Top Banner

of 80

Anjar Setianingsih S841008004.pdf

Jul 08, 2018

Download

Documents

Eka Kurniawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    1/193

    i

    ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

    PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA 

    KARYA AHMAD FUADI

    TESIS

    Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Megister

    Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

    Oleh:

    Anjar Setianingsih

    S841008004

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2012

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    2/193

    ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA

    NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Disusun Oleh:

    Anjar Setianingsih

    S841008004

    Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

    Komisi

    Pembimbing

     Nama Tanda Tangan Tanggal

    Pembimbing I Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.

     NIP 19440315 1978041001

    …………… …..……2012

    Pembimbing II Dr. Andayani, M.Pd.

     NIP. 196010301986012001

    ……………. …………2012

    Mengetahui

    Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

    Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd.

    NIP 19440315 1978041001

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    3/193

    iii

    ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA

    NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Disusun Oleh:

    Anjar Setianingsih

    S841008004

    Tm Penguji

    Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

    Ketua Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd.

     NIP 196204071987031001

    ………………. ……… 2012

    Sekretaris Dr. Nugraheni Eko W, M.Hum

     NIP. 197007162002122001

    ………………. ……… 2012

    Anggota

    Penguji

    Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.

     NIP 19440315 1978041001

    ………………. ……… 2012

    Dr. Andayani, M.Pd

     NIP. 196010301986012001

    ………………. ……… 2012 

    Telah dipertahankan di depan penguji

    Dinyatakan telah memenuhi syarat

    Pada tanggal …….…………. 2012

    Direktur

    Program Pascasarjana UNS

    Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.

     Nip 196107171986011001

    Ketua Program Studi Pendidikan

    Bahasa Indonesia

    Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.

     NIP 19440315 1978041001

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    4/193

    iv

    PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

     Nama : Anjar Setianingsih 

     NIP : S841008004 

    Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul  ANALISIS

    SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI

     LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI adalah betul-betul karya saya

    sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan

    ditunjukkan dalam daftar pustaka.

    Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

     bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

     peroleh dari tesis tersebut.

    Surakarta, 4 Januari 2012

    Yang membuat pernyataan,

    Anjar Setianingsih

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    5/193

    v

    Persembahan

    1. 

    Bapak dan Ibu tercinta

    2.  Keluarga besar Bapak Sahono

    3.  Suami tercinta, Irsyad Afrianto

    4.  Anakku tersayang, Natasya Aura Putri

    5.  Almamater

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    6/193

    vi

    MOTTO

    Sungguh manusia diciptakan suka mengeluh. Apabila dia ditimpa

    kesusahan, dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta), dia

     jadi kikir. (QS Al-Ma’arij:19-21)

     Mimpi adalah kunci untuk menakhlukan dunia

    (Penulis)

     Manusia tidak dilihat dari usianya, tetapi dari seberapa jauh dia

     bertumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi nyata bagi

     dunia sesuai tingkat usianya.

    (Xavier Quentin)

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    7/193

    vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan

    rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Sosiologi Sastra dan

     Nilai Pendidikan pada Novel  Negeri Lima M enara karya Ahmad Fuadi” dapat

    diselesaikan tepat pada waktunya.

    Tesis ini berusaha menjelaskan dan mendeskripsikan Sosiologi Sastra

    dan Nilai Pendidikan pada Novel  Negeri Lima M enara dengan menggunakan

     pendekatan Sosiologi Sastra.

    Tesis dibuat guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar

    magister pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program

    Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini dapat diselesaikan

    karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

     penulismenyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

    1.  Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur PPs UNS yang telah

    memberikan izin penyusunan tesis ini;

    2. 

    Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., Ketua Program Studi Bahasa

    Indonesia Program Pascasarjana UNS dan sekretaris program Prof. Dr.

    Sarwiji Suwandi, M.Pd., yang telah membantu proses perkuliahan

    sehingga dapat berjalan dengan lancar;

    3.  Prof. Dr. Herman J. Waluyo M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah

    memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, ketelitian dan

     penuh harapan sehingga tesis ini dapat tersusun dengan lancar;

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    8/193

    viii

    4.  Dr.Andayani,M.Pd sebagai pembimbing II yang telah, bimbingan,

    masukan yang sangat berharga, serta memotivasi sampai ke lubuk hati

    yang paling dalam sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan

    dengan tepat waktu;

    5.  Seluruh Dosen Pascasarjana, ilmu yang diberikan oleh Bapak Ibu akan

    menjadi bekal hidup penulis sebagai calon pegajar;

    6.  Suroto, S.pd dan Sukarti sebagai orang tua yang telah memberikan

    dukungan dan motivasi sehingga jejang pendidikan Megister ini dapat

    ditempuh dan diselesaikan dengan lancar.

    7.  Irsyad Afianto, S.pd selaku pendamping hidup yang telah memberikan

    semangat dan motivasi.

    8.  Seluruh teman satu angkatan, staf TU Pascasarjana yang tidak dapat

    disebutkan satu persatu. Semoga Allah Yang Maha Kaya membalas

    kebaikan Bapak Ibu.

    Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis agar lebih

     baik dan bermanfaat. Semoga Allah selalu menyertai langkah kita, sekarang dan

    selamanya. Amin.

    Surakarta, Januari 2012

    Penulis,

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    9/193

    viii 

    DAFTAR ISI

    Hal

    HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

    HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii

    PENGESAHAN TIM PENGUJI TESIS...................................................... .... iii

    PERNYATAAN............................................................................................... iii

    PERSEMBAHAN ............................................................................................ iv

    MOTTO ........................................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

    DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

    ABSTRAK ....................................................................................................... xiv

    ABSTRACT ..................................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

    D Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

    BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR ...................... 8

    A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 8

    1. Kajian Tentang Novel .......................................................................... 8

    a. Pengertian Novel ........................................................................ .... 8

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    10/193

    ix 

     b. Jenis-Jenis Novel .............................................................................. 13

    c. Unsur-Unsur Novel .......................................................................... 18

    d. Novel sebagai Dokumen Sosial (Teeuw) ......................................... 28

    2. Kajian Tentang Sosiologi Sastra ........................................................... 30

    a. Pengertian Sastra .............................................................................. 30

     b. Pengertian Sosiologi ......................................................................... 35

    c. Pengertian Sosiologi Sastra .............................................................. 39

    3. Hakikat Aspek Sosial Budaya............................ ..................................... 55

    4. Kajian Tentang Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel ........................... 65

    a. Pengerian Nilai ................................................................................. 65

     b. Pengertian Pendidikan ...................................................................... 67

    c. Pengertian Nilai Pendidikan (Edukasi) dalam Novel......................  68 

    B. Penelitian yang Relevan....................................................................... 78

    C. Kerangka Berfikir................................................................................ 81

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………… 83

    A.  Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………. 83

    B.  Metode Penelitian…………………………………………………… 84

    C.  Data dan Sumber Data………………………………………………. 84

    D.  Teknik Cuplikan (Sampling)………………………………………… 85

    E.  Teknik Pengumpulan Data………………………………………….. 86

    F.  Uji Validitas Data…………………………………………………… 87

    G.  Teknik Analisis Data………………………………………………... 88

    H.  Prosedur Penelitian…………………………………………………. 92

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 95

    A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 95

    1.  Pandangan Pengarang terhadap Novel Negeri Lima Menara 

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    11/193

    karya Ahmad Fuadi .............................................................................. 95

    2.  Aspek Sosial Budaya tang terdapat dalam Novel Negeri Lima Menara 

    karya Ahmad Fuadi ............................................................................. .. 109

    a.  Sistem Religi…………………………………………… ............... 110

    1.  Sistem Kepercayaan......................................................... ........... 110

    2.  Sistem Nilai dan Pandangan Hidup.................................... ....... 113

    3.  Komunikasi Keagamaan............................................... .............. 115

     b. 

    Sistem Kemasyarakat atau Organisasi Sosial............................... .. 116

    1.  Kekerabatan………………………………………………..... .. 116

    2.  Asosiasi dan Perkumpulan………………………………….. ... 118

    c. System Pengetahuan……………………………………………... .. 121

    d. Bahasa…………………………………………………………… .... 123

    1.  Lisan.................................................................................. ........ 123

    1)  Bahasa Minang............................................................... ..... 123

    2)  Bahasa Arab................................................................... ...... 125

    3)  Bahasa Inggris................................................................ ..... 132

    2.  Tulisan............................................................................... ........ 136

    1)  Bahasa Arab................................................................... ...... 136

    2)  Bahasa Inggris................................................................ ..... 137

    e.  Kesenian................................................................................... ......... 139

    1.  Kaligrafi............................................................................. ........ 139

    2.  Bangunan............................................................................ ....... 140

    f. 

    Sistem Mata Pencaharian............................................................. ..... 141

    1.  Guru................................................................................... ........ 141

    2.  Pegawai Pemda.................................................................... ...... 142

    g.  Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi.......................................... .. 143

    1.  Transportasi......................................................................... ...... 143

    2.  Peralatan komunikasi............................................................ ..... 145

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    12/193

    xi 

    3. 

    Peralatan Konsumsi dalam Bentuk Wadah............................ ..... 145

    4.  Pakaian................................................................................ ....... 146

    5.  Tempat Berlindung dan Perumahan .................................... ...... 147

    3. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel  Negeri Lima Menara 

    karya Ahmad Fuadi........................................................................ ....... 147

    a. Nilai Vitalitas atau Kehidupan Sosial............................................ .... 148

     b. Nilai Spiritual dan Nilai Agama................................................... ..... 149

    c. Ungkapan Nilai Moral secara Positif dan secara Negatif.................. 152

    d. Nilai Budaya.............................................................................. ........ 155

    B. Pembahasan................................................................................... ........ 156

    1. Pandangan Pengarang terhadap Pondok Madani dalam Novel  Negeri Lima

     Menara karya Ahmad Fuadi............................................................ ...... 156

    2. Aspek Sosial Budaya yang Terdapat dalam Novel  Negeri Lima Menara  karya

    Ahmad Fuadi................................................................................. ........ 158

    3. Nilai- Nilai Pendidikan yang Terungkap dalam Novel  Negeri Lima Menara 

    katya Ahmad Fuadi........................................................................ ........ 161

    BAB V PENUTUP................................................................................. ......... 163

    A. 

    Simpulan..................................................................................... ........ 163

    B.  Implikasi Hasil Penelitian.............................................................. ..... 165

    C.  Saran – Saran............................................................................... ....... 166

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................... ...... 168

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    13/193

    xii 

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian..................................... ........ 83

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    14/193

    xiii 

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................. 82

    Gambar 2. Bagan model interatif Miles & Huberman ............................ ... 89

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    15/193

    xiv 

    ABSTRAK

    ANJAR SETIANINGSIH. S841008004. 2011. SOSIOLOGI SASTRA DAN

     NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA

     AHMAD FUADI. Komisi Pembimbing Pertama Prof. Dr. Herman J. Waluyo

    M.Pd. Pembimbing Dua Dr.Andayani, M.Pd. Tesis: Program Studi Pendidikan

    Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    Penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan (1) pandangan pengarang

    terhadap Pondok Madani; (2) sosiologi sastra yang terungkap pada novel dan (3)

    nilai pendidikan yang terdapat dalam novel  Negeri Lima Menara. Novel berlatar

     pendidikan di pondok ini cukup menarik untuk dikaji melalui pendekatan sosiologi

    sastra, yaitu tentang perjuangan enam anak laki-laki yang belajar di Pondok Madani

    dan berlomba-lomba melukis negeri impiannya di langit.

    Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode

    kualitatif deskriptif. Data penelitian berupa dokumentasi berbentuk novel. Teknik

    cuplikan yang digunakan adalah  purposive sampling, sampel mewakili

    informasinya. Teknik pengumpulan data mengkaji dokumen melalui content

    analysis. Uji validasi data  menggunakan triangulasi data/sumber, triangulasi teori

    dan teori metode.

    Teknik analisis yang digunakan adalah analisis data interaktif yang meliputitiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan simpulan.

    Penelitian ini menyimpulkan (1) pandangan pengarang terhadap novel; (2)

    aspek sosiologi sastra pada novel meliputi: a. Sistem Religi yang berupa Sistem

    Kepercayaan, Sistem Nilai dan Pandangan Hidup dan Komunikasi Keagamaan; b.

    Sistem Kemasyarakat atau Organisasi Sosial yang meliputi Kekerabatan, Asosiasi

    atau Perkumpulan dan Sistem Pengetahuan; c. Bahasa yang meliputi bahasa Lisan

    yaitu Bahasa Minang, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, Tertulis yaitu Bahasa Arab

    dan Bahasa Inggris; d. Kesenian meliputi kaligrafi Dan Bangunan; e. Sistem Mata

    Pencaharian berupa Guru dan Pegawai Pemda; f. Sistem Peralatan Hidup Atau

    Teknologi dan Perumahan meliputi Transportasi, Peralatan Komunikasi, Peralatan

    Konsumsi dalam Bentuk Wadah dan Pakaian dan Tempat Berlindung (3) nilai-nilai

     pendidikan yang terungkap adalah nilai vitalitas dan kehidupan, nilai spiritual atau

    keagamaan, nilai moral yang positif dan negatif dan nilai budaya.

    Kata Kunci: Pendekatan, Sosiologi Sastra, Nilai Pendidikan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    16/193

    xv 

    ABSTRACT

    ANJAR SETIANINGSIH. S841008004. 2011. SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI

    PENDIDIKAN PADA NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI .

    First Advisors Prof. Dr. Herman J. Waluyo M.Pd. second mentors Dr.Andayani,

    M.Pd. Thesis: Education Indonesian Studies Program in Graduate Program of Sebelas

    Maret University of Surakarta.

    This study explains and describes (1) views of the author against MadaniCottage (2) the sociology of literature which was revealed at the novel and (3)educational value contained in the  Negeri Lima Menara  novels. Novel set in

    education at the cottage is quite interesting to examine through sociological approach

    to literature, which is about the struggle of six boys who studied in Pondok Madaniand the country vying to paint his dream in the sky.

    This study is a qualitative research, which using qualitative descriptive

    methods. The research data is the form of a novel form of documentation. Thetechnique used is footage of purposive sampling, the samples represent the

    information. Data collection techniques examine documents through content analysis.

    Test data validation using triangulation of data / sources, triangulation theory and the

    theory of the method.

    Analysis technique used is an interactive data analysis that includes three

    components, namely data reduction, data presentation, and conclusions.This study concludes (1) views of the author of the novel, (2) aspects of the

    sociology of literature in the novel which include: a. Religions systems of belief

    systems, value systems and views of Life and Religious Communication; b. Civic orsocial organization system which includes Kinship, Association or Society and

    Knowledge Systems; c. Oral language includes Minang Language, Arabic and

    English, and the written are Arabic and English; d. Art covers calligraphy AndBuilding; e. Livelihood System of Teachers and Employees of Local Government; f.

    Life Or Equipment Systems Technology and Housing include Transportation,

    Communications Equipment, Appliances Consumption in the form of container,

    Clothing and Shelter (3) educational values expressed are the vitality and life,

    spiritual or religious values, moral values, and positive and negative cultural values.

    Keywords: Approaches, Sociology of Literature, Values Education

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    17/193

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang

    Sastra merupakan sebuah karya seni. Sastra adalah hasil kegiatan

    kreativitas seorang sastrawan. Sebuah karya sastra mencerminkan berbagai

    masalah kehidupan manusia. Karya sastra dapat berinteraksi dengan lingkungan,

    sesama manusia dan dengan Tuhannya.

    Menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:307) bahwa imajinasi dalam karya

    sastra adalah imajinasi yang didasarkan atas kenyataan, imajinasi yang juga

    diimajinasikan orang lain. Karya sastra tidak hanya berupa imajinasi saja,

    melainkan berupa penghayatan dan perenungan secara sadar. Karya sastra hasil

    sebuah imajinasi yang didasari atas kesadaran yang menghasilkan kreativitas

    sebagai karya seni. Karena sebagai hasil imajinasi, karya sastra menciptakan

    dunia sendiri. Meskipun kita juga menyadari tidak jarang karya sastra yang

    menyajikan sebuah konteks realitas sosial.

    Karya sastra sebagai hasil imajinasi, tidak hanya berguna sebagai hiburan

    yang menyenangkan saja. Karya sastra juga berguna untuk menambah

     pengalaman bagi pembaca.Lukens dalam Burhan Nurgiyantoro (2010 : 3)

    mengatakan bahwa sastra memberikan dua hal utama, yaitu kesenangan dan

     pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan

    hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik,

    mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur

    1

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    18/193

    2

    kehidupan yang penuh daya suspens, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin

    tahu dan merasa terikat emosinya sehingga ikut larut dalam cerita, dan

    kesemuanya itu di kemas dalam bahasa yang menarik

    Meskipun sebuah karya imajinatif, karya sastra menampilkan suatu

    gambaran kehidupan. Kehidupan itu sendiri merupakan kejadian yang nyata

    dalam kehidupan sosial dan kultural (sosial and cultural facts). Kehidupan itu

    diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Persoalan atau

     peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat akan terjadi sepanjang masa. Artinya

    terjadi pada masyarakat yang berbeda-beda menurut zaman. Bukan hanya

    sekarang, melainkan terjadi pada setiap zaman. Persoalan itu juga akan

    mempengaruhi kreativitas pemikiran seorang pencipta karya sastra, sehingga

    memungkinkan muncul konflik atau ketegangan batin tersebut dalam bentuk

    karya sastra.

    Luxemburg (1984: 23) memaparkan bahwa sastra yang ditulis pada suatu

    kurun waktu tertentu berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.

    Selain itu, sastra juga menggambarkan suatu kebudayaan yang tumbuh dalam

    lingkungan masyarakat yang diangkat untuk menjadi ciri yang ditonjolkan dalam

    karya tersebut. Di samping mengekspresikan dan mengemukakan persoalan hidup

    yang terjadi, pengarang juga mengajak pembaca untuk ikut memecahkan

     persoalan kehidupan. Karya satra tercipta karena adanya keinginan dari pengarang

    dalam mengungkapkan kreativitasnya yang dituangkan melalui pola berpikir, ide,

    gagasan, pesan dan prinsip yang berasal dari imajinasi dan realitas sosial budaya

     pengarang serta menggunakan media bahasa sebagai penyampaianya. Pencipta

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    19/193

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    20/193

    4

     Novel  Negeri Lima Menarakarya Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun

    2009 dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mengetahui sosiologi sastra dan nilai-

    nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut. Novel  Negeri Lima

    menara mempunyai masalah-masalah kehidupan sosial budaya yang berasal dari

    daerah masing-masing oleh para tokoh. Novel  Negeri Lima menara juga memiliki

    nilai positif yaitu penjelasan nilai keteladanan dalam sebuah lembaga pendidikan

    sehingga bisa dijadikan panutan bagi pembaca. Novel Negeri Lima menara karya

    Ahmad Fuadi dipilih karena memiliki beberapa kelebihan baik dari segi isi atau

     bahasanya dibandingkan novel yang lain.

     Novel-novel lain yang mempunyai masalah-masalah sosial yaitu novel

    Singkar   karya Siti Aminah tahun 2008 dari Yogyakarta yang menceritakan

    tentang masalah politik, pergerakan mahasiswa dan masalah rumah tangga, Novel

    Para Priyayi  karya Umar Kayam bercerita tentang seorang anak dari keluarga

     buruh tani yang oleh orang tua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi

    “sang pemula” untuk membangun dinasti keluarga priyayi kecil, Novel  Di Kaki

     Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari yang menggambarkan keadaan sosial

    masyarakat Jawa Tengah, pada salah satu desa kecil bernama Desa Tanggir tahun

    70-an dan lain-lain.

     Novel Negeri Lima menara karya Ahmad Fuadi menggambarkan tentang

    kisah seorang anak dari Kabupaten Agam, Bukittinggi yang melanjutkan sekolah

    ke Pondok Madani di Jawa Timur. Keinginan masuk ke Podok Madani ini atas

     permintaan ibunya. Yang menarik setelah masuk ke Pondok Madani, ia terkesan

    dengan mantra dari kiayinya yaitu man jadda wa jadda, artinya bahwa siapa yang

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    21/193

    5

     bersungguh-sungguh akan berhasil, kedisiplinan yang kuat, persabatan yang tak

     pernah putus walau jarak memisahkan, dan cita-cita yang didasari dengan

    keyakinan yang kuat. Kisah ini diperankan oleh enam anak yang berasal dari

     berbagai daerah di Indonesia.

    Latar pesantren yang kuat dengan kedisiplinan menjadi latar cerita yang

    memikat dan memberikan nilai lebih bagi pembaca. Hal ini mengajarkan tentang

     pergaulan yang kuat, mandiri, belajar keras dan sampai pada belajar menjadi

    seorang pemimpi yang sejati. Kelebihan lain adalah gaya bahasa yang lugas dan

    mudah dipahami serta pencitraan dalam novel  Negeri Lima menara  mudah

    diekspresikan dan diinterprestasikan.

    Adapun alasan diangkatnya sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan

    sebagai kajian karena novel  Negeri Lima menara memiliki kelebihan tersendiri.

    Apalagi didukung masalah kehidupan sosial yang terjadi selama di dalam

     pesantren. Nilai pendidikan terlihat pada segala sesuatu yang terlihat melalui

     proses pendidikan. Baik bentuk pengalaman di menara, tatap muka di kelas dan

    hukuman yang dijatuhkan pada setiap anak yang melanggar peraturan.

    B. 

    Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

    dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

    1.  Bagaimanakah pandangan pengarang terhadap Pondok Madani dalam

    novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi?

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    22/193

    6

    2.  Bagaimanakah aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel  Negeri

     Lima Menara karya Ahmad Fuadi?

    3. 

    Bagaimana nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel  Negeri Lima

     Menara karya Ahmad Fuadi?

    C. 

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. 

    Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan pengarang terhadap Pondok

    Madani dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

    2.  Mendeskripsikan dan menjelaskan aspek sosial budaya yang terdapat

    dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

    3.  Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat

    dalam novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi.

    D.  Manfaat Penelitian

    1.  Manfaat Teoritis

    a.  Memberi sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian

    novel sebagai salah satu genre sastra.

     b.  Menambah wawasan tentang pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai

     pendidikan khususnya novel yang nantinya dapat diterapkan atau menjadi

    referensi untuk meneliti dan mengkaji novel yang lain.

    c.  Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan

    ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    23/193

    7

    2.  Manfaat Praktis

    a. 

    Bagi Guru

    Hasil penelitian ini mendeskripsikan sosiologi sastra dan nilai-nilai

     pendidikan dalam novel  Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Guru

    dapat mengajarkan nilai-nilai tersebut dapat dijadikan teladan bagi siswa

    dalam menghadapi serta menyikapi setiap permasalahan yang terjadi

    dalam kehidupan.

     b.  Bagi Siswa

    Menambah perbendaharaan tentang kajian terhadap novel terutama

     pengkajian nilai sosiologi sastra dan nilai pendidikan yang merupakan

    salah satu materi ajar pada Pembelajaran Sastra.

    c.  Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam menginterpretasikan

    novel  Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sehingga pemaknaan

    terhadap karya sastra akan lebih terarah.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    24/193

    8

    BAB II

    LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

    A.  Landasan Teori

    1.  Hakikat Novel

    a.  Pengertian Novel

     Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebu

    sebagai fiksi. Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa

    Italia. Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 9), secara harafiah

    novella  berarti sebagai sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan

    sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

    Abrams (1971: 110) menjelaskan bahwa

    “ Novel is term novel is now applied to great variety of writings that havein common only the attribute of being extended works of prose fiction. As an

    extended narrative, the novel is distinguished from the short story and from the

    work of midlle length called thenovelette. “ 

    Abrams menjelaskan bahwa novel adalah istilah novel sekarang

    diterapkan untuk berbagai macam tulisan yang berbentuk suatu karangan yang

     berupa prosa fiksi. Karangan tersebut berupa cerita pendek dan prosa. Fiksi

    adalah cerita rekaan atau dibuat-buat, sedangkan yang termasuk fiksi adalah

    novel dan cerpen. Namun kadangkala fiksi juga sering digunakan sinonim dari

    novel.

    Burhan Nurgiyantoro (2002: 9-10) memaparkan bahwa dewasa ini istilah

    novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia,

    novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    25/193

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    26/193

    10

    Dengan kata lain, novel merupakan salah satu bentuk fiksi dalam bentuk

     prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak terlalu panjang dan juga

    tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal yang berkaitan dengan

    isicerita novel, antara lain: (1) perubahan nasib tokoh cerita; (2) ada beberapa

    episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama yang

    diceritakan tidak sampai mati. Secara garis besar, novel merupakan sebuah

    karangan yang memaparkan ide, gagasan atau khayalan dari penulisanya.

    Hal tersebut sejalan dengan definisi novel yang terdapat di dalam The

     American College Dictionary (dalam Henry Guntur Tarigan,1993: 120) novel

    adalah (1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif,

    terutama dalam bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/

    dongeng-dongeng; (3) sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau diimajinasikan,

    suatu cerita yang disusun.

    Sementara itu menurut Orr dalam  Journal of European Studies.Volume, 9

     No. 36 bahwa tujuan novel adalah penyadaran terhadap realitas.

     Intended as an original contribution to the sociology of the novel. It is is

    concerned with the destiny of the modern novel itself. This destiny would appear

    to the needful resuscitation of tragic realism after its demise with or around,

    Orwell. (Orr, 1977: 304-305).

    Orr (1977 :304-305) pada pernyataan di atas mengatakan bahwa kontribusi

    asli untuk sosiologi pada novel. Hal ini berkaitan dengan novel modern tersebut.

    Misalnya seperti hal yang diperlukan dalam peristiwa yang tragis, kematian atau

    kejadian yang terjadi di sekitar kita.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    27/193

    11

    Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Brooks (dalam

    Henry Guntur Tarigan, 1993: 120) mendefinisikan fiksi sebagai sebuah bentuk

     penyajian ataucara seseorang memandang hidup ini. Jadi karya fiksi memang

     bukan nyata, tetapikarya sastra juga bukan kebohongan karena fiksi adalah suatu

     jenis karya sastra yang menekankan kekuatan kesastraannya pada daya

     penceritaannya. Karya sastra bukan hanya sebuah khayalan semata, tetapi juga

    merupakan sebuah refleksi dari suatu hal yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin

     juga dialami oleh penulis.

    Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldmann (dalam

    Faruk, 2010: 29) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian

    yang terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero

    yang problematik dalam sebuah dunia yang juga tergradasi. Nilai-nilai otentik

    yang dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel

    yang dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak

    tertuang secara eksplisit.

    Atar Semi (1993: 32) juga memaparkan pendapat yang tidak jauh berbeda

    dengan pendapat-pendapat di atas, bahwa novel mengungkapkan suatu

    konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan

    yang tegas. Dalam hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan

    yang lebih mendalam dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat

    diartikan bahwa sebuah novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang

    menggambarkan refleksi kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya

    secara utuh dengan berbagai nilai yang turut membangun kelengkapan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    28/193

    12

    sebuahcerita. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel tersebut tidak

    dituangkan secara eksplisit oleh penulisnya dan nilai tersebut pada akhirnya dapat

    diambil oleh pembaca sebagai sebuah pelajaran yang mungkin bermanfaat untuk

    kehidupannya.

     Novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat

    artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur,

    yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling

    menguntungkan. Unsur-unsur tersebut turut membangun sebuah novel yang

    kemudian membentuk sebuah totalitas tersebut. Secara tradisional, unsur-unsur

     pembangun novel dapat dibedakan menjadi dua bagian walaupun tidak

    sepenuhnya terpisah, unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik (Burhan

     Nurgiyantoro, 2002: 23).

    Mengenai segi unsur dari dalam novel yang turut membangun jalinan

    keutuhan sebuah novel, Burhan Nurgiyantoro (2002: 4) memaparkan bahwa novel

    merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang imajiner,

    dunia yang diharapakan menjadi model kehidupan yang nyata yang dibangun

    melalui berbagai unsur intrinsik, seperti  plot , setting, peristiwa, tokoh, tema, dan

    sudut pandang.

    Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah

    karya sastra yang berisi tentang rangkaian cerita yang memaparkan ide, gagasan,

    maupun khayalan penulisnya. Akan tetapi, novel tidak hanya khayalan semata,

    novel juga memaparkan tentang refleksi dari suatu hal yang dilihat, dirasa, bahkan

    mungkin juga dialami oleh penulisnya. Keterjalinan cerita dan kesempurnaan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    29/193

    13

    sebuah novel dapat dilihat dari beberapa unsur yaitu unsur intrinsik yang terdiri

    dari alur, penokohan, setting, tema, dan sudut pandang serta unsur ekstrinsik yang

     berupa latar belakang pengarang, amanat, dan berbagai unsur lain yang turut

    membangun sebuah novel hingga novel tersebut dapat dengan mudah dipahami

    oleh para penikmatnya.

    b. Jenis-Jenis Novel

    Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 16), novel terdiri dari dua macam

    yaitu novel serius dan novel populer. Pembedaan novel tersebut sering mengalami

    kekaburan makna. Hal ini disebabkan karena pembedaan tersebut cenderung

    mengarah pada subjektifitas penikmat sastra. Para penikmat sastra beranggapan

     bahwa novel yang ditulis oleh beberapa penulis tertentu dan penerbit tertentu yang

    sering menerbitkan karya sastra yan cenderung “berat” kadar kesastraannya.

     Novel serius merupakan novel yang mengandung unsur sastra yang kental. Novel

    ini juga harus sanggup memberikan hal yang serba mungkin terjadi, dan itulah

    makna dari sastra yang sastra.

    Pada umunya novel serius mengandung tujuan yang tersirat didalamnya

    untuk memberikan pengalaman yang berhargabagi pembaca, setidaknya novel

    tersebut mampu mengajak pembacanya untuk meresapi dan merenungkan

    masalah yang diangkat oleh sebuah novel (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 18-19).

    Dengan demikia, novel serius lebih mengarah pada suatu bentuk karya yang di

    dalamnya terdapat sebuah pelajaran berharga yang dapat diambil oleh para

     penikmat sastra melalui pemahaman yang mendalam.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    30/193

    14

    Burhan Nurgiyantoro (2002: 18) mendefinisikan novel popular sebagai

    novel yang popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya

     pembaca di kalangan remaja.Namun, novel popular hanya bersifat

    sementara,cepat ketinggalan zaman, dan tidak dapat memaksa pembacanya untuk

    membaca sekali lagi novel tersebut.Selain itu, novel popular juga cepat

    ditinggalkan oleh pembacanya setelah muncul novel yang lebih baru dan popular

    (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 16). Novel ini menampilkan masalah-masalah yang

    aktual dan selalu menzaman namun hanya sampai pada tingkat permukaan saja,

    tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih mendalam atau dengan

    katalain tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Apabila hal tersebut terjadi

    dalam penulisan novel popular maka novel akan menjadi lebih berat, menjadi

    novelserius, dan bisa dimungkinkan akan ditinggalkan oleh pembacanya.

    Sesuai dengan teori Lukacs, Goldmann (dalam Faruk, 2010: 31) membagi

    novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel

     pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimisme

    dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis kedua

    sang hero cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh

    dunia fantasi. Sedangkan dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan

     pencariannya akan nilai-nilai yang otentik.

    Di pihak lain Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 126), yang

    memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas kultural,

    mengungkapkan bahwa novellah karya sastra yang berhasil merekonstruksi

    struktur mental dan kesadaran sosial secara memadai, yaitu dengan cara

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    31/193

    15

    menyajikannya melalui tokoh-tokoh dan peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh

    imajiner juga merupakan salah satu keunggulan novel dalam usaha untuk

    merekonstruksi dan memahami gejala sosial, perilaku impersonal, termasuk

     peristiwa-peristiwa historis (Nyoman Kutha Ratna, 2011: 127).

    Kita harus membedah struktur yang dimiliki suatu karya sastra untuk

    memahaminya, khususnya novel. A. Teeuw (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 59-

    60) menyebutkan bahwa sebuah sistem sastra memiliki tiga aspek: pertama

    eksterne strukturrelation, yaitu struktur yang terikat oleh sistem bahasa pengarang

    terikat oleh bahasa yang dipakainya; kedua interne strukturrelation, yaitu struktur

    dalam bagian-bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan; dan ketiga

    model dunia sekunder, yaitu model dunia yang dibangun oleh pengarang, dunia

    fantasi atau dunia imajinasi.

    Wellek dan Warren (1993: 75-130) menyebutkan adanya empat faktor

    ekstrinsik yang saling berkaitan dengan makna karya sastra, yaitu biografi

     pengarang, psikologis, sosial budaya masyarakat dan filosofis. Untuk memahami

    sebuah novel, harus dilakukan pembedahan struktur yang dimiliki Kenney (1966:

    6-7) berpendapat,

    “To analyze a literary work is to identify the sparate parts that make it up(this correspondsroughly to the notion of tearing it to pieces), to determine

    the relationships among the parts, and to discover the relation of the parts,

    to the whole. The end of the analysis is always the understanding of the

    literary work as a unified and complex whole”. 

    Dari pendapat Kenney (1966:6-7) dijelaskan bahwa menganalisis sebuah

    karya sastra dengan mengidentifikasi bagian-bagian karya yang membentuk,

    dengan menentukan hubungan antar bagian-bagian, dan menemukan antar bagian-

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    32/193

    16

     bagian secara keseluruhan. Analisis akhir suatu pemahaman karya sastra sebagai

    satu kesatuan yang utuh dan kompleks.

    Fiksi modern di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu, bacaan hiburan,

    cerita dengan kecenderungan konvensional, dan fiksi modern dengan

    kecenderungan inkonvensional. Bacaan hiburan berfungsi sebagai sarana hiburan

     bagi pembacanya. Pembagian cerita dengan kecenderungan konvensional dan

    inkonvensional tersebut berkaitan dengan konvensi unsur-unsur intrinsik sastra.

    Konvensional merupakan cerita yang masih berpegang pada aturan atau konvensi

    sastra yang ada, sedangkan inkonvensional tidak berpegang dan bahkan

    menyimpang dari konvensi atau aturan sastra yang telah ada. Pembedaan tersebut

    sedikit berbeda dengan kategorisasi yang dilakukanoleh Goldmann.

    Lubis (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:165-166) mengkategorikan

    novel menjadi beberapa jenis, antara lain roman avontur, roman psikologis, roman

    detektif, roman sosial, roman politik, roman kolektif. Terdapat sedikit perbedaan

    dari pengkategorian di atas adalah pembagian yang ada dalam Ensiklopedia

    Indonesia (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 166), yaitu romansosial, roman

     bersejarah, roman tendens, roman keluarga, roman psikologis.

    Berdasar pada berbagai pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara

    garis besar novel terbagi menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. Novel

    serius merupakan sebuah karya sastra yang memiliki kadar kesastraan yang tinggi

    dan membutuhkan suatu pemahaman yang lebih untuk dapat memahaminya.

     Novel serius cenderung mengangkat tema-tema yang lebih “berat”, seperti tema

    tentang politik, pendidikan, psikologi, dan lai-lain.Novel popular merupakan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    33/193

    17

    sebuah karya sastra yang berfungsi sebagai sebuah sarana hiburan.Meskipun

    hanya sebagai sebuah sarana hiburan, novel popular tak lantas mengabaikan

    konvensi-konvensi sastra yang ada.Novel popular tetap mengindahkan konvensi

    sastra yang ada dan juga memiliki nilai estetis yang dapat dinikmati oleh pembaca

    dan nilai pedagogis yang dapat dipetik oleh pembaca. Untuk memahaminya pun

     pembaca tidak membutuhkan pemikiran yang lebih.

    c.  Unsur-Unsur Novel

    Jakob Sumarjo (1982:11) mencantumkan unsur-unsur fiksi (novel) sebagai

     berikut: (1) plot atau alur; (2) kerakter atau penokohan; (3) tema; (4) setting atau

    latar; (5) suasana; (6) gaya; dan (7) sudut pandang penceritaan.

    Berbeda dengan pendapat di atas, Zainuddin Fanani (2000 : 84)

    mendefinisikan bahwa unsur-unsur prosa dibagi menjadi: (1) Tema; (2)

    Penokohan; (3) Plot; dan (4) Setting.

    Lebih lanjut lagi akan dipaparkan satu persatu struktur tersebut:

    1.  Plot

    Plot sering juga disebut alur. Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka

    awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang

     berlawanan (Herman J. Waluyo, 2002: 8).

    William Kenney (1966: 13-14) menyatakan:

    “  plot reveals event to us, not only in their temporal, but also in

    relationships. Plot makes us aware of events not merely as elements in

    temporal series, but also as an intricate pattern of cause and effect”. “The

    structure of plot to recognize this much, however.Is only a beginning. We

    must consider in more specific terms the form this “arrangement” we call

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    34/193

    18

     plot is likely to take. For, underlying the evident diversity of fiction, we

    may discern certain recurring patterns”.

    Berpijak dari pendapat William Kenney (1966: 13-14) dapat dijelaskan

     bahwa plot mengungkapkan suatu rencana, bukan hanya dalam duniawi penulis

    tetapi juga dalam hal hubungan antar jalinan cerita.Plot merupakan peristiwa yang

    tidak hanya sebagai elemen dalam seri temporal, tetapi juga sebagai pola sebab

    akibat.

    Alur/ Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang

    yang beranggapan bahwa alur merupakan unsur terpenting dalam sebuah cerita

    diantara berbagai unsur fiksi yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh, kejelasan

    alur sebuah cerita erat kaitannya dengan jalinan antarperistiwa yang disajikan oleh

     penulis sehingga dapat membantu mempermudah pemahaman kita terhadap

    ceritayang ditampilkan.Kejelasan alur berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur

     berarti kemudahan cerita untuk dimengerti (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 110).

    Forster (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 113) mengemukakan bahwa

    alur atau  plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada

    adanya hubungan kausalitas. Hal tersebut sejalan dengan Stanton (dalam Burhan

     Nurgiyantoro, 2002: 113) yang menyebutkan bahwa alur adalah cerita yang berisi

    urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,

     peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

    Alur ada bermacam-macam, dilihat dari aspek urutan waktu terjadinya

     peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang besagkutan atau lebih

    tepatnya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, alur terbagi

    menjadi:

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    35/193

    19

    1) Plot lurus/  progresif , alur/  plot sebuah novel dikatakan lurus atau  progresif

    apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa – 

     peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau meyebabkan terjadinya

     peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal,

    yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah/ konflik

    meningkat, klimaks, dan akhir/ penyelesaian (Burhan Nurgiyantoro, 2002:154). 

    2) Plot Sorot-balik/ Flash-back , Urutan kejadian yang disajikan dalam dalam

    sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak

    dimulai dari tahap awal melainkan mungkin cerita disuguhkan mulai dari

    tengah atau bahkan dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita disajikan.

    Karya sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah

    sampai pada konflik yang meruncing (Burhan Nurgiyantoro,2002:154).Dalam

    menyajikan sebuah alur cerita, penulis umumnya memiliki tahapan–tahapan

    atau urutan penceritaan yang berbeda-beda.

    Berikut ini tahapan alur yangdijabarkan oleh Tasrif dalam Mochtar Lubis

    (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002:149) yang membedakan tahapan plot menjadi

    lima bagian, antara lain:

    1) Tahap situation (penyituasian), yaitu tahap yang terutama berisi pelukisan dan

     pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap

     pembukaan cerita, pemberian informasi awal. Tahap ini berfungsi sebagai

    landasan tumpu cerita yang akan dikisahkan;

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    36/193

    20

    2) Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), pada tahap ini

    masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang menyulut konflik mulai

    dimunculkan;

    3) Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), konflik-konflik yang

    dimunculkan mulai berkebang atau dikembangkan kadar intensitasnya.

    Peristiwa-peristiwa yang menjadi inti cerita mulai menegangkan;

    4) Tahap climax (tahap klimaks), konflik dan atau pertentangan yang terjadi

     padapara tokoh mulai mencapai puncaknya; dan

    5) Tahap denouement (tahap penyelesaian), pada tahap ini konflik utama yang

    telah mencapai klimaks mulai diberi jalan keluar begitu juga dengan konflik-

    konflik tambahan yang lain juga mulai diberi jalan keluar.

    Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa alur atau  plot adalah

    rangkaian peristiwa yang disajikan secara kronologis oleh pengarang mulai dari

    tahap awal atau tahap pegenalan tokoh, pemunculan konflik hingga konflik

    tersebut dapat diselesaikan.

    2.  Perwatakan atau Penokohan

    Penokohan adalah pelukisan tokoh atau pelaku cerita melalui sifat-sifat,

    sikap dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur, dkk., 1996: 29). Pengertian

     penokohan tersebut, menurut Panuti Sudjiman (dalam Zulfahnur, dkk., 1996: 29)

    merupakan individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwaatau

    lakuan dalam cerita. Manusia yang menjadi tokoh dalam certa fiksi dapat

     berkembang perwatakannya baik dari segi fisik maupun mentalnya.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    37/193

    21

    Wellek danWarren (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:133-134),

    menyatakan ada beberapa cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan rupa,

    watak, dan pribadi para tokoh,yaitu: (1) Physical description, yaitu melukiskan

     bentuk lahiriah tokoh yang dilakukanoleh pengarang; (2) Portroyal of througth

    streem or of conscious though, yaitu pelukisan jalan pikiran pelakon atau tokoh

    atau apa yang terlintas dalam pikiran pengarangnya; (3)  Reaction of events, yaitu

     pengarang melukiskan bagaimana reaksi tokoh ataulakon terhadap kejadian yang

    ada; (4)  Direct author analisys, yaitu pengarang menganalisis watak tokoh atau

    lakon secara langsung; (5)  Discussion of environment, yaitu pengarang

    melukiskan keadaan sekitar lakonatau tokoh. Misalnya, melukiskan keadaan

    kamar, sehingga pembaca akan memperoleh kesan secara jelas terhadap tokoh

    yang ada; (6)  Reaction of others about character, yaitu pengarang melukiskan

     bagaimanapandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap

     pelakon utama; dan (7) Conversation of others about character, yaitu pelakon

    atau tokoh yang laindalam suatu carita memperbincangkan keadaan pelakon

    utama dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca mendapat kesan

    tentang segala sesuatu mengenai pelakon utama.

    Herman J. Waluyo (2002: 16) mengklasifikasikan tokoh menjadi beberapa

    macam yaitu, pertama berdasar peranannya terhadap jalan cerita, terdapat tokoh-

    tokoh yaitu, tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada

    satu atau dua tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lain yang

    ikut terlibat sebagai pendukung cerita; tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang

    cerita biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita, dan beberapa

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    38/193

    22

    figur pembantu yang ikut menentang cerita; dan tokoh tritagonis, yaitu tokoh

     pembantu baik untuk tokoh protagonist maupun tokoh antagonis.

    Kedua berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat

    tokoh-tokohyaitu, tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak

    lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi dari pertikaian.Tokoh sentral adalah

    tokoh protagonis maupun antagonis; tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau

    tokoh penentang tokoh sentral.Bisa juga sebagai medium atau perantara tokoh

    sentral.Dalam hal inimerupakan tokoh tritagonis; dan tokoh pembantu, yaitu

    tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkapdalam mata rangkai cerita.

    Ketiga hubungan antartokoh. Penokohan dan perwatakan mempunyai

    hubungan yang sangat erat karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang

    sama yaitu tokoh atau suatu peran.Penokohan yang baik adalah yang dapat

    menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh

    tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat.

    Perkembangannya haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan

    kausalitas. Penggambaran perwatakan dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai

     penokohan.

    Pengenalan tokoh dalam suatu cerita, menurut Jakob Sumardjo dan Saini

    K. M. (1994:65), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memahami

    karakter tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu : (1) melalui apa yang diperbuatnya; (2)

    melalui ucapan-ucapannya; (3) melalui gambaran fisik tokoh; (4) melalui pikiran-

     pikirannya; (5) melalui penerangan langsung dari pengarang.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    39/193

    23

    Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional),

    dan penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis,

     psikologis, dan sosiologis) (Herman J. Waluyo, 2002 : 17). Yang termasuk dalam

    keadaan fisik tokoh adalah: umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah,

    ciri khas yang menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus

    /gemuk, suka senyum/cemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak,

    kegemaran, mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks psikologi

    yang dialami, keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan sosiologis meliputi

     jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya.

    Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah

    watak tokoh yang berupa perilaku, ucapan maupun kebiasaan. Hubungan

    antartokoh dapat dilihat dari perwatakan atau penokohan yang digambarkan oleh

     pengarang. Dari penokohan tersebut akan tergambar tentang perilaku, cara

     bicara,dan sikap dari para tokoh yang kemudian dapat digunakan untuk

    menganalisis.

    3.  Tema

    Tema/ theme, menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67)

    adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Pendapat yang sama juga

    disampaikan oleh Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 67) yang juga

    menyatakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah

    cerita. Lebih rinci lagi, Hartoko dan Rahmanto (dalam Burhan Nurgiyantoro,

    2002: 67) mendefinisikan tema sebagai gagasan dasar umum yang menopang

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    40/193

    24

    sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam sebuah teks sastra sebagai

    struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-

     perbedaan.

    Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh

    Zulfahnur, dkk. (1996: 25) yang menyatakan bahwa tema adalah ide sentral yang

    mendasari sebuah cerita, tema mempunyai tiga fungsi, yaitu: sebagai pedoman

     bagi pengarang dalam menggarap cerita; sasaran atau tujuan penggarapan cerita:

    dan mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam satu alur. Tema merupakan

    maknakeseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan

    “tersembunyi” dibalik cerita yang mendukungnya. Oleh karena itu, untuk

    menemukan tema dari sebuah cerita, haruslah disimpulkan terlebih dahulu

    keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu dari sebuah

    cerita.

    Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema

     berhubungan dengan premis dari prosa tersebut yang berhubungan pula dengan

    nada dasar dari sebuah prosa dan sudut pandangan yang dikemukakan oleh

     pengarangnya (Herman J. Waluyo, 2002: 24). Mengenai premis, ia juga

    mengemukakan bahwa premis dapat juga disebut sebagi landasan pokok yang

    menentukan arah tujuan lakon yang merupakan landasan bagi pola konstruksi

    lakon.

    Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema atau theme

    adalah ide pokok dari sebuah cerita yang mengandung makna dari sebuah cerita

    yang pada umunya tekandung secara tersirat, maka untuk menyimpulkan tema

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    41/193

    25

    dari sebuah karya fiksi haruslah menyimpulkannya secara keseluruhan terlebih

    duhulu, melalui tema pula sebuah cerita dikembangkan oleh penulisnya. 

    4. 

    Setting atau Latar

    Setting sering juga disebut latar cerita. Asul Wiyanto(2004: 28).

     berpendapat bahwa setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu

    adegan.Latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita.Tercakup di

    dalamnya lingkungan geografis mulai dari rumah tangga, pekerjaan, benda-benda

    dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa cerita waktu,

    suasana dan periode sejarah (Zulfahnur, dkk., 1996: 37).

    Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat yang diugkapkan oleh Abrams

    (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2002: 216) landas tumpu, menyaran pada

     pengertian tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar atau setting yang

    disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan

    waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

    diceritakan.

    Ada empat bagian penyusun setting menurut William Kenney(1966:40),

    yaitu:

    (1) the actual geographical location, including topographyscenery, even

    the details of a room’s interior; (2) the accupationsand modes of day-to-day

    existence of the characters; (3) the time inwhich the action takes plece,e.g,

    historical period, season of theyear; (4) the religious, moral, intellecctual, sosial,

    and emotional environment of the characters.

    Mengacu dari pendapat William Kenney (1966 : 40) menjelaskan bagian

     penyususn setting adalah (1) lokasi geografis yang sebenarnya, termasuk

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    42/193

    26

    rancangan bentuk dan desain interior; (2) model karakter pemain sesuai dengan

    kehidupan sehari-hari; (3) waktu pegambilan tempat, misalnya periode, sejarah,

    musim dan tahun; (4) karakter yang mencerminkan keagamaan, moral,

    lingkungan, sosial dan emosional.

    Burhan Nurgiyantoro (2002: 227), menjelaskan unsur latar dapat

    dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu (1) latar tempat, yaitu mengacu pada

    lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar

    tempat disebut pula sebagai latar fisik ( physical setting); (2) latar waktu, yaitu

     berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

    sebuah karya fiksi; (3) latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan

    dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan

    dalam karya fiksi. Hal itu dapat berupa kebiasaan hidup, tradisi, cara berpikir dan

     bersikap, pandangan hidup, keyakinan, dan status sosial.

    Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setting atau latar

    adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan

    dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada suatu tempat dalam karya

    fiksi.

    d.  Novel Sebagai Dokumen Sosial (Teeuw)

    Karya sastra sebagai dokumen sosial, hal ini sesuai dengan

    konsekuensinya untuk pemakaian karya sastra, khususnya roman, untuk tujuan

     penelitian ilmu-ilmu sosial. Ada kalanya roman disebut sebagai dokumen sosial,

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    43/193

    27

    walaupun sebutan ini dari segi tertentu ada benarnya. Namun roman tidak berarti

    dapat dipergunakan langsung sebagai dokumen seperti laporan wartawan,

    kumpulan data statistik dan lain-lainnya. Oleh karena itu tiap karya sastra ada

    keterpaduan antara mimesis dan kreasi, antara kenyataan dan khayalan orang

    harus hati-hati dalam mengambil data faktual dari tulisan rekaan, walaupun

    tulisan itu sebenarnya sangat realis.

    Sebagai penyedia data dan fakta roman tidak dapat dipercaya karena tidak

     bisa diketahui di mana fakta berakhir dan rekaan dimulai. Penulis roman tidak

    dapat dan tidak perlu mempertanggungjawabkan takaran kenyataan dalam isi

    faktual karyanya. Dalam arti ini roman biasanya bukan dokumen sosial. Hanya

    tulisan rekaan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada data yang

    diperoleh dari sumber yang jelas bersifat dokumen sosial.

     Novel merupakan karya rekaan. Karya rekaan memang merupakan

    dokumen sosial, yang lebih dahulu disebut jalan keemapat ke kebenaran: lewat

    sastra pembaca sering kali jauh lebih baik dari lewat tulisan sosiologi mana pun

     juga, dapat menghayati hakikat eksistensi manusia dengan segala

     permasalahannya (Teeuw, 1984:237).

    Richard Hoggart dalam Teeuw (1984:237) menjelaskan bahwa sastra yang

     baik menciptakan kembali rasa kehidupan, bobotnya dan susunannya.

    Menciptakan kembali keseluruhan hidup yang dihayatinya, kehidupan emosi,

    kehidupan budi, individu maupun sosial, dunia yang syarat obyek.Hal ini

    diciptakannya bersama-sama dan secara saling keterjalinan, seperti terjadi dalam

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    44/193

    28

    kehidupan yang kita hayati sendiri.Sastra baik menciptakan kembali

    kemendesakan hidup.Tetapi arti karya sastra semacam itu tidak bias ditangkap

    dengan metode dan teknik ilmu-ilmu sosial. Untuk itu diperlukan kepekaan

    kesastraan, kemahiran membaca, memahami dan menilai karya sastra sesuai

    dengan ciri khasnya sebagai rekaan, yang diciptakan oleh manusia dengan dengan

    daya cipta yang peka pula.

    Hal ini diperkuat oleh Hoggart dalam Teeuw (1984:238) bahwa

     pemahaman puitik, metaforik, intuitif adalah wujud pengetahuan, walaupun tidak

    dapat diukur secara obyektif. Kesahihannya tergantung pada daya imajinasi

     pengarang (imajinasi terkandung pula didalamnya penembusan, kekompleksan,

    kejujuran) dan pada kemampuan kita sebagai pembaca untuk mengujinya dengan

    rasa pengalaman sendiri.

    Permasalahan dalam novel yang terjadi di dalam masyarakat, ketika

    diangkat oleh pengarang melalui karya sastra sebagai dokumen sosiobudaya, akan

    memberikan makna yang kompleks dan mengandung misi tertentu. Sehubungan

    dengan hal itu, novel dianggap sebagai sebuah dokumen sosiobudaya yang

    mengandung makna. Setiap makna yang terkandung pada sebuah novel tentunya

    dapat diperoleh dari kajian berbagai aspek dan unsur yang membangunnya.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah karya sastra

    dapat dikatakan sebagai dokumen sosial, jika karya sastra tersebut berdasarkan

    cerita rekaan yang datanya diambil dari kehidupan masyarakat yang

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    45/193

    29

    sebenarnya.Hal ini sesuai dengan karya sastra berupa novel yang banyak

    mengisahkan tentang kehidupan manusia.

    2.  Kajian tentang Sosiologi Sastra

    a.  Pengertian Sastra

    Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sehingga,

     berbatasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak.

    Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata

    sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau

    instruksi. Akhiran  –tra  biasanya menujukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra

    dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi atau pengajaran,

    seperti silpasastra (buku arsitektur), kamasastra (buku petunjuk mengenai

     petunjuk seni cinta) (Teeuw, 1984 : 23).

    Selanjutnya Teeuw (1984 :22) juga merumuskan nama sastra sebenarnya

    merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari nama yang digunakan dalam

    masyarakat bahasa asing, khususnya eropa. Dalam bahasa Inggris sastra

    dinamakan literature,  dalam bahasa Jerman sastra dinamakan literature, dalam

     bahasa Perancis literature. Nama susastra digunakan yang kurang lebih berarti

    “tulisan yang indah” juga digunakan dalam masyarakat Eropa tersebut:

    letterkunde dalam bahasa Belanda, belles-letters dalam bahasa Perancis.

    Merujuk dari pendapat Teeuw di atas bahwa dalam usahanya untuk

    merumuskan pengertian sastra memusatkan banyak perhatian pada pengertian

    tulisan dengan berbagai cirinya.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    46/193

    30

    Rene Wellek dan Austin Waren memberikan pengertian sastra sebagai

     berikut:

    “Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Teknik-

    teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan mantra bersifat sosial

    merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra menyajikan

    kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial,

    walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif kehidupan

    manusia.” (Rene Wellek dan Austin Warren, 1993:109)

    Berhubungan dengan istilah sastra, Atar Semi (1993:8) menjelaskan sastra

    adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah

    manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

    Jakob Sumardjo dan Saini K. M. (1994:3) menjelaskan bahwa sastra

    adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,

    ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang

    membangkitkan pesona dengan alat bahasa.

    Sastra juga dapat diartikan sebagai hasil kreativitas pengarang yang

     bersumber dari kehidupan manusia secara langsung atau melalui rekaannya

    dengan bahasa sebagai medianya. Sastra dianggap sebagai karya yang berpusat

     pada moral manusia (humanitat), yang di satu sisi terkait dengan sejarah dan pada

    sisi lain pada filsafat (Darma dalam Retno Winarni, 2009:7).

    Dari beberapa istilah sastra di atas yang dikemukakan oleh beberapa ahli

    memiliki persamaan bahwa sastra sama-sama menggunakan media atau perantara

     berupa bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi bagi masayarakat. Bahasa

    diciptakan oleh manusia berdasarkan tempat tinggalnya. Namun, kosa kata dalam

     bahasa merupakan kesepakatan antar masyarakat. Selain bahasa, persamaan lain

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    47/193

    31

    adalah obyeknya adalah manusia. Ungkapan karya sastra manusia tersebut berupa

    kehidupan sehari-hari atau hasil imajinasi pengarang.

    Sementara itu Sastra menurut Luxemburg (1984 : 5) merupakan sebuah

    ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Sang seniman

    menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta

    alam, bahkan meyempurnakannya.

    Merujuk dari pendapat di atas, sastra memang hidup dan berasal dari

    masyarakat. Masyarakat mampu menciptakan karya sastra merupakan masyarakat

    yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi. Hasil karya tersebut akan dinikmati

    oleh pembaca dan dijadikan pandahuan dalam kehidupan. Di mana karya sastra

    mempunyai ide, gagasan dan nilai-nilai kehidupan yang baik dan patut diikuti

    oleh masyarakat.

    Secara intuitif, kita ketahui bahwa sastra termasuk dalam seni, tetapi juga

    lebih dari seni.Sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang

    lebih luas daripada yang bersifat estetik (seni) saja. Sastra selalu melibatkan

     pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi dan etika.Dengan demikian sastra

    cenderung menjadi lebih penting dan menarik perhatian pembaca dari pada

     bentuknya sebagai penjelmaan pengungkapan seni. Pembicaraan sastra lebih

     banyak berhubungan dengan kehidupan yang dipaparkan dalam karya sastra

    daripada masalah estetikanya (Sastrowardoyo dalam Nani Tuloli, 2000:2).

    Sementara itu Nani Tutoli (2000:2) mengatakan bahwa sastra merupakan

    ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    48/193

    32

    Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan

    hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi

    murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaan), atau

    dambaan intuisi pengarang dan dapat pula sebagai campuran semuanya itu.

    Merujuk dari beberapa pendapat di atas, untuk memudahkan pengertian

    sastra, perlu dikembangkan beberapa pandangan sebagai berikut:

     b.  Dalam sastra ada penanganan bahan yang khusus, yang berlaku

     pada puisi dan prosa. Misalnya terdapat paralisme, kiasan,

     penggunaan bahasa yang tidak gramatikal, peristiwaan dan sudut

     pandang yang bermacam-macam. Maka untuk mengerti sastra kita

    haru kembali kepengetahuan tentang bahasa.c.

     

    Ada anggapan bahwa sastra cenderung sebagai fiksi. Fiksionalitas

    ini dapat dikaji dalam sastra tulis maupun sastra lisan, juga terdapat

     pada semua ragam (puisi dan prosa)

    d.  Penggunaan tanda-tanda khusus dalam sastra, memungkinkan

    munculnya wawasan bersifat umum tentang keberadaan menusia

    sosial atau budaya dan intelektual.e.  Dengan memahami sastra sebagai sebagai karya fiksi, serta

    hubungan antara yang khusus dan umum, kita dapat

    menginterpretasikan sastra sesuai dengan wawasan kita. Dalam

    teks sastra, secara implisit terdapat banyak “tempat terbuka” bagi

     penafsiran dan pemahaman.

    f.  Penciptaan karya sastra berada pada ketegangan antara kreatikvitas

    dan konvensi. Karya sastra itu di satu pihak tergantung (terkait)

    dengan konvensi sastra, tetapi pada sisi lain dituntun keaslian dan

    kraatifitas peniptaan (Nani Tutoli, 2000:2-3)

    Definisi-definisi sastra yang ada dijadikan patokan tentang pengertian

    sastra, umumnya masih bersifat parsial sehingga belum mampu memberikan

    gambaran pengertian sastra secara utuh. Keparsialan definisi tersebut oleh

    Luxemburg (1984:4) digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi:

    a.  Definisi yang mencakup aspek terlalu banyak, sering dilupakan

    antara definisi deskriptif mengenai sastra itu apa. Dengan devinisi

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    49/193

    33

    evaluative yang berkaitan dengan nilai yang menentukan suatu

    karya bernilai tinggi atau tidak.

     b. 

    Definisi yang merupakan definisi ontologism, yaitu definisi yangmengungkapkan hakikat sebuah karya sastra sambil melupakan

     bahwa hendaknya didefinisikan di dalam situasi para pemakai atau

     pembaca sastra, norma dan deskripsi sering dicampurbaurkan

    sehingga tidak disadari bahwa sementara karya untuk orang ini

    termasuk sastra sedang munurut orang lain bukan sastra.

    c.  Definisi yang terlalu dititikberatkan pada contoh sastra Barat.

    Khususnya sejak jaman Renaissance, tanpa memperhitungkan

    sastra di luar jaman tersebut. Padahal di luar kebudayaan sastra

    Eropa, banyak dijumpai sastra yang berbeda yang mempunyai

    kekhasan.

    d. 

    Definisi yang hanya berkecenderungan dengan jenis-jenis sastratertentu sehingga tidak relevan apabila diterapkan pada semua jenis

    sastra.

    Pengertian tentang sastra (Luxemburg, 1984: 3-4) juga berlaku pada

    zaman romantik. Beberapa pengertian sastra pada zaman romantik;

    a.  Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah

    imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses

     penciptaan di alam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra

    terutama merupakan sesuatu luapan emosi yang spontan.

     b.  Sastra bersifat otonom , tidak mengacu pada yang lain, sastra tidak bersifat

    komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya

    sendiri. Dalil ini masih bergema di hampir setiap pendekatan terhadap sastra.

    c.  Karya sastra yang otonom itu bercirikan suatu koherensi. Pengertian

    koherensi itu pertama-tama dapat ditafsirkan sebagai suatu keselarasan yang

    mendalam antara bentuk dan isi.

    d.  Sastra menghindarkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan.

    Pertentangan-pertentangan tersebut aneka rupa bentuknya ada pertentangan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    50/193

    34

    antara yang di sadari dan yang tidak di sadari, antara pria dan wanita, antara

    roh dan benda, dan seterusnnya.

    e.  Sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan.

    Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa sastra adalah hasil

    kreatifittas masyarakat yang berupa ide, pengalaman, pemikiran dan perasaan

    melalui media bahasa dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imajinasi

    ini dapat berupa titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap

    kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan

    dengan kenyataan hidup (rekaan), atau dambaan intuisi pengarang dan dapat pula

    sebagai campuran semuanya itu.

    b.  Pengertian Sosiologi

     Nyoman Kutha Ratna (2011:1) menjelaskan bahwa sosiologi berasal dari

    akar kata sosio  (Yunani) (socius  berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman)

    dan logi  (logos  berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan

     berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius  berarti masyarakat,

    logi/logos  berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan

     pertumbuhan (evolusi)  masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari

    keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat , sifatnya umum,

    rasional dan empiris.

    Soerjono Soekanto (2010: 4) merumuskan “secara etimologis sosiologi

    sastra berasal dari bahasa Latin socius  yang berarti kawan dan logos  dari kata

    Yunani yang berarti ilmu”. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan:

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    51/193

    35

    Secara singkat sosiologi adalah ilmu sosial yang objeknya adalah

    keseluruhan masyarakat dalam hubungannya dengan orang-orang di

    sekitar masyarakat itu. Sebagai ilmu sosial, sosiologi terutama menelaahgejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan

    masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan

    kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi sastra juga

    mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar dan gejala abnormal atau

    gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial. (Soerjono

    Soekanto, 1993: 395)

    Swingewood (dalam Faruk, 2010: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai

    studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dan masyarakat, studi mengenai

    lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.

    Berkaitan dengan pendapat di atas, Giddens dalam Faruk (2010:18)

    mengatakan bahwa :

    “…The study of human sosial life, groups, dan societies.it is a dazzling

    and compelling enterprise, having as its subject matter our own behavior as

    sosial beings. The scope of sociology is extremely wide, ranging from the analysis

    of passing encounters between individuals in the street up to the investigation ofglobal sosial processes.”

    Bertumpu pada penjelasan di atas bahwa Giddens dalam Faruk (2010:18)

    mengatakan studi tentang kehidupan manusia, kelompok dan masyarakat.Studi

    tersebut merupakan permasalahan manusia dalam kehidupan sosial. Ruang

    lingkup sosiologi sangat luas mulai dari individu sampai proses sosial dalam

    masyarakat.

    Selanjutnya Pitirim Sorokin dalam Soerjono Soekanto (2010: 17)

    mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:

    a.  Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala

    sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan

    moral, hukum dengan ekonomi, gerak masayarakat dengan politik dan lain

    sebagainya);

     b.  Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-

    gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya);

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    52/193

    36

    c.  Ciri-ciri umum semua jenis gejala – gejala sosial.

    Abdulsyani (2007:5) mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu

     pengetahuan yang mempunyai obyek studi masyarakat.Sosiologi berkembang di

    dalam masyarakat.Masyarakatlah yang menjadi obyek ilmu.Baik itu dilihat dari

    aspek sosial, aturan, adat-istiadat, kebudayaan dan sebagainya.

    Sosiologi sebenarnya mempelajari manusia sebagaimana ditemukan dan

    dialami secara langsung dalam kenyataan keseharian kehidupan (Faruk, 2010:17).

    Sebuah usaha untuk menemukan aturan, hukum dan pola-pola yang berulang dan

     berlangsung dalam waktu relatif lama. Hal ini disebabkan obyek pengalaman

    dalam kehidupan sehari-hari berlangsung tak beraraturan.Pengalaman tersebut

    senantiasa berubah, hilang sesaat atau muncul kembali.

    Michael Zeratta dalam Elizabeth dan Tom Burns (1973:11)

    mendefinisikan sosiologi dalam novel:

     In the sociology of the novel, sociologi is dealing with an art. True,

    narrative fiction is contained within language and takes most of its own

    character from it; the form and content of the novel derive more closely

     from sosial phenomena than do those of other arts, except perhaps

    cinema; novels often seem bound up with particular moments in the

    history of society; we are none the less concerned with a specific art.

    Dalam sosiologi novel, ilmu sosiologi berhubungan dengan suatu

    seni.Adalah benar, fiksi naratif termasuk dalam bahasa dan membentuk

    karakternya sendiri paling banyak dari bahasa itu; bentuk dan isi novel mengambil

    lebih dekat fenomena sosial dibanding bentuk kesenian lain kecuali, film; novel

    seringkali terlihat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah

    manusia.

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    53/193

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    54/193

    38

    ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan

    resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut.

    Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-

     persyaratan keilmuan dalam menangani objek sasarannya.

    Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut

     para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan

    antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi

    ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya.Mereka

    memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak

    terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams,

    1971:178).

    Sekalipun teori sosiologis sastra sudah diketengahkan orang sejak

    sebelum Masehi, dalam disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan

    suatu bidang ilmu yang tergolong masih cukup muda (Damono, 1978:3) berkaitan

    dengan kemantapan dan kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat

    analisis sastra yang relatif masih lahil dibandingkan dengan teori sastra

     berdasarkan prinsip otonomi sastra.

    Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang

    terjadi dewasa ini (das sein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). 

    Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Menurut

     Nyoman Kutha Ratna (2011: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra

    yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    55/193

    39

    antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:(1) Pemahaman terhadap karya

    sastra dengan pertimbangn aspek kemasyarakatannya;(2) Pemahaman terhadap

    totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di

    dalamnya;(3) Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan

    masyarakat yang melatarbelakangi; (4) Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah

    (dialektik) anatara sastra dengan masyarakat; dan (5) Sosiologi sastra berusaha

    menemukan kualits interdependensi antara sastra dengan masyarakat.

    Endraswara (2010: 79) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Sastra,

    memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada

    masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia

    dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.

    Lebih lanjut Nurhayati Harahap (2006:31-32) dalam Jurnal Ilmiah dan

    Bahasa menjelaskan bahwa sebuah karya sastra didekatidari hal-hal yang berada

    di luar sastra itu sendiri (ekstrinsik) dengan memfokuskan perhatiannya pada latar

     belakang sosiobudaya. Dalam ilmu sastra, pendekatan ini di sebut sosiologi

    sastra,yaitu pendekatan sastra dengan mempertimbangkan segi-segi

    kemasyarakatannya. Segi kemasyarakatan berhubungan dengan masyarakat yang

     berada di sekitar sastra itu, baik penciptanya, gambaran masyarakat yang

    diceritakannya itu dan pembacanya.

    Sementara, Faruk (2010: 1) memberi pengertian bahwa sosiologi sastra

    sebagai studi ilmiah dan objektf mengenai manusia dalam masyarakat, studi

    mengenai lembaga dan proses-proses sosial. Selanjutnya, dikatakan bahwa

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    56/193

    40

    sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat

    dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan

    hidup. Lewat penelitian mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi,

     politik dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut

    sebagai struktur sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga yang secara

     bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi

    dikatakan memperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dirinya

    dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai

    mekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannya individu-

    individu dialokasikannya pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur

    sosial itu.

    Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak

     penelitian-penelitian yang menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami

    stagnasi. Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan

    sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus

    dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara

    keseluruhan.

    Menurut Nyoman Kutha Ratna (2011: 332) ada beberapa hal yang harus

    dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan

    dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai

     berikut; (1) Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita,

    disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat;(2) Karya sastra hidup

  • 8/19/2019 Anjar Setianingsih S841008004.pdf

    57/193

    41

    dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam

    masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat; (3) Medium

    karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat

    yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan; (4) Berbeda

    denga ilmu pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam

    karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat

     berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut; (5) Sama dengan masyarakat, karya

    sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya

    dalam suatu karya.

    Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan

    sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat

    tergambar dalam sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah

    masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan

     berperan sebagai mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa,

    gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya. Perkembangan sosiologi sastra

    modern tidak terlepas dari Hippolyte Taine, seorang ahli sosiologi s