pada masa sebelumpemilu 2004. Oleh karena itu pada pemilu 2004, Kota Malang menun-jukkan adanya trend naiknya angka nonpartisipan pemilih dalampemilu. Dari data yang ada di KPUD Kota Malang, tercatat 29,62persen surat suara yang rusak termasuk golput di Kota Malang. Dataitu didapat dari jumlah pemilih di Kota Malang dikurangi jumlah

60 Ibid.61 Ibid.62 Patut diketahui, di Kota Malang banyak sekali kebijakan-kebijkan yang dalam pandanganpemilih kurang populer, seperti melanggar RUTRW Kota Malang yang dianggap hanya untukmemenuhi kepentingan pemilik modal sehingga merusak dan menghabiskan lahan yangdiperuntukan konservasi hutan kota. Salah satu kebijakan yang cukup mendapat atensimasyarakat adalah dibangunnya MATOS (Malang Town Square) yang menurut para pemerhatilingkungan lahan yang dipakai merupakan area pendidikan.

PARTAI POLITIK: POLITIK ALIRAN DAN KONDISI ELEKTORAL

Page 52: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

52

pencoblos partai yaitu 603.029 dikurangi 424.435, maka jumlah orangyang golput adalah 178.594 pemilih.63 Dari data statistik, 5 daerahpemilhan, mulai dari DP 1 sampai DP 5 sama-sama menyumbang secararata jumlah pemilih yang surat suaranya tidak sah atau pun golput.DP Kedungkandang menjadi basis pemilih Tradisional menempatiurutan terendah dalam hal golput yaitu sebanyak 30.067 orang.Sementara pemilih yang golput paling tinggi berada di DP LowokWaru yang berjumlah 55.375 orang, daerah pemilihan ini banyakorang-orang terpelajar dan paham politik.64

Tingginya angka Golput pada pemilu 2004 yang mencapai 29,62persen atau 178.594 dari total suara pemilih, di Kota Malang itudisebabkan pemilih tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).Ada sebagian masyarakat yang merasa tidak mempunyai manfaatsecara langsung yang mereka rasakan, mereka lebih memilih tinggaldi rumah dari pada pergi ke TPS untuk mencoblos. Kondisi inidipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kepercayaanmasyarakat pada partai politik. Sebagaimana juga hasil kajian Asfar(2004), mengenai non-voting menunjukkan bahwa di negara kitaperilaku tidak memilih ini merupakan sikap protes terhadap pemerin-tah, partai yang sedang berkuasa atau partai politik dan lembaga-lembaga demokrasi lainnya. 65

Semakin berkurangnya kepercayaan publik pada partai menjadititik balik dari euforia demokrasi tahun 1998. Terbukanya kerankebebasan politik setelah rezim Soeharto berganti, reformasi membukakebebasan politik rakyat untuk menyatakan pendapat, antara laindengan mendirikan parpol. Pemilu 1999, 2004, dan 2009 yang diikutibanyak partai, 48, 24, dan 38 parpol, menunjukkan kebebasan politikitu sudah diraih rakyat.

63 Hasil rekapitulasi pemilu 2004 KPUD Kota Malang.64 Daerah Lowok Waru umumnya banyak dihuni oleh masyarakat yang menengah ke atas,dengan pekerjaan sebagai PNS, yang berada di area pemukiman perumahan. Mereka yang tidakmendatangi pemilu umumnya di TPS yang berada di sekitar perumahan dan sekitar kos-kosan.Hasil observasi, dan data hasil rekapitulasi, ibid.65 Perilaku tidak memilih di Kota dan Kabupaten Malang juga menunjukkan pada dua bentuk,antara lain: Pertama, orang tidak menghadiri tempat memilih; kedua, pemilih menghadiri tempatsuara tapi tidak menggunakan hak pilihnya secara benar, seperti merusak kartu suara. Menipisnyakepercayaan masyarakat terhadap kiprah partai politik menjadi kecenderungan yang mengarahpada delegitimasi parpol. Tidak hanya pemerintah, publik pun menyetujui dikuranginya peranparpol dalam pemilu, meskipun disertai sejumlah kekhawatiran.

Page 53: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

53

BAB II

SISTEM KEPARTAIANDAN SISTEM PEMILU

Page 54: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

54

KOMPETENSI

Dalam bab ini pertama, mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep dan definisisistem kepartaian dan pemilu di Indonesia. Setelah memahami konsep dan definisitersebut, lantas mahasiswa diharapkan dapat memahami hubungan kausalitas antarasistem pemilu dan sistem kepartaian yang terjadi. Kedua, mahasiswa diharapkanmemahami bekerjanya sistem pemilu baik itu closed list mapun open list dandampaknya pada perolehan suara partai. Selain itu, mahasiswa diharapkan dapatmemahami bekerjanya partai politik dalam merespon realitas masyarakat dan kondisihasil pemilu yang terjadi baik itu dalam tataran platform maupun program, baiksebelum maupun saat kampanye pemilu

Page 55: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

55

BAB II

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

DALAM rangka memperbaiki sistem demokrasi pasca reformasi, partaidan pemilu sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor3 Tahun 1999 tentang pemilu dan partai politik dilakukan penataanulang. Menghadapi pemilu tahun 2004, maka diberlakukan undang-undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentangPartai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentangPemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 UU No.31 Tahun 2002 disebutkan bahwa: (1)Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50(lima puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telahberusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris. (2) Akta notarissebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memuat anggaran dasardan anggaran rumah tangga disertai kepengurusan tingkat nasional.(3) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus didaftar-kan pada Departemen Kehakiman dengan syarat:a. memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945dan peraturan perundang-undangan lainnya;

b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluhpersen) dari jumlah propinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlahkabupaten/kota pada setiap propinsi yang bersangkutan, dan 25%(dua puluh lima persen) dari jumlah kecamatan pada setiapkabupaten/kota yang bersangkutan;

c. memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyaipersamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan nama,

Page 56: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

56

lambang, dan tanda gambar partai politik lain; dand. mempunyai kantor tetap.

Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa pendirian partaipolitik harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas, dankeberadaannya harus sesuai dengan prosedur hukum dan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu partai politikyang dibentuk harus mempunyai visi dan misi yang jelas, demi untukkesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 7 UU No.12Tahun 2003 disebutkan bahwa:(1) Partai politik dapat menjadi peserta Pemilu apabila memenuhi

syarat:a. diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2002 tentang Partai Politik;b. memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua

pertiga) dari seluruh jumlah propinsi;c. memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 (dua

pertiga) dari jumlah kabupaten/kota di propinsi sebagaimanadimaksud dalam huruf b;

d. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atausekurang-kurangnya 1/1000 (seperseribu) dari jumlah pendudukpada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksuddalam huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggotapartai politik;

e. pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf charus mempunyai kantor tetap;

f. mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepadaKPU.

(2) Partai politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyara-tan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menjadipeserta Pemilu.

(3) KPU menetapkan tata cara penelitian dan melaksanakan penelitiankeabsahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Penetapan tata cara penelitian, pelaksanaan penelitian, danpenetapan keabsahan kelengkapan syarat-syarat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU dan bersifat final.

Selanjutnya, dalam hal sisten pemilu, pemilu tahun 1999 yangmenggunakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999, telah

Page 57: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

57

memperlihatkan semangat yang kuat untuk meningkatkan kualitaskadar keterwakilan rakyat dalam rekrutmen keanggotaan lembagalegislatif dan upaya menciptakan hubungan yang kukuh antaradaerah yang diwakili dengan wakilnya dalam lembaga legislatif (Pasal41 ayat 5 dan ayat 6 a). Dalam perspektif parlementologi, rumusantersebut merupakan proses adopsi elemen-elemen positif sistem distrikke dalam sistem pemilu yang dianut Undang-Undang Nomor 3 Tahun1999 yakni sistem proporsional berimbang berdasarkan stelsel daftarsebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (7) undang-undangtersebut (Ganjar Rasuna, 2001)

Sementara pemilu tahun 2004 sistem yang dipilih adalah sistemproporsional terbuka, sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 6UU No.12 Tahun 2003, yaitu:(1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Propinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsionaldengan daftar calon terbuka.

(2) Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistemdistrik berwakil banyak

Menghadapi pemilu 2009, pemerintah ((Eksekutif dan Legislatif)mengeluarkan aturan main baru yaitu Undang-undang Nomor 10Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, Undang-undang Nomor 42Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden, dan Undang-undang Nomor22 Tahun 2007 tantang Penyelenggaraan Pemilu. Salah satu pasalkrusial terkait UU No. 10 / 2008 adalah adanya pemberlakuanBilangan Pembagi Pemilih (BPP) 30 %. Selanjutnya terkait denganBPP 30 % ini dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.

Berkenaan dengan realitas kepartaian Malang Raya di eramultipartai, baik dari sisi tipologi maupun sistem kepartaian, makadapat kita kategorikan sebagai berikut: dilihat dari sistem kepartaian,partai politik Indonesia baik pada pemilu 1999, 2004, maupun 2009dengan jumlah partai politik yang memperoleh kursi signifikan adaenam, maka sistem kepartaiannya tergolong moderate pluralism; secaratipologis, partai-partai yang berkembang baik pemilu 1999 maupun2004 kalau dilihat dari sisi sumber dukungannya, maka umumnyapartai didukung oleh pemilih dengan basis ideologi, dimana agama,khususnya pemilih Islam, menjadi menjadi basis material dalam

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 58: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

58

dukungan partai. Oleh karena itu, partai-partai di era multipartaidapat dikatakan tergolong ke dalam tipe atau jenis partai sektarian.

Setelah melihat aturan main yang berlaku baik terkait sistemkepartaian maupun sistem pemilu, perlu kiranya dieksplorasi bagai-mana realitas sistem kepartaian dan sistem pemilu serta dampaknyaterhadap upaya dan pola hubungan partai dan pemilih di MalangRaya. Tujuan dikemukakan pembahasan ini adalah memberi gam-baran tentang kondisi kepartaian yang berkembang di era multipartai.Hal ini penting dikemukakan untuk bisa memberi penjelasan danpemahaman atas situasi dan kondisi kepartaian yang terjadi saat inidi Malang Raya. Berhubungan dengan tujuan tersebut, pembahasanini diawali dengan sistem kepartaian dan sistem pemilu di MalangRaya, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai sitemkepartaian, sistem pemilu dan upaya partai.

A. Sistem Kepartaian dan Sistem Pemilu1. Sistem Kepartaian

Konfigurasi perolehan suara partai-partai politik pemilu 1999di Malang Raya menunjukkan suatu pluralisme moderat. Partai-partai6 besar seperti PDI Perjuangan, PKB, Golkar, PAN, PPP, dan PK kalaudipilah-pilah ternyata masih memiliki visi yang hampir tidak jauhberbeda. Golkar dan PDI Perjuangan, walaupun di tingkat grassrootsering terjadi gesekan, namun sesungguhnya kedua partai tersebutdalam hal platform memiliki banyak persamaan. Begitu juga denganPKB, PAN, PPP, PK yang sama-sama mempunyai dukungan pemilihberbasiskan Islam, sehingga relatif bisa saling mendekat. Walaudemikian jurang pemisah selalu ada terutama antara partai berbasispemilih Islam Modernis dengan partai berbasis pemilih IslamTradisional. Dengan demikian, koalisi antara ke-6 partai tersebutsering dilakukan baik untuk kepentingan pilkada maupun dalammemutuskan kebijakan di dewan.1

1 Di Malang Raya, koalisi untuk kepentingan pilkada sampai tahun 2008 sering dilakukandiantara tiga partai besar pemenang pemilu sperti PDIP, PKB, dan Golkar. Dalam prakteknyakoalisi terjadi antara PDIP dan PKB, PDIP dan Golkar, namun jarang terjadi koalisi antaraGolkar dan PKB. Dalam rangka memenangkan perebutan kekuasaan di eksekutif, mau tidak mauharu melibatkan PDIP karena konsistensi dukungan pemilihnya cukup tinggi disamping secarakuantitas merupakan pemilih mayoritas. Oleh karena itu sampai penelitian ini dilakukan, semua

Page 59: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

59

Hasil pemilu 1999 di Malang Raya menunjukkan politik alirantetap pegang peranan. Kemenangan partai yang secara historis dansosiologis punya kedekatan dengan Islam seperti PKB, PAN, sertaPartai Nasionalis seperti PDIP dan Golkar bisa menjadi bukti kuatakan keberadaan politik aliran ini. Walau demikian, partai politikpada pemilu 1999 yang dibangun dengan format sistem kepartaianyang plural, namun dalam hal ideologi menunjukkan kecenderunganmoderat2. Perolehan kursi di tingkat dewan, masih menunjukanadanya dominasi dari tiga aliran pokok, seperti PDIP mewakili Abangan,PKB dan PPP mewakili Islam Tradisional, PAN dan PK mewakili IslamModernis, sementara Golkar mewakili Priyayi. Persentase suaramasing-masing partai di Dewan hasil pemilu 1999, PDI Perjuangan,menjadi pemenang mayoritas dengan menguasai 36 % suara di tingkatDewan, sementara PKB partai berbasis kelompok tradisional Islammenempati peringkat 2 dengan menguasai 27 % suara. Golkar, menguasai18 %, dan PAN partai yang berbasiskan modernis Islam menguasai 6% suara. PPP partai berbasis Islam kelanjutan era Orde Baru menguasai2,2 % dan suara. Partai Keadilan, partai Islam modernis baru dan memilikitipikal kelompok Ikhwanul Muslimin memperoleh suara 1,1 %.

Partai-partai yang tergolong besar adalah PDI Perjuangan, Golkar,PKB, dan dan memiliki garis ideologi yang cukup “moderat”. Di sisilain PPP, PKB, PAN dan PK, yang punya kedekatan secara historisdan sosiologis dengan pemilih Islam. Dengan demikian, kalau dilihatdari konsteks ideologi sesama partai Islam akan sangat mudah untukberkoalisi, namun karena perbedaan kultur terutama PPP, PKB yangtradisional dan PAN, PK yang Modernis dalam kenyataannya agaksulit, sebagai contoh koalisi untuk pemenangan pilkada. Bagi PDIPerjuangan dan Golkar, memiliki platform ideologi yang tidak terlaluberbeda, sehingga kendala koalisi keduanya hanyalah “permusuhan”historis selama era Orde Baru.

Perolehan suara pemilu 2004 tidak jauh berbeda dengan hasilpemilu 1999, namun sudah menunjukan adanya pengkaburan dalam

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Kepala Daera baik itu Kota Malang, Kabupaten Malang, maupun Kota Batu merupakan KepalaDaerah yang diusung oleh PDIP.2 Berkenaan dengan ideology partai-partai politik secara lengkap bisa dilihat dalam “Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009”, Kompas, PT Media KompasNusantara, 2004.

Page 60: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

60

politik aliran yang dibuktikan dari banyak pemilih yang melakukanswing votes, terutama pemilih PDIP dan PKB. Oleh karena itu jumlahkursi yang diperoleh PDIP dan PKB di Malang Raya mengalamipenurunan yang cukup drastis walaupun masih tetap menjadimayoritas. Pemilu 2004 di Malang Raya memperebutkan 115 kursi diDewan, dengan perincian Kabupaten Malang 45 kursi, Kota Malang45 kursi, dan Kota Batu 25 kursi. Di Malang Raya PDIP keluar sebagaipemenang dengan mengantungi perolehan 101.732 suara atau 25,84% total suara pemilih dengan menguasai 12 kursi atau 26 % di Dewandi Kota Malang, 357.008 atau 28,97 % dengan menguasai 17 kursi atau37,7 % di Dewan Kabupaten Malang, 3.299 atau 16 % denganmenguasai 5 kursi atau 20 % di Dewan Kota Batu. PKB keluar sebagaipemenang kedua dengan mengantungi perolehan 68.321 suara atau17,36 % total suara pemilih dengan menguasai 8 kursi atau 20 % diDewan di Kota Malang, 316.665 atau 25,72 % dengan menguasai 13kursi atau 32,5 % di Dewan Kabupaten Malang, 4.209 atau 12,6 %dengan menguasai 4 kursi atau 16 % di Dewan Kota Batu.

Golkar keluar sebagai pemenang ketiga dengan mengantungiperolehan 48.612 suara atau 12,35 % total suara pemilih denganmenguasai 5 kursi atau 11,11 % di Dewan di Kota Malang, 205.505atau 16,68 % dengan menguasai 7 kursi atau 15,55 % di Dewan Kabu-paten Malang, 7.70 atau 23,4 % dengan menguasai 5 kursi atau 20 %di Dewan Kota Batu. Sementara Partai Demokrat keluar sebagaipemenang keempat dengan mengantungi perolehan 57.278 suara atau14,55 % total suara pemilih dengan menguasai 7 kursi atau 15,15 %di Dewan di Kota Malang, 95.670 atau 7,76 % dengan menguasai 6kursi atau 13,33 % di Dewan Kabupaten Malang, 4.517 atau 13,8 %dengan menguasai 4 kursi atau 16% di Dewan Kota Batu.

Pada Pemilu 2004 hampir semua partai besar mengalami penu-ruan suara dari pemilu 1999. Golkar, PDI Perjuangan, PKB mengalamipenurunan perolehan suara. Oleh karena itu, secara otomatis menga-lami penuruan kursi, kecuali PKB walau mengalami penurunan suaranamun mengalami kenaikan kursi dari 12 kursi pada pemilu 1999menjadi 13 kursi pada pemilu 2004 di Kabupaten Malang.

Partai Demokrat, partai yang mengandalkan figur PresidenSusilo Bambang Yudhoyono langsung memperoleh 14,55 % suaradengan total perolehan 7 kursi di Dewan Kota Malang, 7,76 % dengan

Page 61: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

61

perolehan 6 kursi di Dewan Kabupten Malang, dan 13,8 % denganperolehan 4 kursi di Dewan Kota Batu. PKS (dulu PK) mengalamimengalami kenaikan jumlah suara yang cukup signifikan dari 0,79% menjadi 7,16% di Kota Malang. Pada pemilu 1999 PKS hanyamemperoleh 1 kursi, pada pemilu 2004 bertambah empat kursimenjadi 5 kursi. Di sisi lain, PAN di Kota Malang mengalamipenurunan jumlah suara, dari 10,53 % di pemilu 1999 menjadi 6,77%di pemilu 2004. Meskipun demikian, kursi PAN di Dewan merekabertambah dari 4 di pemilu sebelumnya menjadi 5 di pemilu 2004.

Pola sistem kepartaian yang terjadi pada pemilu 2004 masihmenyerupai Pluralisme Moderat layaknya seperti tampak di pemilu1999. Partai-partai relatif besar seperti Golkar, PDI Perjuanan, PKB,dan PAN ditambah Partai Demokrat dan PKS masih menguasai kursiyang cukup besar di parlemen. Tidak ada partai yang mampu menjadimayoritas secara mudah. Mereka harus saling berkoalisi. Partai yangmenjadi partner pertama didasarkan kedekatan garis ideologis, barukemudian faktor-faktor pragmatis seperti kemenangan suara untuk,pencalonan dalam pilkada, kebijakan tertentu dan lain sebagainya.

Pada pemilu 2009, peta politik agak berubah menjadi lebihterpolarisasi. Dari data menunjukan bahwa perolehan kursi partaidi Dewan tidak lagi terkonsentrasi pada beberapa partai saja, melain-kan sudah menunjukan ada penyebaran. PDIP, PKB, dan Golkar yangmerupakan simbolisasi dari politik aliran tidak lagi menjadi partaidengan perolehan kursi terbesar, pada pemilu 2009 dominasi ketigapartai ini tidak terjadi. Beberapa partai muncul ke permukaan sepertiPartai Demokrat, PKS, PAN dan beberapa partai lain seperti PartaiGerinda dan Partai Hanura, bahkan Partai Demokrat bisa menghenti-kan dominasi PDIP di Kota Malang yang pada pemilu 1999 dan 2004menjadi pemenang pemilu di Malang Raya. Partai Demokrat di KotaMalang yang pada pemilu 2004 memperoleh kursi 7 kursi kalah 5kursi dari PDIP yang memperoleh 12 kursi, pada pemilu 2009 Demokratmemperoleh 12 kursi sementara PDIP 9 kursi.

Dengan demikian, pola komunikasi dan pola koalisi di Dewanperiode 2009-2012 di Malang Raya relatif lebih banyak ketimbangpada pemilu 1999 dan 2004. Walaupun hasil kursi di Dewan masihmenunjukkan kesamaan dengan hasil pemilu sebelumnya yaitupluralisme moderat dengan empat sampai enam partai dominan.

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 62: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

62

2. Sistem PemiluSetelah reformasi digulirkan pada tahun 1998, Indonesia sudah

menjalankan tiga kali pemilihan umum, yakni: Pemilu 1999, Pemilu2004, Pemilu 2009. Pada Pemilu 1999, puluhan partai politik bermun-culan meskipun hanya 48 partai politik yang dapat ikut pemilu.Dimana sistem yang dipergunakan pada seluruh pemilu masa OrdeBaru sampai Pemilu 1999 adalah sistem proporsional dengan daftartertutup (PR Closed List). Persoalan yang paling menonjol di lapanganterkait dengan sistem pemilu closed list ini adalah konflik dalampenentuan calon dan stambus accord (suara sisa).

Pemilu 2004, berdasarkan UU No. 12 / 2003 menggunakansistem proporsional dengan daftar terbuka (PR Open List). Akantetapi, karena penetapan calon terpilih masih dibatasi dengan perole-han suara sebesar Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), maka dalamkenyataannya di Malang Raya, sistem ini hampir sama dengan daftartertutup karena tidak ada yang memperoleh suara memenuhi BPPsekalipun calon dari partai besar. Seluruh anggota DPRD Malang Rayayang terpilih, lolos karena posisinya pada nomor urut atas (nomorjadi) dalam daftar calon. Data KPU (2004), secara Nasional calonanggota Dewan Pusat yang memperoleh suara memenuhi BPP adalahcalon dari PKS, Hidayat Nur Wahid dengan perolehan suara 262.019dari dapil DKI II dan calon dari Partai Golkar, Saleh Djasit denganperolehan suara 195.348 dari dapil Riau.

Dalam Pemilu 2004 yang diikuti 24 partai politik, banyak halbaru yang diperkenalkan selain pemilihan anggota legislatif (DPR/DPRD), yaitu sistem pemilihan presiden langsung dan pemilihananggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam pemilu legislatifDPR/DPRD digunakan sistem proportional list atau open list systemdimana pemilih wajib mencoblos tanda gambar partai atau tandagambar dan nama calon legislatif.3 Sistem pemilu yang digunakanuntuk memilih anggota DPD adalah simple majority dengan multimemberconstituency (berwakil banyak).

3 Walaupun dalam pemilu 2004 sistem pemilu menggunakan proporsional daftar terbuka, namuncaleg yang lolos menjadi anggota Dewan secara langsung harus melampaui Bilangan PembagiPemilih (BPP). Sementara apabila caleg tidak sampai pada BPP, maka yang akan lolos menjadianggota Dewan adalah calon yang berada pada nomor urut di atasnya.

Page 63: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

63

Pemilihan presiden dalam Pemilu 2004 dilakukan secara langsung.Sistem pemilu yang digunakan adalah two round system, dimanaputaran pertama menggunakan sistem plurality-majority dan putarankedua menggunakan sistem run-off majority. Sistem yang serupa jugadigunakan dalam pemilihan kepala daerah, yang membedakanadalah putaran kedua dilaksanakan jika tidak pasangan calon yangmenang lebih dari 25 persen. Sementara itu, penyelenggara Pemilu2004 tidak lagi dilakukan oleh KPU yang beranggotakan wakil-wakilpartai politik seperti yang dilakukan pada pemilu 1999 melainkanoleh KPU yang beranggotakan individu nonpartisan yang dipilih olehDPR.

Berkaca pada kinerja sistem pemilu dan tipe pemilihan yangdigunakan pada Pemilu 2004, ternyata masih banyak permasalahanyang perlu direspon agar misi dari pemilu menjadi sempurna. Untukmelakukan variasi-variasi ini tentunya perlu ada pemahaman yangkomprehensif tentang sistem pemilu dan tipe-tipe pemilihan, manayang sesuai dengan kondisi sosial dan georgrafis Indonesia dan manayang tidak.

Memasuki pemilu 2009, banyak kritikan dan masukan yangterkait dengan persoalan BPP. Banyak calon yang keberatan karenadianggap menghianati amanat dari pemilih bagi calon yang merekadukung. Lebih jauh, bagi caleg yang ingin jadi memalui mekanismeBPP dianggap sebagai hal yang tidak mungkin. Sistem proporsionaldaftar terbuka hanya realistis di atas kertas atau aturan main, namundi lapangan dengan adanya mekanisme BPP menjadi hal yang tidakrealistis. Atas dasar pertimbangan di lapangan, banyak dorongan danmasukan untuk menjadikan atau menjalankan sistem proporsionaldengan daftar terbuka murni (majority) pada pemilu 2009. Namunperdebatan di Parlemen sangat alot antara mereka yang setuju denganyang tidak setuju, namun pada intinya bermuara pada eksistensi partaipolitik. Hasil keputusan di Parlemen, untuk pemilu 2009 disepakatidengan BPP 30%.

Terkait dengan persoalan BPP 30 %, kalangan yang merasadirugikan, khususnya para caleg yang ditempatkan pada nomor urutbawah, mengajukan permohonan peninjauan ke Mahkamah Konstitusi(MK). Atas pengajuan permohonan caleg PDIP (yang merasa dirugikanoleh nomor urut) ke MK terkait BPP 30 % dalam sistem proporsional

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 64: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

64

daftar terbuka ini, maka menjelang pemilu, MK mengabulkan gu-gatan tersebut. Maka pada pemilu 2009 diberlakukan sistem pemiluproporsional dengan daftar terbuka secara penuh.4

Dibalik dikabulkannya guguatan ke MK mengenai BPP, adanuansa kekhawatiran dari partai-partai politik yang menganggap adapartai lain yang sudah secara tidak langsung menerapkan sistem suaraterbanyak. Dalam hal ini, jauh sebelum pemilu 2009 dilaksa-nakan,ada sinyalemen bahwa PAN sebenarnya telah menerapkan aturanopen list secara penuh. Kondisi ini teresonansi ke partai-partai lain untukmemberlakukan hal serupa, karena dianggap kalau tidak menjalanupaya seperti PAN, maka akan mempengaruhi semangat calon dalampartainya mengendur. Sebagaima diketahui, caleg PAN menjadi lebihheterogen karena banyak tokoh populer baik dari kalangan politisi,akademisi, bisnismen, maupun artis.

B. Sistem Kepartaian, Sistem Pemilu, dan Upaya Partai1. Sistem Kepartaian dan Upaya Partai

Pada awal reformasi, semua partai belum punya keberanianpolitik untuk membangun partai yang keluar dari pakem ideologis.Oleh karena itu mereka berlomba-lomba memanfaatkan basis materialpemilih yang sejalan dengan politik aliran yaitu Islam dan Nasionalis.Dengan demikian, partai-partai yang ada hampir dipastikanmengembangkan tipe partai Massa. Dalam bersaing di pemilu, partai-partai berusaha mengemas ideologi dengan sebaik-baiknya. WalaupunPartai Golkar sebagai partai kader yang dalam aliran Gerrtz, pemilih-nya masuk dalam kategori priyayi, namun secara kultur priyayi itulebih condong ke Nasionalis.5

4 Akibat putusan MK yang mengubah system pemilu dari closed list proportional representationmenjadi open list proportional representation, menurut Bayu Dardias mengakibatkan beberapahal: Pertama berubahnya perilaku politik caleg dari yang semula berkmapanye untuk partaimenjadi berkampanye untuk diri sendiri. Kedua, lemahnya control partai terhadap kadernya.Anggota DPR akan lebih memperhatikan aspirasi konstituen yang memilihnya daripada instruksipartai sehingga fungsi fraksi di DPR melemah. Ketiga, munculnya free rider dalam politikIndonesia yang bisa dilihat dari banyaknya public figures terpilih tampa melalui kaderisasipartai yang ketat. Keempat, makin menyebarnya veto politik, sehingga semakin sulit untukmelakukan reformasi akibat harus bernegosiasi dengan semua pemegang veto. Kelima,terancamnya desain representasi perempuan. Bayu Dardias, Pemilu dan Putusan Hukum,Kadaulatan Rakyat, 30 Juli 2009.5 Perbedaan antara Abangan dan Priyayi hanyalah terletak pada etiket Jawa. Priyayi tegolong

Page 65: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

65

Realitas hasil pemilihan umum baik 1999 maupun 2004 telahmenyadarkan para elit politik bahwa membangun partai berbasisideologi tidak serta-merta mendapat dukungan pemilih karena harusbersaing keras di antara sesama partai baik itu yang Islam maupunyang Nasionalis. Bagi partai-partai yang sudah lama dan mengakarpada masyarakat, dilihat dari tokoh maupun historis partai, makapartai tersebut tidak mengalami hambatan yang berarti dalam bersaingdi pemilu, seperti PDIP yang merupakan kelanjutan PDI (masa Orba)dengan figur Megawatinya, Golkar yang merupakan simbol kekua-saan Orde Baru, PPP bagian dari historis partai Islam. Kalau punada partai yang berbasis ideologi Islam yang bisa survive seperti PKBdan PAN, tidak lain karena partai ini ditopang oleh dua kekuatanormas keagamaan yang besar. PKB oleh ormas NU yang disimbolisasioleh adanya Gus Dur, sementara PAN oleh ormas Muhammadiyahyang dapat dengan dilihat dari keberadaannya Amin Rais.

Guna mensiasati kerasnya persaingan di era multipartai, banyakpartai yang berusaha mendesain partainya ke arah yang lebih moderatdilihat dari sisi ideologi. Partai berusaha untuk segere melepas sedikitdemi sedikit label ideologis yang menempelnya. Pada akhirnya merekamenuju kepada partai catchall, dengan cara mengambil semua segmenpemilih, tidak dibatasi oleh hambatan ideologis, tujuan utamanyauntuk memenangkan pemilu dan meraih kekuasaan. Lebih jauh, gunamelengkapi perubahan baju partai dari yang pekat ke arah yang abu-abu, partai-partai politik berusaha untuk bersikap realistis dalamperjuangan mempertahankan eksistensi partai dengan cara melaku-kan upaya yang praktis pragmatis baik dalam pendekatan kepadamasyarakat maupun dalam melakukan koalisi dalam parlemen.

1.1. Sistem Kepartaian dan Kemasan Ideologi PartaiSebagaimana telah dikemukakan bahwa partai-partai berusaha

untuk tetap survive dengan melakukan langkah baik itu melaluiperubahan desain ideologi, perluasan segmen pemilih, maupun

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

punya kultur berbahasa yang stratified berdasarkan stratifikasi social, sementara Abangan tidak.Namun baik Abangan maupun Priyayi dalam hal beragama hampir mirip, dimana keduanyaberagama secara minimal dan punya kepercayaan yang bersumber dari ajaran Hindu sepertianimisme dan dinamisme.

Page 66: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

66

langkah praktis pragmatis. Dalam pemilu 1999 dan 2004, partai politikbelum punya pengalaman riil dalam berhubungan dengan pemilih.Oleh karena itu, salah satu langkah bijak yang diambil adalah denganmendasarkan diri pada realitas politik yang pernah ada. Ideologimenjadi salah satu komponen utama dalam upaya menggaet simpa-tisan pemilih dalam pemilu. Hal ini juga diakibatkan karena basismaterial yang lain seperti kelas, belum berkembang di negara kita.Oleh karena itu basis material yang bersumber dari primordialismelebih nyata dan lebih realitis untuk dijadikan sebagai pondasi pemba-ngunan partai politik.

Oleh karena itu tidak salah apabila kebangkitan partai-partaipolitik pasca reformasi sering disebut kalangan pengamat tertentusebagai bangkitnya “politik aliran”, yang tentunya terkait dengantipologi Santri, Abangan, priyayi dalam masyarakat Jawa sebagaimana dirumuskan Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Meningkat-nya ketegangan antara parpol-parpol Islam ditambah lagi denganseruan MUI dan ormas-ormas Islam untuk tidak memilih parpol lain(PDI-P) yang banyak menampilkan caleg non-Muslim seakan-akanmemperkuat asumsi tentang kembalinya politik aliran ke kancahpolitik Nasional (Azymardi Azra, 2002).

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional(PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), PKNU, Partai DamaiSejahtera (PDS) adalah beberapa contoh partai yang sangat berkaitanerat dengan Agama. PPP, PKS mereka nyata-nyata memproklamir-kan bahwa mereka adalah partai agama. Dengan tujuan meyedotmassa dari golongan yang fanatik agama, atau dengan kata lain orangyang lebih sreg atau cocok dengan segala sesuatu yang berbau agama.Dengan harapan orang tersebut akan memililih partai yang adaembel-embel atau simbol agama, karena dianggap mewakili kepenti-ngan mereka yang beragama, khususnya Islam.

Dari 48 partai politik pada pemilu 1999 tercatat ada 10 partaipolitik yang secara formal berasaskan Islam. Sementara yang lainnyaberasaskan Pancasila dan dua partai yang berasaskan gabunganantara Pancasila dan Islam. Kategorisasi ideologis yang didasarkanpada asas partai yang secara formal tercantum dalam AD/ART tidakakan mampu mendalami secara substantif dari partai politik yangbersangkutan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa walaupun

Page 67: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

67

ada partai yang secara formal mencantumkan asas selain Islam,namun dalam praktiknya basis massa mereka adalah pemilih Islam.Di sisi lain, figur-figur elit partai dilihat dari latar belakang keagama-annya termasuk tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi keberpihakan-nya terhadap Islam. Sebagai contoh PAN yang didirikan oleh AminRais yang punya latar belakang sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah,termasuk PKB, ada Gus Dur yang merupakan tokoh Islam mantanKetua Umum Pimpinan Pusat Nahdlotul Ulama. Begitupun ada bebe-rapa partai yang dibangun, walaupun tidak mengatasnamakan partaiIslam, tapi konstituen yang dibidiknya adalah konstituen Islam.

Di sisi lain, Komaruddin Hidayat dan M. Yudhie Haryono (2004)mencatat pembilahan ideologi partai politik ke dalam enam kelompok,yaitu Islam Tradisionalis, Islam Modern, Nasionalis, Sosial Demokrat,Marhaenisme, dan Kristen. Apa yang dikemukakan oleh Hidayat danHaryono merupakan gambaran ideologi partai politik sebagaimanayang dipaparkan dalam visi, misi, serta platform partai politik.Walaupun demikian apa yang dikemukakan dalam platform partaitidak selamanya merupakan cerminan dan ideologi partai politik.Banyak partai politik yang tidak selaras antara asas partai denganrealitas pemilih dan platform serta program-program partai. Lebih jauh,tingkah laku elit politik, kadang tidak mencerminkan ideologi daripartai yang diusungnya.

Sementara penulis mengkategorisasikan basis ideologi partaisebagai berikut: Islam, Nasionalis Sekuler, Nasionalis Religius, danKristen. Secara umum basis massa partai berhaluan Islam berasal daripemilih Santri baik modernis maupun tradisional, basis massa partaiberhaluan Nasionalis berasal dari pemilih Abangan, basis massapemilu partai berhaluan Nasionalis Religius berasal dari pemilih santri,Abangan, kristiani dan lain-lain, sementara partai yang berhaluanKristen berasal dari pemilih Kristen.

Pemilu Tahun 2004 yang diikuti oleh 24 partai, berdasarkanorientasi politik dan ideologi, partai politik yang dapat dikategorikansebagai partai Islam yaitu Partai Bintang Reformasi, Partai PersatuanPembangunan, 6 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

6 Keputusan PPP untuk kembali kepada Islam sebagai asas partai pada tahun 1998 lalu,merupakan titik balik bagi partai ini dalam mengapresiasikan diri sebagai partai politik Islam.

Page 68: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

68

Keadilan Sejahtera,7 Partai Bulan Bintang, Partai Sarikat Indonesia.Bagi pemilih Santri sangat tidak mungkin untuk memilih Partai yangberhaluan Nasionalis Sekuler. Hal ini didasarkan pada bedanyaorientasi politik mereka, dan dalam kehidupan keseharian baik pemilihAbangan maupun Santri yang walaupun ada partautan secara kultural,khususnya dalam ritual, namun masing-masing sudah membangunidentifikasi politiknya sendiri.

Partai Nasionalis Sekuler yaitu, PDI-P, PNBK, Partai Pelopor,PNI Marhaenisme. Basis pemilih Partai tersebut banyak datang dariakalangan Abangan. Walaupun PDIP berusaha untuk menggaetpemilih Santri dengan memunculkan wadah bagi berkumpulnyapemilih Islam seperti Jamah Muslimin (Jamus) dan sekarang BaitulMuslimin (Bamus), namun upaya ini tidak banyak mendapatkan hasilkarena para pemilih santri punya hambatan spikologis untuk memilih

Langkah ini diambil setelah sepuluh tahun lebih rezim Orde Baru melucuti atribut ke Islamanyamelalui penerapan asas tunggal Pancasila kepada seluruh partai politik. Kembalinya PPP kekhittah 1973 menandai tekad partai berlambang Ka’bah ini melepaskan diri dari dilema ideologi.Menghadapi pemilihan umum 2004 lalu PPP tetap mengedepankan prinsip istiqomah dalammelakukan tugasnya sebagai partai politik yang berasaskan Islam.7 Partai Keadilan Sejahtera yang singkat PK Sejahtera merupakan partai berasaskan Islam yangpendiriannya terkait dengan pertumbuhan aktifitas dakwah Islam semenjak awal tahun delapanpuluhan. Partai dengan lambing dua bulan sabit ini juga merupakan kelanjutan dari Partai Keadilanyang didirikan pada 20 Juli 1998. Awal tahun delapan puluhan gerakan-gerakan keislaman yangmengambil masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturnya, terutama masjid kampus,mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke tahun mewarnai suasana keislaman dikampus-kampus dan masyarakat umum. Bahkan, menjalar pula kekalangan pelajar dan mahasiswadi luar negeri, baik Eropa, Amerika maupun Timur Tengah. Gejolaknya muncul dalam bentukpemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga praktik pengalaman sehari-hari. Persaudaraan(ukhuah) yang dibangun di antara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengahmasyarakat yang cenderung semakin individualistik. Gerakan dakwah ini semakin membesardan mengental, dan jaringan mereka pun semakin luas. Mereka juga berupaya membangun ruhke-Islaman melalui media tabligh, seminar, aktivitas sosial, ekonomi dan juga pendidikan,meskipun saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang demikian ketatmengawasi aktivitas keagamaan. Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 dirasakan membukaiklim kebebasan yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivitas dakwahIslam, yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkansemaksimal mungkin bagi upaya peralihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka maksudkansebagai upaya mewujudkan bangsa negara Indonesia yang diridhoi oleh Allah SWT. Pendirianpartai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwahIslam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang. Maka mereka pun sepakatuntuk membentuk sebuah partai politik. Atas dasar beberapa hal yang melatar belakangi sejarahberdirinya Partai Keadilan, maka dipandang wajar jika para fungsionaris partai ini adalah merekayang tergolong muda dan kalangan intelektual kampus. Partai Keadilan secara resmi didirikan

Page 69: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

69

PDIP yang nota bene banyak dihuni oleh kelompok Abangan.Partai Nasionalis Religius yaitu Partai Kebangkitan Bangsa,

Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, 8 Partai Penegak DemokrasiIndonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Keadilan dan PersatuanIndonesia, Partai Patriot Pancasila, Partai Demokrat, Partai PersatuanDaerah, Partai Merdeka. Partai Indonesia Baru, Partai Buruh SosialDemokrat, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan. Bagi partai yangberhaluan Nasionalis Religius, segmen pemilihnya datang dariberbagai elemen. Baik kalangan Santri, Abangan, maupun kelompokberagama lain dapat masuk menjadi bagian dari pemilih PartaiNasionalis Religius. Khususnya Partai Golkar yang dalam pemiliu 2004menjadi pemenang, basis dukungan pemilihnya banyak yang datangdari kalangan Santri maupun Abangan.

Partai Kristen yaitu Partai Damai Sejahtera. Basis dukunganpartai Kristen sangat eksklusif, yaitu hanya pemilih yang berlatarkeagamaan Kristen. Dapat dipastikan bahwa mereka yang Islam tidakakan memilih partai yang memang berasal dari kalangan Kristiani.Bahkan mereka yang abangan pun, kalau harus memilih sangat sukarbagi mereka untuk menjadi bagian dari pendukung partai berhaluanKristen, karena walaupun mereka abangan tapi mereka masih menye-but dirinya sebagai orang Islam. Oleh karena itu maka, Kristen menjadibagian ideologi tersendiri dari pentas politik kepartaian di Indonesia.Sementara agama-agama lain, tidak membangun identitas politiksendiri karena secara kuantitas pemeluk tidaklah signifikan. Banyakpemilih dari pemeluk agama selain Islam dan Kristen menjadipendukung partai yang bersifat Nasionalis Religius. Keberadaan

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

pada tanggal 20 Juli 1998. Islam menjadi asas dari partai baru ini. Tercatat lebih dari 50 pendiripartai ini, di antaranya adalah Hidayat Nur Wahid, Lutfi Hasan Ishaaq, Salim Segaf Aljufri, NurMahmudi Ismail yang kemudian menjadi menjadi Presiden Partai Keadilan, sedangkan HidayatNur Wahid menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Partai ini dideklarasikan pada tanggal 9Agustus 1998 di Masjid AL-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan dihadiri sekitar 50.000massa. Menurut beberapa sumber, partai ini merupakan partai yang punya jaringan internasional,khususnya dengan partai Ikhwanul Muslimin yang ada di Mesir.8 Partai Golkar merupakan kelanjutan dari Golkar yang pada era Orde Baru selalu mendominasikursi legeslatif. Setelah rezim Orde Baru tumbang, berbagai tekanan dari berbagai kelompokmasyarakat yang anti Orde Baru terus menimpa Golkar, dari aksi demonstrasi sampai gugatandi pengadilan. Akan tetapi partai ini ternyata mampu meraih suara 22,44 persen atau mendudukiurutan kedua pada pemilu 1999. Bahkan, di provinsi-provinsi di luar Jawa, partai ini mampumeraih suara terabanyak

Page 70: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

70

pemilih selain Islam dan Kristen sangat sulit dideteksi kemana pilihanpolitiknya berlabuh, akan tetapi yang jelas mereka sangat sulit untukmemilih partai Islam atau pun partai Kristen seperti PDS.

Berdasar kenyataan tersebut, penulis berupaya untuk menge-lompokan ideologi partai politik, khususnya partai politik persertapemilu 2004, ke dalam empat kategori, yaitu partai yang berideologiIslam, Partai yang berideologi Nasionalis Sekuler, Partai yangberideologi Nasionalis Religius, serta partai yang berideologi Kristen.

Walau pada pemilu 1999 dan 2004, partai-partai Islam berupayakeras berjualan dengan berbagai iklan yang menjanjikan sepertiSyariat Islam, namun fakta hasil pemilu menunjukan bahwa masyara-kat sudah tidak lagi begitu terpengaruh dengan ide Syariat Islam.Hal ini dibuktikan dari hasil perolehan suara dalam pemilu untukpartai-partai Islam yang getol meng-isu-kan Syariat Islam, seperti PPP,yang tidak mendapat suara besar. PKB yang nota bene sebagai partaiyang berasas Nasionalis (Pancasila) dan tidak meng-gunakan isuSyariat Islam justru banyak didukung oleh pemilih Islam, khususnyaSantri Tradisionalis yang cenderung umumnya sering terpengaruholeh isu Syariat Islam.

Data Lapangan menunjukan bahwa perolehan hasil suarapemilu 2004, Partai Nasionalis seperti Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan (PDIP) menempati posisi teratas perolehan suara diMalang Raya dengan perincian sebagai berikut: Kota Malang 101.732,Kabupaten Malang 357.008, dan Kota Batu 3.299. Sementara partaiagama, khususnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menempatiposisi ke dua, dengan perincian Kota Malang 68.321, KabupatenMalang 316.665, dan Kota Batu 4.209.

Di Malang Raya PDI-P pada pemilu 1999 dengan mengemasisu “perjuangan wong cilik” memperoleh suara hampir 40 % denganperincian: 41,22% di Kota Malang, 38,47% di Kabupaten Malang.9

Oleh karena itu tidak salah apabila ada pendapat yang mengatakan

9 Dengan realitas seperti itu, tampaknya sulit bagi partai Islam untuk mendapatkan popularsupport. Jika mereka memasang isu-isu umum, maka kekuatan politik Nasionalis akanmenggilasnya. Tetapi jika mereka menggemakan isu-isu parokial seperti penerapan Syari’atIslam, dukungan politiknya menjadi sempit. Pendeknya, perjalanan partai-partai Islam akanselalu berada pada situasi dilematis tersebut.

Page 71: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

71

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

bahwa Islamnya masyarakat ternyata tidak berhubungan lurusdengan kemenangan Islam sebagai gerakan politik (Islam Politik).Sejauh ini tampaknya rakyat lebih merasa tenteram dipayungi olehgerakan politik Nasionalis daripada Islam. Oleh karena itu, menurutwakil ketua PPP, Chozin (Jawa Pos, 2007),

“Partai-partai Islam saat ini dituntut untuk lebih nyataberbuat dengan program pemberdayaan masyarakat, denganhanya mengedepankan ayat-ayat Alqur’an dan simbolisasiIslam tidak memadai lagi dike depankan parpol-parpol berasasIslam.” lebih lanjut ia mengatakan bahwa Otoritas negara tidakbisa dihadapkan dengan keyakinan masyarakat. Sebab, relasiagama dan negara telah selesai dengan menempatkan NKRIsebagai kesepakatan nasional, bukan negara agama. NKRI jugabukan negara sekuler, tapi negara yang berketuhanan yang MahaEsa.”

Walau demikian karena masyarakat Malang Raya sangat lekatdengan nuansa keislamanya, khususnya Islam Tradisional, ditambahlagi karakteristik masyarakat Malang Raya yang beragam karenabanyaknya pendatang dari kawasan timur jawa seperti jember,madura, serta kawasan timur Indonesia yang secara sosial sangatmematuhi perkataan dan perilaku pemimpin dalam hal ini pemimpinagama (kyai). Maka, kekuatan politik Islam masih tampak. Hal inibisa dibuktikan dengan perolehan suara PKB sebagai partai yangdilahirkan dari rumah NU. PKB mendapatkan suara sebesar 19,60 %di Kota Malang, 20,36 % di Kabupaten Malang.

1.2. Sistem Kepartaian dan Upaya Membangun Partai CatchallDengan banyaknya partai politik yang bersaing, baik dalam

pemilu 1999 (48 papol), pemilu 2004 (24 parpol), maupun pemilu2009 (38 parpol) partai politik kesulitan untuk mendapatkan suarayang hanya mengandalkan segmen massa politik yang terbatas.Banyak partai politik pada pemilu 1999 harus gulung tikar akibatkurangnya dukungan untuk memenuhi electoral threshold. Begitupunnasib partai politik yang lulus electoral threshold, dengan segmenpemilih yang sempit, mengalami penurunan jumlah dukungan pemilihakibat ketidakmampuannya dalam meraih dan mempertahankan

Page 72: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

72

simpati pemilih. Kondisi ini telah mendorong partai-partai untukmemperluas segmen massa pemilihnya baik secara langsung maupuntidak langsung. Demi memperoleh suara yang lebih besar dalam pemilu,ada kecenderungan partai-partai melakukan pencairan basis ideologimereka, dengan cara merubah sifat organisasi yang ekslusif menjadi inklusif.

Partai Nasionalis maupun Partai Islam, terus berusaha melaku-kan pembenahan agar dapat tetap survive. Salah satu upaya yangdilakukan adalah dengan membenahi platform ideologisnya merekamasing-masing. PDIP sangat relevan sebagai partai massa karenabanyak pendukung setia (Marhaenis, Soekarnois, Nasionalis, danmungkin kelompok populis), dan secara teoritik sudah berada padajalur partai massa sejak berdirinya. Namun kenyataan pemilu 2004telah mendorong elit-elit partai PDIP untuk mengaburkan partaimassa (I Ketut Putra Erawan, 2008).

Di sisi lain, kelompok Islam Tradisionalis melakukan sohpistikasidalam pendekatan dengan kelompok Abangan. Partai-partai yangsemula dikenal “hijau” mulai mencoba untuk menampilkan wajahNasionalis dengan mereduksi isu-isu penegakan Syariat Islam danNegara Islam dalam kampanyenya, sebagaimana dilakukan oleh PPPdan PKS. Ketika masih bernama Partai Keadilan (PK), denganmengusung isu Islam partai ini tidak mendapatkan suara yangsignifikan dalam pemilu 1999, di Parlemen hanya memperoleh 7 kursi.Namun setelah melakukan pembenahan Partai Keadilan Sejahtera(PKS) di mana isu yang diluncurkan lebih riil dan menjadi dambaanmasyarakat, seperti penegakan keadilan dan pemberantasan korupsidengan semboyan “bersih dan peduli”, PKS yang pada pemilu 1999hanya mendapat 7 kursi, pada pemilu 2004 menjadi 45 kursi. Namunsebaliknya dengan PPP, meskipun sudah memperbaharui isu syariatIslam dan Negara Islam dan menggantinya dengan “mendukung”Pancasila, tetap saja stagnan dengan 58 kursi. PBB yang tetap ngototdengan Syariat Islam juga melorot, dari 13 kursi dalam pemilu 1999menjadi 11 kursi dalam pemilu 2004. PDI-P yang unggul dengan 153kursi dalam pemilu 1999, juga melorot hanya memperoleh 109 kursidi pemilu 2004.

Perubahan ini menurut Riswanda Imawan (2004), membukakemungkinan bagi partai untuk melakukan reposisi dan redefinisifungsi mereka yang semakin jelas dan efektif dalam dinamika politik.

Page 73: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

73

Partai tidak sekedar befungsi sebagai pencari legitimasi (perspektifpartai elit) atau menyalurkan aspirasi massa (perspektif partai massa).Perubahan ini terjadi karena masuknya perspektif perilaku rasionalke dalam wacana perdebatan ilmiah mengenai peran dan fungsipartai politik.

Sumber: Mark N. Hagovian, Regimes, Movements, and Ideologies,A Comparative Introduction To Political Science, New York andLondon, Logman Inc., 1978.

Dalam pandangan Riswanda, terbentuknya catchall party di eramultipartai, merupakan kelanjutan politik era Orde Baru yangmenolak ideologi kiri-kanan, sehingga kedua spektrum ideologi harushilang. Hilangnya ideologi ini menurutnya justru akan menghancur-kan negara seperti yang terjadi di negara-negara sosialis. Untukmelukiskan kondisi tersebut, Riswanda mengutif pernyataan Bell,‘bahwa bangkrutnya negara-negara sosialis adalah akibat kosongnyapemahaman dikotomi “kiri-kanan” dalam perspektif ideologi politik.Ia berpendapat bahwa bila kubu tengah terbentuk karena penolakanterhadap kubu “kiri atau kanan”, maka format catch-all party itusendiri merupakan refleksi dari kehadiran satu ideologi baru.

Tanpa ideologi terbuka kemungkinan politik mengarah kepadapragmatisme dan oportunisme yang sangat akut. Logika produsen-konsumen yang merupakan pondasi pasar ekonomi menjadi dasardalam kebijakan partai, yang menurut Riswanda logika ini mengan-daikan bahwa segala pergulatan politik bergantung pada kreatifitaselit dalam mengiring massa politik untuk larut ke dalam jualan politikyang ditawarkan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa bila kalkulasielitis ini terjadi dalam sitem politik di mana personifikasi institusi masih

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Murni Ideologi: Berbagai Isme—Komunisme, Lebiralisme, Sosialisme

Murni Kepentingan:

Kekuasaan, Keamanan,

Pendapatan, Kehor matan,

dll. Diktator Massa Catchall Kader Proto

Page 74: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

74

berlaku, maka format catch-all party berpotensi melahirkan oligarkidalam tubuh partai itu sendiri. Dan ini bertentangan dengan jati diridari partai politik sebagai pilar demokrasi.10

Kenyataan tersebut di atas dipengaruhi oleh adanya perkemba-ngan aspirasi politik masyarakat yang membangun kesadaran daripara pelaku politik untuk berpikir bagaimana bisa merangkul berbagaikepentingan yang ada. Apalagi hal ini didukung oleh keyataan bahwakegagalan partai politik dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganyang berkembang merupakan penyebab utama matinya sebuah partai politik.

Dengan demikian banyak partai yang aktif dalam menjaringaspirasi yang berkembang, dan hal ini telah melahirkan format barudalam partai politik yang dikenal dengan catch-all party.11 Posisinyaberada di antara kutub dikotomi partai elit dan partai massa. MenurutRiswanda, format ini mengagungkan pragmatisme dan rasionalitassebagai pilar penyangga sistem politik yang demokratis. Denganprinsip pragmatisme dan rasionalitas ini dimungkinkan bagi masyara-kat untuk berpikir tentang “politik tanpa alur” (politics without cliches),tidak menjadi tawanan ideologi, sehingga masyarakat mampu menyi-kapi berbagai masalah tanpa prakonsepsi, tanpa distorsi idologis, dantanpa kekakuan bersikap partisan.

Dalam rangka merealisasikan ambisi parpol membangun partaicatchall, beragam cara dilakukan, tidak hanya oleh partai yang punyasegmentasi pemilih Santri (Islam) namun juga partai yang punyasegmentasi pemilih Abangan (Nasionalis). Untuk merambah massaberideologi berbeda, beberapa partai Islam dan Nasionalis mencobamengubah citra diri. PDI-P membentuk Baitul Muslimin untuk

10 Untuk lebih jelasnya lihat, Riswanda Imawan, Partai Politik Di Indonesia: Pergulatan SetengahHati Mencari Jati Diri, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Politik pada FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 4 September 2004.11 Dasar pertimbangan utama kenapa partai politik tergoda untuk membangun catchall partyadalah keinginan untuk memenangkan pemilu. Baik catchall party yang berbasis partai massamaupun partai kader sama-sama punya pandangan bahwa untuk memenangkan pemilu harusmenangkap semua atau berbagai kelompok kepentingan. Hal ini dilakukan dengan caramemperlunak ideologi mereka agar dapat masuk ke dalam berbagai kelompok. Semua catchallparty menjanjikan kondisi yang lebih baik bagi pengusaha, upah dan jaminan sosial yang lebihbaik bagi pekerja, harga terjangkau dan dukungan pada petani, jaminan hari tua, bantuan terhadappengusaha kecil, pedidikan dan lapangan kerja yang lebih baik bagi pemuda, dan sebagainya.Lebih jelasnya, lihat Mark N. Hagopian, Regimes, Movements, and Ideologies, A ComparativeIntroduction to Political Science, New York and London, Logman Inc., 1978.

Page 75: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

75

merebut simpati generasi muda Islam. PAN kian bergeser ke arahNasionalis, sementara PBR mengawinkan Islam dan sosialisme. Begitupun PPP dan PKS berupaya melunakan isu syariat Islam-nya, danhanya PBB yang secara konsisten mengampanyekan Syariat Islam.Semua pergeseran itu akan membawa konsekuensi politik parapendukung Tradisionalnya. Hal ini didukung oleh hasil temuanlapangan, dimana segmentasi pemilih pada pemilu 2009 sudahmengalami perluasan, karena hampir semua partai telah keluar daribasis tradisionalnya baik secara terang-terangan maupun tersembunyi.

1.3. Sistem Kepartaian dan Pragmatisme PartaiBanyaknya partai pada setiap pemilu membawa dampak tidak

baik pada perilaku partai politik. Akibat sudahnya partai politik baruuntuk bersaing dengan partai mapan, partai baru berusaha dengansegala cara untuk mendapatkan simpati dari pemilih, termasuk dengancara praktis pragmatis berupa pembelian suara. Kondisi ini men-dorong partai mapan untuk mengimbangi cara yang dilakukan partaibaru agar konstituennya tidak lari ke partai lain. Perilaku praktispragmatis tidak hanya ketika pemilu, juga terjadi pasca pemilu,terutama dalam memperebutkan kekuasaan.

Sebagaimana kita pahami bahwa sistem kepartaian yang ter-polarisasi ekstrim susah untuk terjadi koalisi di antara partai politik(marginal turnover) dalam membangun pemerintahan, khususnyadalam sistem parlementer. Sementara dalam sistem PluralismeModerat, proses koalisi agak mudah karena tidak terlalu banyak partaiyang bermain sehingga peta koalisi bisa diminamilisir. Dalam sistempresidensial, kepala pemerintahan atau presiden, tidak ditentukanlewat koalisi langsung oleh anggota parlemen terpilih, dimana peme-gang suara mayoritas umumnya berhak untuk mendapat jatahPerdana Menteri. Kepala negara atau presiden, dalam sistem presidensialharus melewati pemilihan langsung. Oleh karena itu, koalisi yangdibuat, sebangun dengan sistem parlementer namun dengan hasilakhir ada di tangan pemilih (rakyat).

Hasil pemilu baik 1999, 2004, maupun 2009 menunjukan bahwaperwakilan di Parlemen masih tergolong pluralisme moderat, dimanaPDIP, Golkar, dan PKB (hasil pemilu 1999 dan 2004) merupakan partaidominan dan dapat dengan mudah untuk mendorong kader masing-

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 76: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

76

masing dalam persaingan pilkada, namun mereka lebih memilih amandengan cara berbagi kekuasaan di antara mereka. Walau pada awalkoalisi (untuk mengusung calon Presiden maupun Kepala Daerah)dasar pertimbangan awal adalah kedekatan ideologi, namun dasarutama lebih banyak pada sisi pragmatis. Adakalanya partai yangsangat berseberangan secara ideologis, karena kepentingan untukmengusung calon (kasus pilkada), bisa berkoalisi dan bekerja samadalam mengusung calon kepala Daerah.12

Dampak koalisi yang dibangun atas dasar pragmatisme,pemerintahan yang terbangun menjadi tidak jelas dalam arahkebijakannya. Bahkan kesulitan yang sering terjadi dalam mengelolapemerintahan bisa dilihat baik di pusat maupun di Daerah. Di Pusat,Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono begitu pun Bupati maupunWali Kota di Daerah Malang Raya sering mengalami kesulitan dalammencapai kata mufakat dalam masalah penyelesaian berbagaipersoalan. Koalisi yang dibangun hanya dalam kontek berbagi kekua-saan, namun tidak linier dengan dukungan partai dalam persoalanarah kebijakan politik pemerintah yang akan di jalankan. Lebih lanjut,dampak dari koalisi pragmatis ini, di tingkat parlemen banyakmelahirkan lobi dan transaksi yang cenderung bersifat material dalammenggolkan satu kebijakan. Hal ini telah mendorong lahirnya genetikparlemen lama yang penuh dengan perilaku korup. Walaupundemikian, akibat sitem pemerintahan Presidensil yang tidak punyaruang untuk melakukan mosi tidak percaya pada pemerintah, makaposisi pemerintah, seberapa parahpun hancurnya bangunan koalisitidak punya dampak serius pada posisinya sebagai Kepala Pemerin-tahan baik di Pusat maupun di Daerah.

Dilihat dari spektrum ideologis yang ada di DPRD Malang Rayasekarang ini, maka partai-partai yang punya potensi tinggi untukmembangun koalisi adalah partai politik yang berideologi NasionalisReligius. Sebagai catatan, pembuktian apakah partai ini NasionalisSekuler atau Nasionalis Religius, kalau dilihat dari platform partai

12 Kasus dalam pilkada Jatim, dalam mengusung calon gubernur pasangan calon Khopipah-Mujiono, untuk memenuhi syarat minimal pencalonan harus menyatukan koalisi yang secaraideologis berseberangan yaitu PPP dan PDS. Dimana PPP secara ideologis menyatakan dirisebagai partai Islam seperti yang dicantumkan dalam asas partai, sementara PDS merupakanpartai yang lahir dari kalangan Nasrani walaupun secara asas menggunakan Pancasila.

Page 77: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

77

sangat sulit. Namun partai Nasionalis Religius bisa dilihat darikomposisi dukungan atau basis pemilih yang dibidiknya dan tentudengan sosiologis dan historis dari partai tersebut. Melihat darikonfigurasi ideologis yang ada, maka partai yang termasuk berideologiNasionalis Religius dengan dukungan pemilih yang cukup signifikanadalah Partai Golkar, Partai Demokrat, dan termasuk juga PAN danPKB yang punya kedekatan secara historis dan sosiologis denganIslam. Sementara dua kutub yang ekstrim, yang secara ideologis tidakmungkin dipertemukan, walaupun secara pragmatis bisa ketemu,adalah PDIP dengan ideologi Nasionalisnya pada satu kutub, PKS,PPP, dan PBB yang berideologi Islam pada kutub lainnya.

Dalam berkoalisi, partai tidak mau berisiko dengan mencalon-kan sendiri Bupati atau Wakil Bupati. Bagi mereka yang penting dapatmasuk dalam pemerintahan. Upayanya yaitu dengan memasangkader di masing-masing calon (Golkar), dan berkoalisi dengan calonyang bisa dipastikan menang. Padahal dengan hanya batas minimal20 % suara suara sah atau kursi di parlemen, minimal ada empatcalon yang bisa maju dalam setiap pilkada. Baik PDIP, PKB, maupunGolkar sebenarnya bisa mengusung calon Bupati atau Wali Kotasendiri, namun karena pertimbangan kekuasaan, mereka rela untukbekerja sama. Dengan demikian kalau dilihat dari peta kolasisi, makapemerintahan di Malang Raya hanya di kuasai oleh tiga partai sajayaitu PDIP, PKB, dan Golkar.

2. Sistem Pemilu dan Upaya PartaiPerubahan sistem pemilu yang terjadi tidak hanya berdampak

pada sistem internal partai politik, namun juga berdampak pada polaupaya partai dalam meraih simpati pemilih untuk memenangkanpemilu. Dari pemilu ke pemilu menunjukan adanya perubahandinamis upaya partai seiring dengan sistem pemilu yang diberlakukan.Hal yang paling mencolok perubahan upaya partai berkenaan denganadanya perubahan sistem pemilu ini terkait sekitar pola rekrutmencalon anggota legislative (caleg), penempatan caleg dalam daerahpemilihan (dapil), serta basis massa yang dibidik.

2.1. Sistem Pemilu dan Rekruitmen calonPola rekrutmen yang terjadi pada awal pemilu yang berlang-

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 78: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

78

sung tahun 1999 menunjukan adanya peran dominan dari pimpinanteras partai, baik di pusat atau pun di daerah, dalam menentukancalon anggota legislative. Dalam pemilu dengan sistem proporsionaldaftar tertutup (proportional closed list), saham suara dari pemilumutlak menjadi hak prerogratif partai kepada siapa suara pemilihitu akan diberikan. Kondisi ini melahirkan adanya penyakit kekuasaanberupa oligarkisme di tubuh partai, dimana pengambilan keputusanterpusat hanya pada segelintir elit partai dan akan berusaha terusmenerus untuk dipertahankannya. Dalam kondisi seperti itu banyakdari kader partai yang menunjukan kesetiaannya, khususnya padapimpinan partai, agar bisa menjadi nominasi dalam pencalegan ataupun hanya sekedar menjadi pengurus partai.

Lebih jauh, karena berharganya kekuasaan struktural partai,maka perebutan kekuasaan di tubuh partai sangat kompetitif, kalautidak dikatakan kasar. Kasus perebuatan kuasaan di tubuh partai,hampir tejadi pada semua kepengurusan partai di Malang Raya. Kasusyang paling menonjol adalah perebutan pimpinan partai di tubuhPAN Kota Malang yang melahirkan dualisme kepemimpimpinanyaitu antara kepemimpinan Darul Komar dan Kepemimpinan Prof,Kaprawi, SH., dan tidak bisa secara cepat diselesaikan walaupunsudah ada campur tangan dari pengurus pusat PAN.

Hasil focus group discussion dengan beberapa pengurus partai,terungkap bahwa dalam penentuan calon anggota legislatif, unsurkedekatan dengan pimpinan partai menjadi dominan. Lebih jauh,bagi kader yang ingin dicalonkan akan selalu memberikan konstribusisejumlah uang kepada partai dengan alasan untuk pemenangan pemilu.Dapil-dapil yang menjadi lumbung suara partai, menjadi perebutandan sekaligus menjadi dapil dengan harga yang besar untuk menjadi caleg.

Pada pemilu 2004, kondisi tersebut tidak banyak berubah,walaupun sudah ada perubahan dalam sistem pemilu yaitu propo-sional daftar daftar tetutup (propotional closed list) menuju proposionaldaftar terbuka (proportional open list). Pemilih boleh mencoblos partai,caleg, atau kedua-duanya, dengan ketentuan suara partai akanmenjadi suara nomor urut tertinggi. Sistem ini tidak serta merta paracaleg memberikan garansi untuk dapat lolos menjadi anggota legislatif,karena caleg harus bisa memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).Hal ini sangat sulit mengingat peran partai masih dominan dalam

Page 79: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

79

kampanye, disamping masih diperbolehkannya mencoblos partaiyang justru banyak disuarakan oleh partai saat kampanye. Kasus diMalang Raya tidak ada satupun dari para caleg yang bisa lolos lewatBPP. Bahkan untuk tingkat pusat, hanya calon dari PKS yaitu HidayatNurwahid dan calon dari Partai Golkar yaitu Saleh Djasit yang bisalolos dengan melewati BPP. Oleh karena itu, dalam pemilu 2004 paracaleg yang terdaftar di masing-masing partai, nomor urut paling atashampir pasti diisi oleh pimpinan teras partai.

Memasuki pemilu 2009, sistem pemilu berubah lagi menjadisistem proporsional daftar terbuka (proportional open list) murni (tanpaBPP). Sistem ini telah mendorong terjadinya perubahan upaya partaidalam memenangkan pemilu. Partai tidak lagi dominan dalam baikdalam penentuan caleg, maupun dalam pemenangan pemilu. Sistemkompetisi terbuka antar caleg di dalam internal partai, mendoronggairah caleg untuk berjuang dengan segala cara agar dapat mem-peroleh suara tertinggi di dalam partai agar lolos menjadi anggotalegislatif. Kondisi ini mendorong persaingan keras di antara para caleginternal partai, tidak lagi dengan calon di luar partainya.

Dengan sistem baru, partai tidak hanya memasangkan caleg-caleg yang punya kualifikasi kepopuleran, jaringan, dan sumber dayakeuangan dari internal partai. Akan tetapi partai berusaha mencaritokoh-tokoh populer yang punya tingkat akseptabilitas dan electabilitastinggi dari eksternal partai untuk di pasang dalam nomor urut caleg.Keadaan ini telah melahirkan perilaku pragmatis dari kader partai,maupun partai dalam memperebutkan kekuasaan. Para kader yangkecewa dengan partainya, mereka dengan enteng masuk ke partailain tanpa ada beban historis, sosiologis, maupun spikologis.

Di Malang Raya seperti yang penulis temukan, banyak kaderGolkar maupun kader PDIP yang pindah haluan ke Partai Demokrat,begitupan sebaliknya dari Partai Demokrat banyak juga pindah kepartai lain. Sebagai contoh, Subur Triono anggota Dewan KotaMalang yang pada pemilu 2004 di usung oleh Partai Demokrat, karenakasus Pilakada dia diberhentikan, dan dengan mudah diterimamenjadi caleg dari PAN. Termasuk juga Ishom dan Andre Prana,Ishom yang merupakan anggota Dewan Kota Batu peride 2004-2009dari PSI, meloncat ke PAN, sementara Andre Prana Anggota Dewandari Partai Demokrat pindah ke Partai Barisan Nasional (Barnas).

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 80: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

80

Kasus lain yang terjadi di Kota Batu, tokoh-tokoh lokal yangdianggap punya massa menjadi bidikan utama partai politik untukmenjadi caleg dari partai tertentu. Hasil observasi penulis menunjukanbahwa banyak dari keluarga perangkat desa, ataupun pemerintahyang menjadi calon dari partai politik tertentu. Dari dapil JunrejoKota Batu, caleg yang berasal dari keluarga perangkat desa adalahSiti Nurjanah yang merupakan istri dari Kepala Desa Pendem, diadicalonkan dalam nomor urut satu dari PNBK, Nurjayanti Istrisekretaris desa yang dicalonkan Partai Hanura pada nomor urut dua.Dari kedua calon tersebut, salah satu calon berhasil mendapatkansuara yang cukup signifikan, untuk ukuran BPP Kota Batu denganjumlah pemilih sekitar 130.000 pemilih, karena mendapatkan suara,dengan perkiraan BPP sebesar 3000-an suara. Sementara calon yangmerupakan anggota keluarga dari birokrasi, juga berhasil lolosmenjadi anggota Dewan yaitu Syaodah Isteri Mantan Camat Junrejomelalui Partai Indonesia Baru (PIB) dan Endang Istri Mantan WaliKota Batu Alm. Imam Kabul dari PDIP dari dapil Batu.

Pada umumnya partai politik peserta pemilu 2009 di MalangRaya menerima pendaftaran untuk caleg dari kader non partai, akantetapi untuk masuk menjadi caleg dari partai-partai besar sepertiPDIP, P. Golkar, maupun P. Demokrat sangat susah. Partai-partaiyang paling banyak menerima caleg dari luar kader partai sendiriadalah partai-partai baru dan partai-partai yang pada pemilu 2004kurang mendapatkan suara signifikan dan tidak mempunyai basispengkaderan serta basis massa yang jelas.

Sebagaimana hasil dari Focus Group Discussion yang penulislakukan dengan beberapa pengurus partai politik ditemukan bahwapada pemilu 2009, sebagian partai politik sudah secara terbukamembuka ruang bagi calon dari luar kader untuk menjadi caleg daripartai mereka. Dengan demikian, sistem pemilu proporsional daftarterbuka secara murni telah merubah peta politik di Malang Rayasecara keseluruhan. Banyak caleg yang direkrut oleh partai yangbukan dari kadernya dengan pertimbangan caleg tersebut akanmenguntung partai bersangkutan. Beberapa pertimbangan kenapaseseorang dapat direkrut, walaupun bukan kader partai, yaitu pertamakarena punya modal sosial; dan kedua karena punya modal ekonomi.Modal sosial terkait dengan banyaknya pengikut yang seseorang

Page 81: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

81

miliki karena posisinya, baik sebagai tokoh agama, tokoh politik,maupun tokoh masyarakat lainnya. Modal ekonomi terkait dengankekayaan yang dia miliki, biasanya mereka adalah seorang pengusahaatau orang yang punya kekayaan cukup untuk mendanai kampanyepemenangan pemilu.

2.2. Sistem Pemilu dan Penentuan Dapil CalegSudah menjadi semacam peraturan tidak tertulis dalam partai

bahwa daerah-daerah yang menjadi lumbung partai, para calegnyaselalu diisi oleh pimpinan teras partai. Bahkan banyak pemilih yangtidak mengenal sama sekali calon yang akan mewakilinya. Kondisimarak dan jamak terjadi pada pemilu 1999 dan 2004 yang menempat-kan partai dalam posisi dominan dalam pemenangan pemilu maupunpenentuan caleg. Keadaan ini membuat banyak Pimpinan Daerahatau Cabang partai yang kecewa karena tidak punya kesempatanuntuk menjadi caleg dengan nomor urut jadi. Hal ini berdampak padakurang bergairahnya Daerah atau Cabang partai dalam memenang-kan pemilu. Akan tetapi, karena tingkat persaingan dalam internalpartai rendah dan perolehan kursi bersifat urut kacang (kalau tidakada yang mendapat BPP), maka calon-calon yang berada pada nomorurut jadi banyak bekerjasama dan membantu secara finansial calondengan nomor urut di bawahnya. Hal ini diasumsikan bahwa semakinbanyak caleg yang mendapatkan suara, maka kepastian caleg untuklolos menjadi anggota Dewan semakin tinggi.

Lain pemilu 1999 dan 2004, lain lagi pemilu 2009. Dengan sistemproporsional daftar terbuka (proportional open list) para pejabat teraspartai harus berjuang keras untuk bisa bersaing dengan caleg lainnyadalam satu partai. Oleh karena itu bagi partai-partai menengah kebawah, penempatan calon menjadi sangat krusial karena terkaitdengan tingkat akseptabilitas calon di daerah pemilihan. Bagi calegKabupaten dan Kota, hampir dipastikan akan menempati dapil sesuaidengan asas domisili karena dianggap lebih dikenal dengan calon lain.

Mengingat persaingan yang cukup keras di dapil masing-masing, partai politik tidak sembarangan dalam menurunkan calegdi dapil tertentu kalau memang caleg tersebut tidak dikenal olehmasyarakat setempat. Dengan demikian, banyak calon-calon daripartai yang di tempatkan dalam dapil yang berdomisili dari dipil caleg

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 82: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

82

yang bersangkutan. Walaupun demikian, ada juga caleg yang keluardari dapil dimana mereka berada, dengan pertimbangan tingkatpersaingannya lebih rendah, seperti tidak ada calon incumbent, atauterjadi konflik atau ada dua atau lebih calon yang sama dalam satudaerah sehingga di pindah ke dapil lain.

Sementara bagi caleg yang datang dari luar partai biasanyaditempatkan di dapil yang dalam pemilu sebelumnya tidak menda-patkan kursi dan biasanya ditempatkan dalam urutan bawah. Hetero-gennya calon yang berada dalam satu partai telah berdampak padapilihan segmen massa. Baik partai Nasionalis maupun partai Islamsudah tidak lagi membedakan basis konstituen mereka, karena yangjadi pertimbangan dalam pileg 2009 adalah latar belakang dari calonyang bersangkutan.

Pencalon yang tidak mempertimbangkan asas domisili, lebihmenonjol untuk caleg Provinsi dan Pusat. Sebagai contoh, caleg DPRRI dari PDIP, Prof. Dr. Gayus Lumbuun menjadi caleg di dapil MalangRaya yang bukan berasal dari Malang Raya. Dalam hasil pemilumenunjukan bahwa kekuatan Gayus Lumbuun, dengan kapasitaspribadi dan kepopulerannya tidak begitu banyak berperan. Hal iniberbeda dengan Sri Rahayu, yang merupakan tokoh lokal MalangRaya yang relatif tidak begitu populer di pentas Nasional mampumeraup suara yang signifikan. Kasus pencalegan yang relatif tidakmempertimbakan asas domisili ini lebih banyak dari caleg PDIP danPKS, hal ini disebabkan karena pemilih PDIP dan PKS lebih fanatisdan lebih ideologis ketimbang partai partai lain.

Calon dari partai-partai besar yang bukan berasal dari kaderlebih banyak berasal dari segmen pengusaha. Sebagai contoh calegdari PDIP yang berada dapil Kedungkandang merupakan caleg yangberlatar belakang pengusaha, jelasnya pengusaha rokok. Alasanutama yang terungkap dari hasil FGD dengan beberapa penguruspartai adalah kemampuan ekonomi caleg. Dari data di lapanganmenunjukan bahwa caleg PDIP yang bernama Drs. H. NurrudinHuda (Soleh) yang berlatar belakang pengusaha ini menjadi calegdengan prosentase perolehan suara paling besar dan mendekatiBilangan Pembagi Pemilih (BPP), yaitu sekitar 80% dari BPP. Dalamrangka meng-cross-check kebenaran data, penulis mencari informanyang dianggap mengetahui yaitu anggota KPUD Kabupaten dan salah

Page 83: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

83

seorang caleg, informasi yang diperoleh menunjukan bahwa calegPDIP dari pengusaha dapat memperoleh suara sangat signifikan tidakhanya karena alasan ekonomi, melainkan juga jaringan usaha juga.Perusahaan rokok kretek yang dimiliki Soleh itu ternyata melibatkantenaga kerja ribuan orang, belum termasuk pengecer-pengecernya.Dengan demikian, bagi partai politik yang besar seperti PDIP, kalautidak punya modal ekonomi dan sosial yang besar akan sangat sudahmenjadi caleg kalau tidak lewat kaderisasi.

2.3. Sistem Pemilu dan Segmen Pemilih Yang DibidikPada awal masa reformasi, euporia politik yang begitu besar

telah membangun kesadaran politik para elit untuk segera membentukpartai politik. Basis massa yang paling realistis ditengah ketiadaanbasis material baru adalah digunakannya perangkat primordialismesehingga menyerupai situasi perpolitikan pada era menjelang pemilu1955. Spektrum politik aliran di antara partai politik yang dibangunsangat pekat terasa. Oleh karena itu setiap ormas yang bersinggunganterkait ideologi tertentu mengalami dampak luar biasa dalamdinamika internalnya terkait dengan keterlibatannya dalam politikpraktis. Dalam ormas keagamaan ada dua ormas yang sangat tergun-cang dengan munculnya politik aliran ini, yaitu Muhammadiyah danNU. Muhammadiyah menjadi penyokong utama basis massa pemilihPAN, sementara NU menjadi basis utama pemilih PKB.

Kasus yang terjadi di Malang Raya, tidak bisa dinafikan akankeberadaan politik aliran, khususnya di tingkat elit partai, menjadimodal utama dalam upaya menggarap basis ideologis untuk pemena-ngan pemilu 1999. Kentalnya nuansa politik aliran bisa tercermindalam kepengurusan partai, caleg yang diusung, serta segmen pemilihyang digarap baik partai yang mengatasnamakan diri sebagai partaiIslam maupun partai yang mengatasnamakan diri sebagai partaiNasionalis. PKB berjuang mengamankan basis pemilih NU yangmerupakan basis pemilih Santri Tradisional, PAN berjuang menga-mankan pemilih Muhammadiyah yang dianggap mewakili SantriMordenis, PDIP berjuang mengamankan basis pemilih Abangan yangmerupakan representasi pemilih Nasionalis yang pro wong cilik.Sementara Golkar yang merupakan representasi dari pemilih Priyayiberupaya mengamankan pemilih keluarga PNS yang menjadi basis

SISTEM KEPARTAIAN DAN SISTEM PEMILU

Page 84: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

84

pemilih utama Golkar pada masa Orde Baru.Memasuki pemilu 2004, sedikit terjadi perubahan dalam peta

basis masa pemilih. Pengalaman pemilu 1999 dijadikan sebagai barometerdalam membangun upaya bagi pemenangan pemilu 2004. Partai-partaiIslam yang pada pemilu 1999 cenderung fanatik dengan basis pemilihtradisionalnya, mulai mengembangkan basis massa di luar segmenpemilih tradisionalnya. Salah satu barometer yang bisa dijadikanindikator adalah isyu politik yang dibangun masing-masing partai.

Pada pemilu 1999, PPP, PBB, PKS, sangat getol menyuarakansyariat Islam dalam rangka meraih simpati pemilih. Pada pemilu 1999,hasilnya bagi PKB cukup memuaskan karena menjadi terbanyak keduasetelah PDIP, dan yang ketiga dipegang Golkar. Artinya dalam pemilu1999, di Malang Raya pemilu 1999 masih mencermikan situasi politikaliran seperti yang dikemukakan Geertz (1960) yaitu Santri-Abangan-Priyayi. Dalam pemilu 2004 walaupun politik aliran masih mewarnai,namun terjadi pergeseran yang tampak dari penururan suara PDIP,PKB, PAN maupun Golkar sebagai representasi politik aliran. Muncul-nya partai papan tengah baru sepeti PKS dan Partai Demokrat menjadiindikasi adanya kecenderungan sebagian pemilih sudah meninggal-kan identifikasi dirinya bedasarkan varian keagamaan.

Gejala semakin ditinggalkannya basis aliran politik oleh partai,lebih terang dalam pemilu 2009. Partai lebih mengedepankan pende-katan ekonomi daripada ideologis ketika memutuskan untuk meraihsimpati pemilih. Partai lebih berpikir praktis pragmatis dalammembangun upayanya, dimana program jangka pendek yang bersifatkarikatif dan berbiaya tinggi lebih menonjol ketimbang pendekatanyang bersifat ideologis. Oleh karena itu, basis massa yang digarapmenjadi lebih lebar karena tidak ada hambatan ideologis. Programkarikatif seperti batuan sosial seperti kesehatan, pembangunan saranaibadah, dan lingkungan, bisa diterima oleh semua kalangan. Olehkarena itu, PKS yang merupakan partai Islam modernis, segmen massayang di bidik pada pemilu 2009 tidak melulu kelompok massa SantriModernis namun juga melebar ke segmen pemilih Satri Tradisionaldan Abangan dengan lewat berbagai program sosialnya. Dan hasilnyapada pemilu 2009 PKS mengalami kenaikan signifikan dibandingdengan partai-partai Islam lainnya.

Page 85: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

85

BAB III

MEMAHAMI ARTI PENTINGPARTAI BAGI PEMILIH

Page 86: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

86

KOMPETENSI

Dalam bab ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan apa makna pilihan partaibagi masyarakat baik dari sisi ideologis, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi.Selanjutnya mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bagaimana respon partaiterkait dengan pemaknaan masyarakat terhadap pilihan partai politik tersebut. Lebihjauh, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bagaiama dampak yang terjadi daripemahaman masyarakat terhadap partai politik terhadap kinerja partai politik.Terakhir, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang pola hubungan partaidan pemilih yang didasarkan pada pemaknaan pemilih pada partai politik.

Page 87: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

87

BAB III

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAIBAGI PEMILIH

PEMAHAMAN adalah gambaran dan pemahaman seseorang tentangsesuatu yang bersifat subjektif. Karena bersifat subjektif, makagambaran atau pemahaman seseorang mengenai sesuatu tersebutakan berbeda satu sama lain bergantung kepada pengetahuan,pengalaman, keyakinan serta kondisi sosial budaya masing-masing.Kalau dikaitkan dengan “pemahaman partai”, maka dapat diartikansebagai gambaran dan pemahaman seseorang mengenai partai sesuaidengan pengetahuan, pengalaman, keyakinan serta kondisi sosialbudaya dimana orang tersebut berada. Terkait dengan penelitian yangdilakukan, pembahasan dalam bab ini akan menjawab pertanyaan“apa pemahaman partai bagi pemilih?’.

Guna menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka perluterlebih dahulu memahami dan mengetahui kondisi sosial ekonomi,bahasa, kebiasaan, budaya, keyakinan sosial-religi, serta perilakukeberagamaan seseorang, kelompok, atau warga setempat. Denganmemahami kondisi sosial ekonomi serta budaya warga setempat akansangat berguna untuk memahami pandangan dan pemahamansubjektif tentang partai, walaupun orang yang bersangkutan tidakmenyatakannya secara langsung. Sebagai contoh, perilaku pendukungPKB yang rela untuk datang ke tempat kampanye walau denganbiaya sendiri dan bahkan berani mati untuk membela PKB, bukanberarti partai yang baik sehingga diperhatikan konstituennya. Namunbisa dipahami sebagai ketaatan beragama. Bagi kalangan Nahdhilyin

Page 88: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

88

PKB diidentikan dengan Islam, dan Islam dalam kelompok SantriTradisional adalah NU. Dalam kelompok masyarakat santri Tradisional,stratifikasi serta status sosial sangat ditentukan oleh perilaku kebera-gamaan. Kalau dikaitkan dengan dukungan kepada PKB yang sangatbesar bisa jadi merupakan sebuah kebanggaan karena sudah mendu-kung NU yang berarti mendukung Islam. Dengan demikian perilakumembela PKB dianggap sebagai perilaku membela agama. Hal inimenjadi kebanggaan bagi kalangan Santri Tradisional karena akanmendapatkan penghargaan serta meningkatkan status sosial di matakelompoknya.

Selengkapnya dalam bab ini akan diuraikan beberapa pemaha-man subyektif dari pemilih mengenai partai politik baik itu terkaitdengan pemahaman ideologis yang bersumber dari politik aliran,pemahaman sosial kemasyarakatan, dan pemahaman ekonomi. Pem-bahasan berikutnya mengenai pemahaman partai dan keterkaitannyadengan hubungan partai dan pemilih dari pemilu ke pemilu (pemilu1999, 2004, 2009). Selanjutnya penting juga untuk dibahas mengenaidampak dari Pemahamanan partai pada kinerja partai. Terakhirdibahas keterkaitan pemahaman partai dengan upaya yang dijalan-kan oleh partai dalam meraih simpati massa untuk pemenangan setiappemilu.

A. Cara Pemilih Memahami PartaiBanyak hal yang bisa ditangkap dari hasil penelitian yang

penulis lakukan menyangkut pemahamanan pemilih pada partaipolitik, namun secara garis besar ada beberapa fenomena yang adadapat diambil sebagai benang merah terkait dengan Pemahamananpartai ini. Beberapa fenomena yang muncul di lapangan, penulismengelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu pemahaman ideologis,pemahaman sosial kemasyarakatan, dan pemahaman ekonomi.Pemahaman ideologis partai adalah pemahaman yang muncul darisebuah keyakinan seseorang mengenai partai yang berbasis perilakubeberagamaan seperti yang dikemukakan Geertz yaitu SantriModernis, Santri Tradisional, dan Abangan. Varian pemahaman ideologiyang ada dalam masyarakat pemilih terbagi ke dalam empat halPemahamanan partai, yaitu Perjuangan Islam, Pengejawantahan Keislaman,Pembelaan Wong cilik, dan Perlawanan Pada Ideologi Penguasa.

Page 89: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

89

Pemahaman sosial kemasyarakatan partai adalah pemahamanpartai yang tumbuh dari hasil interaksi sehari-hari di antara sesamadalam satu komunitas yang dilandasi oleh norma, adat dan kebiasaan.Varian dari pemahaman Sosial Kemasyarakatan terdiri dari solidaritassosial, Kepatuhan kepada Pemimpin, dan Budaya. Sementara varianpemahaman ekonomi partai adalah pemahaman yang berkembangakibat kondisi sosial, ekonomi, geografi, dan demografi yang tidakbaik. Varian dari pemahaman ekonomi partai ini terdiri dari bantuanpembangunan, dan pemberian uang tunai.

1. Partai Sebagai Simbolisasi IdeologiIdeologi politik merupakan sebuah himpunan ide dan prinsip

yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, danmenawarkan ketertiban (order) masyarakat tertentu, termasuk mena-warkan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnyadilaksanakan. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Anthony Downs(1957), “Political ideology is a believe system that explains and justifies apreferred political order for society, either existing or proposed, and offer astrategy (processes, institutional arrangements, programs) for it attainment.It is a ‘verbal image of the good society and the chief means of constructingsuch society’.” Kalau dikaitkan dengan Pemahamanan seseorangterhadap partai politik, pemahaman ideology dari partai bisa berartibahwa partai politik harus punya gagasan yang dituangkan dalamvisi, misi, dan platform serta ditunjukan dari perilaku elitnya untukmemperjuangkan dan merealisasikan gagasan tersebut dalam kenyataan.

Dalam khasanah perpolitikan di Indonesia, ideologi politik yangbersumber dari politik aliran, sudah cukup lama mempengaruhi kehi-dupan politik kepartaian. Sebagaimana yang dikemukakan Geertz,pola aliran politik (social cleavages) yang berkembang di Indonesiameliputi Santri-Abangan-Priyayi. Dalam politik, pola aliran itu telahmelahirkan dua kutub ideologis yaitu Islam dan Nasionalis. Keduakutub ideologis ini punya pendukung sangat luas dalam masyarakatIndonesia, terutama di Jawa. Dalam kaitannya dengan pemahamanideologis partai di Indonesia, maka partai politik harus punya gagasanyang dituangkan dalam visi, misi, dan platform serta ditunjukan dariperilaku elitnya untuk memperjuangkan dan merealisasikan “Islam”,“Nasionalis” dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 90: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

90

1.1. Upaya Memperjuangkan IslamDi kalangan Santri Modernis berkembang pemahaman akan

pentingnya partai. Partai politik diperlukan sebagai sarana untuk men-dapatkan kekuasaan, dengan alasan bahwa agama dalam perkemba-ngannya tidak lepas dari pengaruh orang-orang berkuasa. Di sisi lainmereka berpandangan bahwa dengan kekuasaan yang dimiliki ataudidukung oleh penguasa, perkembangan agama akan mengalamikemajuan karena kekuasaan ikut membentengi dan menyokong perkem-bangan agama. Anggapan tersebut tidak lepas dari pengaruh perkem-bangan Islam pada jaman Nabi Muhammad, dimana pada jamanRasulullah dan para sahabat, perkembangan Islam tidak lepas daripengaruh kekuasaan. Islam dan kekuasaan sejalan dan seiring dalamsejarah perkembangan Islam, bahkan naik turunnya perkembangan-nya Islam pun tidak lepas dari akibat perebutan pengaruh dankekuasaan dikalangan intern umat Islam sendiri, dan hal ini mendo-rong terjadinya polarisasi dalam Islam seperti adanya Sunni dan Syiah.

Menurut beberapa aktivis Muhammadiyah Kabupaten Malang,pengaruh kekuasaan dalam perkembangan agama tidak hanya dalamIslam, akan tetapi terjadi juga dikalangan pemeluk Kristen. Pada saatkekaisaran Romawi Kristen yang mengembangkan ajaran Trinitasbisa berkembang pesat karena didukung oleh penguasa Romawi padasaat itu. Sedang konsep Kristen yang mengembangkan ajaran ketuhananyang bersifat tunggal tidak bisa berkembang karena mendapat ham-batan dari penguasa.

Adanya partai politik yang berbasis Islam di Indonesia bagikalangan Santri Modernis sangat dibutuhkan dalam rangka memben-tengi Islam dari pengaruh serta serangan yang akan menghancurkanIslam dari luar (non Islam). Mereka meyakini dengan adanya partaipolitik Islam, maka Islam akan punya kekuatan karena didukung olehmereka yang duduk dipemerintahan. Oleh karena itu, menurut panda-ngan pemilih Islam, partai harus mampu menjadi garda terdepandalam memperjuangkan Islam di negeri ini. Agar dapat memper-juangkan Islam, maka orang-orang yang duduk di Dewan yang meru-pakan wakil dari partai Islam harus memahami dan menghayati nilai-nilai keislaman yang dituangkan dalam perilaku kesehariannya.

Karena punya padangan positif mengenai keberadaan partaiIslam, dan merasa perlu adanya partai Islam, umumnya pemilih dari

Page 91: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

91

kalangan Santri Modernis ini sangat aktif berpartisipasi dalamkegiatan politik. Minimal mereka akan mendatangi bilik suara untukmemberikan suaranya kepada partai yang menurut mereka bisamemperjuangkan Islam. Oleh karena sikap aktifnya dalam politik,pemilih kalangan Santri Modernis ini sangat kritis terhadap partaimaupun wakil rakyat yang duduk di Dewan apabila tidak sejalandengan apa yang menjadi pandangannya. Apabila ada partai Islamyang dalam perjalanannya tidak bisa diharapkan dalam memper-juangkan Islam, umumnya pemilih Santri Modernis (terutama yangKonservatif) mengalihkan suaranya kepartai lain yang lebih getolmemperjuangkan Islam. Dalam kasus yang terjadi di Malang Raya,banyak pemilih Santri Modernis mengalihkan pilihan politiknya dariPAN ke PKS karena PKS lebih bisa diharapkan dalam memperjuang-kan Islam ketimbang PAN. Dan dalam hal ini PKS yang menyebutkandirinya sebagai partai da’wah mencantum Islam sebagai asas partai.Hal ini berbeda dengan PAN yang tidak mencantumkan Islam sebagaidasar partai, yaitu Pancasila.

PKS sebagai partai Islam dan mencatumkan Islam secara formalbisa dipahami karena PKS lahir dari kelompok massa keagamaanyang bergerak dalam bidang da’wah yang dikenal dengan “Tarbiyah”.Di sisi lain PAN yang dimotori Amin Rais, berdiri atas keinginanuntuk memperbaiki kondisi bangsa yang hancur akibat krisis ekonomidan membangun sistem politik yang telah rusak oleh penguasa OrdeBaru. Oleh karena itu, PAN dan Amin Rais dalam setiap kampanyeselalu membawa isu reformasi. Dengan latar belakangan tersebut,PAN menganggap kurang pas apabila hanya membidik segmenpemilih Islam saja, karena PAN ingin berkiprah untuk kepentinganbangsa, maka PAN harus menjadi partai plural yang mampumenjembatani semua kepentingan masyarakat.

Hal yang menarik dari pandangan kelompok Santri Modernisadalah sikapnya terhadap negara Islam. Bagi mereka, apa yangdiperjuangkan partai Islam tidak selalu harus mengusung isu negaraIslam, namun yang lebih penting adalah bagaimana syariat Islambisa berkembang dan dijalankan dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Oleh karena itu, Muhammadiyah yang merupakan repre-sentasi dari kelompok Islam Modernis tidak mendukung untukmencantumkan Piagam Jakarta dalam Pancasila. Salah satu alasan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 92: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

92

kenapa tidak harus secara formal mencantumkan syariat Islam dalamDasar Negara, penulis mengutif dari hasil wawancara dengan salahsatu mantan Pimpinan Daerah Muhammadiyah di KabupatenMalang sebagai berikut:

“.... Islam harus dipatuhi dan diakui oleh seluruh warganegara yang tidak hanya Islam. Karena pada jaman Rasulullah,mereka yang beragama non Islam, seperti Yahudi juga apabilamelanggar hukum seperti mencuri, maka mereka diperlakukandan dihukum berdasarkan Islam. Kalau Piagam Jakarta dican-tumkan dalam Pancasila, dimana syariat Islam hanya diperun-tukan bagi orang-orang Islam dihawatirkan akan merugikanperjuangan dakwah Islam sendiri. Sebagai contoh, apabila adaorang Islam yang mencuri, karena tahu kalau mencuri ituhukumannya dalam Islam itu dipotong tangan, maka merekaakan mengaku bukan Islam agar hukumannya tidak potongtangan.”

Oleh karena itu menurut kalangan Santri Modernis, kalau partaiyang berbasis Islam ingin mendapat perhatian serta dukungan darikalangan umat Islam, maka partai Islam harus sungguh-sungguhmemperjuangkan Islam. Menurut mereka partai-partai Islam yangada sekarang tidak sunggung-sungguh memperjuankan Islam karenahanya melulu mengejar kekuasaan. Hal ini dilihat dari kinerja partaiyang mengatas namakan partai Islam yang cenderung hanya sebagaimerek dagang atau label saja. Kenyataannya memang pada saat inipartai Islam hanya namanya saja, karena tidak ada yang bisa membe-dakan secara kongkrit dimata masyarakat. Partai Islam dan non Islamhampir sama saja, dalam keadaan tertentu partai sekuler lebih banyakperhatian pada masyarakat Islam, sementara di sisi lain partai yangmengatasnamakan Islam tidak atau jarang memperjuangkan kepen-tingan orang-orang Islam.

Bahkan gagasan dari PDIP yang notabene sebagai partainyaorang Abangan ketika menggagas dibentuknya Baitul Musliminsebagian kalangan kelompok pemilih Santri Modernis yang Liberalcukup apresiatif. Dengan pertimbangan bahwa partai hanya sebagaialat perjuangan Islam, maka dengan didirikannya Baitul Musliminini sebagian kelompok Santri Modernis menyambutnya dengan turut

Page 93: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

93

terlibat dalam kepengurusan. Walaupun demikian, dikarenakanBaitul Muslimin ini lahir di rumah kelompok Abangan, ada sebagiandari Santri Modernis, terutama yang Konservatif bersikap skeptis danbahkan menjadi perdebatan di kalangan Santri Modernis. Sehinggadalam kalangan Santri Modernis terbentuk dua kutub atara merekayang cenderung mendukung dan mereka yang tidak mendukung,termasuk ada juga yang Moderat. Sebagai contoh, Santri Modernisyang ada di Lowokwaru dengan Kedungkandang, kalau Lowokwarubisa lebih menerima baitul Muslimin, yang juga rasional dalam rangkamenjalankan dakwah. Di sisi lain Kedungkandang yang cenderungmelakukan pendekatan emosional tidak bisa menerimanya, sehinggadua tempat itu komunitas punya karakteristik Santri Modernis berbeda.

Perbedaan pandangan terhadap Baitul Muslimin ini didasariperbedaan latar belakang status sosial dan ekonomi Santri tersebut.Santri yang ada di daerah Lowokwaru itu adalah birokrat, akademisiyang hidupnya sudah tertata dengan baik. Kehidupan mereka selamasatu bulan sudah tertata dengan baik. Disamping itu kalau dilihatdari segi pendidikan, Santri di wilayah ini mempunyai tingkatpendidi-kan yang cukup tinggi. Sementara Kedungkandang merekaumumnya bermata pencaharian sebagai pedagang karena merekatinggal dekat pasar, kehidupan mereka cukup dinamis denganmobilitas cukup tinggi terkait dengan aktivitas di bidang perdangan,namun untuk urusan agama mereka cenderung lebih fanatik.

1.2. Implementasi Ajaran KeislamanKehidupan kalangan Santri Tradisional di Malang Raya sangat

disiplin menjalankan berbagai aktivitas yang berhubungan denganritual keagamaan. Kegiatan keagamaan tersebut melekat dengankehidupan sosial masyarakat secara keseluruhan yang berimpitandengan nilai budaya lokal, khususnya budaya Jawa. Bagi SantriTradisional, apa yang mereka lakukan disadarinya sebagai bagiandari implementasi keberagamaan mereka termasuk dalam berpolitikatau memilih partai. Mereka lebih paham sesuatu yang tersurat daripada yang tersirat, lebih senang dengan hal yang kongkrit/permu-kaan daripada substansi. Dengan demikian bagi kalangan SantriTradisionalis, lambang, simbol menjadi hal yang sangat penting dalamkehidupan Santri Tradisional. Seorang Santri Tradisional akan sangat

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 94: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

94

mudah dibedakan dengan mereka yang bukan Santri. Cara berpa-kaian Santri Tradisional sangat khas, dimana sarung, baju koko, peci,sorban menjadi ciri khas dari Santri Tradisional. Namun hal yangpaling umum, mereka yang tergolong Santri Tradisional, adalahpemakaian sarung dalam kehidupan keseharian mereka.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa orang memilih PPPmasa Orba karena merupakan partai Islam dan ada gambar ka’bahyang menjadi simbolnya. Oleh karena itu banyak pemilih Tradisionalmemilih PPP walaupun banyak tekanan dari aparat maupun peme-rintah. Banyak dari masyarakat yang rela dan setia untuk mendukungPPP karena mereka menganggap dengan memilih PPP berarti sudahbisa menjalankan dan membela Islam. Apalagi dalam gambar PPPada ka’bah nya yang merupakan simbolisasi dari Islam. Melihat kenya-taan ini pemerintah Orba merasa perlu untuk melakukan rekayasa,sehingga pemerintah meminta lambang ka’bah diganti.1

Pada pemilu 1999 dan 2004, walaupun PPP masih ada, namunpara pemilih di Malang Raya yang berbasis Islam Tradisional menga-lihkan pilihan politiknya ke PKB. Alasan yang muncul kenapa merekatidak memilih PPP dikarenakan pimpinan PKB merupakan tokoh dansekaligus pimpinan teras NU yang mempunyai garis keturunanlangsung dari K.H. Hasyim Ashari yaitu Abdurahman Wahid atau yangdi kenal dengan Gus Dur. Padahal PKB yang dideklarasikan olehGus Dur ini bukan merupakan partai Islam, karena dalam AD ARTnya tidak mencantum Islam sebagai asas tapi Pancasila. Namun bagipemilih Santri Tradisional itu tidak penting, karena yang mereka lihatbukan substansi dari partai itu melainkan siapa yang duduk dalamkepengurusan partai itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

1 Ketika jaman Orde Baru banyak pemilih Santri Tradisional memilih PPP dengan alasan bahwapartai ini merupakan satu-satunya partai Islam. Apalagi ketika PPP di pimpin oleh IdhamCholid yang nota bene sebagai pemimpin ormas Islam Tradisional Nahdlatul Ulama (NU).Banyak para kader NU yang berjuang habis-habisan untuk mengkampanyekan dan memenangkanPPP dalam setiap pemilu yang dilaksanakan. Dorongan kuat dari pemilih Tradisional untukmembela PPP didasarkan pada keyakinan bahwa membela PPP sama dengan membela Islam,karena PPP merupakan partai Islam yang disimbolisasikan dari pemimpin teras partai yangmerupakan tokoh-tokoh Islam khususnya NU. Dalam memperjuangkan PPP mereka tanpapamrih, setiap kegiatan yang mereka lakukan untuk mengkampanyekan PPP tanpa bantuanapapun mereka jalan, bahkan untuk mendukung dan memenangkan PPP banyak pendukungnyayang rela urunan sendiri, bahkan mereka berani mati untuk membela PPP.

Page 95: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

95

dikalangan pemilih Santri Tradisional, tolak ukur untuk menentukanpilihan politik partai tidak pada platform partai melainkan pada siapatokoh yang duduk di partai itu. Hal ini merupakan bagian dari tradisidi kalangan NU yang menjadikan pemimpin agama (dalam hal iniulama/kyai) sebagai panutan, tidak hanya untuk urusan keagamaandan kehidupan sosial, namun juga untuk urusan politik ulama menjadireferensi dalam menentukan pilihan politik mereka.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang SantriTradisional, Muslimin seorang partisan PKB dan aktivis NU,menuturkan sebagai berikut:

“Saya dulu ketika jaman pak Harto milih PPP, saya seringikut kampanye. Jaman dulu sekitar tahun 1977 PPP dan Golkarkan rame, saya waktu itu berani berjuang untuk PPP, istilahnyaberani mati lah. Setelah selesai jaman Pak Harto, muncul PKB,saya sekarang milih PKB. Walaupun di PKB tidak pernah adabantuan apapun, untuk kepentingan PKB kami sama teman-teman rela mengeluarkan biaya sendiri. Ketika kampanye PKB,saya datang secara sukarela tanpa dibayar atau uang bensinsekalipun.

Saya kan NU, keluarga saya juga sama. Jadi untuk wargaNU, kalau untuk membela agama walaupun nyawa sekalipunakan dikorbankan. Oleh karena itu karena PKB itu didirikanoleh NU, maka saya rela berkorban untuk PKB. Di PKB kanpimpinannya orang NU, seperti Gusdur. Jadi kami sebagaiorang NU harus mendukung PKB, karena orang NU itu kanharus patuh sama pimpinan. Jadi tidak ada masalah walaupunharus berkorban untuk PKB, karena PKB adalah NU dan NUadalah PKB.

Kampanye PKB biasanya dilakukan dengan cara penga-jian, kami datang sama teman-teman bukan untuk melihatkampanye tapi ikut pengajian itu. Pokonya orang NU itu kalauuntuk kepentingan agama tidak perhitungan. Ya...tadi…matipun rela, sehingga kalau ada yang berani menjelek-jelekanagama...pasti semua akan membela.”

Dari apa yang dikemukakan di atas terlihat jelas bahwa tingkatfanatisme mereka pada partai sangat tinggi. Karena dalam pandangan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 96: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

96

mereka memilih partai adalah juga pengejawantahan Keislaman,maka hal ini berpengaruh pada kondisi spikologis mereka yang tidakbisa menerima partai lain dengan tingkat kecurigaan yang tinggi padapemilih lain. Kondisi ini menyimpan potensi konflik yang tinggidengan pemilih lain ketika terjadi benturan antara sesama masyarakatyang berbeda, terutama ketika saat kampanye terbuka. Bahkanbanyak dari pemilih Tradisional menganggap bahwa mereka yangtidak memilih partai yang sama dengan mereka tidak baik keislaman-nya, sehingga cenderung dijauhi oleh kelompoknya.

Di sisi lain, banyak pemilih Santri Tradisional enggan mening-galkan partai pilihannya karena alasan merasa tidak tenang. Merekamerasa apabila tidak memilih partai yang sesuai dengan kelompok-nya, keislaman dia menjadi berkurang. Oleh karena itu mereka akansangat bangga apabila memiliki kaos yang berlambangkan partai,khususnya partai PKB yang logonya mirip dengan logo NahdatulUlama dengan bintang sembilannya. Implikasi dari kebanggaan akankeislaman mereka yang ditranslasikan dalam pimilihan partai. Parapemilih dan pendukung PKB di Malang Raya sebagai mana penulisteliti, ada sikap-sikap heroik yang muncul dari para pendukung PKB.Bahkan anggapan mereka membela PKB disamakan dengan membelaagama. Dengan demikian mereka akan rela datang ke tempat-tempatkampanye yang diadakan PKB sejauh apapun dan dengan biaya sendiri.

1.3. Membela Kelompok TerpinggirkanPemilih Abangan memandang bahwa PDIP merupakan partai

pembela wong cilik, sementara simbol wong cilik yang mereka lihatadalah Megawati sebagai pimpinan partai. Kenapa Megawati yangdijadikan simbol, menurut salah seorang pemilih simpatisan PDIP,alasannya karena “Megawati sudah lama terjun di politik dan sudahlama berjuang untuk PDI.” Sebagian pemilih menyatakan bahwaMegawati menjadi figure di PDIP sekarang sangat diperuhi olehkharisma Bung Karno, Megawati yang merupakan putri Bung Karnodianggap mewarisi ajaran dari ayahnya. Ajaran Bung Karno, mengenaiMarhaenisme, merupakan cita-cita politik yang harus diperjuangkan.Sementara marhaenisme sendiri merupakan simbol politik yangmerujuk pada sebuah masyarakat kelas bawah atau apa yang disebutdengan “wong cilik”. Oleh karena itu Bung Karno dengan partainya

Page 97: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

97

yaitu PNI pada masa Orla dianggap sebagai partainya wong cilik.Pada saat Orde Baru, PDI, walaupun tidak selamanya Megawati jadipimpinan di partai namun keluarga Soekarno tetap dipakai sebagaivote getter karena pimpinan teras PDI pada saat itu menyadari betulbahwa ruh partai ini adalah keluarga Soekarno.

Aguk, salah satu simpatisan PDIP menyampaikan kepadapenulis terkait dengan pilihan masyarakat terhadap partai berlam-bang kepala banteng sebagai berikut: “Para pemilih yang mencoblosPDI-P lebih banyak dipengaruhi oleh figur Pak Karno, sedangkanMegawati sendiri tidak begitu dijadikan figure, dia diterima karenasudah berjuang cukup lama. Oleh karena itu ketika Megawati menjadipresiden dianggap tidak menjalankan komitmennya untuk memper-baiki wong cilik, maka pada saat pemilu presiden banyak dari pemilihPDIP tidak mencoblos Megawati.“

Sementara banteng yang menjadi gambar dalam partai PDIP,bagi kalangan pemilih Abangan dianggap sebagai simbol perjuangandari kalangan orang kecil. Oleh karena itu, simbol banteng ini tidakhanya dijadikan simbol partai tetapi juga dipakai dalam setiapkegiatan yang pada intinya menunjukan identitas kelompok marginal.Dalam bidang kesenian yang berasal dari kalangan Abangan, salahsatu acara yang sering ditampilkan dalam setiap acara tujuh belasagustusan adalah bantengan.2 Karena para pemilih Abangan mema-hamani partai sebagai pembela wong cilik, maka partai yang menjadirepresentasi dari mereka apabila mendapat perlakukan tidak adil daripenguasa akan segera mendapat reaksi dengan membangun ikatansolidaritas yang lebih kuat untuk mendukung partainya. Hal initerbukti dengan menang mutlaknya PDIP pada pemilu 1999, karenapada saat Orde Baru, Megawati yang menjadi pemimpin partai di“kuyo-kuyo” oleh pemerintah.

2 Dari hasil pengamatan penulis ketika menyaksikan acara tujuh belasan, tradisi kesenian bantenganini menjadi suguhan utama dari kalangan masyarakat Abangan yang umumnya kelompok marginal.Dalam iring-iringan karnaval, barisan terdepan diisi oleh orang-orang yang membawa prototifekerbau yang terdiri dari kepala kerbau yang terbuat dari kerdus dengan kain hitam dibagianbadannya dan dibelakangnya ada semacam ekor. Setelah itu dibelakang orang-orang yangberpakaian dan berdandan layaknya petani, buruh, atau apapun yang menurut merekamerepresentasikan kaum marginal.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 98: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

98

Lebih lanjut, karena partai dipemahamani sebagai pembelaankelompok kelas yang dimarginalkan, hal ini berujung pada tingkatfanatisme yang sangat besar dari para simpatisan partai, khususnyaPDIP. Mereka merasa bahwa membela partai sama dengan membelanasibnya dan membela kelompoknya yang sama-sama wong cilik.Citra PDIP sebagai partainya orang kecil, dan orang kecil itu selaluidentik dengan petani, buruh kasar, pedagang kaki lima yang umum-nya hanya mengandalkan tenaga, maka dalam setiap kampanye yangmelibatkan massa, sebagian masyarakat merasa takut. Perilaku massaPDIP apabila berkampanye, khususnya ketika ada kompoi, dari merekamenunjukan adanya ekspresi yang tidak terkendali. Seolah-olahmereka ingin melampiaskan segala tekanan yang mereka rasakanakibat berbagai persoalan hidup.

Berkenaan dengan latar belakang spikologis pemilih Abanganyang umumnya kelompok marginal, ekspresi kekecewaan maupunekspresi dukungan selalu diwujudkan dalam bentuk dan tidakancenderung destruktif dan anarkis, jauh dari sikap dan tindakan santundan bersahabat. Pembakaran kaos dan atribut partai, perusakangedung dan simbol partai, ataupun bentuk dukungan cap jempoldarah merupakan bagian dari ekspresi umum yang dipertontonkanoleh kalangan Abangan. Oleh karena itu bagi mereka, visi-misi sertaplatform partai sama sekali tidak hirau, kalau tidak dikatakan tidakpaham. Bagi mereka tindakan rill yang bersifat praktis-pragamatislebih bisa diterima. Orasi pimpinan partai yang berkualitas tidakmereka butuhkan, yang mereka butuhkan pidato bersemangat yangpenuh propaganda, dan tidak kalah pentingnya adalah hiburan rakyatseperti dangdutan lebih mereka senangi.

Hasil temuan dilapangan, yang menarik adalah proses identifi-kasi diri mereka sebagai wong cilik tidak hanya dalam kontek peker-jaan atau pun keadaan sosial ekonomi, namun juga dari tingkat kebera-gamaan mereka. Bagi kelompok Abangan yang dinamakan wong cilikdisamping bekerja sebagai buruh kasar atau secara ekonomi tergolongbawah, namun yang paling penting perilaku kesehariannya yangcenderung menjauh dari Langgar atau Mesjid, dan tidak taat dalammenjalankan syariat Islam. Walaupun mereka sama-sama secaraekonomi termasuk miskin, namun apabila taat beragama tidak merekamasukan dalam kelompok Abangan. Pada umumnya mereka yang

Page 99: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

99

masuk dalam kelompok Abangan ini adalah wong cilik yangberprofesi sebagai buruh, baik itu buruh pabrik, baruh bangunan,buruh tani yang relatif tidak mempunyai waktu cukup untuk menja-lankan shalat, dan karena pekerjaannya yang berat mereka tidak bisaberpuasa. Ketakberdayaan dalam menjalankan keagamaan inilahyang sebenarnya memicu tumbuhnya perilaku keberagamaan yangminimal dari kelompok Abangan. Perilaku keberagamaan minimalyang awalnya disebabkan karena ketakberdayaan, berubah menjadikebiasaan dan pada akhirnya menjadi budaya dan identitas ataukarakter dari kelompok masyarakat tersebut.

Sementara di sisi lain ada sebagian wong cilik, seperti buruhtani atau petani dan pedagang kecil mengidentikan diri sebagai wongcilik tidak dalam konotasi kelompok Abangan. Mereka lebih cende-rung masuk dalam kelompok Santri, karena perilaku keberagamaanyang lebih baik. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwakeberadaan wong cilik ini terbagi ke dalam dua kelompok yaitu adawong cilik Abangan dan ada wong cilik Santri.

1.4. Perlawanan Pada Ideologi penguasaIdeologi marhaenis merupakan varian dari ideologi sosialis. Ruh

yang terbangun dalam kelompok sosialis ini adalah pembebasan danperlawanan pada penindasan, maka ciri khas dari partai-partai yangdibangun atas pondasi ideologis sosialis ini cenderung punya semangatatau spirit kepartaian yang tinggi dari para kader-kadernya. Sebagai-mana halnya yang terjadi di negara kita, PDIP yang merupakan partaisosialis dengan ideologi “marhaenisme”-nya para kader dan pengikut-nya sangat militan dengan spirit kepartaian yang tinggi. Bagi pemilihdan simpatisan PDIP, partai ini merupakan simbol perjuangan danperlawan mereka pada kemapanan yang telah menempatkan merekapada posisi marginal. Oleh karena itu, banyak kaum buruh memilihPDIP karena merasa ada justifikasi sebagai kelompok marginal untukmelawan pengusaha atau pemerintah, khususnya perjuanganmereka dalam mendapatkan upah buruh yang layak.

Karena PDIP menjadi simbol perlawanan wong cilik padapenguasa, maka pada saat Orde Baru banyak buruh, petani, maupunpedagang kaki lima yang menjadi korban dari penertiban aparatkeamanan. Di sisi lain PDI pada saat itu, ketika dipimpin oleh

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 100: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

100

Megawati, selalu mendapat tekanan dari penguasa. Bahkan sempatmenjadi drama politik ketika Soeryadi mengambil alih kepemimpindan terjadi dualisme kepemimpinan. Peristiwa pengambilalihankantor PDI secara paksa ini terkenal dengan peristiwa “kudatuli”(Kudeta Satu Juli). Setelah lepas dari cengkraman rezim Orde Baru,banyak dari pemilih yang merasa nasibnya sama, serta merta men-dukung PDIP sebagai simbol kemenangan dalam perjuangan melawanpenguasa Orde Baru, dan akhirnya mengantarkan PDIP sebagaipemenang pemilu 1999 dengan kemenangan mutlak.

Bagi sebagian kalangan pemilih PDIP, menganggap bahwapemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat berbaur denganmasyarakat dan tidak membuat kebijakan yang merugikan mereka.Kasus di Kota Malang, dukungan kelompok Abangan pada PeniSoeparto yang menjabat sebagai Wali Kota Malang sangat besar. Halini terbukti ketika Peni maju lagi sebagai calon dalam pilkada di KotaMalang pada bulan Juni 2008, dimana Peni memenangkan pilkadadengan perolehan suara mutlak yaitu sekitar 40%. Dilihat dari karak-teristik pribadi peni memang menurut beberapa sumber sangat dekatdengan kelompok Abangan, terutama pemudanya.

Dari hasil wawancara dengan simpatisan PDIP, khususnyaterkait dengan pelayanan pemerintah yang diberikan, mereka menun-jukkan sikap yang apati dan cenderung menunjukan sikap sinis padapemerintah. Satu hal yang bisa ditangkap dari apa yang dikemukakanoleh para simpatisan PDIP ini adalah kesusahan yang mereka rasakansekarang ini akibat ulah pemerintah. Ukuran bagi mereka, adalahharga kebutuhan pokok yang langsung mereka bisa rasakan. Yangmereka persalahkan tidak hanya pemerintah, namun juga padaanggota dewan yang mereka anggap tidak peduli. Dengan demikian,persoalan mereka mendukung partai bukan karena mereka akanmendorong seseorang untuk duduk di dewan, tapi lebih karenadukungan mereka kepada partai sebagai simbol persatuan di antaramereka dalam memperjuangkan nasib.

Oleh karena itu, umumnya para simpatisan PDIP jarang yangkenal dengan anggota dewannya, yang mereka tahu adalah partaidan pengurus partai, sehingga mereka sering berhubungan denganpengurus partai yang biasanya sebagi pinpinan Ranting, ataupimpinan Cabang partai. Adapun mereka yang datang mau minta

Page 101: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

101

dukungan, secara pribadi untuk menjadi anggota dewan, merekasangat transaksional. Bagi mereka mendukung orang, berarti orangitu akan dinaikan derajatnya. Oleh karena itu, karena akan menaikanderajatnya, orang itu harus membayar atau memberi konpensasikepada yang mendukungnya. Sikap ini tidak hanya ditunjukan padapartai diluar PDIP, tapi juga kepada semua calon yang dari partaimanapun yang minta dukungan, termasuk dari PDIP.

2. Pemahaman Sosial Kemasyarakatan2.1. Wujud Solidaritas SosialKehidupan sosial di Malang Raya, unsur kekerabatan masih

cukup menonjol. Sikap guyub dan rukun cukup kental mewarnaikehidupan sehari-hari masyarakat. Perilaku kehidupan masyarakat,khususnya di pedesaan, jarang ditandai dengan adanya kejutan-kejutan. Pola kehidupan mereka sepertinya sudah teratur dengankonsep sosial yang mereka pahami dan tetap dipertahankan darigenerasi ke generasi. Ketika ada kajatan besar baik itu yang berkaitanupacara keagamaan maupun upacara nasional, mereka bersatu padusatu sama lain dengan pembagian peran yang permanen. Hal yangpaling menonjol dari semua yang dilakukan oleh masyarakat adalahkesadaran akan kebersamaan yang dilandasi oleh stratifikasi sosialyang sudah terlembagakan.

Dalam kegiatan lima tahunan (Pemilu), yang oleh masyarakatsering dinamakan sebagai kajatan besar nasional, nampak jelasmasing-masing bagian dari masyarakat berperan aktif sesuai denganporsi masing-masing. Sebelum pemilu dilaksanakan, biasanyamasyarakat sudah punya patokan dalam menentukan pilihan partaipolitik yang akan mereka pilih. Kekeluargaan, pertemanan, maupunhubungan sosial kemasyarakatan biasanya menjadi penentu pilihanpartai politik yang mereka pilih. Sehingga ada kecenderungan bahwapilihan masyarakat pada partai politik dalam setiap pemilu sepertiperilaku “ikut-ikutan” dengan pilihan sodara, teman atau lingkunganmasyarakat lain karena takut dianggap bukan merupakan bagiandari kelompok masyarakat yang bersangkutan.

Salah seorang warga di Kota Batu, Muslim (30), menyampaikanbahwa dalam pemilu 1999 dan 2004 masyarakat tidak mempertim-bangkan siapa yang menjadi wakil-wakil mereka yang akan duduk

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 102: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

102

di DPR. Mereka memilih partai Islam tidak lebih karena takut tidakdisebut seorang Muslim atau takut dikucilkan oleh kelompoknya.Dengan demikian, pilihan partai politik Islam tidak menjamin merekasadar bahwa hal itu merupakan konsekuensi dari pemahamankeberagamaan mereka.

Pemilih yang pada pemilu baik 1999 maupun 2004 mencoblospartai Islam cenderung ikut ikutan saja, takut mereka tidak disebutIslam atau dikucilkan oleh kelompok. Para pemilih tidak bisa membe-dakan mana wakil-wakil yang duduk di DPR itu yang merupakanwakil Partai Islam atau bukan, karena mereka sama sama suka korupsi.Padalah dalam ajaran Islam sangat memperhatikan sikap danperilaku amanah, tidak boleh berbuat merugikan orang lain.

Faktor keluarga dalam pilihan partai juga sangat kental. Sebagaimana penuturan salah seoarang warga yang menjadi pemilih PDIPpada pemilu 2004, - Saya memilih PDI-P karena disini umumnya PDI-P, “sodara saya Sony sebagai kader PDI yang mengkoordinir agarmencoblos PDI. Kalau ada acara kampanye orang-orang yang akanikut diberi uang transport dan mereka yang punya sepeda motordikasih uang bensin.”

Begitupun juga kasus pemilih Partai Golkar. Mereka yangmemilih Golkar disebabkan pengaruh keluarga, walaupun sekarangmereka sudah tidak menjadi pegawai negeri sipil, namun banyakkeluarga yang sudah tersosialisasi cukup lama dengan Golkar padaakhirnya semua keturunannya banyak yang memilih Golkar dalampemilu. Kita ketahui bahwa pada jaman Orde Baru mereka yangpunya jabatan di pemerintahan secara inplisit diwajibkan untukmemenangkan Golkar, bahkan banyak tekanan dari aparat kepadamasyarakat pada saat itu untuk mencoblos Golkar. Disamping ituABRI di desa dengan memelalui babinsa, juga melakukan tekanantekanan sehingga babinsa menjadi alat pressure pada masyarakat.

Lebih jauh dapat dikemukakan bahwa sebagian masyarakatsangat concern akan pentingnya kebersamaan dalam lingkunganmereka. Mereka sadar bahwa kebersamaan merupakan bagian daripengamanan sosial bagi mereka, ketakberdayaan secara individudalam melangsungkan kehidupan mereka telah menjadi bagian yangdiyakini dalam alam bawah sadar mereka. Oleh karena itu, merekacenderung akan mengikuti pola umum dalam masyarakat karena

Page 103: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

103

mereka sangat bergantung dengan masyarakat yang lain. Dengandemikian, banyak dari anggota masyarakat berupaya mendapatkanperan dilingkungannya dalam membina dan membangun lingku-ngannya. Biasanya mereka yang punya peran menonjol dalammasyarakat, secara langsung maupun tidak masyarakat akan patuhpada mereka yang telah punya andil dalam membangun lingku-ngannya.

Dalam hal aktivitas dalam bidang lingkungan dan kemasya-rakatan, baik kelompok Santri maupun Abangan tidak terpisahkan.Bahkan dalam hal ritual keagamaan yang sering dilakukan olehkelompok Santri Tradisional, sebagian Abangan juga ikut serta.Perbedaan antara Abangan dan Santri dalam kehidupan masyarakathanya akan dapat dilihat dalam kaitannya dengan urusan pelaksa-naan rukun Islam, terutama puasa di bulan Ramadhan dan Shalatlima waktu. Kelompok Abangan jarang atau tidak pernah menjalan-kan Shalat lima waktu, dan tidak berpuasa ketika bulan Ramadhantiba. Sementara kelompok Santri sangat khusu dalam menjalankanShalat maupun puasa di bulan Ramadhan.

Berkaitan dengan aktivitas kemasyarakatan, banyak dari tokohmasyarakat yang sudah dikenal menjadi kepanjangan tangan darielit politik dari partai tertentu, walaupun mereka secara pribadi jarangyang aktif dalam partai. Hal yang penting adalah manfaat yang akanditerima oleh masyarakat dari apa yang mereka lakukan sebagai bagiandari pengabdian mereka kepada masyarakat dan lingkungannya.Oleh karena itu, setiap warga yang menjadi aktivis atau pun kepan-jangan dari partai politik tertentu, tidak lebih peran mereka hanyamencari sesuatu yang bisa diberikan kepada masyarakat. Tidak jarangmereka yang punya hubungan dengan partai tertentu menjadi mediabagi partai untuk membagikan kaos, uang bensin pada saat kampanye,ataupun yang berkaitan dengan bantuan bagi pemba-ngunanlingkungan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebersamaan, tidakmau berbeda dengan yang lain, merupakan jaminan sosial bagi ling-kungan dan masyarakat. Oleh karena itu, partai politik yang inginmendapatkan simpati dari masyarakat, mau tidak mau, harus mela-kukan interaksi langsung ke dalam masyarakat. Sugiono, seorangwarga menyatakan, “pentingnya tokoh partai politik untuk turun

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 104: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

104

dalam kegiatan kemasyarakatan kalau ingin terpilih, di daerah siniada calon dari Golkar tapi tidak dipilih karena jarang ikut dalamkegiatan masyarakat.” Secara sama juga dikemukakan oleh Wahid,

“Yang penting bagi partai adalah melakukan pendekatankepada masyarakat secara langsung, bisa dengan kunjungan,ikut kegiatan warga atau sekedar membantu pada yang dibu-tuhkan oleh warga kampung. Kegiatan itu lebih efektif dibandingdengan kampanye yang dilakukan di lapangan dengan berbagaijanji-janji atau pun membacakan visi misi. Bagi warga visi misitidak dibutuhkan, karena warga membutuhkan yang kongkrit-kongkrit aja. Kalau pengurus parpol sudah turun kemasyarakattidak perlu berkampanye.”

2. 2. Kepatuhan Pada PemimpinDalam masyarakat Desa Jawa, tipe kepemimpinan dimiliki baik

oleh pemimpin yang mempunyai posisi dalam birokrasi formal sebagaikepala desa, dan pemipimpin diluar birokrasi, khususnya pemimpinspritual. Dalam kasus ini, Sartono Kartodidjo berpendapat bahwa,“diluar pejabat pemerintahan terdapat juga pemimpin alami yangberkuasa seperti kyai3 lokal, haji, guru, dukun (Sartono Kartodirdjo1972). Para pemimpin tersebut mempunyai atribut tertentu sepertijimat yang memberikan perlindungan dari bahaya, mempunyai ilmukedigjayaan, ilmu pengetahuan, ilmu keselamatan, yang memberikekuasaan sebagai manusia lebih. Tipe kepemimpinan ini dapatmembentuk perilaku politik dalam negara berkembang seperti Indonesia.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, petunjuk yang datangdari tokoh atau kyai punya pengaruh kuat untuk menggiring masya-rakat memilih partai tertentu. Kenyataan ini disadari betul oleh banyaktokoh politik. Oleh karena itu ketika menjelang pemilu banyak tokohParpol melakukan kunjungan kepesantren-pesantren untuk menda-patkan dukungan dari kyai. Namun menurut salah seorang warga,kedatangan para tokoh politik ke pesantren-pesantren itu tidak akan

3 Anderson menyebutkan bahwa dalam komunitas Islam, orang yang mempunyai status tertinggiadalah mereka yang berpengetahuan tinggi mengenai hukum agama dan mereka yang mengajarkanajaran Islama. Lihat Benedict R. O’G. Anderson Culture and Politics in Indonesia (Ithaca andLondon: Cornell University Press, 1990) terutama Hlm. 61.

Page 105: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

105

efektif kalau dilakukan hanya pas menjelang pemilu. Begitu jugadengan nada yang sama, rohim mengatakan, “memberi dana tapihanya ketika pemilu, partai seharusnya melakukan silaturohim ke-kyai harus kontinue tidak sebatas pada pemilu. Kalau ini dilakukanakan mengutungkan partai itu dalam masa mendatang.”

Dalam satu kesempatan penulis mencoba ikut salah satu tokohpolitik pergi ke pesantren untuk menemui sang kyai yang ada di KotaBatu. Kebetulan pada saat itu ada acara pengajian yang dihadiri olehbanyak jamaah. Dari hasil pantauan penulis, jumlah jamaah yangdatang ada ratusan orang. Setelah sekian lama, acara pengajian ituselesai dan dilanjutkan dengan acara makan bersama. Giliran pulang,kyai itu menunggu di pintu keluar, dan para jamaah itu pamitanpada kyai satu persatu sambil menciumi tangan sang kyai bolak balik.Dari fenomena itu, penulis bisa menyimpulkan bahwa para jamaahtersebut mempunyai tingkat kepatuhan yang tinggi pada kyai itu.Dari hasil pemilu 2004, menunjukan bahwa daerah itu sangat fanatikdengan partai Islam khususnya PKB.

2.3. Personifikasi BudayaBerkaitan dengan pilihan politik seseorang dalam masyarakat,

tampaknya pilihan politik itu dalam Masyarakat Malang Raya sudahmenjadi bagian dari perilaku masyarakat. Artinya, partai politik tertentuakan dipilih secara bersama-sama oleh semua anggota masyarakatyang mempunyai norma dan kebudayaan yang sama. Oleh karenaitu dalam kalangan Santri Tradisional, yang mempunyai tradisikeagamaan sendiri, setiap anggotanya akan memilih partai yang sama.

Anggota masyarakat yang suka tahlilan, yasinan dan kegiatankeagamaan lain banyak yang memilih PKB. Akan tetapi kalau PDI-Pdan Golkar berupaya untuk meraih simpati dengan cara memberibantuan sumbangan bisa saja mereka memilih Golkar atau PDI,kecuali PAN para pemilih PKB agak sulit karena PAN oleh masyarakatyang umumnya Nahdilyin menganggap PAN identik denganMuhammadiyah yang mempunyai tradisi atau norma-norma yangberbeda.

Norma-norma yang berkembang dalam satu kelompok masya-rakat, juga difungsikan sebagai filter terhadap norma-norma lain yangdianggap berbeda atau bertentangan. Dalam hal ini kelompok

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 106: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

106

Nahdilyin yang mempunyai norma-norma berbeda akan menolakpengaruh yang datang dari kelompok masyarakat Muhammadiyah.Makanya tidaklah mengherankan apabila warga Nahdilyin di tingkatgrassroot menganggap Muhammadiyah sebagai “agama baru”, atau“Islam murni” yang secara praktik keagamaan banyak yang tidakbisa diterima oleh warga NU di tingkat grassroot. Warga NU seringmelakukan tahlilan, kajatan dan berbagai ritual lain yang umumnyamelibatkan tokoh agama lokal yaitu Kyai. Sementara orang Muham-madiyah tidak mengenal tahlilan, yasinan, dan berbagai kajatanlainnya, padahal dalam kontek masyarakat NU kegiatan-kegiatanitu tidak melulu urusan keagamaan tetapi juga sudah menjadi bagiandari kehidupan sosial, dimana kyai sebagai pemimpinnya. Danumumnya para kyai yang menjadi tokoh agama di tingkat grassrootadalah mereka yang mempunyai kedekatan dengan tokoh-tokoh PKBatau sekaligus mereka juga menjadi pengurus PKB pimpinan Gus Dur.

Salah seorang warga yang penulis wawancarai menuturkanbahwa PAN sulit untuk mendapat simpati dari anggota masyarakat.Hal ini dikarenakan PAN dianggap sebagai partainya Muhammadiyahyang tidak ada tahlilan seperti di NU. Kalau partai lain menurutnyamasih bisa seperti PDI atau Golkar, karena menurut mereka orangPDI dan orang Golkar masih suka ikut kegiatan sosial keagamaan.

3. Pemahaman Ekonomi3.1. Pemberian Uang TunaiSalah satu simpatisan PDIP, Sony, menyampaikan pada menulis

bahwa umumnya mereka yang sudah didukung untuk menjadianggota dewan, mereka lupa janji-janjinya sebelum jadi. Oleh karenaitu menurut dia, sekarang masyarakat sudah pintar, mereka tidakakan memilih kalau tidak ada uangnya. Lanjutnya, hal yang pentingbahwa pembagian itu harus rata, tidak boleh ada yang tidak kebagian.

“Coba aja mas, saya ini dari dulu ya gini-gini aja. Ada pemiluataupun tidak ada pemilu nasib saya tetap tidak berubah. Kalaugitu...ya...mendingan apa yang bisa didapatkan sekarang, ke depankan kita tidak tahu...paling...mereka yang kita dukung lupa.”

Disisi lain, sebagian pemilih yang kelihatan Santri danpendukung dari partai-partai Islam, menyampaikan kepada penulis“bahwa partai itu identik dengan figur seseorang, dimana partai itu

Page 107: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

107

dianggap baik apa bila sering memberi bantuan.” Pandangan inisejalan dengan apa yang sering disosialisasikan dalam setiap pengajianataupun khotbah jum’at dilingkungan komunitas Islam Tradisionalbahwa seorang Muslim harus sering bersodakoh. Dalam Islam jugadiajarkan bahwa kita sebagai pemeluk Islam harus memperhatikanmasyarakat miskin. Karena setelah menjalankan ibadah, sholatmendoakan fakir miskin ajaran Islam itu sangat berpihak padamasyarakat bawah seperti kelompok duafa, mustadafin. Karenaseringnya disosialisasikan kepada masyarakat, nilai-nilai ini jugamenjadi bagian dari barometer masyarakat untuk menilai baikburuknya seorang calon atau partai politik.

Karena pandangan mereka yang sudah jelek pada partai politik,sebagian pemilih cenderung menjadi apatis dan sinis pada partai.Sikap sinis dan apatis ini, secara tidak sadar telah menumbuhkanperilaku parktis-pragmatis, karena banyaknya calon dan partai yangmeminta jasa dukungan pada pemilih. Sebagaimana diungkapkansalah seorang warga kepada penulis, berikut:

“Saya tidak peduli dengan partai, karena partai sendiritidak akan memperhatikan saya. Partai hanya akan mencarisuara saja agar calon yang berasal dari partai tersebut bisa jadi.Oleh karena itu saya tidak mau milih kalau tidak ada imbalannya.Umumnya setelah pemilu, mereka yang terpilih lupa denganwarga yang memilihnya, makanya sebelumnya kita harusmendapat manfaat dulu. Soal nanti lain lagi. Pokoknya untungdulu.. Pokok..e.. ono duwite..milih...”

Kenyataannya, justru banyak wakil-wakil dari partai Islamyang melakukan korupsi, memperkaya diri sendiri dan melupakanmasyarakat yang memilihnya. Dengan demikian walaupun moneypolitics kenyataannya berkembang dalam masyarakat, dimanapemberian itu tidak hanya uang tetapi sembako, biaya pembangunandan lain-lain. Walaupun demikian ada sebagian pemilih yang walau-pun mereka diberi uang belum tentu memilih calon atau partai yangmemberi uang.

Masyarakat miskin memang tidak menganggap politik uangsebagai hal buruk. Justru mereka memang menantikan jatah uangitu, bahkan ada yang tidak mau memilih kalau tidak mendapatkan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 108: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

108

uang. Memang demokrasinya menjadi seperti pasar, ada yangmembayar, maka akan diberi suara. Sebagian elite juga menganggappemberian uang dalam politik juga sebagai hal yang biasa, bahkanseperti keharusan yang wajar dilakukan. Memang ini bertentangandengan ide demokrasi di Barat.

3.2. Bantuan PembangunanDalam rangka membina dan menjaga konstituennya agar tidak

lari ke partai lain, para kader partai selalu berusaha melakukanpendekatan-pendekatan yang continue dengan konstituen mereka.Termasuk memberikan sumbangan untuk kepentingan warga danlingkungan dimana basis partai itu berada. Oleh karena itu banyakpartai yang berusaha membantu kebutuhan warga, baik bantuanuntuk pembangunan maupun untuk kegiatan. Setiap bantuan kewarga selalu diberikan lewat kader yang sudah punya hubungandengan anggota dewan dari partai tersebut.

Walaupun demikian, menurut hasil temuan lapangan, tidaksemua partai yang suka memberikan bantuan kepada warga maupunbantuan untuk lingkungan. Seperti warga yang memilih PKB ataupunPPP umumnya mereka tidak banyak perhatian dari partainya.Sebagai contoh kasus, daerah Caru, Pendem, Kota Batu, menurutinformasi yang penulis dapatkan dari masyarakat, warga disekitaritu umumnya pendukung kuat PKB. Ketika penulis tanyakan apaada perhatian dari partai untuk kepentingan lingkungan ataupembangunan lain, umumnya mereka menjawab tidak ada. Lantassaya tanyakan bagaimana untuk kepentingan pembangunan pesantren,atau Mesjid? Mereka hanya menjawab, kurang paham, tapi merekamenyatakan sering melihat banyak mobil yang mengunjungi kepondok. Kenyataan tersebut juga terjadi ditempat lain, tepatnya diDaerah Lowokwaru, Kota Malang, ketika penulis melakukanwawancara dengan salah satu tokoh masyarakat yang kebetulanmenjadi Ketua RT di sana, Supriyanto, menyampaikan bahwa yanggetol memberi bantuan untuk kepentingan lingkungan di sini adaPDIP, Golkar, P Demokrat, sementara PKB maupun PPP jarang sekali.

“Jarang sekali menerima bantuan dari para wakil merekayang duduk di dewan tidak seperti warga lain yang yang memilihpartai PDI-P, Golkar, PAN, Demokrat maupun partai lain.

Page 109: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

109

Umumnya partai dari PKB-PPP lebih memperhatikan tokohagamanya dari pada warganya. Bantuan yang diberikan biasanyahanya diperuntukan untuk kepentingan pembangunan pesan-tren, sekolah, Mesjid, maupun organisasi yang sifatnya mendu-kung bagi pengembangan keagamaan. Bantuan yang diberikanGolkar, PDI-P, Demokrat, maupun PAN umumnya langsungbisa dirasakan oleh warga. Sebagai contoh perwakilan PANdari dapil sisni H. Fujianto melakukan bantuan berupa Votisasi(tempat sampah) kesemua warga yang ada di pinggir jalan.”

Selain memberi bantuan langsung bagi kepentingan warga,banyak para wakil di wilayah Lowokwaru ini memperjuangkankepentingan warganya dengan cara menyalurkannya lewat APBD.Bahkan sepertinya para anggota Dewan bersaing agar merekamendapatkan tempat di hati masyarakat dengan cara memperjuang-kan berbagai program pembangunan yang ada di masyarakat agarbisa mendapat simpati dari warga yang diperjuangkan.

Kenyataan tersebut di atas, secara tidak sadar merubah panda-ngan subyektif dari warga terhadap partai. Partai yang sering memberibantuan dianggap partai yang baik, sementara partai yang jarangmemberi bantuan dianggap partai yang jelek. Partai selalu dipema-hami dengan sumber bantuan untuk pembangunan, dan hal ini sangatterasa dalam kehidupan politik sekarang, khususnya yang terjadi diakar rumput. Menurut, warga yang sempat penulis wawancarai, agarpara pemilih tetap memilih partai tersebut, maka partai dan pemilihitu harus ada ikatan bathin. Ikatan batin itu diwujudkan dalam bentukbantuan kongkrit kepada masyarakat seperti pembangunan Mushola,Gorong-gorong, saluran air agar masyarakat tahu dan ingat bahwapartai ini telah menyumbang ini dan itu pada lingkungan.

B. Pemahaman Partai dan Kinerja Partai PolitikRealitas yang terjadi pada tingkatan pemilih secara langsung

maupun tidak langsung berdampak pada kinerja partai politikmaupun anggota Dewan. Hasil temuan di Malang Raya, apa yangterjadi di tingkatan partai politik (pengurs partai maupun anggotaDewan), memperlihatkan adanya kesenjangan antara idealitas yangseharusnya dilakukan oleh partai dengan kenyataan di lapangan.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 110: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

110

Pemaham dan pemahamanan ideologi oleh pemilih bukannya ditin-daklanjuti dengan melakukan pendidikan politik, namun lebih banyakdirespon dengan doktrinasi politik yang kadang menimbulkan sikapfanatisme besar kepada partai, utamanya dari kalangan partai yangberbasis Islam. Sementara pemahaman sosial kemasyarakat danekonomi, lebih banyak ditindak lanjuti dengan berbagai program yangsifatnya karikatif dan berbiaya tinggi.

Kenyataan tersebut di atas tidak lepas dari kenyataan bahwabekerjanya partai politik dalam sistem politik yang belum banyakberanjak dari fungsi praktis jangka pendek sebagai alat meraihkekuasaan. Kondisi ini sebagaimana dikemukakan mantan KetuaUmum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung terhadap Partai Golkarera kepemimpinan Jusuf Kalla pada saat Ujian Terbuka ProgramDoktor UGM, awal September 2007. Menurut Akbar Tandjung,“Terpilihnya Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai ketua umum padatahun 2004 menunjukkan, Partai Golkar masih dipenuhi orang yangsangat berorientasi pada kekuasaan”. Fenomena yang dikemukakanAkbar Tandjung bisa mewakili watak parpol Indonesia secara umum.

Lebih jauh, partai menjadi alat negosiasi dengan penguasa untukmencapai kompensasi politik ketimbang benar-benar memperjuang-kan aspirasi konstituen. Di sisi lain, fungsi mendasar sebuah parpol,sebagai sarana artikulasi, agregasi, lebih-lebih sarana pendidikanpolitik yang sehat bagi masyarakat sepertinya kian jauh dari harapan.Ketidakmampuan parpol dalam mengorganisasikan diri, meredamkonflik internal, dan menumbuhkan militansi positif, pada saat yangsama agaknya telah menumpulkan kemampuan mereka dalammenerjemahkan kehendak politik publik dan memberi pendidikanpolitik yang sehat kepada masyarakat. Wadah organisasi yang demo-kratis, sehat, dan bersih belum banyak tercermin pada partai politikyang mapan maupun beberapa partai yang baru. Ketidakmampuanmenyerap aspirasi publik itu rupanya terus berlanjut saat parpolmenjalankan fungsi agregasi politik mereka sebagai wakil rakyat dilembaga legislatif. Disamping itu konflik internal, perekrutankeanggotaan dan kaderisasi yang tidak lancar serta ketergantunganpada sosok elit partai menghiasi intenal partai.

Page 111: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

111

1. Pemahaman Partai dan Pendidikan PolitikSalah satu peran dari partai politik yang banyak dilupakan

adalah pendidikan politik. Kebanyakan partai-partai yang ada lebihmenekankan pada solidaritas serta konsistensi dari pemilih terhadappartai mereka masing-masing, tanpa menyentuh sisi pencerahan bagikonstituen. Hal ini sebagai wujud dari upaya partai politik dalammengamankan basis konstituennya agar tidak lari ke partai lain.Ketakutan dari partai politik untuk melakukan pendidikan politikpada masyarakat disebabkan oleh karena partai yang dibangun adalahpartai yang tumbuh dalam pondasi sektarian. Partai politik di negarakita cenderung memupuk dan memperkuat identitas konstituenmereka masing-masing baik mereka yang berhaluan Nasionalismaupun Islam.

Memasuki pemilu 2009, banyak partai politik yang sudahberusaha memberikan pendidikan politik pada masyarakat dengancara memberikan gambaran tentang peran dan fungsi partai politik.Hal ini dilakukan oleh partai politik yang umunya partai politik yangmerasa tidak punya basis massa yang jelas, dan ketakutan denganrealitas pemilih yang sudah sangat transaksional dalam berhubungandengan partai politik. Adapun partai-partai besar lebih banyakdisibukkan dengan program-program yang menggambarkan kepe-dulian kepada basis mereka dengan cara yang jauh dari mendidik.Partai yang berbasis Islam banyak melakukan program yang lebihberorientasi pada aktivitas atau kegiatan yang relevan dengan kelom-pok keagamaan seperti pengajian, tahlilan, istigosahan, yang banyakdilakukan oleh kalangan Santri Tradisional.

Di sisi lain, partai politik yang berbasis Nasionalis untuk mende-katkan diri dengan konstituennya lebih condong untuk membuatprogram yang sifatnya menghibur dengan dalih untuk menyenang-kan masyarakat yang menurut mereka lebih banyak dari kalanganwong cilik. Kesadaran akan hak dan kewajiban warga maupun partaipolitik tidak banyak disentuh. Menurut hasil wawan-cara dengansalah seorang ketua RT yang di lingkungannya banyak konstituendari PDIP menyatakan bahwa kegiatan partai yang sering dilakukanhanyalah kegiatan hiburan terutama pada saat merayakan hari besarNasional seperti peringatan kemerdakaan tanggal 17 Agustus.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 112: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

112

Kondisi tersebut tidak lepas dari realitas pemilih yang masihberbasis primordialitas dan juga partai juga dibangun dalam pondasisektarian. Dalam kondisi seperti ini sangat sulit melakukan komunikasipolitik pada konstituennya dengan bersandar pada platform partaiyang lebih rasional dan kongkrit sebagai wujud dari tanggung jawabpartai terhadap masyarakat. Komunikasi yang dibangun oleh partaipolitik, dari hasil temuan dilapangan menunjukan sebagai berikut:Pertama, para tokoh partai politik yang bernaung dalam partai berha-luan Nasionalis jarang bekomunikasi langsung dengan konstiuennyadalam bahasa verbal. Mereka lebih banyak menyatu dan meleburdengan konstituennya sambil mendukung pola perilaku dan budayayang merupakan ciri khas dari kelompok Abangan yang selalu identikdengan pesta rakyat. Pesta rakyat ini biasanya diisi dengan berbagaikegiatan dan atraksi yang merupakan ciri khas kelompok Nasionalis(Abangan) yang umumnya berasal dari kalangan masyarakat kecil(wong cilik). Kedua, bagi partai Islam atau partai yang punya kede-katan dengan pemilih Islam, logika dan bahasa agama lebih banyakditonjolkan oleh partai politik. Begitu pun media yang dipergunakantidak jarang mengunakan simbol-simbol agama seperti Masjid,Langgar maupun kegiatan ritual keagamaan dari mulai tahlilan,pengajian, maupun khajatan dan lain-lain. Komunikasi yang dibangunpun hanya komunikasi satu arah, karena tujuan komunikasi yangmereka lakukan bukan untuk pendidikan politik tapi untuk mem-perjelas identitas politik serta memperkokoh kekuasaan elit politikyang umumnya merangkap sebagai tokoh agama.

Partai Politik yang seharusnya melakukan apa yang idealnyadikerjakan sebuah partai yang sehat, yaitu pendidikan politik bagipara kadernya untuk menyiapkan dan mencetak calon pemimpinpartai serta bermanfaat bagi masyarakat. Apabila hal ini terus terjadi,politisi yang dihasilkan parpol adalah mereka yang tidak memberikanempati kepada masyarakat. Sebenarnya keberhasilan partai politikterletak pada konsistensi dan komitmen Parpol terhadap mekanismependidikan politik. Melalui pendidikan politik yang sehat diharapkanterbentuk loyalitas serta militansi kader calon figur pemimpineksekutif, legislatif dan diimbangi oleh loyalitas kepada visi, misi danprogram partai sesuai dengan aturan dan mekanisme yangdemokratis. Parpol harus sesuai mekanisme kaderisasi internal partai

Page 113: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

113

dengan apa yang menjadi harapan masyarakat.Sukar dinafikan rendahnya kesadaran partai politik melakukan

pendidikan politik ini telah mempengaruhi kualitas demokrasi yangdihasilkan. Banyaknya konflik dalam pemilu baik secara vertikalmaupun horizaontal yang disertai dengan tindakan anarkisme adalahbukti masih rendahnya pendidikan politik masyarakat kita. Bahkanrendahnya kualitas pendidikan politik masyarakat ini sengaja dibiar-kan, agar elite partai mudah memobilisasi dukungan untuk kepen-tingannya.

2. Pemahaman Partai dan Agregasi KepentinganSelama ini agregasi politik banyak diwakili langsung oleh para

anggota legislatif, mereka bertindak sebagai “wali” bukan “delegasi”.Praktik demikian akan baik apabila para anggota dewan benar-benartahu dan merasakan apa yang dinginkan masyarakat. Namun padakenyataannya banyak anggota dewan yang mengatasnakamanrakyat, akan tetapi kebijakannya justru lebih condong untuk kepenti-ngannya sendiri atau lebih jauh untuk kepentingan partainya. Sebagaicontoh. PDI-P yang banyak disebut sebagai partai Nasionalis, dalamprakteknya tidak diterjemahkan dalam wujud kongkrit sepertiNasionalisme ekonomi, politik, dan budaya. Demikian pula partaiIslam dan partai modern seperti Partai Golkar.

Sebagai organisasi politik, partai merepresentasikan berbagaiaspirasi, kepentingan, dan ideologi yang ada dalam masyarakat.Melalui partai, semua aspirasi, kepentingan, dan ideologi diagregasi-kan menjadi sebuah kebijakan publik. Ketidakjelasan sikap parpolterhadap pemerintah barangkali merefleksikan ketidakkonsistenanpartai menjaga haluan perjuangannya. Semangat perjuangan yangbiasanya lekat dengan ideologi yang dibawa bisa saja berubah,tergantung kepentingan yang ditawarkan. Sebagian besar respondenyang diwawancarai menganggap parpol telah berpaling dari ideologidan konstituennya.

Tingkat kekritisan parpol, khususnya di Malang Raya, dalammengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah melemah, terbukti darilolosnya proyek pembangunan Malang Town Square Garden (Matos)yang menjadi konstroversi dalam masyarakat Kota Malang karenamenempati lahan hijau (area resapan air hujan). Hal ini menunjukan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 114: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

114

bahwa sikap partai-partai besar—terutama yang terkooptasi olehpemerintah—yang lebih banyak mengambil posisi sebagai mitrapemerintah. Perjalanan parpol di Malang Raya yang lebih banyakdiwarnai dengan persaingan untuk mendapatkan kekuasaan. Masihsedikit—bahkan hampir tak ada—partai yang mau menempatkandirinya sebagai agregator kepentingan masyarakat. Partai-partaipolitik tampaknya berdiri hanya dengan satu tujuan, yaitu “kekuasaan”.Kegairahan dalam mengartikulasikan kepentingan masyarakat nyaristak tampak.

Implikasi lebih jauh dari kondisi tersebut, para kader politik baikyang ada di legislatif maupun yang ada di eksekutif banyak yangterlibat korupsi. Dewan Perwakilan Rakyat berperilaku korup. Paraanggota Dewan seperti berlomba untuk menguras keuangan negara,sementara rakyat hanya jadi penonton dan kadang berlaku siniskarena mereka berlaku mewah sementara rakyat harus hidup melarat.

3. Pemahaman partai dan Rekruitmen PolitikIchlasul Amal (1988), ideologi dan kepentingan merupakan

basis sosiologis yang selalu menggerakkan parpol pada usaha-usahauntuk memperoleh kekuasaan. Pemanfaatan partai politik (parpol)sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan sebenarnya merupa-kan hal wajar dalam kehidupan politik. Parpol dan kekuasaan seolahidentik satu sama lain karena melalui partai politik suksesi kepemim-pinan politik yang absah dilakukan. Di sisi lain, Mark N Hagopian(1978), menyebutkan bahwa parpol merupakan suatu kelompok yangmengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyatsehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakanpemerintah.

Oleh karena itu, salah satu proses politik yang penting bagipartai politik adalah rekruitmen politik. Proses ini sangat menentukanbagi kelangsungan aktivitas partai politik dan kualitas demokrasi.Proses rekrutmen yang dilakukan partai politik menjadi titikpermulaan yang harus dilakukan partai politik terutama dalam prosespengkaderan anggotanya maupun promosi elite politik baru. Namunbagi sebagian besar partai politik di Indonesia, termasuk juga diMalang Raya, masalah tersebut tidaklah begitu diperhatikan.Kebanyakan partai politik hanya berorientasi bagaimana mendapat

Page 115: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

115

kekuasaan secara cepat dengan biaya murah sehingga mengabaikanrekrutmen politik ini. Rekrutmen politik adalah sebagai fungsimengambil individu dalam masyarakat untuk dididik, dilatih sehinggamemiliki keahlian dan peran khusus dalam sistem politik. Diharapkandari proses rekrutmen ini individu yang dididik dan dilatih tersebutmemiliki pengetahuan, nilai, harapan dan kepedulian politik yangberguna bagi konsolidasi demokrasi.

Sebenarnya rekrutmen politik ini sudah menjadi bagian tidakterpisahkan dari aktifitas partai politik di manapun berada. Sayang-nya hasil temuan di lapangan, fungsi ini baru dapat berjalan ketikapemilu akan diadakan. Lemahnya fungsi rekrutmen politik inisebenarnya sudah dapat dijumpai terutama sejak verifikasi partaipolitik dilakukan oleh KPU. Rekrutmen politik yang baik seharusnyadimulai dengan pendidikan politik yang dilakukan secara berkesinam-bungan oleh partai politik. Namun banyak partai politik tidak melaku-kannya karena berbagai kendala. Misalnya masalah keuangan yangmemang menjadi masalah besar dalam perkembangan partai politikdi Indonesia. Selain itu, tidak jelasnya ideologi partai politik berdam-pak pula pada visi, misi dan program yang partai politik tersebut.Sukar dinafikan bahwa partai politik yang ada belum memiliki tang-gung jawab untuk mencerdaskan masyarakatnya berpolitik. Bahkanpartai politik tidak dapat melaksanakan rencana upayasnya sepertirekruitmen anggota secara berkesinambungan, pembinaan kadersecara konsisten serta pengembangan kader ke tahap pembentukanelite politik. Ini semua merupakan bukti belum maksimalnya fungsipartai politik di negeri ini.

Rendahnya kualitas pendidikan politik masyarakat juga dapatdilihat dari kesulitan partai politik menyusun daftar calon keanggo-taan legislatif yang diajukan setiap pemilu. Tidak berjalannya pendidi-kan politik berdampak pada kualitas wakil rakyat yang diajukan partaipolitik. Paling tidak dari tiga pemilu sebelumnya dapat diambil pelaja-ran siapa yang dipilih dan bagaimana mekanisme mereka dipilihuntuk duduk sebagai wakil rakyat di parlemen masih belum jelas.Kurangnya kader partai dan menguatnya politik kekerabatan ber-dampak pada proses penentuan calon anggota legislatif ini. Celakanya,dengan munculnya partai baru dalam setiap pemilu membawa

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

dampak pada kualitas wakil rakyat yang akan diajukan partai politik,

Page 116: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

116

karena banyak calon yang diajukan tidak punya treck record yang jelas.Penjaringan calon-calon yang akan diajukan dalam pemilu jauh

dari demokrasi karena penjaringan dilakukan di dalam mekanismeformal internal partai. Penjaringan di internal partai ini sarat denganintervensi kepentingan personal dan kelompok sehingga sangatbergantung pada kedekatan personal dan hubungan baik denganpimpinan teras parpol. Banyak calon yang terdaftar dalam urutanjadi (pada pemilu 1999 dan 2004) merupakan orang-orang yangpunya hubungan dengan petinggi partai politik, atau merupakanorang yang didesakan dari kelompok organisasi tertentu yang diang-gap basis konstituen mereka, termasuk juga adanya unsur uang dalampencalonan. Walaupun dalam lingkungan internal masing-masingpartai ada aturan main untuk menseleksi calon dengan berbagaikriteria, namun dalam kenyataannya aturan tersebut kadang diabai-kan atau dimanipulasi. Sebagai kekecualian, rekrutmen calon yangada di Partai Keadilan Sejahtera (PKS), proses pencalegan sangat ketatkarena penjaringannya dimulai dari tingkat bawah dengan aturanyang ketat.

Kondisi tersebut merupakan bias dari perilaku elit partai politikyang terjadi masa Orde Baru yang sarat dengan nepotisme. MasaOrde Baru, proses rekruitmen sarat dengan restu, surat sakti,nepotisme dan intervensi pemerintah. Partai politik bukan untukmenjaring kandidat anggota legislatif yang dapat menyuarakanaspirasi rakyat, namun hanya akan dijadikan sebagai legitimator bagikebijakan rezim. Dengan demikian tidak dibutuhkan orang-orangyang punya idealis dan kemampuan yang baik, cukup dengan hanyasikap kooperatif dengan penguasa saja. Di sisi lain, ada hal yang cukuppenting untuk dijadikan argumen dari rendahnya kinerja partai politikpasca Orde Baru adalah tingginya ketergantungan pada tokoh partai.Sebagai contoh, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adaMegawati, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ada Gus Dur, PartaiAmanat Nasional (PAN) ada Amin Rais, dan Partai Demokrat adaSoesilo Bambang Yudhoyono.

Berdasar hasil temuan di lapangan, kemandegan proses kade-risasi di dalam partai politik ini telah menimbulkan kekecewaan dalammasyarakat. Kekecewaan ini diwujudkan dengan banyak kaderpartai yang beralih ke partai lain karena dalam partainya merasa

Page 117: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

117

tidak ada kejelasan dalam proses karderisasi yang dijalankan. Olehkarena itu banyak harapan yang muncul dari masyarakat, agar adakejelasan dalam proses kaderisasi agar tidak terjadi konflik internalyang sering terjadi dalam proses pencalegan maupun dalam nominasiuntuk menjadi calon kepala daerah dari partai. Keberhasilan partaipolitik dalam melakukan proses rekrutmen politik yang bisa meng-hasilkan kader-kader muda yang handal akan dengan sendirinyamenghapuskan kekecewaan publik. Selanjutnya, wajah-wajah baruakan muncul dan siap untuk menggantikan posisi generasi lama.

C. Pemahaman Partai Dan Upaya Partai Politik1. Pemahaman Partai dan Upaya Partai Islam

Ideologi yang sempit, figur politik, program karikatif lebihmengena dan dapat diterima ketimbang platform, program sertaorientasi parpol yang sifatnya substansial. Oleh karena itu partai politikyang punya saham ideologis di masyarakat, punya figur yang kuat,serta kemampuan ekonomi yang memadai akan dapat tetap eksisdalam setiap pemilu. Sebaliknya, partai politik yang hanya mengan-dalkan jaringan organisasi, tanpa didukung massa ideologis yang jelas,figur yang kharismatis, dan dukungan dana yang cukup akan cepathilang dari peredaran.

Menyadari pentingnya ideologi dalam membangun partaipolitik di negara kita, maka dengan adanya kelonggaran asas padaorganisasi politik, maka banyak partai politik yang mendeklarasikandiri sebagai partai yang berasas Islam. Pada pemilu 1999 tercatat adasekitar 114 partai yang secara tegas mencantumkan Islam sebagaiasas maupun yang secara sosiologis termasuk partai Islam yaitu PANdan PKB yang berasas Pancasila. Hal ini juga dapat dikatakan sebagaiwujud dari euphoria politik di kalangan umat Islam, yang telahkurang lebih 32 tahun merasa ditekan oleh sebuah rezim otoriter dibawah Orde Baru dengan Soeharto sebagai penguasanya. Dari 114partai Islam yang terdaftar, hanya ada 14 partai yang jadi pesertaPemilu 1999, baik berasas maupun historis-sosiologis Islam. Hasilpemilu menunjukan hanya ada empat partai Islam yang dapatmemenuhi batas minimal perolehan suara (electoral treshold) sehinggadapat mendudukkan wakilnya di DPR Pusat yaitu PPP, PBB, PAN,

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 118: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

118

dan PKB. Sementara partai-partai Islam lainnya tidak bisa memenuhibatas minimal perolehan suara.4

Memasuki Pemilu 2004, ada 8 partai Islam atau Partai Islamyang akan turut bertanding dengan partai-partai non-Islam, baik secaraasas maupun secara konstituen. Ketidak mampuan partai Islam untuksurvive ini, salah satunya karena lemahnya upaya yang dilakukandalam meraih simpati massa, mereka cenderung hanya mengan-dalkan sentimen ideologis tanpa melakukan rekayasa politik yanglebih fleksibel. Dalam tataran pemilih, sebagian besar pemilih Islamsudah tidak lagi otomatis aspek ideologis (politik aliran) menjadipenentu afiliasi politik mereka tanpa adanya nilai plus partai berupaketokohan figur dan kekuatan ekonomi partai.

Upaya umum yang dipakai partai Islam dalam pemilu 1999maupun 2004, hanyal mengoptimalkan basis tradisional merekadengan membidik pemilih berbasis Islam. Mereka secara langsungmaupun tidak langsung mempergunakan atribut Islam dalam desainpartai, pola kampanye, pola rekruitmen, maupun dalam melakukantransaksi politik pada pemilihnya.5 Namun hasil yang diperoleh partai-partai Islam jauh dari harapan, karena ternyata tidak ada satupunPartai Islam yang mendapatkan suara signifikan seperti Masyumi danNU pada pemilu 1955. Bahkan pada pemilu 2004 partai-partai Islamyang lulus electoral threshold mengalami penurunan suara.

Pada pemilu 2004 partai yang secara sosiologis maupun historispunya kedekatan dengan Islam yaitu PAN dan PKB, kedua partai

4 Kalau kita menengok ke belakang, sejarah berdirinya partai politik Islam di inspirasi olehadanya keinginan untuk membentuk wadah politik tunggal untuk perjuangan ummat Islampasca kemerdekaan 1945. Sesuai dengan manifestasi politik pemerintah yang ditandatanganioleh Wakil Presiden Mohammad Hatta bulan November 1945 semua golongan ummat Islamsepakat untuk membentuk suatu wadah politik tunggal yang bernama MASYUMI (Moh.Sjafaat Mintaredja, 1971). Partai Politik Masyumi ini didukungan oleh organisasi-organisasiIslam besar seperti NU, Muhammadiyah, dan PSII. Akan tetapi kebersamaan ketiga ormasIslam ini mengalami perpecahan dalam mendukung Masyumi pada tahun 1948 dengandibentuknya kembali Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dibawah pimpinan ArudjiKartawinata, Abikoesno Tjokrosoejoso dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1953 disusul dengankeluarnya Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi partai politik sendiri. Dan akhirnya, sebagaibenteng terakhir, Muhammadiyah menyatakan diri untuk tidak lagi menjadi anggota istimewadari Masyumi sebelum partai ini dibubarkan pada tahun 1960.5 Fenomena terseretnya gerbong agama dalam politik adalah fenomena Islam seacara umum.Dengan doktrin agama dan negara, gagasan Islam politik mendapatkan legitimasi teologis danhistoris.

Page 119: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

119

politik ini mengalami kemunduran dalam hal jumlah suara. Hal yangmenarik dalam pemilu 2004 ini adalah munculnya Partai KeadilanSejahtera yang pada pemilu 1999 bernama Partai Keadilan. PKSmengalami peningkatan suara yang signifikan. PKS, berbeda denganPAN dan PKB yang menyatakan dirinya sebagai partai terbuka,dengan tidak menjadikan Islam sebagai dasar ideologi partai, PKSsecara formal jelas mencantumkan Islam sebagai dasar ideologi partai.Kemunculan PKS sebagai partai papan tengah baru tidak lepas dariturunnya suara PAN pada pemilu 2004. Banyak pemilih yang padapemilu 1999 mencoblos PAN, mengalihkan pilihan politiknya padaPKS karena dianggap lebih menjanjikan dalam perjuangan nilai-nilaikeislaman.

Hal yang patut di perhitungkan adalah kemenangan PKS sebagaiPartai yang mencantukam secara tegas Islam sebagai asas partai yangdalam pemilu 2004 mengalami perolehan suara. Walaupun PKS tetapteguh dengan asas Islam dan menjadikannya sebagai partai da’wah,namun upaya yang dikembangkan tidak hanya mengandalkan sisiideologis. PKS yang didukung oleh kaum muda kampus yang militan,disamping mengadakan kaderisasi dan rekruitmen secara massif darikampus ke kampus, dan dari mesjid ke mesjid dengan media pendidi-kan agama, juga melakukan berbagai upaya yang simpatik berupaprogram sosial. Secara tidak langsung, apa yang dilakukan oleh PKSdengan upaya pendekatan sosial, juga telah merespon pemahamanyang berkembang pada partai politik dari pemilih yang tidak hanyapada aspek ideologis. Pemahaman sosial kemasyarakan dan pemaha-man ekonomi yang ada pada masyarakat telah tertangkap oleh PKS,dengan demikian tidaklah mengherankan apabila PKS pada pemilu2004 mendapatkan suara yang signifikan yaitu sebesar 7,5 %. Walau-pun demikian, perolehan suara PKS sebagai representasi dari IslamModernis masih kalah dari PKB yang mendapat suara 10,57 % danPPP 8,15 %, yang merupakan representasi dari Islam Tradisional.

Sementara partai lain, seperti PKB, maupun PPP, pada umumnyajarang mengadakan program sosial, yang ada adalah pengajian yangmendatangkan tokoh atau penceramah dari luar daerah yang sudahterkenal. Namun ada, satu dua orang warga yang menyampaikanbahwa PKB pernah mengadakan acara dangdutan, khususnya padaada kampanye terbuka. Mereka menyebutkan bahwa dia juga pernah

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 120: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

120

datang ke acara kampanye itu dengan menyewa mobil, namun keda-tangan saya ke sana bukan untuk melihat dangdutan namun untukmendengarkan ceramah, karena di sana hanya ada dangdutan, kamibeserta rombongan pulang lagi. Lantas saya tanyakan apa dapatbantuan dana untuk bensin?, mereka menyampaikan bahwa untukdatang ke acara kampanye PKB tidak ada dana dari partai, kamisemua biayai sendiri. Lantas dia menyebutkan dengan nada rendah,“Yang saya tahu Golkar dan PDI sangat loyal dengan kegiatan dandana, beda dengan PKB dimana kalau ada kegiatan kampanye jarangada bantuan dana, ini juga atas himbauan kyai sehingga kami maupergi secara sukarela mengikuti kampanye walau pake dana sendiri.”

Dengan melihat kenyataan tersebut di atas, dapat dikatakanbahwa upaya politik yang dilakukan partai berbasis Islam tidak layaklagi kalau hanya dengan mengadalkan kekuatan ideologis. Hal inidapat dibuktikan dengan penurunan suara partai Islam jika dibandingdengan kekuatan Islam pada masa Orde lama. Disamping itu jugamenjadi petujuk bahwa apa yang dilakukan oleh Orde Baru, denganberbagai regulasinya, telah berdampak pada keberadaan politik Islamsekarang ini. Hal ini diperkuat oleh pernyataan R. William Liddleyang yang menyatakan bahwa dengan berkembangnya gerakan Islamkultural pada masa Orde Baru, kekuatan Islam politik tidak akanmuncul lagi. Selanjutnya ia menyatakan bahwa kelompok skripturalisme(kelompok Islam formalistic) tidak akan berkembang, hal ini karenaada tiga hambatan yang akan dihadapi, yaitu : (1) komunitasAbangan, yang meski semakin sedikit namun masih tetap; (2) SantriTradisionalis yang tetap akomadisionis, dan (3) kalangan Modernissendiri. Oleh karena itu banyak partai Islam pada pemilu 2009 meru-bah stateginya dengan cara lebih moderat dalam perjuangan ideologi,disamping itu dikembangkan upaya lain terutama pendekatan sosialekonomi dalam bentuk program yang lebih kongkrit dan dapatdirasakan langsung oleh masyarakat seperti bakti sosial, bantuanpembangunan lingkungan dan lain-lain.

3. Pemahaman Partai dan Upaya Partai NasionalisPartai Nasionalis di era multipartai baik 1999 maupun 2004,

terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu partai Nasionalis Sekuler danPartai Nasionalis Religius. Pada pemilu 2004 yang termasuk Partai

Page 121: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

121

Nasionalis Sekuler yaitu, PDI-P, PNBK, Partai Pelopor, PNI Marhaenisme,Partai Buruh Sosial Demokrat. Sementara yang termasuk PartaiNasionalis Religius yaitu Partai Golkar, Partai Penegak DemokrasiIndonesia, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Keadilan dan PersatuanIndonesia, Partai Patriot Pancasila, Partai Demokrat, Partai PersatuanDaerah, Partai Merdeka, Partai Indonesia Baru, Partai SarikatIndonesia, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan.

Dalam pemilu pasca reformasi, upaya politik yang dilakukanpada pemilu 1999 dan 2004 oleh partai Nasionalis masih berkutatpada ideologis yang dibuktikan dari masih dominannya tampilansosok Megawati dan Soekarno dalam kampanye PDIP di setiap pemilu.Sementara partai Nasionalis lainnya, tidak lepas juga denganmenonjolkan ajaran marhaenisme dari Soekarno seperti dalam partaiPNI Marhaen dan partai Pelopor. Akan tetapi, walaupun PartaiNasionalis cenderung mempertahankan upaya yang bernuansaideologis, namun apa yang terjadi dilapangan tidak hanya sematamengandalkan ideologis. Sudah jamak bahwa partai Nasionalis,termasuk PDIP, sebagai representasi dari kelompok marginal dalammeraih simpati pemilih juga mempergunakan pendekatan sosialekonomi.

Dalam rangka meraih simpati dari kelompok Abangan, yangumumnya berasal dari kalangan masyarakat kecil (wong cilik),kegiatan hiburan rakyat menjadi salah satu daya tarik tersendiri.Bahkan hampir di setiap tempat di Malang Raya, pada saat menjelangpemilu, berdasar hasil pengamatan penulis sering diadakan hiburanrakyat. Panggung hiburan rakyat yang diadakan, selalu dijubeli olehpengunjung baik itu laki maupun perempuan, namun umumnyakalangan kaum muda. Panggung hiburan itu bukan hanya untukrepresing atau melepas kejenuhan bekerja, namun bagi muda-mudisering dijadikan ajang untuk mencari dan mendapatkan pasangan.

Memahami kondisi dari konstituennya yang haus akan hiburan,maka PDIP sebagai partai yang banyak pendukung dan simpatisan-nya di Malang Raya, acara hiburan rakyat sepertinya menjadi programpokok dalam setiap kampanye yang harus dilaksanakan oleh PDIP.Menurut penuturuan salah seorang warga yang sempat penuliswawancarai, mengungkap, “..disini hampir satu kelurahan banyakyang mencoblos PDI-P karena partai ini royal dalam memberikan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 122: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

122

bantuan kepada masyarakat. Dan mereka yang mencoblos PDI-Pumumnya berasal dari kalangan wong cilik. Setiap ada kegiatan disini PDI-P, terutama yang terkait dengan hiburan warga, selaluberusaha dilalukan dengan meriah untuk menyenangkan warga.”

Dalam mendapatkan simpati dari warganya, PDI-P cenderungmelakukan kegiatan hiburan yang sifatnya hura-hura sepertimengadakan kegiatan dangdutan. Tujuan utamanya untuk menye-nangkan warga yang umumnya berasal dari kelompok marginal.Maka tidaklah heran apabila pada saat acara-acara rakyat tersebutbanyak penonton yang mabuk-mabukan, karena memang sudah jadikebiasaan khususnya bagi komunitas pendukung PDI-P. Bahkan hasilpenuturan salah seorang warga menyebutkan bahwa “untuk menye-nangkan pendukungnya, dibelakang panggung itu sudah disediakanminuman keras. Kalau bapak tidak percaya...nanti kalau ada kegiatandangdutan akan saya undang biar tahu sendiri..”

Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pada pemilu1999 dan 2004, PDIP masih menjadi mayoritas dalam perolehan suaradi Malang Raya, walaupun PDIP pada pemilu 2004 mengalamikehilangan suara yang cukup besar.

Pada pemilu 2009, berbagai regulasi membatasi kreatifitas PDIPuntuk menggalang suara pemilih yang telah terbukti fanatis.Perubahan sistem pemilu dari proposinal tertutu ke proporsinalterbuka, aturan yang tidak memperbolehkan kampanye “konvoi”,serta dibatasinya kampanye diruang terbuka telah sedikit mengikisrasa fanatisme pemilih kepada PDIP. Oleh karena itu, hasil suarapada pemilu 2009 menunjukan bahwa dominasi PDIP sudah terhenti.Khusus di Kota Malang PDIP kalah dalam perolehan suara dan kursidari Partai Demokrat.

D. Pemahaman Partai Dan Pola Hubungan Partai dan Pemilih1. Pemahaman Partai dan Aliran

Pemilu tahun 1999 pemahaman ideologis cukup kental mempe-ngaruhi perilaku politik masyarakat. Politik aliran menunjukkanindikasi masih berjalan dalam menentukan pilihah partai, pemilihAbangan memberikan suaranya ke partai Nasionalis dan Santri kepartai Islam. Secara sosiologis mereka yang masuk dalam kelompokAbangan adalah Petani dan buruh. Pada pemilu 1999 di Malang Raya

Page 123: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

123

kedua segmen pemilih lebih dekat dengan PDI Perjuangan ketimbangPRD atau PBN (Partai Buruh Nasional), sehingga langgam perpoliti-kan Tanah Air masih didominasi warna politik aliran ala CliffordGeertz. Kaum petani dan buruh lebih mengindentifikasi dirinyasebagai abangan (vis-à-vis priyayi dan/atau santri) ketimbangmemakai kesadaran kelas sebagai kaum tertindas seperti yangdiperjuangkan PRD.

Lebih jauh pada pemilu 1999 variabel sociological cleavagesberupa latar belakang etnisitas, agama, ras, pendidikan, stratifikasisosial dan bahasa, juga lebih dominan daripada variabel rational choiceyang menunjuk pada kritisisme pemilih dalam menimbang program-program partai. Seperti kemenangan Megawati dan PDI perjuangankecenderungan terletak pada variabel sosiologis. Kalau kita banding-kan dengan Partai Amanat Nasional sendiri yang lebih menjual program(rational choice), walaupun sudah diperkuat dengan keberadaan AminRais sebagai tokoh reformasi, tidak mendapat sam-butan pemilihdengan baik, karena secara sosiologis dalam masyarakat pemahamanideologis lebih menonjol ketimbang preferensi yang bersifat rasional.

Karena pola afiliasi politik yang terjadi pada massa Orde baruhanya bersifat artifisial, maka ketika muncul perubahan politik, polaafiliasi politik yang bersifat laten berupa politik aliran yang menjadipemahaman subjektif pemilih secara instrinsik menunjukan merekayang Santri tetap memilih partai Islam, sementara mereka yangAbangan tetap memilih partai Nasionalis. Namun demikian, bagisebagian kalangan pemilih yang berasal dari keluarga yang telahmenikmati kebijakan Orde Baru tetap setia memilih Golkar, khususnyadari keluarga PNS, TNI dan sebagaian masyarakat umum yangdiuntungkan oleh kebijakan Orde Baru. Walaupun demikian, akibatterjadinya rekayasa politik rezim Orde Baru, ada sedikit pergeserandari pemilih terkait dengan Pemahamanan mereka pada partai politik.Ketika pemilih mepemahamani partai Islam tidak hanya dilihat dariasas atau Platform partai, tetapi juga dari tokoh dan sejarah berdirinyapartai tersebut. Sebagai contoh, Partai Amanat Nasional (PAN) danPartai Kebangkitan Bangsa, walaupun keduanya tidak berasaskanIslam, yakni berasas Pancasila, namun tetap basis massanya adalahdari Islam Santri. Dimana pemilih PKB merupakan pemilih darikalangan Santri Tradisional, sementara PAN berasal dari pemilih

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 124: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

124

Santri yang tergolong Modernis. Artinya, ada perubahan carapandang pemilih dalam melihat partai Islam. Mereka melihat partaiIslam tidak hanya pada platform partai politik, namun lebih padasimbolisme seperti kader atau pemimpin yang duduk di partaitermasuk historis pembentukan partai tersebut.

Pada pemilu di era multipartai Tahun 1999 secara nasionalsebagian besar pemilih memberikan suaranya pada PDI Perjuangan,sehingga PDIP mendominasi perolehan suara dengan jumlah35.689.073 suara (33,74 persen) dari 48 peserta partai pemilu. PartaiGolkar yang pada saat Orde Baru selalu menjadi pilihan politik pemilihhanya mampu meraup suara sekitar 22,46 %. Sementara partai-partaiIslam atau yang punya hubungannya dengan pemilih Islam Santrikalau digabungkan semuanya mendapat sekitar 40 % lebih suara.Pada pemilu 1955, Masyumi dan NU yang pada saat itu merupakanpartai Islam memperoleh sekitar 40 % suara. Dengan demikian asumsiyang mengatakan bahwa pemilu 1999 merupakan kelanjutan daripemilu 1955 bisa dibenarkan.6 Sebagaimana dikemu-kakan Baswedan(2004) dalam artikelnya yang berjudul “Political Islam in Indonesia:present and future trajectory” dalam jurnal Asian Survey (vol. 44/5,2004). Menurut Anies dalam pemilu 1955, partai-partai Islam (Masyumi,Nahdlatul Ulama dan lain-lain) menguasai 40 persen suara, sementarapada pemilu 1999, partai-partai Islam (Anies menyebutnya sebagaiIslam-friendly) secara total menguasai 50 persen suara.

Dengan demikian, menurut hemat penulis, pemilu 1999 dan2004 pasca orde baru yang terjadi bukan signifikansi politik aliranmelemah seperti yang banyak dibicarakan oleh sebagian pengamat

6 Pada Tahun 1955 dan pemilu Tahun1999 ada perbedaan komposisi partai politik, dimanapada pemilu 1955 ada partai “kiri” yang mapan seperti PKI dan PSI, sementara pada pemilu1999, partai ‘kiri’ yang mapan boleh dibilang absen sama sekali, setelah dihancurkannya PartaiKomunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 dan juga dengan ditekannya Partai Sosialis Indonesia(PSI) oleh Sukarno dan juga Suharto. Lantas kemanakah larinya suara dari partai yang berhaluan“kiri” ini? Kalau dilihat dari hasil perolehan suara, jelas bahwa larinya suara dari partai yangberhaluan kiri ini sebagian besar ke PDIP dan sebagian lagi ke Golkar dan partai lainnya. PDIPyang merupakan kelanjutan sejarah PNI pada pemilu 1955, dimana PNI dalam pemilu 1955memperoleh suara 22,32 %. Kalau melihat hasil perolehan suara PNI pada pemilu 1955, makasejatinya perolehan suara PDIP itu berada pada kisaran 20 %. Artinya dalam PDIP ada limpahansuara yang oleh Riwandan (2004) dikatan sebagai Swing Votes, dengan demikian suara PDIPdalam pemilu 1999 bukan merupakan suara riil.

Page 125: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

125

politik Indonesia, melainkan karena terjadi perubahan orientasi carapandang terhadap apa yang dinamakan partai politik.

Dalam pemilu 1999, Malang Raya dari beberapa partai Islamatau yang mempunyai hubungannya dengan pemilih Islam, yaituPKB, PPP, PAN, PK, PBB, dan yang lainnya, PKB mempunyai dukunganpemilih paling besar. Partai Kebangkitan Bangsa menempati urutankedua tersebesar setelah PDIP yaitu 29, 57 % untuk KabupatenMalang, 19,60 % untuk Kota Malang, padahal secara nasional jumlahpemilih yang memberikan suaranya ke PKB ini pada tahun 1999hanya 12,62 %. Hal ini bisa dipahami karena wilayah Jawa Timur,khususnya Malang Raya merupakan basis dari Partai NU yang padapemilu 1955 merupakan pemenang kedua setelah Masyumi.Sementara dukungan pemilih pada partai Islam lainnya tidaklahsignifikan, kecuali untuk PAN yang punya basis pemilih golonganIslam Modernis mendapat 10, 53 % di Kota Malang.

2. Pemahaman Partai dan Identifikasi PolitikIdentifikasi diri seseorang terhadap kelompok, organisasi, atau

partai bukan terjadi secara tiba-tiba. Proses identifikasi terjadi secarakontinyu dan membutuhkan waktu yang panjang lewat sosialisasiyang terus menerus. Seberapa besar tingkat identifikasi seseorangterhadap kelompok, organisasi, atau partai sangat bergantung kepadaberapa lama seseorang terlibat atau berada di dalamnya, serta berapaintens komunikasi yang terjalin. Oleh karena itu bagi mereka yangsudah tua, karena sudah lama mengalami proses sosialisasi, makatingkat identifikasi dirinya akan tinggi dibanding dengan mereka yangmasih muda. Dengan demikian, orang-orang muda akan relatif lebihmudah keluar atau pindah dan bergabung dengan kelompok, organisasi,atau partai baru ketimbang orang yang sudah tua.

Hasil temuan di lapangan, banyak partai politik baik yangberorientasi Islam maupun Nasionalis, terutama partai baru, yangmerekrut pemuda untuk menjadi kader atau hanya sekedar untukkepentingan kampanye. Lebih jauh di Malang Raya, keberadaanPartai Golkar yang masih survive, berdasar hasil wawancara dengantokoh masyarakat di Dusu Caru, Desa Pendem, Kecamatan JunrejoKota Batu, dan juga diperkuat dengan hasil FGD dengan beberapatokoh masyarakat, menunjukan bahwa Partai Golkar tetap bertahan

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 126: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

126

karena banyak didukung oleh golongan tua. Sebaliknya PartaiDemokrat banyak di dukung oleh kalangan orang-orang muda danjuga ibu-ibu.

2.1.1. Identifikasi Politik Kelompok SantriPola Identifikasi dari kelompok Santri, dalam hal ini kelompok

Santri Tradisional, umumnya berafiliasi dengan partai-partai yangpunya ikatan historis dengan NU. Sementara kelompok SantriModernis umumnya memilih partai politik Islam yang punyai ikatanhistoris dengan ormas Modernis, seperti Muhammadiyah. Namundemikian, dari hasil pengamatan di lapangan, kategori partai Islambagi pemilih tidak hanya berdasar pada platform partai. Para pemilihmengkategorikan apakah itu partai Islam atau bukan juga ditentukanoleh tokoh yang ada di dalam partai tersebut.

Dalam kasus kemenangan relatif PAN pada pemilu 1999,terhadap partai-partai Muslim Modernis lain seperti PBB, PK, PartaiMasyumi, sebagian besar dapat dijelaskan dengan kehadiran AmienRais sebagai tokoh nasional di pucuk kepemimpinan partai tersebutyang merupakan tokoh Islam Modernis. Begitupun keunggulanpengumpulan suara oleh PKB dibanding partai-partai NU yang lainseperti PNU, dan Partai Suni, dan bahkan PPP sendiri, merupakanhasil dari ketokohan Gus Dur di partai tersebut. Walaupun PAN danPKB keduanya tidak mencantumkan Islam sebagai asas tetap menjadipartai pilihan kaum Modernis dan Tradisional. Oleh karena itutidaklah heran apabila PKB yang dianggap sebagai partainya NUbanyak mendapat dukungan di wilayah Malang Raya, begitu jugadengan PAN dianggap sebagai partainya warga Muhammadiyah.

Secara teoritis hal ini bisa dijelaskan dengan peran group benefitdalam identifikasi diri seseorang terhadap partai tertentu. Keterwa-kilan kelompok dalam partai politik bisa dilihat dari platform partaiatau figur dalam partai yang berasal dari kelompok mereka. Merujukpada apa yang dikemukakan Geertz (1960), gorup benefit yang adadi Indonesia selalu bersumber pada tiga aliran yaitu Santri-Abangan-Priyayi. Dalam kontek politik Santri identik dengan partai Islam,sementara Abangan dan priyai identik dengan partai Nasionalis. Dalampemilu pasca reformasi, kalau dipetakan, maka Partai Islam diwakilioleh PKB dan PPP yang Tradisional, PAN, PBB, PKS yang Modernis.

Page 127: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

127

Di sisi lain PDIP , P. Demokrat dan P. Golkar mewakili partai yangberbasis Nasionalis.

Pada tahun 1999 dan 2004, pemahaman ideologis terhadappartai cukup tinggi. Dengan demikian partai-partai yang punyahubungan yang jelas secara ideologis aliran organisasi, maka tingkatidentifikasi diri dengan partai tersebut cukup tinggi. Hal ini bisadibuktikan dari peroleh suara partai di Malang Raya yang tidak lepasdari adanya keterikatan dengan tiga belahan kelompok yaitu PDIPrepresentasi Pemilih Abangan, PKB representasi pemilih SantriTradisional, PAN representasi pemilih Santri Modernis, dan P. Golkarserta P. Demokrat yang merupakan representasi dari pemilih Priyayi.

Proses identifikasi politik di kalangan pemilih Santri sangatdipengaruhi dengan identifikasi dengan kelompoknya. Hasil temuandilapangan, pemilih Santri Tradisional sangat tinggi resistensinyaterhadap PAN yang dianggap punya hubungan dengan kelompokSantri Modernis, dalam hal ini Muhammadiyah. Kondisi ini telahberjalan lama karena proses sosialisasi dari kalangan elit Santritradisional bahwa Islam yang benar adalah Islam Ahlu Sunnah WalJamaah. Dan menurut mereka satu-satunya yang menjalankan sunnahadalah mereka yang di asosiasikan dengan berbagai ritual keagaman,seperti selamatan kematian, istigoshan, yasinan, dan lain-lain. Semen-tara Muhammadiyah yang tidak menjalankannya dianggap bukankelompok Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Bahkan di kalangan grassrootNadhilyin, Muhammadiyah dianggap sebagai Agama baru.

Dengan demikian, image Muhammadiyah dikalangan wargaNahdilyin, terutama yang tinggal di pedesaan tidak baik, karena merekamenganggap Muhammadiyah sebagai agama baru tersebut. Olehkarena itu, jangankan masuk menjadi anggota PAN yang dianggapsebagai partai Muhammadiyah, ada orang ataupun warga yangdianggap simpatisan Muhammadiyah saja mereka sangat antipatisehingga tidak jarang simpatisan Muhammadiyah yang diisolir dalamkehidupan sosial di lingkungannya. Bahkan sering terjadi benturandi tingkat grassroot antara warga Muhammadiyah dan warga NU.Perbedaan atau khilafiah sering menjadi penyulut ketegangan antaraNU dan Muhammadiyah, seperti khunut dalam shalat, tahlilan bagiyang meninggal, ataupun ritual lain telah menjadi barometer dariperbedaan warga Muhammadiyah dengan NU di tingkat grassroot.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 128: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

128

Di sisi lain bagi partai politik yang dilahirkan oleh NU, berbagai ritualkeagamaan yang dilakukan oleh warga dijadikan sebagai saranauntuk melakukan sosialisasi dan sekaligus jastifikasi bahwa partaipolitiknya merupakan bagian integral dari NU.

Hasil proses sosialisasi yang dilakukan baik oleh tokoh strukturalmaupun kultural NU telah melahirkan sikap antipati dari wargaNahdilyin terhadap Muhammadiyah dan sekaligus kepada PAN yangdianggap partainya Muhammadiyah. Hasil dari FGD yang dilakukan,diperoleh satu kesimpulan bahwa bagi Warga Nahdilyin, dari padaharus memilih PAN mereka lebih baik memilih PDIP atau pun Golkar.Mereka menganggap dengan memilih Golkar maupun PDIP tidakmempunyai konsekuensi sosial dalam masyarakat ketimbang harusmemilih PAN.

Sementara di sisi lain, PAN yang diharapkan mendapat duku-ngan dari warga Muhammadiyah tidaklah gampang. Banyak wargaMuhammadiyah yang garis keras tidak menyukai PAN karena dianggaptidak jelas ideologinya. PAN yang berasas Pancasila tidak melabelkanpartai Islami yang menjadi idaman sebagian warga Muhammadiyahyang konservatif. Oleh karena itu banyak dari warga Muhammadiyahyang memilih partai yang secara jelas berasaskan Islam seperti PKS,PBB, Partai Masyumi. Disamping itu animo yang berkembang dikala-ngan warga Muhammadiyah sendiri, bahwa warga Muhammadiyahyang terlibat di PAN itu lebih banyak mewakili perorangan. Merekayang duduk di legislatif yang diharapkan mampu membawa aspirasiMuhammadiyah ternyata tidak begitu memberikan banyak pengaruhterhadap perkembangan Muhammadiyah.

Lebih jauh, warga Muhammadiyah, khususnya peroranganyang ada di Legislatif dalam perjalanannya mereka menjadi wakilrakyat terkesan tidak punya citra positif di kalangan warga Muham-madiyah. Hal ini berbeda dengan warga Muhammadiyah yangmenjadi wakil dari PKS. Dari hasil wawancara dengan salah seorangwarga Muhammadiyah yang aktif dalam kepemudaan menuturkan,sebagai berikut:

Secara organisasi waktu itu secara tertulis pimpinan PKSyang berasal dari Muhammadiyah membuat surat pernyataanpengunduran diri dari organisasi kepengurusan kepemudaanMuhammadiyah tetapi dalam beberapa item kepemudaan

Page 129: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

129

Muhammadiyah lebih banyak terikat di bandingkan denganpimpinan pemuda yang sekarang menjabat tapi aktif di PANyang tidak mau menandatangani surat pernyataan pengun-duran diri tetapi tidak aktif. Sehingga terkesan komando sampaiakhir periode tidak ada kegiatan kemudian beberapa kalidiminta untuk mengadakan kegiatan juga jarang muncul.

2.1.2. Identifikasi Politik Kelompok AbanganPembelahan sosial yang dikemukakan oleh Geertz yaitu Santri,

Abangan menjadi dasar masyarakat dalam mengidentifikasikandirinya dengan partai politik tertentu. Kelompok Abangan mengiden-tifikasikan dirinya dengan partai-partai yang berhaluan Nasionalis,sementara kelompok Santri mengidentifikasikan dirinya denganpartai-partai yang berhaluan Islam. Kelompok Abangan pola peng-identifikasian dirinya mengarah pada PDIP, terutama dalam pemilu1999 dan 2004. Walau demikian, ada sebagian dari mereka yang dalamperilakunya menunjukan ciri dari Abangan namun dalam afiliasipolitiknya tidak ke PDIP, namun dia lebih memilih partai Nasionalislainnya seperti Golkar dan Demokrat.

Tingkat identifikasi politik masyarakat Abangan di MalangRaya terhadap PDIP yang cukup besar, hal ini bisa ditunjukan daribesarnya perolehan suara PDIP baik pada pemilu 1999 maupun 2004.Jika dibandingkan antara golongan pemilih Abangan dengan pemilihSantri, secara kuantitatif pemilih Abangan lebih besar, walaupunMalang ini terkenal juga dengan masyarakat Islami. Karena besarnyamasyarakat Abangan ini, maka PDI-P Malang Raya memiliki pendu-kung cukup banyak yang dibuktikan dengan pilihan politik pemilihpada PDIP ketika pemilu 1999 dan 2004. Kemenangan PDIP diMalang Raya hampir merata di setiap daerah (Kabupaten Malang,Kota Malang, dan Kota Batu).

Sementara tingkat identifikasi politik masyarakat Malang Rayake partai Nasionalis lainnya tidak begitu besar. Partai-partai yangtidak memperoleh apresiasi umumnya partai tersebut tidak punyalegitimasi yang jelas untuk menjustifikasikan diri sebagai partainyakelompok Abangan sesuai pakem politik aliran, disampaing lemahnyaupaya yang dijalankan dalam meraih simpati pemilih.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 130: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

130

Pada pemilu 2009, pola identifikasi politik pemilih kepada PDIPmengalami perubahan signifikan. Peroleh suara partai-partai padapemilu 1999 dan 2004 yang menempatkan tiga besar perolehan suaradi Malang Raya, yaitu PDIP, PKB, dan Golkar, dengan suara mayori-tas ada di tangan PDIP. Pada pemilu 2009 PDIP mengalami penuru-nan suara seiring dengan bertambahnya partai politik yang mendapatsuara signifikan dan bahkan Partai Demokrat mengalahkan perolehansuara PDIP di Kota Malang.

3. Pemahaman Partai dan Rasional Ekonomi PemilihDalam pemilu 1999, pola hubungan partai dan pemilih lebih

menunjukan pada upaya partai melihat realitas masyarakat yangsudah mulai ada pergeseran pemahaman partai dari ideologis kepemahaman ekonomi. Dalam kenyataan di lapangan, masyarakatmiskin tidak menganggap politik uang sebagai hal buruk. Merekamemang menantikan jatah uang itu, bahkan ada yang tidak maumemilih kalau tidak mendapatkan uang. Sebagian elite juga meng-anggap pemberian uang dalam politik juga sebagai hal yang biasa,bahkan seperti keharusan yang wajar dilakukan.

Oleh karena itu dalam rangka memenangkan pemilu, disampingpartai-patai menjaga konstituennya agar tidak lari ke partai lain, jugamelakukan pendekatan ke basis massa lain. Para kader partai berusahamelakukan pendekatan yang continue dengan konstituen mereka,disamping melakukan pendekatan pada basis massa lain agar bisamendukung pencalonan mereka. Cara yang jamak dilakukan dalampemilu 2004 adalah memberikan sumbangan untuk kepentinganwarga dan lingkungan. Oleh karena itu banyak partai yang berusahamembantu kebutuhan warga, baik bantuan untuk pembangunanmaupun untuk kegiatan. Kalau pada pemilu sebelumnya, bantuanke warga diberikan lewat partai kepada kader, namun pada pemilu2009 bantuan banyak berasal dari caleg sendiri atau lewat tim suksescaleg tersebut yang sudah punya ikatan dengan caleg dari partaitersebut.

Bagi caleg incumbent, selain memberi bantuan langsung bagikepentingan warga pada saat pemilu, juga telah lama melakukanbantuan untuk kepentingan warganya dengan cara menyalurkannyalewat APBD. Sebagai contoh anggota Dewan di wilayah Lowokwaru

Page 131: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

131

Kota Malang, para anggota Dewan bersaing agar mereka men-dapatkan tempat di hati masyarakat dengan cara memperjuangkanberbagai program pembangunan yang ada di masyarakat agar bisamendapat simpati dari warga yang diperjuangkan. Dalam kenyata-annya, partai yang sering memberikan bantuan, seperti Fujianto calegdari PAN terpilih kembali pada pemilu 2009.

Kenyataan tersebut di atas, secara langsung menunjukan bahwapandangan subyektif dari warga terhadap partai. Partai yang seringmemberi bantuan dianggap partai yang baik, sementara partai yangjarang memberi bantuan dianggap partai yang jelek. Partai selaludipemahamani dengan bantuan yang bersifat material, dan hal inisangat terasa dalam kehidupan politik sekarang, khususnya yangterjadi di akar rumput. Kondisi tersebut juga didorong oleh perubahansistem pemilu dari proporsional daftar tertutup dengan BPP (2004)menjadi proporsional daftar murni (2009). Persaingan di antara calegmenjadi semakin keras, dengan demikian berbagai cara dilakukanoleh caleg untuk memenangkan kompetisi dalam pemilu, termasukmempergunakan celah dalam masyarakat yang cenderung menonjol-kan pemahaman ekonomi terhadap partai dengan melakukantransaksi politik atau pembelian suara lewat berbagai bantuan ataupemberian uang tunai.

Rasionalitas ekonomi yang berkembang pada pemilih di MalangRaya bukannya rasionalitas seperti yang ada di negara maju. Di negaramaju rasionalitas dimaksudkan untuk menunjukan pada pemilih yangdalam menentukan pilihan politiknya didasarkan pada preferensikebijkan partai, dan mereka akan memilih partai yang dianggap akanlebih menguntungkan mereka atau sesuai dengan kebutuhan mereka.Dengan demikian, pemilu dianggap sebagap pasar, dan partai politikdianggap sebagai pedagang yang menjajakan produknya beruparencana-rencana yang akan dijalankan kalau terpilih. Di MalangRaya, rasionalitas ekonomi lebih berorientasi pada kepentinganekonomi jangka pendek dan bisa dirasakan secara langsung olehmasyarakat dari partai atau caleg. Dengan demikian, kalau di negaramaju hak pilih dibelanjakan kepada partai untuk membeli rencana-rencana yang sesuai dengan pemilih, sementara di Malang Rayapartai membeli hak pilih dengan sejumlah uang, bantuan sosial danpembangunan lingkungan.

MEMAHAMI ARTI PENTING PARTAI BAGI PEMILIH

Page 132: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

132

Page 133: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

133

BAB IV

UPAYA PARTAI POLITIKDALAM PEMENANGAN

PEMILU

Page 134: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

134

KOMPETENSI

Dalam bab ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan strategi partai politik dalammerespom realitas politik masyarakat baik itu dari sisi ideologi maupun sosialkemasyarakatan. Selanjutnya mahasiswa diaharapkan dapat menjelaskan terkaitperan figur yang ada dalam partai politik. Kita ketahui bahwa dalam masyarakat ditingkat lokal, budaya partron-client sangat kental dan mempengaruhi pola afiliasipolitik masyarakat pada partai politik. Lebih jauh mahasiswa diharapkan dapatmenjelaskan mengenai strategi partai politik yang diterapkan dengan pola hubunganyang terjadi dalam setiap pemilu di tingkat lokal.

Page 135: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

135

BAB IV

UPAYA PARTAI POLITIKDALAM MEMENANGKAN PEMILU

TERKAIT dengan adanya perubahan dalam pemahamanan partaipolitik oleh pemilih, dalam bab ini mengkaji persoalan yang berhu-bungan dengan upaya partai politik dalam meraih simpati pemilihagar mendukung atau memilih partai ketika pemilu dilaksanakan.Pertanyaan yang akan dijawab dalam bab ini adalah “bagaimanaupaya partai politik dalam meraih simpati di tengah perubahanPemahamanan partai oleh pemilih?”.

Berhubungan dengan hal tersebut, dalam bab ini penulis meng-uraikan bagaimana upaya partai di tengah Pemahamanan partaipolitik yang ada, dan perubahan dalam sistem pemilu di era multi-partai. Sub pokok bahasan pertama terkait dengan upaya dari partaipolitik dalam meraih simpati massa, apakah upaya yang dilakukansejalan dengan Pemahamanan partai oleh pemilih. Selanjutanya,dibahas mengenai peran figur dan hubungannya dengan stategipartai. Terakhir dibahas mengenai pola hubungan pemilih dalamkaitannya dengan adanya perubahan dalam sistem pemilu di era multipartai.

A. Upaya Partai PolitikUpaya merupakan pola keputusan atau tindakan yang melibat-

kan lebih dari sekedar perencanaan seperangkat tindakan, juga melibat-kan kesadaran bahwa upaya yang berhasil justru muncul dari dalamorganisasi. Namun dalam praktiknya, upaya pada kebanyakan orga-nisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apayang terjadi. Oleh karena itu tidak semua rencana upaya dapat

Page 136: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

136

diimplementasikan, karena adakalanya upaya yang dikehendaki(intended strategy tidak dapat dijalankan sepenuhnya (unrealizedstrategy) (Mintzberg, 1985). Berkenaan dengan upaya partai dalammemenangkan pemilu, hal yang perlu diperhitungkan dan diantisipasiketika menyusun rencana upaya adalah kondisi yang terjadi dalamlingkungan masyarakat, termasuk Pemahamanan subjektif mengenaipartai politik.

Kondisi yang terjadi di negara dunia ketiga berbeda dengan dinegara maju dalam berdemokrasi. Sebagai contoh dalam berpartisi-pasi politik, di negara dunia ketiga, patron-client merupakan instrumenutama partisipasi politik, khususnya yang membawa masyarakatuntuk melakukan kontak dengan pejabat politik. Dalam hal ini lebihmerupakan sebuah hubungan tanggung jawab dan pelayanan antaraatasan dan bawahan. Kurangnya sumberdaya yang mereka miliki,dimana bawahan (client) memberikan kesetiaan sebaliknya atasan(patron) memberikan perlindungan dan keamanan. Patron biasanyaseorang tuan tanah, pemimpin etnis, pengusaha, atau politisi.

Lebih jauh, pemilu di dalam negara berkembang yang meng-gunakan sistem kompetisi, objek kompetisi bukanlah program danplatform partai yang berbasis ideologi, namun umumnya berupa“pemberian tertentu” (specfic reward) (Hague, dkk., 1992). Suaraditukar dengan sejumlah keuntungan tertentu yang diberikan kepadaindividu, kelompok masyarakat atau komunitas (ibid). Di sisi lain adasebuah problem, seperti yang dikemukakan Erich Fromm (dalam Engeldan Waltzer, 1971), dalam karyanya “Escape from Freedom”, “bahwamasyarakat banyak yang kelihatannya dewasa, namun dalam ber-politik bersifat ke kanak-kanakan dalam arti mundur dari pilihan yangberat dan tanggung jawab sebagai konsekuensi dari kebebasan yangdimilikinya. Oleh karena itu mereka akan mencari perlindungankepada seorang figur kharismatis yang dapat memberi arahan kepadakehidupan mereka, dan menyelamatkan dari kesusahan dan ketidakmenentuan yang mereka rasakan.”

1. Penguatan Ideologi PartaiIdeologi dan nilai-nilai merupakan pondasi hubungan partai

politik dengan konstituen. Disamping itu ada tiga pilar yang dapatmembangun partai, yaitu sumber daya manusia, prosedur dan

Page 137: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

137

mekanisme internal partai, dan sumber daya finansial. Partai harusmembangun ideologi sebagai landasan pemikiran dan program partai.Kalau ada ideologi dan nilai-nilai yang jelas, partai dapat mengidentifi-kasi kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kurang lebih satukesamaan dengan ideologi yang mau dikembangkan partai, kemudianpengembangan program dapat dijalankan. Ideologi dan nilai-nilaidihadapkan pada semua masalah untuk mengembangkan tawaransolusi atas masalah-masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya,dan politik.

Berbagai program dan kegiatan yang akan direalisasikan perludirencanakan dan dipersiapkan dengan baik agar tidak terjadikekacauan dalam pelaksanaannya. Hal ini merujuk pada apa yangsering dikemukakan oleh para elit politik, dimana secara konseptualapa yang mereka kemukakan sangat bagus, namun dalam tahapimplementasi tidak sebaik gagasan dan konsep yang dikemukakan.Kelemahan yang terjadi, banyak pada tataran implementasi dilapangan, yang menyebabkan banyak masyarakat kecewa karenamenganggap tidak sesuai dengan janji yang disampaikan.

Pengelolaan hubungan dengan masyarakat menjadi pentingbagi keberlangsungan dan survival partai politik. Oleh karena itudibutuhkan hubungan dan komunikasi dengan masyarakat yangkonsisten dan dua arah, sebab pemilih akan merasa lebih akrab danterikat pada partai dan akan memberikan kontribusi kepadanya.Maka dari itu, partai politik harus berusaha membangun hubungandengan konstituen yang stabil dan berjangka panjang. Hubunganjangka panjang dengan konstituen dapat dicapai dan dikelola dengancara mengembangkan pemahaman ideologi dan nilai-nilai dasarpartai, termasuk membangun (infra-) struktur partai.

Perkembangan aspirasi politik masyarakat telah membangunkesadaran dari para pelaku politik untuk berpikir bagaimana bisamerangkul berbagai kepentingan yang ada. Menurut LaPalombaradan Weiner (1966), kegagalan partai politik dalam menyesuaikan diridengan lingkungan yang berkembang merupakan penyebab utamamatinya sebuah partai politik. Oleh karena itu partai harus aktif dalammenjaring aspirasi yang berkembang, dan hal ini telah melahirkanformat baru dalam partai politik yang dikenal dengan catch-all party.Posisinya berada di antara kutub dikotomi partai elit dan partai massa.

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 138: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

138

Menurut Riswanda, format ini meng-agung-kan pragmatisme danrasionalitas sebagai pilar penyangga sistem politik yang demokratis.Dengan prinsip pragmatisme dan rasionalitas ini dimungkinkan bagimasyarakat untuk berpikir tentang “politik tanpa alur” (politics withoutcliches), tidak menjadi tawanan ideologi, sehingga masyarakat mampumenyikapi berbagai masalah tanpa prakonsepsi, tanpa distorsiidologis, dan tanpa kekakuan bersikap partisan.

Dalam kenyataannya juga, parpol lebih tertarik untuk melaku-kan pembangunan partai lewat jalan instan dengan perhitunganpraktis pragmatis yaitu dengan cara merekrut kader dari figur-figuryang populer di kalangan masyarakat, ketimbang membangun ideo-logis partai. Hal ini dianggap obat mujarab bagi partai meraih suaradibanding dengan melakukan pembangunan partai lewat pengoko-han ideologi sebagai brading dari partai tersebut. Padahal dalam jangkapanjang memperkuat ideologi partai sebenarnya lebih menguntung-kan jika dibanding dengan merekrut figur-figur terkenal yang sifatnyashort term. Walau demikian, perilaku partai politik yang melakukanpengrekrutan kader-kader populer sangat bisa dipahami. Partai politikdituntut dengan cepat membesarkan partai agar dapat melewatithreshold yang menjadi momok partai-partai baru yang belum punyaakar kuat dalam masyarakat. Selain itu, mengembangkan partaidengan memperkuat ideologi partai walaupun dalam jangka panjangmenguntungkan, namun hal ini memerlukan waktu yang lama.

Temuan dilapangan menunjukan bahwa partai politik berusahauntuk meraih suara pemilih dengan cara merekrut tokoh-tokohmasyarakat yang dianggap memiliki massa. Tokoh agama, tokohpartai, maupun tokoh masyarakat menjadi bahan rebutan partaipolitik untuk bisa menjadi bagian dari parpol mereka. Sebagai contoh,banyak calon anggota legislatif dari partai-partai pada pemilu 2004yang awalnya merupakan kader dari partai politik lain, khususnyadari Partai Demokrat yang banyak berasal dari tokoh Golkar danPDIP. Begitupun calon dari partai-partai Islam, khususnya PKBbanyak tokoh agama yang menjadi calon anggota legislatif ataupunmenjabat sebagai pimpinan teras partai.

Dengan adanya partai baru memang mempengaruhipartai politik yang ada, khususnya partai Golkar. Hal ini dikare-nakan rekruitmen kader-kader dari partai yang baru mengambil

Page 139: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

139

kader yang ada yang sudah jadi. Saya kira yang membuat partaibaru itu adalah orang-orang pintar sebab yang direkrut adalahorang-orang yang sudah jadi, yang jadi andalan dari partai-partai seperti Golkar, PDI-P dan lain-lain. Dari fakta itu adakecenderungan berkurangnya jumlah kader maupun maupunpemilih. Akan tetapi pemilih-pemilih, kader-kader yang tidakkonsisten itu sifatnya hanya sementara, ketika mereka dihadap-kan pada pemilu berikutya mereka akan terpanggil kembaliuntuk mendukung partai Golkar. (Hasil wawancara dengantokoh Golkar).Padahal penguatan ideologi partai politik (ideologisasi) itu

penting, menurut Eep Saefulloh Fatah (Kompas, 2008), penguatanideologi partai merupakan upaya dari partai politik dalam menanam-kan dan memperkuat identitas partai. Hal ini mengandung pengertiansebagai berikut: pertama, identitas partai yang pada mulanya masihrapuh diperkuat dengan mematangkan orientasi politik dan platformkebijakan. Kedua, pemahaman identitas partai (ideologi, pemahamanidentitas, atau platform) yang pada mulanya hanya menjadi gejaladi kalangan elite partai diperluas sebagai gejala pada anggota,pendukung, dan simpatisan. Ketiga, partai menegaskan pemosisian(positioning), diferensiasi (pembeda pokok yang dimiliki vis a vis partailain) dan branding (penegasan merek atau simbolisasi partai).

Terkait dengan program yang berhubungan dengan penguatanideologi, secara umum partai-partai politik masih tidak beranjak daripendidikan dan latihan kader. Lebih lanjut Eep mengungkapkanbahwa ideologisasi partai dapat dilakukan antara lain melalui pem-bakuan mekanisme perekrutan politik serta kaderisasi dan regenerasikepemimpinan. Berkaitan dengan penentuan calon anggota legislatif,ideologisasi ditandai dengan mengemukanya nama politisi partaiyang membina diri dari bawah bersama partai serta membentukkualifikasinya di tengah calon konstituen mereka. Dalam membangunpartai lewat ideologisasi partai, dibutuhkan ketekunan partai danpolitisi dalam memupuk dan menyuburkan modal politik mereka dariwaktu ke waktu. Disamping itu perlu membangun hubungan pertu-karan jangka panjang dan bukan sekedar transaksi jangka pendekdengan konstituen.

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 140: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

140

Secara teknis, upaya membangun hubungan pertukaran jangkapanjang ini, juga telah dilakukan oleh partai-partai di Jepang khusus-nya kader-kader LDP (Liberal Democratic Party). Hampir setiap anggotalegislatif atau calon anggota legislatif di Jepang mempunyai “koenkai”sebagai basis dukungan yang sifatnya sangat personal, dan ini sangatefektif dengan model sistem pemilu distrik yang diterapkan di Jepang.Koenkai secara harfiah dapat dikatakan sebagai kelompok pendukung.Tidak ada aturan tertulis baik dalam konstitusi Jepang maupunperaturan-peraturan dalam sistem kepartaian di Jepang yangmenjelaskan tentang keberadaan Koenkai. Organisasi tersebut timbulkarena kebutuhan setiap masyarakat Jepang pada umumnya,khususnya di desa-desa terlihat dalam kegiatan Koenkai.

Koenkai merupakan suatu organisasi dimana dalam organisasiini mempunyai ketua, sekretaris, bendahara dan seksi-seksi lainnya.Orang-orang yang ditunjuk dalam kepengurusan ini biasanya adalahorang-orang kepercayaan para caleg. Fungsi Koenkai merupakanorganisasi yang bertujuan untuk memenangkan caleg dalam pemiludi Jepang. Untuk itu para pengurus Koenkai berusaha mencarianggota baru secara berantai dengan cara pendekatan yang halus.Dengan berbagai macam upaya pengurus Koenkai berusaha mencarisimpati para anggotanya, misalnya dengan memperhatikan kebu-tuhan para anggotanya. Tugas Koenkai selain mencari masa barudengan berbagai cara, juga berusaha mengumpulkan dana untukkepentingan Koenkai maupun untuk kepentingan dalam kampanyepemilu. Para pengurus Koenkai berusaha mengetahui kebutuhan paraanggotanya, dan kebutuhan tersebut harus dilaporkan pada anggotalegislatif yang menjadi pemilik koenkai tersebut.

Dari hasil temuan di lapangan juga ditemukan adanya keinginandari pemilih untuk memperkuat dan memperjelas basis ideologi partai.Kejelasan ideologi partai politik dianggap memberikan kepastian bagipemilih, terutama bagi oleh pemilih Santri Modernis. Selama ini adakegamangan dari partai-partai yang cenderung menuju ke pusat/tengah dalam ranah ideologi dengan alasan untuk dapat menjangkaukonstituen yang lebih luas dan fleksibel. Akan tetapi bagi sebagianpemilih hal ini dirasakan membingungkan, karena pemilih tidakmempunyai keyakinan dan ketenangan ketika memutuskan partaiapa yang harus menjadi pilihannya. Sebagai contoh adalah konstituen

Page 141: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

141

yang berlatar belakang Muhammadiyah, di satu sisi PAN merupakanpartai bentukan tokoh-tokoh Muhammadiyah, namun di sisi lain partaiini tidak mencantumkan Islam sebagai dasar ideologis partai. Olehkarena itu, sebagian warga Muhammadiyah menjadi gamang,terutama mereka yang Fundamental, dalam menen-tukan pilihanpolitik kepada PAN. Hal ini dibuktikan dengan ada sebagian kelompokpemilih dari warga Muhammadiyah yang merasa lebih pas denganPKS atau PBB karena dianggap secara ideologi lebih jelas, dimanaPKS maupun PBB Islam secara formal menjadi dasar ideologi partai.Sebagaimana dikemukakan Sekretaris DPC PAN Kota Malang.

“.... sebagian besar warga Muhammadiyah itu mengingin-kan partai yang eksklusif dengan nilai-nilai Islam dan butuhwaktu panjang untuk memahamkan bahwa partai pluralis yangmengakomodasi berbagai komponen masyarakat seperti orangKristen dan lain-lain itu butuh waktu yang banyak, contohkongkrit di Kota Malang. Ada mainstream dalam kemuham-madiyahan bahwa warga Muhammadiyah itu pada suatu titikbagaimana nilai-nilai Islam itu terpatri dalam diri. Sehinggadalam menyalurkan aspirasi politik bagi warga Muhammadiyahyang tidak masuk ke kancah politik sepertinya ada kecocokandengan PKS, terdapat nilai-nilai yang melekat dalam visi danmisi partai itulah yang membuat orang-orang Muhammadiyahitu dekat dengan PKS.”Berkenaan dengan upaya penguatan ideologi hampir semua

partai politik tidak punya agenda yang jelas, kecuali PKS yang memangmelakukan pengkaderan dari bawah lewat aktivitas keagamaan yangdinamakan “tarbiah”. Hal ini berkaitan dengan keinginan partaipolitik untuk menjangkau massa konstituen yang lebih luas.Berkenaan dengan hal ini, Abdurohim sebagai Pimpinan DaerahMuhammadiyah Kota Batu menyampaikan sebagai berikut:

Dalam perkembangannya partai politik kita sudahmengalami degradasi moral, tidak berani mengusun visi danmisi. Kalau partai yang berbasis Islam ingin maju dan mendapatperhatian serta dukungan dari kalangan umat Islam, makapartai Islam harus sungguh-sungguh memper-juangkan Islam.Partai Islam yang ada sekarang hanya partai Islam yang melulumengejar kekuasaan.

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 142: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

142

Akan tetapi menurut Abdurohim, partai juga tidak bolehterjebak dengan ideologi. Artinya partai tidak hanya jualan ideologisaja kepada masyarakat tanpa ada upaya kongkrit untuk menyelesai-kan persoalan riil yang dihadapi masyarakat. Pandangan umumdalam masyarakat Malang Raya menunjukan bahwa walaupunpenguatan ideologi itu penting terutama berkaitan dengan proseskaderisasi partai, namun ada hal yang mereka tidak setuju denganpraktek yang dijalankan partai sekarang ini yang berkaitan denganpenggunaan agama sebagai justifikasi partai politik. Sebagian besarresponden yang diwawancarai menganggap partai Islam sekarangini cuma formalitas saja karena dalam prakteknya antara partai Islamdan partai non-Islam sama saja.

Partai Islam yang bagus tidak hanya menjual ideologi –justru harus memperjuangkan kepentingan riil kebutuhanmasyarakat, karena masyarakat tidak memikirkan ideologi.Pada saai ini para pemilih melihat partai Islam hanya namanyasaja, karena tidak ada yang bisa membedakan secara kongkritdimata masyarakat. Partai Islam dan non Islam hampir samasaja, baik visi maupun misi tidak bisa secara tegas dibedakan,dalam keadaan tertentu partai sekuler lebih banyak perhatianpada masyarakat Islam, sementara di sisi lain partai yangmengatasnamakan Islam tidak atau jarang memperjuangkankepentingan orang-orang Islam. (Hasil wawancara denganfungsionaris Muhammadiyah).

Apalagi dalam kenyataannya, justru banyak wakil wakil daripartai Islam yang melakukan korupsi, memperkaya diri sendiri danmelupakan masyarakat yang memilihnya. Hal ini menjadi ironis bagisebagian masyarakat golongan menengah ke atas yang selalu disuguhioleh ayat-ayat yang menyerukan kebaikan dan kebenaran, namundisisi lain di media cetak maupun elektronik banyak disuguhi denganperilaku yang bertolak belakang dengan apa yang sering merekadengar disetiap pertemuan-pertemuan yang mendatangkan tokoh-tokoh yang sering berbicara kebaikan moral. Menurut Abdurohim(Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu), salah seorang tokohagama menyampaikan bahwa “dalam Islam juga diajarkan kepadakita, sebagai pemeluk Islam harus memperhatikan masyarakat miskin.

Page 143: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

143

Karena setelah menjalankan ibadah, sholat mendoakan fakir miskinajaran Islam itu sangat berpihak pada masyarakat bawah sepertikelompok duafa, mustadafin. Namun dalam prakteknya banyakkalangan umat Islam, termasuk mereka yang duduk di legislatif,kurang peduli dengan hal itu.”

Walaupun demikian ada sebagian masyarakat yang kurangpeduli dengan pemberitaan mengenai citra negatif dari anggotalegislatif dari partai mereka, karena yang penting bagi mereka bukankinerja dalam menjalankan peran dan fungsi partai yang dipenting-kan. Bagi mereka calon anggota dewan atau anggota dewan yangpenting punya kedekatan dengan mereka dan mereka punyakarakteristik perilaku sosial yang sama dengan mereka. Tidak bisaberbuat apa-apa ketika duduk jadi anggota dewan bukan kesalahandimata masyarakat kecil, yang menjadi masalah apabila mereka tidakbisa menjadi bagian dari mereka. Oleh karena itu bagi masyarakatAbangan, calon yang akan duduk di legislatif harus punya budayaAbangan, begitu pun calon dari partai Islam harus mempunyaikarakteristik keislaman, atau kepekaan sosio-religiusitas.

Hal yang paling menarik, masyarakat Malang Raya punyaidentifikasi kuat terhadap partai yang mereka pilih. Garis idologisyang dikemukakan Geertz (1960) yang jelas kelihatan dalam alurkehidupan politik masyarakat. Walaupun mereka banyak yang jugatahu dan tidak senang dengan perilaku anggota dewan yang sukamelupakan janji-janjinya, namun mereka tetap berpegang pada partaiyang telah dipilihnya. Begitupun dalam soal berkomunikasi dengananggota dewan dari parpol lain, menurut hasil pengamatan penulis,mereka tidak merasa sreg kalau yang diajak komunikasinya itu adalahmereka yang berlatar belakang berbeda. Hal ini sejalan dengan hasilpelitian perilaku pemilih di pedesaan Jawa oleh Afan Gaffar (1992),orientasi sosio-religious mempunyai korelasi terhadap perilaku pemilihPPP, Golkar dan PDI. Santri cenderung memilih partai Islam dankaum Abangan memilih partai yang tidak membela dan memajukanIslam.

Keberhasilan partai dalam mempertahankan massa lewatpendekatan ideologi bisa dibuktikan dari tetap bertahannya parapemilih mendukung partai politik mereka baik yang berasal darisegmen pemilih Santri, Abangan, maupun Piyayi. Konsistensi pemilih

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 144: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

144

terhadap partai politik yang punya basis massa jelas banyak dikemu-kakan oleh para pimpinan politik terutama pada pemilu 1999 dan2004, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suhadi, mantan PimpinanDaerah Golkar Kabupaten Malang.

“Tingkat konsistensi pemilih Golkar relatif stabil, hal inidikarenakan sistem kaderisasi yang ada di Golkar. Sebagaicontoh ada kader tingkat madya kita tingkatkan. Jadi orang-orang yang jadi kader Golkar itu ada kelebihannya, setelahmasuk Golkar orang tidak tambah “goblok” tapi tambah pintar.Kalau pengusaha diakan akan lebih meningkat dalam usahanya,sebagai contoh kalau dulu punya sepeda motor satu setelah diGolkar meningkat jadi dua atau tiga dan sebagainya. Karenadi Golkar dalam doktrin-doktrin yang juga berpikir ekonomi,ada yang berpikir masa depan, ada yang berpikir bertaqwakepada Tuhan YME, sampai ada yang mengatur bagaimanaperjalanan umroh dan lain sebagainya. Disamping itu, kitamelakukan urunan untuk bangunan sekolah, urunan untukmesjid dan lain-lain. Itulah yang menyebabkan adanya militasidari pemilih Golkar, bahkan di luar jawa luar biasa (2006). “

Dalam rangka penguatan ideologi partai, partai-partai politikdi Malang Raya berusaha membuat program-program yang terkaitdengan ideologi. Partai politik berusahan menguatkan ideologi partaidari mulai tingkat kader, simpatisan, sampai partisan. Pada tingkatankader partai politik melakukannya dengan program kaderisasi, padatingkatan simpatisan dilakukan dengan pelatihan, dan pada tingkatsimpatisan dilakukan dengan sosialisasi.

2. Pendekatan Sosial dan EkonomiBerdasarkan hasil temuan di lapangan, aspek sosial ekonomi

dan kemasyarakatan menjadi bagian terpenting dalam komunitasmasyarakat di pendesaan. Tidak hanya dalam kehidupan kesehariandalam berkomunikasi dan berinteraksi antara sesama mereka, namunjuga telah menjadi indikator serta tolak ukur bagi kehidupan politik.Komunitas masyarakat yang ada di Malang Raya yang terkenal denganbudaya arek juga telah menjadi ciri khas karakteristik masyarakat.Kehidupan rutin yang mewarnai aktivitas masyarakat pedesaan tidak

Page 145: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

145

lepas dari aktivitas ritual keagamaan seperti pengajian, tahlilan,khajatan, yasinan dan lain-lain bagi kelompok Santri, sementara bagisebagian kelompok Abangan khajatan menjadi ciri khas mereka,ditambah dengan berbagai aktivitas kesenian yang merupakan cirikhas Abangan seperti jaranan (kuda lumping) dan Bantengan.

Namun di sisi lain, karena masyarakat pedesaan di Malang Rayasecara ekonomi kurang, maka dorongan untuk mendapatkan sesuatuyang bernilai ekonomi juga menjadi daya tarik bagi mereka. Walaupundalam masyarakat di Malang Raya kerukunan, kebersamaan masihmenjadi bagian dari tata nilai yang mereka anggap baik, namundalam prakteknya aspek ekonomi sedikit demi sedikit telah mengikis-nya. Dalam acara-acara ataupun kegiatan-kegiatan yang sifatnyasosial, khususnya tentang kegiatan pembangunan di lingkungan yangmembutuhkan kerja bersama (gotong royong), tidak semuanya sadaruntuk ikut karena dianggap tidak ada uangnya. Akan tetapi kalauada kegiatan yang sifatnya mendapatkan imbalan, masyarakatbanyak yang rebutan dan bahkan menjadi bahan pertentangan diantara mereka. Kondisi ini saya lihat lebih banyak berasal darikelompok masyarakat Abangan, khususnya kaum muda Abangan.

Sementara dalam kalangan Santri, aktivitas yang merekalakukan sering berkaitan dengan Mesjid atau Langgar. KelompokSantri ini, apabila sudah menjadi bagian dari komununitas yangbergelut dalam bidang keagamaan, seperti pengajian rutin, maupunacara-acara lain seperti mendoa’kan arwah leluhur yang seringdibacakan setiap kamis dan jum’at pagi, menunjukan ada keenggananuntuk terjun ke dalam kegiatan yang terkait dengan lingkunganseperti kerja bakti. Menurut hasil pengamatan, aktivitas keagamaanyang mereka lakukan, juga tidak lepas dari aspek-aspek ekonomi.Dalam acara pengajian rutin yang dilaksanakan setiap jum’at, wargasekitar Mesjid atau Langgar selalu memberikan makanan danminuman “jajanan” untuk mereka yang mengaji. Dan acaramendoa’kan arwah leluhur, ternyata setiap keluarga yang akan mintadibacakan ditarik sejumlah uang. Untuk satu orang yang telahmeninggal dipungut dua ribu rupiah dan selebihnya seribu rupiah.Artinya, apa yang dilakukan oleh masyarakat sebenarnya baik sosialmaupun agama selalu ada motif ekonomi dibalik apa yang merekakerjakan.

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 146: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

146

Kondisi di atas berimplikasi pada aktivitas di luar yaitu politik.Setiap kegiatan yang akan melibatkan warga, maka jangan harapakan berhasil atau didukung apabila tidak ada nilai ekonominya. Baikitu kegiatan kampanye, maupun pemilu masyarakat memandangtidak ada gunanya jika tidak ada reward ekonomi bagi mereka. Olehkarena itu jangan harap ada calon yang akan dipilih apabila calonitu tidak dikenal secara dekat oleh masyarakat walaupun calon itupunya kapabilitas dan kredibilitas baik tanpa adanya pendekatansosial dan ekonomi kepada masyarakat. Disamping itu, jangan harapada calon yang dipilih oleh kelompok yang secara ideologis berbeda.Bagi masyarakat Abangan sangat sulit untuk menerima seorang Santrimenjadi calon dari partai Abangan. Begitupun bagi kalangan Santrisangat sulit menerima calon dari kelompok Abangan untuk menjadicalon dari partai Islam.

Kenyataan pada pemilu 1999 dan 2004 masih adanya calonyang punya kapabilatas dan kredibilitas baik dan secara kulturberbeda dengan kultur partainya, tidak lain dan tidak bukan karenamasih dipakainya nomor urut dalam sistem pemilu. Manyarakat tidakmelihat orang yang akan duduk di parlemen atau calon anggotalegislatifnya, namun hanya melihat pada partai yang akan merekacoblos. Pada pemilu 1999 dan 2004 banyak calon yang sebenarnyatidak jelas asal-usul serta treck record-nya namun karena euporiamasyarakat akan perubahan, lantas masih adanya keyakinan bahwapemilu itu diwajibkan seperti jaman Orde baru, maka partisipasimasyarakat dalam pemilu cukup tinggi. Namun ke depan, apabilapartai politik tidak melakukan pendekatan khusus berupa penguatanideologis, maupun pendekatan bersifat sosial ekonomi jangan harappartai tersebut akan mendapatkan suara yang signifikan. Begitupunpartisipasi pemilih, apabila partai tidak mampu meyakinkankonstituennya, walupun mereka tetap mengidentifikasikan dirinyasebagai partai tersebut, tapi dukungan yang mereka berikan belumtentu menjadi suara karena bisa saja mereka akan menghanguskansuaranya dengan cara tidak mendatangi bilik suara.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, partai-partai yangsukses meraih suara yang signifikan tidak lepas dari konsekuensiideologis dan sosial ekonomi. Walaupun ada hal lain yang menuruthemat penulis, keluar dari alur itu berkenaan dengan partai yang

Page 147: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

147

memperoleh suara karena figur, seperti Partai Demokrat dengan figurSoesilo Bambang Yudhoyono yang sekarang jadi Presiden. Walaupunsebenarnya di antara masing-masing partai yang besar selalu adafigurnya seperti Gus Dur di PKB, Amin Rais di PAN, Megawati diPDIP, namun itu semua berkaitan dengan simbol personal ideologisyang diusung dan masyarakat menjadikannya dia sebagai representasi/simbolisasi dari ideologi atau kelompok mereka.

Partai Keadilan Sejahtera yang pada pemilu 2004 telahmengejutkan kontelasi politik nasional, ternyata keberhasilan merekatidak lepas dari dijalankannya kedua hal tersebut yaitu penguatanideologis dan pendekatan sosial ekonomi. PKS yang didukungkalangan intelektual muda di kampus-kampus, khususnya di kampusnegeri seperti Unibraw, Universitas Negeri Malang, STAIN Malangtidak putus melakukan kaderisasi dengan Tarbiyahnya sebagai dasarpenguatan ideologi. Disamping itu, kegiatan-kegiatan lain yangsifatnya sosial dan ekonomi juga mereka jalankan. Banyak kader-kader PKS turun ke desa-desa hanya untuk memberikan bantuanberupa pengobatan gratis ataupun bantuan sembako. Banyakmasyarakat yang terkesan kepada PKS karena aktivitas sosialnyayang dilakukan oleh kader-kadernya. Tidak jarang, jika terjadibencana di suatu desa, para kader PKS menjadi kelompok yangpertama dalam memberikan bantuan tanpa memakai atribut partai.Ketika mereka tahu bahwa yang melakukan pengobatan gratis, yangmelakukan bantuan sembako adalah kader-kader dari PKS, wargayang dibantu serta merta dalam pemilu memberikan dukungannyakepada PKS.

Salah seorang aktivis politik dari PAN, menuturkan kepadapenulis berkenaan dengan alasan kenapa PKS banyak mendapatsimpati dan dukungan.

Secara intensif mereka memang terus mengadakankegiatan-kegiatan baik yang bersifat formal ataupun informal,beberapa kali juga didatangi oleh teman teman PKS untukmengadakan kegiatan pengobatan massal di tempat saya.Mereka juga tahu betul tentang saya meskipun sudah tidakmenjabat kepengurusan PAN dan DPC tetapi beberapa kalidatang ke rumah diminta untuk dijadikan tempat pembagiansembako, pengobatan gratis dan itu pun dilakukan setelah

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 148: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

148

pemilu dilaksanakan. Justru sebelum pemilu mereka menjagajarak. Dalam arti bagi mereka yang aktif di partai mungkinhanya pendekatan-pendekatan secara struktural dan aktifintensif pada pertemuan-pertemuan saja.

Bagi yang memilih Golkar, banyak di antara mereka yang telahmenikamti keuntungan dari Golkar seperti pembangunan infras-truktur jalan, listrik, air minum, koperasi dan lain lain. Oleh karenaitu untuk wilayah-wilayah yang secara ekonomi berkembang sepertidi daerah Pujon yang mempunyai koperasi untuk petani, khususnyakoperasi susu sapi sangat fanatik mendukung Golkar. Disamping itumemang para anggota dewan dan petinggi partai di Golkarmempunyai kelebihan sumber daya manusianya. Hal ini telah menjadikelebihan dari Golkar untuk mendapatkan suara cukup signifikandalam setiap pemilu. Di sisi lain, akibat monopolitisasi partai politikyang mengharuskan PNS memilih Golkar juga telah berdampak padadukungan pemilih pasca Orde baru. Sebagian besar keturunan dariorang tua yang bekerja sebagai PNS, dalam setiap pemilu pascareformasi memberikan pilihan politiknya pada Golkar. Dengan upayasekasur, sedapur, sesumur sangat efektif menggalang massa di akarrumput untuk kesuksesan Golkar dalam memenangkan pemilu.

Salah satu petikan hasil wawancara penulis dengan warga diKota Batu mengenai alasan-alasan kenapa masyarakat memilih partaipolitik, sebagai berikut:

Saya secara pribadi tidak memilih Golkar. Mereka yangmemilih Golkar disebabkan pengaruh keluarga, walaupunsekarang mereka tidak menjabat pegawai negeri sipil, namunbanyak keluarga yang sudah tersosialisasi cukup lama denganGolkar pada akhirnya semua keuturunannya banyak yangmemilih Golkar dalam pemilu. Kita ketahui bahwa pada jamanOrde Baru mereka yang punya jabatan di pemerintahan secaraeksplisit diwajibkan untuk memenangkan Golkar, bahkanbanyak tekanan-tekanan dari aparat kepada masyarakat padasaat itu untuk mencoblos Golkar. Disamping itu ABRI didesadengan memelalui babinsa, juga melakukan tekanan tekanansehingga babinsa menjadi alat pressure pada masyarakat.

Page 149: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

149

Orang memilih PPP masa Orba karena merupakan partaiIslam dan ada gambar ka’bah yang menjadi simbolnya. Olehkarena itu banyak pemilih Tradisional memilih PPP walaupunbanyak tekanan dari aparat maupun pemerintah. Banyak darimasyarakat yang rela dan setia untuk mendukung PPP karenamereka menganggap dengan memilih PPP berarti sudah bisamenjalankan dan membela Islam. Apalagi dalam gambar PPPada ka’bah nya yang merupakan simbolisasi dari Islam. Melihatkenyataan ini pemerintah merasa perlu untuk melakukanrekayasa, sehingga pemerintah meminta diganti, dan berhasilkarena PPP bisa di acak-acak.

Keuntungan Golkar punya sumber daya manusia yangbagus, dari etika orang Golkar beda dengan orang-orang PDI.Konsep Golkar adalah sumur dapur, kasur yang sampaisekarang masih ada. Untuk PNS yang milih Golkar umumnyaorang-orang lama, PNS baru tidak lagi terikat oleh Golkar danbebas memilih partai-partai lain.

Kemenangan Golkar pada pemilu 2004 tidak hanya disebabkanoleh warisan Golkar pada masa Orde baru, akan tetapi juga dikarena-kan Golkar melakukan berbagai langkah agar partai berlambangpohon beringin ini tetap eksis dalam masyarakat. Disampingmelakukan kaderisasi rutin dalam rangka penguatan ideologi partaibagi para kadernya, juga melakukan pendekan sosial dan ekonomipada masyarakat. Kegiatan ini menurut salah seorang mantan ketuaDPD Golkar yang sekarang ini menjabat sebagai Ketua DewanPerwakilan Rakyat Daera Kota Batu, Mashuri dilakukan secara rutinoleh setiap anggota dewan di masing-masing daerah pemilihannya.Dalam melakukan kegiatan sosial tersebut didanai oleh individu-individu anggota dewan dari dapil masing-masing, termasuk diasendiri melakukan hal tersebut untuk dapilnya yang ada di Bumiaji.Mashuri kegiatan membantu lingkungan seperti pembangunanLanggar, Mesjid, perbaikan jalan, gorong-gorong atau pun yanglainnya, Mashuri menamakannya sebagai “shodakoh sosial”. Secaralengkap penulis mengutif hasil petikan wawancara dengan mantanKetua DPD Golkar, sebagai berikut:

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 150: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

150

Manusia sebagai kader politik Golkar agar sesuai denganyang kita harapkan ada cara atau model yang dilakukan agarmasyarakat tetap mendukung partai yaitu salah satunya melaluikontrak politik untuk memperjuangkan mengenai hal-hal yangdiinginkan warga. Sebagai contoh bagi masyarakat yangkampungnya kumuh, partai berjuang untuk menjadikan kampungitu lebih baik agar masyarakat disekitar itu mempunyai sema-ngat untuk mendukung partai. Disamping itu, partai Golkarmelakukan sosialisasi doktrin-doktrin politik lewat dialog agarmereka mempunyai pandangan yang sama dalam negaraKesatuan Republik Indonesia (NKRI), agar menjadi masyarakatyang punya moral kader bangsa, yang titik beratnya membelabangsa dan negara, UUD’45.

Program-program Golkar yang dilakukan kepada masya-rakat selama ini, antara lain: Melakukan pendidikan dan latihankepada masyarakat; melakukan pendekatan-pendekatan secaramanusiawi; pendekatan-pendekatan dengan memper-juangkanpembangunan kepada komunitas yang mereka tempati; mem-berikan bantuan, khususnya bantuan finansial kepada mereka.Sebagai contoh kami telah memberikan bantuan kepada komu-nitas yang ada di wilayah pak Kirun (orang yang sering mendapatbantuan untuk warga), berupa bantuan semen, pasir, batumerah sebagai perangsang agar mereka mau melaksanakanpembangunan di kampung-kampung.

Dana untuk memberikan bantuan langsung kepada wargadidapat dari fraksi-fraksi, dimana wakil-wakil yang duduk difraksi harus memberikan sebagian rizkinya untuk kepentinganlingkungan atau yang lebih halusnya uang yang mereka dapatsebagian dishodakohkan kepada dapil-dapil mereka masing-masing. Seperti saya pribadi, sebagai kader partai banyakmembantu kampung-kampung, daerah-daerah yang merupa-kan dapil saya. Sebagai contoh di Desa Torongrejo ada pak Kirunyang merupakan kader Golkar, saya melalui dia banyak mem-bantu baik berupa semen, pasir, batu merah, dan lain-lain untukkepentingan kampung, RT-RT, RW-RW, yang sifatnya kecil-kecilseperti 10 sampai 20 sak semen dan dimana-mana ada.

Page 151: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

151

Selain melalui kegiatan yang bersifat fisik, kader Golkarjuga melakukan komunikasi sosial kepada seluruh elemenmasyarakat. Partai Golkar secara nasional punya ikrar “manabakti”yang salah satu ikrarnya adalah kasih sayang berwatak setiakawan. Oleh karena itu Partai Golkar tidak mau menghujatpihak lawan maupun kawan. Karena punya sifat setia kawan,apa itu orang sini ataupun orang bukan sini kalau perlu dibantukita akan bantu.

Disini ada 25 wakil saya kira semua sama, semua inginmemperjuangkan dapil masing-masing. Bagi Golkar tidak hanyamemperjuangkan dapil-dapil wakil Golkar tapi menyeluruh.Cuma tulang punggungnya adalah kader-kader Golkar yangada di daerah tersebut. Dalam masyarakat masih ada kelompok-kelompok yang membina hubungan dengan wakil-wakilnya,karena masing-masing partai tidak mau kehilangan konstituen-nya. Mereka tetap membina hubungan dengan konstieuennya.Berkurangnya suara partai, selain adanya partai baru, jugakarena adanya pemilih yang tidak konsisten akibat dari kesala-han kader-kader partai yang tidak mau memperhatikan dapil-dapilnya, atau mereka tidak mau memberikan sodakohnyakepada dapil mereka.

Berbeda dengan kasus PKS dan Golkar, PKB pada pemilu 2004mengalami penurunan jumlah suara yang cukup besar. Menuruthemat penulis, disamping PKB yang sering dilanda konflik, menurun-nya suara PKB diakibatkan oleh perilaku elit partai yang hanyamengutamakan pendekatan keagamaan, sementara lalai dalammemberikan kontribusi sosial ekonomi pada konstituennya. Hasiltemuan lapangan menunjukan bahwa PKB lebih sering berhubungandengan tokoh agama secara langsung ketimbang turun kepadamasyarakat. Para tokoh agama seperti kyai, Ulama, maupun ustadzbanyak yang menjadi mendiator antara tokoh politik denganmasyarakat, atau menjadi juru kampanye bagi PKB. Tampaknyasudah menjadi kewajiban moral bagi sebagian tokoh agama untukmendukung PKB, walau ada juga nilai ekonomi yang didapatkandari para tokoh politik atau partai. Umumnya para tokoh politikdatang ke pondok pesantren untuk bersilaturahmi dengan pimpinan

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 152: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

152

pondok, mereka datang tidak dengan tangan hampa. Biasanya tokohpartai politik datang minimum memberikan amplop kepada kyaidengan alasan untuk membantu aktivitas pondok. Akan tetapi tidakjarang, juga berbagai pondok ataupun madrasah yang umumnyadipunyai oleh kyai, ulama atau ustadz mendapatkan bantuan pemba-ngunan dari pemerintah karena perjuangan dari anggota dewan yangdidukungnya.

Dengan demikian, para tokoh politik yang ingin berhubungandengan masyarakat, khususnya kalangan Santri Tradisional, selalumelalui kyai-nya. Dan apabila tokoh politik itu tidak dapat memberi-kan konstribusi yang bersifat ekonomi, walaupun kedatangan merekaditerima, namun tidak menjadi dukungan rill dalam pemilu.Sementara di sisi lain masyarakat tidak pernah merasakan kebaikanyang diberikan oleh para anggota dewan dari PKB, dan di sisi lainmereka tahu bahwa para tokoh agama itu mendapatkan sesuatu daripara calon, maka pada akhirnya sedikit demi sedikit banyak daripemilih kalangan Santri itu melakukan perlawanan dengan tidakdatang ke bilik suara atau memilih banyak partai, dan paling ekstrimmereka mengalihkan pilihan politiknya ke partai lain. Tidak sedikitdari kalangan Santri Tradisional ini dalam pemilu 2004 memilih partaiIslam selain PKB, yaitu ke PKS, Golkar, atau bahkan Demokrat.

Hal yang paling sulit bagi kalangan Santri Tradisional untukmengalihkan pilihan politiknya ke PAN. Berdasarkan hasil temuanlapangan alasan utama sulitnya pemilih Santri Tradisional mendu-kung PAN adalah dikotomisasi kelompok keagamaan antara NU danMuhammadiyah, disamping secara sosial dan kultural berbeda dalamkehidupan keseharian di masyarakat. Pertentangan antara NU danMuhammadiyah di tingkat grass root juga dipelihara oleh elit SantriTradisional untuk memperkokoh solidaritas dan kekompakankelompok. Pengaruh yang datang dari kelompok Santri Modernisdianggap akan mengancam eksistensi tokoh agama khususnya kyaidi masyarakat. Selama ini, tetap berdirinya wibawa kyai di matamasyarakat karena masih adanya ritual keagamaan yang menjadibagian dari kehidupan masyarakat, dan akan selalu melibatkan kyai.Dengan demikian, mau tidak mau, masyarakat akan membutuhkankyai dari mulai kelahiran, perkawianan, sampai kematian. Olehkarena itu, eksistensi ritual keagamaan ini telah melembaga dan

Page 153: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

153

sekaligus menjadi indikator sosial bagi masyarakat untuk menentukanstatus sosial ekonomi. Banyak yang mereka tidak mampu untukmelakukan khajatan dalam memperingati hari kematian keluarganya,terpaksa mereka mengada-ada dengan cara pinjam tetangga karenatakut dikatakan tidak mampu. Mereka sebenarnya tidak mengertibetul bahwa apa yang dilakukan oleh mereka adalah bagian darikewajiban Islam. Satu jawaban yang sempat terlintas dari warga yangpenulis wawancarai, malu kalau tidak melakukan khajatan, takutdikatakan tidakmampu.

Bagi PDIP yang pada pemilu 2004 mengalai penurunan suarayang sangat tajam, pada dasarnya hampir sama aktivitasnya dalammelakukan pendekatan sosial ekonomi kepada masyarakat. BahkanPDIP dalam setiap pemilu cukup royal dalam “menjamu” pemilihnyadalam setiap kesempatan kampanye. Berbagai bantuan kepada wargajuga diberikan, termasuk untuk kepentingan-kepentingan sosialseperti bantuan perbaikan jalan, jembatan, gorong-gorong sepertiyang ada di dusun caru Kota Batu. Di dusun ampeldento KecamatanKarangploso Kabupaten Malang yang sempat penulis survey, PDIPmemberikan bantuan berupa pembuatan sumur bor untuk keperluanwarga yang membutuhkan air bersih.

Sementara kegagalan PDIP mempertahankan hasil pemilu 1999,menurut salah seorang warga, Aguk yang berprofesi sebagai tukangojek, yang juga merupakan simpatisan PDIP menyatakan bahwakekalahan PDIP pada pemilu 2004 akibat dari kebijakan Megawatiyang ketika menjabat sebagai presiden tidak memperhatikan wongcilik. Pada saat Megawati menjadi Presiden, di kota-kota, khususnyadi Jakarta banyak terjadi penggusuran lahan maupun penertibanpedagang kaki lima yang nota bene adalah kebanyakan pendukungPDIP. Pada akhirnya, sebagian pemilih yang mencoblos PDIP padaPemilu 1999 mengalihkan suaranya ke partai lain, terutama partaibaru yang menurut mereka punya harapan untuk perubahan. Hasilsurvey di Malang Raya yang pernah dilakukan dilakukan penulissebelum tulisan ini dibuat, pemilih dari PDIP banyak mengalihkansuaranya ke Partai Demokrat dan sebagian lagi ke partai lain.

Walaupun demikian, sebenarnya suara PDIP menurut banyakpemerhati politik, suara pada pemilu 2004 itu merupakan suara rilldari PDIP. Sementara suara pada pemilu 1999 merupakan suara yang

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 154: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

154

datang dari pemilih yang melakukan Swing Votes. Dan pada pemilu2004 pemilih Swing Votes PDIP itu kembali lagi ke partainya semulaatau mengalihkan pilihan politiknya ke partai lain.

Kalau dilihat dari data yang ada, pada saat ini konstituen PDIPmasih yang terbanyak. Pada pemilu 2004, Kabupaten Malang danKota Malang tetap masih dikuasi oleh PDIP. Sementara Kota Batu,selisih suara antara Golkar yang memenangkan pemilu tidak jauhselisihnya dengan PDIP. Keberhasilan PDIP mendominasi suara padasetiap pemilu di Malang Raya tidak lepas dari kuatnya kelompokAbangan di Malang Raya. Walaupun Malang Raya terkenal denganmasyarakat religius, karena banyaknya pesantren dan pendidikanagama, namun sebenarnya sebagian besar masyarakatnya punyakedekatan secara historis dengan Abangan. Oleh karena itu, sebagianmasyarakat Malang Raya walaupun mereka ikut aktivitas ritualkeagamaan yang sering dilakukan oleh kelompok Santri Tradisional,namun pilihan politiknya tetap pada partai politik Abangan yaituPDIP. Tidak mengherankan apabila di Jawa Timur banyak KepalaDaerah yang (Bupati/Walikota) yang berasal dari partai PDIP.

Walaupun demikian, ada ciri khas yang secara gari besar mem-bedakan setiap wilayah yang ada di Malang Raya yang membedakanantara satu daerah dengan daerah lainya. Sebagai contoh KecamatanLawang, Singosari dan Pakis. Lawang mayoritas masyarakatnyamempunyai rasa Nasionalisme yang tinggi, dan pendidikan merekacukup. Singosari, masyarakatnya religius, umat Muslimnya sangatbesar, jadi untuk wilayah ini banyak pondok-pondok pesantren,sekolah atau madrasah Islam dan kegiatannya pun banyak terkaitdengan keagamaan seperti pengajian. Sedangkan untuk Pakis,masyarakatnya religius dan Nasionalis, namun masyarakatnyamudah terpecah belah.

Di luar alur identifikasi kepartaian dari kelompok Abanganterhadap PDIP, keberhasilan PDIP mendominasi suara dalam Pemilu,juga karena dilakukannya pendekatan pada masyarakat. Salahseorang tokoh PDIP, yang juga mantan Ketua DPRD Kota Malangmenyebutkan bahwa PDIP punya concern yang besar dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Walaupun demikiania mengakui bahwa tidak semua program kepada masyarakat itu

Page 155: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

155

dapat direalisasikan dengan baik. Beberapa program kerja yang jadiprioritas PDIP, Sri Rahayu mengungkapkan sebagai berikut:

“Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnyamasyarakat miskin melalui perbaikan di sektor ekonomi denganmendirikan koperasi, memberdayakan pedagang kecil danusaha-usaha lain yang diinginkan oleh masyarakat. Disampingitu kami juga punya misi lain yaitu: Memberantas korupsi,memperbaiki pendidikan khususnya di wilayah Kota Malang,menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan dan profe-sional, pemerataan pembangunan di segala bidang, melakukansurvey pada masyarakat, memberikan bantuan di bidangkesehatan, ekonomi, sosial, dan keamanan.”

Selanjutanya menurut, Sri Rahayu, kegagalan PDIP pada pemilu2004 banyak diakibatkan oleh tidak ditepatinya janji-jani partai yangdisampaikan saat kampanye 1999. Oleh karena itu, menurutnya,sekarang PDIP sudah mulai menyusun agenda bagi peningkatan kehi-dupan ekonomi, khususnya masyarakat miskin. Beberapa agendayang dibuat PDIP merupakan hasil serapan dari aspirasi masyarakatdan akan diupayakan lewat berbagai keputusan dan kebijakan yangada dalam mekanisme di dewan agar sinergi dengan kebijakan eksekutif.

Untuk Partai Demokrat, walaupun selama ini dikenal denganpartainya SBY, karena menjadi daya tarik utama dalam partai ini,akan tetapi menurut penuturan Eko Budi Prasetyo, sebagai anggotaDewan Kabupaten Malang dari partai Demokrat, juga telah melaku-kan berbagai pendekatan pada masyarakat. Menyadari bahwa partaiDemokrat belum mempunyai basis massa yang jelas, partai iniberusaha untuk meraih semua segmen masyarakat baik yang Abanganmaupun Santri. Oleh karena itu partai demokrat menyebutkan dirinyasebagai partai “Nasionalis-Religius”. berupaya untuk mengidentifikasikondisi sosial masyarakat yang memang sudah dilakukan oleh partai-partai lain. Termasuk

Pada saat seorang wakil rakyat duduk di dewan, merekaharus lentur dan fleksibel, termasuk saya boleh bicara fanatictapi hanya boleh di kelompok, tapi kalau kita sudah keluar kemasyarakat harus lentur, harus bisa diterima oleh kawan-kawanpolitik. Misalnya kalau kita bicara dengan tukang ojek, tidak

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 156: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

156

pantes kalau kita ngomong masalah isu politik sekarang, yangpasti terjun ke masyarakat. Tunjukan bukti ke masyarakat ditanyaapapun harus tau, jangan menghindar. Saya juga mencobafleksibel tidak membeda-bedakan warna baju, warna kulit, kitaharus bisa memberikan bantuan, solusi, ada pemikiran-pemikiran yang bisa memecahkan masalah, tidak hanya materiyang diandalkan. Karena masyarakat tidak butuh kader yangmementingkan materi, percuma kalau banyak uang tapi tidakbisa mengerti permasalahm yang terjadi, karena disitulah yangbisa tergali yang sebenarnya, dan pada saat sekarang terus sayaterapkan.

B. Upaya Dan Peran FigurKedekatan secara emosional terhadap pemimpin, tokoh, atau

figur nasional dari partai politik tertentu dalam pemilu era multipartaipasca reformasi cukup menonjol dalam kesuksesan partai meraihsuara. Tokoh-tokoh nasional yang relatif dikenal luas secara nasionaladalah variabel yang relatif independen untuk menarik massa agarmemilih partai di mana sang tokoh merupakan pimpinan di partaitersebut. Orang memilih Golkar, PDI-P, PKB, PAN, PPP, PBB, danlain-lain bukan karena daya tarik partai-partai itu sendiri, tapi lebihkarena ada tokoh-tokoh nasional terlibat di pucuk kepemimpinanpartai.

Pada pemilu 1999, Habibie yang merupakan putra Sulawesitelah medorong perolehan suara Golkar di Sulawesi dibanding daridaerah- daerah lain, termasuk dari Jawa. Keunggulan PDI-P ataspartai-partai lain yang punya kesamaan historis dan sosiologis sepertiPDI Budi Hardjono, PNI Supeni, PNI Marhaen, dan lain-lain jugakarena karena ketokohan Megawati sebagai Putri Soekarno. Selainitu, ia merupakan tokoh yang sangat tidak diuntungkan sepanjangsejarah politik Orde Baru yang secara nasional mendapat eksposcukup besar dari media massa. Kemenangan PAN relatif terhadappartai-partai Muslim modernis lain seperti PBB, PK, Partai Masyumi,sebagian besar dapat dijelaskan dengan kehadiran Amien Rais sebagaitokoh nasional di pucuk kepemimpinan partai tersebut.

Keunggulan pengumpulan suara PKB dibanding partai-partaiNU yang lain seperti PNU, PKU, dan Partai Suni, dan bahkan PPP

Page 157: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

157

sendiri, merupakan hasil dari ketokohan Gus Dur di partai tersebut,bukan karena faktor ke-NU-an itu sendiri. Sebab kalau ke-NU-an itusendiri yang dominan, maka partai-partai NU yang lain juga akanmendapat suara yang cukup hingga PKB tidak keluar sebagai partaiNU yang besarnya mencolok dibanding partai-partai NU yang lain.

Kasus pemilu 2004, besarnya perolehan suara Partai Demokratjuga berkat dari figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai figuryang berlatar belakang militer dan juga punya hubungan denganSarwo Edi sebagai mertua, yang pernah berjasa dalam penumpasangerakan 30.S/PKI. Bahkan dengan perolehan suara 7 % telahmenghantarkan SBY menjadi Presiden terpilih langsung pertama padapilpres 2004.

Karena Partai Demokrat sangat diwarnai oleh popularitas SBY,maka citra Partai Demokrat, naik dan turunnya sejalan dengan naik-nya citra SBY. Hal ini sangat disadari oleh para kader Partai Demokratdi Malang Raya, dimana saat tahun 2004 orang terbius oleh yangnamanya SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Untuk mempertahan-kan suara yang diperolehnya, para kader Partai Demokrat berusahamensosialisasikan siapa itu SBY, dan keberhasilan-keberhasilanpemerintah yang merupakan nilai positif bagi Presiden SBY, denganharapan punya imbasan pada citra Partai Demokrat.

Isu yang pertama karena itu ditahun 2004 SBY adalahcapres sehingga dari kader saya punya kewajiban untukmensosialisasikan siapa itu SBY yang penting adalah SBY orangjawa timur asli dari pacitan, dan suatu kebanggaan tentu jikapemimpin kita berasal dari Jawa Timur. Kemudian alasan yangkedua SBY adalah berasal dari unsur ABRI, seorang TNI adalahseorang ksatria. Saya berusaha menjaga image citra masyarakat,saya berusaha mengkritisi karena saya yakin masyarakat tidakberharap janji-janji tapi butuh realita, walaupun kecil tapiterwujud, itu yang merupakan kebanggaan bagi masyarakat(Subur Triono, 2004).Mengingat besarnya peranan figur populaer dalam meningkat-

kan perolehan suara partai, maka pada pemilu selanjutanya (2009),banyak partai yang juga mengandalkan figur populer untuk mendong-krak suara dalam pemilu. Banyak figur-figur terkenal baik darikalangan akademisi, artis, olahragawan direkrut oleh partai menjadi

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 158: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

158

anggota dan bahkan menjadi caleg dari partai bersangkutan. Di PDIPada Diyah Pitaloka, dari kalangan artis; Miing tokoh komedi. Di PartaiDemokrat ada Komar yang berasal dari tokoh komedian, Aji Massa’iddan Agnelia Sondah dari kalangan artis. Di Golkar ada Indra J. Piliangdari akademisi; Icuk Sugiarto dari kalangan olahragawan; TantowiYahya dari kalangan presenter. Di PAN ada Wanda Hamidah, Primus,dan Ikang Fauji dari kalangan artis; Eko Patrio, Mandra dari kalangankomedian dan lain lain. Bahkan PAN karena banyaknya caleg darikalangan artis, maka PAN singkatannya di plesetkan dengan partaiartis nasional.

Realitas di lapangan, caleg-caleg yang ikut dalam pemilu 2009cukup mendapat apresiasi dari pemilih. Bahkan dengan adanya calegartis dalam satu partai, dapil dimana mereka di tempatkan dapatmengangkat perolehan suara di dapil tersebut yang otomatismengangkat caleg Provinsi dan caleg Kota / Kabupaten. Contoh kasusdaerah pemilihn Madiun, Nganjuk, Ponorogo, dan Magetan yangmerupakan dapil caleg pusat Eko Patrio dapat mengangkat caleg Kota/ Kabupaten yang pada pemilu lalu tidak ada yang lolos. Oleh karenaitu, di tengah persaingan yang ketat dalam pemilu 2009, PAN masihbisa bersaing di papan tengah dengan perolehan suara sekitar 6 %secara Nasional.

Di tingkat provinsi, figur-figur populer umumnya berasal darikelompok sektarian. Khusus di Provinsi Jawa Timur, banyak caleg-caleg yang populer dari kalangan agamawan dicalonkan menjadicaleg, khususnya dari kelompok Santri Tradisional. Tokoh strukturalmaupun tokoh kulutural NU banyak yang direkrut untuk menjadicaleg partai, utamanya partai yang punya kesamaan secara sosiologisdengan NU seperti PKB, PPP, PKNU.

Sementara untuk tingkat Kota dan Kabupaten, khususnya diMalang Raya, figur-figur yang jadi andalan dalam perolehan suaradisamping figur populer dari segmen masyarakat, juga figurpengusaha yang dianggap punya modal ekonomi. Tokoh-tokohmasyarakat dari kalangan kyai, mantan Kepala Desa, istri perangkatDesa, keluarga dari birokrat seperti Camat banyak yang mencalonkandiri sebagai caleg, dan terbukti banyak yang berhasil lolos menjadianggota Dewan. Caleg-caleg berasal dari tokoh masyarakat, umum-nya mereka menjadi caleg dari partai-partai baru atau dibarukan yang

Page 159: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

159

ikut pemilu 2009 seperti PIB, PKNU, Hanura, Gerinda dan lain-lain.Sebagai contoh di Kota Batu, Saudah istri mantan Camat Junrejo lolosmenjadi anggota Dewan dari Partai Indonesia Baru (PIB), Nur Jayantiistri Carik Desa Pendem lolos menjadi anggota Dewan dari PartaiHanura.

Pola kepemimpinan kharismatik, serta budaya paternalis dikalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, bisa menjelaskanvariasi ketokohan tersebut. Dalam konteks politik di Tanah Air sejarahtokoh pada umumnya ternyata lebih panjang dari pada sejarah partaiitu sendiri.

Kekuatan partai politik di Tanah Air kemudian akan banyakditentukan sejauh mana partai-partai tersebut mampu melakukanrekrutmen terhadap tokoh-tokoh yang populer di mata massa pemilih.Kemampuan elite partai untuk membangun citra yang positifterhadap tokoh partai dan kemampuan untuk mensosialisasikan citrayang positif ini secara massif lewat media massa merupakan poinkrusial bagi perkembangan dan kekuatan partai di masa yang akandatang. Dari sini partai politik akan semakin terlembaga, yang padagilirannya akan menjadi kekuatan yang relatif otonom untuk menarikmasa pemilih. Akan tetapi secara umum penulis memperkirakanketokohan tetap merupakan faktor krusial, dan setidaknya dalamjangka pendek dan menengah ketokohan akan menjadi tulangpunggung untuk menarik massa pemilih di Malang Raya, khususnyabagi partai yang tidak basis pemilih tradisional yang jelas.

C. Upaya Partai Politik Dan Pola Hubungan1. Upaya Partai Politik dan Pilihan Basis Massa

Upaya yang dikembangkan partai politik dengan menekankanpada Ideologis telah melahirkan pola hubungan yang bersumber padabasis massa masing-masing, Partai Islam menjalin hubungan denganKelompok Santri dan Partai Nasionalis berhubungan denganKelompok Abangan. Pola hubungan berbasis massa pemilih dicirikandengan adanya ikatan yang kuat antara partai dengan konstituennya.Bahkan karena kedekatan partai dengan konstituennya yang sangatkuat, maka pilihan politik mereka sangat fanatik. Pada saat kampanye,bentuk fanatisme pemilih terhadap partai telah mengakibatkanbanyak terjadi bentrokan antara pendukung partai. Tidak jarang di

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 160: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

160

antara para pendukung partai berkelahi hanya karena saling ejek diantara sesama pendukung partai seperti yang terjadi pada pemilu1999 dan 2004.

Dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan dukunganterhadap partai, banyak cara yang dilakukan baik yang dilakukanoleh Partai Nasionalis maupun Partai Islam. Partai Islam, dalamrangka memperkuat dukungan pemilihnya, cara yang seringdilakukan adalah dengan menanamkan donktrin-doktrin partai yangberasal dari ayat-ayat suci. Bahkan dalam kampanyenya pun, partaiIslam seperti PKB, PPP, maupun yang lain di setting seperti acarapengajian. Para pendukung yang datang pun banyak berasal darikalangan yang secara sosiologis sama, artinya kalau yang melakukankampanye PKB atau PPP, maka partisipan kampanye yang datangadalah mereka yang berasal dari kelompok santri Tradisional atauNU.

Salah satu bukti bahwa tingkat fanatisme dari pemilih SantriTradisional tinggi adalah kerelaan mereka untuk mengikuti setiapacara kampanye yang dilakukan oleh partai yang punya hubunganhistoris dan sosiologis dengan NU, terutama PKB. Biasanya pemilihtradisional PKB bersedia datang ke tempat kampanye dengan biayasendiri, salah satu alasan mengapa dia mau datang adalah untukmendengarkan ceramah agama. Dalam tradisi di kalangan partaiyang berbasis pemilih Santri Tradisional, kampanye biasanya di setingsesuai dengan kultur mereka. Acara pengajian, Istighosah, tahlilan,maupun kegiatan ritual keagamaan kadang dijadikan sebagai mediakampanye. Khusus pada acara kampanye akbar biasanya menda-tangkan juru kampanye dari tingkat Nasional, dan Gus Dur menjadi“ikon” sekaligus daya tarik bagi jamaah NU. Kedatangan Gus Durmenjadi ajang dari pertemuan para pengikut setia dari kelompokNahdilyin. Kedatangan mereka ke acara kampanye juga biasanyaatas instruksi dari kyai lokal yang membina kehidupan sosial-religiyang sangat instens di lakukan.

Di sisi lain, bagi Partai Nasionalis, kampanye yang dilakukanpada pemilu 1999 banyak melakukan kampanye terbuka denganmendatangkan juru kampanye yang punya ikatan keluarga denganmantan Presiden Soekarno. Lepas dari banyaknya partai yangmengatasnamakan pelanjut dari ideologi marhaen yang jadi ikon

Page 161: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

161

ideologis dari Partai Nasionalis, PDIP menjadi satu-satunya partaiyang paling banyak mendapatkan saham politik dari PNI (parpolpeserta pemilu 1955). Megawati yang merupakan anak sulung dariSoekarno, dan menjadi Ketua Umum PDIP, tidak bisa dipungkiri telahmenjadi representasi dari PDIP sebagai penerus ideologi marhaen yangbanyak mendapat dukungan dari kalangan wong cilik.

Dalam rangka mempertegas akan keberpihakan pada wongcilik, PDIP selalu mencitrakan diri sebagai pembela wong cilik,terutama pada massa Orde Baru. Sebagai konsekuensi darikeberpihakannya pada wong cilik ini, PDI massa Orde Baru, dalamkepemimpin selalu menjadi target pemerintah untuk dilemahkan.Oleh karena itu kejatuhan pemerintahan Orde Baru menjadimomentum baru bagi PDIP sebagai partai yang mengatasnamakandiri sebagai partainya wong cilik dalam rangka meneguhkan jatidirinya sebagai partai Nasionalis.

Dengan mengemas ideologi dalam upaya pemenangan pemilupada pemilu 1999, telah menempatkan PDIP sebagai partai yangpaling besar mendapatkan simpati dari pemilih. Di Malang Raya,PDIP mendominasi perolehan suara dengan jumlah 162.818 suara(41,22 persen) di Kota Malang, 510.450 suara (38,47 %) di KabupatenMalang. Partai Golkar yang pada saat Orde Baru selalu menjadipilihan politik pemilih hanya mampu meraup suara sekitar 16,04 %di Kota Malang dan 18,32 % di Kabupaten Malang. Dengan perolehansuara tersebut, PDIP menempatkan diri sebagai peringkat pertamadi Malang Raya.

Di sisi lain, Partai Kebangkitan Bangsa yang merupakan partaiyang berbasis pemilih Santri menempati urutan kedua tersebesarsetelah PDIP yaitu 19,60 % untuk Kota Malang dan 29, 57 % untukKabupaten Malang, padahal secara nasional jumlah pemilih yangmemberikan suaranya ke PKB ini pada tahun 1999 hanya 12,62 %.Hal ini bisa dipahami karena wilayah Jawa Timur, khususnya MalangRaya merupakan basis dari Partai NU yang pada pemilu 1955merupakan pemenang kedua setelah Masyumi. Sementara dukunganpemilih pada partai Islam lainnya tidaklah signifikan, kecuali untukPAN yang punya basis pemilih golongan Islam Modernis mendapat10, 53 % di Kota Malang.

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 162: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

162

Sebagaimana hasil temuan dilapangan yang menunjukanadanya alur yang sama dengan aliran politiknya Geertz, dimanapemilih Santri memilih partai Islam, pemilih Abangan memilih partaiNasionalis. Masyarakat Abangan di Malang Raya yang cukup besarmenunjukan identitas dirinya dengan memilih partai PDIP, begitupunmereka yang Santri menunjukan identitas ke-Santrian dengan memilihpartai Islam. Jika dibandingkan antara golongan pemilih Abangandengan pemilih Santri, secara kuantitatif pemilih Abangan lebih besar,walaupun Malang ini terkenal juga dengan masyarakat Islami. Karenabesarnya masyarakat Abangan ini, maka PDI-P Malang Raya memilikipendukung cukup banyak yang dibuktikan dengan pilihan politikpemilih pada PDIP ketika pemilu 1999. Kemenangan PDIP di MalangRaya hampir merata di setiap daerah (Kabupaten Malang, KotaMalang, dan Kota Batu).

Dengan demikian, akibat dalam pemilu 1999 lebih menekankanpada ideologi, maka pilihan basis massa masing-masing sejalandengan politik aliran. Partai Nasionalis, seperti PDIP, menggarappemilih Abangan, dan Golkar menggarap pemilih Priyayi. SementaraPartai Islam, atau yang punya hubungan sosiologis dan historis denganpemilih Islam menggarap pemilih Santri. PKB, PPP menggarap pemilihSantri Tradisional, dan PAN, PBB menggarap Santri Modernis.

2. Upaya Partai Politik dan Program PartaiPemilu 2004 adalah pemilu kedua dalam masa transisi demokrasi.

Pada pemilu ini partai politik masih mengikuti alur budaya politikaliran, begitupun para pemilihnya masih terjebak pada dasar pilihanyang bersifat sektarian. Akan tetapi, stategi pemenangan pemilu yangmenekankan pada ideologis dari partai politik telah mengalami sedikitpengembangan dengan dilakukannya stategi melalui pendekatanyang berpola transaksional. Walau pemilu legislatif 2004 ini perilakupolitik masyarakat masih tidak berubah dan tetap sektarian, namunikatan mereka sudah berkembang yaitu tidak hanya ideologis namunjuga sudah ada transaksi politik.

Pola hubungan ideologis pada pemilu 2004 masih terlihat dalamkampanye partai yang masih mengusung simbol-simbol partaiterutama figur historis partai yang berideologi Nasionalis. Dalampemenangan pemilu, elit partai dan caleg berusaha merebut segmen

Page 163: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

163

pemilih masyarakat bawah dengan pendekatan perilaku Abanganyang menjadi ciri khas sebagai besar masyarakat Malang Raya. Acarahiburan atau panggung rakyat yang diadakan selalu menampilkancitra kelas bawah seperti kesenian kuda lumping bantengan, ataumengadakan dangdutan. Walaupun demikian, pada aras pusat,starategi perluasan segmen pemilih juga dilakukan, yaitu denganmelakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh santri tradisionalis yangcukup berpengaruh. Kondisi ini diharapkan terjadinya pelunakangap ideologis antara Santri dan Abangan di tingkat grassroot, agarSantri tingkat identifikasi kesantriannya lemah dapat bergabung secarpolitik ke PDIP yang Nasionalis.

Pola hubungan transaksional pada pemilu 2004 berlanjut padapemilu 2009, dan bahkan lebih massif. Hal ini bisa dilihat daribanyaknya bantuan partai kepada masyarakat baik itu untuk pemba-ngunan prasarana sosial, keagamaan maupun lingkungan. Hasilobservasi penulis, PDIP banyak sekali memberikan bantuan kepadamasyarakat seperti pembuatan sumur bor untuk kepentingan air bersihmasyarakat, bantuan untuk plengsengan saluran air dan lain-lain.PKB banyak memberikan bantuan untuk sarana dan prasarana keaga-maan seperti bantuan pembangunan mesjid, langgar, pesantren.Golkar dan PKS lebih terpolarisasi dalam memberikan bantuan, merekadisamping memberikan bantuan berupa sarana dan prasarana sosialdan lingkungan, juga prasarana keagamaan. Khusus bagi PKS,pemberian atau bantuan sosial juga direalisasikan dalam bentuakpengobatan gratis dan bantuan sosial lainnya seperti bantuan penang-gulangan bencana alam yang sering terjadi Malang Raya baik ituberupa longsong, banjir dan lain sebagainya.

Hasil lapangan menunjukan bahwa pemilih Abangan tetapmendominasi. Dalam pemilu 2004, walaupun terjadi pergeseranpilihan politik pemilih dimana PDIP yang pada pemilu 1999mendapatkan dukungan pemilih sebesar 33,76 % secara nasional,turun menjadi 19,58 %, tetapi secara keseluruhan masih menunjukandominasinya di Malang Raya. Untuk wilayah Malang Raya, PDIPmemperoleh 28,97% untuk Kabupaten Malang, 25,84 % Kota Malang,dan 19,88 % untuk Kota Batu. Sementara urutan kedua didudukioleh PKB dengan perolah suara 25,72 % untuk Kabupaten Malang,17,36 % Kota Malang, dan 13,19 % untuk Kota Batu. Sementara

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 164: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

164

Golkar yang banyak disebut mendapat dukungan dari golongan aliranbudaya ketiga yang oleh Geertz disebut priyayi, di Malang Rayamenempati posisi ketiga untuk perolehan suara Kabupaten dan KotaMalang dengan dengan dukungan pemilih sebesar 16,68 % dan 17,36%. Akan tetapi, Golkar mampu menjadi nomor satu untuk wilayahKota Batu yang notabene sebagai daerah baru hasil pecahan dariKabupaten Malang. Di Kota Batu, Golkar mendapat dukunganpemilih sebesar 20,62 %, diikuti oleh PDIP dan PKB yaitu 19,88 %dan 13,19 %.

3. Upaya Partai Politik dan VotingDalam rangka meraih simpati pemilih masing-masing partai

politik berusaha membuat upaya yang diharapkan dapat memperolehsuara yang signifikan dalam setiap pemilu. Dari pemilu ke pemiluupaya partai-partai menunjukan kesamaan yaitu melalui tiga pende-katan, yaitu ideologi, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi. Akan tetapidari pemilu ke pemilu penekanan dari ketiga pendekatan tersebutberbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi baik yang terikaitaturan pemilu maupun Pemahamanan partai yang berkembangdalam masyarakat. Lebih jauh, intensitas pendekatan yang dilakukanserta bentuk dan jenis program juga berbeda-beda sesuai dengankeadaan dan kemampuan partai politik. Oleh karena hubungan sosialkemasyarakatan seperti yang dilakukan PDIP, PKB, dan Golkar.Dengan mengutamakan pendekatan Ideologi dan sosial kemasya-rakatan, baik PDIP maupun PKB mampun memperoleh suara yangbesar karena didukung oleh basis massa yang jelas. PDIP sebagai partaiyang merepresentasikan kelompok abangan banyak didukung olehkelompok masyarakat marginal yang mengatasnamakan wong cilik.PKB sebagai representasi dari pemilih Santri Tradisional banyakmendapatkan dukungannya dari kaum nahdilyin. Sementara PartaiGolkar, sebagai partai warisan Orde Baru menjadi repserentasi daripemilih priyayi yang didukung oleh kelompok birokrat atau PegawaiNegeri Sipil.

Di sisi lain Partai Amanat Nasional (PAN), yang merupakanrepresentasi dari kelompok Santri Modernis banyak mendapat duku-ngan dari warga Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan kelompokormas keagamaan modernis lainnya. Salah satu daya tarik utama

Page 165: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

165

dari adalah sosok Amin Rais yang dikenal sebagai tokoh reformisdan dikenal luas di kalangan mahasiswa dan akademisi. Dengandemikian pada saat pemilu 1999, PAN ini juga banyak didukung olehkalangan pemilih muda, terutama mahasiswa yang pada saat itubersama-sama menggulingkan pemerintahan Orde Baru. Hampirsegaris dengan PAN, PBB yang juga menjadi representasi dari pemilihmodernis banyak didukung oleh kalangan masyarakat yang punyahubungan historis dengan Masyumi. Di Malang Raya PBB tidakbanyak pendukungnya, karena memang wilayah ini bukan basis dariSantri Modernis, dan walaupun ada sudah habis diambil oleh PAN.Sementara PPP yang merupakan partai Islam hasil fusi masa OrdeBaru, walaupun mengatasnamakan partai yang merepresentasikanSantri Tradisional, namun di Malang Raya pendukungnya sangatsedikit. Sementara partai-partai lainnya, tidak mendapatkan banyaksuara yang dihasilkan dari warisan ideologis. Mereka umumnyabanyak mendapatkan suara karena hasil kerja melalui pendekatansosial kemasyarakatan maupun pendekatan ekonomi.

Pemilu 2004 merupakan pemilu ke 2 pasca reformasi. Berbagaipengalaman dan pengetahuan yang didapat dari pemilu 1999 telahmenjadi pelajaran bagi partai-partai berikutnya pada pemilu 2004.Bagi partai-partai yang memperoleh dukungan cukup besar, menatappemilu 2004 dengan penuh percaya diri, sehingga banyak elit politikdari partai yang lupa kewajiban kepada konstituennya. Dengan hanyamenekankan pendekatan yang pernah dilakukan seperti pada masapemilu 1999 seperti yang dilakukan oleh partai PDIP, PKB, makapada pemilu 2004 di Malang Raya kedua partai tersebut kehilangansuara yang signifikan terutama PDIP. Hampir semua partai politikyang lulus electoral threshold mengalami penurunan suara dengankadar yang berbeda-beda, dan hanya partai Partai Golkar bertahan,bahkan secara Nasional meningkat walaupun tidak signifikan.Kemenangan Partai Golkar tidak lepas dari kerja keras dalamkonsolidasi partai yang dimotori oleh Akbar Tanjung.

Pada saat partai-partai lain yang lulus electoral threshold terlenadengan kemenangan, justru Partai Golkar berjuang keras denganmenggunakan pendekatan yang tidak hanya menekankan padaidelogi namun sudah mengunakan pendekatan sosial kemayarakatdan ekonomi. Dengan pengalaman selama Orde Baru, bagi Partai

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 166: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

166

Golkar tidaklah sulit untuk melakukan berbagai pendekatan kepadamasyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan Ketua DPRD Kota Batu,Mantan Ketua DPD Golkar, bahwa Partai Golkar untuk memenang-kan pemilu 2004 melakukan berbagai pendekatan seperti memper-juangkan pembangunan pada komunitas yang mereka tempati;memberikan bantuan, khususnya bantuan finansial, bantuan semen,pasir, batu merah sebagai perangsang agar mereka mau melaksana-kan pembangunan di kampung-kampung. Sementara dana yangdipergunakan untuk membina konstituen didapat dari dari fraksi-fraksi, karena menurut Mashuri, di Partai Golkar ada semacamkonvensi bahwa wakil-wakil yang duduk di fraksi harus memberikansebagian rizkinya untuk kepentingan lingkungan atau dishodakohkankepada dapil-dapil mereka masing-masing.

Keberhasilan yang cukup spektakuler pada pemilu 2004diperoleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. PKSpada pemilu 1999 masih bernama Partai Keadilan (PK), PK padapemilu 1999 tidak lolos electoral threshold sehingga harus berganti nama.Kemenangan PKS pada pemilu 2004 tidak lepas dari upaya partaiyang dijalankan. PKS disamping terus melakukan kaderisasi lewattabiyah, yang banyak bergerak dikalangan muda kampus, juga denganatraktif melakukan berbagai pendekatan sosial kepada masyarakatyang dikemas dalam bentuk bakti sosial (baksos). Gerakan konsistenyang dilakukan kader PKS, lama kelamaan mendapatkan simpati,tidak hanya dari kalangan pemilih modernis, namun juga banyakdari kalangan tradisional dan Abangan yang tersentuh oleh pendeka-tan sosialnya.

Sementara kemampuan Partai Demokrat menyedot simpatipemilih tidak lepas dari peran SBY sebagai pendiri partai yangmerupaka figur sentral. Latar belakang SBY datang dari kalangantentara ditambah dengan sosok penampilan dan kepribadian yangdianggap santun telah menarik perhatian pemilih dan memberikanpilihannya pada Partai Demokrat pada pemilu 2004. Sementarapartai-partai lain tidak begitu menonjol, disamping tidak punya basismassa yang jelas serta figur partai, juga tidak banyak mempunyaisumberdaya finansial maupun sumber daya manusia.

Dari data yang ada menunjukan bahwa hasil pemilu 2004 telahterjadi perubahan komposisi kekuatan politik di Dewan, dimana yang

Page 167: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

167

pada pemilu 1999 dikuasai oleh hanya tiga partai yaitu PDIP, PKB,dan Golkar. Komposisi partai di Dewan hasil pemilu 2004 telahmelahirkan dua kekuatan baru yaitu PKS dan Partai Demokrat,sehingga pola sistem kepartaian yang pluralisme sederhana dengantiga kekuatan partai berubah menjadi pluralisme moderat denganlima kekuatan partai.

Pemilu yang paling menarik di era pasca reformasi adalahpemilu 2009. Dengan sistem pemilu baru yang menerapkan rejimsuara terbanyak bagi calon yang lolos ke Dewan telah mempengaruhiupaya dalam meraih simpati pemilih. Pada pemilu 2009, peran partaimenjadi minimal, dan peran caleg menjadi menonjol, oleh karena itupendekatan ideologi mengalami kekaburan dengan adanya caleg-celegyang berasal dari luar basis pendukung partai. Pendekatan yangdilakukan para caleg lebih menintikberatkan pada pendekatanekonomi dan sosial kemasyarakan. Hal ini didorong oleh tingginyakompetisi yang terjadi antara sesama caleg di tingkat partai. Masing-masing caleg dengan menggunakan jaringan sosial masing-masingmenyalurkan berbagai bantuan baik untuk pembangunan jalan,Mushala, Masjid, bantuan sembako, dan bahkan uang tunai.

Hasil pemilu yang terjadi menunjukan bahwa sebaran perole-han suara sangat berbeda dengan pemilu sebelumnya. Bahkan partai-partai yang punya basis massa yang jelas seperti PDIP, dan PKB harusmenerima kenyataan bahwa mereka telah banyak ditinggalkan olehkosntituennya. Bahkan perolehan suara PKB di Kota Batu mengalamipenurunan yang sangat tajam, sehingga PKB yang pada pemilu 2004mendapatkan 4 kursi, pada pemilu 2009 tidak dapat satu kursi pun.

Perolehan suara di Kota Malang pada pemilu 2009, PartaiDemokrat memenangkan persaingan dalam pemilu dengan perolehansuara 83.065, dan disusul oleh PDIP dengan perolehan suara 71.370.Pada pemilu 2004, wilayah Kota Malang ini menjadi basis utamadari PDIP, dan mengantarkan kadernya menjadi Walikota dalampilkada 2008. Menurut salah seorang informan, yang pernahmenuturkan kepada penulis, kemenangan Partai Demokrat tidakhanya melulu karena faktor figur SBY yang menjadi Presiden, namunjuga adanya intervensi dari partai. Di Kota Malang banyak Ketua RTyang dijanjikan bantuan 500.000,- per Kepala Keluarga dengan alasanuntuk perayaan 17 Agustus. Namun bantuan itu akan dicairkan

UAPAYA PARTAI DALAM PEMENANGAN PEMILU

Page 168: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

168

setelah pemilu dan menjelang akan dilaksanakan perayaan tujuhbelasan, dan itu berarti akan ada implikasi pada pemenangan pilpresdari calon Partai Demokrat. Sementara transaksi yang dilakukan daricaleg partai lain, banyak dilakukan dengan pemberian bantuanpembangunan yang umumnya sudah berjalan lama terutama yangdilakukan oleh calon incumbent. Paling menonjol, transaksi yangdilakukan berupa pemberian uang.

Berbeda dengan di Kota Malang, Kabupaten Malang yangmerupakan bagian penduduk terbesar di Malang Raya masih banyakyang setia pilihan politiknya dengan PDIP. Masyarakat di KabupatenMalang umumnya adalah petani dan dengan tingkat pendidikan yangumumnya relatif lebih rendah dibanding dengan Kota.

Page 169: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

169

BAB V

POLA HUBUNGAN PARTAIDAN PEMILIH

Page 170: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

170

KOMPETENSI

Dalam bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan kondisi sosial budayamasyarakat dan pemaknaan partai pada partai politik serta bagaimana pola hubunganpartai dan pemilih yang terjadi. Selanjutnya mahasiswa diharapkan dapat menjelaskankaitan antara sistem kepartaian, pemilu, strategi partai, serta pola hubungan antarapemilih dan partai politik yang berkembang. Selanjutnya mehasiswa diharapkandapat memahami basis massa masing-masing partai politik baik itu partai Islammaupun Nasionalis. Apakah partai-partai tersebut masih setia dengan basis massanyamasing-masing atau sudah mengalami perubahan. Lebih jauh, mahasiwa diharapkandapat menjelaskan apakah terjadi perubahan pola hubungan yang terjadi dari pemiluke pemilu.

Page 171: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

171

BAB V

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

DALAM perspektif rasional, mekanisme hubungan partai politikdengan masyarakat merupakan hubungan yang bersifat simbiosismutualisme, dimana partai politik membutuhkan suara pemilih dalampemilu dan sebaliknya pemilih membutuhkan partai guna memper-juangkan apa yang menjadi kepentingan mereka. Maka dari itu,partai politik terpaksa harus memperhatikan keinginan para pemilihsebelum mengambil keputusan mengenai program dan kebijakanpartai, sebaliknya pemilih harus dapat menentukan partai mana yangmempunyai platform jelas dan sekaligus dapat memperjuangkannya.Dengan demikian, politisi harus mencari informasi tentang kesulitandan masalah yang sedang dihadapi masyarakat serta kepentingandan preferensi pemilih. Kemudian partai dapat menawarkan suatuprogram politik yang menjadi isu dalam masyarakat. Oleh karenaitu dalam kompetisi multi-partai, dibutuhkan partai politik yangresponsive terhadap apa yang menjadi agenda masyarakat di tingkatgrassroot. Dengan demikian, hubungan partai dan pemilih di era multipartai perlu membangun hubungan eksklusif agar partai dapatmemaksimalkan hasil di dalam pemilu.

Pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam bab ini adalah“bagaimana hubungan partai dan pemilih di Malang Raya?”. Gunakeperluan tersebut, penulis akan menguraikan bagaimana hubunganpartai dan pemilih yang terjadi baik pada pemilu 1999, 2004, maupun2009. Selanjutnya dibahas mengenai “faktor sosial budaya,Pemahamanan, dan pola hubungan”, serta “sitem kepartaian danpemilu, upaya partai, dan pola hubungan.”

Page 172: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

172

A. Hubungan Partai dan PemilihSetiap kali bangsa Indonesia melaksanakan pemilu, termasuk

pemilu pasca reformasi, aliran selalu mewarnai pola hubungan partaidan pemilih. Sebagaimana halnya pemilu multipartai 1955, pemilu1999 juga punya warna ideologis yang berbasis aliran. Hasil pemilupertama pasca reformasi, tampak jelas bagaimana aliran menjadibenang merah afiliasi politik masyarakat kepada partai politik.Memasuki pemilu 2004, akibat adanya perubahan dalam sistemkepartaian dan pemilu, dan perluasan Pemahamanan partai olehpemilih, pola hubungan yang berbasis aliran sedikit mengalamiperubahan. Hasil pemilu 1999 yang cukup kental dengan warnaideologis, pada pemilu 2004 hasil pemilu agak mencair sebagaimanadibuktikan dari penurunan perolehan suara partai-partai yangmerepresentasikan ideologi seperti PDIP, PKB, PAN. Pada pemilu2009, sistem pemilu dengan daftar terbuka murni lebih mendorongpartai untuk melupakan label ideologis karena peran caleg lebihdominan dalam upaya meraih suara. Hasil perolehan suara pemilu2009 menunjukan adanya perubahan yang cukup signifikan terkaitpola hubungan yang berbasis aliran.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada pemilu 1999pola hubungan berbasis aliran masih terkonstruksi, sementara padapemilu 2004 konstruksi politik politik aliran mengalami penurunan.Berbeda dengan pemilu 1999 dan 2004, pada pemilu 2009, konstruksipola hubungan partai dan pemilih berbasis aliran sudah sangatmelemah, kalau tidak dikatakan hilang.

1. Konstruksi Politik Aliran Masih JelasSetelah UU no.2 Tahun 1999 disahkan maka mulailah kancah

baru dalam dunia politik di Indonesia. Reformasi politik pasca OrdeBaru memberikan kesempatan bagi lahir dan tumbuhnya 148 Partaipolitik, ternyata hanya 48 partai politik yang berhak ikut pemilihanumum (Pemilu) 7 Juni 1999. Dari 48 partai politik yang ikut pemiludi Kota Malang dan Kabupaten Malang ternyata hanya ada beberapapartai yang mempunyai hak representatif di DPRD.

Pada pemilu 1999 menunjukan bahwa PDI-P meraih 162.818suara atau 41,32 % dengan perolehan kursi 15 kursi. PKB dengan77.429 suara atau 19,65 %, mendapatkan 12 kursi. Golkar memperoleh

Page 173: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

173

suara 63.363 atau 16.08 % sehingga mendapatkan 7 kursi. PPPdengan 11.080 suara atau 2.81 % mendapatkan 3 kursi. PAN meraih41.582 suara atau 10,55 %, mendapatkan 2 kursi. Sementara diKabupaten Malang, PDI-P meraih 510.450 suara atau 38,46 % denganperolehan kursi 17 kursi. PKB dengan 392.472 suara atau 29,57 %,mendapatkan 12 kursi. Golkar memperoleh suara 243.110 atau 18,32% sehingga mendapatkan 9 kursi. PPP dengan 45.939 suara atau 3,46% mendapatkan 1 kursi. PAN meraih 38.891 suara atau 2,931 %,mendapatkan 1 kursi.

Dari data tersebut menujukan bahwa perolehan suara partaiyang signifikan masih sejalan dengan politik aliran. PDIP yangmerupakan representasi dari pemilih Abangan, PKB dan PPP yangmerupakan representasi dari pemilih Santri Tradisional, PAN danPK representasi dari pemilih santri Modernis, sementara Golkarmerupakan representasi dari pemilih Priyayi. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa pada pemilu 1999 nuansa ideologis masih kentalmewarnai perpolitikan di Malang Raya, sebagaimana halnya dalampemilu 1955. Patut disampaikan, walaupun PKB dan PAN dalampaltform partai tidak mencantumkan asas Islam, namun darikacamata sosiologis dan historis kedua partai ini bisa dikategorikanpartai Islam karena mempunyai kedekatan dengan pemilih Islam.PKB didirikan oleh Gus Dur yang merupakan mantan Ketua UmumPP NU dan sekaligus cucu pendiri NU yaitu KH. Hasyim Asyari,sementara Amin Rais merupakan mantan Ketua Umum PPMuhammadiyah.

Hal yang menarik, walaupun Malang terkenal dengan kehidu-pan masyarakat yang Islami, namun dalam afiliasi politik masyarakat-nya lebih banyak ke partai Nasionalis. Sebagaimana hasil perolehansuara dalam pemilu, PDIP yang merupakan representasi dari partaiNasionalis mendapatkan 41,32 % di Kota Malang dan 38,46 % diKabupaten Malang, sementara PKB yang merupakan representasidari partai Islam mendapatkan 19,65 % di Kota Malang dan 29,57 %di Kabupaten Malang. Kedua partai ini, pada pemilu 1999 merupakanpartai yang mempunyai pemilih dengan tingkat fanatisme yang tinggi.Pemilih di akar rumput, khususnya yang menamakan diri sebagaiwong cilik, tingkat identifikasi dirinya kepada PDIP sangat tinggi.Simbol-simbol partai seperti gambar Bung Karno, Megawati menjadi

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 174: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

174

hiasan di rumah-rumah mereka. Begitu pula dengan gambar kepalabanteng dengan moncong putih, pada saat menjelang dan sesudahpemilu 1999, hampir jamak bagi mereka yang mengatasnamakan wongcilik memakai kaos bergambar kepala banteng dengan moncong putih.

Bagi pemilih PKB yang umumnya merupakan kelompok santritradisional, memilih partai ini seakan-akan sudah menjadi kewajiban,Oleh karena itu banyak di antara mereka yang rela untuk menghadiriacara-acara kampanye yang diadakan oleh PKB dengan biaya sendiri.Simbol-simbol yang menjadi ciri khas dari organisasi NU yaitu boladunia yang dikelilingi bintang sembilan menjadi menu wajib wargaNahdiliyin dalam menghiasi rumahnya, baik dalam bentuk kalendermaupun poster. Begitupun dalam setiap acara keagamaan yangdilakukan, selalu menjadi ajang sosialisasi dari para elit PKB untukmenegaskan bahwa apabila mengaku NU harus memilih PKB. Hampirsemua kekuatan NU, baik itu kyai dengan pesantren nya, guru agamadengan sekolahnya banyak yang terlibat dalam mensosialisasikan dansekaligus mengkampanyekan untuk kemenangan PKB. Dengandemikian tidak lah mengherankan apabila PKB dalam pemilu 1999mendapat suara yang signifikan, walaupun ada partai lain yang jugalahir dari rahim NU seperti PNU dan PKU.

Secara mengejutkan, Partai Golkar yang merupakan reinkarnasidari Golkar masa Orde Baru, masih tetap mendapatkan suara yangsignifikan yaitu 63,363 suara atau 16.08 % untuk Kota Malang dan243.110 atau 18,32 % untuk Kabupaten Malang. Dukungan terhadapGolkar yang cukup konsisten datang dari keluarga Pegawai NegeriSipil (PNS) atau dari masyarakat yang secara ekonomi maju karenaperhatian pemerintah pada massa Orde Baru. Dalam perspektif aliran,pemilih Golkar ini merupakan kelompok priyayi, walaupun dalamrealitasnya tidak semua pemilih Golkar itu datang dari keluarga yangberlatar belakang PNS. Kalau melihat perolehan suara yang kurangdari 20 % di Malang Raya, jelas ada penurunan yang signifikan diban-ding dengan suara masa pemilu Orde Baru yang rata-rata di atas 60 %.

2. Konstruksi Politik Aliran Mengalami KekaburanPada pemilu 2004 politik aliran masih mewarnai perilaku politik

di Malang Raya. Sebagaimana dikemukan Pratikno (2004),” perilakupemilih di Indonesia masih belum berubah dari pola yang berkembang

Page 175: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

175

sejak Pemilu 1955. Masyarakat tetap menyalurkan aspirasi politiknyadengan basis ideologi, sedangkan kelompok masyarakat yang rasionalhanya sekitar 20 persen.” Dalam situasi tersebut, berbagai konsep,visi, dan platform yang ditawarkan partai menjadi tidak begitu dihi-raukan. Masyarakat lebih menghargai asal-usul partai dan berbagaiprogram kongkrit yang bersifat karikatif yang dilakukan sepertibantuan sosial dan pembangunan atau pun pemberian uang.

Kondisi di lapangan menunjukan bahwa partai politik danpemilih tidak lagi semata-mata mengandalkan identitas ideologis,partai sudah berusaha bergeser ke arah yang lebih tengah. Partai Islamberusaha menghaluskan isu-isu ideologisnya dengan cara tidak telalulagi getol menyuarakan syariat Islam, sementara partai Nasionalissudah berusaha mendekat kepada segmen-segmen pemilih Islam. Disisi lain pemilih sudah berusaha melepaskan diri dari keterikatandengan partai (civic disangegament) dan sudah berusaha realistis dalammenjalin komunikasi dengan partai. Dampak dari kondisi tersebutadalah pola hubungan partai dan pemilih tidak lagi sepenuhnyamenggambarkan aliran politik (partially constructed).

Dari hasil perolehan suara pada pemilu 2004, menunjukanbahwa politik aliran sudah mulai mengalami pemudaran. Warnaideologis yang berkembang baik itu Nasionalis yang merah, maupunIslam yang hijau tidak lagi sepekat pemilu 1999. Hal ini bisadibuktikan dari penurunan suara yang dialami oleh PDIP, PKB, PANmaupun Golkar di Kabupaten dan Kota Malang. Penurunan suarapartai berimplikasi pada penurunan kursi di DPRD dari pemilu 1999ke pemilu 2004. Hasil pemilu 2004 di Kota Malang menunjukansebagai berikut: PDIP dari 15 kursi turun dua menjadi 12 pada, PKBdari 12 kursi turun empat menjadi 8 dan Golkar dari 7 kursi turundua menjadi 5. Sementara di Kabupaten Malang, PDIP dari 17 kursiturun 2 menjadi 15, Golkar dari 9 turun dua menjadi 7. Seiring denganpenurunan suara yang dialami PDIP, PKB, dan Golkar, ada partaiyang memperoleh suara pantastis pada pemilu 2004 yaitu PKS danPartai Demokrat. Parta Demokrat yang baru ikut pemilu tahun 2004langsung menempati urutan keempat dengan perolehan suara 14,55% dan 7,76 % untuk Kota dan Kabupaten Malang, sementara PKSmendapatkan suara sebesar 7,16 % dan 3,05 % untuk Kota danKabupaten.

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 176: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

176

Memudarnya politik aliran bisa dilihat dari tingginya swing votesyang ada di Malang Raya. Swing votes yang paling besar berasal dariPDIP yaitu sebesar 15,38 % dan 9,50 % suara dari Kota dan KabupatenMalang. Menurunnya suara PDIP, menurut hasil Focus GroupDiscussion, akibat dari kebijakan pemerintahan Megawati yang tidakpro wong cilik, dan hal ini telah menurunkan tingkat identifikasipemilihnya pada PDIP. Selanjutnya tingkat swing votes, PKB dengan2,24 % dan 3,85 %, Golkar 1,49 % dan 1,64%, PAN 3,76 dan 0,32 %untuk Kota dan Kabupaten Malang. Swing votes dari PDIP dan Golkarbanyak yang masuk ke Partai Demokrat yang memperoleh suara12,35 % Kota Malang dan 7,76 % Kabupaten Malang. Hal ini dikare-nakan Partai Demokrat merupakan partai yang pluralis berasasNasionalis Religius. Sementara swing votes dari PKB dan PAN banyakmasuk ke PKS sebagai partai yang berasas Islam dengan tingkatmilitansi kader yang tinggi dan didukung dengan program partaiyang sangat menyentuh kehidupan masyarakat berupa programbantuan sosial.

Terkait dengan pemilu legislatif 5 April 2004, Pratikno menyata-kan bahwa sejumlah partai memperebutkan suara dari kelompokmasyarakat pemilih yang sama, seperti Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar yang memperebutkan kaumNasionalis, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai KeadilanSejahtera (PK Sejahtera) mencari suara kaum Islam modernis, PartaiKebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)memperebutkan suara kelompok Islam tradisional. Sejalan denganPratikno, Ichlasul Amal menyampaikan bahwa hasil pemilu legislatifmenunjukkan dengan jelas asal-muasal suara yang diperoleh empatbesar partai pemenang pemilu, Golkar, PDI-P, PKB, dan PPP. Keempatpartai itu mendulang suara dari kelompok Islam dan Nasionalis.Masyarakat masih mencoblos partai berdasarkan aliran, budaya, danagama.

3. Konstruksi Politik Aliran BerubahPengembangan pemahaman partai dan perubahan dalam

sistem pemilu telah menggeser konstruksi politik aliran yang sudahsekian lama mewarnai perpolitikan di negara kita. Perubahan darimemilih partai menjadi memilih calon pada pemilu legislatif 2009

Page 177: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

177

sedikit banyak telah menegasikan keberadaan aliran politik. Parakader partai bisa pindah ke partai manapun yang dia suka dan bisamenerimanya menjadi caleg, tanpa hirau dengan identitas ideologisdan historis. Begitupun partai bisa menerima setiap orang yang akanmenjadi caleg dari partai yang bersangkutan, senyampang dianggappunya potensi baik ekonomi maupun politik, tidak menghiraukanlatar belakang caleg yang akan diterima. Pada tingkatan pemilih, padapemilu 2009 dasar pertimbangan latar belakang atau ideologi partaitidak lagi menonjol, justru yang dominan adalah, apakah calon itumempunyai kedekatan secara sosial atau pribadi!, dan apakan calonitu bisa memberikan konstribusi secara ekonomi kepada mereka!.Dengan demikian tingkat identifikasi diri kepada partai pada pemilu2009 sudah sangat rendah dibanding dengan pemilu 1999 dan 2004.Kondisi tersebut telah menyebabkan konstruksi politik aliran dalampola hubungan partai dan pemilih berbasis aliran semakin mengalamikekaburan.1

Dari data menunjukan bahwa perolehan kursi partai di DPRDtidak lagi terkonsentrasi pada beberapa partai saja, melainkan sudahmenunjukan ada penyebaran. PDIP, PKB, dan Golkar yang merupa-kan sibolisasi dari politik aliran tidak lagi menjadi partai denganperolehan kursi terbesar, pada pemilu 2009 dominasi ketiga partaiini tidak terjadi. Beberapa partai muncul ke permukaan seperti PartaiDemokrat, PKS, PAN dan beberapa partai lain, bahkan Partai Demo-krat bisa menghentikan dominasi PDIP di Kota Malang yang padapemilu 1999 dan 2004 menjadi pemenangan pemilu di Malang Raya.Partai Demokrat di Kota Malang yang pada pemilu 2004 memperolehkursi 7 kursi kalah 5 kursi dari PDIP yang memperoleh 12 kursi, padapemilu 2009 Demokrat memperoleh 12 kursi sementara PDIP 9 kursi.

Kondisi hasil perolehan suara partai yang tidak konsisten darisatu pemilu ke pemilu atau yang disebut dengan ketidakstabilanelectoral merupakan petunjuk menurunnya identifikasi pemilihterhadap partai, yang secara otomatis meningkatnya swing votes.

1 Yang dimaksud dengan kekaburan politik aliran adalah perubahan peta afiliasi politik masyarakatyang diakibatkan oleh bergesernya basis pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihan partaipolitik. Pada pemilu 1955 dan pemilu 1999, dasar pertimbangan pemilih dalam menentukanpilihan partai politik adalah ideology, pada pemilu 2004 sedikit bergeser kea rah transaksional,dan pada pemilu 2009 semakin transaksional.

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 178: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

178

Dalam pemilu 1999 di Malang Raya perolehan suara partai-partaipapan tengah ke atas seperti PDIP, Golkar, PKB, PPP, PAN, PBB dalampemilu 2004 mengalami penurunan dan memunculkan partai baruyang masuk ke papan tengah yaitu PKS dan Demokrat, dan bahkanpada pemilu 2009 Partai Demokrat menjadi partai papan atas menga-lahkan PDIP, khususnya di Kota Malang.2

Penurunan tingkat identifikasi pemilih kepada partai tertentudi Malang Raya bisa diindikasikan oleh menurunnya kebanggaanpemilih pada simbol-simbol partai. Kalau dalam pemilu 1999 dan2004 banyak pemilih yang memakai kaos merah dengan gambarpartai seperti gambar banteng sebagai simbol PDIP, atau baju hijaudengan gambar bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang yangmerupakan simbol PKB. Mereka sangat fanatik dengan kaos bergam-bar partai PDIP dan PKB tersebut, dan tidak akan berani secara terang-terangan memakai kaos bergambar partai lain. Menjelang pemilu2009, fenomena pemakaian kaos bergambar partai tertentu secarafanatik sudah tidak nampak. Pemilih tidak lagi sungkan atau ragu-ragu untuk memakai kaos yang bergambar lain partai yang tidaksealiran baik dari kalangan Abangan maupun kalangan SantriTradisionalis. Sebagai contoh dari hasil temuan di lapangan, banyakpemilih yang berasal dari kelompok Abangan maupun Santri tradi-sional yang dalam keadaan tertentu memakai kaos PAN.

B. Faktor Sosial Budaya, Pemahamanan, dan Pola HubunganPola hubungan partai dan pemilih sangat berkaitan dengan

situasi dan kondisi masyarakat dimana partai dan pemilih itu berada.Kondisi masyarakat Indonesia yang secara kultural terbelah ke dalam

2 Kemenangan Partai Demokrat di Malang Raya tidak lepas dari popularitas SBY, serta kebijakanpopular Pemerintahnya pada saat-saat menjelang pemilu. Kebijakan Bantuan Langsng Tunai(BLT) bagi masyarakat miskin, pemberian beras bagi masyarakat miskin, penurunan hargaBahan Bakar Minyak (BBM) menjadi daya dorong kuat bagi pemilih kalangan menengah kebawah untuk memilih Partai Demokrat. Sementara kebijakan peningkatan kesejahteraan PegawaiNegeri Sipil, seperti menaikan gaji bulanan, dan pemberian gaji ke 13 telah menodorong sebagianPNS Sipil maupun militer (akitif maupun pensiunan) mengalihkan dukungannya ke PartaiDemokrat. Khusus untuk kalangan Guru, daya tarik ke partai Demokrat lebih banyak dikarenakanoleh kebijakan sertifikasi. Dukungan pemilih ke Partai Demokrat sangat ditentukan oleh faktorSBY dan kebijakan yang pro rakyat, oleh karena itu dukungan ini sangat cair dan bisa berubahseiring dengan perubahan popularitas SBY dan kebijakan pemerintah.

Page 179: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

179

santri, abangan dan priyayi, maka partai politik berusaha meresponkeberadaan sosio kultural masyarakat dengan cara mengembangkanpartai yang bernuansa ideologis yaitu Santri dan partai Islam,Abangan dan Partai Nasionalis. Sementara kehidupan umum dinegara ketiga, dengan sistem sosial yang diwarnai oleh kekerabatandan pola hubungan sosial yang bersifat paguyuban, maka jaringanpartai politik lebih banyak dititik beratkan pada jaringan sosial sepertikeluarga dan komunitas sektarian bukan pada program-programyang rasional. Lebih jauh, himpitan ekonomi akibat krisis telahmelahirkan kemiskinan yang masif ditengah masyarakat. Kondisi inimendorong partai untuk memanfaatkan keberadaan masyarakatguna kepentingan partai politiknya dengan cara memberikan bantuankepada masyarakat yang bersifat material.

1. Pemahamanan dan Pola Hubungan dalam Dimensi IdeologisKarl D. Jackson (1978) yang menempatkan varian Santri ke

dalam dikotomi Modernis dan Tradisionalis ortodok, dan varianlainnya ditempatkan sebagai sinkretis. Dengan mendasarkananalisisinya pada hasil pemilu 1955, Jackson menunjukan bahwakelompok Modernis direpresentasikan oleh Masyumi, PMI (PartaiMuslimin Indonesia), dan Muhammadiyah, sementara Tradisionalisortodok direpresentasikan oleh Nahdatul Ulama (Jackson dan LucianW. Pye, 1978). Guna mempertegas hasil temuannya, ia menggambar-kan aliran ini dalam bentuk hubungan antara varian keagamaan danafiliasi politik pemilih.

Sumber: Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional, Islam, DanPemberontakan, Kasus Darul Islam Jawa Barat, Jakarta: PustakaUtama Grafiti, 1990.

Muhammadiyah Masyumi

PSII

NU

PNI

PKI

Ortodoks

Modern

Ortodoks

Tradisional

Kaum Sinkretis

Santri Abangan

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 180: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

180

Hasil observasi yang dilakukan menunjukan bahwa komitmenpemilih abangan dalam memilih partai Nasionalis dan pemilih Santridalam memilih partai Islam makin menunjukan ketidakkonsistenan.Hal ini juga didukung oleh hasil survey3 yang dilakukan penulis terha-dap 241 (dua ratus empat puluh satu) orang pemilih, dengan 112orang pemilih Santri dan dan 129 orang pemilih abangan menunjukanbahwa baik pemilih abangan maupun pemilih Santri dalam memilihsudah mengalami pergeseran. Santri tidak punya lagi kecenderungankuat memilih Partai Islam, begitu pun Abangan tidak lagi punyakecenderungan kuat memilih Partai Nasionalis.

Walaupun ada kecenderungan politik aliran masih berjalandimana pemilih Santri akan memilih Partai Islam dan pemilih Abanganakan memilih partai Nasionalis, namun tampak kecenderungan inisemakin memudar. Pemilih Santri cenderung sudah sangat cair dalampilihan politiknya, terutama di kalangan Santri Modernis. SantriModernis pilihan politik antara partai Islam dan Nasionalis, perban-dingannya adalah 56:44, sementara Santri Tradisionalis pilihan politikantara Partai Islam dan Nasionalis 58:42. Di sisi lain pemilih Abangan,cenderung agak lebih konsisten pilihan politiknya terhadap partaiNasionalis, dengan perbandingan 79:21. Oleh karena itu bisa dipahamibahwa di Malang Raya, kekuatan partai politik Nasionalis, khususnyaPDIP paling besar pada pemilu 1999 dan 2004 dibanding denganpartai-partai lainnya.

Dalam pemilu 1999, sebagai justifikasi masih adanya warnapolitik aliran, bisa dikemukakan bahwa organisasi massa solidaritasyang dikemukakan Geertz menunjukan afiliasinya pada partai politiktertentu. Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yangmodernis walaupun secara formal tidak menjadi bagian pendukung

3 Dalam menentukan responden, untuk menentukan bahwa mereka adalah betul-betul pemilihSantri maupun pemilih Abangan, dilakukan dengan cara menentukan karakteristik Santri danAbangan, dan dilakukan secara acak. Pemilih Santri merupakan kelompok Islam yang taatsehingga responden yang dipilih adalah mereka yang baru keluar dari Mesjid setelah menjalankanShalat. Sementara bagi responden Abangan yang merupakan pemeluk Islam nominal, dipilihdari mereka yang tengah bekerja pada saat di survey atau mereka yang a da di pinggir jalan yangmenunjukan ciri-ciri kelompok Abangan. Para supir, tukan becak, atau pun orang-orang yangbertato menjadi target dalam survey yang dilakukan terhadap kelompok Abangan. Denganpertanyaan, pada pemilu 2004 Bapak/Ibu/ Saudara memilih partai Islam atau Partai Nasionalis?

Page 181: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

181

partai (PAN), namun kelahiran PAN mau tidak mau akan selaludikaitkan dengan Muhammadiyah dikarenakan Amin Rais sebagaipendiri PAN merupakan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.Apa lagi di tingkat kepengurusan baik Wilayah maupun Daerah,sebagian besar mereka adalah orang-orang yang merupakan aktivisMuhammadiyah. Artinya ada benang merah yang menghubungan-kan antara Muhammadiyah sebagai organisasi massa keagamaanyang Modernis dengan PAN sebagai partai politik.

Di sisi lain, Nahdlotul Ulama (NU) yang menjadi representasidari organisasi massa keagamaan Tradisional, harus merelakan diriapabila diklaim sebagai ormas pendorong lahirnya partai politik,dalam hal ini PKB. Kelahiran PKB sebagai partai politik tidak lepasdari karyanya Gus Dur atau Abdurahman Wahid sebagai cucu pendiriNU yang sekaligus mantan Ketua Umum PB NU, dan juga sebagaimantan Presiden. Dengan adanya Gus Dur, PKB sepertinya dianggapsah mempergunakan basis pemilih NU yang cukup besar khsusunyadi Jawa Timur. Oleh karena itu mau tidak mau, suka tidak suka, baikPAN atau pun PKB, walaupun tidak secara formal mencantumkanIslam sebagai asas partai, keduanya baik secara sosiologis maupunhistoris merupakan partai Islam. Alasan sosiologis yang sangat jelastergambar dari para elit partai maupun konstituennya, serta historisdari kelahiran partai-partai itu.

Lebih jauh, bagi kelompok yang disebut dengan Abangan,walaupun dalam hal organisasi tidak bisa di lihat secara jelas sebagai-mana pada kelompok Santri baik yang Tradisional maupun Modern,namun kelompok masyarakat yang dibedakan dari perilaku keberaga-maannya yang minimalis (Islam Nominal) mempunyai hubunganyang kuat dengan partai Nasionalis. Pada pemilu 1999 dan 2004 pemilihabangan ini sebagian besar afiliasi politiknya masih pada PDIP yangmerupakan partai politik yang berhaluan Nasionalis. Dengan demikian,sesuai dengan kerja dari politik aliran bahwa kelompok santri yangtaat beragama akan mengidentifikasi dengan partai politik yang samayaitu Islam, sementara abangan akan mengidentifikasi dengan partaiyang bukan agama yaitu Nasionalis. Pada pemilu 2009, bangunanpolitik aliran ini sudah mengalami perubahan yang besar seiringdengan terjadinya perluasaan Pemahamanan partai oleh pemilih.Pemahaman ideologis yang mewarnai Pemahamanan oleh pemilih

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 182: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

182

telah terkalahkan oleh pemahaman lain, yaitu pemahaman ekonomi.Dalam pemilu 1999 dan 2004 para pemilih Santri masih setia

kepada partai-partai Islam atau yang secara sosiologis dan historisdengan Islam seperti PKB, PPP, PAN, PKS dan PBB, walaupun adasebagian yang memilih Partai Nasionalis Religius, seperti Golkar danDemokrat. Secara khusus PKB, PPP, PPNU merupakan partai politikyang menjadi afiliasi bagi kalangan Santri Tradisional, dan PAN, PKSdan PBB merupakan partai politik yang menjadi afiliasi bagi kalanganSantri Modernis. Sementara Partai Golkar dan Partai Demokratmerupakan partai tempat penyaluran aspirasi dari sebagian kalanganMuslim baik yang Tradisional maupun Modernis.

Sebagai mana telah dikemukakan, afiliasi politik pemilihAbangan punya kecenderungan besar pemilu 1999 dan 2004 tertujupada PDIP, di samping Partai Nasionalis yang lain seperti Golkar,Demokrat, dan partai lain. Dalam kelompok pemilih Abangan PDIPmerupakan pilihan politik yang mayoritas, sehingga di Malang Rayapada pemilu 1999 dan 2004 PDIP menjadi partai politik yang mem-punyai suara signifikan. Bahkan dalam pemilu 1999, PDIP di MalangRaya melebihi perolehan PDIP secara Nasional. Secara nasional PDIPmendapat 33,76%sementara di Malang Raya berdasar wilayahberturut-turut mendapat 39,66% di Kabupaten Malang, dan 41,22%di Kota Malang.

Konsfigurasi politik pada pemilu 1999 dan 2004 di Malang Rayamenunjukan bahwa politik aliran yang dikemukakan Clifford Geertz(1960) tetap eksis, sekalipun dengan pelbagai variasinya dan perkem-bangan yang baru. Kenyataan ini bisa dilihat dari besarnya dukunganmasyarakat pada partai-partai berlabel keagamaan Islam dan partai-partai berlabel Nasionalis, termasuk menjelang Pemilu 2009.Walaupun pada pemilu 1999, tidak semua partai-partai berlabel Islammendapat banyak suara, kecuali empat partai saja, yakni PBB, PANyang mewakili pilihan Santri Modernis dan PKB PPP, yang mewakilipilihan Santri Tradisional. Dan di sisi lain partai politik berhaluanNasionalis yang di wakili PDIP menjadi pilihan politik bagi kalanganAbangan, dan Partai Golkar mewakili pemilih Priyayi.

Partai Golkar sebagai partai Nasionalis berwajah catchall party,sehingga sedikit banyak menanggalkan ideologinya, sehingga banyakkonstituennya datang dari kalangan Santri dan Abangan. Dengan

Page 183: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

183

demikian ada spektrum afiliasi politik yang bergeser keluar baik darikelompok Santri maupun Abangan (outlayer). Dari hasil obeservasidilapangan menunjukan bahwa kelompok Santri Modernis yangmoderat, cenderung berafiliasi dengan Partai Golkar, begitupunsebagian kelompok Santri Tradisional. Sementara, dari kelompokabangan yang cenderung bergeser adalah punya historis dengan OrdeBaru. Kebijakan rezim Orde Baru yang melakukan berbagai rekayasauntuk menghancurkan pengaruh politik aliran dalam kepartaian.4

Kecenderungan afiliasi politik pemilih tersebut, didukung olehhasil survey yang dilakukan penulis. Tidak ada satu pun partai politikyang memperoleh suara signifikan pada pemilu 2004, baik itu PartaiNasionalis maupun Islam yang mendapatkan dukungan murnipemilih tradisionalnya. Hampir semua partai mendapatkan dukunganbaik dari pemilih Santri maupun pemilih Abangan, walaupun duku-ngan politik Pemilih Santri dan Pemilih Abangan terhadap masing-masing partai politik berbeda-beda.

Data menunjukan bahwa komposisi pemilih Abangan dan Santriyang hampir seimbang adalah Golkar dengan perbandingan Santri44% dan Abangan 56%. Hal ini menunjukan bahwa Golkar merupa-kan pemilih yang paling heterogen dalam artian basis pemilihnya.Walaupun Golkar termasuk ke dalam partai Nasionalis dengan asasPancasila, akan tetapi konstituennya banyak juga dari kalangan

PKS, PBB, PAN PPP PKB

PDIP

Ortodoks

Modern

Ortodoks

Tradisional

Kaum Sinkretis

Santri Abangan

4 Pada jaman Orde Baru, kedua kutub (Santri dan Abangan) digiring baik secara halus maupunkekerasan oleh kekuatan Orde Baru untuk memilih Golkar sebagai pilihan politik mereka. Baikpemilih Abangan maupun pemilih Santri, sebagian besar tidak punya pilihan lain kecualimencoblos Golkar untuk mencari aman baik secara ekonomi, politik, maupun sosial. Denganberjalannya waktu, pilihan politik terhadap Golkar ini menjadi hal biasa baik dikalangan Santrimaupun Abangan, dan tidak heran apabila setelah berakhirnya kekuasaan Soeharto, banyakpemilih Santri maupun Abangan yang tidak merubah pilihan politiknya.

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 184: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

184

Santri. Pemilih Santri Golkar lebih banyak datang dari kalangan Santriyang termasuk kategori Modernis, khususnya yang moderat. Semen-tara pemilih Abangan berasal dari kelompok Abangan yang tingkatkeabangannya lemah.

Di sisi lain, pemilih PDIP banyak datang dari kalangan pemilihAbangan yaitu sebesar 72%, yang menurut Afan Gaffar merupakanAbangan yang tingkat keabangannya kuat (strong Abangan). Hal initidaklah mengherankan karena PDIP sangat kental dengan aromaNasionalis-nya. Dukungan dari kalangan Santri terhadap PDIP sebesar28%, yang umumnya berasal dari kalangan pemilih Tradisional dantergolong Santri Lemah (week Santri). Kondisi PDIP ini hampir miripdengan Partai Demokrat. Partai Demokrat mendapat suara palingbanyak dari kalangan pemilih Abangan yaitu sekitar 68%, semenarapemilih Santri 32%. Sementara PKB, keadaannya terbalik kalaudibandingkan dengan PDIP. PKB lebih banyak pemilihnya datangdari kalangan Santri yang terkategorikan Santri Tradisional yaitu 61%,sementara pemilih dari kelompok Abangan sebesar 39%.

Bagi pemilih PAN dan PKS, walaupun sama-sama mayoritaspemilihnya datang dari kalangan Santri, namun PKS mendapatkanpemilih Santri yang paling besar. PKS mendapat 87% pemilih darikalangan Santri dan 13% datang dari pemilih Abangan, sementaraPAN hanya mendapat 65% dari kalangan pemilih Santri dan 35%datang dari kalangan pemilih Abangan. Pemilih Santri PAN banyakdatang dari kelompok Santri Modernis yang tergolong reformis,sementara PKS banyak datang dari kelompok Santri Modernis yangtergolong Konservatif. Dengan demikian bisa dikatakan, bahwapemilih masih terikat dengan “pakem” aliran dalam menentukanpilihan politiknya walaupun dengan tingkat identifikasi dirinya yangsudah semakin melemah.

Dengan demikian, walaupun telah mengalami sedikit peruba-han, namun secara garis besar dapat dikatakan bahwa aliran politikmasih tetap eksis dalam pemilu era multipartai ini, khususnya dalampemilu 1999 dan 2004. Pemilih Santri masih berkecenderungan memilihpartai politik yang Islam, sementra pemilih Abangan masih punyakecenderungan memilih partai yang Nasionalis. Oleh karena itu dapatdikatakan bahwa pemilu 1999 di Malang Raya keyakinan sosio-religiyang bersumber aliran seperti yang dikemukakan Geertz, masih

Page 185: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

185

menjadi bagian yang mewarnai kehidupan politik masyarakat. Padapemilu 2004 pola aliran sudah mulai berkurang walaupun masihkelihatan, dan pada pemilu 2009 pola politik berdasarkan aliran sudahhampir habis karena terkalahkan dengan pola politik transaksional.

2. Pemahamanan dan Pola Hubungan dalam Dimensi Sosial BudayaPerbedaan yang cukup menonjol antara kelompok Santri

Modern dan Santri tradisional adalah tradisi dalam melakukansosialisasi dan tranfer keilmuan. Di kalangan Santri Modern, sosialisasidan transfer keilmuan lebih banyak dilakukan lewat buku-buku teks,sehingga dikenal dengan budaya baca. Bagi kelompok SantriTradisional, transfer keilmuan lebih banyak dilakukan lewat kyai,sehingga lebih dikenal dengan budaya lisan. Perbedaan dalam prosessosialisasi dan transfer keilmuan di antara kedua kelompok ini telahberbengaruh pada kultur serta perilaku keberagamaan masing-masing.Transfer keilmuan lewat buku dalam kelompok Santri Modernis telahmelahirkan sikap dan perilaku independen yang tidak taklid padaseseorang. Di sisi lain, budaya lisan yang telah dikembangkan dalamtradisi pesantren, telah membangun hubungan kuat antara kyai dansantri termasuk masyarakat yang memposisikan kyai sebagai patron.Dengan demikian posisi kyai menjadi dominan dan sentral dalamkehidupan kelompok Santri Tradisional, sebaliknya santri danmasyarakat berada pada posisi dependen.

Lebih jauh, perbedaan antara kelompok Santri Modernis danTradisional juga pada agen sosialisasi. Di Malang Raya, keluarga,sekolah formal, organisasi menjadi agen yang paling menonjol dalamproses sosialisasi nilai-nilai dan doktrin di kalangan kelompokModernis. Bagi kelompok Tradisional, pesantren, Langgar atau Mesjid,acara pengajian, yasinan, tahlilan lebih berperan dalam prosessosialisasi berbagai doktrin serta adat dan kebiasaan yang melingkupikehidupan kelompok masyarakat Islam Tradisional.

Proses sosialisasi yang terjadi dalam masyarakat Abangandimulai dari keluarga, kelompok permainan, dan lingkungan masya-rakat. Keluarga Abangan, dengan berbagai upacara yang dilakukan,perilaku kehidupan anggota keluarga terutama ayah, telah menjadibagian yang tidak terpisahkan dari proses asimilasi perilaku anakdalam keluarga tersebut. Aktivitas kesenian yang digemari oleh kaum

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 186: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

186

Abangan, jaranan, dan sejak dini sudah disosialisasikan kepada anak-anak mereka. Berbagai alat peraga yang sering dimainkan dalamkesenian jaranan juga menjadi alat permainan anak-anak Abangansejak kecil, seperti kuda-kudaan, cambuk, bahkan perilaku kalap yangsering dipertontokan dalam pertunjukan jaranan. Begitu juga denganapa yang disebut bantengan, kesenian ini selalu dipertontonkan dalammasyarakat Abangan terutama menjelang peringatan hari besarNasional. Hal ini secara sadar atau tidak, masyarakat Abangan telahmempunyai gambaran sendiri tentang kehidupan sosial maupunkehidupan politik dengan simbol-simbol dalam setiap aktivitas yangdilakukan dalam masyarakatnya.

Simbol perjuangan mereka dalam melawan penguasa yangsering menindas kaum golongan kecil (wong cilik) mereka ilustrasikandalam sebuah aktivitas kesenian yang disebut bantengan. Dalamkesenian itu wong cilik disimbolkan dengan kerbow/banteng, semen-tara penguasa disimbolkan dengan harimau. Keseniaan ini menjaditotonan yang menarik dari kalangan Abangan karena dirasakanmewakili kesadaran dan kenyataan kolektif mereka akibat tekanandan himpitan ekonomi yang mereka alami setiap hari. Acara kesenianbantengan ini digelar selalu bertepatan dengan acara tujuh belasan,sebagai bagian dari peringatan kemenangan masyarakat melawanpenjajah. Dan mereka yang mengidentifikasikan dirinya sebagai wongcilik, merasakan bahwa bagi mereka kenyataan nasib yang selalutidak berubah, salah satunya diakibatkan oleh adanya regulasi dankebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada mereka. Maka dariitulah, pemahaman PDI perjuangan yang mengusung simbol kepalabanteng, dengan embel-embel perjuangan memberikan napas baruyang menyalurkan energi bagi kelompok Abangan untuk membangunsolidaritas kelompok seperjuangan dengan sama-sama mendukungpartai yang dipimpin Megawati.

2.1. Pola Hubungan Politik Pemilih SantriMasyarakat Malang Raya dikenal dengan masyarakat yang

berbasis NU, namun hal itu lebih merupakan corak dari kehidupanmasyarakat yang Islami, seperti menjadikan kyai atau ulama-ulamasebagai Patron yang dihormati sekaligus menjadi panutan dalamkehidupan spiritualnya. Kondisi ini secara tidak langsung diwariskan

Page 187: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

187

turun temurun, dari generasi ke generasi mengikuti kebiasaan menja-dikan kyai ataupun ulama-ulama tertentu sebagai panutan. Berbagaiacara yang mempunyai keterkaitan dengan kehidupan beragamaSantri Tradisionalis, seperti ziarah ke makam para wali, istighosah,ataupun kunjungan tetap tiap bulannya kepada kyai-nya menjadibagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Santri Tradisionalis.Pada saat pemilu, seorang kyai menjadi figur sentral dalam menentu-kan arah kemana masyarakat akan memilih partai politik. Kecenderu-ngan umum pemilu pemilu 1999 dan 2004, para kyai di Malang Rayamengidentikikasikan dirinya dengan partai Islam, khususnya PKB,walaupun ada sebagian kecil yang menyebrang ke PPP, PPNU atauke partai Islam lainnya.

Karena pilihan politik kaum Santri Tradisionalis itu tidakindependen (ketergantungan pada kyai), maka ada kecenderunganpilihan politiknya tidak sepenuhnya seragam. Hal ini sangat tergan-tung pada kyai lokal yang menjadi panutan dimana mereka tinggal.Menurut pengamatan penulis, para kyai lokal, atas dorongan kepenti-ngannya baik itu pembangunan, maupun eksistensi diri, maka adayang melakukan pengalihan politik dari alur kebanyakan. Di MalangRaya umumnya, para kyai lokal menyalurkan aspirasi politiknya kePKB yang kepemimpinannya ada Gus Dur. Namun ada sebagianulama atau kyai yang tidak mendukung PKB, tetapi mendukungpartai Islam lain seperti PPP, PPNU atas dasar kepentingan dankedekatan pribadi dengan pimpinan partai tersebut. Bahkan adasebagian dari kyai yang memberi dukungan pada Golkar, baik secaralangsung atau pun sembunyi-sembunyi, karena kedekatan denganelit politik yang ada di Partai Golkar.

Oleh karena itu, penyebaran pilihan politik Santri di MalangRaya, cukup tersebar walaupun tidak merata. Sebagian besar memilihPKB dan sebagian lagi memilih partai Islam lain dan partai Nasionalisseperti Golkar. Di sisi lain, para pemilih Islam Modernis menjatuhkanpilihan politiknya sebagian besar kepada PAN, khususnya di wilayahperkotaan. Hal ini bisa dilihat dari perolehan suaran PAN pada pemilu1999 dan 2004 yaitu masing-masing 10,53 % dan 6,77 %. Namundemikian, ada juga yang memberikan suaranya kepada PKS, danPPP. Bahkan bagi warga Muhammadiyah yang Konservatif, adakecenderungan mereka memilih PKS karena secara ideologis mereka

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 188: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

188

merasa pas dengan apa yang diperjuangkan oleh PKS. Sebagai partaida’wah, dengan ajaran yang secara garis besar tidak ada perbedaandengan ajaran yang dianut oleh Muhammadiyah. Dengan demikian,banyak aktivis PKS yang berasal dari Muhammadiyah.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan menunjukan bahwadukungan pemilih Islam Tradisional terhadap PKB di Jawa Timur,khususnya di Malang Raya sangat besar. Dukungan besar dari wargaNahdilyin di Malang Raya ini tidak lepas dari sosialisasi yang dilakukanlewat jalur NU kultural yang ada di berbagai pelosok. Lewat kyailokal, PKB mengadakan sosialisasi informasi, isu dan gagasan politikmelalui berbagai aktivitas keagamaan dari mulai pengajian, tahlilan,istighosah dan lain sebagainya. Kegiatan ini menjadi salah satu halyang penting dalam mendulang suara, karena pesan yang tersiratadalah “apabila mengaku warga nahdilyin, maka PKB harus menjadipilihan politiknya”. Dengan demikian, banyak dari warga Nahdilyinyang sangat fanatik dengan pilihan politiknya. Mereka tidak merasanyaman dan aman secara sosial apabila memilih partai politik selainpartai yang dilahirkan oleh NU ini. Disamping itu juga, PKB memper-kokoh diri sebagai bagian dari partai NU dengan menggandeng PMIIuntuk kemahasiswaannya, Fatayat untuk para pemudinya, dan IPNU(Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama), termasuk juga Ansor dan Banser.Hasil perolehan suara PKB di Malang Raya pada Pemilu 1999 dan 2004.

Keberpihakan massa Santri Tradisional kepada partai Islamyang mempunyai tokoh dari masing-masing kelompok, bisa dijelaskandalam perspektif budaya masyarakat Jawa. Budaya patron-clien yangberkembang tidak bisa begitu saja lepas dari pijakan masyarakat untukmenentukan pilihan politik, dimana tokoh-tokoh itu merupakansimbolisasi dari ideologi yang mereka perjuangkan. Di PKB, Gus Duryang nota bene sebagai cucu dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari,selalu mendapat dukungan dari warga Nadhliyin karena budaya NUyang paternalistis yang patuh pada guru, kyai atau menghormatikeluarga dari gurunya.

Para kyai yang mempunyai tradisi menghormati dan mematuhipada guru menjadi benang merah yang menjembatani kepentinganpolitik PKB dengan warga Nahdilyin. Para kyai di Malang Raya yangmenjadi panutan dalam masyarakat, sebagian besar menjadi bagiandari pendukung PKB, walaupun demikian ada sebagian lagi yang

Page 189: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

189

mendukung PPP, PPNU. Para kyai dan pemimpin pondok yang keluardari jalur politik PKB umumnya mereka yang dulu menjadi aktivisPPP atau mereka yang berseberangan dengan Gus Dur seperti KetuaPBNU, K.H. Hasyim Muzadi.

Lebih jauh, walaupun masyarakat Malang Raya secara kulturalberbeda dengan kultur masyarakat Jawa Timur pada umumnya,khususnya wilayah kultur padalungan, namun pola budaya paternalisyang memberikan stratifikasi tertinggi pada kyai berkembang. Kondisisosial demikian berimplikasi pada pola hubungan sosial dan polakomunikasi yang terjadi dalam masyarakat. Kyai menjadi sosokpanutan dan tauladan dalam setiap gerak dan langkahnya. Olehkarena itu apa yang menjadi ucapan dan tindakan kyai menjadicontoh dan pegangan masyarakat, tidak hanya dalam urusan sosial,namun juga masuk ke dalam ranah politik. Fenomena kepatuhankepada kyai bukan hanya fenomena lokal, akan tetapi boleh dikata-kan pola umum yang terjadi di masyarakat Jawa, dan Indonesia padaumumnya. Sebagai contoh hasil penelitiannya Karl D. Jackson di JawaBarat mengenai kewibawaan Tradisional.

Hasil temuan di lapangan, di lingkungan yang kental dengansuasana keagamaan Santri, khususnya Santri Tradisionalis, peranulama atau kyai sangat menonjol. Hal ini didasarkan pada kenyataanbahwa di dalam masyarakat Santri, berbagai ritual yang merekalakukan selalu berhubungan dengan peran ulama atau kyai baik ituritual kematian, kelahiran, maupun perkawinan. Bahkan, hampirsetiap saat seorang ulama itu, dari mulai pagi sampai malam, selaluterlibat dengan kehidupan masyarakat dari mulai menjadi imamshalat, guru ngaji, pemberi ceramah, khotbah jum’at, pemimpim do’a,pemimpin tahlil dan lain-lain. Dengan demikian posisi ulama ataukyai di masyarakat Santri sangat sentral. Peran sentral kyai di dalammasyarakat telah membuat kyai menjadi orang yang ditaati dandipatuhi oleh masyarakat tidak hanya dalam kehidupan sehari-harisecara sosial, namun juga secara politik.

2.2. Pola Hubungan Politik Pemilih AbanganKelompok Abangan banyak membina hubungan dengan elit-

elit partai politik yang berasal dari Partai Nasionalis. Bahkan dalamkehidupan sosialnya, para kader politik di tingkat lokal mempunyai

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 190: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

190

peran besar dalam membangun solidaritas kelompok Abangan ini.Kader politik di tingkat lokal ini menjadi media penyalur aspirasi darimasyarakat Abangan kepada para tokoh politik yang lebih tinggi.Dilihat dari aspek demografi, kelompok Abangan di Malang Raya,banyak mendiami wilayah-wilayah pinggiran atau sebuah perkam-pungan kota yang padat. Kalau dipedesaan umumnya merekabermatapencaharian sebagai petani atau buruh tani, buruh bangunanatau kerjaan yang sifatnya insidental. Sementara mereka yang adadi perkotaan bekerja sebagai tukang parkir, tukang becak, pedagangkaki lima atau pekerjaan lain yang menunjukan bahwa mereka adalahkalangan wong cilik.

Dengan melihat karakter Abangan, walaupun pola patrimonialini merupakan gejala umum dalam masyarakat jawa, namun tokohpanutan antara Santri dan Abangan ini berbeda. Kelompok Abangan,mereka yang menjadi panutan biasanya disamping tokoh politik lokal,juga aparat desa baik dari mulai Kepala Desa, Kepala Dusun, RW,RT. Dari pengamatan, banyak dari aparat desa, ketika pemilu tokohformal ini sering didatangi oleh elit politik terutama dari PartaiNasionalis, untuk memberikan dukungan. Dan kenyataan di lapanganmenunjukan bahwa sebagian besar mereka yang menjadi RT atauRW umumnya mereka yang berlatar belakang Abangan, sementarayang Santri cenderung lebih banyak mengurus kegiatan dan aktivitasdi Langgar atau Mesjid.

Pola hubungan yang dibangun di lingkungan kelompokAbangan lebih banyak mempergunakan aktivitas kehidupan sosialmasyarakat yang lebih dicirikan dengan pola kehidupan “guyub”.Tokoh masyarakat yang biasanya menjadi inspirator dan mobilisatormasyarakat dalam kehidupan sosial, baik itu dalam kegiatan gotongroyong untuk pembangunan lingkungan, bersih desa, maupun acara-acara yang melibatkan masyarakat seperti peringatan hari besarnasional, menjadi panutan dari masyarakat. Posisi tokoh yang aktifdalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan biasanya sekaligusmenjadi tokoh formal baik itu sebagai RT, RW, atau Kepala Desa.

3. Pemahamanan dan Pola Hubungan Dalam Dimensi EkonomiDi Malang Raya yang sebagian besar masyarakatnya berada

dalam strata ekonomi menengah ke bawah, pemilu sering dijadikan

Page 191: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

191

sebagai ajang transaksi bagi pemilih untuk mendapatkan imbalansejumlah uang dari partai atau calon anggota legislatif. Apalagi pemilupasca reformasi yang tengah ditempa krisis ekonomi, masyarakatakan sangat mudah tergoda dengan rayuan yang bersifat material,walaupun harus mengorbankan idealismenya.

Dengan demikian kehidupan politik praktis di Malang Raya,peran uang menjadi tidak terbantahkan. Fungsi uang menjadi domi-nan dan berperan upayas seperti “darah” yang mensuplai energi bagiberjalannya mesin politik. Bahkan boleh dikatakan partai politik tidakbisa hidup tanpa uang, seperti ungkapan yang mengatakan “moneyis the mother’s milk of politics”. Dan realitas yang terjadi, di erakepartaian di Malang Raya banyak partai yang terjebak dalam polapolitik praktis pragmatis agar dapat survive dari pemilu ke pemilu.

Suasana kehidupan politik yang penuh dengan nuansaekonomi, akan dapat dilihat dari program dan starategi partai sertaperilaku politik pemilihnya. Partai dan caleg lebih tertarik untuk mem-buat program karikatif dan berbiaya tinggi dari pada menekankanpada aspek ideologi partai yang sifatnya jangka panjang. Sikappemilih lebih pragmatis dalam mendukung dan memberikan suaranyakepada partai. Pemilih akan memilih partai tertentu dengan syaratmendapatkan imbalan berupa barang atau uang. Dengan demikian,pola hubungan partai dan pemilih lebih menunjukan pola transak-sional. Di Malang Raya pada pemilu 1999 pola transaksional itusudah terjadi, namun lebih terfokus dalam lingkup partai dengankonstituennya, dan biasanya berupa bantuan sosial. Dalam pemilu2004, pola transaksional ini sudah mulai merambah, tidak hanyaantara konstituen dengan partainya namun juga dengan partai lain.Bentuk imbalan dengan partai lain sudah lebih spesifik yaitupemberian barang dan uang kepada individu pemilih. Pada pemilu2009, pola hubungan partai dan pemilih menjadi pola hubungan yangbenar-benar transaksional. Banyak caleg yang harus menghabiskanuang ratusan juta, dan bahkan ada yang sampai milyaran hanyauntuk dapat dipilih dalam pemilu 2009 yang sudah menggunakansistem pemilu terbuka murni.

Menurut beberapa informan yang sempat penulis wawancarai,dalam pemilu 2009 setiap calon yang jadi minimun menghabiskanuang lima puluh juta untuk tingkat Kabupaten dan Kota di Malang

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 192: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

192

Raya. Di Kota Batu, caleg yang jadi menurut informasi, menghabiskanuang antara antara 150 juta sampai 400 juta. Uang yang dibagikanpada pemilih ada yang 20 ribu, 25 ribu, 50 ribu, sampai 100 ribu.Biaya yang lebih besar lagi tidak hanya untuk membeli suara padapemilih, tapi biaya yang dikeluarkan oleh caleg guna membiayai timsukses dan saksi. Seperti halnya Kota Batu, Kabupaten dan KotaMalang tidak jauh berbeda dalam persoalan politik transaksional.Bahkan biaya untuk memenangkan pemilu di Kota dan KabupatenMalang relatif lebih besar ketimbang Kota Batu karena jumlah BPPyang lebih banyak dan jangkauan wilayah yang lebih luas.

Walaupun demikian, sikap atau perilaku transaksional tidakhanya berkembang di era pemilu 2009, namun juga terjadi pada erapemilu sebelumnya. Pada era pemilu 1999 pola perilaku transaksionalhanya berkembang dalam basis mereka masing-masing, darikonstituen kepada partai bersangkutan. Dalam pemilu 2004, perilakutransaksional mulai berkembang, tidak hanya pada satu partai politikyang menjadi identifikasi politiknya, namun juga telah sedikitberkembang ke partai lain walaupun dalam keadaan terbatas. Dalampemilu 2009 perilaku transaksional sudah tidak lagi teratur, semuapartai bisa dan melakukan transaksi kepada pemilih. Semua segmenmasyarakat sudah menjadi tempat pemasaran politik bagi semua calegpartai, dan para pemilih sudah terbiasa dengan produk-produk partaibaru. Maka dalam pemilu 2009 menjadi ajang transaksi politik yangdilakukan oleh hampir semua partai politik lewat para caleg yangpunya jaringan sosial dan bebas menentukan kendaran partai manayang mereka pilih atau dapat. Hal ini mengindikasikan bahwa dalampemilu 2009 partai dan ideologi partai tidak lagi merupakan penentuutama dalam pemilu. Sehingga pemilu 2009 dapat dikatakan sebagaipemilu transaksional, seiring dengan kaburnya aliran politik.

C. Sitem Kepartaian dan Pemilu, Upaya Partai, dan Pola HubunganPerubahan sistem kepartaian dan sistem pemilu pasca reformasi

telah melahirkan dinamika baru dalam hubungan partai dan pemilih.Sistem multipartai telah mendorong tumbuhnya beragam partaipolitik baik itu yang barhaluan Islam maupun Nasionalis denganberagam variannya. Sistem pemilu (1999 proporsional daftar tertutup,2004 proporsional daftar terbuka dengan BPP, 2009 proporsional

Page 193: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

193

daftar terbuka murni), telah meningkatkan kompetisi di antara partaipolitik sehingga partai politik berupaya melakukan perubahan upayadari pemilu ke pemilu seiring dengan pengalaman yang diperolehdari pemilu sebelumnya.

Dalam menyikapi pemilu multipartai, pada pemilu 1999, partaipolitik melakukan upaya dengan berupaya menggalang massa darikelompok tradisionalnya masing-masing baik itu partai yang berha-luan Islam maupun Nasionalis. Pemilu 2004, telah banyak mereduksihasil perolehan suara partai-partai besar pada pemilu 1999. Hal inimendorong partai politik yang lolos electoral threshold 3% berupayamerevisi upayanya dengan sedikit bergeser ke tengah untuk menda-patkan ruang gerak yang lebih luas. Sementara pada pemilu 2009,arah pendulum ideologis dalam persaingan perebutan pemilih hampirtidak tampak, kalau tidak dikatakan hilang. Hampir semua partaipolitik berupaya mendapatkan simpati dari semua segmen pemilihsehingga partai-partai politik lebih condong ke catchall party.

Sementara dalam menyikapi sistem pemilu, baik pemilu 1999,2004, maupun 2009, partai-partai punya pola upaya yang berbeda.Pemilu 1999 dengan proporsional daftar tertutup, partai politik lebihmemilih untuk mengoptimalisasi ideologi partai melalui pencitraanpartai. Pemilu 2004 dengan proporsional daftar terbuka (BPP), untukmemenangkan pemilu partai tidak bisa hanya mengandalkan ideologissemata. Oleh karena itu partai-partai berupaya mengembangkanupayanya dengan membuat program yang lebih kongkrit berupaprogram bantuan sosial, dan pendekatan yang lebih intens kepadatokoh-tokoh, disamping memperbaiki pola rekruitmen dan penem-patan caleg dalam dapil. Pemilu 2009 dengan proporsional daftarterbuka murni (tanpa BPP), pendekatan kepada tokoh-tokoh lokalsemakin kental dan dilakukan oleh masing-masing caleg. Bahkanpendekatan caleg sampai pada tingkat pemilih langsung (dor to dor),dengan mempergunakan baik modal sosial maupun ekonomi.

1. Upaya dan Pola Hubungan di Era MultipartaiSistem multipartai telah mendorong elit partai untuk kreatif

mengemas partai agar tetap survive dari pemilu ke pemilu. Pada pemilupertama pasca reformasi, partai masih menekankan pada ideologisuntuk meraih simpati pemilih. Akan tetapi dalam pemilu 2004 dan

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 194: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

194

2009, setelah melihat realitas hasil suara partai, maka partai-partaiberusaha untuk mengembangkan dan memperluas segmen pemilih-nya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengaburkanidentitas ideologisnya pada pemilu 2004, dan pada pemilu 2009, partaiberusaha mengubah wajahnya dengan membangun catchall party.

1.1. Mengutamakan Basis Massa TradisionalPemilu 1999, yang merupakan pemilu dengan warna ideologis

yang pekat telah mendorong partai politik untuk menunjukanidentitas mereka secara terbuka. Partai Islam berupaya mengusungidentitas ideologisnya dengan mengkampanyekan Syariat Islam, danpendekatan kepada tokoh-tokoh agama. Di lain pihak, partai Nasionalisberupaya memekatkan merahnya, dengan berbagai isyu kerakyatandan pembelaan wong cilik. Hal ini berarti partai politik ingin meng-galang dan memanfaatkan dengan sebesar-besarnya pemilihtradisional mereka.

Pada saat kampanye pemilu 1999, identitas politik masing-masing partai menampakan diri dengan jelas. Bendera, baju, postermaupun berbagai atribut kampanye yang lain membanjiri seluruhpelosok di Malang Raya, tak terkecuali media massa baik cetak mapunelektronik. Contoh kasus, ketika tiba giliran kampanye PDI di DaerahMalang Raya, hampir semua jalan di penuhi lautan manusia yangmemakai atribut serba merah. Acara hiburan yang sering mengiringikampanye partai berhaluan Nasionalis ini adalah dangdutan, danselalu menampilkan artis-artis baik lokal maupun nasional. Orasi yangdisampaikan tidak lepas dari isu perjuangan perbaikan nasib wongcilik, yang nampak seperti mengeksploitasi nasib dari kelas bawah.Dalam rangka mempertegas dan melegitimasi jargon untuk memper-juangkan nasib wong cilik ini, hampir setiap pelosok di Malang Rayadibuat posko-posko perjuangan yang khas dengan cat merah dangambar banteng moncong putih dengan photo Megawati besertaMantan Presiden Soekarno.

Kampanye yang paling populer dilakukan pada saat pemilu1999 adalah kampanye dengan model rapat umum. Kampanye denganmodel rapat umum adalah kampanye dengan cara pengumpulanmassa yang dihadiri oleh masyarakat secara luas dan diselenggarakanoleh salah satu partai politik di ruangan atau tempat terbuka yang

Page 195: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

195

ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara partai politikdengan penyelenggara Pemilu, dengan menggunakan metodekomunikasinya secara dialogis maupun monologis. Dengan kampanyemodel rapat umum, partai politik akan dapat mengetahui seberapabesar kekuatan partainya menjelang pemilu dilaksanakan. Kampanyemodel inilah yang menjadi andalan partai politik, sebagai yangdikemukakan oleh pimpinan parpol DPC PDIP Kabupaten MalangBoimin Nur Suhandri, “Rapat umum adalah jenis kampanye yangdisukai oleh masyarakat tidak hanya di Kabupaten Malang, tetapihampir di setiap kabupaten di seluruh Indonesia oleh karenanya PDIPjuga tidak mau menyia-nyiakan kesepantan ini. Kemarin, pada waktukampanye PDIP beberapa kali melakukan kampanye tebuka ini”.(wawancara, Desember 2004).” Penegasan senada juga disam-paikanoleh ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Muhammad SuhadiBE “Kampanye rapat umum adalah kampanye sangat baik bagi partaipolitik untuk melakukan sosialisasi program yang akan dilaksanakankarena dalam kampanye rapat umum biasanya dihadiri oleh banyakwarga. Dengan kata lain bahwa kampanye rapat umum memangdisukai oleh masyarakat tidak terkecuali masyarakat KabupatenMalang”. (Desember 2004).

Model kampanye yang dilakukan pada pemilu 1999 yangmenekankan pada rapat umum ternyata sangat efektif dalam rangkanggalang suara dari basis massa tradisional partai. Hal ini ini sebagai-mana dikatakan oleh ketua DPC Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan Kabupaten Malang Boimin Nur Suhandri bahwa “denganmodel kampanye yang dilakukan telah mampu memberikankonstribusi kepada partai politik dalam menempatkan wakil-wakilmereka untuk duduk di lembaga legislatif.” Hal ini bisa dibuktikandengan perolehan kursi PDIP hasil pemilu 1999 yang mendapatkan15 wakil di parlemen (DPRD). Begitu juga apa yang dikemukakanketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang, Muhammad SuhadiBE. “Tentu ini semua hasil (perolehan jumlah kursi) merupakan hasildari kampanye yang kita selenggarakan selama masa kampanye. Jadisangat erat sekali hubungannya antara kampanye dengan perolehansuara partai, dan ini tidak berlaku hanya untuk partai Golkar sajatetapi untuk semua partai yang ikut dalam pemilihan umum ini”.(Desember 2004).

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 196: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

196

Berbeda dengan Partai Golkar dan PDIP, walaupun sama-samamengelar rapat umum, namun rapat umum yang digelar PKB lebihbanyak dikemas dalam bentuk pengajian atau istighosahan. Jumlahmassa yang datang dalam rapat umum yang digelar PKB akan sangatbanyak apabila tokoh NU, Gus Dur datang dan memberikan pengajian.Dalam pemilu 1999 PKB, hanya fokus pada kekuatan Santri tradisionalyang terkenal fanatik dengan Islam, yang disimbolisasikan dengankepatuhan pada kyai. Gusdur sebagai motor penggerak, yang meru-pakan representasi dari pendiri NU menjadi daya magnetis utamadalam menyatukan suara NU ke wadah PKB. Setiap kali diadakankampanye terbuka oleh PKB, hampir pasti selalu dibanjiri oleh massaNahdiliyin yang secara sukarela datang untuk mendengarkan orasipolitik dari tokoh-tokoh politik PKB. Dalam setiap orasi selalu dibumbuidengan ajakan-ajakan untuk membela Islam yang pada akhirnyadisangkut pautkan dengan membela partai.

Kehidupan kelompok Nahdliyin yang tidak lepas dari ritualkeagamaan, nampak gayung bersambut dengan kepentingan politik.Oleh karenanya saat massa kampanye, aktivitas keagamaan kerapkali diadakan, khususnya istighosah yang selalu dibanjiri jamaah,walaupun di dalamnya selalu disisipkan baik langsung maupun tidaklangsung untuk menyalurkan pilihan politiknya ke PKB.

1.2. Merambah Ke Luar Basis Massa TradisionalKegagalan beberapa partai yang berwarna hijau dalam pentas

pemilu 1999 telah menyadarkan mereka untuk merubah upaya dalammeraih simpati pemilih guna memenangkan pemilu. Partai Islam yangpada pemilu 1999 banyak terjebak dalam kubangan ideologis yangfanatik dengan memproklamirkan sebagai partai Islam dan mengusungideologi Islam. Namun pada pemilu 2004 isu memperjuangkan SyariatIslam tidak lagi begitu menggebu-gebu, seperti PPP yang selalumenawarkan dan menyuarakan untuk diberlakukannya syariat Islammulai mengendurkan isu ini dan berupaya lebih realistis. BegitupunPK, yang sudah berganti nama dengan PKS tidaklah segarang pemilu1999. Pada Pemilu 2004 PKS menampilkan dirinya sebagai partaiIslam yang akomodatif.

PKS yang merupakan partai Islam berbasis massa Modernis,pada pemilu 2004 mulai menggarap segmen pemilih Santri tradisional

Page 197: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

197

walaupun tetap menggalang kekuatan dari massa berbasis SantriModernis. Dengan upaya yang lebih luwes dan lebih akomodatif telahmengangkat citra PKS di mata pemilih konstituen Islam Santri. Lebihjauh PKS dalam pemilu 2004 tampak lebih agresif merambah segmenpemilih yang potensial sehingga kadang terjadi pergesekan dengansesama partai Islam yang merasa konstituennya terancam dengangerak PKS yang dilakukan oleh kader-kader muda yang militan.Sebagai partai dakwah, PKS berupaya menguasai simbol-simbolkeagamaan seperti mesjid, langgar/mushala, sekolah Islam. Parakader PKS bergerak dalam pembinaan keagamaan di mesjid-mesjidkampus seperti di STAIN, UNIBRAW, UM, UMM. Kader PKS tidakhanya bergerak di mesjid kampus, namun juga di kampung-kampungdengan cara membina anak-anak sekolah dalam hal agama mulaidari belajar bahasa arab, membaca Alquran, ataupun sekedar mem-beri pengetahuan agama.

Dengan melihat gerak langkah partai-partai pada pemilu 2004,ada kecenderungan partai bergerak menuju ke tengah, dalam artianmereka merubah performa ideologis mereka lebih menuju ke arahmoderat. Salah satu tujuan utama partai-partai ini merubah posisiideologisnya adalah untuk mengejar segmen pemilih yang lebihvariatif guna merebut suara sebanyak-banyaknya guna kepentingankekuasaan.

Model kampanye yang paling disukai pada pemilu 2004 tidakjauh dengan pemilu 1999, dimana rapat umum masih menjadi pilihanutama. Akan tetapi, walaupun parpol pada pemilu 2004 lebihmenyukai penyelenggaraan kampanye rapat umum tetapi bukanberarti jenis kampanye yang lain tidak dilasanakan. Guna mengaksesbasis massa yang lebih luas, maka model kampanye yang dilakukanharus bisa menjangkau khalayak yang lebih luas juga. Oleh karenaitu model kampanye dengan mempergunakan media cetak dan mediaelektronik. Penyelenggaraan kampanye melalui media cetak danmedia elektronik di Kabupaten Malang dilakukan dengan pemasa-ngan iklan atau dalam bentuk talk show. Sarana media cetak yangdipergunakan untuk memasang iklan seperti Jawa Pos (RadarMalang) dan Malang Pos. Sementara itu sarana media elektronik yangdigunakan di Kabupaten Malang adalah menggunakan jasa layananradio. Menurut Keputusan KPU No. 701 tahun 2003 dalam pasal 15

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 198: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

198

dikatakan bahwa “bentuk kampanye penyebaran melalui media cetakdan madia elektronik adalah dengan promosi. Promosi yang dimaksudterdiri dari iklan, talkshow, wawancara, diskusi, kolom dan bentuk-bentuk lain yang dikenal dimedia cetak dan madia elektronik.”

Terkait dengan penggunaan sarana media massa, baik cetakmaupun elektronik, pimpinan Partai di Kabupaten Malang menge-mukakan:

“Penyelenggaraan kampanye melalui media cetak maupunmedia elektronik memang dilakukan oleh beberapa partai diKabupaten Malang termasuk di antaranya adalah partai kami,Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kami melaku-kan kegiatan kampanye dengan mengadakan pemasangan iklandibeberap media cetak yang ada di Kabupeten Malang separtiMalang Post dan Radar Malang. Sementara itu untuk mediaelektronik seprti radio-radio yang ada di sini kami jugamelakukan hal yang sama”. (Ketua DPC PDIP)

1.3. Mencairkan Basis MassaMelonjaknya perolehan suara Partai Demokrat dan PKS mem-

berikan shock therapy bagi partai papan atas, tengah maupun bawah.Apalagi partai-partai yang pada pemilu 1999 mendapatkan suarayang signifikan mengalami penurunan suaranya dalam pemilu 2004karena ditinggalkan sebagian pemilih. Guna mengantisipasi pemilu2009, banyak partai yang sudah mempersiapkan diri sejak awaldengan membangun jaringan dan pendekatan intensif kepada tokoh-tokoh lokal maupun nasional. Kondisi ini mendorong partai politik,tidak lagi terfokus pada basis massa tradisionalnya. Partai-partaiberjuang merambah segmen pemilih lain dengan tujuan utamamemenangkan pemilu. Realitas politik kepartaian seperti ini membuatpartai politik berubah wujud menjadi catchall party.

Di Malang Raya, tokoh yang paling banyak dikunjungi olehelit politik adalah Hasyim Muzadi yang merupakan Ketua UmumPB NU, yang berdomisili di cengger ayam, Kecamatan Lowokwaru,Kota Malang. Tidak hanya itu, hampir semua pondok pesantren yangdianggap punya pengikut yang banyak seperti pesantren di Singosaridan Bululawang menjadi tempat jugjugan dari elit-elit politik. Tokohatau caleg partai yang mendatangi ke pesantren atau pun tokoh

Page 199: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

199

masyarakat lain, tidak hanya datang dari satu partai yang berideologiIslam. Akan tetapi hampir semua partai, dari beragam ideologi kecualiKristen.

Perilaku elit politik yang begitu agresif telah membuat pusat-pusat yang menjadi simbolisasi moral dijadikan sebagai tempat mencarikeberuntungan dan sekaligus perjudian politik. Guna menguatkantekad dan kesungguhan mereka untuk dapat meraih dukungan, tidakjarang elit partai ataupun caleg yang akan bersaing membuat janji-janji surga disamping bantuan kongkrit untuk alasan pengembanganpesantren atau bantuan pembangunan sekedarnya.

Menyikapi perubahan yang terjadi, partai politik berusahamembuka diri untuk menerima seluruh segmen masyarakat. Hal iniharus dilakukan oleh partai politik setelah melihat kenyataanperolehan suara pada pemilu 2004. Sebagimana yang dikemukakanSirmaji, Ketua DPD PDIP, “PDI Perjuangan mendeklarasikan dirisebagai partai terbuka berarti harus membuka diri untuk masuknyasemua elemen masyarakat dari segala atribut. Dengan demikian makaterbuka pula untuk melakukan komunikasi, berinteraksi untuk sinergiuntuk bidang-bidang tertentu. Memang harus begitu jika mau jadipartai terbuka. Sebagai partai terbuka dalam merekrut keanggotaan tentu tidak membedakan akan membeda-bedakan secara diskriptif(2006).”

Lebih jauh, perubahan sistem pemilu yang lebih berpihakkepada calon telah mendorong caleg untuk melakukan ekspansipemilih diluar basis tradisional partai. Dengan demikian, ideologipartai menjadi tidak menonjol, yang terjadi justru kapasitas individucaleg yang berpengaruh. Dengan adanya perubahan dari memilihpartai ke memlih caleg, keterikatan pemilih dengan partai menjadilemah karena yang ada hanyalah hubungan dengan caleg. Pemilihtidak lagi memikirkan latar belakang partai dari caleg, bagi pemilih,yang penting adalah kepentingan mereka dapat terpenuhi, terutamaekonomi. Oleh karena itu, pada pemilu 2009, para caleg yang diusungbaik oleh Partai Islam maupun Partai Nasionalis, tidak lagi memper-masalahkan segmen pemilih, dan begitu juga sebaliknya pemilih.

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 200: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

200

2. Upaya Partai dan Pola Hubungan Di Era Sistem Pemilu ProporsionalMelihat kenyataan yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan

Pemahamanan partai oleh pemilih serta realitas sistem multipartaidengan sistem pemilu proporasional daftar terbuka, maka partaiberusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.Upaya di lingkungan partai politik mengalami perubahan dari pemiluke pemilu, sehingga berpengaruh pada pola hubungan partai danpemilih. Pada pemilu multipartai 1999 dengan sistem pemilu propor-sional daftar tertutup telah menempatkan partai pada posisi upayasdalam pemenangan pemilu, oleh karenanya identitas ideologis partaimenjadi menonjol sehingga pola hubungan yang terjadi lebih bersifatideologis.

Pada pemilu multipartai 2004 dengan sistem pemilu propor-sional daftar terbuka dengan BPP, partai politik sedikit merubahupayanya dengan tidak hanya menekankan pada identitas ideologisnamun sudah mengarah pada transaksi politik sehingga polahubungan partai dan pemilih sedikit lebih transaksional. Pada pemilumultipartai 2009 dengan sistem pemilu proporsional terbuka murni,peran partai dalam pemenangan pemilu semakin berkurang.Pemenangan partai lebih banyak ditentukan oleh caleg masing-masing partai. Kondisi ini telah berdampak pada upaya partai yangcenderung lebih mengutamakan upaya transaksional, kondisi iniberpengaruh pada pola hubungan partai dan pemilih, dimana polahubungannya menjadi sangat transaksional.

2.1. Pemilu 1999: IdeologisSistem pemilu proporsional telah menempatkan elit partai pada

posisi dominan dalam menentukan arah dan kebijakan partai, baikitu dalam kebijakan internal kepengurusan maupun penentuan calegyang akan maju dalam pemilu. Hal yang berpengaruh terhadapkondisi ini adalah besarnya peran partai dalam pemenangan pemilu.Artinya saham politik yang ada merupakan hak milik tunggal partaipolitik, yang biasanya direpresentasikan dalam figur partai dan elitsekitarnya. Oleh karena itu tidak salah apabila mengentalnya oligarkidi tubuh partai, sehingga sangat sulit terjadinya mobilitas vertikaldalam partai akibat tebalnya tembok oligarki partai.

Page 201: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

201

Dalam pemilu 1999, kasus PDIP, figur Megawati benar-benarmenjadi daya magnetis utama pemenangan suara di Malang Raya.Oleh karena itu berkembanglah kelompok-kelompok yang mengatas-namakan pro-mega yang disingkat promeg. Harapan utama daridukungan massa di Malang Raya yang tinggi ke PDIP, selain karenaunsur psikologis kehancuran Orde Baru, juga dorongan kuat simpa-tisan PDIP untuk menjadikan Megawati sebagai Presiden. Begituhalnya dengan PKB yang dianggap representasi pemilih SantriTradisional. Hampir seluruh kekuatan penyokong tegaknya NU diMalang Raya ikut “cawe-cawe” dalam pemilu guna mendukungpemenangan PKB. Situasi ini didorong oleh adanya figur PKB yaituGus Dur yang menjadi perekat dan sekaligus menjadi kebanggaanwarga Nahdiliyin.

Dalam situasi pemilu yang seperti ini, hubungan partai denganpemilih sangat kuat, identifikasi diri mereka kepada partai sangattinggi yang dibuktikan dengan kebanggaan pada simbol-simbol partaibaik dalam kaos yang mereka pakai sehari-hari maupun gambar-gambar partai dan tokoh partai yang menghiasi rumah-rumah mereka.Oleh karena itu ideologi sebagai penghubung partai dan pemilih akansangat sukar untuk di putus, kecuali apabila ideologi hancur. Artinyarepresentasi ormas yang menjadi basis ideologi seperti NU danMuhammadiyah apabila tidak mendukung partai politik atauberhenti mendukung, maka keberadaan partai tersebut akan segeraditinggal-kan oleh konstituennya.

Sebagai contoh pada pemilu 2004, banyak dari pemilih yangpunya afiliasi dengan Muhammadiyah memindahkan pilihan politik-nya dari PAN (pada pemilu 1999) ke PKS. Menurut hasil wawancaradengan salah seorang warga Muhammadiyah dan juga aktif di PANmenyampaikan alasan-alasan kenapa banyak warga Muhammadiyahyang memilih PKS. Pertama secara ideologi warga Muhammadiyahmerasa lebih pas dengan PKS. PKS yang menyatakan diri sebagaipartai yang berasas Islam dianggap lebih jelas dalam perjuanganideologinya, dibandingkan dengan PAN yang berasaskan Pancasila.Bagi warga Muhammadiyah yang dianggap “konservatif”, PKS lebihbisa diterima. Kedua, dilihat dari ajaran yang dikembangkan dalamda’wahnya PKS lewat gerakan Tarbiyah-nya senapas dengan ajaranyang dikembangkan oleh Muhammadiyah. Dengan demikian, kalau

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 202: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

202

diibaratkan rumah, warga Muhammadiyah merasa nyaman tinggaldi rumah PKS karena merasa tidak asing.

Karena banyak aktifis Muhammadiyah yang jadi pengurus PAN,maka sempat terjadi persoalan hubungan antara Muhammadiyah secaraorganisasi dengan PKS. Salah satu isu yang muncul adalah banyak-nya amal usaha Muhammadiyah yang berpindah tangah ke PKS.Isu ini sangat efektif menghambat laju peralihan suara wargaMuhammadiyah ke PKS yang dibuktikan dalam pemilu 2009, banyakwarga Muhammadiyah yang kembali memilih PAN.

Sebenarnya kemunculan Partai Keadilan pada pemilu 1999tidak menjadi ancaman terhadap Partai Amanat Nasional (PAN).Oleh karena itu keikutsertaan sebagian warga Muhammadiyahkepada Partai Keadilan (PK) tidak berdampak besar pada hubunganantar sesama anggota Muhammadiyah. Akan tetapi, setelah pemilu2004, dengan berkembangnya massa Partai Keadilan Sejahtera (PKS)dilihat dari perolehan suara yang mencapai 7,2 % membuat hubungandengan anggota Muhammadiyah, khususnya yang menjadi aktivisPAN menjadi kurang mesra. Dan dalam prakteknya PKS tidak hanyabergerak dalam bidang politik ansih, namun juga bergerak dalambidang da’wah yang wilayahnya bergesekan dengan aktivitas da’wahMuhammadiyah. Apalagi ada beberapa kasus perebutan amal usahayang awalnya dimiliki oleh Persyarikatan Muhammadiyah, namunkarena pengurusnya merangkap menjadi anggota PKS dan lebih intendengan PKS, maka kepemilikannya dialihkan kepada PKS.5 AkhirnyaMuhammadiyah secara organisatoris merasa terancam denganaktivitas PKS, sehingga terjadi beberapa gesekan akibat banyak dariwarga Muhammadiyah masuk menjadi anggota PKS yang nota benedalam setiap kegitan yang dilakukan termasuk da’wah.

Sementara hubungan Muhammadiyah dengan PBB tidakbanyak persoalan, karena memang PBB disamping perolehansuaranya kecil baik dalam pemilu 1999 maupun 2004, juga tidak adaaktivitas yang bersinggungan dengan aktivitas yang dilakukanMuhammadiyah. Dengan demikian, PBB bagi Muhammadiyah

5 Partai Keadikan Sejahtera (PKS), disamping sebagai partai politik, juga bergerak dalam bidangsosial dengan dibentuknya Yayasan yang bisa memiliki sekolah, rumah sakit, maupun tempatibadah.

Page 203: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

203

maupun PAN sama-sama tidak menganggap PBB menjadi ancaman.Dalam aktivitas keseharian, khususnya untuk kegiatan keagamaan,warga Muhammadiyah yang merupakan aktivis atau pendukung PBBtidak banyak persoalan dengan warga Muhammadiyah lainnya. Lainlagi dengan warga Muhammadiyah yang menjadi aktivis PKS, sedikitbanyak terjadi pergesekan dengan warga Muhammadiyah lainnyaakibat aktivitas keagamaan mereka lebih inten dengan aktivitaskeagamaan yang dijalankan oleh PKS sendiri.

Di sisi lain, yang menjadi pendukung dan simpatisan PBBadalah mereka yang mempunyai historis atau garis keturunan orangtua yang pernah menjadi pendukung dari Masyumi. Maka tidaklahheran kalau PBB ini menganggap dirinya sebagai manifestasi dariMasyumi pada massa Orde Lama. Dengan menggunakan pola Santri-Abangan, kita dapat melihat kehadiran partai-partai Islam yang adapada Pemilu 1999 dan 2004. Pada Pemilu 1999, di Malang Raya jelassekali partai-partai Islam masih mendapatkan simpati dari pemilih.Hal ini mengindikasikan bahwa hubungan partai dan pemilih ternyatamasih berpola ideologis.

2.2. Pemilu 2004: Antara Ideologis dan TransaksionalAdanya perubahan dalam sistem proporsional, dari daftar

tertutup ke daftar terbuka dengan BPP, juga membawa perubahanupaya partai dalam pemenangan pemilu khususnya terkait denganpencalegan. Walaupun sistem lama masih berjalan, dimana partaimasih punya peran cukup besar dalam menentukan pencalegan,namun karakteristik calon sudah mulai dipertimbangkan. Tidakselamanya caleg yang diusung adalah caleg yang punya kedekatanatau berada dalam lingkaran elit partai. Kebijakan partai dalampencalegan sudah mulai melirik pada calon-calon potensial yangdapat meraih suara, seperti tokoh dari kalangan akademisi, ormas,maupun artis. Mereka diberikan pintu masuk untuk menjadi calegdari partai bersangkutan, walaupun tetap nomor-nomor jadi masihada di tangan caleg yang berasal dari kalangan elit partai. Harapandibukanya kran pencalegan dari kalangan luar partai yang potensialadalah adanya peningkatan suara partai, utamanya partai-partai barudan partai-partai yang dalam pemilu 1999 belum mencapai targetperolehan suara. Calon yang datang dari luar partai yang potensial,

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 204: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

204

lebih banyak didudukan dalam caleg partai pusat dengan harapandapat mengangkat celeg yang ada di daerah.

Di Malang Raya, menunjukan adanya penguatan dari kader-kader lokal yang potensial untuk dapat bersaing di daerahnya. Partaitidak lagi semena-mena menentukan calon pada dapil tertentu tanpamempertimbangkan tingkat akseptabilitas internal dan tingkatelektabiltas calon yang akan jadi caleg. Dampak dari sistem terbukaini, pada pemilu 2004 adanya kecenderungan berkembangnya parsai-ngan antara caleg partai satu dengan caleg dari partai lainnya. Semen-tara calon-calon dalam satu partai ada kecenderungan untuk bekerjasama, dimana caleg yang berada pada nomor urut jadi berupayamendorong caleg yang ada di nomor urut bawah untuk bekerja samamemenangkan partai di dapilnya masing-masing. Oleh karena itujaringan partai dan hubungan sosial yang telah terjalin antara partaidan masyarakat pada pemilu sebelumnya terus dimanfaatkan dandioptimalkan. Hal ini dilakukan untuk memblok adanya intervensiatau masuknya caleg dari partai lain yang ingin meraih suara daribasis pemilih yang sudah memberikan suaranya kepada partai padapemilu 1999.

Kalau pemilu 1999 partai politik masih mengikuti alur budayapolitik aliran, begitupun para pemilihnya terjebak pada dasar pilihanyang bersifat sektarian. Pada pemilu berikutnya (2004), walaupunsecara umum pemilu masih mengikuti pola aliran, namun sedikitsudah ada perkembangan. Pemahaman ideologis yang bersumber padaaliran dalam menentukan pilihan politik oleh pemilih, sudah mulaiberkembang dengan pemahaman sosial kemasyarakatan danpemahaman ekonomi walaupun belum massif.

Pemilih pada pemilu 2004 masih merasa adanya keterikatandengan partai tertentu yang dibuktikan dengan masih banyaknyapemilih yang punya hubungan dengan elit partai. Akan tetapi, karenapada pelaksanaan pemilu, sudah mulai diperkenalkan ada pilihancalon, maka keberadaan calon juga dilihat dari pandangan sosialkemasyarakatannya. Tidak jarang, ada calon yang berada padanomor urut atas, namun tidak banyak yang memilih karena secarasosial tidak dikenal dan tidak pernah berinteraksi dengan pemilih.Walaupun demikian, karena adanya serangan dari partai lain, yangberusaha menggarap basis massa di luar segmen pemilihnya, maka

Page 205: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

205

ada perilaku baru dari pemilih yang menonjol yaitu perilakutransaksional.

Hasil lapangan menunjukan walaupun partai Abangan tetapmendominasi dalam pemilu 2004, namun sudah terjadi pergeseranpilihan politik pemilih. PDIP yang pada pemilu 1999 mendapatkandukungan pemilih sebesar 33,76 % secara nasional, turun menjadi19,58 %, walau secara keseluruhan masih menunjukan dominasinyadi Malang Raya. Untuk wilayah Malang Raya, PDIP memperoleh28,97% untuk Kabupaten Malang, 25,84 % Kota Malang, dan 19,88% untuk Kota Batu. Sementara urutan kedua diduduki oleh PKBdengan perolah suara 25,72 % untuk Kabupaten Malang, 17,36 %Kota Malang, dan 13,19 % untuk Kota Batu. Sementara Golkar yangbanyak disebut sebagai representasi dari kelompok priyayi, di MalangRaya menempati posisi ketiga untuk perolehan suara Kabupaten danKota Malang dengan dengan dukungan pemilih sebesar 16,68 % dan17,36 %. Akan tetapi, Golkar mampu menjadi nomor satu untukwilayah Kota Batu yang notabene sebagai daerah baru hasil pecahandari Kabupaten Malang. Di Kota Batu, Golkar mendapat dukunganpemilih sebesar 20,62 %, diikuti oleh PDIP dan PKB yaitu 19,88 %dan 13,19 %.

2.3. Pemilu 2009: TransaksionalKalau pada dua pemilu sebelumnya upaya partai masih

menekankan pada ideologis dengan peran partai cukup dominan,pada pemilu 2009 peran partai dalam pemenangan pemilu agakberkurang karena yang banyak bergerak di lapangan adalah calegpartai. Hal ini dipengaruhi oleh sistem pemilu yang sudah memakaiopen list secara murni, dimana caleg yang akan lolos ke DPRD tidaklagi harus melewati BPP melainkan dengan suara mayoritas. Kondisiini mendorong para caleg untuk mengerahkan semua potensi yangdimilikinya, baik potensi sosial kemasyarakatan maupun potensiekonomi. Berbekal jaringang sosial dan kemampuan ekonomi yangdimiliki, caleg berusaha untuk memenangkan persaingan dengancaleg dari sesama partai agar dapat lolos.

Melihat kondisi tersebut, upaya kampanye partai lebih banyakdititik beratkan pada calon anggota legislatif. Persaingan di antaracaleg sesama partai tampak lebih sengit ketimbang dengan caleg dari

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 206: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

206

partai lain. Kondisi ini mendorong masing-masing caleg untukberusaha keras memenangkan persaingan dengan segala cara, ter-masuk dengan membeli suara. Lebih jauh dalam rangka memenang-kan persaingan dalam pemilu, masing-masing caleg berusahamengoptimalkan jaringan mereka baik itu jaringan keluarga, janganorganisasi, jaringan pertemanan.

Kerasnya persaingan di internal partai, membuat caleg berusahadengan segala cara untuk memenangkan persaingan, termasukdengan melakukan pembelian suara. Baik calon tingkat Pusat,Provinsi, maupun Daerah semua bekerja keras meraih simpati pemilih.Dalam rangka mempermudah proses sosialisasi caleg, biasanya partaipusat mencari patner caleg dari daerah baik itu caleg provinsi maupuncaleg Kota/Kabupaten. Berbagai aktivitas yang dilakukan mulai darimengumpulkan kelompok pedagang, pemuda, petani, nelayan,keagamaan. Salah satu hal yang tidak pernah lupa, setiap ketemudengan kelompok tersebut pasti ada transaksi berupa bantuan bagikelompok. Bagi kelompok pedagang memberikan bantuan untukpembentukan koperasi, bagi pemuda membentuk kelompok olah raga,kesenian dengan plus bantuan untuk peralatan, bagi kelompokkeagamaan memberikan bantuan untuk fasilitas keagamaan.

Dengan demikian, dalam pemengan pemilu di tingkat internalpartai dalam pemilu 2009 terjadi blok-blok yang berporos pada calegdi tingkat pusat. Kerja sama yang dilakukan antra caleg pusat,provinsi, dan kota/kabupaten antara lain dalam bentuk penyebaranbrosur, pasilitasi pertemuan dengan warga di tingkat dapil, penga-manan perolehan suara dalam pemilu dalam bentuk rekrutmen saksi.

Pola transaksi yang dilakukan, seperti yang penulis temukandilapangan, masing-masing caleg berbeda satu dengan yang lainnyabergantung dari tingkatan mana mereka menjadi caleg. Caleg pusatlebih banyak melakukan transaksi kepada masyarakat secara berke-lompok baik kelompok besar (ribuan) maupun menengah (ratusan),dengan pertimbangan luas jangkauan wilayah dan besarnya suarayang harus mereka peroleh. Untuk caleg provinsi pola transaksi lebihbanyak dilakukan kepada kelompok menengah dan kecil (puluhan),sementara untuk tingkat Kota/Kabupaten transaksi banyak dilakukankepada kelompok kecil. Untuk caleg tingkat Kota dan Kabupatentransaksi politik tidak hanya dilakukan kepada kelompok masyarakat

Page 207: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

207

yang ada di kampung-kampung dengan skala puluhan, namun jugadilakukan transaksi secara individual. Bahkan dari hasil oberservasiyang dilakukan, caleg-caleg di tingkat paling bawah ini lebih banyakmelakukan transaksi politik dengan individu pemilih dalam meme-nangkan persaingan antar sesama caleg di internal maupun luarpartai.

Dalam rangka mengikat pemilih agar mereka tetap mendukungdan memberikan suaranya pada saat pemilu, para caleg biasanyamemberikan batuan sosial kepada kelompok, organisasi, tempatibadah maupun sarana sosial lainnya. Dalam rangka mengoptimalkanperolehan suara, para caleg menggarap langsung pemilih secaraindividual dengan upaya dor to dor. Pembagian stiker, poster maupunartribuat kampanye lain seperti kalender dan tata cara pencoblosanlangsung diberikan ke rumah-rumah. Lebih ekstrim lagi, dalam rangkakepastian suara, para pemilih sudah dibeli suaranya dengan uangnominal dari mulai Rp. 20.000,-, 25.000,-, 50.000,- dan bahkan sampai100.000,-. Pemberian uang dilakukan dengan sangat rapih dansistematis lewat tim sukses lokal yang sudah punya kedekatan secarakhusus dengan pemilih di tempat yang bersangkutan. Uang diberikanbiasanya satu atau dua hari menjelang akan dilaksanakan atau hari“h” pemilihan.

Sedikit berbeda dengan daerah perkotaan, khususnya diKabupaten Malang yang pendudukanya mayoritas tinggal dipedesaan, bentuk transaksi tidak hanya dalam bentuk uang tunai.Bentuk transaksi yang dilakukan para caleg terhadap pemilih bisaberupa bantuan keagamaan, fasilitas sosial, sembako, dan juga uang.Namun hal yang agak menonjol dibanding dengan perkotaan, segmenpemilih yang relatif lebih homogen di Kabupaten Malang. Olehkarena itu, pola transaksi yang dilakukan juga dipengaruhi oleh polahubungan sosial kemasyarakatan, dimana caleg yang akan melakukantransaksi harus menggandeng tokoh lokal yang berasal dari segmenmasyarakat masing-masing. Jenis bantuannya pun berbeda, bagikelompok keagamaan bantuan yang diberikan kepada masyarakatsecara individu berupa kerudung bagi perempuan, atau membagikansembako. Sementara bagi masyarakat yang dikoordinasi oleh tokohformal atau pun tokoh masyarakat lain, bisa berupa bantuanpembangunan atau pun uang tunai.

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

Page 208: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

208

Dari hasil analisis menunjukan bahwa masyarakat yang palingtransaksional secara kualitatif justru lebih banyak di wilayahperkotaan. Sementara di tingkat pedesaan, walaupun merekaberperilaku transaksional, namun tidak seaktif dan seatraktif sepertipemilih yang ada di perkotaan. Di perkotaan, pemilih aktif dalammencari caleg yang bisa memberikan kostribusi pada mereka baiksecara kelompok maupun individual. Sebaliknya di pedesaan, justrupartai yang lebih aktif mencari kelompok maupun individu yang maumelakukan transaksi untuk pemenangan pemilu.

Page 209: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

209

BAB VI

PENUTUP

Page 210: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

210

Page 211: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

211

BAB VI

PENUTUP

PROSES demokratisasi pasca kejatuhan rezim Orde Baru cukup pesat,salah satunya ditandai dengan adanya transformasi dalam sistemkepartaian dan pemilu, serta meningkatnya partisipasi politik. Sistemkepartaian berkembang dari limitasi menjadi multipartai, sementarapemilu dilakukan oleh lembaga independen yang bernama KomisiPemilihan Umum (KPU) yang menjamin proses pemilu berjalan denganjujur, adil, dan transfaran. Partisipasi masyarakat dalam politik punmeningkat yang ditandai dengan besarnya minat masyarakat untukmendirikan partai, sekaligus aktif dalam berbagai aktivitas politik,termasuk mereka yang ikut melakukan mobilisasi politik.

Pemilu pada masa Orde Baru hanya diikuti oleh dua partaipolitik (yaitu, PPP dan PDI) dan satu Golkar, sebaliknya pada pemiluera reformasi diikuti oleh banyak partai (multipartai). Pada pemilu1999 diikuti oleh 48 partai politik, dan pada pemilu 2004 diikuti oleh24 partai, sementara pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai, dengan enampartai lokal yang ada di Provinsi Nangru Aceh Darussalam. Lahirnyapartai politik di era multipartai, lebih banyak mengadopsi basis massayang berlatar primordialisme (aliran) yang secara jamak dipakai partaipolitik pada pemilu 1955 Orde Lama. Oleh karena itu dapat dikata-kan bahwa kondisi keparpolan pasca reformasi lebih merupakansistem kepartaian 1955 jilid dua, dengan situasi dan kondisi berbeda.Hal ini telah mendorong adanya dinamika politik kepartaian yangjauh berbeda dengan ketika masa rezim Orde Baru yang monolitik.Sementara dalam sistem pemilu, proporsional dengan daftar tertutup(1999) terus mengalami perubahan dan perbaikan dari mulaiproporsional dengan daftar terbuka plus Bilangan Pembagi Pemilih

Page 212: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

212

(2004), sampai pada proporsional dengan daftar terbuka tanpa BPP(2009).

Berubahnya sistem kepartaian dan pemilu, belum diikuti olehpeningkatan kualitas berpolitik baik dari kalangan elit parpol maupunpemilih. Partai politik belum mampu medesain dirinya secara utuhantara ideologi, platform, dan sekaligus implementasinya. Tidakjarang antara ideologi, platform, dan pelaksanaannya dalam tindakanpolitik (orientasi pada kebijakan) tidak konsisten, atau bahkan tidakkonsekuen. Sementara pemilih, belum menunjukan perilaku politikyang rasional dan dewasa, karena masih diwarnai perilaku transak-sional, patronase politik, dan ideologis. Ideologi yang sempit, figurpolitik, program karikatif lebih mengena dan dapat diterima ketimbangplatform, program serta orientasi parpol yang sifatnya substansial.Oleh karena itu partai politik yang punya saham ideologis di masyara-kat, punya figur yang kuat, serta kemampuan ekonomi yang memadaiakan tetap survive dalam setiap pemilu. Sebaliknya, partai politik yanghanya mengandalkan jaringan organisasi, tanpa didukung massaideologis yang jelas, figur yang kharismatis, dan dukungan dana yangcukup akan cepat hilang dari peredaran.

Kondisi tersebut juga mendorong munculnya beragam feno-mena yang menghiasi kepolitikan Indonesia pasca reformasi, sepertimaraknya korupsi di lingkungan Dewan, tidak berjalannya sistemorganisasi partai, konflik internal partai, kekerasan politik, pemba-karan atribut, perusakan kantor partai politik, sampai pada deklarasiuntuk secara berjamaah meninggalkan partai politik tertentu.Fenomena tersebut menunjukan kondisi politik yang tidak sehat. Elitparpol yang duduk di dewan merasa tidak punya ikatan denganpemilih, sehingga mereka bisa berbuat apapun, sekalipun merugikanrakyat. Di sisi lain, rakyat merasa di bohongi dengan janji-janji manispada saat kampanye, sehingga ketika melihat perilaku elit yang korupdengan gaya hidup mewah, mereka menjadi sinis dan sekaligus apatis.

Kondisi tersebut di atas berimplikasi pada beberapa hal, antaralain: pertama, Banyak partai yang memperoleh suara signifikan padapemilu 1999 namun akhirnya mengalami kemunduran pada pemilu2004, begitu juga pemilu 2009. Transformasi dalam masyarakat baiksosial maupun politik, mengakibatkan terjadinya perubahan dalamkepentingan yang berakibat pada berubahnya pola afiliasi politik

Page 213: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

213

seiring dengan berubahnya pola kepetingan tersebut. Hal inidisebabkan oleh terjadinya pemudaran ikatan pemilih (de-alignment)pada partai politik, yang ditandai dengan perilaku swing voters. Kedua,terbentuknya pola afiliasi politik baru baik itu yang bersifat naturalmaupun artifisial yang dibuktikan dengan tumbuhnya partai-partaibaru yang mendapat suara signifikan dalam pemilu 2004 dan 2009seperti Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindera,dan Partai Hanura.

Akibat kondisi spikologis massa yang kecewa dengan perilakuelit dan kondisi politik yang tidak berpengaruh pada nasib mereka,muncul fenomena yang menarik, khususnya dalam perilaku voting.Banyak pemilih yang tidak mau datang ke tempat pemungutan suaraketika pemilu dilaksanakan, tingginya swing votes, banyak pemilihyang tidak merasa punya ikatan dengan partai (nonpartisan). Haltersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhipemahaman, pandangan, dan sekaligus Pemahamanan pemilih padapartai politik. Oleh karena itu partai politik, pasca reformasi, tidaklagi dipemahamani secara ideologis, namun juga sudah berkembangmenjadi pemahaman sosial kemasyarakatan dan pemahaman ekonomi.

Selanjutnya dengan adanya perubahan sistem kepartaian dansistem pemilu dan adanya perluasan pemahaman partai oleh pemilihpasca reformasi telah berdampak pada pola hubungan partai danpemilih. Beberapa fenomena yang berkembang terkait dengan perso-\alan hubungan partai dan pemilih di era multipartai : pertama,lemahnya pemahaman ideologi dan sistem nilai partai, hal ini berim-plikasi pada hilangnya perbedaan substansial antara partai satudengan partai lainnya dalam membangun paltform dan programpartai. Padahal ketika ideologi menjadi suatu sistem nilai, seharusnyapunya dampak pada paltform dan program dalam menyelesaikanpersoalan bangsa. Efek dari lemahnya ideologi ini membuat partaimenjadi pragmatis dalam menghadapai setiap pemilu, sehinggaberdampak pada sikap pragmatisme pemilih yang cenderung menjadisuka memilih figur, kedekatan, atau yang banyak uang dan sumba-ngannya.

Kedua, hubungan partai dengan pemilih sudah terjebak padapola hubungan jual-beli/transaksional. Untuk mendapatkan suaradalam pemilu, parpol/caleg membeli suara pemilih lewat uang,

PENUTUP

Page 214: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

214

sembako, kaos, pembangunan mesjid, pembangunan jalan dan lain-lain. Hal ini dilestarikan oleh hubungan anggota dewan dengankonstituennya, yang terhanyut dalam pola politik sejenis pasca Pemilu.Kondisi ini berakibat pada hilangnya peran substansial anggotaDewan sebagai pembuat keputusan politik yang merupakan terjema-han dari aspirasi dan kepentingan pemilih. Anggota Dewan menjaditerpola untuk memberikan bantuan dan sumbangan yang bersifatkaritatif dan berbiaya tinggi. Ketiga, belum terbangunnya suatu kelom-pok kepentingan dan infrastrukturnya yang solid, dimana parpolmenjadi ujung tombak penyaluran aspirasi dan agregasi kepentingan.Keadaan ini membuat partai politik tidak mengetahui suara itu berasaldari kelompok mana, karena infrastrukturnya belum terbangun.Padahal suara dalam Pemilu sendiri merupakan konsekuensi logisdari suatu kesepakatan atau komitmen yang dibangun bersama dalamkomunitas, dimana parpol menjadi ujung tombaknya.

Keempat, parpol menggunakan pemilih untuk kepentinganjangka pendek, dimana parpol memakai pemilih sebagai objekpendulang suara dalam Pemilu, alat legitimasi, alat mobilisasi, tatkalainstrument partai membutuhkan untuk merebut dan mempertahan-kan kekuasaan. Pemilih diposisikan sebagai sub-ordinat untuk meme-nuhi keinginan dan kepentingan politik partai.

Realitas di atas dapat disimpulkan bahwa baik di tingkat supramaupun infra struktur politik telah terjadi perubahan, antara lain:Pertama, pada tingkatan pemilih terjadi perluasan dalam memahamipartai politik. Pemilih tidak lagi mepemahamani partai dalam kontekideologi, namun sudah berkembang pada Pemahamanan sosialkemasyarakatan dan ekonomi. Hal ini ditandai dengan dasar pilihanmasyarakat pada partai politik yang tidak hanya karena Islam atauNasionalis, namun juga karena pertimbangan kedekatan sosial danimbalan ekonomi. Kedua, pada tingkatan partai politik mengalamikehilangan orientasi yang mengakibatkan rendahnya kinerja, dandiperparah oleh berkembang perilaku praktis pragmatis dalam meraihsuara guna mengejar kepentingan jangka pendek berupa lolosthreshold. Hal ini ditandai dengan lemahnya perhatian pada programkaderisasi guna penguatan ideologi dalam tubuh kader, dan lebihmenonjolkan program yang bersifat karikatif dan berbiaya tinggi.Ketiga, makin tidak terkonstruksinya politik aliran dalam pemilu.

Page 215: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

215

Konstruksi politik aliran yang telah sekian lama menghiasi politikIndonesia, dalam perpolitikan era reformasi warna aliran dari pemiluke pemilu makin melemah.

Perluasan Pemahaman PartaiPada pemilu 2004, pemilih yang meninggalkan partai politiknya,

bukan karena semata alasan ideologis, namun juga karena didoronganalasan pragmatis. Akibat kondisi ekonomi dan sinisme politikmasyarakat pada partai dan elit-nya menuntun mereka berperilakupragmatis, mereka akan menjatuhkan pilihan pada parpol mana punyang mampu memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.Sementara pemilih yang masih setia dengan pilihan politiknya,dimana yang Santri masih memilih partai Islam dan yang Abanganmasih memilih Partai Nasionalis, tetap mewarnai kehidupan politik,walaupun dengan kadar yang telah berkurang.

Pilihan partai politik masyarakat tidak hanya berpemahamanideologi dalam arti pilihan sejalan dengan aliran politik, namun adapemahaman lain seperti kesejahteraan ekonomi. Masyarakat memilihpartai karena ada konstribusi secara ekonomi yang diperoleh daripartai atau caleg yang berbentuk uang, sembako, maupun bantuanpembangunan. Selain kedua hal Pemahamanan tersebut, juga tersiratpemahaman lain sebagai manifestasi dari kultur masyarakat desayaitu kultur paguyuban yang menjadi dasar dalam kehidupan sosialmasyarakat. Ikatan keluarga, kelompok, maupun komunitas sangatberpengaruh pada pilihan politik masyarakat. Oleh karena itu, partaipolitik yang menjadi pilihan dalam satu komunitas sosial di satukampung atau desa akan menjadi pilihan individu anggota kelompoksosial tersebut sebagai wujud dari solidaritas kelompok.

Secara garis besar, Pemahamanan pemilih pada partai politikmencakup pemahaman ideologis, pemahaman sosial, dan pemaha-man ekonomi. Varian pemahaman ideologi yang ada dalam masyara-kat pemilih terbagi ke dalam empat hal Pemahamanan partai, yaitualat Perjuangan Islam, Pengejawantahan Keislaman, PembelaanWong cilik, dan Perlawanan Pada Ideologi Penguasa. Pemahamansosial terdiri dari Solidaritas Sosial, Kepatuhan kepada Pemimpin,dan Budaya. Sementara varian pemahaman ekonomi terdiri dariPemberian Uang Tunai, Bantuan Pembangunan.

PENUTUP

Page 216: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

216

Berdasar pada Pemahamanan yang berkembang, pemilih diMalang Raya, dalam menentukan pilihan politiknya sangat ditentukan oleh tiga faktor, yaitu ideologis, sosial kemasyarakatan, danekonomi. Ketiga faktor tersebut saling memperkuat pemilih untukmenentukan pilihan politiknya, namun yang paling dominan adalahfoktor ekonomi, khususnya pada kalangan pemilih yang berstatusekonomi menengah ke bawah yang umumnya dari kalangan Abangandan Santri Tradisional.

Partai Mengejar Kepentingan Jangka PendekKenyataan bahwa masyarakat pemilih, walaupun afilasi politik

berdasar aliran masih eksis (ideologis), namun keberadaannya makinlama semakin terkikis. Di sisi lain, adanya tuntutan untuk memenuhielectoral threshod (1999) atau parliamentary threshod (2004) agar tidaktergusur dalam pentas politik pemilu berikutnya. Hal tersebut menjadipenyebab utama partai politik berperilaku praktis-pragmatis,disamping dorongan dari perubahan dalam sistem pemilu. Dengandemikian ada kecenderungan dikotomi Islam vs Nasionalis, tidak lagikaku karena baik partai Islam maupun Nasionalis sama-samamembidik pemilih Santri maupun Abangan.

Banyak cara yang dilakukan partai politik untuk meraih suaraagar terhindar dari ambang batas (threshold). Salah satu caranyaadalah dengan berusaha melakukan pendekatan kepada pemilih yangsejalan dengan perkembangan Pemahamanan partai sebagai jalaninstan bagi partai untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih,terutama pemahaman ekonomi partai. Walaupun partai politikmerasakan perlunya penguatan ideologis untuk meraih keuntunganjangka panjang, namun hal ini memerlukan waktu lama. Oleh karenaitu hampir semua partai politik, dengan kadar berbeda berusahamelakukan pendekatan dengan cara praktis, termasuk mengaburkanidentitas ideologisnya untuk memenuhi target jangka pendek, yaitumengejar batas minimum perolehan suara.

Fenomena berkembangnya partai politik yang berperilakupraktis pragmatis serta mengaburkan identitas ideologis untukmengambil spektrum pemilih yang lebih heterogen (catch all party),dalam jangka panjang justru akan merugikan partai itu sendiri. Halyang penting bagi partai politik sebenarnya bukan merekayasa

Page 217: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

217

identitas ideologis ke arah abu-abu, melainkan kejelasan platformpartai yang ditrasformasikan ke dalam bentuk program-programpartai yang lebih jelas dan kongkrit. Kenyataan yang terjadi sekarangini adalah inskonsistensi partai politik dalam memperjuangkanaspirasi rakyat. Partai politik yang bernuansa ideologis, tidak haruskehilangan kemampuannya dalam membangun partai yang bersifatprogramatik.

Lebih jauh, partai politik yang berfungsi sebagai agregasi danartikulasi kepentingan, tidak lagi menawarkan platform dan programpartai yang penuh kualitas sebagai produk politik yang akan dijual.Sebaliknya, partai politik lebih banyak terjebak pada kepentinganjangka pendek saat pemilu, berbagai program yang ditawarkan hanyabersifat karikatif dan tidak mendidik. Kalau dilihat dari perspektifrasional sebenarnya masyarakat akan berusaha untuk mencari produkpartai politik yang akan meningkatkan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mereka. Akan tetapi karena rendahnya tingkatkepercayaan masyarakat pada partai politik, masyarakat lebihcenderung mengabaikan produk politik partai yang sifatnya substantif,berupa tawaran program yang berkualitas, dan lebih memilih produkpartai yang sifatnya karikatif.

Pola hubungan partai dengan konstituen sudah terjebak padapola transaksional, sehingga untuk mendapatkan suara dalam pemilu,parpol membeli konstituen lewat uang, sembako, kaos, pembangunanMesjid, pembangunan jalan dan lain-lain. Hal ini dilestarikan olehhubungan anggota dewan dengan konstituennya, yang terhanyutdalam pola politik sejenis pasca Pemilu. Anggota dewan terjebak untukmemberikan bantuan dan sumbangan yang bersifat karitatif danberbiaya tinggi. Hal ini ditenggarai juga sebagai sebuah ketakutandari pimpinan partai politik akan kehilangan dukungan konstituennyasebagaimana yang dikemukakan Feith (1974), “...party leaders wereafraid that their members would desert them if not given sufficient reward...”

Pola Aliran Semakin Tidak TerkonstruksiDalam pemilu 1999, beberapa partai yang dianggap mempunyai

hubungannya dengan pemilih Islam, yaitu PKB, PPP, PAN, PKS, PBB,cukup mendapat dukungan dari pemilih dan PKB mempunyaidukungan pemilih paling besar. Di Malang Raya Partai Kebangkitan

PENUTUP

Page 218: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

218

Bangsa menempati urutan kedua terbesar setelah PDIP yaitu 29,57% untuk Kabupaten Malang, 19,60 % untuk Kota Malang. Sementaradukungan pemilih pada partai Islam lainnya tidaklah signifikan,kecuali untuk PAN yang punya basis pemilih golongan Islam Modernismendapat 10, 53 % di Kota Malang. Sementara di Daerah KabupatenMalang pemilih memberikan suaranya kepada PDI-P sebanyak510.450 pemilih (38,47%) pada pemilu 1999 dan 357.008 pemilih(28,97%) pada pemilu 2004. Kondisi ini, bagi kalangan elit politikdianggap sebagai kenyataan ideologis yang mungkin disamakandengan hasil pemilu 1955 dimana partai Islam memperoleh sekitar40 % suara secara keseluruhan dan partai Nasionalis mendapat 60%,dimana PNI menjadi partai mayoritas nomor satu.

Dalam pemilu 2004, hasil perolehan suara menunjukan bahwasuara partai-partai besar mengalami penurunan drastis. PDIPkehilangan 14% suaranya secara nasional dan harus kalah dari PartaiGolkar. Namun demikian, dominasi PDIP di Malang Raya masih tetap.Di Kabupaten Malang, PDI-P meraih 28,97 persen suara, Partai Golkar16,68 persen suara, dan PKB 25,72 persen suara. Di Kota MalangPDIP meraih 25,84 persen suara, PKB 17,36 persen suara, dan PartaiGolkar mendapat 14,55 persen suara. Sementara di Kota Batu PDIPmemperoleh 18,97 persen suara, PKB, 12,59 persen suara, dan PartaiGolkar mendapat 19,67 persen suara. Bgitu juga dengan PartaiAmanat Nasional (PAN), yang mampu memperoleh suara signifikanpada Pemilu 1999 harus merelakan sebagian konstituennya lari kepartai Lain. Hal ini menurut hasil analisis data yang diperoleh dariKPUD menunjukan bahwa penurunan suara PAN ini diikuti dengankenaikan suara PKS. Secara sederhana dapat dikatakan bahwasebagian konstituen PAN beralih ke PKS.

Fenomena penurunan suara partai pada pemilu 2004, merupa-kan penjelasan dari keberadaan swing votes. Akibat pemilih tidakpunya loyalitas ideologis dengan partai, maka pemilih dapat denganmudah memindahkan dukungan politiknya ke partai lain yang dapatmemenuhi harapan mereka. Lebih jauh, berkembangnya fenomenaswing votes, tidak hanya berpengaruh pada proses pengkaburanpolitik aliran, namun juga berdampak pada munculnya kekuatanbaru pada peta politik kepartaian di Indonesia. Oleh karena itu banyakpartai Islam yang kehilangan pegangan politik sehingga mereka tidak

Page 219: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

219

punya keberanian yang cukup untuk mentranlasikan ideologipolitiknya secara transfaran kepada publik. Demikian sebaliknya,partai Nasionalis tidak punya keyakinan untuk tetap setia memperta-hankan basis tradisionalnya tanpa melakukan ekspansi ke luar.

Dengan demikian memasuki pemilu 2004, akibat adanyaperubahan dalam sistem kepartaian dan pemilu, dan perluasanPemahamanan partai oleh pemilih, pola hubungan yang berbasisaliran sedikit mengalami perubahan. Hasil pemilu 1999 yang cukupkental dengan warna ideologis, pada pemilu 2004 hasil pemilu lebihmencair sebagaimana dibuktikan dari penurunan perolehan suarapartai-partai yang merepresentasikan ideologi seperti PDIP, PKB,PAN, dan Golkar. Pada pemilu 2009, sistem pemilu dengan daftarterbuka murni lebih mendorong partai untuk melupakan labelideologis karena peran caleg lebih dominan dalam upaya meraihsuara. Hasil perolehan suara pemilu 2009 menunjukan adanyaperubahan yang cukup signifikan terkait pola hubungan yang berbasisaliran.

Dari hasil perolehan suara dan kursi di DPRD bahwa padapemilu 1999 pola hubungan berbasis aliran masih terkonstruksi,sementara pada pemilu 2004 konstruksi politik politik aliranmengalami penurunan. Berbeda dengan pemilu 1999 dan 2004, padapemilu 2009, konstruksi pola hubungan partai dan pemilih berbasisaliran sudah sangat melemah, kalau tidak dikatakan hilang.

Pada pemilu 1999, PDIP yang menjadi representasi dari pemilihAbangan, PKB dan PPP yang menjadi representasi dari pemilih SantriTradisional, PAN dan PK representasi dari pemilih santri Modernis,sementara Golkar menjadi representasi dari pemilih Priyayi. Dengandemikian dapat dikatakan bahwa pada pemilu 1999 nuansa ideologismasih kental mewarnai perpolitikan di Malang Raya. Sementara darihasil perolehan suara pada pemilu 2004, menunjukan bahwa politikaliran sudah mulai mengalami pemudaran. Warna ideologis yangberkembang baik itu Nasionalis yang merah, maupun Islam yang hijautidak lagi sepekat pemilu 1999. Hal ini bisa dibuktikan dari penurunansuara dialami oleh PDIP, PKB, PAN maupun Golkar di Kabupatendan Kota Malang.

PDIP, PKB, dan Golkar yang merupakan simbolisasi dari politikaliran tidak lagi menjadi partai dengan perolehan kursi terbesar, pada

PENUTUP

Page 220: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

220

pemilu 2009 dominasi ketiga partai ini tidak terjadi. Beberapa partaimuncul ke permukaan seperti Partai Demokrat, PKS, PAN dan bebe-rapa partai lain, bahkan Partai Demokrat bisa menghentikan dominasiPDIP di Kota Malang yang pada pemilu 1999 dan 2004 menjadipemenangan pemilu di Malang Raya. Partai Demokrat di Kota Malangyang pada pemilu 2004 memperoleh kursi 7 kursi kalah 5 kursi dariPDIP yang memperoleh 12 kursi, pada pemilu 2009 Demokratmemperoleh 12 kursi sementara PDIP 9 kursi.

Implikasi TeoritisDikotomi aliran politik yang dikemukakan Geertz (1960) yaitu

Santri dan Abangan, dalam kehidupan politik, ditransformasikanmenjadi ideologi partai berhaluan Islam dan Nasionalis. Santri yangdikonsepsikan Geertz sebagai kelompok masyarakat yang taat dalammenjalankan ajaran Islam terbagi ke dalam dua varian yaitu kelompoksantri modernis dan kelompok santri tradisional (Jackson, 1984).Kedua varian santri ini, terutama santri yang mempunyai identifikasikesantrian yang kuat (Afan Gaffar, 1992), pilihan politik terhadappartai sangat kental dengan nuansa ideologis, mereka cenderung akanmemilih partai Islam. Walaupun demikian, karena ada perbedaanpemahaman serta kultur keagamaan dari kedua varian santri ini telahmelahirkan perilaku politik yang berbeda walaupun dasarnya samayaitu ideologi Islam. Begitupun mereka yang Abangan, dasar pertim-bangan ideologis dalam memilih partai politik cukup kental. Pemilihabangan umumnya memilih partai yang berhaluan Nasionalis, yangjuga sering dikonsepsikan sebagai partai Sekuler.

Dalam tataran praksis, kosep aliran pada awal pemilu pascareformasi masih menunjukan relevansinya, khususnya di Jawa Timur.Kecenderungan pilihan politik kelompok Santri ke partai Islam danAbangan ke Partai Nasionalis berjalan sebagaimana terlihat dari hasilpemilu baik 1999. Fakta ini dapat dijelaskan dengan konsep identifikasidiri, yang merupakan hasil dari proses panjang sosialisasi dari mulaikeluarga, kelompok, maupun lingkungan (Hyman, 1959). Persoalanyang terjadi pada pemilu pasca 1999, dimana partai-partai yangmemperoleh suara cukup besar dalam pemilu 1999 mengalamipenurunan suara pada pemilu 2004 dan 2009, hal ini berarti bahwaidentifikasi diri pemilih terhadap partai mengalami penurunan.

Page 221: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

221

Pemilu 2009 peran partai tidak begitu menonjol, dan peran identifi-kasi kepartaian menurun atau menjadi kurang signifikan dalammempengaruhi prilaku voting.

Kondisi tersebut salah satunya disebabkan oleh karena lemah-nya komitmen ideologis partai yang tersurat dalam platform partaidan sekaligus menjadi agenda politik partai untuk diperjuangkan.Lemahnya pemahaman ideologi dalam partai berdampak pada modelsolusi persoalan bangsa yang relatif seragam dan tidak ada korelasinyadengan ideologi yang diperjuangkan. Program penyelesaian terhadappersoalan bangsa, hampir tidak menunjukan adanya perbedaan yangsubstansial antara partai satu dengan yang lainnya. Ketika ideologimenjadi suatu sistem nilai partai, cara berpikir dan bertindak dalammenyelesaikan persoalan menjadi ciri khas dari parpol yang membeda-kannya dengan partai lain. Sebagai mana yang dikemukakan olehAnthony Downs (1957), bahwa ideologi politik merupakan himpunanide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakatbekerja, dan menawarkan ketertiban (order) masyarakat tertentutermasuk menawarkan bagaimana mengatur kekuasaan danbagaimana seharusnya dilaksanakan.

Lemahnya ideologi partai berkorelasi pada perilaku politik partaiyang cenderung praktis-pragmatis dalam mensikapi semua persoalanbangsa. Ideologi sebagai the right of conduct dan juga berperan untukmengkritisi ide, gagasan serta program dari partai yang berlainanideologi menjadi mandul. Tidak mengherankan bahwa akhirnyakonstituen menjadi lebih pragmatis juga dan punya kecenderunganmemilih figur, kedekatan, atau yang banyak uang dan sumbangan-nya. Hal ini merupakan ciri dari fenomena yang oleh Nugent (2003)disebut sebagai defisit demokrasi, karena para pemilih lebih suka figurdari pada kemampuan kandidat yang berfokus pada muatan politik.

Perilaku pragmatis tersebut bisa dipemahamani sebagai ketidak-percayaan pada partai politik. Hal itu mendorong masyarakat untukberperilaku nonpartisan, disamping mendorong terjadinya swingvoters, yaitu berpindahnya pilihan partai politik dari satu partai dalampemilu ke partai lain dalam pemilu berikutnya. Apabila hal iniberlangsung terus, maka identifikasi diri pemilih terhadap partai akanmengalami kehancuran. Secara teoritik, kondisi ini dijelaskan olehHarrop sebagai proses dealignmen, yaitu suatu proses memudarnya

PENUTUP

Page 222: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

222

identifikasi kepartaian dari seseorang kepada partai yang telah lamadiikutinya atau sebagai “the wakening of party loyalities.”

Memudaranya dukungan terhadap partai akan berarti hilang-nya suara partai yang bersangkutan. Hal tersebut akan mendorongtumbuhnya partai baru, atau meningkatnya kekuatan partai barusebagai akibat dari bergesernya identifikasi diri partai dari pemilih.Di dalam negara-negara demokrasi liberal, termasuk Indonesia,penomena memudarnya dukungan atau menurunnya identifikasipartai akan menyebabkan berpindahnya pemilih ke partai lain atau/dan terbentuknya partai baru sebagai wadah baru untuk menyampai-kan aspirasinya. Sebagaimana yang terjadi pada pemilu 1999 dan2004, dimana sebagian massa PDIP, PKB, PAN harus hilang danmemunculkan partai politik baru yaitu Partai Demokrat, sementaraPKS pada pemilu 2004, Partai Gerindera dan Partai Hanura padapemilu 2009.

Kenyataan tersebut berimplikasi pada eksistensi, pola-pola aliranseperti model Geertz. Pola hubungan partai dan pemilih di Indonesiapada saat pemilu yang jelas menggambarkan pola aliran, pascareformasi hubungan partai dan pemilih berbasis aliran ini mengalamikekaburan. Hal ini berarti bahwa perilaku politik pasca reformasi tidaklagi bisa dijelaskan dengan hanya memakai konsep politik alirannyaGeertz. Walaupun begitu, konsep aliran politik ini akan tetap menjadikekuatan laten yang akan tetap mewarnai perpolitikan di negara kita.Dengan demikian walaupun konsep aliran masih berperan dalammenjelaskan perilaku politik Indonesia, namun konsep aliran ini harusada penyesuain dengan realitas politik yang berkembang.

Catatan Ke DepanBerdasar hasil yang diperoleh dari penelitian lapangan yang

penulis lakukan di Malang Raya, ada beberapa fenomena yang kurangmendukung bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi. Olehkarena itu penulis merumuskan beberapa saran perbaikan sistem kedepan agar proses demokrasi dapat berjalan baik di Indonesia.Adapun saran-saran yang penulis ajukan sebagai berikut:

Pertama, tampilan ideologis menjadi hal yang sangat pentingbagi suatu partai politik, sebagai suatu platform yang menjadi basisperjuangan politiknya di legislatif dan pemerintahan. Sebab ideologi

Page 223: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

223

partai dianggap sebagai sistem kepercayaan yang menciptakan polatingkah laku politik yang penuh pemahaman sebagai pilihan-pilihanmoral dan filosofis yang relatif koheren dan berpengaruh untukmembangun hubungan individu dengan masyarakat. Juga sebagaiprinsip moral yang menjadi dasar pemakaian kekuasaan, selain sangatmembantu partai untuk memahami sebagian determinan pendapatumum serta merumuskan kepentingan-kepentingan dan pilihan-pilihan politik yang akan diperjuangkan bagi rakyat. Dengandemikian, menjadi penting adanya kejelasan idelogi dalam partaikarena posisi partai akan menjadi jelas dalam ranah penyusunanagenda dan perumusan kebijakan publik. Hal ini juga sekaligusmelaksanakan fungsi melayani masyarakat akan referensi yangmereka butuhkan, disamping dapat mendekatkan aktor atau elitpartai melalui adanya ikatan kesamaan norma di antara mereka danmasyarakat.

Kedua, belum adanya peraturan partai yang mengatur, meng-elaborasi dan mendesain pola mengenai bagaimana membangunhubungan dengan pemilih. Hubungan dengan pemilih menjadibersifat individu dan tidak sistemik. Agar dapat menjamin kontinuitasdukungan pemilih kepada partai, maka partai harus merancang,membangun tradisi dan melembagakan pola hubungan denganpemilih dalam suatu peraturan partai yang komprehensif.

Ketiga, komunikasi parpol dengan pemilih pada umumnyamasih satu arah, yaitu dari parpol kepada pemilih, sehingga desainprogram parpol tidak mencerminkan harapan dan kebutuhankonstituen yang diwakilinya. Oleh karena itu perlu adanya komunikasitimbal balik antara partai dengan pemilih sehingga desain partaimenjadi selaras dengan harapan dan aspirasi dari pemilihnya.

Keempat, sistem multipartai yang berlaku sekarang ini telahmelahirkan kualitas dan kinerja parlemen yang tidak baik dan tidakefisien. Oleh karena itu sistem kepartaian perlu lebih disederhanakanuntuk mendorong Parlemen bekerja efektif. Parliamentary threshold2,5 % yang telah diberlakukan pada pemilu 2009 telah memangkaspartai ikut serta di Parlemen menjadi hanya 9 partai. Pada pemilu kedepan, parliamentary threshold perlu di tingkatkan sampai di atas 5 %agar keberadaan partai di Parlemen lebih sederhana. Dalam rangkamenjamin keselarasan, parliamentary threshold, tidak hanya

PENUTUP

Page 224: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

224

diberlakukan di tingkat pusat, namun juga perlu dilaksanakan ditingkat Daerah (Provinsi, Kota / Kabupaten).

Kelima, sistem pemilu dengan menggunakan proporsional daftarterbuka telah mendorong kompetisi yang tidak sehat baik di internalpartai maupun dengan luar partai. Dalam rangka memenangkanpersaingan, caleg yang diusung partai melakukan segala caratermasuk melakukan character assasination terhadap kompetitor, danjuga melakukan pembelian suara kepada pemilih. Disamping itu,anggota yang dihasilkan dengan sistem daftar terbuka ini justru telahmelahirkan kualitas anggota dewan yang tidak bertambah baik. Agarkondisi ini tidak terus berlanjut, maka perlu adanya peraturan yangdapat menjamin terjadinya kompetisi yang lebih sehat. Disampingitu perlu adanya syarat kapasitas, dan akseptabilitas terhadap calonanggota dewan, selain verifikasi adaministratif yang dilaksanakanoleh KPU.

Keenam, pasca reformasi masyarakat terlalu banyak disuguhidengan pemilu baik legislatif, presiden, gubernur, bupati dan walikota.Kondisi ini telah mengakibatkan pemilih mengalami kejenuhan dalammengikuti pemilu, sehingga menciptakan rendahnya partisipasi dalamsetiap pemilu. Lebih jauh, pemilu dijadikan sebagai ajang carikeuntungan secara ekonomi dari calon yang membutuhkan suaramereka. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk membatasipelaksanaan pemilu dengan cara menyatukan pelaksanaan pemilu,misal pemilu legislatif dilaksanakan berbarengan dengan pemilupresiden, pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Indonesia.

Page 225: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

225

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik ed. (1983) Agama dan perubahan Sosial. Jakarta :Rajawali Press.

Alfian (1989) Muhammadiyah: The Political Behavior of a MuslimModernist Organisation Under Dutch Colonialism. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

—————, (1973) Analisa Hasil Pemilihan Umum 1971, LIPI, Jakarta.—————, dan Nazaruddin Syamsuddin, (1988) Masa Depan

Kehidupan Politik Indonesia, Rajawali Press: Jakarta.—————, 1990, Masalah dan Prospek Pembangunan Politik

Indonesia, Kumpulan Karangan, Jakarta: PT. GramediaAli, Fachry (1994) How State Comes to the People?: the Acehnese and the

New Order State. A Paper presented at the Indonesian Studygroup, Research School of Pacific and Asian Studies, ANU,Canberra, 8 June 1994.

————— (1994) Keharusan Demokratisasi dalam Islam di Indonesia.A paper presented at a seminar held in LIPI by Majelis SinergiKalam, ICMI, Jakarta.

—————, (1996) Pengaruh Aliran Dalam politik Indonesia,unpublished paper.

Alford, Roberth R., (1963) Party and Society, Rand McNally andCompany, Chicago.

Almond, Gabriel and Sidney Verba, (1963) The Civic Culture. NewJersey: Prenceton Univerity Press,

————— (1966) Comparative Politics, A Developmental Approach.Boston: Little, Brown and Company.

Amal, Ichlasul, Dr., (1988) Teori-Teori Mutakhir Partai Politik.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Amstutz, R., Mark, (1982) An Intorduction to Political Science, TheManagement of Conflict. USA: Foreman and Company.

Anderson, Benedict R. O’G., (1990) The Idea of Power in Javanese Power,dalam Benedict R. O’G. Anderson Culture and Politics inIndonesia. Ithaca and London: Cornell University Press.

———, (1990) Language and Power, Exploring Political Cultures inIndonesia. Ithaca and London: Cornell University Press.

Andrews, Mac, Collin, dan Mohtar Mas’ud. (1990) “Perbandingan

Page 226: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

226

Sistem Politik”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Antony Black, (2006) Pemikiran Politik Islam, Terj. Abdullah Ali, Cet,

I, Jakarta.Anderson, B. and Kahin, Andrey (1982) Interpreting Indonesian Politics:

Thirteen Contribution to the Debate. Ithaca : Cornell ModernIndonesian Project.

Arifin, Imron (1993) Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok PesantrenTebuireng. Malang : Kalimasahada Press.

As’ad, M.Z. Widjaja (1991) Elit Agama dan Massa Pemilih dalamPerspektif Budaya Politik. Unpublished MA thesis. Yogyakarta:Gadjahmada University.

Azra, Azyumardi, (2002) Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

—————, dkk. (2004) Pergulatan Partai Politik Di Indonesia, Jakarta:PT. RajaGrafindo.

Barness, Douglas F. (1978) “Charisma and Religious Leadership: AnHistorical Analysis”, Journal of the Scientific Study of Religion, 17(1):1–18.

Barton, Greg and Fealy, Greg ed. (1996, forthcoming) Nahdlatul Ulama,Traditional Islam and Modernity in Indonesia. Centre of SoutheastAsian Studies, Monash University.

Bernard Lewis, (2002) Islam Liberalisme Demokrasi, Terj. Mu’im A Sirry,Cit. I. Jakarta: Para Madina,

Berelson, Bernard R., et.al, (1954) Voting, University of Chicago Press,Chicago.

Binder, Leonard (1959) “Islamic Tradition and Politics: The Kyai and theAlim”, Comparative Study in Society and History, (2): 250–256.

————, et al. (1971) Crises and Sequences in Political Development,New Jersey: Princeton University Press.

Boboy, Max, SH., (1994) DPR RI Dalam Perspektif Sejarah dan TataNegara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor, (1992) Pengantar metoda penelitiankualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-ilmuSosial, (Diterj. Arief Furchan) Surabaya: Usaha Nasional.

Bone and Ranny, (1980) Politics and Voters, Mc. Graw-Hill inc.Illiones.Bourchier and Legge John (editor). (1994) Democracy In Indonesia

1950 and 1990s. Australia: Aristoc press Pty.

Page 227: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

227

Bogdan, R.C. And Taylor, (1992) Introduction to Qualitative ResearchMethods: A Phenomenological Approach to The Social Sciencies.New York: John Wiley & Sons.

Brannen, Julia. (1993) Mixing Methods: Qualitative and QuantitativeResearch. USA:Ashgate Publishing Company.

Bruinessen, Martin van 1994 NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, PencarianWacana baru. Yogyakarta : LKIS.

—————, (1992) Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung :Mizan.

—————, (1995) Kitab Kuning, Pesantren dan tarekat: Tradisi-TradisiIslam di Indonesia. Bandung : Mizan.

Budiarjo, Miriam, (1992) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.Gramedia.

Bulkin, Farchan, (1983) State and Society: Indonesian Politics Under theNew Order (1966-1978). Ph.D. Diss. University of Wahsington,Seattle.

Campbell, Angus, Gerald Gurin, and Warren Miller, (1954) The VoterDecides, Evanston: Row, Peterson and Co.

———, et al., (1960) The American Voter. New York: John Wiley andSons.

———,, et al., (1966) Election and the Political Order, John Willey andand Sons, New York.

Clifford Geertz, (1986) Mojokuto, Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa.Jakarta: Pustaka Grafitipers.

Crouch, Harold. 1978. Patrimonialism and Military Rule InIndonesia. World Politics Vol. 31, No. 4, USA.

________, (1994) Democratic Prospects in Indonesia, in David Bourchier& John Legge (eds.) Democracy in Indonesia, 1950s and 1990s,Clayton, Victoria: Center of Southeast Asian Studies, MonashUniversity, (Monash Papers on Southeast Asia No. 31).

Cumming, Milton, (1956) Congressmen and the Electorate, The Free Press.Czudnowski, Moshe, M. (1976) Comparing Political Behavior, London:

Sage Publication Inc, New York.Dahl, Robert, (1956) A Preface to Democracy Theory. Chicago: University

of Chicago Press.Deliar Noer, (2006) Partai Islam di Pentas Nasional, Cet. I, Bandung:

Mizan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 228: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

228

Dhofier, Zamakhsyari, (1980) The Pesantren Tradition: A Study of theRole of the Kyai in the Maintenance of the Traditional Ideology ofIslam in Java. Ph.D. Thesis, ANU, Canberra .

Dhofier, Zamakhsyari, (1982) Tradisi Pesantren: Studi tentangPandangan Hidup Kyai. Jakarta : LP3ES.

Dankwart, A., Rustow, Transition to Democracy. To Ward To DynamicModel, Comparative Politics Vol. 2. No. 3: 337-363.

Deutch, Karl, W. (1961) “Social Mobilization and Political Development”.American: Science Review, LV.

Dhakidae, Daniel, (1999) “Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi,Strategi dan Program”. Dalam Tim Penelitian Litbang Kompas(editor). Edisi Pemilihan Umum. Jakarta: Litbang Kompas.

Diamond, Larry, (2003) Developing Democracy, Toward Consolidation,terjemahan. Yogyakarta: IRE Press.

————, (1966) Political Opposition in Western Democracies. NewHaven: Yale University Press.

Dalton, Russel J., (1988) Citizen Politics in Western Democracies: PublicOpinion and Political Parties in the United States. Great Britain,Chatam House, West Germany, and France, Chatam, NJ.

Denver, David,. 1989 Election and Voting Behavior in Britain. London:Philip Allan Published.

Dhakidae, Daniel, (1981) Partai Politik Dan Sistem Kepartaian DiIndonesia, Dalam Prisma 12 Des., LP3S.

Dreyer, C., Edward and Rosenbaum, A., Walter, (1976) PoliticalOpinion and behavior, Essay and Studies (Third Edition),Wadsworth Publishing Company, Inc. California.

Down, Anthony, (1957) An Economic Theory of Democracy, Harverand Brothers.

Drijarkara, N., (1978) Percikan Filsafat, Jakarta: Pembangunan Jaya.Easton, David, (1953) The Political System. Yew York: Alfred A KnoptEchols, J.M. and Shadily, Hassan (1975) An English Indonesian

Dictionary. Ithaca, London : Cornell University Press.Effendy, Bahtiar (1998) Islam dan Negara:Tranformasi Pemikiran dan

Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina.Emerson, D.K., (1978) The Bureaucracy in Political Context: Weakness

in Strength”. In Jackson, Karl D and Pye, Lucian ed., PoliticalPower and Communication in Indonesia. Los Angeles : University

Page 229: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

229

California Press.Emmerson, Donald K., (1976) Indonesia’s Elite: Political Cultural and

Cultural Politics, Ithaca: Cornell Univeersity Press.Eriyanto, (1999) Metodologi Polling, Memberdayakan Suara Rakyat,

Bandung, PT Rosdakarya Offset Bandung.Eulau, Heinz, (1965) The Behavior Persuation in Politics, New York:

Random House, New York.Fajar, Mukti, (2008) Partai Politik Dalam Perkembangan Sistem

Ketatanegaraan Indonesia, Malang: In-TRANS Publishing.Farrel, M. David, Comparing Electoral Syatem, London: MacMillan

Press Ltd., 1997.Farganis, James, (2000) Reading In Social Theory, The Clasic Tradition

to Post-Modernism, USA:The McGraw-Hill Companies, Inc.Fathoni, Khoerul and Zen, Muhammad (1992) NU Pasca Khittah:

Prospek Ukhuwwah dengan Muhammadiyah. Yogyakarta : MediaWidya Mandala.

Feith, H., (1970) “Introduction”. In Feith and Castle, Lance ed.Indonesian Political Thinking, 1945–1965. Ithaca : CornellUniversity Press.

————, (1978) The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia,Ithaca and London: Cornell University Press.

————, (1957) Indonesian Elections of 1955, Modern Indonesia ProjectSoutheast Asia Program, Ithac, New York:Cornell niversity.

Fisher, Michael M.J., (1980) Iran: From Religious Dispute to Revolution.Cambridge : Harvard University Press.

Flaniagan, H. W., (1968) Political Behaviro of the American Electorate,Boston: Allyn and Bacon.

Fox, James J., (1991) “Ziarah Visits to the Tombs of the Wali, theFounders of Islam on Java”. In Ricklefs, M.C. Islam in theIndonesian Context. Clayton, Victoria : Centre for Southeast AsianStudies, Monash University.

Fox, James J. and Dirjosanjoto, P., (1989) “The Memories of VillageSantri from Jombang in East Java”. In May, R.J. and O’Mallay,William J. ed. Observing Change in Asia. Bathurst : CrawfordHouse Press.

Friedrich, Carl J. 1961 “Political Leadership and the Problem of theCharismatic Power”, The Journal of Politics, No. 1 February: 3–24.

DAFTAR PUSTAKA

Page 230: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

230

Finer, E., S. (1970) Comparative Government, An Introduction to the Studyof Politics. New York: Allen Lane The Penguin Press.

_________, (1985) Comparative Government. New Zealand: PenguinBooks.

Finkle L., Jason and Rachard W. Gable, (1971) Political Developmentand Social Change (second edition), John Wiley & Sons, Inc.Canada.

Flanagan, Scoot, C. et.al., (1991) The Japanese Voters. New York: YaleUniversity Press.

Free, Lioyd A. and Hadley Cantril, (1968) The Political Beliefs ofAmericans. New York: Simon and Schuster.

Gaffar, Afan, (1992) Javanese Voters, A Case Study of Election UnderParty a Hegemonic Party System. Yogyakarta Gadjah MadaUniversity Press.

Geertz, Clifford, (1960) The Religion of Java. Glencoe : The Free Press.————— Clifford, (1959) “The Javanese Kyai: The Changing Role

of a Cultural Broker”, Comparative Studies in Society and History,(2): 250–256.

—————, Clifford, (1965) The Social History of an Indonesian Town.Cambridge, Massachusets : MIT Press.

—————, Clifford, (1981) Abangan, Santri, Priyayi Dalam MasyarakatJawa, Jakarta: Pustaka Jaya

Gellner, Ernest, (1969) Saints of the Atlas. London : Weidenfeld andNicolson.

Gilsenen, Michael, (1973) Saint and Sufi in Modern Egypt: An Essay inthe Sociology of Religion. Oxford Monograph on Social Anthropology.

Greenstein, Fred J., (1969) Personality and Politics. Chicago: MarkhamPublishing.

Haidar, M Ali 1994 Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: PendekatanFikih dalam Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hammond, J.L., (1979) The Politics of Benevolence: Revival Religion andAmerican Voting Behaviour. Norwood : Ablex PublishingCorporation.

Haryanto, (1984) Partai Politik Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Liberty.Hague, Rod, Martin Harrop and Shaun Breslin. 1992. Political Science,

A comparative Introduction. Great Britain: The Macmillan PressLTD.

Page 231: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

231

Harrop, M. And William L.M., (1987) Election and Voters, London:The McMillan Press.

Hefner, Robert W., (1987) “Islamizing Java?: Religion and Politics inRural East Java”, The Journal of Asian Studies, 46(3): 533–553.

Heijer, Johannes den, (1992) A Guide to Arabic Transliteration:Comparative Transliteration Tables and a List of Selected ArabicTerms Related to Islamic Studies. Jakarta : INIS.

Heywood, Adrew , (2000) Key Concepts In Politics:London, MacMillanPress LTD

Hill, Michael, (1973) A Sociology of Religion. Hampshire : Avebury.Hidayat, Komarudin dan Yudhie Latif, (2004) Manuver Politik Ulama.

Yogyakarta: Jalasutra.Huntington, Samuel P., (1983) Tertib Politik di Negara Yang Sedang

Berkembang. Cetakan I dan II, Jakarta: CV. Rajawali .________, (1991) The Third Wave, Democratization in The Late Twentieth

Century. Norman and London: University of Oklahoma Press.________, (1995) “Gelombang Demokratisasi Ketiga”. terjemahan,

Jakarta: PT. Intermasa.Husserl, Edmund, (1965) Phenomenology and the Crisis of Philosophy,

New York: Harper & Row, Publishers, Inc.——————, (1970) The Crisis of European Sciences and Transcendental

Phenomenology (Translated by: David Carr), Evanston:Nortwestern University Press.

——————, (1976) Ideas, General Introduction to Pure Phenomenology,(translated by: W.R. Boyce Gibson), London: Routledge & KeganPaul.

Hyman, Herbert H., (1969) Political Socialization. Yogyakarta: CollierMcamillan Canada, Ltd.

Imawan, Risranda, 2004, Partai Politik Di Indonesia: Pergulatan HatiMencari Jati Diri, Pidato Pengukuhan Guru Besar,Yogyakarta, UGM

Jackson, Karl D., (1973) Traditional Authority, Islam and Rebellion.Berkeley : University of California Press.

————, dan Lucian, W. Pye, (1978) Political Power and Communicationin Indonesia, London, University of Californis Press.

Jenkins, D., (1984) Suharto and His General: Indonesian Military Politics1975–1983. Cornell Modern Indonesian Project.

DAFTAR PUSTAKA

Page 232: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

232

——————, (1978) Political Power and Communication in Indonesia.London: University of California Press.

——————, (1980) Traditional Authority, Islam and Rebellion.Berkeley: University of California Press.

Jaros, Dean (1974) Explaining the Political Behavior of Individual: Groupor Social Factors, Dean jaros, Political Behavior, Choices andPerpective, St Martin’s Press, New York.

Jenning, M. Kent and L. Harmon Zeigler, eds., (1966) The ElectoralProsess, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, N.J.

J.C Wahlke, dkk, The Legislative System, New York, 1962 dalam Prof.Dr. A. Dalam Hoogerwerf, Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Erlangga, 1983.

Kartodirdjo, Sartono, (1973) Protest Movement in Rural Java: A Studyof Agrarian Unrest in the Nineteenth and Early Twentieth Century,Kuala Lumpur : Oxford University Press.

Kazhim, M. dan Alfian Hamzah, (1999) Lima Partai Dalam Timbangan,Bandung: Pustaka Hidayah.

Key, Jr., V.O., (1958) Politics, Parties, and Pressure Groups, New York:Vail-Ballou Press.

—————, (1966) The Responsible Electorate, Belknap Press of HarvardUniversity Press, Cambrige, Mass.

Kompas, 2004, Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program,Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Kristiadi, Joseph, (1994) Pemilihan Umum dan Pemilih, Desertasi DoktorDi Universitas Gadjah Mada.

Lane, Robert E., (1959) Political Life, The Free Press, New York.Langton, Kenneth P., (1969) Political Socialization. New York: Oxford

University Press.Lazarsfeld, Paul, Berbard Berelso, and Hazel Gaudet, (1944) The People

Choice. New York: Columbia University Press.—————, (1962) Political Ideology. New York: The Free Press.—————, (1969) Political Thinking and Consciousness. Chicago:

Markham Publishing.Lev, S. D., (1966) The Transition to Guide Democracy: Indonesian Politcs,

1957-1959, Monograph Series, Modern Indonesian Project, NewYork: Cornell University.

Page 233: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

233

Liddle, W.R., (1978) Participation and the Political Parties. In Jackson,Karl D and Pye, Lucian ed. Political Power and Communication inIndonesia. Berkeley : University of California Press.

—————, (1978) The 1977 Indonesia Election anf New Orde Legitimasy,Southeast Asian Affair (Singapura: Institute for Southeast AsiaAffair Asia Studies, 1978.a)

—————,(1974) “Power, Participation and The Political Party inIndonesia”, Center for International Studies, MIT,.

—————, 1992. “Sungai Budaya. Tempo. 12 April.Lipset, Saymore M., (1960) Political Man, Garden City, N.Y.:Doubleday

and Company,———— and Stein Rokkan, (1967) Party System and Voter Alignments:

Cross National Perspectives. New York: The Free Press.Liddle, William, R., (1994) Soeharto’s Indonesia: Personal Rule and

Political Institutions. Leirissa, RZ.. PRRI Permesta. Jakarta: Grafiti.Pers.

Mackenzie, W J M, (1978) Political Indentity. New York: As. Martin’sPress.

Mackie, J.A.C., (1990) “Property and power in Indonesia”, dalamRichard Tanter dan Kenneth Young, The Politics of Middle CalssIndonesia, Clayton: Center of Southeast Asian Sutdies, MonashUniversity.

Mas’oed, Mohtar, (1989) Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru1966 - 1971. Jakarta: LP3ES.

Mintadireja, S., M., (1971) Masyarakat Islam dan Politik Indonesia,Djakarta: Permata Djakarta.

Mochtar, Hilmy, (1989) Dinamika Nahdlatul Ulama: Suatu Study tentangElite Kekuatan Politik Islam di Jombang Jawa Timur. UnpublishedMA thesis, Gadjahmada University, Yogyakarta .

Moelang, Lexy, J. (1991) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, Yahya, dan Andrews, Mac Colin. (1985) Masalah-MasalahPembangunan Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mujani, Saeful, (2007) Muslim Demokrat, Islam, Budaya Demokrasi, DanPartisipasi Politik Indonesia Pasca Demokrasi, Jakarta: PT GramdiaPustaka Utama.

DAFTAR PUSTAKA

Page 234: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

234

Mulkan, M. A. (1988) Perubahan Perilaku Politik dan PolarisasiUmmat Islam, Dalam Prespektif Sosiologis, Jakarta: CV.Rajawali.

Neill Nugent, (2003) The government and Politics of the European Union,Edisi ke-5, Hampshire: Palgrave MacMillan

Nimo, Dan, (1970) The Political Persuades, Tokyo: Prentice-Hall.Nurjaman, Asep, (1998) Kepolitikan Orde Baru Dalam Prespektif

Struktural Dan Kultural, Malang: UMM Press.O’Donnel, Gulilermo, (1978) Reflection on the Paterns of Change in the

Bureaucratic Autnoritarian State”, Latin American ResearchReview, 8.

Palma, Di., (1990) To Craft Democracies, An Essay on DemocraticTransitions Berkeley. Los Angelo

Pomper, Gerald, (1966) Politics: Essay and Reading, USA: Rinehart andWinston, Inc.

—————, (1975) Voter’s Choice: Varieties of American ElectoralBehavior. New York: Dodd, Med Company.

Pool, Ithiel de Sola, Robert Abelson, and Samuel Popkin, (1964)Candidates, Issues, and Strategies. Cambrige: The M.I.T. Press..

Ramage, E. Douglas, (1995) Democracy, Islam and the Ideology ofTolerance. London and New York: Routledge.

Ranney, Austin, (1962) Essay on the Behavioral Studi of Politics. Urbana:University of Illiois Press.

Ricklefs, M. C., (1981) A History of Modern Indonesia. London:Macmillan.

Ritzer, George, (1985) Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,Saduran. Alimandan. Jakarta: CV. Raja Wali.

Rose, Ricard dan Ian Mc. Allister, (1990) The Loyalities of Voters: ALife Time Learning Model, Sage, London and Newburry Park,CA.

Rush, M. And Phillip A., (1986) Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta:CV. Rajawali.

Samuel, And Joan M. Nelson, (1976) No Easy Choice: PoliticalParticipation In Developing Countries, Harvad University Press,USA.

Samson, Allan A. (1978) Conception of Politics, Power, and Ideologyin Contemporary Indonesian Islam. In Jackson, Karl D and

Page 235: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

235

Pye,Lucian ed. Political Power and Communication in Indonesia.Berkeley : University of California Press.

Sartori, Geovanni, (1959) Parties and Party System, A Framework foanalisys. New York: Cambridge University Press.

Smith, D.E. (1971) Religion, Politics, and Social Change in the Third World.New York: Free Press.

Suhardjo, Achmad 1991 Kemerosotan Perolehan Suara PPP Pada Pemilu1987, Studi Kasus di Kabupaten Jombang. Unpublished MA Thesis,Gadjahmada University, Yogyakarta .

Sukamto, (1992) Kepemimpinan Kiai dan Kelembagaan Pondok Pesantren.Unpublished MA Thesis, Gadjahmada University, Yogyakarta.

Sundhaussen, (1978) “The Military: Structure, Procedures and Effectson Indonesian Society”. In Jackson, Karl D. and Pye, Lucianed., Political Power and Communication in Indonesia. Berkeley :University of California Press.

Sherman, Arnold, K. dan Aliza Kolker, (1987) The Social Bases of Politics.California: Division of Worswath.

Shin, Hwan, Yoon. 1989. Desmitisfying the Capitalist State: PoliticalPatronage, Bureaucratic Interests, and Capitalists-In-Formation inSoeharto’s Indonesia. A Dissertation.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, (1989) Metode PenelitianSurvey. Jakarta: LP3ES.

Silalahi, Harry Tjan, (1977) The 1977 General Election: The Result andThe Role of Traditional Authority Relations in Modern IndonesianSociety, Indonesian Quarterly, Vol. V, No. 3.

Siregar, A. (penyunting), (1985) Pemikiran Politik dan Perubahan Sosial,Seri Pemikiran Politik 1, Jakarta: CV. Akademi Pressindo.

Surakhmad, Winarno, (1989) Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah,Dasar Metode Teknik. Bandung: TARSITO.

Surbakti, Ramlan, (1992) Memahami Ilmu Politik. Indonesia: GramediaWidya Sarana.

Sulistyo, Hermawan, (2000) Palu Arit Di Ladang Tebu: SejarahPembantaian Massal yang Terlupakan (1965-1966). Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.

Soemargono, Soejono, (1988) Filsafat Abad 20, Yogyakarta: PT. TiaraWacana.

DAFTAR PUSTAKA

Page 236: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

236

Syamsuddin, D. (editor). (1990) Muhammadiyah Kini dan Esok,Jakarta: Pustaka Panjimas.

Thohari, Hajriyanto Y., (2002) Kepemimpinan Nasinal, AntaraPrimodialisme dan Akuntabilitas, dalam Maruto MD dan AnwariWMK, (editor), Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat,Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, Pustaka LP3ESIndonesia, Jakarta.

Thomson, John B., (1981) Critical Hermeneutics, A Study in the thoug ofPaul Ricoeur and Jurgen Habermas, New York: CambridgeUniversity Press.

Viorina, Morris F. (1978) Restrospective Voting in American NationalElection. Edward Brother Inc.

Ward, K.E. (1974) The 1971 Election in Indonesia: An East Java CaseStudy. Monash Paper on Southeast Asia No. 2. Melbourne :Centre of Southeast Asian Studies, Monash University.

Weber, Max, (1976) The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.London : Allen & Unwin.

Wilson, Bryan, (1983) Religion in Sociological Perspective. New York :Oxford University Press.

Willner, Ann Ruth, (1984) The Spellbinders: Charismatics Politicalleadership. Yale: Yale university Press.

Woshinsky, A., Oliver H., (1995). Culture and Politicas, Introductionto Mass and Elite Political behavior, Prentice Hall, EnglewoodCliffs, New Jersey.

Sumber Lain:

KPUD Kabupaten Malang, Rekapitulasi Hasil pemilu 1999 dan 2004.KPUD Kota Malang, Rekapitulasi Hasil pemilu 1999 dan 2004.KPUD Kota Batu, Rekapitulasi Hasil pemilu 1999 dan 2004.Kompas, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008.Jawa Pos 2004, 2005, 2006, 2007, 2008Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2002 Tentang Partai PolitikUndang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD,

DPRD.Undang-Undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden

Page 237: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

237

Index

AAbangan 4, 6, 7, 8, 10, 11, 18, 20, 39,40, 59, 66, 67, 68, 69, 72, 74, 83,84, 88, 89, 93, 97, 98, 99, 112, 120,122, 123, 129, 143, 145, 146, 154, 159,162, 163, 166, 173, 179, 180, 182, 183,184, 185, 186, 190, 216, 219, 220Abdurahman Wahid 33, 34, 94, 181Abikoesno Tjokrosoejoso 31ABRI 102, 148Afan Gaffar 143, 184, 220Agnelia Sondah 158Agung Laksono 24Ahmad Sumargono 28Akbar Tandjung 110Akbar Tanjung 165Al-Irsyad 164Alwi Sihab 27Amien Rais Amin Rais 26, 33, 38, 65, 116, 126,

147, 165, 173, 181Ampelgading 45, 47Andre Prana 79Anis Baswedan 4Anthony Downs 89, 221Arab 11Arek 12, 13, 14, 15, 16, 17Arudji Kartawinata 31Authoritarian 43Ayu Sutarto 12Azymardi Azra 66

BBali 14Bamus 68Bantur 45, 47Banyuwangi 14Baswedan 5Bedoyo Keraton 15Bell 73Blambangan 14Blessing indisguise 44

Blimbing 49, 50, 51Blitar 15, 16Boimin Nur Suhandri 195Bojonegoro 14, 15, 42Bondowoso 14Bromo 14Budi Hardjono 156Bugis Makasar 11Bululawang 45

CCastles 29Catchall party 73, 74, 137, 193, 194, 198,

216Character assasination 224Chozin 71Cina 11, 16civic disangegament 175Clifford Geertz 3, 6, 66, 123, 182Closed list 62

DDampit 45, 47, 48Darul Islam 179Darul Komar 78Dau 45, 46Demokra 22Demokrat 22, 29, 37, 38, 47, 49, 50,60, 61, 77, 79, 80, 84, 108, 109, 116,121, 122, 126, 127, 129, 138, 147, 152,153, 155, 157, 158, 166, 167, 175,177, 178, 184, 213, 220, 222Dhakidae 29Dibaan 17, 19Diyah Pitaloka 158Donomulyo 45, 47, 48Drs. H. Nurrudin Huda 82Dwight King 4

EEdi Sudrajat 23Eep Saefulloh Fatah 139

INDEX

Page 238: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

238

Eko Patrio 158Electabilitas 79Electoral threshold 47, 71, 165, 166,193, 216Endang 80Erich Fromm 136

FFatayat 188Feith 29, 30, 217Floating mass 43

GGedangan 45, 47Geertz 5, 7, 8, 18, 20, 30, 84, 88,89, 126, 129, 143, 162, 180, 184, 220, 222Gerinda Gerindera 22, 28, 29, 38, 159, 213, 222Gerrtz 64GOLKAR 36Golkar 20, 21, 22, 23, 24, 28, 30, 37,38, 39, 43, 46, 47, 49, 50, 58, 59, 60,61, 64, 65, 69, 77, 79, 80, 83, 84, 95,102, 104, 105, 108, 109, 110, 120, 121,123, 124, 125, 127, 128, 129, 130, 138,139, 143, 144,148, 149, 150, 151, 152,156, 158, 161, 163, 164, 165, 166, 167,172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 182,183, 184, 187, 195, 196, 205, 211, 218, 219Gondanglegi 45Grassroot 171Gresik 16Gus Dur 24, 27, 29, 33, 38, 67, 94,106, 116, 126, 147, 157, 160, 173, 181, 187,188, 196, 201

HH. Fujianto 109Habibie 156Hague 136Hamba–kawula 18Hamzah Haz 28Hanura 22, 29, 38, 80, 159, 213, 222Harrop 221Hartono 23

Hasyim Muzadi 198Hatta Rajasa 27Hidayat Nur Wahid 62Hidayat Nurwahid 26, 79HMI 23

II Ketut Putra Erawan 72Ichlasul Amal 114Icuk Sugiarto 158Ikang Fauji 158incumbent 82, 130, 168Indra J. Piliang 158IPKI 37IPNU 188Ishom 79Iskaq Tjokrohadisuryo 36Isya Anshari 9

JJabung 45Jakarta 28Jamus 68Jawa 13, 14, 15Jawa Pos 197Jember 14, 16Jepang 140Jombang 16Junrejo 80, 125Jusuf Kalla 24, 110

KK.H. Hasyim Ashari 94K.H. Hasyim Asyari 188K.H. Hasyim Muzadi 189Kali Brantas 13, 16Kalipare 46Kalipere 45KAMI 34Karangploso 45, 46Karl D. Jackson 8, 179, 189Kasembon 48Kediri 15, 16, 42Kedungkandang 50, 51, 93

Page 239: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

239

Kepanjen 45Kesambon 45, 46KH. Hasyim Asyari 173Klojen 49, 50Komunis 29, 36, 41Komunisme 29, 30Komaruddin Hidayat 67Konservatif 93, 187, 201Kopasus 28Kristen 4, 67, 69, 70, 90, 199Kromengan 45, 46, 48Kuda tuli 24Kuntowijoyo 13Kyai 17, 19, 20, 21, 71, 104, 105, 106,120, 152, 160, 187, 188, 189

LLamongan 15Lawang 45, 154Liddle 5Lowok Waru 52Lowokwaru 49, 50, 51, 93, 109, 198Lumajang 14

MM. Yudhie Haryono 67Madiun 15, 42, 158Madura 11, 12, 13, 14, 21, 42Magetan 15, 158Magis-religius 18Majapahit 16Malang Pos 197Marginal turnover 75Marhaen 156Marhaenis 72Marhaenisme 67, 68, 121Mark N Hagopian 114Marxis 6MASYUMI 31Masyumi 8, 26, 28, 29, 30, 31, 32,34, 36, 39, 41, 42, 118, 124, 126, 128,156, 161, 165, 179, 203Mataram 14, 15, 16Mataraman 12, 13, 14, 15, 21

Matori Abdul Jalil 27Megawati 22, 24, 25, 28, 29, 96, 97,100, 116, 123, 147, 161, 173, 186, 194, 201Miing 158Mintzberg 136Moderat 75, 93moderate pluralism 57Modernis 3, 8, 10, 26, 28, 33, 35, 39,42, 47, 58, 59, 67, 84, 88, 90, 91,92, 93, 120, 124, 125, 126, 127, 140,161, 162, 165, 173, 179, 180, 182, 183,184, 197, 218Mohammad Hatta 31Mohammad Natsir 36Mojokerto 16Monolitik 43Mordenis 83Muhaimin Iskandar 27Muhammadiyah 3, 10, 26, 27, 28, 31,34, 38, 65, 83, 90, 91, 92, 105, 106,126, 127, 128, 129, 141, 142, 152, 164,173, 179, 181, 187, 188, 201, 202, 203MUI 66Mujani 5Multimember constituency 62Murba 37

NNabi Muhammad 90Nangru Aceh Darussalam 211Nasakom 29, 32Nasionalis 4, 11, 18, 20, 21, 29, 30,31, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42,64, 67, 68, 69, 70, 72, 74, 75, 76,77, 83, 89, 111, 112, 120, 122, 123, 125,126, 154, 159, 160, 161, 162, 173, 176,181, 183, 192, 193, 194, 199, 215, 216,218, 219Nasionalis-Religius 23, 155Nasionalisme radikal 29, 30Neo-patrimonial 18Ngajum 45, 46Nganjuk 15, 158Ngantang 45, 46Ngawi 15

INDEX

Page 240: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

240

NKRI 71, 150NU 3, 10, 11, 21, 26, 28, 29, 30, 31,32, 33, 34, 36, 37, 39, 41, 42, 44, 65,71, 83, 88, 94, 95, 106, 118, 124, 125,126, 127, 128, 156, 157, 158, 160, 161,174, 181, 186, 188, 196, 198, 201Nugent 221Nurjayanti 80

OOligarki 200Open list system 62Ortodok 179

PPacitan 15Pagak 45, 47, 48Pagelaran 45Pakis 45Pakisaji 45, 46, 48PAN 21, 22, 26, 28, 33, 34, 35, 38,39, 47, 49, 50, 58, 59, 61, 64, 65, 66,67, 75, 77, 78, 79, 83, 84, 91, 105,106, 109, 116, 117, 118, 119, 123, 125,126, 127, 128, 129, 131, 147, 156, 158, 161,165, 172, 175, 176, 177, 178, 181, 182,187, 201, 202, 203, 217, 218, 219, 220,222Pancasila 30, 33, 38, 40, 47, 66, 70,91, 92, 94, 117, 183, 201Pandalungan 12, 13, 14, 21Pare 16Parkindo 36, 37Parliamentary threshod 216, 223Parmusi 32, 37Partially constructed 175Partindo 30Pasuruan 14patrimonial 19Patron 19Patron-clien 19PBB 22, 28, 30, 34, 35, 39, 49, 72,75, 77, 84, 117, 125, 126, 128, 156,165, 178, 182, 203, 217

PBN 123PBR 35, 75PDI 28, 36, 43, 44, 58, 143, 211PDIP 4, 11, 20,, 21, 22, 24, 25, 30,38, 39, 45, 46, 49, 59, 60, 61, 65, 66,68, 69, 70, 72, 74, 75, 77, 79, 80, 82,83, 84, 92, 96, 97, 98, 99, 101, 102,105, 106, 108, 109, 111, 113, 116, 121, 122,124, 125, 127, 128, 129, 130, 138, 147,153, 154, 155, 156, 158, 161, 163, 164,165, 167, 168, 172, 173, 176, 177, 178,184, 195, 196, 198, 199, 201, 205, 218,219, 220, 222PDS 49, 66, 70Pendem 80, 125Persis 164PERTI 32Perti 37Pesantren 17, 19, 20, 104, 105, 108Piagam Jakarta 40, 91, 92PIB 80PK 34, 125, 126PK Sejahtera 21PKB 21, 22, 27, 28, 33, 34, 35, 38,39, 45, 46, 47, 49, 58, 59, 60, 61,65, 67, 70, 71, 75, 77, 83, 84, 87, 88,94, 95, 96, 105, 108, 109, 116, 117, 118,119, 120, 125, 126, 127, 130, 138, 147,151, 152, 156, 157, 158, 160, 162, 164,165, 167, 172, 173, 174, 175, 176, 177,178, 181, 182, 184, 187, 188, 189, 196,205, 217, 218, 219, 222PKI 29, 30, 36, 39, 40, 41, 42, 43, 157PKNU 35, 66, 158, 159PKP 23, 37PKPB 23PKS 22, 25, 26, 28, 33, 34, 35, 47,50, 61, 62, 66, 72, 75, 77, 79, 82, 84,91, 116, 119, 126, 128, 141, 147, 151,152, 163, 166, 167, 175, 177, 178, 182,184, 187, 188, 196, 197, 201, 202, 203,217, 218, 220PKU 34, 174Pluralisme 58, 61, 75Plurality-majority 63

Page 241: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

241

PMI 179PMII 188PNBK 37, 68, 80, 121PNI 24, 29, 30, 35, 36, 37, 39, 40,41, 42, 97, 161, 218PNU 34, 35, 174Poncokusumo 45Ponoragan 12Ponorogo 158Populis 72Potehi 16PPNU 182, 187, 189PPNUI 35PPP 21, 22, 24, 28, 32, 34, 35, 36, 37,39, 43, 44, 47, 49, 58, 59, 65, 66, 70,71, 72, 75, 77, 84, 94, 95, 108, 109, 117,119, 125, 126, 143, 149, 156, 158, 160,162, 165, 173, 178, 182, 187, 189, 196,211, 217, 219PPTI 32Prabowo 28, 29Prabowo Subianto 38Pratikno 176Prawiroatmojo 13PRD 30, 123Primordialisme 211Primus 158Priyayi 4, 6, 7, 20, 39, 59, 64, 66,84, 89, 126, 143, 162, 179, 182, 219Probolinggo 14, 16Prof, Kaprawi, SH 78Prof. Dr. Gayus Lumbuun 82Proportional list 62Proportional open list 78, 81Propotional closed list 78PSI 30PSII 31, 34, 37PSII 1905 34PUI 34Pujon 45, 46

RR. William Liddle 120Religio-sosial 30

Religius 67, 69, 70, 76, 77, 120, 176Riau 62Riswanda Imawan 72, 73, 74, 138Romawi 90Run-off majority 63

SSaefullah Yusuf 27Saiful Mujani 4Saleh Djasit 62, 79Samin 12, 14Sandur 17Santri 4, 6, 7, 8, 10, 11, 17, 18, 20,39, 66, 67, 68, 69, 74, 83, 84, 88,90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 99, 103,105, 111, 120, 122, 123, 126, 127, 129,140, 145, 146, 152, 159, 160, 163, 164,165, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185,187, 189, 190, 197, 201, 203, 215, 216,219, 220Sartono 36Sartono Kartodidjo 104SBY 22, 23, 25, 29, 155, 157, 166, 167Sekuler 67, 68, 70, 76, 120, 121Shock therapy 198Sidoarjo 16Simple majority 62Singosari 45, 47, 154Siti Nurjanah 80Situbondo 14Social cleavages 89Soeharto 23, 24, 26, 28, 29, 117Soekarno 24, 29, 30, 36, 97, 156,160, 161, 194Soekarnois 72Soeryadi 100Soetrisno Bachir 26Soleh 83Sosial Demokrat 67Sosialisme 30Sosialisme 30, 75Sosialisme demokratis 29Sosio-religi 184Sri Rahayu 82, 155

INDEX

Page 242: ansor-lamongan.com fileansor-lamongan.com

POLA HUBUNGAN PARTAI DAN PEMILIH

242

Srimulat 16Stambus accord 62Strong Abangan 184Subur Triono 79, 157Suhadi 144Sukun 49, 50, 51Sulawesi 156Sumbermanjing Wetan 45, 47Sumberpucung 45, 46Sunaryo 36Sunda 11Suni 126Sunni 90Supeni 156Surabaya 16, 42Surakarta 12, 15Suryadarma Ali 28Suryadinata 30Swing votes 60, 177, 218, 213Syaodah 80Syiah 90

TTajinan 45Talk show 197Tantowi Yahya 158Tengger 12, 14Tirtoyudo 45, 47Tjipto Mangunkusumo 36Tradisiona 152Tradisional 10, 18, 20, 21, 28, 39, 44,52, 67, 71, 83, 88, 93, 94, 95, 96,105, 107, 111, 119, 123, 126, 127, 149,152, 160, 164, 165, 173, 181, 182, 183,185, 188, 189, 201, 216, 219

Tradisionalis 8, 67, 72, 120, 179, 187,189Tradisionalisme Jawa 29, 30Trenggalek 15Tuban, 15Tulungagung 15Tumpang 45Turen 45, 47Two round system 63

UUGM 26

VVote getter 97

WWagir 45, 46, 48Wajak 45Wanda Hamidah 158Weber 18Weiner 137William Liddle 4Wiranto 29, 38Wonosari 45, 46

YYogyakarta 12, 15Yusril Ihza Mahendra 28

ZZafin 17