DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN . A. Latar Belakang .. Tujuan Instruksional Umum ..
Tujuan Instruksional Khusus .
01 01 01 01 03 03 04 05 06 08 09 09 10 11 13 15 15 18 18 21 21
23 23 23 24 25 29
BAB II
UNIT DAN SATUAN .. A. B. Paparan . Laju Paparan . 1. Pengukuran
Paparan Bilik Udara Bebas .. 2. Pengukuran Bilik Dindin Udara .. C.
Dosis Serap .. 1. Laju Dosis Serap . 2. Hubungan Dosis Serap dan
Paparan D. E. F. G. H. Kerma Dosis Ekivalen Dosis Efektif .. Dosis
terikat Dosis Kolektif
BAB. III
DOSIMETRI EKSTERNA A. B. C. Faktor Gamma .. Laju Paparan dari
Sumber Gamma Berbentuk Titik . Rumus Pendekatan Laju Dosis Ekivalen
..
BAB IV.
DOSIMETRI INTERNA A. B. C. D. Waktu Paro Efektif Radioisotop
Pemancar Partikel Alfa dan Beta . Radioisotop Pemancar Gamma
Dosimetri Neutron Daftar Pustaka ..
DOSIMETRIBAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
berbagai besaran dan satuan dosis radiasi, sedangkan pengertian
dosis adalah kuantisasi dari proses yang ditinjau sebagai akibat
radiasi mengenai materi. Dalam hal ini, berbagai faktor yang perlu
diperhatikan antara lain adalah jenis radiasi dan bahan yang
dikenainya. Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup, maka
perlu juga diperhatikan tingkat kepekaan masing-masing jaringan
tubuh terhadap radiasi. Demikian pula apabila zat radioaktif
sebagai sumber radiasi masuk ke dalam tubuh, maka pola distribusi
dan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh sangat perlu
diperhatikan.
Dalam modul ini akan diuraikan pengertian paparan dan satuan
paparan, pengertian dan satuan dosis serap, kerma dan faktor
kualitas/bobot radiasi, pengertian dan satuan dosis ekivalen dan
faktor bobot jaringan, pengertian dan satuan dosis efektif,
pengertian dosimetri interna dan dosis kolektif, hubungan aktivitas
sumber radiasi gamma dan laju paparan serta konstanta gamma,
pengertian dosis serap sumber gamma titik dan diameter besar, waktu
paro efektif, laju dosis radioisotop pemancar alfa, beta dan gamma
yang terdeposit dalam organ tubuh dan dosimetri neutron.
Tujuan Instruksional Umum: Setelah perkuliahan ini diharapkan
para siswa mampu memahami satuansatuan dosis radiasi dan menguasai
konsep dasar pengukuran dosis.
Tujuan Instruksional Khusus: Setelah pekuliahan ini diharapkan
para siswa mampu:
1
1. Menjelaskan penerapan satuan-satuan dosis radiasi. 2.
Menguraikan konsep paparan, dosis serap, kerma, dosis ekivalen dan
dosis ekivalen efektif. 3. Memahami konsep dosimetri interna dan
dosimetri neutron. 4. Melakukan perhitungan sederhana dosimetri
dalam hubungan dengan jarak, aktivitas sumber gamma dsb.
2
BAB II.UNIT DAN SATUAN
A. Paparan Besaran radiasi yang untuk pertama kali diperhatikan
adalah paparan (exposure), dengan simbol X, yang pada kongres
Radiologi tahun 1928 didefinisikan sebagai kemampuan radiasi
sinar-X atau gamma untuk menimbulkan ionisasi di udara dalam volume
tertentu.
Satuan paparan merupakan suatu ukuran fluks foton dan bertalian
dengan jumlah energi yang dipindahkan dari medan sinar-X pada suatu
satuan masa udara. Satu satuan paparan didefinisikan sebagai jumlah
radiasi gamma atau X yang di udara menghasilkan ion-ion yang
membawa 1 coulomb muatan, dengan tanda apapun, per kilogram
udara.
1 satuan X = 1 C/kg udara ..
(II-1)
Secara matematis paparan dapat dituliskan sebagai:
X =
dQ dm
.
(II-2)
dQ adalah jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk dalam suatu
elemen volume udara bermassa dm.
Pada
sistem
satuan
internasional
(SI),
satuan
paparan
adalah
coulomb/kilogram (C/kg). Pengertian 1 C/kg adalah besar paparan
yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar satu
coulomb pada suatu elemen volume udara yang mempunyai massa 1
kg.
Pada awalnya, dengan sistem CGS digunakan satuan Roentgen (R).
Satu roentgen didefinisikan sebagai sebagai intensitas sinar-X
yang
3
menghasilkan ionisasi di udara sebanyak 1,61 x 1015 pasangan ion
per kg udara. Karena 1 buah ion bermuatan listrik 1,6 x 10-19 C
maka: 1 R = 1,61 x 1015 (kg-1) x 1,6 x 10-19 (C) 1 R = 2,58 x 10-4
C/kg.
Pada tahun 1973 satuan ini didefinisikan ulang sehingga berlaku
juga untuk sinar-. Pengertian baru dari rontgen ini adalah bahwa: 1
R merupakan kuantitas radiasi sinar-X atau sinar- yang menghasilkan
1 esu ion positif atau negatif di dalam 1 cm3 udara normal (NPT).
Dari definisi baru tersebut, energi sinar-X atau sinar- yang
terserap di dalam 1 gram udara dapat menjadi: 1 R = 1 esu/cm3 udara
(NPT) Karena muatan satu pasang ion adalah 4,8 x 10-10 esu, maka: 1
esu = (1/4,8) x 1010 pasang ion, sehingga: 1 R = (1/4,8) x 1010
pasang ion/cm3-udara (NPT)
Untuk menghasilkan satu pasang ion di udara diperlukan energi
sekitar 34 eV, sehingga: 1 R = (34/4,8) x 1010 eV/cm3-udara (NPT)
Karena 1 eV=1,6x10-12 erg, dan 1 cm3 udara beratnya adalah:
0,001293 gr, maka: 1 R = [(34/4,8) x 1010] [(1,6/0,001293) x 10-12]
erg/gr 1 R = 87,7 (erg/gr) = 0,00877 (J/kg)
4
B. Laju Paparan0
Laju paparan adalah besar paparan persatuan waktu, dan diberi
simbol X . Satuan laju paparan dalam SI adalah C/kg.jam dan satuan
lama adalah R/jam.
1. Pengukuran Paparan: Bilik Udara Bebas (Free Air Chamber)
Bagaimanakah pada awalnya orang mengukur laju paparan? NBS Handbook
No 64 tahun 1957 menggambarkan suatu desain bilik ionisasi udara
bebas sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Diagram skematik bilik ionisasi udara bebas
Berkas sinar-X masuk melalui pintu dan berinteraksi dengan
gumpalan udara berbentuk silindris yang dibatasi oleh diafragma
pintu masuk. Pelat Kolektor C mengumpulkan ion-ion yang dihasilkan
dari interaksi antara sinar-X dengan volume udara. Gelang pengaman
(guard ring), G dan kawat tangkap (guard wire), W, membantu
mempertahankan agar garis-garis medan listrik ini tetap lurus dan
tegak lurus pada pelat tersebut. Kawat-kawat tangkap tersebut
dihubungkan dengan suatu jaringan pembagi voltase untuk memastikan
adanya beda potensial merata pada lempeng/pelat tersebut.
5
Jumlah ion yang terkumpul karena interaksi sinar-X dalam volume
pengumpul dihitung dari aliran arus, dan kemudian angka dosis dapat
dihitung dalam rontgen persatuan waktu. Untuk satuan paparan yang
akan diukur dengan cara ini, maka semua energi dari
elektron-elektron utama harus tersebar dalam udara yang terdapat
dalam alat ukur tersebut. Syarat ini dapat dipenuhi dengan membuat
suatu bilik udara yang lebih besar dari jangkauan maksimum
elektron-elektron utama. (Untuk sinar-sinar-X 300 keV, jarak antara
pelat-pelat pengumpul (kolektor) adalah sekitar 30 cm, dan kotak
keseluruhannya merupakan suatu kubus yang bersisi 50 cm). Dengan
ukuran yang sebesar itu, maka pengukuran menjadi tidak praktis dari
segi proteksi radiasi. Beberapa kelemahan lain juga kemudian
terbukti bahwa desain tersebut hanya menjamin pengukuran sinar-X
dengan energi di atas 500 kV.
2
Pengukuran Paparan: Bilik Dinding Udara (Air Wall Chamber) Untuk
memperbaiki pengukuran laju paparan, dibuat suatu bilik ionisasi
dinding udara dalam bentuk kapasitor listrik dengan ukuran sekitar
2 cm3. Prinsip pengoperasiannya dapat dijelaskan dengan bantuan
diagram berikut:
Gambar 2. Diagram skematik bilik ionisasi dinding udara
Instrumen terdiri atas dinding luar yang berbentuk silindris,
dengan tebal sekitar 4,75 mm, yang terbuat dari plastik penghantar
listrik. Sebuah kawat pusat, yang koaksial (satu sumbu) dengan
dinding luar, 6
namun dipisahkan dengan suatu isolator yang bermutu tinggi.
Kawat pusat (sentral), atau anoda sentral ini bermuatan positif
sehubungan dengan dinding tersebut. Bilamana bilik tersebut
disinari dengan radiasi gamma atau sinar-X, maka ionisasi yang
dihasilkan dalam rongga pengukuran tersebut, sabagai hasil dari
interaksi antara foton dan dinding, akan menghilangkan muatan
kondensor tersebut, dan dengan demikian menurunkan potensial anoda.
Penurunan voltase anoda ini berbanding lurus dengan paparan
radiasi.
Penentuan ketebalan optimum dapat diilustrasikan melalui suatu
eksperimen yang membuat ionisasi yang dihasilkan dalam rongga suatu
bilik ionisasi diukur bersamaan dengan peningkatan ketebalan
dinding dari suatu dinding yang sangat tipis hingga mencapai suatu
ketebalan yang relatif tebal. Dalam melaksanakan eksperimen ini
kita harus mencegah elektron-elektron sekunder yang terbentuk di
luar dinding bilik serta sinar-sinar beta yang berasal dari sumber
sinar gamma agar tidak mencapai volume sensitif pada bilik
tersebut. Bilamana hal ini dilakukan dan ionisasi dalam rongga
tersebut diplot terhadap ketebalan dinding, maka akan dihasilkan
sebuah kurva yang diperlihatkan dalam gambar 3.
Gambar 3. Jumlah pasangan ion per satuan volume sebagai
7
fungsi ketebalan dinding.
Karena bahan dinding diasumsikan berkaitan dengan ekivalensi
udara, maka respon bilik ionisasi menjadi bersifat tergantung pada
energi. Dengan memilih bahan dinding dan ketebalan yang sesuai,
maka nilai maksimum dalam kurva pada Gambar 3. dapat dibuat cukup
lebar, dan bilik ionisasi, sebagai akibatnya, dibuat relatif tidak
terikat
(independen) pada energi dalam kisaran energi kuantum yang cukup
lebar. Hal-hal lebih jauh mengenai metode pengukuran dosis radiasi
dan besaran-besaran lainnya akan dibicarakan secara lebih rinci
pada modul Alat Ukur Radiasi.
C. Dosis Serap
Dosis serap (D) adalah energi rata-rata yang diberikan oleh
radiasi pengion sebesar dE kepada bahan yang dilaluinya dengan
massa dm. Satuan yang digunakan sebelumnya adalah rad. Satu rad
adalah energi rata-rata sebesar 100 erg yang diserap bahan dengan
massa 1 gram. yang didefinisikan sebagai:
1 rad 1 gray (Gy)
= 100 erg/gr = 100 rad
Satuan dosis serap dalam SI adalah Joule/kg atau sama dengan
gray (Gy). Satu gray adalah dosis radiasi yang diserap dalam satu
joule per kilogram.
1 gray (Gy) = 1 joule/kg
Secara matematis dosis serap dituliskan sebagai berikut:
D=
dE dm
.
(II-3)
8
dE adalah energi yang diserap oleh bahan yang mempunyai massa
dm.
Besaran dosis serap ini berlaku untuk semua jenis radiasi dan
semua jenis bahan yang dikenainya, namun bila menyangkut akibat
paparan terhadap mahluk hidup, maka informasi yang diperoleh tidak
cukup. Jadi diperlukan besaran lain yang sekaligus memperhitungkan
efek radasi untuk jenis radiasi yang berbeda.
1. Laju Dosis Serap Laju dosis serap adalah dosis serap per
satuan waktu, dan diberio
simbol D . Satuan laju dosis serap dalam SI adalah joule/kg.jam
atau gray/jam (Gy/jam) dan dalam satuan lama adalah rad/jam.
2. Hubungan Dosis Serap dan Paparan Hubungan laju dosis serap
dengan laju paparan adalah:
D = f x X .
(II-4)
Keterangan: D = dosis serap (Rad) X = paparan (R) f = faktor
konversi dari laju paparan ke laju dosis serap (Rad/R)
Jadi, bila medium yang digunakan udara, maka f = 0,877 rad/R,
sebagaimana dijelaskan pada bagian akhir fasal 2.1. Bila medium
yang digunakan bukan udara maka faktor konversi dari laju paparan
ke laju dosis serap adalah:
m f = 0,877 u
(II-5)
9
dengan adalah koefisiens atenuasi massa medium (cm2/gr) dan m 2
adalah koefisien atenuasi massa udara (cm /gr) u
Tabel II-1 Konversi dosis serap terhadap paparan pada foton
berbagai energi
Energi Foton (MeV)
Nilai f dalam Udara (rad/R)
Nilai f dalam Otot (rad/R)
Nilai f dalam Tulang Keras (rad/R)
0,010 0,020 0,040 0,060 0,080 0,10 0,50 1,00 2,00 3,00
0,019 0,879 0,879 0,905 0,932 0,949 0,965 0,965 0,965 0,962
0,925 0,927 0,920 0,929 0,940 0,949 0,957 0,957 0,955 0,955
3,55 4,23 4,14 2,91 1,91 1,46 0,925 0,919 0,912 0,929
Berdasarkan nilai konversi dosis di atas, dalam bidang proteksi
radiasi praktis, disepakati (ditetapkan) nilai konversi dosis (f)
besarnya = 1 rad/R.
10
D. Kerma
Dalam hal radiasi ionisasi langsung, seperti misalnya sinar-X
dan netron cepat, kadang-kadang kita berkepentingan dengan energi
kinetik awal dari partikel-partikel penyebab ionisasi utama
(fotoelektron, elektron Compton, atau pasangan positron-negatron
dalam kaitannya dengan radiasi foton dan inti yang terhambur
sehubungan dengan netron cepat yang dihasilkan melalui interaksi
radiasi insiden per satuan massa medium yang berinteraksi.
Kuantitas (besaran) ini disebut sebagai kerma, dan dalam satuan SI
diukur dalam satuan joule per kilogram, atau gray (atau dalam
sistem satuan sebelumnya dalam rad).
Kerma menurun secara kontinu bersama dengan bertambahnya
kedalaman dalam medium penyerap, karena dosis yang diserap
meningkat bersama bertambahnya kedalaman karena densitas
partikel-partikel penyebab ionisasi utama dan ionisasi sekunder
yang dihasilkan juga meningkat, sehingga dicapai suatu nilai
maksimum. Setelah nilai maksimum itu, dosis yang terserap menurun
bersama dengan menurunnya kedalaman secara kontinu. Dosis maksimum
yang terjadi pada suatu kedalaman hampir sama dengan jangkauan
maksimum partikel-partikel penyebab ionisasi utama (primer).
Hubungan antara kerma dan dosis radiasi foton atau netron-netron
cepat diperlihatkan dalam Gambar 6.
Log dosis yang terserap atau Kerma
Dosis
Kerma
Kedalaman pada Medium Penyerap
Gambar 6. Hubungan antara Kerma dengan Dosis Radiasi Foton Dan
Netron-Netron Cepat
11
E. Dosis Ekivalen
Dosis Ekivalen (H) dapat didefinisikan sebagai dosis serap yang
diterima oleh tubuh manusia secara keseluruhan dengan memperhatikan
kualitas radiasi dalam merusak jaringan tubuh dan faktor metode
perhitungan di laboratorium. Jadi, H merupakan hasil kali antara
dosis serap (D), faktor kualitas (Q), dan perkalian antara seluruh
faktor modifikasi lainnya (N). Seperti diketahui, dosis serap yang
sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda akan memberikan
efek biologi yang berbeda pada sistem tubuh mahluk hidup. Pengaruh
interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan
tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses
yang disebut alih energi linier (LET, linear energy transfer). Yang
paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang
terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya.
Dengan demikian daya ionisasi masing-masing jenis radiasi berbeda.
Makin besar daya ionisasi, makin tinggi tingkat kerusakan biologi
yang ditimbulkannya. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat
tersebut dinamakan faktor kualitas Q. Dengan demikian dosis serap H
dapat dituliskan sebagai:
H = D.Q.N.
(II-6)
Di sini, digunakan Sievert (Sv) untuk satuan dosis ekivalen
dalam SI. 1 Sv = 1 J.kg-1
Dosis ekivalen juga dapat dinyatakan dalam satuan rem. 1 rem =
10-2 Sv 1 Sv = 100 rem
Dalam perumusan di atas, digunakan N yang didefiniskan suatu
faktor modifikasi, misalnya pengaruh laju dosis, distribusi zat
radioaktif dalam tubuh, dsb. Untuk keperluan Proteksi Radiasi,
faktor N tersebut selalu dianggap N=1.
12
Besaran yang merupakan kuantisasi radiasi untuk menimbulkan
kerusakan pada jaringan/organ dinamakan faktor bobot radiasi (Wr).
Faktor bobot radiasi sebelumnya juga disebut faktor kualitas (QF),.
Sedangkan untuk aplikasi di bidang radiobiologi dinyatakan dengan
relative biological effectiviness (RBE). Tabel II-2 menunjukan
nilai faktor bobot radiasi berbagai jenis radiasi. Secara matematis
dosis ekivalen dituliskan sebagai berikut:
H = ( D x Wr ) ...
(II-7)
Dengan H adalah dosis ekivalen.
Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah sievert (Sv) dan satuan
lama adalah rem. Hubungan antara kedua satuan tersebut adalah:
1. Laju Dosis Ekivalen
Laju dosis ekivalen adalah dosis ekivalen per satuan waktu,
dano
diberi simbol H . Satuan laju dosis ekivalen dalam SI adalah
sievert/jam (Sv/jam) dan satuan lama adalah rem/jam.
Tabel II-2 Nilai faktor bobot berbagai jenis radiasiJenis
Radiasi WR (tanpa satuan)
1. Foton, untuk semua energi 2. Elektron dan muon, semua energi
3. Neutron dengan energi a. < 10 keV b. 10 keV hingga 100 keV c.
> 100 keV hingga 2 MeV d. > 2 MeV hingga 20 MeV e. > 20
MeV 4. Proton, selain proton rekoil, dengan Energi> 2 MeV 5.
Partikel alfa, fragmen fisi, inti berat
1 1
5 10 20 10 5 5 20
13
Catatan: i) semua harga tersebut berlaku untuk radiasi eksterna
dan interna. ii) Untuk elektron tidak termasuk elektron Auger yang
dipancarkan oleh inti yang terikat pada DNA. iii) Harga WR
berdasarkan ICRP No.60 (1990)F. Dosis Efektif
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pada paparan radiasi
yang mengenai seluruh tubuh dengan setiap organ/jaringan menerima
dosis ekivalen yang sama, terbukti bahwa efek biologi terhadap
setiap organ/jaringan berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan
sensitivitas organ/jaringan tersebut terhadap radiasi. (Dalam
hal ini efek radiasi yang diperhitungkan adalah efek stokastik,
sebab efek deterministik hanya akan terlihat akibatnya bila dosis
yang diterima tubuh melebihi ambang batas tertentu. Di bawah ambang
batas itu maka efek stokastik harus diperhatikan. Lihat modul Efek
Radiasi Terhadap Tuuh Manusia.) Oleh sebab itu diperlukan besaran
dosis lain yang disebut dosis efektif, dengan simbol E. Tingkat
kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap efek stokastik akibat
radiasi disebut faktor bobot organ atau faktor bobotjaringan tubuh,
dengan simbol WT . Tabel II-3 menggambarkan nilai
faktor bobot berbagai organ tubuh.
Secara matematis dosis efektif diformulasikan sebagai
berikut:
E = (WT H ) ....atau,
(II-8)
E = (Wr WT D) (II-9)
Satuan dosis efektif ialah rem atau sievert (Sv)
14
Tabel II-3 Nilai Faktor Bobot Berbagai Organ Tubuh
No
Organ atau Jaringan Tubuh
WT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Gonad Sumsum Tulang Colon Lambung Paru-paru Ginjal Payudara
Liver Oesophagus Kelenjar Gondok (Tiroid) Kulit Permukaan tulang
Organ atau jaringan tubuh lainnya
0,20 0,12 0,12 0,12 0,12 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,01 0,01
0,05
Catatan: Harga WT berdasarkan ICRP No. 60 (1990)
Laju Dosis Efektif
Definisi laju dosis ekivalen adalah dosis efektif per satuan
waktu. Dano
diberi simbol E . Satuan laju dosis efektif ialah sievert/jam
atau rem/jam.
G. Dosis Terikat
Dosis terikat adalah dosis total yang diterima akibat zat
radioaktif masuk ke dalam tubuh atau paparan radiasi eksternal
dalam selang waktu tertentu. Dosis terikat merupakan integral waktu
dari laju dosis. Secara matematis dosis terikat dituliskan sebagai
berikut:
15
D(t ) = D dt 0
t
(II-10)
Dengan D(t) menyatakan dosis, D menyatakan dosis terikat dan
(0,t) menyatakan selang waktu paparan atau selang waktu zat
radioaktif masuk ke dalam tubuh (intake). Jika t tidak diketahui
secara khusus, maka diambil harga 50 tahun untuk orang dewasa dan
70 tahun untuk anak-anak.
Dosis terikat berlaku untuk dosis eksterna dan interna yang
dapat dinyatakan dalam bentuk dosis serap terikat, dosis ekivalen
terikat dan dosis efektif terikat.
H. Dosis Kolektif
Dosis kolektif ialah dosis ekivalen atau dosis efektif yang
digunakan apabila terjadi paparan pada sejumlah besar populasi
(penduduk). Paparan ini biasanya muncul apabila terjadi kecelakaan
radiasi. Dalam hal ini perlu diperhitungkan distribusi dosis
radiasinya dan distribusi populasi yang terkena paparan. Simbol
untuk besaran dosis kolektif ini adalah ST dengan satuan
sievert-man (Sv-man). Secara matematis dituliskan sebagai
berikut:
Untuk dosis ekivalen kolektif,
ST = p H Untuk dosis efektif kolektif
(II-11)
ST = p E . Keterangan:ST = dosis ekivalen kolektif
(II-12)
p = jumlah populasi H = dosis ekivalen E = dosis efektif
16
Dosis kolektif digunakan untuk memperkirakan beberapa jumlah
manusia dalam populasi tersebut yang akan menderita akibat radiasi,
yaitu dengan memperhitungkan faktor resiko.
Latihan:
1. Energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi pengion sebesar
dE kepada bahan yang dilaluinya dengan massa dm disebut ? 2. Desain
perlindungan medis sinar-X didasarkan pada paparan mingguan
maksimum sebesar 200 mR untuk daerah-daerah yang dikontrol dan 20
mR untuk daerah yang tidak terkontrol. Berapakah paparan yang cocok
dinyatakan dalam satuan SI? 3. Berapa besarnya dosis ekivalen yang
mengenai suatu organ/tisue, apabila diketahui dosis serap dari
radiasi gamma adalah 0,5 Gy dan dosis serap dari radiasi neutron
dengan energi 20 keV adalah 100 rad. 4. Berapa dosis efektif yang
diterima pekerja secara total jika mendapat dosis serap radiasi
sinar-X sebesar 2 gray pada organ gonad; 0,2 gray dari radiasi alfa
pada lambung dan ginjal. Bila diketahui bahwa faktor bobot radiasi
sinar-X dan alfa adalah 1 dan 20, sedangkan faktor bobot organ
gonad, lambung dan ginjal masing-masing adalah 0,20; 0,12 dan 0,05.
5. Berapa 150 mrad jika dikonversikan ke dalam satuan Gray?
Jawaban
1. Dosis Serap 2. Untuk daerah yang dikontrol: 51,6 C/kg
Untuk daerah yang tidak dikontrol: 5,16 C/kg 3. 10,5 sievert 4.
1,08 sievert 5. 1,5 mGy
17
BAB III. DOSIMETRI EKSTERNA
Untuk menentukan besarnya paparan suatu sumber radiasi yang
terletak di luar suatu medium atau di luar tubuh manusia pada suatu
titik di udara diperlukan suatu pengukuran yang dinamakan dosimetri
eksterna. Begitu juga untuk menentukan besarnya dosis yang diterima
oleh suatu medium atau tubuh manusia dari suatu sumber yang
terletak di luarnya, digunakan metode yang juga termasuk dosimetri
eksterna.
A. Faktor Gamma
Persyaratan utama dalam proteksi radiasi apabila seseoang akan
bekerja di dalam medan radiasi maka ia harus telah mengetahui laju
paparan radiasi agar ia dapat bekerja dengan aman. Untuk sumber
radiasi dalam bentuk titik, laju paparan dari sumber dengan
aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m telah diketahui dan disajikan pada
table III.1 berikut.
Tabel III.1. Laju Paparan Sinar- untuk bermacam-nacam isotop
dengan aktivitas 1 Ci pada jarak 1 m
Isotop22 24
Waktu Paro
Energi Sinar- (MeV)
Laju Paparan pada jarak 1 m (R/Jam)
Na Na K
2,6 tahun 15 jam 12,4 jam 27 hari 5,7 hari 74 hari 5,3 tahun 30
tahun
2,3 1,38 ; 2,76 1,5 0,32 0,73 ; 1,46 0,13-0,61 1,17 ; 1,33 0,66
(utama 0.41)
1,32 1,89 0,15 0,02 1,93 0,50 1,30 0,33 Catatan:
42 51 52
Cr
Mn Ir
192 60 137
Co Cs
Ra(B+C)
18
Filter 0,5 mm Pt
(f=1, Q=1)
Nilai laju paparan jarak 1 m dari sumber dengan aktivitas 1 Ci
sebagaimana tercantum dalam table III.1, dinamakan konstanta gamma,
, yang kadang-kadang disebut juga sebagai faktor K.
Untuk suatu sumber radiasi dengan energi E MeV, nilai konstanta
gamma dapat ditentukan sebagai berikut:
Energi radiasi yang dipancarkan oleh titik sumber radiasi energi
tunggal dengan aktivitas 37 GBq atau 1 Ci adalah: 3,7 x 1010 x E
MeV per detik (1 MeV = 1,6 x 10-6 erg)
=
3,7 x1010 1,6 x10 6 x 3600 x x E x ( R / jam) pada jarak 1 m 4
x100 2 x 87,7
= 19,388 x [
] x E (R/jam)
Untuk sumber radiasi yang memancarkan beberapa macam radiasi
dengan energi yang berbeda-beda, nilai konstanta radiasi gamma
adalah:
= 19,338 f1 [
]1 x E1 + f2 [ ]2 x E2 + .fn [ ]n x En
dengan fn = Prosentase radiasi gamma ke-n terhadap jumlah
seluruh radiasi yang dipancarkan
19
Persamaan sebelumnya masih dapat disederhanakan. Untuk energi
kuantum dari 60 keV hingga 2 MeV, koefisien serapan liniernya ()
bervariasi kecil sekali terhadap energi, yaitu: = 3,5 x 10-5 cm-1,
dan = 1293 x 10-3 g/cm3
Sehingga, pada jarak 1 m dari sumber dengan akitivitas 37 GBq
atau 1 Ci = 0,53
fi Ei (R/jam)i=1
n
= 0,59
fi Ei (rad/jam)i=1
n
Dengan demikian, secara umum dapat digunakan perumusan
pendekatan sbb: = 0,53 fi Ei [R.m2 / Ci.jam] .
(III-1)
Dengan fi = prosentase radiasi gamma dengan energi Ei terhadap
jumlah total radiasi yang dipancarkan Ei = energi radiasi gamma
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan perumusan di atas, nilai
dan satuan faktor gamma dapat disusun bervariasi, seuai dengan
paparan atau besaran dosis yang akan digunakan. Lihat Tabel III.2
dan bandingkan dengan Tabel III.1 yang dibuat berdasarkan hasil
pengukuran paparan di lapangan.
Tabel III.2 Faktor Gamma
Radioisot op
Ener gi
(R.m2/Ci .h)
k [Gy.m2/MBq .h]
1cm [Sv.m2/MB q.h]
(MeV
20
) Na-22 1,27 5 Na-24 1,36 9 2,75 4 Co-60 1,17 3 1,33 3 I-131
0,36 4 Cs-137 0,66 2 Ir-192 0,31 7 0,46 8 Au-198 0,41 6 Catatan:
menurut JRIA (Japan Radioisotop Association), ICRU 1985 0,24 0,0545
0,0683 0,48 0,109 0,138 0,34 0,0771 0,0910 0,22 0,0512 0,0648 1,30
0,306 0,347 1,82 0,431 0,486 1,19 0,280 0,327
B. Laju Paparan dari Sumber Gamma Berbentuk Titik
Nilai laju paparan pada jarak r meter dari sumber radiasi gamma
berbentuk titik dengan aktivitas sebesar A curie adalah:
X = A/r2 .o
o
(III-2)
Dengan: X = laju paparan (R/jam) A = faktor gamma (R.m2/Ci.jam)
= Aktivitas (Ci)
21
r
= jarak (m)
Harus diingat bahwa sumber yang digunakan untuk penerapan rumus
di atas adalah bergeometri titik. Artinya, ukurannya dapat
diabaikan jika dibandingkan dengan jarak pengamatan.
C. Rumus Pendekatan Laju Dosis Ekivalen
Hubungan antara laju dosis ekivalen dengan aktivitas dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus pendekatan sebagai berikut:
H = A.E./6.r2 (Sv/jam) ..
o
(III-3)
Dengan: A= aktivitas (MBq) E = energi (MeV) r = jarak
(meter)
Latihan
1. Sumber radiasi 5 Ci Cs-137 akan digunakan dalam industri.
Perlu diketahui laju paparan pada jarak 10 m dari sumber agar
selanjutnya dapat diperhitungkan besar dosis serap dan dosis
ekivalennya. 2. Hitung laju dosis ekivalen pada jarak 2 m dari 240
Mbq Co-60, Energi Gamma Co-60: 1,17 MeV dan 1,33 MeV per peluruhan
3. Jika diketahui laju paparan radiasi Co-60 pada jarak 5 meter
adalah 52 mR/jam dan faktor gamma untuk Co-60 = 1,3 (R.m2/Ci.jam)
maka berapakah aktivitas sumber Co-60 tersebut? 4. Sumber radiasi
Ir-192 dengan aktivitas 2 Ci pada 5 bulan yang lalu akan digunakan
di Industri (T1/2 Ir-192 = 75 hari). Berapa laju paparan pada jarak
10 meter apabila diketahui faktor gamma untuk Ir-192 = 0,5
(R.m2/Ci.jam) 5. Pada Jarak berapakah jika diketahui laju dosis
ekivalen Co-60 adalah 25 Sv, aktivitas sumber Co-60 adalah 960 MBq,
dan energi gamma Co-60 adalah: 1,17 MeV dan 1,33 MeV?
22
Jawaban
1. Dari table data dilihat:T untuk Cs-137 = 0,33o
X
10 m
=
0,33 x 5 10 2
= 0,0165 R/jam = 16,5 mR/jam Faktor konversi f berdasarkan
pertimbangan praktis proteksi radiasi dianggap mendekati satu (f 1)
D10m = 1 x 16,5 mR/jam = 16,5 mrem/jam H10m = D10m Q = 16,5 x 1 =
16,5 mrem/jam 2. H = A.E./6.r2 (Sv/jam) = 240 (1,17 + 1,33) / (6 x
22) = 25 Sv/jam 3. 1000 mCi 4. 2,5 mR/jam 5. 4 metero
23
BAB IV. DOSIMETRI INTERNA
A. Waktu Paro Efektif
Apabila terjadi masukan zat radioaktif, maka informasi lamanya
zat radioaktif tinggal di dalam tubuh menjadi sangat penting. Dalam
proteksi radiasi, konstanta peluruhan efektif (eff) digunakan untuk
menggambarkan laju peluruhan radiasi dan laju pengeluaran zat
radioaktif dari dalam tubuh yang secara matematika dirumuskan
sebagai berikut: eff = f + b eff = Konstanta peluruhan efektif f =
Konstanta peluruhan fisik radionuklida b = Konstanta peluruhan
biologi
(IV.1)
dengan,
Oleh karena = berikut:
ln 2 , maka waktu paro effektif dapat dituliskan sebagai T
1/Teff = 1/Tf + 1/Tb . dengan, Teff = waktu paro efektif
radionuklida Tf = waktu paro fisik radionuklida
(IV.2)
Tb = waktu paro biologi radionuklida di dalam tubuh Waktu paro
fisik radionuklida hanya bergantung kepada jenis radionuklida.
Waktu paro biologi dan waktu paro efektif tergantung pada sifat
kimia dan sifat fisika kontaminan radioaktif serta karakteristik
anatomi, karakteristik fisiologi dan karakteristik metabolisme
seseorang.
24
B. Radioistop Pemancar Partikel alfa dan Beta
Perhitungan dosis serap dari radioisotop yang terdeposit dalam
tubuh mengacu pada definisi gray. Bila radioisotop pemancar
partikel alfa dan beta terdistribusi secara merata di dalam tubuh,
maka energi yang diserap sama dengan energi yang dipancarkan.
Energi yang diserap per satuan massa per peluruhan disebut
Energi Efektif Spesifik (Specific Effective Energy/SEE). Untuk
radioisotop pemancar partikel, SEE adalah energi rata-rata dibagi
dengan massa jaringan tubuh dimana radioisotop terdeposit.E atau
m
SEE ( atau ) =
MeV dis
Kg
(IV.3)
laju dosis dari radioisotop tersebut dihitung dengan menggunakan
rumus sbb:MeV A Bq x 1 Bq.dis ik x SEE dis .kg x 1,6 x10 13 det
D=
J MeV
x 8,64 x10 4
det k hari
1 kgJGy .
Atau,D = 1,3824 x 10 8 x A x SEE
Gy hari
(IV.4)
C. Radioisotop Pemancar Gamma
Bila diasumsikan bahwa radioisotop pemancar gamma yang
terdeposit dalam organ tubuh berbentuk bola, maka laju dosis pada
pusat bola
D = C g
(IV.5)
Dengan: C = Konsentrasi isotop (aktivitas per satuan volume) =
faktor gamma 25
g = faktor geometri
g =
e r r 2 dV 0v
untuk keperluan proteksi radiasi, umumnya digunakan faktor
geometri ratarata.
Untuk geometri bola harga g rata-rata dinyatakan dengang=
3 g pusat 4
g pusat =
4
(1 e R )
Dengan = koefisien serapan linier dan R = jari-jari bola.
D. Dosimetri Neutron
Dosis yang diserap dari suatu berkas neutron dapat dihitung
dengan mempertimbangkan energi yang terserap oleh masing-masing
jaringan yang bereaksi dengan neutron-neutron tersebut. Tipe
reaksi, tentu saja tergantung pada energi neutron. Untuk
neutron-neutron cepat, hingga sekitar 20 MeV, mekanisme perpindahan
energi yang utama adalah tumbukan elastik sempurna, sedang
neutron-neutron termal mungkin akan tertangkap oleh inti jaringan
dan memulai reaksi inti. Sehubungan dengan penghamburan elastik,
inti-inti yang terhambur melepaskan energinya di sekitar interaksi
neutron primer.
Dosis radiasi yang terserap secara lokal dengan cara ini disebut
sebagai dosis tumbukan yang pertama, dan keseluruhannya ditentukan
oleh fluks neutron primer; setelah interaksi utama ini, neutron
yang terhambur tidak lagi dipertimbangkan. Untuk neutron-neutron
cepat, angka dosis tumbukan pertama dari neutron yang berenergi E
adalah:
26
D (E) =n
(E)E N i i f i1 J / kg Gy
Dengan: (E) = fluks neutron yang energinya sebesar E,
[neutron/cm2det] E = energi neutron, dalam joule Ni = atom per
kilogram pada unsure ke-i
I = sayatan melinting penghamburan dari unsure ke-i untuk
neutronyang berenergi E, dalam satuan barn x 10-24 cm2 f = fraksi
energi rata-rata yang dipindahkan dari neutron ke atom yang
terhambur pada saat bertumbukan dengan neutron
untuk penghambur isotropis, fraksi rata-rata energi neutron yang
dipindahkan dalam suatu tumbukan dengan sebuah inti yang bernomor
massa atom M adalah:f = 2M ( M + 1) 2
Komposisi jaringan lunak, untuk maksud dosimetri radiasi,
diberikan dalam tabel IV.1. Tabel tersebut juga mencantumkan fraksi
rata-rata dari energi neutron yang dipindahkan ke masing-masing
unsur penyusun jaringan.
Tabel IV. Komposisi Jaringan Buatan
Unsur
% Massa
N, atom/kg
f
Oksigen Karbon Hidrogen Nitrogen Sodium Khlor
71.39 14,89 10,00 3,47 0,15 0,10
2,69 x 1025 6,41 x 1024 5,98 x 1025 1,49 x 1024 3,93 x 1022 1,70
x 1022
0,111 0,142 0,500 0,124 0,080 0,053
Untuk energi neutron-neutron thermal, terdapat dua reaksi yang
dipertimbangan, yakni, reaksi14
N(n,p)14C dan kreaksi 1H(n, )2H Untuk
reaksi yang disebut pertama, angka dosis bisa dihitung dari
persamaan
27
D np = Dengan:
N Q x 1.6 x 10 13 J / MeV1 J / kg Gy
= fluks termal, neutron per cm2 tiap detik N = jumlah atom
nitrogen per kg jaringan 1,49 x 1024 = sayatan melintang penyerapan
nitrogen, 1,75 x 10-24 cm2 Q = energi yang dibebaskan oleh reaksi =
0,63 MeV1
Reaksi berikutnya,
H(n, )2H setara dengan memiliki isotop yang
memancarkan gamma yang tersebar secara merata di seluruh tubuh,
dan menimbulkan suatu dosis sinar gamma otointegral. Aktivitas
jenis (spesifik) dari pemancar gamma yang tersebar ini, jumlah
reaksi tiap detik per gram, ditentukan oleh fluks neutron, dan
disajikan oleh persamaan:
A= N Bq/kgDengan: = fluks thermal, neutron per cm2 tiap detik N
= jumlah atom hidrogen per kg jaringan = 5,98 x 1025 = sayatan
melintang penyerapan hidrogen = 0,33 x 10-24 cm2
Dalam hal ini, kita tidak dapat menambahkan dosis sinar gamma
otointegral ke dalam dosis yang didapat dari reaksi n,p karena
dosis serapan sebesar 1 Gy radiasi gamma secara biologis tidak
setara dengan 1 Gy radiasi foton.
Latihan
1. Diketahui laju dosis per hari dari radioisotop S-35 adalah
3,39.10-4 Gy/hari dengan maksimum energi 0,1674 MeV yang
terdistribusi merata pada testis, berapa aktivitas S-35 jika berat
testis 18 gram?
2. Radioisotop pemancar alfa dengan aktivitas 30 MBq terhisap
dalam paru-paru. Jika energi rerata partikel alfa itu adalah 5 MeV
dan terserap
28
seluruhnya dalam jaringan paru-paru, berapa laju dosis serap
dalam paru-paru? Massa paru-paru = 1000 g.
3. Volume bilik = 2 cm3 Bilik diisi dengan udara pada S.T.P
Kapasitas listrik = 5 F Voltase pada bilik sebelum diadakan paparan
= 180 V Voltase pada bilik setelah diadakan paparan = 160 V Waktu
paparan = 0,5 jam Hitunglah angka paparan radiasi dan angka
paparan?
4. Berapakah angka dosis yang terserap oleh suatu jaringan lunak
dalam suatu berkas neutron 5-MeV yang intensitasnya adalah 2000
neutron per cm2 tiap detik?
Sayatan melintang penghamburan dari masing-masing unsur pada
jaringan tersebut untuk neutron 5 MeV, dicantumkan sebagai berikut:
, cm2 1,55 X 10-24 1,65 X 10-24 1,50 X 10-24 1,00 X 10-24 2,3 X
10-24 2,8 X 10-24 Ni i fi 4,628 X 100 1,502 X 100 4,485 X 101 1,848
X 10-1 7,231 X 10-3 2,523 X 10-3
Unsur O C H N Na Cl
Niifi = 5,117 x 101 cm2/kg
5. Berapakah angka dosis yang terserap oleh orang yang memiliki
berat 70 kg dari suatu paparan keseluruhan tubuh dengan fluks
thermal rata-rata sebesar 10000 neutron per cm2 tiap detik?
29
30
Daftar Pustaka
1.
Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-1999 tentang
Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.
2.
Herman Cember, Introduction to Health Physics, Pergamon Press,
1983.
3.
John Lilley, Nuclear Physics: Principles and Applications, John
Wiley & Sons, 2001.
4.
Glenn F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley
& Sons, 1989.
5.
Nicholas Tsoulfanidis, Measurement and Detection of Radiation,
Hemisphere Publishing Corp., 1983.
6.
J.U. Burnham, Radiation Protection, New Brunswick Power Corp.,
1992.
31